konsep demokrasi

23
A. KONSEP DEMOKRASI Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung atau melalui perwakilan. Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti “rakyat” dan “kratos” yang berarti kekuasaan. Istilah demokrasi pertama kali diperkenalkan oleh Aristosteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburg nya mendefiniskan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi pemerintahan dipegang oleh rakyat. Bentuk-bentuk demokrasi Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan (tak langsung). Berikut penjelasan tentang dua hal tersebut : Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memilih pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi. Di era modern, sistem ini tidak praktis karena umumnya suatu populasi negara cukup besar dan mengumpulkan seluruh rakyat ke dalam satu forum tidaklah mudah, selain itu sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat, sedangkan rakyat modern cenderung

Upload: west-odhe

Post on 08-Jul-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

konsep demokrasi

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP DEMOKRASI

A. KONSEP DEMOKRASI

Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal

dari rakyat, baik secara langsung atau melalui perwakilan. Istilah demokrasi berasal dari bahasa

Yunani yaitu “demos” yang berarti “rakyat” dan “kratos” yang berarti kekuasaan. Istilah

demokrasi pertama kali diperkenalkan oleh Aristosteles sebagai suatu bentuk pemerintahan,

yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak

(rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburg nya mendefiniskan demokrasi sebagai

pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam hal ini berarti bahwa kekuasaan

tertinggi pemerintahan dipegang oleh rakyat.

Bentuk-bentuk demokrasi

Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi langsung dan demokrasi

perwakilan (tak langsung). Berikut penjelasan tentang dua hal tersebut :

Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat mewakili

dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memilih pengaruh

langsung terhadap keadaan politik yang terjadi. Di era modern, sistem ini tidak praktis

karena umumnya suatu populasi negara cukup besar dan mengumpulkan seluruh rakyat

ke dalam satu forum tidaklah mudah, selain itu sistem ini menuntut partisipasi yang

tinggi dari rakyat, sedangkan rakyat modern cenderung tidak memiliki waktu untuk

mempelajari setiap permasalahan politik yang terjadi di dalam negara.

Demokrasi perwakilan (tidak langsung) merupakan demokrasi yang dilakukan oleh

masyarakat dalam setiap pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan

mengambil keputusan bagi mereka.

Prinsip-prinsip Demokrasi

Prinsip demokrasi dan prasyarat berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam

konstitusi Negara Kesatuan Repulik Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi dapat ditinjau dari

pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan “soko guru demokrasi”. Menurut Almadudi,

prinsip demokrasi adalah :

Page 2: KONSEP DEMOKRASI

1. Kedaulatan rakyat.

2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah.

3. Kekuasaan Mayoritas.

4. Hak-hak minoritas.

5. Jaminan Hak Asasi Manusia (HAM).

6. Pemilihan yang adil, bebas, dan jujur.

7. Persamaan di depan hukum.

8. Proses hukum yang wajar.

9. Pembatasan pemerintah secara kontitusional.

10. Pluralisme ekonomi, politik, dan sosial.

11. Nilai-nilai toleransi, pragtisme, kerja sama, dan mufakat.

Bentuk Demokrasi dalam Pemerintahan Negara

Ada dua bentuk demokrasi dalam sebuah pemerintahan negara, yaitu :

1. Pemerintahan Monarki (monarki mutlak, monarki konstitusional, monarki

parlementer). Monarki berasal dari bahasa Yunani. Monos yang artinya Satu dan

Archein artinya Pemerintah, jadi dapat di artikan sebagai sejenis pemerintahan dalam

suatu negara yang di pimpin oleh satu orang (raja). Monarki dibagi ke dalam 3 jenis yaitu

:

Monarki Mutlak : Monarki yang bentuk pemerintahan suatu negaranya dipimpin oleh

raja dan bentuk kekuasaannya tidak terbatas.

Monarki Konstitusional : Monarki yang bentuk pemerintahan suatu negaranya dipimpin

oleh raja namun kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi.

Monarki Parlementer : Monarki yang bentuk pemerintahan suatu negaranya dipimpin

oleh raja namun kekuasaannya yang tertinggi berada ditangan parlemen.

1. Pemerintahan Republik, berasal dari bahasa latin RES yang artinya pemerintahan dan

PUBLICA yang berarti rakyat. Dengan demikian dapat diartikan sebagai pemerintahan

yang dijalankan oleh dan untuk kepentingan orang banyak.

Page 3: KONSEP DEMOKRASI

Menurut John Locke, kekuasaan pemerintahan negara dipisahkan menjadi tiga, yaitu :

1. Kekuasaan Legislatif (kekuasaan untuk membuat undang-undang yang dijalankan oleh

parlemen).

2. Kekuasaan Eksekutif (kekuasaan untuk menjalankan undang-undang yang dijalankan

oleh pemerintahan).

3. Kekuasaan Federatif (kekuasaan untuk menyatakan perang dan damai dan tindakan-

tindakan lainnya dengan luar negeri).

4. Sedangkan Kekuasaan Yudikatif (mengadili) merupakan bagian dari kekuasaan

eksekutif.

Kemudian menurut Montesque (Trias Politica) menyatakan bahwa kekuasaan negara harus

dibagi dan dilaksanakan oleh tiga orang atau badan yang berbeda-bedadan terpisah satu sama

lainnya (independent/berdiri sendiri) yaitu :

1. Badan Legislatif : Kekuasaan membuat undang-undang.

2. Badan Eksekutif : Kekuasaan menjalankan undang-undang.

3. Badan Yudikatif : Kekuasaan untuk mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang.

 .

Klasifikasi Sistem Pemerintahan

Dalam sistem kepartaian dikenal adanya tiga sistem kepartaian, yaitu sistem multi partai

(polyparty system), sistem dua partai (biparty system), dan sistem satu partai (monoparty

system). Sistem pengisian jabatan dilakukaan oleh pemegang kekuasaan negara, hubungan antar

pemegang kekuasaan negara, terutama antara eksekutif dan legislatif.

Mengenai model sistem pemerintahan negara, ada empat macam, yaitu :

Sistem pemerintahan diktator (borjuis dan proletar).

Sistem pemerintahan parlementer.

Sistem pemerintahan presidensial, dan

Sistem pemerintahan campuran.

Page 4: KONSEP DEMOKRASI

Ciri-ciri Pemerintahan Demokratis

Ciri-ciri dari sistem pemerintahan yang demokratis dalam suatu negara, adalah :

1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik

secara langsung atau perwakilan.

2. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.

3. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.

4. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat.

Konsep Demokrasi Republik Indonesia

Seperti yang kita ketahui, konsep demokrasi sudah berkembang sejak 200 tahun yang lalu.

Konsep ini telah diperkenalkan oleh Plato dan Aristosteles dengan isyarat untuk penuh hati-hati

pada saat hendak menggunakan konsep demokrasi ini. Menurut mereka, demokrasi itu memiliki

dua sisi yang sangat berbeda. Disatu sisi sangat baik, namun disisi lain juga dapat menjadi sangat

kejam.

Mungkin Indonesia menjadi salah satu penganut sistem demokrasi yang telah merasakan secara

nyata  apa yang di khawatirkan oleh Plato dan Aristosteles. Konsep demokrasi sangat

mendewakan kebebasan, sehingga pada akhirnya nanti tidak mustahil dapat menimbulkan anarki.

Oleh sebab itu, yang diperlukan disini adalah bagaimana mekanisme yang paling tepat untuk

mengontrol konsep demokrasi yang ada pada saat ini.

Dalam penerapannya, konsep demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat

dipandang sebagai sebuah mekanisme dan cita-cita untuk mewujudkan suatu kehidupan

berkelompok yang sesuai dengan apa yang terdapat dalam UUD 1945 yang disebut kerakyatan.

Dapat disimpulkan juga bahwa konsep demokrasi atau pemerintahan rakyat yang diterapkan

dinegara Indonesia itu berdasarkan pada tiga hal, yaitu :

1. Nilai-nilai filsafah pancasila atau pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat berdasarkan

sila-sila pancasila.

2. Transformasi nilai-nilai pancasila pada bentuk dan sistem pemerintahan.

Page 5: KONSEP DEMOKRASI

3. Merupakan konsekuensi dan komitmen terhadap nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.

B. PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Perkembangan demokrasi PraOrde Baru

Semenjak dikeluarkannya maklumat wakil presiden No. X 3 november 1945, yang

menganjurkan pembentukan partai-partai politik, perkembangan demokrasi dalam masa revolusi

dan demokrasi pearlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno

ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan

pemerintah yang riil dimiliki oleh Perdana Menteri, Kabinet dan, Parlemen. Partai politik

memainkan peranan sentral dalam kehidupan politik dan proses pemerintahan. Kompetisi antar

kekuatan dan kepentingan politik mengalami masa keleluasaan yang terbesar sepanjang sejarah

Indonesia merdeka. Pergulatan politik ditandai oleh tarik menarik  antara partai di dalam

lingkaran kekuasaan dengan kekuatan politik di luar lingkungan kekuasaan,  pihak kedua

mncoba menarik pihak pertama ke luar dari lingkungan kekuasaan.

Kegiatan partisipasi politik di masa ini berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui saluran

partai politik yang mengakomodasikan ideologi dan nilai primordialisme yang tumbuh di tengah

masyarakat, namun hanya melibatkan segelintir elit politik. Dalam masa ini yang dikecewakan

dari Soekarno adalah masalah presiden yang hanya sebagai simbolik semata begitu juga peran

militer.

Akhirnya massa ini mengalami kehancuran setelah mengalami perpecahan antar elit dan antar

partai politik di satu sisi, serta di sisi lain  akibat adanya sikap Soekarno dan militer mengenai

demokrasi yang dijalankan. Perpecahan antar elit politik ini diperparah dengan konflik

tersembunyi antar kekuatan parpol dengan Soekarno dan militer, serta adanya ketidakmampuan 

setiap kabinet dalam merealisasikan  programnya dan mengatasi potensi perpecahan regional ini

mengindikasikan krisis integral  dan stabilitas yang parah. Keadaan ini dimanfaatkan oleh

Soekarno untuk merealisasikan nasionalis ekonomi, dan diberlakukanya UU Darurat pada tahun

1957, maka sebuah masa demokrasi terpimpin kini telah mulai.

Page 6: KONSEP DEMOKRASI

Periode demokrasi terpimpin ini  secara dini dimulai dengan terbentuknya  Zaken Kabinet

pimpinan Ir. Juanda pada 9 April 1957, dan menjadi tegas setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Kekuasaan menjadi tersentral di tangan presiden, dan secra signifikan diimbangi dengan peran

PKI dan Angkatan Darat. Kekuatan-kekuatan Suprastruktur dan infrastruktur  politik

dikendalikan  secara hampir penuh oleh presiden. Dengan ambisi yang besar PKI mulai

menmperluas kekuatannya sehingga terjadi kudeta oleh PKI yang akhirnya gagal di penghujung

September 1965, kemudian mulailah pada massa orde baru.

Dari uraian diatas dapat di simpulkan, antara lain:

1. Stabilitas pemerintah dalam 20 tahun  bereda dalam kedaan memprihatinkan. Mengalami

25 pergantian kabinet, 20 kali pergantian kekuasaan eksekutif dengan rata-rata satu kali

pergantian setiap tahun.

2. Stabilitas politik sevara umum memprihatinkan. Ditandai dengan kuantitas konflik politik

yang amat tinggi. Konflik yang bersifat ideologis dan primordial dalam masa 20 tahun

pasca merdeka.

3. Krisis ekonomi. Dalam masa demokrasi parlementer krisis dikarenakan karena kabinet

tidak sempat untuk merealisasika program ekonomi karena pergantian kekuasaan yang

sering terjadi. Masa demokrasi terpimpin mengalami krisis ekonomi karena

kegandrungannya terhadap revolusi serta urusan internasional sehingga kurangnya

perhatian disektor ekonomi.

4. Perangkat kelembagaan yang memprihatinkan. Ketidaksiapan aparatur pemerintah dalam

proses politik menjaadikan birokrasi tidak terurus.

1. Perkembangan Demokrasi  Masa Revolusi Kemerdekaan.

Implementasi demokrasi pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan  baru terbatas pada

interaksi  politik diparlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan.

Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada periode

ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal-hal mendasar. Pertama, pemberian hak-

hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan

untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan

Page 7: KONSEP DEMOKRASI

terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system

kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.

2. Perkembangan demokrasi  parlementer (1945-1959)

Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950 sampai 1959, dengan

menggunakan UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Pada masa ini

adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat

ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia. Lembaga perwakilan rakyat atau

parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan

kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepad pihak

pemerintah  yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya. Sejumlah kasus jatuhnya

kabinet dalam periode ini  merupakan contoh konkret  dari tingginya akuntabilitas pemegang

jabatan dan politisi. Ada hampir 40 partai yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang tinggi 

dalam proses rekruitmen baik pengurus, atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya.

Demokrasi parlementer gagal karena (1) dominannya politik aliran, sehingga membawa

konsekuensi terhadap pengelolaan konflik; (2) basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah;(3)

persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan Darat, yang sama-

sama tidak senang dengan proses politik yang  berjalan.

3. Perkembangan Demokrasi  Terpimpin (1959-1965)

Sejak berakhirnya pemillihan umum 1955, presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala

ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik sangat

orientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan dan kurang memperhatikan kepentingan

politik nasional secara menyeluruh.disamping itu Soekarno melontarkan gagasan bahwa

demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia yang dijiwai oleh

semangat kekeluargaan dan gotong royong.

Politik pada masa ini diwarnai oleh tolak ukur yang sangat kuat antara ketiga kekuatan politik

yang utama  pada waktu itu, yaitu: presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia, dan Angkatan

Darat. Karakteristik  yang utama dari demokrasi terpimpin adalah: menggabungkan sistem

Page 8: KONSEP DEMOKRASI

kepartaian, dengan  terbentuknya DPR-GR peranan lembaga legislatif dalam sistem politik 

nasionall menjadi sedemikian lemah, Basic Human Right menjadi sangat lemah, masa demokrasi

terpimpin adalah masa puncak dari semnagt anti kebebasan pers, sentralisasi kekuasaan semakin

dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Pandangan A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno

seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di

tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno

adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya

kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang kontrol sosial dan check and

balance dari legislatif terhadap eksekutif. (Sunarso, dkk. 2008:132-136)

Perkembangan Demokrasi  dalam Pemerintahan Orde Baru

Wajah demokrasi mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan tingkat ekonomi, poltik

dan, ideologi sesaat atau temporer. Tahun-tahun awal pemerintahan Orde Baru  ditandai oleh

adanya kebebasan politik yang besar. Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai

Presiden ke-2 RI dan menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan

Demokrasi Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah yang

sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila. Dalam masa yang tidak lebih dari tiga

tahun ini, kekuasaan seolah-olah akan didistribusikan kepada kekuatan masyarakatan. Oleh

karena itu pada kalangan elit perkotaan dan organisasi sosial politik yang siap menyambut

pemilu 1971, tumbuh gairah besar untuk berpartisipasi mendukung program-program pembaruan

pemerintahan baru.

Perkembangan yang terlihat adalah semakin lebarnya kesenjangan antara kekuasaan negara

dengan masyarakat. Negara Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang ku/at dan

relatif otonom, dan sementara masyarakat semakin teralienasi dari lingkungan kekuasaan

danproses formulasi kebijakan. Kedaan ini adalah dampak dari (1) kemenangan mutlak dari

kemenangan Golkar dalam pemilu yang memberi legitimasi politik yangkuat kepada negara; (2)

dijalankannya regulasi-regulasi politik semacam birokratisasai, depolitisasai, dan

institusionalisasi; (3) dipakai pendekatan keamanan; (4) intervensi negara terhadap

Page 9: KONSEP DEMOKRASI

perekonomian dan pasar yang memberikan keleluasaan kepda negara untuk mengakumulasikan

modal dan kekuatan ekonomi; (5) tersedianya sumber biaya pembangunan, baik dari eksploitasi

minyak bumi dan gas serta dari komoditas nonmigas dan pajak domestik, mauppun yang berasal

dari bantuan luar negeri, dan akhirnya (6) sukses negara orde baru dalam menjalankan kebijakan

pemenuhan kebutuhan pokok rakya sehingga menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya

muncul karena sebab struktural.

Pemberontakan G-30-S/PKI merupaka titik kulminasi dari pertarungan atau tarik tambang politik

antara Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunisme Indonesia. Ciri-ciri demokrasi pada

periode Orde Lama antara lain presiden sangat mendominasi pemerintahan, terbatasnya peran

partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur

sosial politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh; dominannya peranan

ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, pembatasan peran dan fungsi

partai politik, campur tangan pemerintah dalam persoalan partai politik dan publik, m asa

mengambang, monolitisasi ideologi negara, dan inkorporasi lembaga nonpemerintah. Beberapa

karakteristik pada masa orde baru antara lain: Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh

dikatakan hamper ridak pernah terjadi. Kedua, rekruitmen politik bersifat tertutup. Ketiga,

PemilihanUmum. Keempat, pelaksanaan hak dasar waega Negara. (Rukiyati, dkk. 2008:114-

117)

Perkembangan Demokrasi  Pada Masa Reformasi (1998 Sampai Dengan Sekarang).

Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto,

maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan

reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang

berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945

(bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan

kenegaraan di era Orde Baru.

Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara, khususnya

laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan antar

lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap

Page 10: KONSEP DEMOKRASI

model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila di era

Orde Baru. Dalam masa pemerintahan Habibie inilah muncul beberapa indicator kedemokrasian

di Indonesia. Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk

berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan. Kedua, diberlakunya system multi partai dalam

pemilu tahun 1999.

Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah demokresi Pancasila, tentu

saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi

perlementer tahun 1950-1959. Pertama, Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih

demokratis dari yang sebelumnya. Kedua, ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan

pusat sampi pada tingkat desa. Ketiga, pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik

dilakukan secara terbuka. Keempat, sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya

kebebasan menyatakan pendapat

C.

D. demokrasi Indonesia saat ini berada dalam tahap perkembangan yang positif dan layak

diapresiasi. Pendapat ini merujuk beberapa realitas politik seperti pelaksanaan pemilu

yang demikian banyak pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan akhirnya pada tingkat

nasional, yang berlangsung relatif aman dan terkendali, tanpa menimbulkan gejolak atau

kekerasan dan tidak membawa kekacauan.

Dalam pada itu, pers Indonesia relatif bebas dan tidak mengalami kekangan atau hambatan

politik sebagaimana yang dapat dilihat pada beberapa negara tetangga. Kebebasan berpendapat

dan berkumpul dijamin, sementara pemerintahan sepenuhnya berada di tangan sipil ta npa

direcoki intervensi militer. Ada beberapa aksi teroris yang muncul secara sporadis di sana-sini,

tetapi keamanan umum tetap terjaga dan stabilitas politik tidak terganggu. Secara rata-rata

pendapat pengamat dan analis asing lebih optimistis dibandingkan dengan opini dan kritik

pengamat dalam negeri yang setiap saat mempertanyakan pelaksanaan demokrasi.

Inkonsistensi politik

Salah satu pertanyaan yang perlu mendapat perhatian ialah hubungan di antara partai-partai

politik dan perkembangan demokrasi. Semua kita tahu bahwa dalam demokrasi tak langsung

Page 11: KONSEP DEMOKRASI

yang diterapkan di hampir semua negara modern, termasuk Indonesia, partai politik jadi pilar

utama dan terpenting bagi terlaksananya demokrasi perwakilan. Rakyat tak dapat memerintah

secara langsung seperti di Athena pada abad ke-5 sebelum Masehi. Untuk memungkinkan

terlaksananya pemerintahan, rakyat harus memercayakan hak-hak politiknya kepada para

wakilnya di DPR, sementara para wakil rakyat ini direkrut melalui partai-partai politik yang ada

dan memenuhi syarat untuk dipilih.

Di sini muncul pertanyaan yang memperlihatkan suatu inkonsistensi politik. Kalau benar

pendapat para pengamat asing bahwa demokrasi Indonesia mengalami perkembangan positif,

mengapa gerangan partai-partai politik yang menjadi pendukung utama demokrasi tidak bisa

dikatakan berada dalam perkembangan yang positif juga? Mengapa demokrasi dalam sistem

politik Indonesia tidak diimbangi hidupnya internal demokrasi dalam kalangan partai politik?

Mengapa stabilitas politik dalam demokrasi Indonesia tidak diimbangi dengan stabilitas politik

dalam partai politik yang cenderung mengalami perpecahan ke dalam (internal fractioning)

sebagaimana terjadi pada Golkar dan PPP saat ini? Dalam politik nasional seorang presiden dan

wakil presiden dapat dipilih secara bebas, sementara partai-partai politik besar, seperti PDI-P

atau Demokrat, masih berdebat tentang perlu tidaknya ada calon tunggal ketua umum di kongres

partai mereka.

Diskrepansi ini selayaknya jadi perhatian partai-partai politik dalam kaitan dengan peran mereka

sebagai pilar utama demokrasi tak langsung. Kita berhadapan dengan kemungkinan munculnya

dua pertanyaan. Pertama, bagaimana menjelaskan demokrasi Indonesia dapat stabil, sementara

partai-partai politik yang jadi soko gurunya tidak memperlihatkan stabilitas politik dalam

dirinya? Dari mana integrasi politik nasional diperoleh, sementara partai-partai politik selalu

diancam disintegrasi politik? Mengapa kebebasan memilih dapat terjamin dan terlaksana dengan

baik dalam politik nasional, sementara kebebasan memilih dalam partai-partai politik relatif

terkekang?

Kedua, jangan-jangan kita harus mengubah pendapat bahwa partai politik yang de jure

merupakan pilar demokrasi, de facto tidak ada sumbangannya terhadap demokrasi Indonesia.

Secara lebih tajam, partai-partai politik di Indonesia tidak ada peranannya dalam produksi

demokrasi di Indonesia, tetapi hanya jadi konsumen utama demokrasi yang diproduksi oleh

Page 12: KONSEP DEMOKRASI

kekuatan-kekuatan sosial lainnya, seperti media, kelompok masyarakat sipil, gerakan mahasiswa

dan kalangan akademisi, gerakan buruh dan nelayan, gerakan kaum perempuan dan berbagai

kelompok penekan yang muncul silih berganti dalam perkembangan politik.

Dalam kilas balik asumsi ini dapat diuji dengan dua pengalaman politik. Pertama, dengan adanya

Dekrit Presiden pada Juli 1959, hampir semua kekuasaan politik jadi terpusat pada diri Presiden

Soekarno yang melansir sistem Demokrasi Terpimpin setelah Konstituante dibubarkan dan UUD

1945 diberlakukan kembali. Trias Politika praktis dibekukan karena Soekarno sebagai Pemimpin

Besar Revolusi beranggapan: tata negara dengan pembagian kekuasaan ke dalam eksekutif,

legislatif, dan yudikatif tidak sesuai dengan tujuan revolusi yang menghendaki perubahan cepat

dengan cara "menjebol dan membangun" (sic). Perkembangan ini jelas menggelisahkan kaum

demokrat seperti Mohamad Hatta yang menulis risalah kritis Demokrasi Kita, untuk

menguraikan secara terbuka penyelewengan asas demokrasi melalui sistem Demokrasi

Terpimpin ala Bung Karno.

Keadaan jadi tambah panas dan meruncing karena PKI dapat membonceng kekuasaan Soekarno

dan menimbulkan kekhawatiran terhadap dominasi politik kiri yang akhirnya mengancam

demokrasi. Kecemasan ini muncul terutama di kalangan kelompok agama, khususnya Islam, dan

menimbulkan rasa waswas di kalangan militer. Dengan meletusnya Peristiwa 30 September

1965, mulai terjadi kristalisasi politik antara pro-demokrasi dan pro-Demokrasi Terpimpin.

Presiden Soekarno dengan berbagai cara mengalami political containment atau pengurungan

politik dan kekuasaan politik beralih ke tangan Jenderal Soeharto, yang kemudian diresmikan

jadi Presiden RI.

Faktor obyektif lain yang mendorong jatuhnya Soekarno ialah kebangkrutan ekonomi dengan

inflasi yang melampaui 600 persen. Dengan situasi yang demikian, Orde Baru praktis dibangun

oleh tiga kekuatan utama: mahasiswa yang tak bisa lagi menerima politik yang semakin

otokratis; militer yang menjadi kekuatan yang melumpuhkan politik kiri PKI; dan para teknokrat

yang harus memulihkan ekonomi yang amat merosot. Dalam perubahan politik ini, sukar

mencatat peranan berarti partai-partai politik dalam mendorong perubahan politik ke arah yang

lebih demokratis.

Page 13: KONSEP DEMOKRASI

Kedua, reformasi politik 1998 menghentikan politik yang otoriter dari Presiden Soeharto.

Ketidakpuasan umum saat itu merupakan akumulasi dari akibat beberapa praktik politik. Dari

segi ideologis, kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat mengenai ideologi negara semakin

hari makin terkekang karena adanya keharusan mengikuti interpretasi tunggal versi rezim

Soeharto tentang Pancasila. Interpretasi tunggal ini disosialisasikan dengan biaya negara yang

tidak kecil melalui kursus Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) pada berbagai

tingkat dalam birokrasi pemerintahan, serta bahkan menjadi prasyarat bagi kenaikan pangkat

dalam jenjang birokrasi.

Dari segi pemerintahan, makin meluas rasa cemas bahwa kesempatan melaksanakan

pemerintahan sipil yang diamanatkan oleh sistem demokrasi punya prospek suram karena

meluasnya intervensi militer dalam pemerintahan melalui dwifungsi ABRI. Di satu pihak

kalangan TNI tetap hidup dengan keyakinan bahwa mereka bertumbuh bukan sebagai tentara

profesional, melainkan sebagai tentara pejuang yang bertempur bersama rakyat, hidup bersama

rakyat dan bahkan dilindungi oleh rakyat dalam perang merebut dan mempertahankan

kemerdekaan.

Di pihak lain kalangan terpelajar, khususnya para mahasiswa, sangat sadar militer adalah alat

negara sehingga suatu pemerintahan dengan banyak intervensi militer pada dasarnya bukanlah

government by the people, yaitu pemerintahan oleh rakyat, tetapi government by the state, yaitu

pemerintahan oleh negara. Sementara itu, partai politik dalam bentuk multipartai mengalami

penyederhanaan yang drastis. Pada Januari 1973, lima partai yang berhaluan nasionalis

mengalami fusi menjadi satu partai dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Demikian juga

empat partai politik dengan asas Islam mengalami fusi menjadi satu partai saja dalam PPP.

Penyederhanaan partai jelas memudahkan kontrol oleh pemerintah. Bersama Golkar yang

dianggap bukan partai politik, melainkan merupakan Golongan Karya, tetapi mempunyai semua

hak partai politik, rezim Presiden Soeharto hanya perlu mengawasi dua partai politik, sambil

mendesakkan kemenangan Golkar dalam tiap pemilu. Pegawai negeri diharuskan menjadi

anggota Golkar dengan alasan monoloyalitas, sementara suara untuk Golkar dari tiap institusi

pemerintah dan lembaga negara diawasi secara ketat. Lembaga pengawasan resmi seperti DPR

dibuat tak berdaya di bawah kontrol eksekutif. Pers diawasi dengan ketat dan tiap telepon dari

Page 14: KONSEP DEMOKRASI

pejabat ke redaksi koran/majalah berita jadi alarm bahwa penerbitan koran dan majalah itu dapat

berakhir dengan ditariknya surat izin usaha penerbitan pers oleh Kementerian Penerangan.

Semua ini menyebabnya meluasnya proses delegitimasi kekuasaan Presiden Soeharto, yang

mencapai titik nadirnya pada Mei 1998. Pada 13 Mei 1998, rakyat meminta Presiden Soeharto

mengundurkan diri. Pada 18 Mei 1998, mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR dan Ketua

DPR/MPR Harmoko membuat pernyataan agar Presiden mengundurkan diri. Dalam pada itu

sejumlah menteri kabinet mulai mengambil jarak dari Soeharto. Akhirnya, di luar dugaan banyak

orang, Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 pagi menyatakan mundur dan menyerahkan

kekuasaan kepada BJ Habibie. Dengan itu dimulailah reformasi politik di Indonesia, sebagai

perubahan besar dalam politik di Indonesia setelah peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru 32

tahun sebelumnya.

Sibuk dengan hal-hal kecil

Dalam dua perubahan politik yang besar ini, sulit sekali kita dapat mencatat apa peran partai

politik dalam mendorong perubahan, dibandingkan dengan peran para mahasiswa misalnya.

Lebih tepat untuk mengatakan bahwa partai politik adalah pihak yang menikmati perubahan

politik yang digerakkan oleh kekuatan sosial lainnya. Mengapa demikian?

Kalau diperhatikan agak cermat, ada dua kecenderungan yang semakin meluas dalam praktik

politik kita dan tecermin juga dalam perilaku partai politik. Pertama, kesibukan dengan diri

sendiri cenderung lebih tinggi intensitasnya daripada kemampuan membuka diri untuk

dikonfrontasikan dengan pengalaman-pengalaman dari luar. Sikap self-centered ini menandai

taraf kematangan yang belum tinggi, seperti halnya anak kecil yang melihat dirinya sebagai pusat

dunia sehingga segala sesuatu harus disesuaikan dengan keinginannya. Sebagai contoh soal,

anggota DPR kita cukup sering melakukan studi banding ke luar negeri, tetapi belum pernah kita

mendengar/membaca laporan mereka tentang apa yang dipelajari dari parlemen negara-negara

lain yang mereka kunjungi. Tentulah akan berguna untuk kerja DPR dan bagi pendidikan politik

masyarakat luas kalau mereka bisa melaporkan bagaimana parlemen negara lain melaksanakan

tugas legislasi: berapa banyak UU yang harus mereka hasilkan dalam satu tahun kerja, apa saja

kriteria dalam menentukan UU yang harus dibuat, bagaimana parlemen membuka kesempatan

Page 15: KONSEP DEMOKRASI

untuk debat publik tentang sebuah RUU yang menjadi syarat terlaksananya demokrasi deliberatif

dan apakah ada sanksi kalau parlemen gagal menghasilkan jumlah UU yang diharuskan.

Hal yang sama dapat dikatakan tentang partai politik. Adakah pelajaran yang dapat mereka

peroleh dari kontak dan interaksi dengan partai di negara lain? Misalnya tentang keuangan dan

pembiayaan partai politik, tentang institution building partai, tentang pendidikan politik para

kader partai, tentang pelaksanaan dan pengawasan demokrasi internal partai, tentang perekrutan

untuk posisi-posisi tertentu dalam struktur partai dan kepemimpinan yang lebih demokratis

dalam partai.

Hal kedua: trivialisme, yaitu kecenderungan untuk sibuk dengan hal-hal kecil yang kurang

penting karena ketiadaan perspektif untuk melihat dan terlibat dalam suatu common cause atau

tujuan bersama yang besar yang harus diperjuangkan bersama. Pikiran dan orientasi pada suatu

tujuan besar akan merelatifkan berbagai hambatan oleh hal-hal kecil yang sering berhubung

dengan kepentingan diri. Dalam politik pun berlaku dalil: ekologi akan menyingkirkan banyak

unsur ekologi. Pengetahuan dan wawasan tentang ekologi politik akan merelatifkan kepentingan-

kepentingan kecil yang berhubung dengan tuntutan ego setiap orang.

Semua ini memerlukan reorientasi besar dan determinasi yang kuat dan bukan sesuatu yang

given dalam praktik politik. Kata Alexis de Tocqueville, a man cannot gradually enlarge his

mind as he does his house. Memperbesar dan memperluas rumah secara bertahap itu lebih

mudah dilakukan daripada memperluas pemikiran dan wawasan seseorang.