konsep etika menuntut ilmu menurut syekh …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1961/1/skripsi...
TRANSCRIPT
i
KONSEP ETIKA MENUNTUT ILMU MENURUT
SYEKH MUHAMMAD SYAKIR
DALAM KITAB WASHAYA AL-ABAA’ LIL ABNAA’
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
SAYYIDATUT TASLIYAH
NIM. 111 13 175
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
“ Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya
memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka
wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduannya maka
wajib baginya memiliki ilmu” (HR. Tirmidzi).
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah Swt. Saya persembahkan
skripsi ini kepada:
1. Kedua orangtua saya tercinta, Bapak Sholihudin dan Ibu Siti mahmudah
yang selalu memberikan semangat dan tidak berhenti berdoa untuk saya
agar menjadi orang yang bermanfaat.
2. Kakak-kakakku tercinta Mas Topik, Mas Miftah, Mas Rofiq, Mas Fatkur
dan Mbak Sayyidatul „Aini Ulfah.
3. Sahabat-sahabat terbaikku, Asri Nariswari, Riza Fatmawati, Arifatul
Fitriyah, Durotun Nasikah,dan semuanya yang tidak bisa saya sebutkan satu
per satu. Terimakasih atas semangatnya yang membuat saya dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita mencapai kesuksesan bersama.
Amin.
4. Untuk teman-teman senasib dan seperjuangan, mahasiswa PAI 2013.
5. Teman-teman PPL Tahun 2016 di SMK Muhammadiyah Salatiga serta
teman-teman KKN 2017 di DusunKalangan, Kec. Klego, Kab. Boyolali
yang telah banyak membantu dan bersedia bertukar pikiran serta
motivasinya.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Dengan menyebut nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah
memberikan hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap
Nabi Muhammad Saw, yang telah mencapai puncak kesuksesan tertinggi
sepanjang kehidupan manusia yang pernah ada. Serta keluarga, sahabat dan
pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai
gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Agama Islam di Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberikan dorogan baik moril maupun materi, sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, melalui ruang penulis
mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
sekaligus juga sebagai dosen pembimbing akademik.
4. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi.
5. Kepada seluruh dosen Tarbiyah khususnya pada Jurusan Pendidikan Agama
Islam di FTIK IAIN Salatiga.
viii
ix
ABSTRAK
Tasliyah, Sayyidatut. 2017. Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh
Muhammad Syakirdalam Kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa.Skripsi.
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muh.
Hafidz, M. Ag.
Kata Kunci: Konsep, Etika, Menuntut Ilmu, Syekh Muhammad Syakir
Penelitian ini menggunakan kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’
karena kitab ini sangat cocok bagi peserta didik tingkat MI dan Mts. Karena
kitab ini menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami dan
bertujuan untuk mengetahui konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh
Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’. Adapun
rumusan masalahnya antara lain: 1. Bagaimana konsep etika menuntut ilmu
menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’.
2. Bagaimana relevansi konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh
Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa‟ Lil Abnaa‟ dengan
pendidikan akhlak di MI dan Mts?.
Penelitian ini merupakan penelitian library research yaitu penelitian
dengan obyek kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’. Pengumpulan data
dilakukan dengan analsiis data dengan metode analisis content dan metode
induktif.
Adapun hasil penelitian ini antara lain: 1. Konsep etika menuntut ilmu
menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’
adalah peserta didik belajar dengan sungguh-sungguh dan memiliki semangat
tinggi, manajemen waktu yang bermanfaat, membaca dan memahami
pelajaran, melaksanakan diskusi dengan benar, melakukan belajar secara
bertahap, taat pada aturan yang berlaku, menciptakan situasi dan kondisi yang
kondusif, lebih memuliakan pendidik daripada orang tua, memiliki akhlak yang
terpuji, mencari ridha pendidik. 2. Konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh
Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ memiliki
x
relevansi terhadap pendidikan akhlak di MI dan Mts. Hal itu dapat dilihat dari
kurikulum 2013 dan tujuan pembelajaran serta proses pelaksanaan
pembelajaran di sekolah. Yang mana sama-sama mengendepankan akhlak dan
sikap yang terpuji berdasarkan ajaran agma Islam. Oleh karena itu, kitab
Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ dapat diajdikan sebagai salah satu pedoman
dalam pelaksanaan menuntut ilmu.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO ............................................................................... .. i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... . ii
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................... . v
PERNYATAAN PUBLIKASI SKRISI..........................................................vi
HALAMAN MOTTO .................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................... ix
ABSTRAK ...................................................................................................... . xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
D. Kajian Penelitian yang Relevan………………………………….6
E. Manfaat Penelitian ........................................................................ 8
F. MetodePenelitian………………………………………………... 8
G. Penegasan Istilah ......................................................................... 10
H. Sistematika Penulisan ................................................................ 13
xii
BAB II BIOGRAFI SYEKH MUHAMMAD SYAKIR
A. Riwayat Hidup Syekh Muhammad Syakir….............………......17
B. Karya-karya Syekh Muhammad Syakir ...................................... 20
BAB III PEMIKIRAN SYEKH MUHAMMAD SYAKIR
A. Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh Muhammad Syakir
dalam KitabWashaya Al-Abaa‟ Lil Abnaa‟ ................................. 23
1. Belajar sungguh-sungguh dan semangat yang tinggi ........ 23
2. Manajemen Waktu ............................................................. 24
3. Membaca dan Memahami Pelajaran.................................. 24
4. Menciptakan Situasi dan Kondisi yang Kondusif ............. 26
5. Taat pada aturan……..……………………..…………....27
6. Lebih Memuliakan Pendidik ............................................. 28
7. Berakhlak Terpuji ............................................................. 29
BAB IV PEMBAHASAN
A. Konsep Etika Menuntut Ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir ....... 33
B. Relevansi Konsep Menuntut Ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir
dalam kitab Washaya Al-Abaa” Lil Abnaa dalam Pendidikan Islam di
Indonesia ............................................................................................... 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................ ...... 61
B. Saran ........................................................................................... 62
xiii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lamp. 1 : Lembar Konsultasi Skripsi
Lamp. 2 : Surat Penunjukan Pembimbing
Lamp. 3 : Daftar Nilai SKK
Lamp. 4 : Biografi Penulis
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan latihan bagi
peranannya dimasa yang akan datang (Mansur, 2004:57). Atau dengan kata
lain pendidikan merupakan upaya mewariskan nilai yang akan menjadi
penolong dan penentuan dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk
memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia (Mansur, 2001:1).
Pendidikan Nasional yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (Permendiknas no 22, 2007: 1).
Tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya manusia yang baik, yang
memiliki ilmu, akhlak dan ketrampilan guna melaksanakan tugas
pengabdian kepada Allah dalam rangka melaksanakan sebagai realisasi
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT (Wahyudi, 2006:62).
2
Ilmu menjadi sarana bagi setiap manusia untuk memperoleh
kesejahteraan dunia maupun akhirat , maka mencari ilmu hukumnya wajib.
Mengkaji ilmu itu merupakan pekerjaan mulia, karenannya banyak orang
yang keluar dari rumahnya untuk mencari ilmu dengan didasari iman
kepada Allah SAW. Maka semua yang ada dibumi mendo‟akannya. Karena
mencari ilmu itu pekerjaan yang memerlukan perjuangan fisik dan akal,
maka nabi pernah bersabda bahwa orang yang keluar untuk mencari ilmu,
akan mendapatkan pertolongan dari Allah, karena Allah suka menolong
orang yang mau bersusah payah dalam menjalankan kewajiban agama
(Juwariyah, 2010:141).
Setiap orang Islam diwajibkan menuntut ilmu yang berkaitan dengan
apa yang diperlukannya saat itu, kapan saja. Oleh karena setiap orang Islam
mengetahui rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya salat, supaya dapat
melaksanakan kewajiban solat dengan sempurna (Aljufri, 2009:5).
Di dalam proses pembelajaran menurut Muliawan (2014:20)
didalamnya ada unsur-unsur pendidikan yaitu Pendidik (Guru) merupakan
salah satu unsur yang berpengaruh terhadap proses pembinaan moral
pendidik. Kedudukan pendidik terutama pendidik agama Islam memiliki
peran yang sangat penting dalam mencegah terjadinya kenakalan remaja.
Karena pada dasarnya tugas pendidik pendidikan agama Islam dalam
membentuk akhlak remaja (Peserta didik) yang berkepribadian muslim
(Jalaluddin, 2001:19). Pendidik sebagai pendidik profesional, sebab secara
implisif ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian
3
tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua (Daradjat,
2011:37).
Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah sama dengan teori barat
yaitu anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun
psikologis untuk mencapai tujuan pendidikannya melalui pendidikan
(Muhaimin dan Mujib, 1993:177) Sedang menurut H. Arifin menyebut
“peserta didik” dengan manusia didik sebagai mahluk yang sedang dalam
proses perkembangan atau pertumbuhan menurut fitrah masing-masing
yang memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju arah
titik optimal yakni kemampuan fitrahnya (Arifin, 1996:144). Sedang
menurut Jumali, 2004:35 peserta didik ialah anak yang sedang tumbuh dan
berkembang, baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologi.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (UU RI No 20 Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 19, 2003:7
).
Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.
Keberhasilan implementasi pembelajaran sangat bergantung pada cara
pendidik menggunakan metode pembelajaran. Berkaitan dengan
pendidikan akhlak, ada beberapa metode yang bisa digunakan (Zuhriyah,
2011:65).
4
Salah satu sistem yang memungkinkan proses pendidikan berlangsung
secara konsisten dan berkesinambungan dalam mencapai tujuan pendidikan
adalah intitusi atau kelembagaan. Tanpa adanya tempat, kegiatan belajar
tidak mungkin bisa dilakukan (Nata, 1997: 112).
Ahklak yang baik adalah buah imam yang mendalam dan
perkembangan relegius yang benar. Dengan berpijak pada landasan iman
kepada Allah SWT, rasa takut, bersandar, meminta ampun pada Allah,
maka kita akan memiliki potensi menerima keutamaan dan kemuliaan
akhlak (Fatbrani, 1996:10) serta akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah,
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Al-Ghazali, 1994:46).
Pendidikan akhlak mempunyai tujuan yaitu untuk membersihkan kalbu
dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci
dan bersih. Bagaikan cermin yang dapat menerima nur cahaya Tuhan.Dari
tujuan tersbut dapat diambil sebuah manfaat yaitu pendidikan akhlak
mempunyai panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan
suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut
perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk (Nata, 2002:14).
Dengan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa menuntut ilmu itu
kewajiban bagi setiap muslim dari lahir sampai meninggal. Tapi dapat di
zaman yang modern ini. Dapat dijumpai dimana-mana banyak problema
yang timbul didalam pendidikan menuntut ilmu. Baik dari pendidik yang
tidak profesional, berkepribadian tidak baik, tidak menguasai materi
5
dengan baik, semaunya sendiri dan kurang memperhatikan kewajibannya
sebagai pendidik. Sedangkan peserta didik banyak yang melanggar aturan
yang berlaku, berkepribadian tidak baik, tidak menghormati ilmu, pendidik,
teman dan pergaulan bebas serta semangat belajar peserta didik yang
rendah.
Penulis mengambil pemikiran Syekh Muhammad syakir dari kitab
Washaya Al-Abaa’ Lil Abna’ dalam bab menuntut ilmu dikarenakan kitab
ini mengulas tentang konsep-konsep menuntut ilmu dengan menggunakan
bahasa yang mudah difahami oleh peserta didik khususnya para peserta
didik tingkat MI dan Mts. Sehingga dengan mempelajarinya peserta peserta
didik dapat menjadi pedoman dan mengamalkannya di dalam menuntut
ilmu.
Syekh Muhammad Syakir adalah seorang ulama yang hidup pada masa
Mesir di bawah kekuasaan Usmaniah Turki. Beliau lahir dalam mahdzab
Hanafi. Semasa hidup beliau dikenal ahli dalam bidang ilmu mantik, ilmu
hadis dan ilmu akhlak, serta beliau juga seorang tokoh pendidikan, berjasa
besar dalam dunia pendidikan. Lewat kitabnya belajar Washaya Al-Abaa’
Lil Abna’ memberi gambaran tentang nasehat pendidik kepada peserta
didik, wasiat bertakwa kepada Allah SWT, hak dan kewajiban terhadap
Allah, Rasul-Nya dan orang tua, etika menuntut ilmu, akhlak yang baik dan
buruk serta tasawuf dan disini penulis terfokus untuk meneliti tentang etika
menuntut ilmu.
6
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan oleh penulis diatas. Maka
dalam hal ini penulis ingin meneliti dan mengetahui lebih dalam dengan
mengangkat judul skripsi “Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh
Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abna’”.
B. Rumusan Masalah
Dengan banyaknya permasalahan yang muncul, maka penulis dengan
penelitian ini mefokuskan pada beberapa masalah yaitu:
1. Bagaimana konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad
Syakir dalam Kitab Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’?
2. Bagaimana relevansi konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh
Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’lil Abnaa’ dengan
pendidikan akidah-akhlak di MI dan Mts?
C. Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan yang dapat diambil oleh penulis sesuai dengan
rumusan masalah diatas, diantaranya:
1. Untuk mengetetahui konsep menuntut ilmu menurut Syekh
Muhammad Syakir dalam kitab WashayaAl-Abaa’lil Abnaa’.
2. Untuk mengetahui relevansi konsep menuntut ilmu menurut Syekh
Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’lil Abnaa’ dengan
pendidikan akidah akhlak di MI dan Mts.
7
D. Kajian Pustaka yang Relevan
Dalam penulisan penelitian ini, terlebih dahulu penulis menelaah
beberapa skripsi yang berkaitan dengan apa yang akan penulis tuangkan
dalam penelitian ini. Adapun penelitian atau skripsi-skripsi yang telah ada
sebelumnya memberikan gambaran umum tentang sasaran yang akan
penulis sajikan dalam skripsi ini, dan menghindari kesamaan pembahasan
dengan skripsi sebelumnya.
1. Skripsi dari Nur Afidatul Lailiyah, Alumni IAIN Sunan Ampel,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan PAI tahun 2013, yang
berjudul “ Konsep Pendidikan Moral Perspektif Kitab Washoya Al-
Abaa’lil Abnaa’ karya Syekh Muhammad Syakir Al-Iskandari.
Dalam skripsinya pengarang mengungkapkan pengertian moral,
macam-macamnya serta tujuannya, metode dan model pendidikan
moral, biografi, karya-karya Syekh Muhammad Syakir dan
gambaran isi kitab. Menitik beratkan pada pendidikan moral pada
penddidikan moral perspektif kitab Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’.
2. Skripsi dari Muhammad Irsyadi, Alumni IAIN Salatiga, Fakultas
Tarbiyah PAI tahun 2013, yang berjudul Pendidikan Kepribadian
Anak dalam Kitab Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’ karya Syekh
Muhammad Syakir. Dalam skripsinya pengarang mengungkapkan
tentang konsep pendidikan, metode pembelajaran, pilar-pilar
kepribadian, ilmu, akhlak kepada guru, ilmu, diri sendiri, teman dan
8
lingkungan. Menitik beratkan kepada pendidikan anak meliputi ilmu,
akhlak dan amal bakti.
3. Skripsi dari Amin Zamroni, Alumni Unissula Semarang, Fakultas
Ilmu Tarbiyah tahun 2014, yang berjudul Pemikiran Syekh
Muhammad Syakir Tentang Pendidikan Akhlak Anak (Analisis Kitab
Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’). Pengarang mengungkapkan tentang
akhlak serta macam-macamnya, pemikiran serta biografi Syekh
Muhammad Syakir. Menitik beratkan pada pendidikan akhlak anak.
Dari 3 skripsi diatas dapat disimpulkan bahwa di dalam pendidikan
anak harus di dasari dengan pendidikan moral, akhlak dan kepribadian
yang baik dengan analisis kitab Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’ karya Syekh
Muhammad Syakir.
Berdasarkan kajian pustaka diatas, belum ada yang membahas tentang
konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam
Kitab Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’.
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritik
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumbangan khasanah keilmuan terhadap pendidikan Islam di
Indonesia yang terkait denganKonsep Menuntut Ilmu menurut
Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’lil Abnaa’
9
2. Manfaat Praktik
Penelitian ini berupaya untuk mengkaji ulang Konsep
Menuntut Ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam Kitab
Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’ untuk mewujudkan akhlak peserta
didik dalam menuntut ilmu dengan senantiasa memperbaiki diri,
mendekatkan diri kepada Allah SWT belajar yang sungguh-
sungguh juga menghormati ilmu, pendidk dan teman-temannya.
Serta diharapkan dapat menjadi masukan dan referensi bagi
masyarakat khususnya bagi pendidk dan peserta didik dalam
menuntut ilmu. Agar dipermudah dalam menuntut ilmu dan berkah
ilmunya.
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian dalam skripsi ini termasuk jenis penelitian
kepustakaan atau disebut dengan Libraby Research yaitu penelitian
yang dilakukan di perpustakaan yang objek penelitiannya buku,
Koran, majalah dan lain sebagainya yang berkaitan dengan konsep
etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir.
2. Sumber data
Penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran penyajian laporan. Sedangkan data-data tersebut
dibagi menjadi dua bagian, yaitu primer dan sekunder.
10
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama
digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam peneliti
ini, yaitu Kitab Washoya Al-Abaa’lil Abnaa’ karya Syekh
Muhammad Syakir.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data informasi yang dipeoleh
dari sumber-sumber lain selain data primer, yang secara
tidak langsung bersinggungan dengan tema penelitian yang
dilakukan. Diantaranya buku-buku literatur, internet,
artikel, dan sumber data lain yang berkaitan dengan
penelitian ini. Seperti terjemah syarah kitab Washoya Al-
Abaa’ lil Abnaa’. Untuk memudahkan penulis dalam
menerjemahkan kitab aslinya. Dalam penulisan ini tentu
tidak lepas akan adanya beberapa referensi yang berkorelasi
dengan judul untuk membantu menjelaskan, menjabarkan
dan memperkuat pendapat yang dikemukakan Syekh
MuhammadSyakir.
3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif. Dengan
demikian pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
metode dokumentasi yaitu menghimpun data dengan cara
11
menggunakan bahan-bahan tertulis, seperti dari buku, kitab,
jurnal, surat kabar, ataupun artikel yang berkaitan dengan judul.
a. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam
penyusunan skripsi ini adalah:
1) Metode Analisis Content atau isi. Metode ini
merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu
komunikasi (Muhadjir, 1992:76). Menurut (Bungin,
2001:172-173) analisis ini adalah teknik penelitian
yang membuat inferensi-inferensi (proses penarikan
kesimpulan berdasarkan pertimbangan yang dibuat
sebelumnya atau pertimbangan umum; simpulan)
yang dapat ditiru (Replicabel), dan shahih data
dengan memperhatikan konteksya.
2) Metode Induktif merupakan cara berfikir dengan
berlandaskan pada fakta yang khusus dan kemudian
ditarik menjadi pemecahan yang bersifat umum
(Hadi, 1981:42).
3) Metode Kontekstual
Dalam kamus besar bahasa Indonesia konteks berarti
apa yang ada di depan dan di belakang (KKBI,
2005:521). Metode kontekstual adalah metode yang
digunakan untuk mencari, mengolah, dan
12
menemukan kondisi yang lebih konkret (terkait
dengan kehidupan nyata). Metode ini akan
membantu penulis untuk mengaitkan antara isi yang
ada di dalam kitab Washaya Al-Aba’ Lil Abnaa’
dengan pendidikan akidah akhlak di MI dan Mts
situasi dan mendorong penulis untuk membuat
hubungan antara isi yang ada dalam kitab Washaya
Al-Aba’ Lil Abnaa’ dengan penerapannya dalam
pendidikan akidah akhlak di MI dan Mts.
G. Penegasan Istilah
1. Konsep
Konsep adalah rancangan, ide, atau pengertian yang
diabstrakkan dari peristiwa konkret. Pengertian disini ruang lingkup
tentang suatu nilai terhadap pendidikan (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2007:558).
Konsep juga berasal dari kata latin Concipere yang berarti
mencakup, mengambil, menangkap.Dari kata concipere muncul kata
benda conceptus yang berarti tangkapan. Konsep ini dalam bahasa
Indonesia sering diterjemahkan dengan istilah pengertian yakni
makna yang terkandung oleh sesuatu (Bakri, 1986:2).
Jadi konsep disini adalah suatu rancangan tentang konsep
menuntut ilmu dari pemikiran Syeh Muhammad Syakir dan penulis
13
juga membahas tentang bagaimana rancangan konsep menuntut ilmu
menurut Syehk Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’lil Abnaa’.
2. Etika
Secara bahasa, berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti
watak, kesusilaan, atau adat. Dalam Encyclopedia britanica
dijelaskan bahawa etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang
berarti karakter dan studi yang sistematis tentang pengertian dan
hakikat nilai baik dan buruk, salah dan benar, seharusnya dan tidak
sepantasnya, serta prinsip umum yang membenarkan kita melakukan
atau menggunakan sesuatu. Dalam bahasa belanda ethica berarti
ilmu moral atau etika; ethisch berarti segala sesuatu yang
berhubungan dengan moral; sedangkan etiquette adalah tata tertib
dalam pergaulan (Depag, 2009:6).
Sedangkan secara istilah etika adalah cabang aksiologi yang
secara prinsipil membicarakan masalah predikat-predikat nilai
“benar” (right) dan “salah” (wrong) dalam pengertian susila (moral)
dan tindak susila (immoral) (Halimi, 2008:12).
Jadi etika adalah akhlak atau perbuatan manusia baik maupun
buruk didalam bersosialisasi dengan sesama maupun dengan
lingkungan.
3. Menuntut Iilmu
Menuntut Ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk merubah tinggkah laku dan perilaku kearah yang
14
lebih baik, karena pada dasarnya ilmu menunjukkan jalan menuju
kebenaran dan meninggalkan kebodohan (Masan, 1994:142-143).
. Menuntut ilmu merupakan salah satu wujud dari ibadah yang
didasari iman kepada Allah. Seperti sabda Nabi Muhammad saw
“barangsiapa berjalan disuatu tempat guna menuntut ilmu, maka
Allah memudahkan baginya jalan ke surga serta sabda Nabi
muhammad saw ” Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslim laki-laki maupun perempuan dari lahir sampai liang lahat”.
Jadi menuntut ilmu itu kewajiban setiap muslim laki-laki dan
perempuan. Tidak dibedakan antara kedunya. Dengan demikian yang
diharapkan dari menuntut ilmu adalah perubahan dari segala aspek
yang kurang baik ke yang lebih baik lagi agar selamat dan bahagia di
dunia dan akherat.
4. Syekh Muhammad Syakir
Syekh Muhammad Syakir lahir di Jurja pada pertengahan
syawal tahun 1282 H. Ayahnya bernama Ahmad bin Abdul Qodir
bin Abdul Waris (Bruinessen, 1995:160). Beliau lahir dalam mazhab
Hanafi, dalam wasiatnya hak-hak teman, beliau menjadikan iman
Hanafi sebagai contoh, yakni saat imam Hanafi ditanya tentang
keberhasilannya dalam memperoleh ilmu pengetahuan, beliau
menjawab”saya tidak pernah malas mengajarkan ilmu pengetahuan
pada orang lain dan terus berusaha menuntut ilmu”. Selain itu,
memang sebagian warga Mesir adalah pengikut Mazhab Hanafi dan
15
Mazhab Maliki mendominasi Mesir bagian atas, sedangkan Syiah
mendominasi mesir bagian bawah (Abdulah, 2002:173).
Beliau akhli dalam bidang akhlak, ilmu mantik dan ilmu hadist.
Semasa hidupnya beliau menghafal Al-Qur‟an dan belajar dasar-
dasar studi di Jurna. Kemudian beliau bepergian untuk menuntut
ilmu di Universitas Al-Azhar. Pada saat belajar di sana beliau belajar
dengan pendidik besar pada masa itu. Pada tahun 1307 H beliau
dipercayai untuk memberikan fatwa dan menduduki jabatan sebagai
ketua mahkama Mudiniyah Al-Qulyubiyyah dan tinggal disana
selama tujuh tahun sampai beliau dipilih menjadi Qadhi (hakim)
untuk negeri Sudan pada tahun 1317 H. Beliau adalah seorang tokoh
pembaharu di Universitas Al-Azhar. (Abdullah, 2002:172).
5. Kitab Washaya Al-Abaa’lil Abnaa’
Kitab Washaya Al-Abaa’lil Abnaa’ adalah kitab yang berisi
wasiat tentang akhlak atau adab didalam proses pendidikan yang
diberikan oleh pendik kepada peserta didik. Dalam mengungkapkan
nasehat-nasehatnya tentang akhlak Syekh Muhammad Syakir
menempatkan dirinya sebagai guru sedang menasehati muridnya.
Dimana hubungan pendidik dan peserta didik di diibaratkan
sebagaimana orang tua dan anak kandung. Bisa dikatakan begitu
karena orang tua kandung pasti mengharapkan kebaikan pada
anaknya, maka dari seorang guru yang baik adalah guru yang
16
mengharapkan kebaikan pada anak didiknya, menyayangi
sebagaimana anak kandungnya sendiri, salah satunya lewat
mau’idhoh hasanah, teladan yang baik dan mendo‟akan kebaikan
anaknya.
Kitab ini selesai dikarang oleh Syekh Muhammad Syakir pada
bulan Dzul Qo‟dah pada Tahun 1326 H atau 1907 M (Muhammad
Syakir, tt:47). Kitab ini sangat familiar dalam kurikulum non formal
seperti madrasah diniyah dan pesantren. Namun tidak familiar dalam
kurikulum pendidikan formal. Biasanya kitab ini dikaji pada santri
yang baru awal masuk pesantren sebagai bekal dalam menuntut ilmu.
H. Sistematika Penulisan
Pada bagian ini penulis akan menjabarkan secara global dari penulisan
penelitian yang berkaitan dengan Konsep Menuntut Ilmu menurut Syeh
Syakir Adapun sistimatika penulisan atau urutan dalam penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut:
BAB I: Pada bab ini berisi tentang pendahuluan yang mencangkup
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian,
metode pengumpulan data dan sistematika penelitian.
BAB II: Berisi tentang biografi, pada bab ini penulis akan meaparkan
tentang: Riwayat hidup Syekh Muhammad Syakir dan hasil
karya dari Syekh Muhammad Syakir kita.
17
BAB III: Berisi tentang diskripsi pemikiran dari Syekh Muhammad
Syakir tentang konsep etika menuntut ilmu dalam kitab
Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’.
BAB IV:Pada bab ini berisi tentang pembahasan, pada bab ini
menjelaskan tentang konsep-konsep pendidikan Syekh
Muhammad Syakir yang terdapat dalam kitab Washaya Al-
Abaa’ Lil Abnaa’dan relevansi konsep etika menuntut ilmu
dalam kitab Washoya Al-Abaa’ lil Abnaa’ dengan
pendidikan akidah-akhlak di MI dan Mts.
BAB V :Penutup, Pada bab ini akan dibahas tentang kesimpulan dan
saran
18
BAB II
BIOGRAFI SYEKH MUHAMMAD SYAKIR
A. Riwayat Hidup Muhammad Syakir
Muhammad Syekh Syakir lahir di Jurja, pada pertengahan syawal
tahun 1282 H. Ayahnya bernama Ahmad bin Abdul Qodir bin Abdul Waris
( Bruinessen, 1995:160). Beliau adalah Abdul Qadir.Beliau lahir dikairo
Mesir pada tanggal 29 Jumadil Akhir 1309 H. (sekitar abad ke-19 M), pada
hari jum‟at ketika fajar menyingsing. Beliau masih keturunan shahabat
Rasulullah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu „anhu. sy-Syaikh Ahmad bin
Muhammad Syakir bin Muhammad bin Ahmad bin Abdil Qadir. Beliau
lahir dalam mazhab Hanafi, dalam wasiatnya pada bab hak-hak teman,
beliau menjadikan iman Hanafi sebagai contoh, yakni saat imam Hanafi
ditanya tentang keberhasilannya dalam memperoleh ilmu pengetahuan,
beliau menjawab ”saya tidak pernah malas mengajarkan ilmu pengetahuan
pada orang lain dan terus berusaha menuntut ilmu”. Selain itu, memang
sebagian warga Mesir adalah pengikut Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki
mendominasi Mesir bagian atas, sedangkan Syiah mendominasi Mesir
bagian bawah (Abdulah, 2002:173).
Syekh Muhammad Syakir mulai jadi seorang penunut ilmu sejak
usiannya belumlah meguncapai sepuluh tahun. Ayah beliaulah yang
menjadi guru utama beliau. Beliau belajar berbagai cabang ilmu, ketika
ayahnya yang sebelumnya adalah kepala hakim di Sudan pindah ke
Iskandariyah, Syekh Muhammad Syakir juga turur serta. Beliaupun
kemudian tumbuh terbimbing di lingkungan ulama.Di antara ulama
19
tersebut adalah Asy-Syaikh Abdussalam Al-Faqi, dimana beliau belajar
syair dan sastra Arab dari beliau. Waktu itu usia beliau belumlah samapai
20 tahun, akan tetapi beliau telah bersemangat untuk mempelajari ilmu
hadits. Ketika ayahnya diangkat menjadi wakil rector Universitas Al-azar,
Syaikh Muhammad Syakir juga ikut belajar di Universitas tersebut. Di sana
beliau belajar dari beberapa orang ulama, diantaranya: Asy Syaikh Ahmad
Ays-Syingithi, Asy-Syaikh Syakir Al-iraqi dan Syekh Jamaluddin Al-
Qasimi. Menurut Asy-Syaikh Muhammad Hamid Syekh Muhammad
Syakir memiliki kesabaran yang begitu tinggi. Hafalannya pun kuat tidak
tertandingi, beliau juga memiliki kemammpuan tinggi dalam memahami
hadits dan bagus mengungkapkannya dengan akal dan nash. Beliau juga
dalam pandangan ilmunya serta taqlid kepada seorang pun (https:/ /
ahlulhadits.Wordpress.Com/2007/09/26/syaikh-ahmad-syakir/ ,akses 18
april 2017, 09.30 WIB).
Semasa hidupnya beliau menghafal Al-Qur‟an dan belajar dasar-
dasar studi di Jurna. Kemudian beliau bepergian untuk menuntut ilmu di
Universitas Al-Azhar. Pada saat belajar di sana beliau belajar dengan guru-
guru besar pada masa itu. Pada tahun 1307 H beliau dipercayai untuk
memberikan fatwa dan menduduki jabatan sebagai ketua mahkama
mudiniyah Al-Qulyubiyyah dan tinggal disana selama tujuh tahun sampai
beliau dipilih menjadi Qadhi (hakim) untuk negeri Sudan pada tahun 1317
H. Beliau adalah seorang tokoh pembaharu di Universitas Al-Azhar.
(Abdullah, 2002:172).
20
Syekh Muhammad Syakir adalah orang pertama yang menduduki
jabatan ini dan orang pertama yang menetapkan hukum-hukum hakim yang
syar‟i di Sudan di atas asas yang paling terpercaya dan paling kuat.
(Zainuddin, Ahli Hadis, sumber http) pada tahun 1322 H, beliau di tunjuk
sebagai ulama Iskandariyyah sampai membuahkan hasil dan memunculkan
bagi kaum muslimin, orang-orang yang menunjukkan umat supaya dapat
mengembalikan kejayaan Islam di seantero dunia, selain itu beliau juga
sebagai wakil para guru Al-Azhar, sampai beliau menebarkan benih-benih
yang baik ketika itu, beliau menggunakan kesempatan dengan mendirikan
Jami’iyyah Tasyni’iyyah pada tahun 1913 H. kemudian beliau berusaha
untuk menjadi anggota organisasi tersebut sebagai pilihannya dari segi
pemerintahan Mesir (Abdullah,2002: 173).
Dengan itulah beliau meninggalkan jabatannya, serta enggan untuk
kembali pada satu bagian pun dan jabatan-jabatan tersebut. Beliau tidak
lagi berhasrat setelah itu kepada sesuatu yang memikat dirinya, bahkan
beliau lebih mengutamakan untuk hidup dalam keadaan pikiran, amalan
hati, dan ilmu yang bebas lepas. Di samping itu, beliau memiliki pemikiran
yang benar pada tulisannya, dan ucapan-ucapan yang membakar, senantiasa
ada yang menentang itu yang mengumandangkannya pada pikiran-pikiran
sebagian besar orang-orang yang bersikeras terhadap perkara-perkara
Ijtimaiyyah. Dan termasuk karakteristik beliau yaitu bahwa beliau
mengokohkan pemikirannya. Beliau merupakan seorang tokoh pemberani
21
bukan pengecut, tidak menghindar dari seorangpun, dan tidak merasa takut
kecuali kepada Allah Ta‟ala,
Pada akhir hayatnya, beliau terbaring di rumahnya karena sakit, dan
selalu berada di ranjangnya tatkala lumpuh menimpannya. Beliau
merasakan sakitnya dengan sabar dan penuh berharap atas ampunan-Nya,
terhadap ridho Tuhan-Nya dan terhadap dirinya, dengan penuh keyakinan
bahwa dirinya benar-benar telah menegakkan apa yang diwajibkan bagi
dirinya berdasarkan agamannya dan umatnya, menunggunpanggilan
umatnya, menunggu panggilan Robbnya kepada hambaNya yang shaleh.
Beliau rahimahullah wafat pada tahun 1358 H yang bertepatan pada
1939 M. Semoga Allah Ta‟ala merahmati beliau dengan rahmat yang luas
dan semoga juga terlimpah bagi anak beliau yaitu Al-„Allamah Syaikh
Ahmad Muhammad Syakir Abil Asybal sorang muhaddits besar yang wafat
pada taun 1958 M. Beliau telah menulis suatu risalah tentang perjalanan
hidup ayahnya yang diberi nama “Muhammad Syakir” seorang tokoh dan
para tokoh zaman (Abdullah, 2002: 173)
B. Karya-karya Syekh Muhammad Syakir
Syekh Muhammad Syakir telah banyak memberikan kontribusi
yang besar bagi dunia Islam. Diantara karya-karyanya yaitu:
1. Dalam bidang akhlak adalah Washaya al-abaa’ lil abnaa.
2. Dalam bidang ilmu Mantik beliau berhasil menulis kitab Min al-
Himayah ala Sayyadah.
22
3. Dalam bidang ilmu Hadist kitab al-Idah li al Matan Isauji adalah
karyanya (http://al-charish.blogspot.co.id/2012/06/syech-
muhammad-syakir.html, diakses pada 11 April 2017, 21.27 WIB).
Dalam bidang ilmu Mantik beliau berhasil menulis kitab Min al-
himayah ala sayyadah.
Dalam bidang ilmu hadist perhatian Syekh Muhammad Syakir
terhadap sunnah Nabi amat besar. dimana dalam hal ini telah terlihat
dalam kitab-kitab Syekh Muhammad Syakir yang berisi tahqiq/teliti
dan perhatiannya terhadap kitab-kitab hadits. Dalam bidang hadits ini
karya Syekh Muhammad Syakir meliputi:
1. Kitab al-idah Li al Matan Isauji
2. Syarh Musnad Imam Ahmaad (selesi samapi beliau wafat)
3. Tahqiq terhadap Al-Ihkam karya Ibnu Hazm
4. Tahqiqi terhadap Alfiyatul Hadits Karya As-Syuyuti
5. Takhrij terhadap Tafsir At-Thabrani bersama sudara beliau
Muhmud Syakir
6. Tahqiq terhadap kitab Al-Kharaj karya Yahya bin Adam
7. Tahqiq terhadap kitab Ar-Raudathun Nadhiyah karya Shiddiq
hasan Khan
8. Ta’lid dan Tahqiq terhadap Al-Muhalla Karya Ibnu Hazm
9. Tahqiq Syarh Aidah Thahawiyah
10. Syarh Sunnah At-Tirmidz (belum selesai sampai beliau wafat)
23
11. Umdatut Tafsir ringkasan Tafsir Ibnu katsir (belum selesai sampai
beliau wafat).
12. Syarh Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (bar beliau wafat) padau
mencapai pesertiganya beliau wafat tahun 1946 M.)
Syekh Muhammad Syakir termasuk imam dalam ilmu hadits.
Karena telah banyak memberikan kontribusi di dalam bidang ilmu
hadits. Pengakuan ini akan semakin kuat dari kalangan para penuntut
ilmu hadits Nabi.
Serta dalam bidang ilmu Akhlak karya Syekh Muhammad
Syakir dalamkitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ yang didalmnya
membahas tentang nasehat-nasehat guru kepada muridnya dalam hal
taqwa kepada Allah, adab menuntut ilmu dan bersosialisai dengan
sesama, hubungan dengan Allah swt dan hungan dengan lingkuangan
ada (https:/ / ahlulhadits.Wordpress.Com/2007/09/26/syaikh-ahmad-
syakir/ ,akses 18 april 2017, 09.30 WIB).
Karena keberadaan penulis yang tidak memungkinkan
menelusuri sampai negara asal atau tempat dimana beliau pernah
berkiprah, dan juga tidak banyaknya para pendahulu yang menelusuri
sejarah Muhammad Syekh Syakir dan tidak memungkinkannya
menemui Para ahli waris yang sangat sulit untuk ditelusuri, akhirnya
penulis menfokuskan pada informasi yang telah dihimpun untuk
memperjelas tentang karya-karya Syekh Muhammad Syakir.
24
BAB III
PEMIKIRAN SYEKH MUHAMMAD SYAKIR
A. Pemikiran Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh Syakir dalam
Kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’
Dalam bukunya Syekh Muhammad Syakir telah memberikan
pemahaman tentang bagaimana menuntut ilmu, adab-adab yang ada
didalam menuntut ilmu tersebut. Setelah penulis membaca dan memahami
konsep menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir. Penulis
menemukan ide atau gagasan tentang konsep menuntut ilmu yang terdapat
dalam kitab washaya Al-Abaa’lil Abnaa’ karya Syekh Muhammad Syakir.
Konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam
kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ yaitu sebagai berikut:
1. Belajar yang sungguh-sungguh dan semangat yang tinggi
Peserta didik harus belajar yang sungguh-sungguh, semangat dan
memanfaatkan waktu yang baik. Adapun yang terkutip dalam kitab ini
yaitu:
احش يا بني شبط, ثجذ ع ع طت ا لزه : الج ص ع
غأخ رغزف١ذب ث فع ف١ ء ال ر ش ٠زت .ا
“Wahai anakku, belajarlah dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat.
Janganlah waktumu jangan sampai berlalu dengan sesuatu yang tidak
mendatangkan manfaat bagimu”.
Jadi dalam menuntut ilmu peserta didik harus ikhtiar belajar yang
sungguh-sungguh dan semangat tinggi dan iringi dengan berdo‟a. Agar
25
dipermudah dalam menuntut ilmu serta ilmunya berkah dan manfaat di dunia
akherat.
2. Manajemen Waktu
Peserta didik sebagai penuntut ilmu harus pandai-pandai untuk
manajemen waktu dengan baik. Mengisi waktu dengan hal-hal yang
bermanfaat seperti: ibadah, membaca buku pelajaran atau buku yang
positif lainya misalnya: biografi, sejarah, novel. Di samping itu peserta
didik tidak menunda-nunda pekerjaan dan tidak mengisi waktu dengan
banyakbermain yang hanya sia-sia yang tidak mendatangkan
kemanfaatan. Bermain boleh tapi sewajarnya saja untuk refesing.
Di dalam kitab ini Syekh Muhammad Syakir menyelaskan
لز احشص عى غأخ رغزف١ذب ث فع ف١ ء ال ر ش ٠ذت ه ا
“Jagalah waktumu jangan sampai berlalu dengan sesuatu yang tidak
mendatangkan manfaat bagimu.”
Jadi peserta didik harus bisa menggunakan waktu sebaik-baiknya
mengisi dengan hal-hal yang positif yang mendatangkan kemanfaatan
3. Membaca dan Memahami Pelajaran
Peserta didik di manapun berada baik di sekolah, rumah,
perpustakaan maupun tempat lainnya. Peserta didik dapat membaca dan
memahami materi pelajaran. Seperti yang terkutip dalam kitab tersebut
adalah:
بعب أعز طبعخ ج١ذح لج سح ع١ه مش عه ا طبع دس
غأخ ش ف ع١ه األ ارا أشى جظ اذسط, األعزبر ف
26
عشضب ىف غبءي فل رغز ع ا اه زشزشن ع أحذ أخ
ب ف اال ف غأخ ا اخش لج زم ال ر ب، ف
ط س اذ ه ىبه از ع١ ارا أجغه االعزبر ف ج١ذا
فل رجظ ف غ ط ف١ ج اه ثب أرا رعذ ع١ه أحذ أخ . ١ش
ش إ أعزبرن حز ٠م١ اسفع اال الرشبر فل ربصع
ع١ ىبه ا ٠جغه ف .
“Wahai anakku, baca dan pahamilah dengan penuh kesungguhan
pelajaaran yang telah maupun yang belum di bahas oleh pendidikmu
bila engkau menemui kesulitan jangan ragu untuk bertaya dan
mendiskusikannya dengan temanmu. Dan jangan engkau alihkan
kemasalah lain, sebelum tuntas masalah pertama dan dapat kau
pahami dengan baik. Apabila peserta didik telah memilihkan tempat
untukmu, jangan engkau pindah ke tempat yang lain. Bila seorang
teman kamu hendak menempati tempat dudukmu, janganlah kamu
bertengkar atau menganggunya, tetapi kemukakan kepada peserta didik
agar beliau memberimu tempat duduk tertentu”.
Jadi peserta didik dimanapun berada dapat membaca dan
memahi materi pelajaran dengan baik. Kalau belum paham jangan
pindah ke materi yang lain.
4. Menciptakaan Situasi dan kondisi yang Kondusif
Peserta didik harus memperhatikan pendidik pada saat
menerangkan, kalau belum paham taya dengan sopan dan suara yang
halus. Seperti yang terkutip dalam kitab yaitu:
27
ع لشاءح اذسط فل رزشبغ : ارا ششع االعزبر ف ٠ب ث
االعزبر ثبحذ٠ث ب ٠م أصغ أ اه، ع أخ بلشخ ال ثب
اجظ ا ء أخش فىشن ثش رشغ أ٠بن أ ب، أصغبء رب
غأخ ثعذ رىش٠ أرا أشىذ ع١ه شب افغ١خ اثبء اذسط،
رشفع أ٠بن أ بي اعبدرب، ى ا األعزبرثبالدة فطت
زفذ أ ٠ ه ربصع إرا أعشض ع ره ع أعزبرن، ا ص
ه. ل
“Wahai anakku, bila pendidik telah memulai pelajaran, jangan engkau larut
dalam pembicaraan dengan temanmu, simaklah setiap pembicaraan pendidk
dengan penuh kesungguhan. Jangan engkau melamun ditengah-tengah
pelajaran.Bila engkau menemui kesulitan, mintalah kepada pendidik dengan
sopan untuk mengulangi menerangkan sekali lagi.Jangan engkau bantah
penjelasan pendidik, sehingga dia tidak menyukaimu”.
Pada saat proses pelajaran berlangsung di dalam kelas. maka situasi dan
konsidi kelas harus diatur terlebih dahulu seperti: mengatur tempat duduk
peserta didik, peserta didik duduk yang rapi, kelas dalam keadaan bersih dan
rapi.Serta Pada saat pendidik menjelaskan pelajaran maka peserta didik harus
fokus mendengarkan dengan seksama. Jangan sibuk bermain sendiri atau asyik
ngobrol dengan temannya.Ketika belum paham dengan materi yang belum
faham maka jangan malu-malu untuk bertanya kepada pendidik agar di
jelaskan kembali.Tetapi pada saat bertaya harus memperhatikan waktu yang
tepat.Yaitu ketika pendidik memberikan waktu untuk bertaya.Jangan bertaya
ketika pendidik sedang menerangkan materi pelajaran.
28
Jadi sebelum proses pelajaran dimulai maka situasi dan kondisi kelas harus
diatur terlebih dahulu. Pada saat guru menjelaskan materi pelajaran.maka
peserta didik harus fokus mendengarkan dengan seksama. Dan ketika belum
faham materi tersebut.Maka peserta didik dapat bertaya kepada pendidik atau
teman untuk menjelaskan kembali.Dengan kata-kata yang sopan dan baik.Serta
memperhatkan waktu yang tepat untuk bertaya.
5. Taat pada Aturan
Di sekolah pasti ada yang namanya tata tertib yang berlaku.
Tata tertib tersebut dibuat untuk mengatur peserta didik agar tertib
dalam menuntut ilmu.Bagi peserta didik yang melanggar tatatertib yang
sudah dibuat oleh sekolah, maka peserta didik tersebut mendapat saksi
sesuai dengan yang dilanggarnya.
Maka Bagi peserta didik yang melanggar adab terhadap guru dan teman
maka wajib dididik masalah adab. Seperti yang terkutip dalam kitab yaitu:
عمطذ يا بني أعزبر ٠ذ حذ األدة ث١ ١ز ع : أرا خشج از
ذ اع ز ع جش ع ل١ اض اعزحك ازأد٠ت ا ذ أخ ع زبر
لخ أدث
“Wahai anakku, bila seorang peserta didik telah melanggar adab dihadapan
guru dan teman-temannya, maka wajiblah dididik untuk beradab yang baik
karena belum menguasai masalah adab”.
Jadi peserta didik harus menaati tata tertib yang berlaku disekolah.Agar
peserta didik dalam menuntut ilmu berjalan dengan lancar.Bagi siswa yang
melanggar tatatertib sekolah maka peserta didik tersebut mendapat saksi sesuai
29
dengan yang dilanggarnya dan mendapat bimbingan dari pendidik atau BK.
Agar peserta didik yang melanggar aturan tersebut menjadi lebih baik lagi.
7. Lebih Memuliyakan pendidik
Dalam bab ilmu peserta didik harus memulyakan ilmu, pendidik
dan teman. Agar dalam menuntut ilmu dipermudah dan berjalan dengan
baik. Seperti yang terkutip dalam kitab yaitu:
رغزفذ يا بني ه الث١ه ق اخزشا أعزبرن ف رحزش : أرا
ش١ئب. ع دس ال ع
“Wahai anakku, bila engkau tidak memuliakan pendidik lebih dari
orang tuamu, maka engkau tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmu
yang diajarkannya”.
Jadi dalam bab menuntut ilmu peserta didik harus memuliakan pendidik
terlebih dahulu dari pada orang tua serta memuliakan ilmu dan teman. Agar
ilmu yang didapat berkah dan dapat diamalkan.
8. Berakahlak terpuji
Dalam menuntut ilmu peserta harus menghiasi diri dengan akhlak
terpuji. Khususnya peserta didik harus memiliki sifat tawadhu (rendah
hati) merasa belum bisa apa-apa, tidak suka dipuji, tidak suka pamer
serta tidak suka berdebat yang tidak mendatangkan kemanfaatan.
Karena dengan sifat tawadhu‟ ini hati menjadi tenang siswa akan lebih
mudah dalam menyerap ilmu. Sedangkan sifat sombong ini akan
menjadikan peserta didik merasa paling pintar sendiri dan tidak mau
dikalahkan. Sifat sombong ini akan menjadikan siswa itu tidak
30
menghargai pendapat atau kepintaran orang lain. Seperti yang terkutip
dalam kitab yaitu:
سف اضع لل ر اضع األدة، ف از : ص٠خ اع ٠ب ث حجت ف١ ع
, ض للا إ١ ثغ ابط أع١ ذة عمظ أعبء ا رىجش م, خ
. ٠غفك ع١ أ فل ٠ىبد ٠جذ إغبب ٠ىش
“Wahai anak ku tawadlu’ atau merendahkan hati dan akhlak yang baik
itu adalah hiasan ilmu pengetahuan. Maka barang siapa tawadlu’
karena Allah maka akan diangkatlah derajatnya. Allah akan
menjadikan seluruh makhlukNya cinta dan hormat kepadanya.
Barangsiapa takabur dan berakhlak tercela maka jatuhlah
martabatnya.Allah akan menjadikan seluruh makhluk membenci
dirinya, dan tidak mungkin ada orang yang menghormati, memulyakan,
dan menyayanginya”.
Jadi dalam menuntut ilmu peserta didik harus menghiasi diri
dengan akhlak terpuji seperti mempunyai sifat tawadhu‟ dan
menghindari sifat sombong. Serta didalam menuntut ilmu peserta didik
harus berakhlak baik terhadap pendidik, menjalankan perintahnya
dengan baik dan meninggalkan larangannya.Berahklak baik terhadap
pendidik dan mencari ridhonya (Sunarto, 2011:45-51). Seperti yang
terkutip dalam kitab yaitu:
يا بني غضت األعبرزح ع ء أضش ع طبت ا : ال ش
بء. فب٠بن ع -ا -٠ب ث ع١ ذس رغضت احذا ا
ب ٠ أل , فب ب ءاالدة ا رغ زج غضت األعبرزح ا
مط١عخ فبلج ا ب حش -ا ظ -٠ب ث ز ا ص١حز ه
31
فزح عغ للا أ عبء ه ثب اذ اعأ شب٠خه ا سض
إرا خد ثفغه ف ه. عبء ٠غزج١ت دعبء اذ بوثش
إ ث ع ا ابفع ع ٠شصله ا اإلثزبي إ للا رعب أ
اجد. اعع اىش عبء ١ع اذ سثه ع
“Wahai anakku, tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi peserta didik
dari pada kemarahan pendidik dan ulama, karena itu, takutlah anakku, jangan
sampai engkau membuat kemarahan pendidikmu atau menunjukkan aklah
tercela dihadapannya.Terimalah anakku nasehat ini! Carilah keridhoan
pendidik, mintalah do’a mereka agar engkau mudah dalam belajar. Semoga
Allah mengabulkan do’a para pendidik sehingga tercapai cita-citamu. Apabila
engkau sedang menyepi seorang diri, perbanyaklah munajat(berdialog) dan
tawakal(berserah diri) kepada Allah, semoga Allah memberimu ilmu
pengeahuan yang luas dan bermanfaat dengan mengamalkan ilmu tersebut.
Sesungguhnya Rabbmu Maha mendengar dan mengabulkan segala do’a, yang
luas Anugerh dan kemulyaan-Nya”.
Jadi dalam menuntut ilmu peserta didik harus berakhlak baik terhadap
pendidik, ilmu dan teman bersikap dan bertutur kata yang baik dan sopan,
menjalankan perintahnya dengan baik.Perintah dalam hal ketaatan, dan
menjauhi larangannya.
Dalam etika menuntut ilmu peserta didik harus meluruskan niat menuntut
ilmu yang manfaat dengan ikhtiar belajar yang sungguh-sungguh dan semangat
serta diiringi dengan do‟a. memanajemen waktu dengan mengisi waktu yang
bermanfaat. Belajar dengan bertahap membaca materi pelajaran dengan
memahaminya.Memerhatiakan guru pada saat dijelaskan jangan asyik bermain
sendiri. Kalau belum faham taya kepada pendidik atau teman dengan tutur kata
yang baik bagi peserta didik yang melanggar adab wajib dididik masalah adab
dan dibimbingnya agar menjadi lebih baik lagi. Dalam bab ilmu pendidik harus
32
lebih memulikan pendidik dari bada orang tuanya. Menghiasi diri dengan
akhlak terpuji seperti memiliki sifat tawadhu‟ dan menghindari sifat sombong.
Berakhlak terpuji dan mencari Ridho-Nya.
33
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh Muhammad Syakir
Dalam kehidupan sehari-hari bagi peserta didik dalam melaksanakan
tugasnya sebagai peserta didik dalam belajar mengemban ilmu di tempat
majlis ilmu (Madrasah) menurut Syekh Muhammad Syakir bagi peserta
didik dalam menuntut ilmu harus memperhatikan sebagai berikut:
1. Belajar Sungguh-sungguh dan Semangat Tinggi
Dalam belajar peserta didik harus bersungguh-sungguh dan
selalu bersemangat tinggi dalam mencari ilmu. bersungguh-sungguh
dan selalu bersemangat tinggi terdapat dalam kitab ini dijelaskan yaitu:
ع طت شبط الج ثجذ ع ا
“belajarlah dengan sungguh-sungguh dan penuh
semangat”
Kata sungguh-sungguh dalam kitab ini menggunakan kata ثجذ
yang berartidengan sungguh-sungguh. Selaras dengan firman Allah
yang terdapat pada surat Ar-Ra‟ad 13:11 yang artinya “sesungya Allah
SWT tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”, serta pribahasa arab
Man Jadda Wajadda yaitu barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti
berhasil (vesi novel Negeri 5 Menara). Jadi dalam proses menuntut
ilmu itu para peserta didik harus bersungguh-sungguh dalam belajar
dan memilih lingkungan yang baik dalam menuntut ilmu. Agar dapat
34
menguasai ilmu dengan baik. Tidak mungkin orang tidak usaha
mendapatkan hasil. Seperti halnya orang yang tidur-tiduran tidak
berkerja tidak akan mendapatkan gaji. Untuk menanamkan sifat
kesungguhan maka dengan cara peserta didik meluruskan niat untuk
mencari ilmu yang berkah dan manfaat di dunia akhirat. serta untuk
mendapatkan ridho Allah.
Sedangkan kata penuh semangat di tulis dengan kata شبط yang berarti
penuh semanagat Menurut Syekh Az-Zarnuji dalam kitabnya menjelaskan
bahwasannya Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya. Jadikan
hari-harimu untuk menambah ilmu. Dan berenanglah di lautan ilmu yang
berguna (Aljufri, 2009:7).
Jadi di dalam menuntut ilmu peserta didik harus tertanamkan dalam
dirinya rasa semangat tinggi dan senang. Karena dengan bekal rasa tersebut
para peserta didik akan menjadikannya lebih menyenangkan dan
meminimalisir hambatan didalam proses menuntut ilmu.
2. Manajemen Waktu
Dengan waktu yang ada dalam menuntut ilmu peserta didik dapat
memanajemen waktu dengan baik. Dalam kitab ini Syekh Muhammad Syakir
menjelaskan
ء ش ٠ذت لزه ا احشص عى غأخ رغزف١ذب. ث فع ف١ ال ر “jagalah waktumu jangan sampai berlalu dengan sesuatu yang tidak
mendatangkan manfaat bagimu.”
35
Para peserta didik harus bisa memanajemen waktu dengan baik.
Manajemen adalah kegiatan bersama antara pendidik, pelajar maupun semua
personal yang ada dalam proses tersebut.
Sedangkan manajemen atau pengelolaan interaksi belajar mengajar
adalah:
a. Suatu keahlian yang diperlukan untuk memimpin, mengatur,
menggerakkan waktu, ruang, manusia dana untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
b. Dengan manajemen diharapkan tujuan tercapai secara efisien
dan efektif untuk ini meliputi bidang perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian serta
pengontrolan. (Roestiyah Nk dan Staf Pembina Ilmu Keguruan
IKIP, 1986:75)
Kemampuan yang diperlukan dalam mengatur waktu adalah
perencanaan untuk masa depan, penetapan tujuan, mempriyoritaskan tugas-
tugas mana yang harus dikerjakan dan memantau kemana sebenarnya waktu
kita dibuang. Time management yang buruk bisa berarti kontrol diri yang
kurang baik dan berakibat pada penumpuknya tugas karena sering menunda
waktu.
Waktu bukanlah hal yang bisa diatur, karena baik kita lahir ataupun
tidak, waktu akan terus berjalan dan tidak akan berhenti. Jam dinding hanya
dapat gunakan sebagai pengingat waktu tidak bisa mengatur clock time, karena
memang begitulah adanya. Tapi, kita dapat mengatur realtimekarena we create
36
our own real time. Sebagai yang berakal, kita menciptakan waktu itu
sendiri.Waktu yang kita ciptakan inilah yang kita atur. Jadi time management
sebenarnya adalah self management atau kemampuan untuk mengatur diri
sendiri ( Letisha, 2016:12-14).
Sedangkan menurut Syekh AZ-Zarnuji dalam kitabnya menjelaskan
bahwasannya masa muda harus digunakan untuk menuntut ilmu sebaik-
baiknya. Adapun waktu belajar yang paling baik adalah menjelang waktu
subuh dan antara waktu maghrib sampai waktu isa‟ (Aljufri, 2009:80).
Jadi dengan waktu yang ada para peserta didik harus pandai-pandai di
dalam memanajemen waktu. Memiliki jadwal yang jelas. Mengisi waktu yang
ada dengan hal-hal yang positif yang mendatangkan kemanfaatan..Maka para
peserta didik harus dapat memanajemen waktu dengan sebaik-baiknya.Agar
tujuannya dapat tercapai dengan baik sesuai dengan keinginan.
3. Membaca dan Memahami Pelajaran
Para peserta didik tidak dapat meninggalkan dalam kegiatan membaca.
Bisa jadi membaca dapat menjadi makanan pokok bagi peserta didik dalam
menuntut imu.Karena dengan membaca peserta didik dapat mengetahui dan
memahami materi pelajaran serta ilmu yang lainnya. Di dalam kitab ini Syekh
Muhammad Syakir menjelaskan
بعب أعز طبعخ ج١ذح لج سح ع١ه مش عه ا طبع دس
جظ اذسط. األعزبر ف
“baca dan pahamilah dengan penuh kesungguhan pelajaaran yang telah
maupun yang belum di bahas oleh pendidik”.
37
Dalam kitab ini Syekh Muhammad Syakir menyebutnya dengan
menggunakan kata طبع yang berarti baca dan pahamilah. Maksudnya yaitu
para peserta didik harus dapat membaca serta memahami pelajaran yang ada
dengan penuh kesungguhan yang sudah atau belum di bahas oleh peserta didik.
Agar peserta didik dapat menyerap pemahaman materi pelajaran dengan lebih
baik.
Serta senada dengan wahyu Allah SWT yang pertama kali turun dengan
ayat suci al-Qur‟an Surat Al-Alaq yang diawali dengan kata iqra’ bacalah.
Tulis baca adalah kunci ilmu pengetahun
Dalam proses pembelajaran dalam beberapa kesempatan, sering terdapat
kejadian bahwa materi tidak dapat diselesaikan didalam kelas dan harus
diselesaikan di luar kelas karena banyaknya materi yang harus diselesaikan.
Dalam keadaan seperti ini dapat digunakan secara optimal. Dengan
menggunakan metode Reading Guide (Panduan Membaca)Dengan langkah-
langkahnya seperti:
a. Tentukan bacaan yang akan dipelajari.
b. Buat pertayaan-pertayaan yang akan dijawab oleh peserta didik
atau kisi-kisi dan boleh juga bagan atau skema yang dapat diisi
oleh mereka dari bahan bacaan yang telah dipilih tadi.
c. Bagikan bahan bacaan dengan pertanyaan atau kisi-kisinya
kepada peseta didik.
38
d. Tugas perserta didik adalah mempelajari bahan bacaan dengan
menggunakan pertanyaan atau kisi-kisi yang ada. Batasi aktifitas
ini sehingga tidak akan memakan waktu yang berlebihan.
e. Bahas pertanyaan atau kisi-kisi tersebut dengan menanyakan
jawaban kepada peserta didik.
f. Di akhir pelajaran beri ulasan secukupnya (Zaini dkk, 2008:8).
Selain menggunakan metode Reading Guide (Panduan
Membaca) Ada dua cara yang mungkin membantu para peserta didik agar
pesan (materi pelajaran) tersebut mudah diterima. Cara pertama, perlu adanya
pengulangan sehingga membantu peserta didik memperkuat pemahamannya.
Cara kedua, peserta didik menyebutkan kembali pesan yang disampaikan oleh
guru kepadanya. Cara pertama dilakukan oleh pendidik sedangkan cara kedua
menjadi tugas peserta didik melalui pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan
oleh pendidik kepada peserta didik. Kedua cara tersebut pada hakikatnya
adalah stimulus belajar yang diupayakan oleh pendidik pada waktu ia mengajar
(Sriyono dkk, 16:1992).
Dengan tolak ukur keberhasilan tujuan pendidikan yang berbasis
kompetensi sekurang-kurangnya memuat tiga hal. Pertama, tumbuhnya minat
membaca dan kemampuan untuk mengerti apa yang dibaca. Kemampuan ini
akan tampak pada keterampilan untuk mengungkapkan diri secara lisan dan
tertulis. Tumbuhnya kesanggupan untuk mengemukakan suatu gagasan dengan
teratur dan logis yang menjadi sarana mempertanggungjawabkan apa yang
dimengerti dan diungkapkannya secara argumntatif. Kedua, berkembangnya
39
kemampuan untuk memahami pikiran orang lain dengan tepat menanggapinya
secara terbuka dan kritis. Ketiga, tumbuhnya kebiasaan mempelajari secara
sistimatis apa yang dilakukan dan mulai mengadakan studi terbatas sebagai
pendasaran pembentukan pendapat pribadi. Dengan kata lain, berkambang
disposisi pembelajaran yang memungkinkan peningkatan kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan (Harsanto, 2007:15-16).
Jadi menurut pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwasannya para
peserta didik harus membaca materi pelajaran yang sudah atau yang belum
dijelaskan oleh pendidik.Kalau materi pelajaran yang terlalu banyak dan tidak
mungin diselesaikan pada waktu yang sudah ditentukan di sekolah.agar materi
pelajaran dapat diterima dengan baik secara keseluruhan maka dapat
menggunakan berbagai metode seperti: a). Reading Guide b). pengulangan c).
menyampaikan kembali yang diterangkan pendidik.a.) tumbuhnya minat
membaca b). Berkembangnya kemampuan untuk memahami oranglain secar
logis dan terbuka. c). tumbunya kebiasaan mempelajri secara sistematis agar
argument pribadi lebis logis dan dapat menyesuaian dengan lingkungan.
4. Melaksanakan Diskusi
Ketika menemukan masalah kesulitan materi pelajaran para peserta didik
sebaiknya berdiskusi bersama pendidik atau teman untuk memecahkan
masalah tersebut. Menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab ini
menjelaskan
غبءي فل ا غأخ ش ف ع١ه األ ارا أشى ىف رغز
ب. ع ف اه زشزشن عشضب ع أحذ إخ
40
“Bila engkau menemui kesulitan jangan ragu untuk bertanya dan
mendiskusinkannya dengan temanmu”.
Pada umumnya metode diskusi di aplikasikan dalam proses
belajar mengajar untuk:
a. Mendorong peserta didik berfikir kritis.
b. Mendorong peserta didik mengekspresikan pendapatnya secara
bebas.
c. Mendorong peserta didik mengkontribusikan buah pikirannya untuk
memecahkan masalah bersama.
d. Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa jawaban untuk
memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama
(Syah, 1995:206).
Dalam berdiskusi biasanya setiap peserta didik diberi kesempatan
untuk mengeluarkan pendapat, serta bersama-sama membahasnya segala
permasalahan yang dihadapinya (Ahmadi, 1993:35).
Maka apabila di dalam proses pembelajaran menemukan masalah
materi pelajarn atau materi yang belum faham dapat juga menggunakan
metode diskusi dengan para untuk memecahkan masalah tersebut.
Diskusi dilakukan dengan cara yang baik. Karena dengan diskusi dapat
menyampaikan pendapat masing-masing kemudian diambil yang paling
kuat argumennya. Dengan menggunakan metode diskusi ini peserta
didik dapat belajar aktif dengan menyampaikan penadapatnya, saling
menambahi, saling menyanggah.Tetapi dengan menggunakan kata-kata
yang baik dan tidak menyinggung perasaan teman maupun
41
pendidik.Tidak boleh saling menjatuhkan dan tidak mau dikalahkan serta
menghargai pendapat teman.Dengan metode diskusi ini dapat
memecahkan masalah tersebut dengan baik.
5. Belajar Secara Bertahap
Dalam belajar dengan materi pelajaran yang sangat banyak jangan
belajar dengan menggunakan sistem belajar kebut semalam karena model
belajar tersebut tidak banyak yang masuk atau difahami dan mungkin cepat
hilang hanya bertahan sementara. maka sebaiknya peserta dididk belajar sedikit
demi sedikit tetapi diresapi dan dipahami dengan baik. Sulaiman (27:1986)
dalam bukunya menjelaskan bahwa belajar bertahap, jangan sekali-kali peserta
didik mempelajari ilmu secara serempak (sekaligus), melainkan hendaknya ia
memperhatikan urutam (sequenceusia) jika tidak memungkinkannya untuk
menuntut seluruh ilmu, maka hendaknmpuanya ia mengambil yang paling baik
saja serta mengerahkan seluruh kemampuan untuk memetik ilmu yang paling
mudah dicapai guna menyempurnakan ilmu yang paling mulia, yaitu ilmu
akhirat (Qomariyah, 2008:178-179). Dalam kitab ini Syekh Muhammad Syakir
menjelaskan:
ارا ب ج١ذا ف اال ف غأخ ا اخش لج زم ال ر
ط ف س اذ ه ىبه از ع١ ل رجظ أجغه االعزبر ف
. ف غ١ش
“Dan jangan engkau alihkan kemasalah lain, sebelum tuntas masalah
pertama dan dapat kau pahami dengan baik”.
42
Jadi peserta didik belajar dengan materi pelajaran yang sangat banyak jangan
menggunakan sistem model belajar kebut semalam.Model tersebut tidak baik
dan tidak efektif karena sedikit mteri yang dapat dipahami.Tetapi sebaiknya
peserta didik belajar dengan bertahab sedikit demi sedikit.Dengan memahami
dan meghayati materi tersebut. Kalau belum paham jangan pindah ke mateti
lain.
6. Taat pada aturan
Setiap sekolahan pasti mempunyai tata tertib yang berlaku.Tata
tertib tersebut dibuat untuk mengatur peserta didik agar tertib dalam
menuntut ilmu.Bagi peserta didik yang melanggar perlu di beri sanksi
sesuai dengan yang berlaku dan dibimbing agar menjadi lebih baik
(Sunarto, 2011:47). Menurut Syekh Muhammad Syakir di dalam kitab
ini menyebutkan
ز عمطذ ل١ أعزبر ٠ذ حذ االدة ث١ ١ز ع أرا خشج از
ا اعزحك ازأد٠ت ا ذ أخ ع ذ اعزز جش ع لخ ع ض
. أدث
“Apabila murid telah melanggar adab dihadapan pendidik dan teman-
temannya, maka wajiblah dididik untuk beradab yang baik karena belum
memahami masalah adab”.
Seperti apabila seorang pendidk telah memilihkan tempat untukmu
jangan engkau pindah ke tempat lain. Bila salah seorang teman kamu hendak
menempati tempat dudukmu, jangan engkau bertengkar atau mengganggunya,
43
tetapi kemukakan kepada pendidik agar beliau memberimu tempat duduk
tertentu.
Menurut Syekh Az-Zarnuji di dalam kitabnya menjelaska bahwasanya
seorang peserta didik tidak boleh meremehkan adab sopan santun dan hal-hal
yang hukumnya sunnah. Karena orang yang meremehkan adab, pasti dia akan
terhalang dari hal-hal yang sunnah. Barangsiapa meremehkan ibadah-ibadah
sunnah, maka dia pasti terhalang dari ibadah fardu. Akibatnya dia bisa
meremehkan ibadah fardhu. Dan orang yang meremehkan ibadah fardu tentu
terhalang dari urusan akhirat (Aljufri, 2009:95)
Sedangkan Proses pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling selalu
diawali identifikasi masalah atau tugas perkembangan yang akandicapai.
Selanjutnya akan dirumuskan tujuan yang akan dicapai, dilanjutkan
menentukan masalah/materi yang akan dibahas. Agar materi atau masalah yang
dibahas itu dapat dipahami oleh peserta didik yang pada gilirannya masalah
peserta didik terpecahkan atau siswa dapat mencapai tugas perkembangan
dengan baik maka dibutuhkan media (Nursalim, 2013:5).
Kegiatan belajar sikap atau yang dikenal dengan kegiatan belajar
afektif. Kegiatan belajar ini lebih tepat menggunakan istilah pendidikan
daripada pembelajaran maupun pengajaran. Sikap diartikan sebagai pola
tindakan peserta didik dalam merespons stimulus tertentu. Sikap merupakan
kecenderungan atau predisposisi perasaan dan perbuatan yang konsisten pada
diri seseorang. Sikap berhubungan dengan minat, nilai, penghargaan, pendapat,
44
dan prasangka. Dalam belajar sikap, upaya pendidik adalah membantu peserta
didik memilki dan mengembangkan perubahan sikap (Suprijono, 2011:9-10).
Bimbingan konseling merupakan suatu kegiatan yang melibatkan
seorang pendidik bimbingan dan konseling (guru BK/ konselor dalam upaya
memandirikan peserta didik. Bimbingan dan konseling yang memandirikan
mengamatkan kepada pendidik BK/konselor untuk memahami tiap klien atau
konseli secara utuh. Dengan bermodalkan kesadaran diri dan kemampuan
interpersonalnya untuk memahami konseli secara empati, konselor melakukan
interaksi bimbingan dan konseling yang peduli kemaslahatan (Nursalim,
2013:2)
Bimbingan dan konseling yang merupakan pelayanan dari, untuk, dan
oleh manusia memiliki pengertian-pengertian yang khas. Bimbingan
merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada
individu dengan menggunakan berbagai prosedur, cara dan bahan agar individu
tersebut mampu mandiri dalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya. Sedangkan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang
didasarkan pada prosedur wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut
konselor) kepada individu (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi klien (Prayitno dan Erman Anti, 2013:130)
Jadi ketika peserta didik melanggar aturan yang ada maka pendidik atau
BK di sekolah dapat memberi pengarahan kepada peserta didik. Dengan
mengidentifikasi masalah, mendiagnosa, memberi solusi yang tepat agar
sikapnya lebih baik lagi.
45
7. Menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif
Pada saat preoses pelajaran berlangsung di dalam kelas.maka situasi dan
kondisi kelas harus diatur terlebih dahulu. Peserta didik menyiapkan degan
hikmah untuk menerima materi yang disampaikan oleh pendidik. Di dalam
kitab ini Syekh Muhammad Syakir
ثبحذ٠ث ع لشاءح اذسط فل رزشبغ ارا ششع االعزبر ف
اال ب ٠م أشغ أ اه، ع أخ مشخ ال ثب عزبر أصغبء
اجظ افغ١خ ا ء أخش فىشن ثش رشغ أ٠ه أ ب، رب
اثبء اذسط.
“Bila pendidik telah memulai pelajaran, jangan engkau larut dalam
pembicaraan dengan temanmu, simaklah setiap pembicaraan pendidik dengan
penuh kesungguhan, jangan engkau melamun di tenggang-tenggah pelajaran”.
Dalam proses pembelajaran menurut Syaikh Az-Zarnuji dalam kitabnya
menjelaskan peserta didik hendaknya tidak banyak bicara dihadapan pendidik.
tidak bertanya sesuatu bila pendidik sedang capek atau bosan. Harus menjaga
waktu.Jangan mengetuk pintunya, tapi sebaiknnya menunggu sampai beliau
keluar (Aljufri, 2009:29).
Jadi dalam menuntut ilmu pada saat pendidik menjelaskan materi
pelajaran maka peserta didik harus fokus mendengarkannya.Jangan sibuk main
sendiri atau ngobrol dengan temannya.Hendaknya peserta didik tidak banyak
bicara.Agar materi pelajaran yang disampaikan pendidik dapat diterima dengan
baik.Peserta didik yang belum paham bertaya pada saat pendidik memberi
kesempatan untuk bertaya.
46
8. Lebih Memuliakan pendidik dari pada Orang Tua
Dalam bab ilmu peserta didik harus lebih memuliyakan
pendidik daripada orang tua Menurut Syekh Muhammad Syakir dalam
kitab ini menjelaskan
ق أعزبرن ف رحزش أرا ع رغزفذ ه الث١ه احزشا
ش١ئب. ع دس ال
“Bila engkau tidak memulyakan pendidik lebih dari orang tuamu, maka
engkau tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmu yang diajarkannya”.
Menurut Syaikh Az-Zarnuji peserta didik tidak akan memperoleh ilmu
dan tidak akan mengambil manfaatnya, tanpa mau menghormati ilmu dan guru
(Aljufri, 2009:27).
Hampir di semua bangsa yang beradab, pendidik diakui sebagai suatu
profesi khusus.Dikatakan demikian, karena profesi keguruan bukan saja
memerlukan keahlian tertentu sebagaimana profesi lain, tetapi juga
mengemban misi yang paling berharga, yaitu pendidikan dan peradapan. Atas
dasar itu dalam kebudayaan bangsa yang beradab, pendidik senantiasa
diagungkan, disanjung, dikagumi, dan dihormati, karena perannya yang
penting bagi eksistensi bangsa di masa depan (Marno dan Idris, 2010:16).
Secara normative, kedudukan pendidik dalam Islam sangat mulia.tidak
sedikit penulis yang menyimpulkan kedudukan pendidik setingkat dibawah
kedudukan Nabi dan Rasul, seraya mengemukakan hadis nabi dan perkataan
ulama: “Tinta para ulama lebih baik dari darahnya para syuhada”. Penyair
Syauki, sebagaimana dikutip Al-Abrasyi, berkata “berdiria dan hormatilah
47
pendidik dan berilah penghargaan, seorang pendidik itu hampir saja
merupakan seorang rosul”. Hampir bisa dipastikan bahwa yang dimaksud
pendidik sebagaimana hadis dan syair diatas , adalah seorang ulama yang
sempurna (al-ulama al-rasyidun), yaitu seorang pendidik yang telah
tercerahkan dan mampu mencerahkan peserta didik, bukan semata-mata
pendidik sebagai pekerja yang menjadikan pekerjaan mengajar semata-mata
sebagai media mencari nafkah. Kedudukan pendidik memang terhormat dan
mulia apabila yang menduduki jabatan itu juga orang yang terormat dan
mulia.sebab kehormatan dan kemuliaan itu tidak hanya terkait secara
struktural, tetapi yang lebih penting adalah secara subtansial dan fungsional
(Marno dan Idris, 2010:17).
Penghargaan Islam yang tinggi terhadap pendidik (pengajar) dan
termasuk peserta didik (terdidik) sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan
terkait dengan penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan akhlak.Ini
berarti pendidik yang memiliki kedudukan mulia adalah pendidik yang
menguasai ilmu pengetahuan dan memiliki akhlak dan mampu
memberdayakan peserta didik dengan ilmu dan akhlaknya itu.Karena itu,
seseorang menjadi mulia bukan semata-mata secara struktural sebagai
pendidik, melainkan secara subtansial memang mulia dan secara fungsional
mampu memerankan fungsi kependidiknya, yaitu mencerdaskan dan
mencerahkan kehidupan bagsa (Marno dan Idris, 2010:18).
Tidak ada hak yang lebih besar kecuali haknya pendidik.Ini wajib
dipelihara oleh setiap orang Islam.Sungguh pantas bila seorang pendidik yang
48
mengajar, walau hanya satu huruf, diberi hadiah satu dirham sebagai tanda
hormat padanya. Sebab pendidik yang mengajar satu huruf yang kamu
butuhkan dalam agama, dia ibarat bapakmu (Aljufri, 2009:28).
Kedua pendidik dan orang tua sama-sama miliki kedudukan yang
terhormat. Di dalam hadis Nabi Rasulullah saw bersabda: ”kedudukan bagi
kalian seperti seorang ayah bagi anaknya” maksudnya: Beliau saw sebagai
pendidik dalam menyelamatkan manusia dari penderitaan jangka panjang yang
abadi nanti di akhirat. Sedang kedua orang tua yang menyelamatkan anaknya
dari penderitaan di dunia belaka. Oleh karena itu, hak seorang pendidik lebih
besar daripada hak kedua orang tua dalam bab ilmu, karena orang tua sebagai
sebab hadirnya seorang anak dalam kehidupan yang fana di dunia ini,
sementara pendidik menjadi sebab untuk meraih kebahagiaan dalam
kehidupan jangka panajang yang abadi di akhirat nanti (al-Ihya Ulumuddin
imam ghozali). Dalam QS.Al-Israa‟ ayat 23 yang artinya dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaknya
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-sebaiknya. Jika salah
seorang antara keduanya atau kedua-duannya berumur lanjut dalam
pemeliharaan-mu maka jangan sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.
Jadi dalam bab ilmu pendidik memberikan nafkah rohani sedang kedua
orang tua memberi nafkah jasmani. Cara menghorami pendidik dengan cara
mengamalkan ilmunya. Tetapi kedua orang tua dapat berperan ganda, yaitu
49
sebagai orang tua dan juga sekaligus sebagai pendidik.Dulu ketika seorang
anak lahir, bapak yang pertamakali mengumandangkan adzan yang berisi
kalimat tauhid dan takbir di telinga kanan dan kiri anak.Sebelum mau makan
dilatih untuk berdo‟a, dilatih sholat dan hal-hal yang baik lainnya.tapi orang
tua mengajarinya tidak didasari dengan ilmu seutunya bisa di katakana hanya
mengajari prakteknya. Sedang pendidik membeir teorinya.Ketika orang tua
tidak sanggup mendidik anaknya maka di serahkan kepada guru.
9. Akhlak terpuji
Akhlak yang baik adalah pribadi umat Islam. Dalam kitab ini Syekh
Muhammad Syakir menjelaskan bahwasannya
خم حجت ف١ سفع اضع لل ر اضع األدة، ف از ص٠خ اع
ذة عم أعبء ا رىجش , فل ، ثغض للا إ١ ابط أع١ ظ
. ٠شفك ع١ أ غبب ٠ىش ٠ىبد ٠جذ إ
“Wahai anak ku tawadlu’ atau merendahkan hati dan akhlak
yang baik itu adalah hiasan ilmu pengetahuan. Maka barang
siapa tawadlu’ karena Allah maka akan diangkatlah
derajatnya. Allah akan menjadikan seluruh makhlukNya
cinta dan hormat kepadanya. Barangsiapa takabur dan
berakhlak tercela maka jatuhlah martabatnya.Allah akan
menjadikan seluruh makhluk membenci dirinya, dan tidak
50
mungkin ada orang yang menghormati, memulyakan, dan
menyayanginya”.
Sedangkan tawadhu‟ tidak memandang pada diri sendiri lebih dari
orang lainnya, bahkan memandangnya sama-sama, dan tidak menonjolkan diri
(Asy‟ari, 2008:66).
Jadi dalam menuntut ilmu peserta didik harus memiliki akhlak yang
baik seperti tawadhu‟ dalam kondisi apapun. Tawadhu adalah akhlak terpuji
yang wajib dimiliki oleh setiap peserta didik dan juga pendidik. tidak merasa
paling tinggi dan pintar sendiri. Dengan meninggalkan ahklak tercela seperti
takabur.Karena dengan bekal sikap tawadhu‟ tersebut menjadikan hati lebih
tenang dan belajar mesara mudah.karena rasa tawadhu‟ merupakan cara untuk
menjauhkan diri dari sifat sombong sehingga peserta didik juga akan
mempunyai rasa hormat kepada siapapun.
10. Mencari Ridho Pendidik
Dalam menuntut ilmu peserta didik harus berakhlak
yang baik kepada siapaun. Terutama kepada pendidik.Menurut
Syekh Muhammad Syakir dalam kitab ini Menjelaskan
bahwasanya
غضت األ ع ء أضش ع طبت ا بء. ال ش ع ا عبرزح
-فب٠بن ءاالدة -٠ب ث رغ ا ع١ ذس ا رغضت احذا ا
امط١عخ ب حش زج غضت األعبرزح ا ب ٠ أل ، فب ب ا
-فبلج ص١حز ه -٠ب ث اعأ شب٠خه ا ظ سض ز ا
51
إرا ه. ٠غزج١ت دعبء عبء ه ثبفزح عغ للا أ اذ
اإلثزبي إ للا رعب أ عبء اذ خد ثفغه فبوثش
ابفع ع ٠شصله ا اعع اىش عبء ١ع اذ سثه ع إ ث ع ا
اجد.
“Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi peserta
didik dari pada kemarahan pendidik dan ulama, karena itu,
takutlah anakku, jangan sampai engkau membuat
kemarahan pendidikmu atau menunjukkan aklah tercela
dihadapannya.Terimalah anakku nasehat ini! Carilah
keridhoan para pendidik, mintalah do’a mereka agar
engkau mudah dalam belajar. Semoga Allah mengabulkan
do’a para pendidik sehingga tercapai cita-citamu. Apabila
engkau sedang menyepi seorang diri, perbanyaklah munajat
(berdialog) dan tawaka l(berserah diri) kepada Allah,
semoga Allah memberimu ilmu pengeahuan yang luas dan
bermanfaat dengan mengamalkan ilmu tersebut.
Sesungguhnya Rabbmu Maha mendengar dan mengabulkan
segala do’a, yang luas Anugerh dan kemulyaan-Nya”.
Termasuk menghormati ilmu adalah menghormati teman dan orang
yang mengajar.Peserta didik harus saling mengasihi dan menyayangi, apalagi
kepada pendidik supaya ilmunya berfaedah dan diberkati (Aljufri 2009:36).
Peserta didik tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat
mengambil manfaatnya, tanpa mau menghormati ilmu dan pendidik. Karena
ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil mereka ketika
menuntut ilmu sangat menghormati hal tersebut.Dan orang-orang yang tidak
berhasil dalam menuntut ilmu, karena mereka tidak mau menghormati atau
memuliakan ilmu dan pendidik.Ada yang mengatakan bahwa menghormati itu
lebih baik dari pada menaati.Karena manusia tidak dianggap kufur karena
52
bermaksiat. Tapi dia menjadi kufur karena tidak menghormati atau
memuliyakan perintah Allah (Aljufri, 2009:27-28)
Jadi untuk mendapatkan ridho pendidik. maka peserta didik harus bisa
menjaga sikap, perilaku dan perkatan dengan baik. Menghormati ilmu, guru
dan teman Serta menjalankan perintah dan menjauhi laranganya.
B. Relevansi Konsep Menuntut Ilmu Menurut Syekh Muhammad Syakir
dalam Kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’ dengan pendidikan Akidah-
Akhlak di MI dan Mts.
Keputusan mentri agama republik Indonesia nomor: 165 tahun 2014
tentang “kurikulum 2013 mata pelajaran pendidikan agama Islam dan bahasa
arab pada madrasah”. Kurikulum 2013 dimasudkan untuk mengembangkan
potensi peserta didik menuju kemampuan dalam berfikir reflektif bagi
penyelesaian masalah sosial di masyarakat. Adapun tujuan adalah
mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagi
pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Rumusan kompetensi Inti dalam buku ini menggunakan notasi: 1) untuk
kompetensi Inti sikap spiritual, 2) KI-2 untuk Kompetensi sikap social, 3) KI-3
untuk Kompetensi inti ketrampilan. Urutan tersebut mengacu pada urutan yang
disebutkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasioanal No. 20 Tahun
2003 yang menyatakan bahwa kompetensi terdiri dari kompetensi sikap,
pengetahuan dan ketrampilan.
53
Selanjutnya Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah
dirumuskan untuk jenjang satuan pendidikan Madrasah ibtidaiyah (MI),
Madrasah Tsanawiyah (Mts) dan Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah
Kejuruan (MAK) dipergunakan untuk merumuskan kompetensi dasar
(KD) yang diperlukan untuk mencapainya. Mengingat standar
kompetensi lulusan harus tercapai pada akhir jenjang. Sebagai usaha
untuk memudahkan operasioanal perumusan kompetensi dasar,
diperlukan tujuan antara yang menyatakan capaian kompetensi pada
tiap akhir jenjang kelas pada setiap jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Madrasah Tsanawiyah (Mts), Madrasah Aliyah (MA), dan Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK). Capaian kompetensi pada tiap akhir jenjang
kelas dari 1 samapi VI, kelas VII samapai dengan IX, Kelas X samapi
dengan kelas XII disebut dengan Kompetensi Inti.
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasioal, kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kompetensi Inti (KI) kurikulum adalah pengikat berbagai
kompetensi dasar yang harus dihasilkan dengan mempelajari tiap mata
pelajaran serta berfungsi sebagai integrator horizontal antara mata
pelajaran
54
Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 di Madrasah. Sebagai rangkaian
untuk mendukung Kompetensi Inti, capaian pembelajaran mata pelajarn
diuraikan menjadi kompetensi-kompetensi dasar. Pencampaian
kompetensi Inti adalah melalui pembelajaran. Rumusannya
dikembangkan dengan mempraktikan karakteristik peserta didik,
kemampuan awal, serta cirri dari suatu mata pelajaran sebagai
pendukung pencapaian.
Kompetensi Inti, kompetensi dasar dikelompokan menjadi empat
sesuai dengan rumusan Kompetensi Inti yang didukungnya, yaitu: 1).
Kelompok kompetensi dasar sikap spiritual (mendukung KI-1) atau
kelompok 1, 2). Kelompok kompetensi dasar sikap sosial (mendukung
KI-2) atau kelompok 2, 3). Kelompok kompetensi dasar pengetahuan
(mendukung KI-3) atau kelompok 3, dan 4). Kelompok kompetensi
dasar ketrampilan (mendukung KI-4) atau kelompok 4.
Untuk memastikan keberlanjutan penguasaan kompetensi, proses
pembelajaran dimulai dari kompetensi pengetahuan, kemudian
dilanjutkan menjadi kompetensi ketrampilan, dan berakhir pada
pembentukan sikap. Dengan demikian, proses penyusunan maupun
pemahamannya (dan bagaimana membacanya) dimulai dari kompetensi
dasar kelompok hasil rumusan kompetensi dasar krlompok 3
dipergunakan untuk merumuskan kompetensi dasar kelompok 4.
Hasil rumusan Kompetensi Dasar kelompok 3 dan 4 dipergunakan
untuk merumuskan Kompetensi Dasar kelompok 1 dan 2. Proses
55
berkesinambungan ini untuk memastikan bahwa pengetahuan berlanjut
ke ketrampilan dan bermuara ke sikap sehingga ada keterkaitan erat
yang mendekati linier antara kompetensi dasar pengetahuan,
ketrampilan dan sikap.
1. Tujuan Mata Pelajaran Akidah-Akhlak di MI dan Mts
a. Tujuan Mata Pelajaran Akidah-Akhlak di MI
Akidah akhlak di MI merupakan salah satu mata pelajaran di MI
merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang
rukun iman yang dikaitkan dengan pengenalan dan penghayatan
terhadap al-Asma’ al-Husna , serta penciptaan suasana keteladanan
dan pembiasaan dalam mengamalkan akhlak terpuji dan adab Islami
melalui pemberian contoh-contoh perilaku dan cara
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Secara subtansial mata pelajaran Akidah-Akhlak memiliki
kontribusi dalam memberikan motivasi kedapa peserta didik untuk
mempraktikan al-Akhlak al-Karimah dan adab Islami dalam
kehidupan sehari-hari sebagai manifestasi dari keimanannya kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
hari akhir, serta qada dan qadar.
Al-Akhlak al –Karimah sangat penting untuk dipraktekan dan
dibiasakan sejak dini oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-
hari, terutama dalam mengantisipasi dampak negatif era globalisasi
56
dan krisis multidimensional yang melanda bangsa dan Negara
Indonesia.
Mata pelajaran Akidah-Akhlak di MI bertujuan untuk membekali
peserta didik agar dapat
1) Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian,
pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan,
pengamalan, pembiasaan, serta pengamalan peserta didik
tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim
yang terus berkembang keimanan dan ketakwaan kepada
Allah swt.
2) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan
menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai
manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah Islam.
2. Tujuan Mata Pelajaran Akidah-Akhlak di Mts
Akidah-Akhlak di Mts adalah salah satu mata pelajaran PAI
yang merupakan peningkatan dari akidah dan akhlak yang telah
dipelajari peserta didik di MI. peningkatan itu dilakukan dengan
cara mempelajari rukun iman mulai dari iman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir,
sampai iman kepada qada dan qadar yang dibuktikan dengan dalil-
dalil naqli dan aqli, serta pemahaman dan penghayatan terhadap al-
Asma al-Husna dengan menunjukkan ciri-ciri/perilaku seseorang
57
dalam realitas kehidupan individu dan sosial serta pengalaman
akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan
sehari-hari.
Secara subtansial mata pelajaran Akidah-Akhlak memiliki
kontribusi dalam memberikan kontribusi dalam memberikan
motivasi kepada peserta didik untuk mempelajari dan
mempraktikkan akidahnya dalam bentuk pembiasaan-pembiasaan
utuk mempraktikan aklak terpuji dan menghindari akhlak tercela
dalam kehidupan sehari-hari. Al-Akhlak al-Karimah ini sangat
penting untuk dipraktikan dan dibiasakan oleh peserta didik dalam
kehidupan individu, bermasyarakat dan berbangsa, terutama untuk
mengantisipasi dampak negatif dari era globalisasi dan krisis
multidimensioanal yang melanda bangsa dan Negara Indonesia.
1) Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian,
pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan,
pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik
tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim
yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada
Allah swt.
2) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan
menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai
manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah Islam.
58
Menurut penulis konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh
Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-abaa’ Lil Abnaa’ yang
garis besarnya berisi belajar yang sungguh-sungguh, semangat
tinggi, manajemen waktu, membaca dan memahami pelaran,
bertaya, diskusi, taat pada aturan, memperhatikan situasi dan
kondisi yang kondusif, lebih memulyakaan pendidik dari pada
orang tua, akhlak terpuji, dan mencari ridho pendidik relevan
dengan pendidikan Akidah-Akhlak di Mi dan Mts. Yang mana
pendidikan Akidah-Akhlak di Mi dan Mts mengunakan kurikulum
2013 untuk mengembangkan potensi peserta didik menuju
kemampuan dalam berfikir reflektif bagi penyelesaian masalah
sosial di masyarakat. Adapun tujuanya adalah mempersiapkan
manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagi pribadi
dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Mata pelajaran Akidah-Akhlak memberikan pelajaran rukun
iman serta penghayatan terhadap Asma’ al-Husna, teladan dan
pembiasaan dalam mengamalkan akhlak terpuji dan meghindri
akhlak tercela, adab Islami dan melalui contoh-contoh perilaku dan
cara mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
kehidupan individu maupun sosial. Sehingga konsep etika menuntut
ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab Washaya Al-
59
Abaa‟ Lil Abnaa‟ dapat menjadi pedoman bagi peserta didik dalam
menuntut ilmu agar dapat menjalankan etika menuntut ilmu serta
dipermudah belajarnya, manfaat ilmunya dan mendapat ridho Allah.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan penyajian yang telah penulis lakukan,
maka dapat diambil beberapa kesimpulan
1. Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh Muhammad Syakir
dalam Kitab Washaya Al-Abaa’ Lil Abnaa’sebagai berikut:
a. Belajar Sungguh-Sungguh dan Semangat Tinggi
b. Manajemen Waktu
c. Membaca dan Memahami Pelajaran
d. Melaksanakan diskusi
e. Belajar Secara Bertahab
f. Taat pada Aturan
g. Menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif
h. Lebih Memulyakan Pendidik dari pada Orang Tua
i. Akhlak terpuji
j. Mencari Ridho Pendidik
2. Relevansi Konsep Etika Menuntut Ilmu Menurut Syekh Muhammad
Syakir dalam Kitab Washaya Al-Abaa’lil Abnaa’ dengan Pendidikan
Akidah-Akhlak di MI dan Mts
Konsep etika menuntut ilmu menurut Syekh Syakir dalam kitab
Washaya Al-Abaa’lil Abnaa’ relevan dengan pendidikan akidah-
akhalak di MI dan Mts. Dimana dalam menuntut ilmu peserta didik
61
harus memperhatikan hal-hal seperti yang diutarakan oleh Syekh
Syakir dalam kitab Washaya Al-Abaa’lil Abnaa’. Relevansi kitab
Washaya al Aba’ lil Abnaa’ dengan pendidikan akidah-akhlak di MI
dan Mts. Hal itu dapat dilihat pedidikan di Indonesia sekarang
menggunakan kurikulum 2013. Mata pelajaran Akidah-Akhlak
memberikan pelajaran rukun iman serta penghayatan terhadap Asma’
al-Husna, teladan dan pembiasaan dalam mengamalkan akhlak terpuji
dan meghindri akhlak tercela, adab Islami dan melalui contoh-contoh
perilaku dan cara mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam kehidupan individu maupun sosial. Sehingga konsep etika
menuntut ilmu menurut Syekh Muhammad Syakir dalam kitab
Washaya Al-Abaa‟ Lil Abnaa‟ dapat menjadi pedoman bagi peserta
didik dalam menuntut ilmu agar dapat menjalankan etika menuntut
ilmu serta dipermudah belajarnya, manfaat ilmunya dan mendapat
ridho pendidik.
Hal tersebut dapat menjadi solusi dalam memperbaiki kualitas
ahklak dan kualitas pendidikan di berbagai bidang, khususnya dalam
menghadapi perkembangan zaman sekarang.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis uraikan di atas maka untuk
menindak lanjuti dapat penulis kemukaan saran-saran sebagai berikut:
1. Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dari lahir sampai
meninggal. Tidak ada batasan umur, waktu dan tempat dalam menuntut
62
ilmu. Maka dalam situasi dan konsidi apapun tetap semangat dalam
menuntut ilmu.
2. Peserta didik dalam menuntut ilmu harus memperhatikan hak dan
kewajibannya dalam menuntut ilmu serta menghiasi diri dengan akhlak
terpuji. Menjalankan perintah pendidik serta tugas-tugasnya dengan
baik dan meninggalkan larangan yang ada.
63
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali. 1994. Terjemah Ihya’ Ulumuddin Jilid V. Semarang: CV Asy-
Syifa‟.
Aljufri, Abdul Kadir. 2009. Terjemah Ta’lim Muta’allim. Surabaya:
MutiaraIlmu.
Amti, Erman dan Prayitno. 2013. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Arif Abdullah, Fattah Thabrni. 1996. Dosa Dalam Pandangan Islam, terj.
Bahrun Abu Bakar. Bandung: Risalah.
Arifin, H. M. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: BinaAksara.
Asy‟ari, Hasyim. Adab Al-Alim Wa-al Muta‟alim
BakriNour. 1986. Logika Praktis. Bandung:Leberty.
Bruinessen, Martin Van. 1995. Kitab Kuning Pesantrendan Tarekat: Tarekat
Islam di Indonsia. Bandung: Mizan.
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Chomariyah, Nurul. 2008. Hancurkan Virus Mindermu. Solo: Smart Media
Berpikir cerdas.
Daradjat, Zakiyah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Mutiara.
Depag. 2009. Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan berpolitik. Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an.
Departemen Agama RI. 2006. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: CV
Pustaka Agung Harapan
Firdaus, Irfan. 2006. Dialog Agama dan Budaya Local, dalam Jurnal Penelitian
Agama UIN Sunan Kalijaga Vol XV. Yogyakarta: Lembaga Penelitian
UIN Sunan Kalijaga.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research. Jilid 1. Yogyakarta: Yayasan
Penerbit Fakultas Psikologi UGM.
64
Halimi, Safrodin. 2008. Etika Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an. Semarang:
Walisongo Press.
Harsanto, Radno. 2007. Pengeloaan Kelas yang Dinamis. Yogyakarta:
Kanisius.
http://al-charish.blogspot.co.id/2012/06/syech-muhammad-
syakir.html, diakses pada 11 April 2017, 21.27 WIB).
Jumali, Surtikanti, Taurat Aly, & sundar. 2004. Landasan Pendidikan.
Surakarta: Muhammadiyah University press.
Juwariyah. 2010. Hadis Tarbawi. Yogyakarta: Teras.
Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.
Kasiran. 1986. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Belajar
Kodir, Abdul. 2015. Sejarah Pendidikan Islam dari Masa Rasulullah hingga
Reformasi di Indonesia.Bandung: CV Pustaka Setia.
Letisha, Zivanna. 2016. Trik Juara Mengatur Waktu. Jakarta Selatan; Gagas
Media.
Marno dan Idris. 2010. Strategi & Metode Penajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Mansur. 2004. SejarahSarekat Islam dan Pendidikan Bangsa, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Mansur. 2001. Diskursus Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Masan. Aidah Akhlak. Semarang: Al-Fat.
Muhajir, Noeng. 1992. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin.
Mujib, Muhaimindan Abdul. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Tri
GandaKarya.
Mujib, Muhaimindan Abdul. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Tri
GandaKarya.
Munthoha, dkk. 2002. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: UII Press.
Nata, Abuddin. 2002. Ahklak Tasawuf. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
65
Nursalim, Mochammad. 2013. Pengembangan Media Bimbingan dan
Konseling. Jakarta Barat: Kademia.
Roestiyah NK dan Staf Pembina Ilmu Keguruan IKIP. 1986. Masalah-Masalah
Ilmu Keguruan. Jakarta:PT. Bina Aksara.
Sriyono. 1992. Teknik Belajar dalam CBSA. Jakarta Timur: Rineka Cipta.
Sulaiman, Fathiyyah Hasan. 1986. Alam Pikiran al-Ghozali Mengenai
Pendidikan dan Ilmu. Bandung: CV. Diponegoro.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Syakir, Muhammad. 1326 Washoya Al-Abna. Semarang: Toha Putra.
Syakir, Muhammad. 2011. Nasihat Orang Tua Kepada Anaknya. Surabaya: Al
Miftah.
Syarifah, Eti. 2008. Teknik Penyuluhan Proposal dan Laporan Penelitian
Tindakan Kelas. Bandung
Taufik, Abdulah. 2002. Ensiklopedi Temati Dunia Islam, Akal dan Awal.
Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.2007. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
UU RI No 20 Tahun 2003. 2003. Sistem Pendidika Nasional (Pasal 1 ayat 19).
Jakarta: CV.Mini Jaya Abadi.
Wahyudi, M. Jindar. 2006.Nalar Pendidikan Qur’an. Yogyakarta:
ApeironPhilotes.
Zaini, Hisyam dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
1
2
3
4
5
6
7