konsep jilbab dalam islam

Upload: fitri-jr

Post on 18-Jul-2015

346 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KONSEP JILBAB DALAM LINGKUP SYARIAH ISLAMIYAH

Pemerintah Barat cenderung memiliki ilusi bahwa Islam bertentangan dengan peradaban Barat. Akibatnya, semua undang undang dianggap mencerminkan peradaban Barat, dan semua penonjolan symbol Islam dalam tataran Negara dianggap pelanggaran peraturan atau bahkan konstitusi. Di Prancis pemakaian jilbab oleh perempuan muslimah di gedung pemerintahan merupakan tindakan insinuasi1 terhadap peradaban Barat2. Begitupula di Kanada, para pejabat cenderung menuduh para pemakai jilbab melawan kebebasan.3 Berbeda lagi dengan pengalaman seorang wartawan bernama Dina Y. Sulaeman4 yang pernah tinggal di Iran, dimana Iran mewajibkan perempuannya menggunakan cadar, dan menurutnya jilbab tidak mengekang perempuan. Iran memang tidak bisa dijadikan contoh sebagai negara yang secara praktis-- benarbenar ketat menerapkan aturan hijab. Tapi, ada satu bukti tak terbantahkan yang berhasil ditunjukkan Iran, yaitu: jilbab dihadirkan bukan untuk mengekang perempuan. Apa buktinya? Di Iran, semua lapangan pekerjaan bisa dipegang oleh perempuan, mulai dari wakil presiden (menjadi presiden memang belum pernah terjadi, meskipun dibenarkan oleh undang-undang), pilot, insinyur, dokter, sopir taksi, petani, penyanyi, olahragawan, dan bintang film5. Menurut M Quraish Shihab mengatakan, Salah satu faktor yang juga diduga1

n tuduhan tersembunyi, tidak terang terangan, atau tidak langsung ( Kamus Besar Bahasa Indonesia: hal 435) 2 Jurnal ini ditulis tahun 2007, namun hingga kini Prancis tetap antipasti terhadap muslimah berjilbab lihat http://metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/09/23/136468/Perempuan-Prancis-AkanPerjuangkan-Jilbab-ke-Pengadilan-Internasional, http://artikel-populer.blogspot.com/2011/12/wanitabercadar-yang-calonkan-diri-jadi.html. 3 Afadlal, Problematika Minoritas Muslim Di Kanada Dan Perancis dalam Jurnal Penelitian Politik, vol 4 no1, 2007, hal 83 4 Ia juga menulis sejumlah buku : Oh Baby Blues, Mukjizat Abad 20: Doktor Cilik Hafal dan Paham Al Quran, Pelangi di Persia, Ahmadinejad on Palestine, dan Obama Revealed. Lihat situs resmi miliknya: http://dinasulaeman.wordpress.com/ 5 Lihat : http://www2.irib.ir/worldservice/melayuradio/perempuan/jilbab.htm

1

sebagai pendorong maraknya pemakaian jilbab adalah faktor ekonomi. Mahalnya salon salon kecantikan serta tuntutan gerak cepat dan praktis, menjadikan sementara perempuan memilih jalan pintas dengan mengenakan jilbab. Demikian pandangan sementara pakar. Ada juga yang menduga bahwa pemakaian jilbab adalah simbol pandangan politik yang pada mulanya diwajibkan oleh kelompok kelompok Islam politik guna membedakan sementara wanita yang berada di bawah panji panji kelompok itu dengan wanita wanita muslimah yang lain atau yang non muslimah. Lalu kelompok kelompok itu berpegang teguh dengannya sebagai symbol mereka dan memberinya corak keagamaan, sebagaimana dilakuan oleh sementara pria yang memakai pakaian longgar dan panjang (ala Mesir atau Saudi Arabia) atau ala India dan Pakistan dan menduga bahwa itu adalah pakaian Islami.6 Jilbab pun didapati di dalam agama agama lain atau budaya budaya lainnya memiliki istilah istilah yang berbeda beda, namun memiliki kesamaan tujuan yaitu yang menggunakan jilbab atau penutup kepala adalah sebuah identitas tentang sebuah kebaikan, kesopanan dan ketaatan. Meski jilbab telah dikenal dari sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai rasulullah, dimana pada saat itu peradaban Islam dimulai, namun jilbab dalam islam bukanlah jilbab tradisi dari zaman dahulu, melainkan jilbab yang mempunyai nilai nilai tinggi melebihi jilbab yang dipandang oleh orang orang sebelum Islam, dan jilbab mempunyai peranan yang sangat penting dalam peradaban Islam. Oleh karena latar belakang yang kompleks dan menarik diatas, kiranya penulis mencoba memaparkan dalam makalah sederhana ini bagaimana konsep jilbab dalam Islam serta kaitannya konsep jilbab ini dengan sebuah integrasi aqidah dan syariah .

M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendikiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004), hal 2

6

2

Jilbab dalam Agama agama non Islam Sebelum menjelaskan bagaimana konsep jilbab dalam peradaban Islam penulis terlebih dahulu memaparkan bagaimana jilbab di peradaban agama lain. Guna menambah wawasan serta membandingkannya, disini penulis membandingkan kepada 2 agama yaitu yahudi dan nasrani, 2 agama yang berdekatan syariatnya dengan Islam. 1. Jilbab dalam agama Yahudi Menurut Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya meninggalkan sebelah mata saja. Di sana mengutip pernyataan beberapa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: "Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala" dan "Terkutuklah lakilaki yang membiarkan rambut isterinya terlihat," dan Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan7.

Dr. Brayer juga mengatakan bahwa "Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan zuzim8 penutup kepala dianggap penghinaan terhadap

kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus untuk pelanggaran tersebut."

Dr. Brayer juga menerangkan bahwa jilbab bagi wanita Yahudi bukanlah selalu sebagai simbol dari kesopanan. Kadang-kadang, jilbab justru menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang mengenakannya ketimbang ukuran kesopanan. Jilbab atau tudung kepala menandakan martabat dan

http://muhibbulislam.wordpress.com/author/muhibbul/page/44/ Zuzim: jamak dari zuz yaitu koin perak kuno yang digunakan pada saat pemberontakan Bar Kochba 132-136 M, lihat http://en.wikipedia.org/wiki/Zuz_%28Jewish_coin%29.8

7

3

keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi. Jilbab juga diartikan sebagai penjagaan terhadap hak milik suami.

Jilbab menunjukkan suatu penghormatan dan status sosial dari seorang wanita. Seorang wanita dari golongan bawah mencoba menggunakan jilbab untuk memberikan kesan status yang lebih tinggi. Jilbab merupakan tanda kehormatan. Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati9. Wanita-wanita Yahudi di Eropa melanjutkan menggunakan jilbab sampai abad ke sembilan belas hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Tekanan eksternal dari kehidupan di Eropa pada abad sembilan belas memaksa banyak dari mereka pergi keluar tanpa penutup kepala.

Beberapa wanita Yahudi kemudian lebih cenderung menggantikan penutup tradisional mereka dengan rambut palsu sebagai bentuk lain dari penutup kepala. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang saleh tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi)10. Sementara beberapa dari mereka. seperti sekte Hasidic, masih menggunakan rambut palsu.11 2. Jilbab dalam Agama Kristen Penutup kepala dalam agama Kristen sendiri sudah digunakan oleh Biarawati Khatolik sejak 400 tahun yang lalu. Tetapi bukan hanya itu, St. Paul (atau Paulus) dalam Perjanjian Baru, I Korintus 11:3-10, membuat pernyataan-pernyataan yang menarik tentang jilbab sebagai berikut: "Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap lakilaki adalah Kristus, kepala dari perempuan adalah laki-laki dan kepala Kristus adalah9

Giti Bendheim, Remarks on Hair Covering dalam Jewish and Female: Choices and Changes in Our Lives Today, ed. S.W. Schneider (New York: Simon and Schuster, 1984), hal 237 10 Ibid, 238-239 11 Alexandra Wright, Judaism dalam buku Women In Religion, editor: Holm dan Bowker (New York : Continuum International Publishing Group: 2004), hal 113

4

Allah. Tiap laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang bertudung, menghina kepalanya. Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya. Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki. Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena malaikat".(Korintus 11:3:10) St. Paul memberikan penalaran tentang wanita yang berjilbab atau berkerudung adalah bahwa jilbab memberikan tanda kekuasaan pada laki-laki, yang merupakan gambaran kebesaran Tuhan, atas wanita yang diciptakan dari dan untuk laki-laki. St. Tertuliskan di dalam risalahnya "On The Veiling Of Virgins" menulis: "Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat berada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu." Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272). Beberapa golongan Kristen, seperti Amish dan Mennoties contohnya, mereka hingga hari ini tetap mengenakan tutup kepala. Alasan mereka mengenakan tutup kepala, seperti yang dikemukakan pemimpin gerejanya adalah: "Penutup kepala adalah simbol dari kepatuhan wanita kepada laki-laki dan Tuhan," logika yang sama seperti yang ditulis oleh St. Paul dalam Perjanjian Baru (D. Kraybill, 1960, hal 56).12 Demikian sedikitnya tradisi berjilbab atau menutup kepala yang ada di tradisi tradisi agama selain Islam.

12

http://www.kaskus.us/showthread.php?p=388168336

5

Jilbab dalam Peradaban Islam Istilah jilbab digunakan pada negeri-negeri berpenduduk muslim lain sebagai jenis pakaian dengan penamaan berbeda-beda. Di Iran disebut chador, di India dan Pakistan disebut pardeh, di Libya milayat, di Irak abaya, di Turki charshaf, dan tudung di Malaysia, sementara di negara Arab-Afrika disebut hijab13. Jilbab diwajibkan Allah bagi wanita untuk menjaga fitrahnya. Allah berfirman dalam QS Al Mulk ; 14 Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?. Oleh karena itu perempuan dituntut untuk mengerti sekaligus mempraktikkan perintah memakai Jilbab.14 Jika pada zaman sebelum datangnya Nabi Muhammad membawa wahyu Alquran sudah ada budaya menggunakan jilbab bagi wanita wanitanya, maka

sesungguhnya penggunaan jilbab pada masa Nabi Muhammad SAW memiliki sejarah diawali saat turunnya firman Allah SWT yaitu pada QS An Nur ayat 31

)( . .Hendaklah

mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, 15

Heru Prasetia, "Pakaian, Gaya, dan Identitas Perempuan Islam". Identitas Perempuan Indonesia: Status, Pergeseran Relasi Gender, dan Perjuangan Ekonomi Politik. Depok: Desantara Foundation.. November 2010. 14 Dr Abdul Qadr Manshur, Buku Pintar Fiqih Wanita (Jakarta: Penerbit Zaman, 2009), hal 254 (judul Asli Fiqh Marah min Al Kitab wa Assunah) 15 Ayat selengkapnya:

13

31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari

)( 6

Menurut Ibnu Katsir

yakni hendaklah jilbab mereka dibuat luas hingga

menutupi dadanya, gunanya untuk menutupi bagian tubuh di bawahnya, seperti dada dan tulang dada, serta agar menyelesihi model wanita Jahiliyyah16. Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah RA, ia berkata; Semoga Allah merahmati wanita wanita Muhajirin Generasi awal, karena pada saat ayat ini diturunkan mereka merobek kain kain dan dan berkerudung dengannya17. Kemudian juga sejarah awal jilbab pada peradaban Islam dikisahkan pada surat Al Ahzab ayat 59:

)( 59. Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Adapun turunnya ayat ini yang diriwayatkan oleh Aisyah yaitu disebabkan karena salah seorang istri Rasulullah bernama Saudah keluar untuk ke kamar kecil. Saudah adalah seorang wanita yang berbada besar sehingga akan langsung dikenali jika berpapasan dengan orang yang telah mengenalnya. Di tengah jalan, Umar

padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau puteraputera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau puteraputera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. 16 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Juz 6 hal 17 Ibid, hal 46

7

melihatnya. Umar lalu berkata, Wahai Saudah, kami sungguh masih dapat mengenali engkau, Oleh karena itu pertimbangkanlah kembali bagaimana cara engkau keluar. Mendengar ucapan Umar itu, Saudah langsung berbalik pulang dengan cepat. Pada saat itu, Rasulullah sedang makan malam di rumah saya, dan di tangan beliau tengah tergenggam minuman. Ketika masuk ke rumah, Saudah langsung berkata Wahai Rasulullah, baru saja saya keluar hendak menunaikan hajat akan tetapi Umar lalu berkata begini dan begini kepada saya. Tiba-tiba turun wahyu pada Rasulullah. Ketika wahyu selesai dan Rasulullah kembali pada kondisi semula, minuman yang ketika itu beliau pegang masih di tangannya. Rasulullah berkata Sesungguhnya telah diizinkan bagi kali keluar rumah untuk menunaikan hajat kalian,18 Ibnu Saad dalam Kitab At-thabaqaat, meriwayatkan dari Abu Malik, yang berkata Para istri Rasulullah biasa keluar di malam hari untuk menunaikan hajat. Akan tetapi beberapa orang munafik kemudian mengganggu mereka diperjalanan sehingga mereka tidak nyaman. Ketika hal tersebut dilaporkan kepada Rasulullah beliau lantas menegur orang orang tersebut. Akan tetapi mereka balik berkata, sesungguhnya kami hanya melakukan dengan isyarat tangan (menunjuk nunjuk dengan jari). Setelah kejadian itu turunlah ayat ini. 19 Fakhruddin Ar Raziy berkata dalam Mafatihul Ghaib Tafsir Al Kabir : Dahulu zaman Jahiliyyah wanita merdeka dan wanita budak keluar (rumah) dengan terbuka, yang membuat diikuti oleh para pezina, dan terkena tuduhan, maka Allah memerintahkan wanita-wanita merdeka agar berjilbab, dan firman-Nya, Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dikatakan : Diketahui bahwa mereka itu adalah wanita-wanita merdeka, maka tidak diikuti (oleh para pezina), dan bisa dikatakan : Yang dimaksud adalah bahwa mereka itu tidak pernah berzina, karena wanita yang menutupi wajahnyapadahal bukan aurat- tidak diharapkan darinya bahwa dia itu mau membukakanJalaluddin Assuyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al Quran, terj : Tim Abdul Hayyi (Jakarta: Gema Insani Pers, 2008), 466 (judul aslinya: Lubaabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul) 19 Ibid, 46718

8

auratnya, maka diketahui bahwa mereka itu selalu tertutup, tidak mungkin diajak berzina.20 Al Qurthubi berkata dalam tafsirnya : Karena kebiasaan wanita-wanita arab adalah berpakaian seadanya saja, dan mereka itu membuka wajah-wajahnya sebagaimana yang dilakukan oleh budak, sedang hal seperti ini mengundang pandangan laki-laki terhadapnya sehingga pikiran mereka menghayal terhadapnya, maka Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk memerintahkan kaum wanita agar mengulurkan jilbab-jilbabnya keseluruh tubuhnya di kala keluar untuk hajat-hajat mereka.. Al Qurthubi berkata lagi : Firman-Nya, mengulurkan jilbabnya, jalaabib adalah bentuk jamak dari jilbab yaitu kain yang lebih lapang dari khimar (kerudung), dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Masud bahwa jilbab adalah rida (jubah), dikatakan juga bahwa jilbab adalah Qina, dan yang benar sesungguhnya jilbab adalah kain /pakaian yang menutupi seluruh tubuh, sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Muslim dari Ummu Athiyyah, beliau berkata : Wahai Rasulullah ! seseorang diantara kami ada yang tidak mempunyai jilbab ? Rasulullah berkata : Hendaklah saudarinya memberikan kepada jilbab.21 Demikianlah sejarah jilbab dimulai pada zaman Rasulullah SAW, dimana tonggak awal peradaban Islam pada waktu itu dimulai. Namun berselang belasan abad kemudian penggunaan Jilbab mulai menjadi ajang perdebatan. Perdebatan ini terjadi di saat peradaban Islam dalam masa

kemunduran dan mulainya pengaruh pengaruh peradaban Barat ke dalam peradaban Islam. Perdebatan perdebatan ini datangnya dari kalangan sarjana sarjana muslim. Beberapa diantaranya yang penulis temukan adalah:20

Fakhruddin Ar Razi, Mafatihul Ghaib- Tafsir Al Kabir Juz 6 (Beirut : Darul Fikri, 1985)

hal 591. Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Juz 6 , terj M. Abdul Ghaffar dkk (Bogor: Pustaka Imam Syafii, 2004) hal, 46 ( judul Asli Lubaabatu Tafsir Min Ibni Katsir)21

9

Qasim Amin dalam Bukunya Tahrir Al Marah yang dipublikasikan pada tahun 1899 dengan berani mengajak untuk menghapuskan jilbab22. Fatima Mernisi yang terkenal, seorang Sosiolog yang juga seorang Feminis 23 beragama Islam banyak menulis buku buku membicarakan bahwa jilbab merupakan pelecehan wanita. Muhammad Syahrur (Syiria) ; Muhammad Syahrur menjelaskan

penafsirannya terhadap ayat Jilbab QS. Al Ahzab : 59 bahwa ayat tersebut berbentuk pengajaran bukan syariat, dan turun di Madinah yang menunjukkan mesti dipahami secara temporal dengan tujuan keamanan dari dua gangguan, yakni gangguan alam atau cuaca dan sosial yang menyesuailan dengan tradisi setempat tidak mengundang cemooh. Maka kesimpulan Syahrur mempunyai batasan maksimal dan minimal. Batasan maksimal yaitu dengan menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, sedang batasan minimalnya adalah hanya menutupi juyub yang menurut Syahrur meliputi belahan dada, bagian tubuh di bawah ketiak, alat vital dan bokong. Selain itu tidak termasuk aurat, dan hanya menyesuaikan tradisi masyarakat saja. 24 Dengan kata lain, seorang perempuan yang hanya mengenakan pakaian dalam saja keluar rumah, tidak dipandang melanggar ketentuan Allah. 25 Dan yang mencemaskan adalah adanya pendapat seorang pakar tafsir Indonesia M. Quraish Shihab yang mengatakan bahwasannya berjilbab adalah masalah khilafiyah serta dengan menyodorkan pendapat para sarjana Islam yang cenderung diklaim pempunyai pikiran sekuler liberal dan Quraish Shihab sendiri nampaknya termasuk tidak mewajibkannya penggunaan jilbab bagi wanita muslimah.

Lihat Fadwal El Guindi ; Jilbab antara kesalehan, kesopanan, dan perlawanan hal 282, lihat juga M. Quraish Shihab Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah, hal 124 23 Feminis : gerakan wanita yang menuntut peersamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria (KBBI: 315) 24 Daden Robi Rahman, dalam pembahasan tugas akhirnya Pandangan Teologis Muhammad Syahrur; Implikasinya terhadap Kaidah Ushuliyyah hal 317, lihat juga: Muhammad Syahrur; Nahw Ushul Jadidah lil Fiqhil Islami hal 372-373 25 Ibid, hal 318

22

10

26

Tetapi meski tetap menjadi perdebatan justru jilbab di era era sekarang ini terbentang menjadi fashion, terlihat maraknya pelbagai model jilbab meskipun kadang modelnya juga keluar dari syarat syarat jilbab yang sesuai dengan syariah yang sudah tidak lagi dipanjangkan ke dadanya, kemudian berbahan tipis serta membentuk lekuk lekuk sang pemakainya. Inilah proses perjalanan panjang jilbab yang penulis dapat paparkan. Konsep Jilbab: Integrasi Aqidah dan Syariah Sebelum membahas pada bagian ini penulis mencoba menjelaskan terlebih dahulu dua argumentasi dari Quraish Shihab dan Muhammad Syahrur. Penjelasan panjang tentang jilbab yang dipaparkan oleh M. Quraish Shihab yang mengundang polemik tersebut intinya adalah tidak ada batasan yang tegas tentang aurat perempuan, namun menurut penulis, 2 ayat yang menjelaskan tentang jilbab, dikatakan oleh Quraish Shihab bahwa jilbab bukanlah masalah qathiiyyah melainkan khilafiyyah. dapun Quraish Shihab telah menjelaskan tentang penafsiran di lima ayat di atas dengan memaparkan pendapat ulama ulam terdahulu dan mengambil konklusi tidak ada satupun ayat yang menegaskan batasan aurat wanita; memang benar, tetapi ungkapan ayat ayat Al Quran mengenai anjuran menutup apa yang diperintahkan oleh Allah tertulis jelas, dan seluruh mufassir sepakat bahwasannya walyadhribna bikhumurihinna ala juyubihinna ( ) QS An Nur 31 ;

adalah perintah, seperti yang dijelaskan dalam tafsir Al Qurtubi yan

termasuk lengkap penjelasan tafsirnya: Jumhur Ulama membacanya dengan mensukun-kan Lam yaitu dengan makan untuk perintah, Abu Amr dalam dalah riwayat Ibnu Abbas meng-kasroh-kannya karena demikian aslinya; karena asalnya Lam Amr

Lihat : M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendikiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004)

26

11

adalah berharakat kasroh dan menghilangkan kasrah karena ada kesan berat.27 Begitu pula Asy Syaukani dalam kitab tafsirnya Fathul Qadir Bayna Fannay Riwayah wa Dirayah28, menjelaskan hal yang sama dengan Al Qurthubi.29 Demikian juga pada QS Al Ahzab ayat 59:

, kepada Nabi agar mereka semua memakai jilbab mereka.30

Ibnu Katsir

menafsirkan bahwa ayat ini adalah perintah untuk berjilbab: yaitu diperintahkan Namun sesungguhnya jilbab merupakan masalah yang qathiyyah, dan menjadi masalah khilafiyahnya adalah hanya pada masalah Maa dzhara minha. Madzhab Malikiyah dan Hanafiyyah berpendapat bahwa wajah dan telapak wanita tidaklah termasuk aurat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nabi kepada Asma binti Abu Bakar ketika ia ke dalam rumah dalam berpakaian yang sangat tipis Wahai Asma, sesungguhnya wanita ketika sudah sampai usia haid (dewasa), maka tidaklah layak untuk terlihat darinya, kecuali ini dan ini (sambil beliau berisyarat pada wajahnya dan kedua telapaknya), (tafsir Al Qurthubi, juz 12 hal hal 229). Sementara itu madzhab Syafiiyyah dan Hanafiyyah berpendapat bahwa maksud ma dzhahara minha itu adalah anggota tubuh yang terbuat tanpa kesengajaan, seperti terhembus angin (Rawaiul Bayan Tafsir Ayatul Ahkam, juz III hal 155). 31 Sedangkan pendapat Muhammad Syahrur tentang batasan minimal aurat itu pada buah dada, ketiak, alat vital dan bokong merupakan argumentasi yang tidak logis,

Muhammad bin Ahmad Al Anshari Al Qurthubi, Tafsir Al Qurtubi Juz 12 (Tanpa tempat: Darul Fikri ) Hal 213 28 Lihat: Muhammad bin Ali bin Asyaukani, Fathul Qadir Bayna Fannay Riwayah wa Dirayah Fi Ilmi Tafsir (Beirut: Darul Marifah, 2004) hal 1008 29 Anehnya kebanyakan terjemahan kalimat wal yadhribna dalam terjemahan Al Quran bahasa Indonesia berarti hendaklah; sedangkan hendak dalam arti bahasa indonesia tidak berunsur perintah, melainkan anjuran anjuran semata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Depdiknas diartikan: mau; akan; bermaksud akan; (hal 396) sehingga menurut penulis terjemahan Al quran ini perlu direvisi yaitu menggunakan ungkapan ungkapan perintah, disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia 30 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir (Darut Thayyibah) hal 482 31 Drs. KH. Didin Hafidhuddin, M. Sc, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal 177.

27

12

karena secara historis (teori yang diklaim digunakannya) saja, wanita zaman jahiliyyah telah menutup badan dengan bajunya. Maka tidak masuk akal, kalau ayat ini turun kepada wanita Arab untuk keluar ke jalan jalan dengan mentup auratnya minimal dengan pakaian dalam saja. Di samping itu, seandainya beralasan menutup badan sesuai dengan cuaca dan gangguan, maka kalau cuaca Madinah panas, maka perempuannya menutup badan penuh. Hal ini pun tidak logis, justru kalau panas, seharusnya perempuan Madinah memakai pakaian mini. Gangguan terhadap wanita pun akan rentan jika ia berbusana minim, karena itulah fitnahnya bukan pada budayanya saja.32

Bisa dilihat juga, kesalahan Syahrur

dalam mengartikan al juyub berasal dari kata jawaba atau ain fiilnya adalah huruf wawu. Lalu mengambil arti lubag (al-kharqu) dari kata al-jub , namun ia menisbahkannya sebagai arti dari al jaib, sehingga al jaib berarti lubang kemaluan perempuan. Padahal al-juyub berasal dari kata jayaba atau ain fiilnya ya, maka kamus Arab mengantisipasinya dengan menambahkan bahwa kalimat jabat al-qamis tidak berasal dari al-jaib tapi dari al-jub. Dapat kita temukan bahwa al juyub secara bahasa berarti bagian baju yang terbuka dan saku saku baju (Kamus Bahasa Arab Tajul Urus, Lisan Arab Al Muhith materi Jayaba)33. Menurut penulis, jika apa yang dipahami bahwasannya kita harus melihat memahami teks sebagai sekarang tentunya, sebagai keadaan masyarakat yang sekarang, yang tidak minim angka kriminalitas dari sebab banyaknya godaan dari wanita yang tidak berjilbab, tidak menutup aurat sebagaimana tuntunan agama. Seharusnya penggunaan jilbab harusnya lebih diperketat, karena melihat situasi dan kondisi yang sudah darurat karena maraknya hal hal yang menjurus kepada terjadinya macam macam gangguan terhadap setiap wanita, terutama dengan wanita wanita karir yang bekerja di luar rumah. Dari dua argumentasi di atas milik Quraish Shihab dan Muhammad Syahrur32 33

Opcit, Daden Robi, hal 319 Ibid, hal 320

13

nampaknya keduanya terlena sehingga keduanya lupa kalau semestinya Jilbab merupakan syariat atau ketentuan yang telah diperintahkan oleh Allah SWT, sehingga keduanya memberikan begitu luas tentang argumen argumen mereka yang mengatakan bahwa jilbab tidak wajib, pendapat ini tentunya salah sebagaimana seluruh ulama sepakat akan wajibnya menggunakan jilbab, bukan pada permasalahan auratnya sebagaimana keduanya menjelaskan yang memang ia masuk kepada ayat ayat yang perlu diterangkan (mutasyabih), namun penjelasannya pun juga telah dijelaskan melalui hadits hadits nabi, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan ketetapan dan sifat yang diterangkan oleh beliau. Syariat berkaitan erat dengan aqidah, karena syariat merupak implementasi dari aqidah. Dimana Aqidah adalah mempunyai definisi yang sama dengan iman, yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.34

. Oleh karenanya orang yang beriman meyakini betul

bahwa tidak ada satu peraturan Allah SWT kecuali untuk kebaikan manusia. Termasuk syariat memakai jilbab bagi wanita. Hakikat dari jilbab pada seorang wanita telah dijelaskan sendiri dalam oleh yang memberikan perintah untuk mewajibkannya. Yaitu Allah SWT dalam QS Al Ahzab ayat 59 pada kalimat ..supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.. 1. Lebih mudah dikenal 2. Agar tidak diganggu Lebih mudah dikenal, Sebagaimana kejadian diturunkan ayat tersebut karena bisa membedakan mana wanita muslimah, mana wanita bukan muslimah, ketika zaman itu, mana yang budak dan mana yang wanita merdeka. Jika dikaitkan dengan zaman modern ini tentu lebih identik mana yang muslimah dan mana yang bukanDr. Ahmad Hidayatullah Zarkasyi MA. Mudzakarah fi Madah Insijamil Aqidah fi Syariah Islamiyah awil Ilaqatil Matiynah Baynahuma (ISID Gontor) hal 334

14

muslimah, karena perbudakan telah dihapuskan. Dimana tidak demikian adanya dengan konsep pemakaian tutup kepala di agama agama lain yang lebih mengedepankan ketaatan kesopanan, namun tidak bermaksud untuk membedakan antara dia seorang Kristen maupun yahudi. Agar tidak diganggu, jika seorang muslimah menggunakan jilbab sesuai dengan yang diajarkan syariat, tentunya mesti wanita ini tidak akan diganggu. Dengan menggunakan jilbab dan berbusana menutup aurat yang sesuai dengan syariat akan menghindarkan dari godaan , gangguan, yang bisa menyebabkan kepada hal hal yang mengarah kepada amoral seksuil, semacam perzinahan yaitu dengan pergaulan lain jenis yang tidak ada ikatan nikah, ini bisa tercetus dari godaan , gangguan wanita wanita yang tidak berjilbab. Selain itu disyariatkannya jilbab yang mungkin secara lahiriyah akan terasa memberatkan namun sesungguhnya di dalamnya terdapat unsur yang sangat menyenangkan dan menguntungkan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari beberapa faktor: Pertama; Syariat Islam tentang jilbab menunjukkan suatu perhatian yang besar terhadap kehormatan kaum wanita, dimana sebelum datangnya Islam, nasib wanita di seluruh dunia amat menyedihkan. Pada b angsa Romawi sebelum Islam, wanita sejajar dengan najis dan binatang. Wanita adalah benda bernafas yang dilarang berbicara dan tertawa. Bangsa Arab jahiliyyah tidak segan segan mengubur wanita hidup hidup. Kehadiran anak perempuan di sisinya adalah hal aib, memalukan dan beban yang memberatkan serta menghinakan seperti yang dilukiskan dalam QS AnNahl 58-59.35 Untuk itu, Islam menganjurkan agar kaum wanita dilindungi dan wanita sendiri pun merasa melindungi dirinya sendiri. Sayed Amer dalam bukunya Api Islam, menyatakan bahwa petunjuk Allah dan Rasul-Nya tentang jilbab, dianggap suatu usaha untuk mencoba mengatur dan menanamkan kesopanan kepada kaum wanita,

35

Op.cit, Didin Hafidhuddin, hal 179

15

dan menjaga dirinya dari kehinaan. Ia pun menyatakan, tidak benar yang berpendapat bahwa dengan syariat jilbab, bermaksud mengabdikan kebiasaan mengurung wanita di zaman Jahiliyah. Orang orang berjilbab tetap secara bebas dan merdeka dapat melakukan aktivitasnya di berbagai kehidupan, selama dibenarkan syara, tanpa dirinya ternodai (lihat Abudin Nata, dalam Panji Masyarakat, November 1984) Kedua, melalui jilbab Islam ingin menegakkan akhlak mulia, melalui sistem dan cara yang preventif dalam mencegah timbulnya akhlak dan moral rusak. Pada akhirnya iman pulalah, yang mampu merealisasikan syariat Islam di tengah tengah kehidupan, betapa pun terasa sulit dan memberatkannya. Memasyarakatkan jilbab, artinya mengajak wanita untuk memiliki Iman yang baik, menjaga kehormatan dirinya. 36 Yusuf Qaradhawi menambahkan, dengan menggunakan jilbab

mengindikasikan bahwa ia benar benar muslimah yang mengikuti syariat Islam. Atau membuktikan bahwa keislamannya bukan main main, tetapi ia membuktikan dengan lisan dan praktek. Jilbab juga dapat menjauhi gangguan hati orang yang sakit. 37 Penutup Jilbab berkaitan erat dengan perhiasan wanita dan aurat wanita, seluruhnya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu semuanya harus dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Jika baik pelaksanaanya maka baik pula akibatnya, namun jika melesat jauh dari apa yang ditentukan syariat, tentu hasilnya akan tidak baik mungkin bahkan membawa petaka. Glatsoff seorang Inggris yang ekstrim mengatakan : Timur (Islam) tidak akan pernah mempunyai peradaban yang rusak ( tak bermoral ), kecuali bila kaum wanitanya melepaskan jilbab, dan Al quran yang merupakan pedoman hidupnya

36 37

Ibid, hal 180. Yusuf Qaradhawi, Fatwa Fatwa Kontemporer Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani Press, 2006),

hal 756

16

juga ditinggalkan. Minuman keras, narkotik, dan perbuatan perbuatan maksiat serta kemungkaran harus pula dimasukkan kepada mereka, sehingga lenyaplah kekuatan spiritual Islam dalam diri mereka38. Oleh karena itu selayaknya dalam sebuah kelompok terkecil dalam masyarakat peradaban Islam yaitu keluarga, Jilbab harus dikenalkan kepada perempuan semenjak dini yaitu pada saat masih kanak kanak, yaitu kewajiban orang tuanya yang mendidik dan mengasuh. Karena di dalamnya terkandung penjagaan terhadap agama, kehormatan dan kemuliaannya, serta menghindarkannya dari berbagai gangguan, dan tidak memancing keinginan orang untuk mengganggunya. Oleh sebab itu, orang tua harus mewajibkan dan menegaskan kepada putri putrinya untuk berjilbab dan meyakini bahwa hal tersebut adalah sangat penting dan diwajibkan oleh syariat 39. Adapun membiarkannya hingga dewasa dan mengerti dengan sendirinya adalah alasan merusak dan tertolak. Bisa jadi setelah besar ia malah tidak menerima karena sewaktu kecil sudah terbiasa membuka aurat dan bersufur.40 Yakni ia tidak melihat adanya perbedaan antara ber-sufur, ketika ia berusia 9 atau 10, bahkan 11 tahun. Kemudian bisa jadi ia mengalami hal tidak terpuji walaupun usianya masih kecil. 41 Demikian sedikit pembahasan dari penulis tentang jilbab dalam peradaban Islam. Harapan penulis, kajian ini dikritisi dan dilengkapi kekurangan kekurangannya. Wallahu Alam Bishowab

Maisar Binti Yasin, Wanita Karier Dalam Perbincangan (Jakarta : Gema Insani Press, 2004), hal 24 39 Abdul Aziz bin Fathi As Sayyid Nada, Ensiklopedia Adab Islam Menurut Al Quran dan Sunnah Jilid I, terjemah Abu Ihsan Al Atsari (Jakarta: Pustaka Imam SyafiI, 2007) hal 204 40 Sufur : berpakai seperti telanjang 41 Ibid, hal 205

38

17

DAFTAR PUSTAKA

Afadlal, Problematika Minoritas Muslim Di Kanada Dan Perancis dalam Jurnal Penelitian Politik, vol 4 no1, 2007 Al Qurthubi, Muhammad bin Ahmad Al Anshari, Tafsir Al Qurtubi Juz 12 (Tanpa tempat: Darul Fikri ) Ar Razi, Fakhruddin, Mafatihul Ghaib- Tafsir Al Kabir Juz 6 (Beirut : Darul Fikri, 1985) Assuyuthi, Jalaluddin, Sebab Turunnya Ayat Al Quran, terj : Tim Abdul Hayyi (Jakarta: Gema Insani Pers, 2008) Asyaukani, Muhammad bin Ali, Fathul Qadir Bayna Fannay Riwayah wa Dirayah Fi Ilmi Tafsir (Beirut: Darul Marifah, 2004) Bendheim, Giti, Remarks on Hair Covering dalam Jewish and Female: Choices and Changes in Our Lives Today, ed. S.W. Schneider (New York: Simon and Schuster, 1984) Hafidhuddin, Didin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001) Katsir, Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir Juz 6 , terj M. Abdul Ghaffar dkk (Bogor: Pustaka Imam Syafii, 2004) Manshur, Abdul Qadr, Buku Pintar Fiqih Wanita (Jakarta: Penerbit Zaman, 2009) Nada, Abdul Aziz bin Fathi As Sayyid, Ensiklopedia Adab Islam Menurut Al Quran dan Sunnah Jilid I, terjemah Abu Ihsan Al Atsari (Jakarta: Pustaka 18

Imam SyafiI, 2007) Prasetia, Heru, "Pakaian, Gaya, dan Identitas Perempuan Islam". Identitas Perempuan Indonesia: Status, Pergeseran Relasi Gender, dan Perjuangan Ekonomi Politik. Depok: Desantara Foundation.. November 2010. Qaradhawi, Yusuf, Fatwa Fatwa Kontemporer Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani Press, 2006) Rahman, Daden Robi, dalam pembahasan tugas akhirnya Pandangan Teologis Muhammad Syahrur; Implikasinya terhadap Kaidah Ushuliyyah (Gontor: ISID) Shihab, M. Quraish, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendikiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004) Wright, Alexandra, Judaism dalam buku Women In Religion, editor: Holm dan Bowker (New York : Continuum International Publishing Group: 2004) Yasin, Maisar Binti, Wanita Karier Dalam Perbincangan (Jakarta : Gema Insani Press, 2004) Zarkasyi, Ahmad Hidayatullah, Mudzakarah fi Madah Insijamil Aqidah fi Syariah Islamiyah awil Ilaqatil Matiynah Baynahuma (ISID Gontor) http://muhibbulislam.wordpress.com/author/muhibbul/page/44/ http://www.kaskus.us/showthread.php?p=388168336 http://www2.irib.ir/worldservice/melayuradio/perempuan/jilbab.htm

19