konsep dan praktik kerukunan antar umat beragama …
TRANSCRIPT
KONSEP DAN PRAKTIK KERUKUNAN ANTAR UMAT
BERAGAMA DI MASYARAKAT PANONGAN,
TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Muhammad Ibnu Sina
NIM: 11140321000048
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/2021 M
KONSEP DAN PRAKTIK KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI
MASYARAKAT PANONGAN, TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Muhammad Ibnu Sina
NIM: 11140321000048
Di bawah Bimbingan
Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer
NIP: 19510304 198203 1 003
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/2021 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSYAH
Skripsi yang berjudul KONSEP DAN PRAKTIK KERUKUNAN ANTAR
UMAT BERAGAMA DI MASYARAKAT PANONGAN, TANGERANG,
telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Juli 2021, Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)
program Strata Satu (S1) Jurusan Studi Agama-Agama.
Jakarta, 13 Juli 2021
Panitia Sidang Munaqosyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Syaiful Azmi, MA
NIP. 19710310 199703 1 005
Lisfa Sentosa Aisyah, MA
NIP. 19750506 200501 2 003
Anggota,
Penguji I,
Penguji II,
Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si
NIP. 19651129 199403 1 002
Syaiful Azmi, MA
NIP. 19710310 199703 1 005
Pembimbing,
Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer
NIP. 19510304 198203 1 003
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhammad Ibnu Sina
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan/Prodi : Studi Agama-agama
Judul Skripsi : Konsep dan Praktik Kerukunan Antar Umat Beragama di
Masyarakat Panongan, Tangerang.
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 Juli 2021
Muhammad Ibnu Sina
i
ABSTRAK
Muhammad Ibnu Sina (11140321000048) “Konsep dan Praktik Kerukunan Antar Umat Beragama di Masyarakat Panongan,
Tangerang”
Kerukunan umat beragama merupakan suatu keadaan dimana antar umat
beragama dapat saling menerima, saling menghormati keyakinan masing-masing,
saling tolong menolong, dan bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama.
Kerukunan umat beragama berarti kebersamaan antara umat beragama dengan
pemerintah dalam rangka suksesnya pembangunan nasional dan menjaga Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kerukunan umat beragama juga memiliki arti
saling memahami, saling mengerti, dan saling membuka diri dalam bingkai
persaudaraan. bila pemaknaan ini dijadikan pegangan kerukunan adalah sesuatu
yang ideal dan didambakan oleh masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan kerukunan
yang dilakukan oleh masyarakat ataupun pemuka agama dalam menjaga
kerukunan umat berbeda agama antara pemeluk agama di Kecamatan Panongan.
Selanjutnya mengetahui faktor pendukung maupun penghambat penerapan
kerukunan dalam upaya menjaga kerukunan umat beragama di Panongan agar
tetap tepelihara.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat kualitatif
deskriptif dengan tujuan menggambarkan fenomena kerukunan umat beragama
antara masyarakat Islam, Katholik, Kristen, Budha dan Khonghucu secara objektif
dari suatu fakta di lapangan. Sumber data dalam penelitian ini meliputi data
primer dan data sekunder, pengumpulan datanya meliputi observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Dari hasil analisis data ini kemudian di tarik kesimpulan.
Hasil penelitan menunjukkan bahwa: 1) Bentuk-bentuk kerukunan umat
beragama di Panongan adalah adanya peran aktif pemuka agama dengan
menerapkan kerukunan umat beragama dalam bingkai toleransi, interaksi, dan
komunikasi. Bekerjasama di bidang sosial kemasyarakatan maupun di bidang
agama, sosial individu, musyawarah dengan umat seagama maupun umat
beragama lain, dan memiliki rasa kepedulian terhadap sesama maupun terhadap
lingkungan yang memiliki kemajemukan agama. 2) Faktor-faktor pendukung
yang mempengaruhi terjadinya kerukunan umat beragama di Panongan adalah
adanya sikap toleransi yang dimiliki oleh setiap golongan masyarakat, bentuk-
bentuk interaksi yang dilakukan oleh pemuka agama lalu ditiru oleh masyarakat,
dan komunikasi sosial yang baik diantara masyarakat. Sedangkan yang menjadi
faktor penghambat adalah adanya kesalah pahaman atau keegoisan masing-
masing individu dari kalangan yang tidak ingin terciptanya kerukunan umat
beragama.
Kata Kunci: Kerukunan Antar Umat Beragama, Praktik Kerukunan.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah Rabb Al-Amiin, Segala puji bagi Allah yang senantiasa
memberikan karunia dan rahmat-Nya yang telah memberikan anugerah-Nya
sehingga penulis masih diberikan kesempatan menulis dan menyelesaikan skripsi.
Tak terlupa shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang jauh dari kata sempurna ini tidak
akan dapat selesai tanpa adanya dukungan dari banyak pihak baik secara materil
ataupun moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Dengan penuh rasa rendah hati izinkanlah penulis mengungkapkan
rasa terima kasih kepada beliau-beliau yang telah banyak berjasa dalam
membantu penyelesaian tugas akhir ini:
1. Keluarga besar babeh Yahya dan mamah Luluk yang tidak pernah lepas
memberikan kasih sayangnya mulai dari kecil sampai waktu yang tak terkira,
terima kasih selalu memberikan semangat, motivasi, kasih sayang, dan doa
yang tulus untuk kesuksesan penulis, dan juga untuk kakak-kakak, mas Kahfi,
mba Emal, mas Fikri, mba Novi, mas Alfi dan adik-adik tercinta, Fikar, Sita
dan Siti semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya dan memberikan umur
panjang kepada mereka.
2. Bapak Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer selaku dosen pembimbing penulis yang
telah memberikan arahan, saran serta perhatiannya kepada penulis dan dengan
iii
sangat sabar membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Dan
Bapak Prof. Dr. Media Zainul Bahri, MA selaku dosen Penasehat Akademik
yang memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan dengan baik.
Semoga senantiasa sehat dan diberikan kelancaran dalam segala urusannya.
Āamīin.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A Selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Syaiful Azmi, MA ketua Jurusan Studi Agama-agama Fakultas
Ushuluddin dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MA selaku sekertaris Jurusan Studi
Agama-agama. Serta seluruh dosen dan staff akademik Fakultas Ushuluddin,
khususnya Jurusan Studi Agama-agama yang telah membagikan waktu,
tenaga dan ilmu pengetahuan juga pengalaman berharga kepada penulis.
6. Teman-teman seperjuangan, kepada seluruh teman Jurusan Studi Agama-
agama angkatan 2014. Khususnya kepada Irfan, Swandi, Athoilah, Ryan, Eko,
Misbah, Wamos, Nana, Ojan, Salwa, Tika, Shana yang selalu mengisi hari-
hari kuliah penulis dengan penuh kenangan. Semoga kita semua tetap dalam
ikatan silaturahmi dan jalinan pertemanan yang indah.
Semoga peran-peran beliau semua mendapat imbalan yang
sepantasnya dan mendapatkan ridho dari Allah SWT. Āamīin. Semoga penelitian
ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umunya bagi para
pembaca agar selalu berpegang pada ajaran-ajaran Rasulullah SAW. Āmīn. Kritik
dan saran serta solusi sangat penulis harapkan dari berbagai pihak guna
iv
penyempurnaan dari kebaikan karya-karya penulis nantinya. Semoga Allah SWT
senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jakarta, 13 Juli 2021
Muhammad Ibnu Sina
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................................. 9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................... 10
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 11
E. Metodologi Penelitian ................................................................................ 12
F. Sumber dan Jenis Data ............................................................................... 14
G. Sistematika Penulisan................................................................................. 17
BAB II GAMBARAN UMUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA .......... 19
A. Definisi Kerukunan Umat Beragama ......................................................... 19
B. Sejarah Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia .................................... 23
C. Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Agama-agama................... 27
BAB III LETAK GEOGRAFIS DAN KONDISI SOSIOLOGIS WILAYAH
PANONGAN ........................................................................................................ 35
A. Sejarah Panongan ....................................................................................... 35
B. Letak Geografis .......................................................................................... 37
C. Sosial Kemasyarakatan .............................................................................. 38
BAB IV HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI PANONGAN ...... 47
A. Hubungan Antar Umat Beragama .............................................................. 47
B. Faktor Penghambat Kerukunan .................................................................. 54
C. Faktor Pendukung Kerukunan.................................................................... 57
D. Peran Pemerintah dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama ................ 61
vi
E. Hasil Penelitian Kerukunan Antar Umat Beragama .................................. 63
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 66
A. Kesimpulan ................................................................................................ 66
B. Saran ........................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 68
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan dalam hidup beragama pada masyarakat
heterogen adalah menyangkut kerukunan. Heterogenitas masyarakat antar
agama merupakan sunnatullah bahwa manusia memiliki sikap saling
ketergantungan dalam menggali dan mengembangkan potensi-potensi agar
menjadi masyarakat antar agama yang dinamis.
Keberagamaan di Indonesia memiliki peran penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Hal ini dipertegas dalam ideologi bangsa Indonesia yaitu
Pancasila pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di
Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi, dan budaya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan
untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya dan menjamin semuanya
akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”.1
Keberagamaan merupakan suatu hal yang sensitif yang bisa
menimbulkan ketidakrukunan dan pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia yang dapat mengakibatkan tidak berhasilnya pembangunan
nasional. Oleh karena itu keberadaan agama-agama serta penganutnya ini
hendaknya benar-benar menyadari bahwa Tri Kerukunan Hidup Beragama
sungguh sangat penting dan bermanfaat dalam upaya kita mewujudkan
persatuan dan kesatuan bangsa. Bentuk Tri kerukunan hidup beragama yang
1 Daimah. “Peran Perempuan dalam Membangun Kerukunan Umat Beragama: Studi
Komparatif Indonesia dan Malaysia”, Jurnal Pendidikan Islam el-Tarbawi, Vol. XI No. 1,
Yogyakarta, 2018., h. 132.
2
telah disepakati, yakni : (1) Kerukunan intern umat beragama, (2) Kerukunan
antarumat beragama, dan (3) Kerukunan antara umat beragama dengan
pemerintah.2
Akhir-akhir ini, ketidakrukunan antar umat beragama dipicu oleh
bangkitnya sikap fanatik keagamaan yang menghasilkan berbagai
ketidakharmonisan di tengah-tengah kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat. Selanjutnya yang lebih serius, anggapan bahwa agamanya
sendiri yang benar, sedangkan yang lain salah. Bahkan tidak saja berhenti
pada saat telah memegangi keyakinannya itu, tetapi juga memaksa orang lain
untuk mengikuti jalan pikirannya.
Keadaan seperti itu bagi sementara orang mengartikannya sebagai hal
telah munculnya sebuah sikap intoleransi. Oleh karenanya dengan serbuan
modernitas dan globalisasi, agama-agama harus menjauhkan dari doktrin yang
sifatnya mengikat secara universal dan harus menerima secara politis agar
secara bersama-sama menjalani eksistensi di dalam masyarakat majemuk.
Selain itu adanya perbedaan yang cukup mencolok dalam status sosial,
ekonomi dan pendidikan antar berbagai golongan agama, kurangnya
komunikasi antar pemimpin masing-masing umat beragama dan adanya
kecenderungan fanatisme yang berlebihan antar umat beragama sehingga
2 Muhammad Anang Firdaus. “Eksistensi Forum Kerukunan Umat Beragama dalam
Memelihara Kerukunan Umat Beragama di Indonesia”, Jurnal Kontekstualita, Vol. 29, No. 1,
Jayapura, 2014., h. 62.
3
mendorong munculnya sikap kurang menghormati bahkan memandang rendah
pihak lain.3
Kenyataan yang terjadi sepanjang perjalanan kehidupan manusia
selama ini, ketegangan dan bahkan kerusuhan berkepanjangan atas nama
agama masih sering terjadi. Contohnya kegiatan-kegiatan masyarakat agama
dalam menyambut hari besar keagamaan normalnya berjalan dengan baik.
Hanya saja terdapat sebuah catatan dalam hal ini, di desa Ciakar kecamatan
Panongan pada bulan Desember tahun 2003, pernah terjadi kemarahan umat
Islam ketika masyarakat Kristiani ingin mendirikan rumah ibadah di daerah
pemukiman umat muslim. Kemudian kekhawatiran terhadap beredarnya isu
kristenisasi yang berkembang liar ditengah-tengah masyarakat. Namun hal ini
tidak berlangsung lama karena akhirnya pendirian gereja di pending setelah
adanya kesepakatan antara umat muslim dan panitia pendirian gereja bahwa
akan terlebih dahulu didirikannya masjid, dengan hal demikian kemarahan
umat muslim di Panongan tidaklah sampai berlarut-larut.4
Penyebab timbulnya kerawanan hubungan bahkan kerusuhan antar
umat beragama bersumber dari berbagai aspek yang diantaranya sifat dari
masing-masing agama yang mengemban tugas dakwah seperti Islam, Kristen
dan Buddha, kurangnya pengetahuan para pemeluk agama terhadap agamanya
sendiri dan pihak lain, kaburnya batas antara sikap memegang teguh
keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat, kecurigaan
3 M. Atho Mudzhar . Konflik Etno Religius Indonesia Kontemporer. (Jakarta: Badan
Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2003), h. 34. 4 Wawancara dengan H. Anwar Munawar Ketua MUI Kecamatan Panongan, 1 September
2020.
4
masing-masing pihak akan kejujuran pihak lain baik intern umat beragama,
antar umat beragama, maupun antar umat beragama dengan pemerintah.
Oleh sebab itu, perlu orang-orang yang menunjukkan diri sebagai
manusia beriman dan beragama dengan taat, namun berwawasan terbuka,
toleran, rukun dengan mereka yang berbeda agama. Disinilah letak salah satu
peran umat beragama dalam rangka hubungan antar umat beragama, yaitu
mampu beriman dengan setia dan sungguh-sungguh, sekaligus tidak
menunjukkan fanatik agama dan fanatisme keagamaan.
Agama yang mestinya dapat membumi dalam kehidupan antar
pemeluknya, oleh penganutnya terkadang tidak dapat dijadikan sebagai
institusi integritas masyarakat antar umat beragama. Oleh karena itu, kiranya
konflik yang mengatasnamakan agama perlu dianalisa dalam hubungan
politik, ekonomi maupun sosial budayanya.
Apabila masih terlihat gesekan-gesekan dipermukaan, maka masalah
kerukunan sejati tetap dibangun atas dasar nilai-nilai keadilan, kebebasan dan
hak asasi manusia, yang menyentuh keluhuran martabat manusia. Semakin
dalam rasa keagamaan, maka semakin dalam pula rasa keadilan dan
kemanusiaannya.5
Kerukunan umat beragama bukan sekedar terciptanya keadaan dimana
tidak ada pertentangan intern umat beragama, antar golongan-golongan agama
dan antara umat beragama dengan pemerintah, tetapi juga keharmonisan
hubungan dalam dinamika pergaulan dan kehidupan bermasyarakat yang
5 AM Ghazali. “Teologi Kerukunan Beragama dalam Islam : Studi Kasus Kerukunan
Beragama di Indonesia”. Anal J Studi Keislam, Vol. 13, 2017., h. 271–292.
5
saling menguatkan dan diikat oleh sikap mengendalikan diri dalam wujud:
Pertama, saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agamanya. Kedua, Saling hormat menghormati dan bekerja sama
intern pemeluk agama, antar berbagai golongan agama dan antar umat
beragama dengan pemerintah yang sama-sama bertanggung jawab
membangun bangsa dan negara. Ketiga, saling tenggang rasa dengan tidak
memaksakan agama kepada orang lain.
Hubungan dan kerja sama antar umat beragama merupakan bagian dari
hubungan sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam hal ini
diperintahkakan Allah dalam isi kandungan QS. Al-Hujurat ayat (13): “Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara
kamu, sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”.
Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun
budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang
lingkup kebaikan. Islam mengakui hak hidup agama-agama lain, dan
membiarkan para pemeluk agama lain tersebut untuk menjalankan ajaran
agamanya masing-masing, inilah dasar ajaran Islam mengenai kerukunan
umat beragama. Akan tetapi kerukunan umat beragama tidak diartikan
sebagai sikap masa bodoh terhadap agamanya.6
6Adeng Muchtar Ghazali, Pemikiran Islam Kontemporer Suatu Refleksi Keagamaan
Yang Dialogis (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 55-58.
6
Dalam upaya memelihara kerukunan hidup umat beragama tidaklah
berarti mempertahankan suatu keyakinan yang fanatik sehingga menghambat
kemajuan masing-masing agama. Kerukunan itu harus dilihat dalam konteks
perkembangan masyarakat yang dinamis, yang menghadapi beraneka
tantangan dan persoalan.
Gagasan pembaharuan yang dikemukakan Cak Nun khususnya
tentang gagasan mewujudkan kerukunan umat beragama. Menurutnya jika
dalam al-Qur‟an surat al-Ma‟idah ayat 13 disebutkan bahwa manusia
diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling mengenal
dan menghargai, maka pluralitas ini meningkat menjadi pluralisme, yaitu
suatu sistem nilai yang memandang secara positif kemajemukan itu sendiri,
dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berusaha untuk berbuat sebaik
mungkin.7
Dalam hal ini penulis mencoba untuk mengidentifikasi masyarakat
yang mempunyai peran dalam aspek kehidupan sosial, demikian juga umat
beragama mempunyai peranan yang sangat penting bagi lingkungan dalam
kehidupan keagamaan, termasuk peran untuk menciptakan dan memelihara
kehidupan yang rukun, baik di kalangan intern umat maupun antar umat
beragama dalam masyarakat.
Maka keikutsertaan dan peran aktif umat beragama dalam
mewujudkan kondisi yang rukun di kalangan masyarakat sangat dibutuhkan.
7 Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1992) h. viii-xx.
7
Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk merawat keberagamaan
yang telah dijaga sejauh ini oleh pemerintah melaluli FKUB (Forum
Kerukunan Umat Beragama) sehingga terus tercipta suasana kehidupan yang
saling hormat menghormati, harmonis ditengah keberagamaan yang sejauh ini
hadir ditengah-tengah masyarakat Kabupaten Tangerang.
Menurut KH. Maski, Kabupaten Tangerang saat ini menjadi
miniaturnya Indonesia terlebih di wilayah Kecamatan Panongan, karena
beragam etnis maupun agama di Indonesia hadir di daerah yang terkenal
dengan sebutan kota 1001 industri, sehingga menjadi tujuan urbanisasi
masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. Saat ini kegiatan-kegiatan yang
sering dilakukan adalah menjalin silaturahmi, karena dengan saling mengenal,
tentunya akan tercipta rasa saling menyayangi.8
Berikutnya pandangan dari tokoh agama Katolik di Panongan, Felix
Supranto, menurutnya, membangun kerukunan bukan sekadar berada dalam
level perkataan, tetapi lebih pada level perbuatan. Nasihat berikut ini
“Berkatalah kalau diperlukan, tetapi berbuatlah banyak” mempertegas prinsip
tersebut. Tindakan kecil seperti perjumpaan dengan para santri di pondok
pesantren, mempererat tali silaturahmi dengan para tokoh keagamaan dan
menghadiri undangan syukuran dapat menjadi cahaya kerukunan,
persaudaraan dan perdamaian karena berbasiskan hati nurani dan kasih.
Oleh karenanya, daripada selalu mengeluhkan persoalan tentang
intoleransi, hendaknya lebih baik menjadi cahaya kecil kerukunan. Menjadi
8 Wawancara pribadi dengan Ketua FKUB Kabupaten Tangerang, pada tanggal 25
November 2018.
8
cahaya kecil kerukunan akan melahirkan harapan dan kebahagiaan, sebaliknya
jika terus menerus mengeluhkan persoalan yang terjadi hanyalah akan
melumpuhkan.9
Penting bahwasannya yang butuh dikedepankan saat ini adalah sikap
saling menghargai antar pemeluk agama, kerukunan umat beragama tidak
akan menjadi apa-apa tanpa ada perubahan orientasi dari kaum agama untuk
berani keluar dari pemahaman sebelumnya. Dalam hal ini diperlukan adanya
transformasi internal yang signifikan dalam tradisi agama. Tanpa perubahan
seperti itu, pada akhirnya kerukunan umat beragama tidak lebih dari sekedar
wacana yang tidak memiliki banyak keterlibatan dalam tingkah laku antar
pemeluk agama.
Mengingat keberagamaan merupakan realitas dan ketentuan dari
Tuhan, maka diperlukan tenggang rasa dan usaha untuk memelihara dengan
mengarahkannya kepada kepentingan dan tujuan bersama. Perbedaan yang
terjadi merupakan fakta yang harus disikapi secara positif sehingga antar
pemeluk agama terjadi hubungan kemanusiaan yang saling menghargai dan
menghormati. Memang agama itu bersifat universal, tetapi beragama tidak
mengurangi rasa kebangsaan, bahkan menguatkan rasa kebangsaan.
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang kerukunan umat
beragama belum banyak dilakukan kecuali yang berkaitan dengan interaksi
sosialnya, dan kebanyakan peneliti bertolak pada suatu pandangan bahwa
perbedaan agama atau keyakinan akan mempengaruhi hubungan sosial di
9 Wawancara pribadi dengan Tokoh Agama Katolik Panongan, pada tanggal 8 Desember
2018.
9
antara masyarakat. Penelitian ini berpijak pada trilogi kerukunan yang
meliputi kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama,
dan kerukunan antara umat bergama dengan pemerintah.10
Melalui penelitian ini, penulis ingin meneliti lebih dalam lagi
mengenai praktik kerukunan umat beragama yang berkembang serta di
pahami masyarakat dalam upaya membina serta memelihara kerharmonisan
dalam menjalani kehidupan beragama di wilayah Kecamatan Panongan
Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Berdasarkan pada latar belakang di
atas, maka judul skripsi yang diangkat oleh penulis adalah “Konsep dan
Praktik Kerukunan Antar Umat Beragama di Masyarakat Panongan,
Tangerang)”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam penulisan penelitian ini tidak melebar, maka
penulis membatasinya penelitian ini hanya mencakup tentang konsep dan
praktik kerukunan umat beragama di wilayah Panongan. Adapun rumusan
masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana masyarakat Panongan Muslim dan non Muslim
mengimplementasikan kerukunan umat beragama?
2. Bagaimana masyarakat Panongan Muslim dan non Muslim
menjadikan wilayahnya sebagai daerah yang tentram dan damai dalam
upaya membina kerukunan umat beragama di Kabupaten Tangerang?
10
Khairah Husin, “Peran Mukti Ali dalam Pengembangan Toleransi Antar Agama di
Indonesia”, Jurnal Ushuluddin, Vol. XXI, No. 1, 2014., h. 105.
10
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang disampaikan di atas, maka tujuan
penulisan ini dimaksudkan untuk:
a. Mengetahui upaya yang telah dilakukan masyarakat dalam hal
mengimplementasikan kerukunan umat beragama.
b. Mengetahui pandangan masyarakat beragama mengenai kerukunan
umat beragama serta aktualisasinya.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini dibagi menjadi tiga, yakni kegunaan teoritis,
praktis dan Akademis.
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
sumbangan data ilmiah.
b. Kegunaan Praktis
Sementara kegunaan praktis dari penelitian ini adalah mencoba
untuk merespon serta memberikan masukan bagi masyarakat dan
pihak-pihak terkait yang mempunyai kepentingan dalam
memahami makna kerukunan antar umat demi keberlangsungan
hidup beragama. Dan hasil penelitian ini dapat bermanfaat serta
menjadi rujukan penelitian-penelitian serupa dikemudian hari.
c. Kegunaan Akademis
Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
persyaratan akhir perkuliahan guna mendapatkan gelar Sarjana
11
Agama (S.Ag) jurusan studi-studi Agama Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Tinjaun Pusataka
Peneliti berusaha melakukan penelitian terhadap pustaka yang ada,
berupa karya-karya penelitian terdahulu yang mempunyai relevansi dengan
topik yang diteliti, diantaranya:
1. Buku yang ditulis oleh Bashori Abdul Hakim dengan judul
“Memelihara Harmoni Dari Bawah: Peran Kelompok Keagamaan
Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama”. Fokus dari
penelitian ini dimaksudkan, pertama, mengidentifikasi kelompok-
kelompok keagamaan yang diteliti. Kedua, mendata kegiatan-kegiatan
yang dilakukan terkait pemeliharaan kerukunanan umat beragama, dan
ketiga, meneliti faktor pendukung dan penghambat terwujudnya
kerukunan.
2. Skripsi Adelina Fauziah mahasiswa fakultas Ushuluddin UIN Jakarta
tahun 2016 dengan judul “Harmoni Dalam Perbedaan Studi Kerukunan
Islam dan Kristen Di Perbatasan Desa Jungjang dengan Desa
Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon”. Fokus
penelitian Adelina Fauziah ini yaitu menggambarkan kerukunan
masyarakat di lingkungan Gereja Bethel dan Masjid di wilayah
perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun dengan menganalisa
interaksi masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial, politik, dan
budaya.
12
Seperti yang disebutkan di atas bahwa belum ada yang menuliskan
tentang judul “Konsep dan Praktik Kerukunan Antar Umat Beragama di
Masyarakat Panongan, Tangerang” yang menjadi pembeda dari
penelitian ini adalah penulis berusaha memahami dan menggali
pemahaman kerukunan umat beragama yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat Panongan, hanya skripsi inilah yang penulis temukan selama
melakukan tinjauan pustaka.
E. Metodologi Penelitian
i. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bermaksud untuk
memperoleh data lebih maksimal di wilayah Panongan Kabupaten
Tangerang.
ii. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu,
penelitian yang tidak menggunakan perhitungan.11
Atau diistilahkan
dengan penelitian ilmiah yang menekankan pada karakter alamiah sumber
data. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertujuan untuk
menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan
data. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi bahkan sangat
terbatas. Tetapi jenis penelitian ini jika data telah terkumpul secara
mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu
11
Lexi J, Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2002), h. 2.
13
mencari sampling lainnya. Pendekatan ini lebih mengutamakan kedalaman
bukan banyaknya data.12
iii. Pendekatan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan dua pendekatan
yaitu:
Pertama, pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis dalam studi
agama berfokus kepada tokoh dan masyarakat yang memahami dan
mempraktikkan pola keagamaan, bagaimana pengaruh masyarakat
terhadap agama dan pengaruh agama terhadap masyarakat.13
Kedua, Fenomenologi memberikan model pertanyaan yang deskriptif,
reflektif, interpretatif untuk memperoleh esensi pengalaman. Menurut
Husserl dan Hedegger deskriptif dari fenomenologi itu menyatakan bahwa
struktur dasar dari dunia kehidupan tertuju pada pengalaman (lived
experience) pengalaman dianggap sebagai persepsi individu terhadap
kehadirannya didunia.14
Fenomenologi berusaha mengungkapakan apa yang menjadi realitas
dan pengalaman yang dialami individu, mengungkapkan dan memahami
sesuatu yang tidak nampak dari pengalaman subjektif individu. Oleh
karenanya, peneliti tidak dapat memasukkan dan mengembangkan asumsi-
asumsinya di dalam penelitiannya.15
12
M. Hariwijaya, Metodologi dan Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi untuk Ilmu
Sosial dan Humaniora (Yogyakarta: Parama Ilmu, 2015), Cet. II, h. 85-86. 13
Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),
h. 44. 14
Donny Gahral Anwar. Pengantar Fenomenologi (Depok: Koekoesan, 2010), h. 42 15
J W Creswell, Research Design: Quantitative And Qualitative Approach (London:
Sage, 1994), h. 53.
14
iv. Analisis Data
Data yang dikumpulkan melalui kearsipan dan kepustakaan, data tersebut
dapat dideskripsikan secara menyeluruh, dianalisa, dan diinterpretasikan.
Kemudian data lain akan diperoleh dari studi lapangan dengan teknik
wawancara yang dipergunakan sebagai pembanding dan mencari makna
bagi pemeluknya.
F. Sumber dan Jenis Data
Sumber dan jenis data (heuristik), yaitu kegiatan mencari dan
mengumpulkan data.
A. Sumber Data
Inti dari sebuah penelitian adalah menemukan data, oleh karena itu
keberadaannya sangat penting dalam penelitian. Menurut Suharsimi
Arikunto, yang dimaksud dengan sumber data ialah subjek dari mana
sebuah data bisa diperoleh. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi,
maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data sedangkan isi
dokumentasinya atau isi catatannya menjadi subjek penelitian.16
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan
tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.17
Tentunya data-data tersebut harus berkaitan dengan judul yang dibahas
dalam skripsi ini, yaitu mengenai Konsep dan Praktik Kerukunan Antar
Umat Beragama di Masyarakat Panongan, Tangerang. Sumber data ini
dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
16 Suharsimi Ari Kunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), h.172. 17
Lexi J, Moloeng, Metode penelitian kualitatif, h. 157.
15
Sumber data primer adalah sumber data yang dapat memberikan data
penelitian secara langsung. Sumber data primer ini merupakan sumber
utama, berupa karya yang ditulis langsung oleh penganutnya sendiri
maupun yang ahli dalam bidangnya. Sedangkan sumber data sekunder
adalah data yang materinya secara tidak langsung berhubungan dengan
masalah yang diungkapkan. Sumber data sekunder ini digunakan sebagai
pelengkap dari sumber data primer.18
Adapun sumber-sumber sekunder yang digunakan penulis adalah:
1). Prof. H. Marzani Anwar, MA., et.al. Potret Kerukunan Umat
Beragama Di Indonesia Bagian Barat. Jakarta: Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama Jakarta, 2011. 2). Kementerian Agama dalam
Editor Wawan Djunaedi & Ida Ahdiah, Pelangi Agama di Ufuk Indonesia.
Jakarta: PKUB, Cet. 3, 2016. 3). Alo Liliweri. Prasangka dan Konflk.
Yogyakarta: LKIS. 2005. 4). Aslati, “Optimalisasi Peran FKUB Dalam
Menciptakan Toleransi Beragama di Kota Pekanbaru”, Jurnal Toleransi:
Media Komunikasi Umat Beragama, Vol 6, (Juli Desember 2014), no. 2.
5). M. Ridwan Lubis, Agama dalam Perbincangan Sosiologis, Bandung:
Cipta Pustaka Media Perintis, cet. I. 2010.
B. Sumber Lapangan
1. Pengamatan (Observasi), ialah melakukan pengamatan suatu keadaan,
suasana, peristiwa, menghimpun, memeriksa, dan mencatat dokumen-
dokumen yang menjadi sumber data penelitian. Penulis terjun
18
Suharsimi Ari Kunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), h.117.
16
langsung ke lokasi guna mengamati keadaan lingkungan dan
masyarakat di Panongan sekarang.
2. Wawancara mendalam (Indepth Interview), ialah pengumpulan data
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung oleh
pewawancara kepada responden.19
Dalam penelitian ini yang menjadi
responden adalah tokoh-tokoh yang berkepentingan dan masyarakat
sekitar yang dianggap relevan dengan objek penelitian. Wawancara
dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan
tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-
pendirian mereka. Wawancara merupakan suatu pembantu utama dari
metode observasi.20
3. Dokumentasi, ialah suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar maupun elektronik.21
Penulis mendapatkan data dari
dokumentasi yang ada di Panongan yang sesuai dengan masalah
penelitian.
4. Secondary-Source, pengumpulan data-data dari media atau dari
organisasi-organisasi lain.
C. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Desertasi) UIN Syarif
19
Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008), h. 67. 20
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT. Gramedia,
1977), cet.1, h. 129. 21
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 221.
17
Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Biro Akademik dan
Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan, skripsi tersebut dibagi
menjadi beberapa bab dan sub bab, yaitu:
BAB I : Pendahuluan menguraikan latar belakang masalah. Bab ini
membahas tentang alasan pemilihan judul, dengan
menunjukkan faktor yang mendorong pemilihan judul skripsi.
Kemudian diikuti dengan menuliskan rumusan masalah, tujuan
penelitian dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Secara garis
besar bagian ini bertujuan sebagai landasan teoritis
metodologis dalam penelitian.
BAB II : Penulis akan menjelaskan definisi kerukunan umat beragama,
sejarah kerukunan umat beragama di Indonesia dan ajaran-
ajaran keagamaan yang mendorong adanya kerukunan umat
beragama.
BAB III: Penulis akan mengemukakan atau menjelaskan kembali
gambaran umum mengenai wilayah Kabupaten Tangerang
terlebih Panongan yang meliputi sejarah, potret geografis,
sosial kemasyarakatan, sosial budaya, sosial keagamaan, sosial
ekonomi, serta sosial pendidikan.
BAB IV : Penulis akan menganalisa hasil penelitian lapangan mengenai
konsep yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat, relasi
keberagamaan, pembauran yang tercipta, praktik-praktik
18
kerukunan umat beragama mana saja yang sudah dilakukan
dan belum dilakukan masyarakat Panongan, Kabupaten
Tangerang.
BAB V : Penutup yang diantaranya terdapat kesimpulan dan saran. Yaitu
memuat kesimpulan yang mencakup intisari skripsi, saran dan
diakhiri dengan kata penutup.
19
BAB II
GAMBARAN UMUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
A. Definisi Kerukunan Umat Beragama
Pengertian kerukunan dalam kamus besar bahasa Indonesia kerukunan
berakar dari kata rukun yang berarti: (1) baik dan damai, tidak bertentangan:
kita hendaknya hidup rukun dengan tetangga: (2) bersatu hati, bersepakat:
penduduk kampung itu rukun sekali. Merukunkan berarti: (1) mendamaikan;
(2) menjadikan bersatu hati. Kerukunan: (1) perihal hidup rukun; (2) rasa
rukun; kesepakatan: kerukunan hidup bersama.1
Kerukunan umat beragama, mengandung arti hidup rukun walaupun
antar maupun intern umat beragama. Menurut Yustiani menjelaskan bahwa:
“Pengertian kerukunan umat beragama adalah terciptanya suatu hubungan
yang harmonis dan dinamis serta rukun dan damai diantara sesama umat
beragama di Indonesia”.2
Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli
sebagai berikut:
1). W. J.S Purwadarminta menyatakan Kerukunan adalah sikap atau sifat
menenggang berupa menghargai serta membolehkan suatu pendirian,
1 Imam Syaukani, Kompilasi Kebijakan Dan Peraturan perundang-Undangan Kerukunan
Umat Beragama, (Jakarta: Puslitbang, 2008), h. 5. 2 Yustiani, “Kerukunan Antar Umat Beragama Kristen dan Islam di Soe, Nusa Tenggara
Timur”, Jurnal Analisa, Vol. XV. No. 02, 2008., h. 72.
20
pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang lainya yang berbeda
dengan pendirian.3
2). Dewan Ensiklopedi Indonesia, Kerukunan dalam aspek sosial, politik,
merupakan suatu sikap membiarkan orang untuk mempunyai suatu
keyakinan yang berbeda. Selain itu menerima pernyataan ini karena
sebagai pengakuan dan menghormati hak asasi manusia.4.
Berikutnya dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonius,
dengan demikian, kerukunan berarti kondisi sosial yang ditandai oleh adanya
keselarasan, kecocokan, atau ketidak berselisihan. Kerukunan merupakan
kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola interaksi yang
beragam diantara unit-unit (unsur/sub-sistem) yang otonom. Kerukunan
mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling
menerima, saling mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta
sikap memaknai kebersamaan.5
Kerukunan umat beragama merupakan suatu keadaan sosial ketika
semua golongan agama dapat hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar
masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Kerukunan umat
beragama tidak akan mungkin lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap masa
bodoh atas hak keberagaman dan persaan orang lain. Dalam hal kerukunan
umat beragama juga tidak diartikan bahwa umat beragama dapat
3 W.J.S Porwadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986)
h.1084 4 Dewan Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Jilid 6, (Van Hoeve,t,th) h.3588. 5 Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, (Jakarta: Puslitbang,2005), h.7-8.
21
mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda, sebab hal itu
dapat merusak nilai-nilai keagamaan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat dikatakan bahwa
kerukunan hidup umat beragama mengandung tiga unsur penting: pertama,
kesediaan untuk menerima adanya perbedaan keyakinan dengan orang atau
kelompok lain. Kedua, kesediaan membiarkan orang lain untuk mengamalkan
ajaran yang diyakininya. Dan yang ketiga, kemampuan untuk menerima
perbedaan merasakan indahnya sebuah perbedaan dan mengamalkan
ajarannya. Keluhuran masing-masing ajaran agama yang menjadi anutan dari
setiap orang. Lebih dari itu, setiap agama adalah pedoman hidup umat
manusia yang bersumber dari ajaran tuhan.
Kerukunan umat beragama itu sendiri bisa diartikan dengan toleransi
umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus
bersikap lapang dada dan menerima adanya perbedaan antar umat beragama.
Selain itu masyarakat juga mesti saling menghormati satu sama lain dalam
hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama lain
tidak saling mengganggu.6
Adapun dalam konsep Islam, kerukunan diberi istilah tasamuh
(toleransi) yang berarti kerukunan sosial kemasyarakatan. Dalam tinjauan
Mawardi dan Marmiati menyebutkan bahwa: “Kerukunan adalah suatu
bentuk akomodasi yang tidak membutuhkan penyelesaian dari pihak lain
karena kedua belah pihak saling menyadari dan mengharapkan situasi yang
6 Wahyudin dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009), h. 32.
22
kondusif dalam kehidupan bermasyarakat”.7
Adapun menurut Ali
menyebutkan bahwa: “Toleransi berasal dari bahasa latin tolerare yang
berarti menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berpendapat
berbeda, berhati lapang dan tenggang rasa terhadap orang yang berlainan
pandangan, keyakinan, dan Agama”8 Menurut Baidhawy, mendeskripsikan
bahwa: Toleransi adalah kesiapan dan kemampuan batin bersama orang lain
yang berbeda secara hakiki meskipun terdapat konflik dengan pemahaman
anda tentang yang baik dan jalan hidup yang layak. Toleransi di sini bukanlah
dalam bidang akidah islamiah, karena akidah telah digariskan secara tegas
dalam Alquran dan Sunnah.9
Selanjutnya Fachruddin menambahkan bahwa: ”Yang dilarang dalam
toleransi adalah mendukung keyakinan pemeluk agama lain dengan
mengorbankan keimanan Islam (akidah) seseorang”.10
Adapun dalam bidang
akidah, seorang muslim hendaknya meyakini bahwa Islam adalah satu-
satunya agama yang benar sesuai dengan firman Allah Swt dalam QS.3:19
dan 85.
Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa
kerukunan umat beragama adalah suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk
membiarkan kebebasan kepada orang lain serta memberikan kebenaran atas
perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia. Kerukunan
7 Mawardi, Marmiati. “Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Di Daerah Transmigrasi
Palingkau Asri”, Jurnal Analisa, Vol. XV, No 02, 2008., h. 94. 8 Mukti Ali, Pluralisme Agama di Persimpangan Menuju Tuhan, (Salatiga: STAIN
Salatiga Press, 2006), h. 87. 9 Zakiyuddin Baidhawi, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta:
Erlangga, 2005), h. 79. 10
Fuad Fachruddin, Agama dan Pendidikan Demokrasi: Pengalaman Muhammadiyah,
dan Nahdlatul Ulama’, (Jakarta: Pustaka Alvabet dan Yayasan INSEP), h. 244.
23
diartikan adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antara semua orang
meskipun mereka berbeda secara suku, ras, budaya, agama, golongan.
Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena
sebelumnya ada ketidak rukunan serta kemampuan dan kemauan untuk hidup
bersama dengan damai dan tenteram.11
B. Sejarah Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negeri berpenduduk
lebih dari 260 juta jiwa dengan 17.800 pulau kecil dan besar dan 6.000 pulau
yang didiami, merupakan negeri kepulauan terbesar di dunia. Dalam
sejarahnya negeri ini selalu terbuka terhadap pemikiran-pemikiran dari luar
dan telah terbukti ramah terhadap budaya asing. Realitas demikian
menjadikan Indonesia sebagai negeri yang memiliki keanekaragaman dalam
berbagai hal, dari segi bahasa, adat, suku, kondisi alam, maupun agama.
Dengan demikian dilihat dari hampir seluruh sudut pandang Indonesia
memiliki kompleksitas yang tinggi.12
Dalam sejarah bangsa Indonesia, ternyata aspek-aspek kerukunan
antar umat beragama telah terwujud dengan jelas. Salah satu di antaranya
adalah apa yang terjadi dalam kerajaan Majapahit pada abad ke-12. Dalam
menjalankan pemerintahannya raja dibantu para ahli sesuai dengan bidang
keahlian masing-masin. Di bidang keagamaan, raja dibantu para ahli yang
memahami agama Hindu dan agama Buddha. Berikutnya suatu kehidupan
11
Said Agil Husain Al Munawar, fikih hubungan antar agama (Jakarta: Ciputat
Press ,2003), h.4. 12
Syamsul hadi, Abdurrahman Wahid: Pemikir Tentang Kerukunan Umat Beragama,
(Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press, 2005), h. 1-2.
24
yang penuh toleransi dan koeksistensi secara damai terjadi pula pada sekitar
abad ke-9, yaitu pada masa dinasti Sanjaya yang beragama Buddha
Mahayana. Kebudayaan Pela di Maluku, Mapulus di Sulawesi Utara dan
Rumah Betang di Kalimantan mengungkapkan secara realistis bagaimana
suatu kehidupan yang penuh dengan kerukunan telah dapat dibangun menjadi
kekayaan sejarah bangsa yang tiada ternilai.13
Munculnya istilah kerukunan umat beragama ditenggarai oleh pidato
Menteri Agama K.H. M. Dachlan dalam kegiatan Musyawarah Antar Agama
tanggal 30 November 1967, yang berisi:
“Adanya kerukunan antara golongan beragama adalah merupakan syarat
mutlak bagi terwujudnya stabilitas politik dan ekonomi yang menjadi
program kabinet Ampera. Oleh karena itu, kami mengharapkan sungguh
adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat beragama untuk
menciptakan “iklim kerukunan umat beragama”, sehingga tuntutan hati
nurani rakyat dan cita-cita kita bersama ingin mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur yang dilindungi Tuhan Yang Maha Esa itu benar-
benar dapat terwujud.”14
Dari isi penggalan pidato diatas, maka tersebutlah istilah
“Kerukunan Umat Beragama” yang kemudian menjadi istilah baku dalam
berbagai dokumen negara dan peraturan perundang-undangan, seperti GBHN
(Garis-garis Besar Haluan Negara), Keputusan Presiden, Keputusan-
13
Sairin Weinata, Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Berbangsa: Butir-
butir pemikiran (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, Cet. III, 2011), h. 6. 14
Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan
Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Jakarta: Depag RI, 2003), h. 4.
25
keputusan Menteri Agama, bahkan yang lebih serius pemerintah pernah
mengadakan satu proyek dengan nama Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup
Beragama.
Kerukunan umat beragama merupakan satu unsur penting yang
harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnya berbagai macam suku,
ras, aliran dan agama. Untuk itu sikap toleransi yang baik diperlukan
dalam menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut agar kerukunan umat
beragama dapat tetap terjaga, sebab perdamaian nasional hanya bisa dicapai
kalau masing-masing golongan agama pandai menghormati identitas
golongan lain.15
Untuk menciptakan keharmonisan hidup yang majemuk, bangsa
Indonesia telah melakukan berbagai upaya yang secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua. Pertama, upaya konstitusional dan politik,
seperti terlihat dalam penetapan undang-undang, peraturan, dan sejumlah
petunjuk mengenai penataan pluralitas itu. Kedua, membangun kemajemukan
dengan rasa tulus melalui penumbuhan kesadaran titik temu di tingkat
esoterik16
agama-agama secara tulus, untuk kemudian membangun
harmonitas kehidupan.
Secara konstitusional pemeliharaan keharmonisan hidup umat
beragama itu tercantum dalam penegasan Undang-Undang Dasar Negara
15
M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia (Jakarta: Media Dakwah, 1988), h. 209. 16
Mendeskripsikan kekuatan dan pengaruh yang terdapat didalam dunia yang fenomenal
dan sebuah proses untuk mewaspadai dan mengerti kekuatan tersebut.
26
Republik Indonesia tahun 1945 pasal 2917
, dan Sidang Istimewa Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 1998 yang merumuskan
bahwa salah satu upaya reformasi dalam bidang kehidupan beragama adalah
“membina kerukunan antar-umat beragama serta pembentukan dan
pemberdayaan jaringan kerja antar-umat beragama”.
Pada sisi lain telah dikeluarkan sejumlah peraturan pemerintah
menyangkut pembinaan kerukunan hidup umat beragama. Salah satu
diantaranya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
nomor 9 dan nomor 8 tahun 200618
yang mengatur tugas pemerintah dalam
pembinaan kerukunan hidup umat beragama berbasis kesadaran masyarakat,
dan pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di tingkat
daerah provinsi dan kabupaten-kota.
Dalam hal ini penulis menemukan penegasan bahwa sikap toleransi
berada di garda terdepan dalam mengawali kerukunan umat beragama. Hal ini
menjelaskan bahwa toleransi menjadi sikap awal untuk mengedepankan
kerjasama maupun keterbukaan dalam memelihara kerukunan umat
beragama.
17 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu". Kerja sama antarumat beragama
dalam berbagai bidang kehidupan dilakukan untuk mewujudkan kerukunan hidup. 18 Pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan
kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian
Rumah Ibadat
27
C. Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Agama-agama
a. Islam
Keharusan menghormati agama orang lain karena di samping
setiap agama mengajarkan kebaikan juga semuanya datang dari Tuhan.
Ajaran masing-masing agama atau disebut dengan syariat antara satu
dengan yang lainnya berbeda, namun semuanya mengandung kebaikan
dan menuju pada satu tujuan. Syariat adalah jalan, sedangkan Tuhan
adalah tujuan.19
Kerukunan umat beragama diakui sebagai konteks kongkrit dimana
agama dihayati oleh pemeluknya. Sebagai orang yang mengakui beragama
mesti menerima dan menghayati bahwa kerukunan umat beragama adalah
sebagai wujud manifestasi besarnya rahmat Tuhan. Hal ini dapat
dibuktikan melalui pesan normatif Tuhan dalam Al-Qur‟an surat Al-
Baqarah ayat 256:
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam),
sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar
dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan
beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh)
pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui.”.
Islam menjunjung tinggi kebebasan beragama seseorang untuk
memilih keyakinannya. Tiada paksaan dalam beragama Islam. Allah
menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Sebab paksaan
19
Budhi Munawar Rachman, Reorientasi Pembaruan Islam, (Jakarta: Lembaga Studi
Agama dan Filsafat, 2010), h. 539-540.
28
menyebabkan jiwa tidak tentram, menimbulkan pertengkaran dan
ketidakrelaan. Bahwa perbedaan agama adalah kehendak Tuhan sebagai
sebuah keniscayaan. Tujuan dari kehendak ini tidak lain adalah supaya
semua ciptaan-Nya di dunia ini menjadi seimbang baik secara fungsional
maupun secara struktural. Artinya, melalui pesan normatif tersebut Tuhan
menyatakan bahwa Dia menghargai heterogenitas (perbedaan) dalam
berbagai dimensi, baik bahasa, ras, suku, agama, bangsa, maupun adat
istiadat.
b. Kristen
Dalam perspektif Iman Kristiani juga tertulis jelas dalam Al-Kitab
bahwa sesama manusia harus saling kasih mengasihi yang tertuang dalam
Injil Markus 16:15 “Umat Kristen sebagai orang-orang yang percaya
dipanggil untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dengan memberikan
keselamatan yang disediakan Allah kepada segala makhluk”.20
Matius 22:39 “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” dari ayat
tersebut jelas bahwa perintah untuk saling mengasihi sesama manusia juga
terdapat dalam iman Kristen dan itu menjadi hukum yang kedua setelah
hukum yang pertama yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan
jiwa.
Setiap umat beragama menjalin kehidupan di dasari dengan aturan
Tuhan yang memerintahkan umatnya agar hidup rukun dan damai
20 Leks, Stefan, Mengenal ABC Kitab Suci Kanisius, (Yogyakarta: 1996), h.29.
29
memiliki cinta kasih dan saling tolong menolong, memandang baik orang
yang tidak memusuhi kita. Seperti Kalam Tuhan: “Berbahagialah orang
yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”
(Matius 5:9).
c. Katolik
Katolik sendiri selalu mengupayakan kerukunan umat beragama.Ini
ditegaskan pada Konsili Vatikan II melalui dokumen Nostra Aetate poin
ke-5 yang menyatakan :
Kita tidak dapat menyerukan nama Allah, Bapa segala
bangsa, bila kita tidak mau bersikap sebagai saudara terhadap
orang-orang tertentu, yang diciptakan menurut citra Allah.
Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan dengan sesamanya
begitu erat sehingga Allah berkata, “Barang siapa tidak mengasihi,
ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (1 Yoh 4:8).
Gereja mengecam segala bentuk diskriminasi dan penganiayaan
terhadap manusia berdasarkan keturunan, warna kulit, keadaan hidup,
ataupun agama.Oleh karena itu,mengikuti jejak rasul Petrus dan Paulus,
Konsili meminta dengan sangat kepada umat Kristen supaya “Milikilah
cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi”
(1Ptr 2:12), dan bila memungkinkan hidup berdamai dengan semua
orang sehingga kita semuadapat menjadi anak-anak Allah di surga.
Mengingat bahwa dalam peredaran jaman, telah timbul pertikaian
dan permusuhan yang tidak sedikit antara orang Kristen dan Islam, maka
konsili suci mengajak semua pihak untuk melupakan yang sudah-sudah,
30
dan mengusahakan dengan jujur saling pengertian dan melindungi lagi
memajukan bersama-sama keadilan sosial, nilai-nilai moral serta
kebebasan untuk semua orang .21
d. Hindu
Kerukunan beragama sebagai pondasi dasar dalam mewujudkan
persatuan dan kesatuan bagi seluruh umat manusia juga ditekankan
dalam Hindu.Dalam. Kitab Suci Veda dinyatakan secara tegas melalui
beberapa kutipan terjemahan mantram berikut:
“Berikanlah penghargaan kepada bangsamu yang
menggunakan berbagai bahasa daerah, yang menganut
kepercayaan/agama yang berbeda. Hargailah mereka yang tinggal
bersama di bumi pertiwi ini, bumi yang memberi keseimbangan
bagaikan sapi yang memberi susunya kepada manusia. Demikian
Ibu Pertiwi memberikan kebahagiaan yang melimpah kepada umat-
Nya” (Atharvaveda XII. 1.45).22
e. Buddha
Sejarah perkembangan agama Buddha di tanah air juga sarat dengan
upaya-upaya mewujudkan dan menjaga kelestarian hidup umat
beragama.Sesungguhnya ajaran kerukanan hidup umat beragama berasal
dari Sang Buddha sendiri.Kemudian hal tersebut dilaksanakan oleh Raja
Asoka di India, dan oleh pujangga besar Mpu Tantular pada zaman
21
Leks, Stefan, Mengenal ABC Kitab Suci Kanisius, (Yogyakarta: 1996), h. 33. 22
Widya Duta. “Merawat Kerukunan Hidup Umat Beragama Dalam Pandangan Hidu”,
Jurnal Ilmiah Ilmu Agama dan Ilmu Sosial Budaya, Vol. XV, No 02, 2020., h. 189-190.
31
kerajaan Majapahit.Itulah salah satu alasannya mengapa kedua kerajaan
ini berjaya, Raja Asoka di India dan Raja Hayam Wuruk di Majapahit.
Teologi kerukunan mengajak untuk meningkatkan keberimanan
pada Tuhan dan membangun kesadaran bersama untuk melakukan
perbuatan baik kepada siapapun.23
Teks tentang kerukunan umat beragama dalam agama Budha (dalam
Kitab Tripitaka).
"Para bhikkhu, jika seseorang menghina-Ku, Dhamma, atau
Sangha, (3) 'kalian tidak boleh marah, tersinggung, atau terganggu
akan hal itu. Jika kalian marah atau tidak senang akan penghinaan
itu, maka itu akan menjadi rintangan bagi kalian. Karena jika orang
lain menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, dan kalian marah atau
tidak senang, dapatkah kalian mengetahui apakah yang mereka
katakan itu benar atau salah?' ,'Tidak, Bhagava.' 'Jika orang lain
menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, maka kalian harus
menjelaskan apa yang tidak benar sebagai tidak benar, dengan apa
yang bukan ajaran, dengan mengatakan: "Itu tidak benar, itu salah,
itu bukan jalan kami, itu tidak ada pada kami.” "Selidikilah dengan
seksama, perumah-tangga. Sungguh bagus bila orang-orang
terkenal seperti engkau menyelidiki dengan seksama.""Yang Mulia,
saya bahkan merasa lebih puas dan senang dengan Yang
Terberkahi karena memberitahukan hal itu kepada saya. Bagi
kelompok-kelompok sekte lain, ketika memperoleh saya sebagai
23
Ngainun Naim, Teologi Kerukunan (mencapai titik temu dalam keragaman),
(Yogyakarta: Teras, 2011), h. 12.
32
siswa mereka, mereka akan membawa spanduk ke seluruh Nalanda
dan mengumumkan: 'Perumah-tangga Upali telah menjadi siswa di
bawah kami.' Tetapi sebaliknya, Yang Terberkahi memberitahukan
saya: 'Selidikilah dengan seksama, perumah-tangga. Sungguh bagus
bila orang-orang terkenal seperti engkau menyelidiki dengan
seksama.'Maka, untuk kedua kalinya, Yang Mulia, saya pergi pada
Guru Gotama untuk perlindungan dan pada Dhamma dan pada
Sangha para bhikkhu.Sejak hari ini biarlah Guru Gotama menerima
saya sebagai umat yang telah pergi kepada Beliau untuk
perlindungan sepanjang hidup saya." (Digha Nikaya I:3).24
Dalam agama Budha kerukunan umat beragama berarti, setiap orang
memiliki persamaan hak dan harus diperlakukan sama dalam hidupnya
demi kesejahteraan bersama. Atas dasar nilai cinta kasih dan pengertian
yang benar, maka seseorang tidak akan mengutamakan kepentingan
pribadi, sebaliknya mereka akan mengasihi dan melayani sesama dengan
mengabaikan ras, kelas, warna kulit, dan kepercayaan,.25
f. Khonghucu
Ajaran dalam agama Khonghucu, manusia dalam hubungan sosial
telah diatur dalam agama untuk memelihara keharmonisan hubungan
sosial, Tuhan menurunkan agama yang mengandung pedoman dasar
dalam mengatur hubungan antarasesama manusia itu sendiri. Tak
24
Piyadassi. Spektrum Ajaran Buddha. (Jakarta: Yayasan Pendidikan Buddhis Tri Ratna,
2003), h. 431 25
Piyadassi. Spektrum Ajaran Buddha. (Jakarta: Yayasan Pendidikan Buddhis Tri Ratna,
2003), h. 431.
33
terkecuali dengan agama Khonghucu yang merupakan agama minoritas
dari keenam agama yang secara resmi diakui oleh Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dalam ajaran agamanya mengajarkan nilai-nilai
yang mengatur hubungan dengan Tuhan, alam dan hubungan dengan
sesama manusia. Ajaran ini juga mendukung adanya kerukunan hidup
beragama menjadi modal awal untuk memperkuat tali persaudaraan antar
umat beragama.26
Memahami arti pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama
danpersatuan dan kesatuan, kerukunan hidup antar umat beragama
merupakan ajaran agama dan agama adalah suatu hukum peraturan hidup
yang bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa.27
Dengan munculnya pengetahuan dan pemahaman terhadap agama-
agama lain, maka akan menimbulkan adanya sikap saling pengertian
terhadaporang lain dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tumbuh
kerukunan hidupberagama. Dan kerukunan hidup beragama itu
dimungkinkan karena tiap-tiap agama memiliki dasar ajaran untuk hidup
rukun.Semua agama mengajarkan untuk senantiasa hidup damai dan
rukun dalam hidup dan kehidupan sehari-hari.28
Dalam pemahaman umat beragama penulis dapat menarik benang
merah bahwasannya setiap ajaran yang diturunkan ke muka bumi
bersifat baik dan senantiasa mengajarkan kebaikan, jadi tidak hanya
26
Dian Nur Anna, “Khonghucu di Korea Kontenporer dan Sumbangannya terhadap
Kerukunan Ummat Beragama di Indonesia”, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, cet. 2,
2013), h. 13. 27
Bashori Mulyono, “Ilmu Perbadingan Agama”, (Indramayu : Pustaka Sayid Sabiq,
2010), h. 130. 28
Bashori Mulyono, “Ilmu Perbadingan Agama”, h. 120.
34
ajaran Islam dan Kristen saja yang mengajarkan kebaikan akan tetapi
agama lainpun juga senantiasa mengajarkan kepada kebaikan. Kutipan-
kutipan ayat diatas jelas menunjukan bahwa agama melarang keras
tindakan-tindakan yang tidak masnusiawi, semua agama mengajarkan
kepada pemeluknya agar selalu menjaga kerukunan dan saling
menghargai antar pemeluk agama.
35
BAB III
LETAK GEOGRAFIS DAN KONDISI SOSIOLOGIS WILAYAH
PANONGAN, TANGERANG
A. Sejarah Panongan
Panongan adalah nama sebuah Desa yang terletek di jantung wilayah
Kecamatan Panongan, Kapan dan oleh siapa nama “Panongan”: diberikan
kepada Desa ini, sampai saat ini belum ada satu orangpun masyarakat Desa
Panongan dan sekitarnya yang bisa menceritakannya. Namun menurut cerita
yang berkembang di masyarakat, nama : “Panongan” itu sendiri diberikan
karena lebih pada faktor sejarah.1
Panongan sebagian besar wilayahnya didominasi oleh daratan yang
mempunyai tingkat kemiringan wilayah yang tidak curam, dan persawahan
dengan kedalaman yang cukup realistis dan sistim pengairan mengandalkan
hujan (sawah tadah hujan)2.
Panongan secara bahasa berasal dari bahasa sunda yaitu „Panoongan‟
yang memiliki arti Pengelihatan. Menurut hikayat cerita rakyat yang
disampaikan secara turun temurun bahwa Panongan dahulu kala sebelum
menjadi desa adalah wilayah dari kerajaan Banten yang terletak sebelah
wetan (Timur).
Kenapa nama Panongan dipakai menjadi nama Desa? Sampai saat ini
tidak ada yang bisa menjelaskannya, diambil dari sejarah jaman dulu bahwa
daerah ini pada jaman dulu ditempati oleh seorang putri yang bernama nyai
Menong yang memiliki paras cantik nan elok asal muasal nyai menong
1 http://desapanongan.com/sejarah-dan-legenda-desa/. diakses pada 20 Agustus 2020. 2 Usaha pertanian yang memanfaatkan hujan sepenuhnya sebagai sumber air.
36
sendiri tidak diketahui namun keberadaan nyai Menong menjadi buah bibir
masyarakat disekitar wilayah tersebut.
Nyai Menong tinggal seorang diri dan tepat tinggal nyai Menong
sering disebut sebagai “Hulu Panoongan” yang kawasannya ada disekitar
Panongan I (sekarang) karena kecantikan nyai Menong terkenal keseantero
jagat mengundang pemuda yang memiliki kanuragan disebut Jawara3 untuk
berdatangan kepanongan untuk mendapatkannya, hal tersebut dapat
dibuktikan dengan patilasan Ki Banteng, Ki banjir yang sampai sekarang
masih berdatangan orang yang berzirah ditempat tersebut. Situs yang lainya
yang ada di desa Panongan adalah “Sumur Tujuh” dan “Telapak Sujud” yang
kawasan tersebut berada dikampung Ciapus, walaupun lokasi tersebut kurang
terawat namun masih ada saja penduduk sekitar atau dari luar panongan yang
menziarahi. Pada abad ke 19 (sekitar tahun 1933 Desa Panongan membentuk
Pemerintahan sendiri dengan dipimpin oleh Kepala Desa).4
Panongan merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang. Kabupaten
Tangerang yang memiliki luas wilayah 959,6 kilometer memiliki jumlah
penduduk sebanyak 2.838.621 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-
laki sebesar 1.454.914 jiwa sedangkan perempuan 1.383.707. Kabupaten
Tangerang memiliki 29 Kecamatan, 28 Kelurahan dan 246 Desa.5
Dan
Panongan berkedudukan sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten
Tangerang.
3 Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jawara adalah Pendekar atau jagoan.
4 http://desapanongan.com/sejarah-dan-legenda-desa/. diakses pada 20 Agustus 2020.
5 https://biropemerintahan.bantenprov.go.id/profil-kabupaten-tangerang, diakses pada 25
Agustus 2020.
37
Kecamatan Panongan berada dalam wilayah Kabupaten Tangerang di
bawah pemerintahan Provinsi Banten. Sebelumnya menjadi sebuah
Kecamatan, Panongan dulunya masih menjadi bagian dari Kecamatan
Cikupa. Panongan itu sendiri baru ditetapkan menjadi sebuah Kecamatan
ketika disahkannya peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48
Tahun 1999 Tentang Pembentukan 14 (empat belas) Kecamatan diwilayah
Kabupaten Daerah Tingkat II Serang, Tangerang, Pandeglang, Bogor,
Subang, Karawang, Ciamis, dan Majalengka dalam Wilayah Provinsi Daerah
Tingkat I Jawa Barat.
B. Letak Geografis
Secara geografi Panongan memiliki luas wilayah 3593,767 Ha, terdiri
dari wilayah daratan seluas 15 Km2 atau 1500 Ha, dan wilayah perairan atau
persawahan seluas 22,73 Km2 atau 2273 Ha. Mempunyai wilayah
Pemerintahan Desa sebanyak 7 Desa 1 Kelurahan dengan batas-batas sebagai
berikut: 6
- Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Cikupa,
- Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Curug,
- Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Tiga Raksa,
- Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Legok.
6 Kecamatan Panongan Dalam Angka: Panongan District in Figures 2018, Katalog BPS
1102001. 3603.040 (Tangerang: Kabupaten Tangerang, 2018), h. 3.
38
2.1 Peta Wilayah Kecamatan Panongan
Potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Panongan terdiri dari
lahan pertanian/persawahan, sedangkan dari aspek demografi penduduk
berjumlah 75.823 jiwa, terdiri dari laki-laki berjumlah 39.374 jiwa dan
perempuan berjumlah 36.449 jiwa, dengan tingkat kepadatan 1.947 jiwa per
Km2.
C. Sosial Kemasyarakatan.
a. Kemasyarakatan
Pada dasarnya masyarakat Panongan merupakan masyarakat yang
guyub, rukun dan saling terbuka. Hubungan sosial yang terjadi antar
pemeluk agama menjadi salah satu bentuk kerukunan yang terjadi di
wilayah Panongan seperti dalam kegiatan silaturahmi yang diawali dengan
ngopi bareng, pembangunan sarana ibadah atau rumah, acara kematian,
kerja bakti guna kepentingan umum, ronda malam yang dilakukan
bersama-sama.
Hal tersebut dilakukan secara bergantian sebagai pertahanan
keamanan, bakti sosial, kegiatan olahraga, pengobatan gratis maupun
donor darah yang dilakukan umat non-muslim dilingkungan rumah ibadah
39
dengan bekerjasama dengan lembaga-lembaga keagamaan sebagai
penanggung jawab acara tersebut.7
Tabel 2.1
Jumlah Penduduk Kecamatan Panongan
Sumber: Katalog BPS 1102001. 3603.040 Kabupaten Tangerang, 2019.
b. Budaya
Budaya sebagai manifestasi peradaban manusia dalam wujud
bahasa, cara dan upacara yang berhubungan dengan sesama manusia
7 Wawancara dengan Pak Sukiar Staff Kecamatan Panongan, 1 September 2020
No. Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Ranca Iyuh 5.234 4.947 10.181
2. Mekar Jaya 2.714 2.495 5.209
3. Ranca Kalapa 3.176 2.873 6.049
4. Panongan 10.593 10.160 20.753
5. Serdang Kulon 2.900 2.724 5.624
6. Ciakar 24.735 23.985 48.720
7. Mekar Bakti 24.138 24.033 48.171
8. Peusar 4.065 3.734 7.799
Kecamatan Panongan 77.555 74.951 152.506
40
maupun Tuhan, yang hidup dan tumbuh berkembang di Kabupaten
Tangerang, tentunya sejalan dengan hadirnya manusia di wilayah
Panongan. Dalam hal kerukunan bertetangga, dapat dilihat dari tempat
tinggal mereka yang berdekatan. Sejak 20 tahun terakhir mereka
senantiasa mencerminkan kehidupan yang bersahabat, rukun, dan damai.
Tidak lepas dari hal tersebut peran tokoh agama yang memiliki
pemahaman mendalam terkait kerukunan antar umat beragama dan
kesadaran masyarakat itu sendiri.8
Di kalangan penduduk yang sebagian besar beragama Islam, pada
empat dasa warsa lalu, masih kental dengan warna budaya nenek moyang
bangsa kita, yaitu nuansa Hindu. Tidak sedikit acara-acara ritual yang
dilakukan orang Tangerang begitu pula di wilayah Panongan yang
sebagian besar muslim disertai dengan media atau barang-barang tertentu,
seperti sesajen, ancak, dupa, stangi yang mirip dengan acara ritual
kegamaan Hindu. Benda-benda seperti itu sering ditemukan pada kegiatan
riungan maupun sejenisnya. Pada setiap upacara perkawinan misalnya, di
sudut-sudut rumah tertentu biasanya terdapat “ancak”, yaitu sebuah
sesajen kecil yang diisi dengan kue-kue tertentu, sebatang lisong atau
benda lain yang diyakini disenangi makhluk ghaib.9
Ada juga “Rebo Wakasan,” sebuah ritual “tolak bala” yang
dilakukan di persimpangan jalan yang ada di kampung atau pemukiman
warga. Kegiatan ini dilakukan pada hari rabu terakhir di bulan Safar.
8 Wawancara dengan Pak Sukiar Staff Kecamatan Panongan, 1 September 2020 9 Ahmad Jabir, dkk, Potret Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Tangerang,
(Tangerang: FKUB Press, 2010), h. 12.
41
Karena terdapat keyakinan terdahulu, bahwa di bulan Safar sering terjadi
musibah atau bencana, maka diadakan ritual “tolak bala” dengan istilah
Rebo Wakasan. Sejak tahun 1970-an kegiatan seperti itu mulai
ditinggalkan, dengan adanya gerakan dakwah Islam dan pengajian-
pengajian yang dilakukan oleh umat Islam baik melalui majlis taklim
maupun di masjid.
Namun dalam beberapa hal tertentu masih ada yang melakukan
hingga saat ini terlihat pada sebagian penduduk yang masih mengadakan
acara “marhabanan”10
saat upacara gunting rambut anak yang baru lahir.
Begitu pula pada saat acara “ngarak penganten”, diiringi dengan shalawat
“Asyrakal badru”. Di kalangan etnis keturunan Cina, sering dikenal
dengan nama Cokek, pada saat acara pernikahan irama musik yang kental
dengan nuansa rakyat Cina. Saat ini tradisi-tradisi sudah jarang dijumpai.11
Terkait dengan budaya dan nilai tradisional daerah Panongan, hal
yang paling terkenal dalam warisan budaya nampaknya belum terekspose
secara luas. Di era 1980-an Tangerang pernah diproklamirkan sebagai
“kota kerajinan”. Sebutan itu diraih karena didukung dengan keunggulan
wilayah Panongan yang memiliki hasil kerajinan anyaman topi bambu.
c. Keagamaan
Didalam data kependudukan berdasarkan pemeluk agama di
wilayah Panongan 2018, menunjukkan bahwa semua agama yang diakui
10
Sebuah tradisi masyarakat untuk melantunkan syair-syair Al-Barzanji. 11 Ahmad Jabir, dkk, Potret Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Tangerang, h. 12.
42
di negara ini memiliki penganut serta sarana peribadatannya yang
tersebar di beberapa desa, persentase terbesar terdapat di kalangan
muslim yang populasinya berada di sekitaran angka 60% dan non-
muslim 40%. Demikian juga jumlah sarana peribadatannya.
Berbicara kehidupan sosial keagamaan yang tercipta sejauh ini,
kegiatan keagamaan semua pemeluk umat beragama di wilayah
Panongan terlihat saling menghormati dan menjaga keamanan satu sama
lain. Ketika masing-masing dari umat beragama sedang merayakan hari
rayanya maupun dalam perayaan hari besar agama semua umat yang
berbeda agama saling menghormati akan berjalannya kegiatan
keagamaan tersebut bahkan dari pemuda juga turut membantu
pelaksanaan peringatan hari besar agama seperti ketika umat Islam dalam
mengadakan peringatan maulid nabi mereka para pemuda yang berbeda
agama ikut membantu dalam penataan sound sistemnya maupun dalam
penataan mimbarnya. Begitu pula sebaliknya ketika ada perayaan natal
pemuda dan juga masyarakat Panongan selalu hadir berada di garda
terdepan demi terciptanya suasana yang kondusif.12
Kemudian tercermin dari sikap warga non muslim ketika umat
muslim sedang merayakan hari raya Idul Fitri mereka juga sangat toleran
dan menghormati bahkan warga non muslim ikut bersilaturahmi
ketetangganya pula untuk memohon permaafan. Hal ini menunjukkan
12
Wawancara dengan H. Anwar Munawar Kepala KUA Kecamatan Panongan, 1
September 2020
43
bahwa perdamaian antar umat beragama di wilayah Panongan dalam
kegiatan keagamaan bersifat perdamaian yang positif.13
Dengan kondisi demikian, suasana kemasyarakatan dalam
konteks kerukunan umat beragama terjaga secara kondusif. Kalaupun
terjadi percikan-percikan kecil, terlebih disebabkan kurangnya
komunikasi serta pemahaman dalam penyelenggaraan aktifitas
peribadatan, yang dijalankan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku,
sehingga kecenderungan menimbulkan gangguan ketertiban umum.
Tabel 2.2
Jumlah Sarana Ibadah dan kegiatan keagamaan di wilayah Panongan.
No
Agama
Sarana
Ibadah
Pemuka Agama
Kegiatan Keagamaan
1. Islam 54 15 Majlis Ta‟lim
2. Kristen 2 4 Kebaktian
3. Katolik 1 5 Kebaktian Kristus
4. Buddha 3 2 Puja Bhakti
5. Hindu - - Puja Trisandhaya
6. Konghucu 1 2 Sembahyang pada Thian
Jumlah 61 28
Sumber: KUA Kecamatan Panongan.
13
Wawancara dengan H. Anwar Munawar Kepala KUA Kecamatan Panongan, 1
September 2020
44
d. Ekonomi
Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam
kelompok masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi,
pendidikan dan juga pendapatan.14
Gambaran kondisi sosial perekonomian
masyarakat Panongan cukup komplek seperti perdagangan, pengusaha,
petani, pegawai negeri, dan pegawai swasta.
Kecamatan Panongan jika dilihat secara luas didominasi oleh lahan
pertanian sehingga kebanyakan masyarakat panongan berprofesi sebagai
petani. Tapi dalam perjalanannya, ekonomi di Kecamatan Panongan
mengalami perkembangan dari tahun-tahun sebelumnya imbas dari
pembangunan industri besar yang terintegrasi seperti pembangunan proyek
properti, berupa kawasan industri, rumah sakit, perkantoran, dan
perumahan, di wilayah Kecamatan Panongan.
Hal penting dalam pembangunan di wilayah Panongan adalah
pembangunan di sektor ekonomi, terutama ekonomi kerakyatan salah
satunya koperasi yang bersahabat dengan rakyat juga sangat berperan
dalam pengembangan industri kecil dan usaha menengah di wilayah
Panongan, pemerintah kecamatan Panongan memberikan kontribusi
berupa penyuluhan dan pembinaan terhadap industri kecil maupun usaha
kecil menengah agar mampu mengembangkan usahanya ke tingkat yang
lebih baik.
14
Arsyad, Lincolin, “Ekonomi Pembangunan”, Edisi 4, (Yogyakarta : STIE YKPN,
1997), h. 47.
45
Beberapa produk unggulan dan kreatifitas warga yang pantas
dibanggakan diantaranya ada kerajinan pembuatan sepatu, kerajinan
anyaman bambu, kerajinan anyaman plastik dan rotan, usaha pembuatan
dodol, usaha pembuatan keripik tempe serta pengolahan sampah terpadu
yang semuanya mampu memberikan penghidupan dan kesejahteraan bagi
warga sekitarnya. Panongan merupakan contoh nyata kemandirian
masyarakat di bidang ekonomi, kerja keras dan semangat wirausaha
bukanlah hal yang sulit dijumpai di wilayah Panongan.15
Sehingga menurunnya ketimpangan pendapatan tersebut menjadi
cermin bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi, memang memiliki basis
yang kuat di berbagai daerah khususnya Kecamatan Panongan. Selain itu,
juga sudah melibatkan sebanyak mungkin komponen masyarakat. Oleh
karena itu terdapat sebagian kelompok masyarakat, terutama dari kalangan
bawah yang lebih banyak menikmati hasil dari pertumbuhan ekonomi.
Dalam hal ini, persentase kenaikan pendapatan mereka secara rata-rata
lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Imbasnya, ketimpangan
pendapatan antar penduduk mengalami penurunan.
e. Pendidikan
Pendidikan merupakan komponen penting dalam perkembangan
suatu wilayah, Masyarakat Kecamatan Panongan sudah mulai peduli
dengan pendidikan anak masyarakat sudah mulai mengantarkan anak-anak
mereka ke sekolah untuk mencari ilmu dan belajar meskipun terkadang
15 Wawancara dengan Pak Sukiar Staff Kecamatan Panongan 1 September 2020.
46
masih terhimpit kebutuhan ekonomi. Kesadaran untuk bersekolah dapat
dilihat dari jumlah siswa dan siswi yang berada di sekolah dasar.
Adapun strata pendidikan penduduk Panongan terdiri dari
berpendidikan SD 24.357 jiwa, berpendidikan SLTP berjumlah 13.500
jiwa, berpendidikan setingkat SLTA berjumlah 11.236 jiwa dan bertingkat
setingkat perguruan tinggi berjumlah 1.425 jiwa.16
Berikut adalah tabel yang menggambarkan kondisi masyarakat
Panongan berdasarkan pendidikan:
Tabel 2.3
Data Kependudukan berdasarkan Pendidikan.
No Kelompok Jumlah Laki-laki Perempuan
1. Tidak/belum Sekolah 1.700 856 844
2. Belum tamat SD/sederajat 13.318 6.912 6.406
3. SLTP/Sederajat 774 371 403
4. SLTA/Sederajat 2.250 1.227 1.023
5. Diploma IV/Strata I 414 283 131
6. Diploma III/S.Muda 346 182 164
7. Strata II 11 7 4
Sumber: Katalog BPS 1102001. 3603.040 Kabupaten Tangerang, 2019.
16
https://biropemerintahan.bantenprov.go.id/profil-kabupaten-tangerang, diakses pada 25
Agustus 2020.
47
BAB IV
HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI PANONGAN
A. Hubungan Antar Umat Beragama
Setiap agama telah sepakat untuk mengajarkan kebaikan. Hal ini
menjadi modal besar bagi terciptanya kerukunan umat beragama. Keberadaan
agama-agama yang diakui Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki
ajaran yang luhur agar mengajarkan kebaikan bagi umat manusia. Meskipun
ada juga yang tidak menghargai perbedaan dan cenderung tidak mendukung
kerukunan umat beragama, tetapi tidak mengurangi keluhuran agama dalam
menerapkan konsep kerukunan.
Sejauh ini kerukunan akan dapat dicapai apabila setiap golongan
agama memiliki prinsip setuju dalam perbedaan. Setuju dalam perbedaan
berarti orang mau menerima sepenuh hati dan menghormati orang lain
dengan seluruh aspirasi, keyakinan, kebiasaan dan pola hidupnya, menerima
dan menghormati orang lain dengan kebebasan untuk menganut keyakinan
agamanya sendiri.
Kesadaran mengenai pentingnya membangun kerukunan beragama di
tengah masyarakat jauh lebih kuat tertanam didalam hati masing-masing
umat beragama. Dari hasil wawancara penulis dengan tokoh agama Katolik
dan masyarakat Katolik Kecamatan Panongan Kabupaten Tangerang, Romo
Felix Supranto selaku tokoh agama di Gereja Santa Odilia mengatakan:
“sejauh pengamatan saya di wilayah ini berbagai ragam agama hubungan
sosialnya berjalan dengan baik, masyarakat kami ajarkan agar saling
48
merangkul, sehingga kehidupan beragama dapat terlaksana dengan baik,
seperti mudahnya umat melaksanakan ritual ibadah dan kegiatan keagamaan
lainnya walaupun berada di daerah mayoritas muslim, begitupula ketika kami
mengadakan kebaktian serta menyambut hari raya besar kami seperti Natalan
di Gereja ini aman-aman saja.”1
Panongan merupakan salah satu kecamatan yang memiliki keragaman
ras, agama, dan suku. Panongan juga dapat disebut sebagai miniaturnya
Indonesia dalam konteks kerukunan umat beragama. Dengan keadaaan
tersebut masyarakat dituntut untuk menjaga atau memelihara kerukunan yang
selama ini telah terjalin di tengah-tengah masyarakat.
Tentunya hal ini tidak serta-merta dibuat untuk beberapa kepentingan
saja, keadaan ini terlihat nyata berkat dari pemahaman-pemahaman yang
tumbuh ditengah-tengah masyarakat untuk menjunjung tinggi nilai toleransi
dan seringnya diadakan kegiatan silaturahmi lintas agama.2
Menurut Ketua MUI Kecamatan Panongan Anwar Munawar : “cara
menjaga kerukunan umat beragama itu adalah tetap menjunjung tinggi nilai
toleransi, menjadi pribadi yang terbuka kepada agama lain tetapi tidak
mengikuti ajarannya. Menjaga toleransi yang sudah ada, karena dengan
adanya sikap toleransi di dalam diri maka akan sedikit sekali timbul
pertikaian atau bahkan dapat meredam konflik itu sendiri.”3
1 Wawancara dengan Romo Felix Supranto, Pemuka agama Katholik Kecamatan
Panongan, 3 September 2020. 2 Wawancara dengan H. Anwar Munawar Ketua MUI Kecamatan Panongan, 1 September
2020. 3 Wawancara dengan H. Anwar Munawar Ketua MUI Kecamatan Panongan, 1 September
2020.
49
Pentingnya peran pemuka agama dalam menjaga kerukunan umat
beragama diawali dengan bagaimana cara mereka mengkondisikan umat
agamanya agar aktif di dalam kegiatan keagamannya masing-masing, karena
setiap pertemuan di masing-masing agama, pemuka agama memiliki
kesempatan bertemu dengan seluruh umat agamanya, kesempatan tersebut
mereka manfaatkan untuk memberikan wejangan, berdiskusi dan
bermusyawarah membahas semua masalah kemasyarakatan dan keagamaan
bagaimana mereka harus memposisikan diri terhadap kedua aspek tersebut.
Dalam wawancara bersama Andi, ia mengatakan: “Peran tokoh agama
dalam menjaga kerukunan umat beragama bisa dimulai dari bagaimana tokoh
agama membangun dan menanamkan sifat persaudaraan di masing-masing
agama yang dianutnya, saya sebagai pemuka umat Budha di Panongan selalu
memberikan nasehat berupa ceramah di Vihara Caga Sasana setelah ritual
keagamaan yang isinya tentang dorongan motivasi agar umat Budha disini
selalu berbuat baik, saling melayani dan memberikan perhatian kepada yang
lainnya”.4
Pimpinan umat Kristen GKI Panongan, Samuel mengatakan: “Saya
dan tokoh agama lainnya menekankan kepada masyarakat agar selalu
memberikan motivasi dan mengajak orang lain yang berbeda agama harus
tekun dalam agamanya masing-masing, tidak harus sama keyakinan, yang
terpenting adalah kebersaman, dari pandangan dan apa yang saya rasakan, hal
itu saya lakukan semata-mata tujuannya agar masyarakat itu tidak terpecah
belah, sehingga semua pemuka agama mengupayakan bagaimana caranya
4 Wawancara dengan Andi Lim, Pemuka agama Buddha, 3 September 2020.
50
agar didadalam suatu hubungan kemasyarakatan tidak terjadi sekat-sekat
akibat adanya suatu perbedaan dalam berkeyakinan”.5
Begitu pula seperti yang diungkapkan pemuka agama Khonghucu, di
dalam perannya dalam menjaga kerukunan umat beragama dimulai dari
lingkup umat beragamanya sendiri baru meluas ke dalam masyarakat. Tjun
Teh menuturkan bahwa:6
“Peran saya sebagai umat Khonghucu dalam menjaga kerukunan di
dalam masyarakat Panongan, saya mengawali dengan berperan
aktif di perkumpulan masyarakat sejak 1980-an, kami saling
menjaga satu sama lainnya, kemudian secara tidak langsung kami
juga saling menjaga umat beragama lain di masyarakat Panongan
khususnya dalam urusan menjaga kerukunan umat beragama”.
Kerukunan beragama menjadi hal yang paling penting dijaga dalam
menciptakan masyarakat yang damai, harmonis, dan mengedepankan
tenggang rasa terhadap masyarakat yang berbeda agama di wilayah
Panongan. Hal tersebut tidak lepas dari peran tokoh agama yang ada di
dalamnya dalam mengarahkan umatnya untuk saling menghargai perbedaan
yang ada di wilayah Panongan.
Dari hasil wawancara penulis dengan pemuka agama Kristen dan
masyarakat Kristen di Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang: Pendeta
Samuel Wiratama selaku pendeta di Gereja Kristen Indonesia mengatakan
sejauh pengamatan beliau di wilayah ini antara umat Islam dan Kristen saling
5 Wawancara dengan Samuel Wiratama, Pemuka agama Kristen, 1 September 2020. 6 Wawancara dengan JS Yap Tjun Teh, Pemuka agama Khonghucu, 3 September 2020.
51
membina pertemanan, seperti menghadiri acara syukuran dan perkawinan
ketika diundang, melayat ketika ada yang meninggal. Beragam agama saling
merangkul, sehingga kehidupan beragama dapat terlaksana dengan baik,
karena masyarakat paham etika bermasyarakat itu sendiri, paham ajaran-
ajaran kitab suci yang mengajarkan kebaikan, karena setiap agama esensinya
mengajarkan perdamaian dan kebaikan. Walaupun untuk selalu berinteraksi
itu ada, tapi tidak begitu mendalam, karena dikhawatirkan adanya perspektif
ataupun bentuk kecurigaan ketika kami sebagai minoritas terlalu dekat
dengan muslim itu sendiri. Namun, untuk hal-hal umum secara keseluruhan
hubungan yang ada sejauh ini sangat baik.7
Hubungan yang rukun dan harmonis ini dapat dilihat dari
membaurnya antar umat beragama, seperti keterlibatan umat beragama
dalam berbagai acara kemasyarakatan seperti syukuran, pernikahan, kematian
dan acara lainnya. Maksudnya, ketika masyarakat muslim mengadakan pesta,
seperti syukuran dan pernikahan, ketika masyarakat Kristen diundang, maka
mereka akan menghadiri acara tersebut, begitupula ketika ada musibah , maka
umat Kristen dan Islam akan saling menyambangi.8
Pertemuan lintas agama itu mereka lakukan dengan berbagai cara
diantaranya berdialog bertukar fikiran dengan sikap keterbukaannya dan
saling menghargai perbedaan. Selain itu pertemuan lintas agama yang
diadakan itu bertujuan untuk menumbuhkan sikap kesadaran hati bahwa
7 Wawancara dengan Samuel Wiratama, Pemuka agama Kristen, 1 September 2020. 8 Wawancara dengan Samuel Wiratama, Pemuka agama Kristen, 1 September 2020
52
perbedaan di antara mereka dalam satu tempat tinggal yang sama merupakan
suatu realitas hidup yang tidak dapat dielakkan.
Terjadinya pertemuan lintas agama merupakan jembatan untuk
terwujudnya warga masyarakat yang rukun dan harmonis karena adanya
pertemuan lintas agama juga merupakan sarana yang positif untuk
menghadapi suatu sumber permasalahan antar agama dari hati ke hati agar
terciptanya kebersamaan. Mengenai hal itu adanya perbedaan dapat dijadikan
sebagai wujud pembauran mereka untuk bersatu sebagai umat yang semangat
dalam menjalin kerukunan.
Berbagai agenda kemasyarakatan yang terselenggara di wilayah
Panongan, setiap umat beragama tidak mempermasalahkan dalam urusan
yang menyangkut agama, mereka saling kerjasama, contohnya dalam
peringatan hari kemerdekaan yang biasanya mengadakan kegiatan jalan santai
kebangsaan, selain itu faktor kerukunan yang terjalin biasanya adanya
kegiatan dilakukan oleh pemuka agama setiap setahun sekali setelah hari
raya, umat Katolik setiap tahunnya selalu ikut serta dalam perayaan hari raya
Idul Adha dengan menyumbangkan hewan kurban kepada beberapa tokoh
agama di lingkungan Panongan.9
Selain itu adanya pertemuan atau perjumpaan lintas agama merupakan
jembatan untuk terwujudnya warga masyarakat yang rukun dan harmonis
karena adanya pertemuan lintas agama juga merupakan sarana yang positif
untuk menghadapi dinamika permasalahan antar agama dari hati ke hati agar
9 Wawancara dengan Romo Felix Supranto, Pemuka agama Katholik Kecamatan
Panongan, 3 September 2020.
53
terciptanya rasa kebersamaan. Mengenai hal itu adanya perbedaan itu
dijadikan sebagai upaya mereka untuk bersatu sebagai umat yang semangat
dalam mewujudkan toleransi.10
Dalam berbagai kegiatan setiap umat beragama di Kecamatan
Panongan tidak mempermasalahkan dalam urusan agama, mereka saling
kerjasama, hal kecil yang nampak terlihat di Panongan ialah banyaknya
peternakan babi atau berkeliarannya babi milik warga etnis tionghoa
dipemukiman warga yang penduduknya mayoritas muslim, sejauh ini hal
tersebut tidak pernah dipermasalahkan oleh masyarakat sekitar.
Selain itu faktor kerukunan yang terjalin selama ini atas dasar tali
persaudaraan atau solidaritas yang kuat, dimana masyarakat harus bergotong
royong, tolong-menolong dan tukar-menukar pendapat dalam setiap unsur
kegiatan yang akan direncanakan. Selanjutnya hubungan pertetanggaan antara
muslim dan non-muslim terbina dengan memegang prinsip-prinsip
kemanusiaan seperti menghargai dan memahami bahwa tidak boleh
sembarangan memelihara babi dan memberikan jalan untuk jamaah yang
akan melakukan ibadah.11
Hubungan kekerabatan disini juga baik, masyarakat non-muslim
memandang masyarakat muslim tidak membedakan mereka beragama dan
bersuku apa, contohnya saja tidak adanya permasalahan dalam pemberitahuan
berita kematian non muslim yang di syiarkan oleh masyarakat muslim di
masjid, komunikasi terus ada dalam kehidupan bermasyarakat dan tidak
10 Wawancara dengan Romo Felix Supranto, Pemuka agama Katholik Kecamatan
Panongan, 3 September 2020. 11 Wawancara dengan Dony Candra, masyarakat Islam, 12 Desember 2020.
54
menunjukkan sikap permusuhan. Hal lain juga terlihat dalam perbaikan jalan
yang ada di desa Ciakar, mereka tidak keberatan ketika jalan yang diperbaiki
diutamakan jalan yang dilingkungan mayoritas muslim.12
Hubungan yang mereka bangun juga terlihat, artinya tidak merasa
individualis13
, namun ada komunikasi diantara mereka walau hanya
pembicaraan ringan. Hubungan juga terjalin antara tokoh agama kristen
dengan tokoh masyarakat, seperti diskusi mengenai gotong royong, perbaikan
jalan dan upaya penanggulangan narkoba.
B. Faktor Penghambat Kerukunan
Secara umum hubungan antar umat beragama di Panongan berjalan
baik, namun hanya pada tataran kegiatan sosial, dimana tidak ada keterkaitan
aqidah, karena yang dikhawatirkan warga non-muslim bila umat muslim
memiliki prasangka buruk terhadap mereka, terlebih tidak dapat dipungkiri
bahwa agama Kristen dan Islam merupakan agama misi, artinya akan selalu
ada isu-isu seputar Kristenisasi dan Islamisasi.
Dalam suatu upaya menciptakan suasana yang rukun dan damai
tentunya ada kendala-kendala yang sering terjadi di tatanan masyarakat. Hal
yang tidak mendukung kerukunan umat beragama yaitu:14
12 Wawancara dengan Dony Candra, masyarakat Islam, 12 Desember 2020. 13
Pandangan moral, politik atau sosial yang menekankan kemerdekaan manusia serta
kepentingan bertanggung jawab dan kebebasan sendiri. 14 Wawancara dengan Dony Candra, masyarakat Islam, 12 Desember 2020.
55
1. Syiar agama. Berkhutbah di rumah ibadah dengan mendakwahkan
kebenaran ajaran agamanya dan mengajak pemeluk agama lain untuk
masuk ke dalam agamanya. Tak jarang mereka membuka ruang
perdebatan dengan pemeluk agama lain untuk membuktikan kebenaran
ajaran agamanya. Memang ada segelintir orang yang mengikuti mereka
dan masuk ke dalam agamanya sebagai buah dari debat. Tetapi secara
tidak sadar mereka telah menyebabkan keretakan hubungan antar agama.
2. Pendirian rumah ibadah. Dimana tempat ibadah yang didirikan tanpa
mempertimbangkan situasi dan kondisi lingkungan umat beragama
setempat dan tak khayal sering menciptakan ketidakharmonisan umat
beragama yang dapat menimbulkan benih-benih konflik antar umat
beragama.
3. Aspek non agama. Dalam hal ini aspek-aspek non agama yang dapat
mempengaruhi kerukunan umat beragama diantaranya dalam proses
demokrasi atau pemilu, ada beberapa kelompok masyarakat Panongan
yang dengan mudah masuk ke dalam jurang provokasi untuk
membenturkan isu agama yang sejatinya sangat sensitif bila ada
ditengah-tengah masyarakat.
Walaupun tidak adanya pertikaian yang sampai keluar dipermukaan
apalagi yang berbentuk fisik, namun menurut beberapa masyarakat ada
potensi yang mengakibatkan perpecahan itu bisa terjadi yaitu: “prasangka”
yang merupakan hasil proses interaksi baik antar individu maupun kelompok
berbentuk sikap, persepsi, cara berfikir dan merasa terhadap orang lain.
56
Andreas selaku umat Kristen Panongan mengatakan: “sejauh ini di
lingkungan tempat tinggal tiada hambatan yang berarti, dikarenakan adanya
nilai-nilai kemanusian pada diri masing-masing. dimana manusia mempunyai
prinsip kemanusiaan. Namun tidak dipungkiri bahwa manusia mempunyai
kecurigaan juga, sehingga kami agak membatasi gerak dan hubungan,
berhubungan baik memang terjalin, namun tidak begitu mendalam
dikhawatirkan timbul prasangka negatif.”15
Dimas selaku umat Katolik yang ada di Panongan mengatakan bahwa
di wilayah Panongan kehidupan beragama masyarakat bisa dikatakan rukun
dan damai, tetapi tidak menutup kemungkinan jika keadaan saat ini
dikemudian hari dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang dengan sengaja
mengacaukan suasana rukun yang sejauh ini sudah dipelihara oleh
masyarakat. Agar hal tersebut dapat dihindari, maka penting adanya pemuka
agama yang senantiasa mengingatkan kepada umat agar memiliki cinta kasih
dalam hidup.16
Dengan demikian bahwasannya keretakkan yang terjadi di masyarakat
itu sangat konpleks dan saling terkait satu sama lainnya, sehingga
memperkuat munculnya suatu masalah yang bernuansa keagamaan.
Sesungguhnya bukan karena agamanya yang gagal dalam mewujudkan
toleransi, perdamaian dan kesejahteraan di masyarakat, tetapi para
pemeluknyalah yang gagal dalam memahami dan memaknai agama yang
dianutnya selama ini.
15 Wawancara dengan Andreas, masyarakat Kristen, 3 Desember 2020. 16 Wawancara dengan Dimas, masyarakat Katholik, 5 Desember 2020.
57
C. Faktor Pendukung Kerukunan
Kehidupan kerukunan umat beragama suatu masyarakat dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mengakibatkan pada hal-hal
yang baik atau malah bisa jadi sebaliknya. Demikian halnya dengan
kerukunan umat beragama diantara masyarakat Panongan.
Menurut informan Yahya Erfan. Terpeliharanya kerukunan umat
beragama di Panongan tidaklah terjadi begitu saja. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kehidupan kerukunan umat beragama diantara masyarakat
Panongan adalah sebagai berikut:17
a) Ikatan Persaudaraan
Dari hasil penelitian dilapangan dapat dikatakan bahwa faktor
persaudaraan ini cukup baik di masyarakat Panongan. Dalam hal
kehidupan sosial jelas terlihat ikatan persaudaraan dari interaksi sosial
dengan adanya kerja sama saling membantu satu dengan yang lainnya.
Dalam lingkungan tempat tinggal saja memiliki perbedaan keyakinan.
Bukti bahwa kerukunan dilingkungan Panongan tidak dibuat-buat ialah
ketika ada seorang muslim di lingkungan masyarakat Khonghucu yang
meninggal dunia, mereka tidak bersikap masa bodoh, umat Khonghucu
biasanya ikut serta dalam penyediaan tempat untuk tamu-tamu yang akan
menyambangi keluarga yang ditinggalkan.
17 Wawancara dengan H. Yahya, Tokoh Masyarakat, 2 September 2020.
58
Begitu halnya dengan umat Kristen ketika tertimpa musibah
kehilangan anggota keluarganya, umat muslim di lingkungan Panongan
ikut serta membantu penyelenggaraan. 18
.
Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut maka tidak bisa
dielakkan bahwa akan timbul konflik. Tetapi konflik-konflik yang dilatar
belakangi oleh perbedaan ini tidak dipermasalahkan dan bahkan konflik
tersebut tidak pernah terjadi. Dengan demikian terlihat bahwa ikatan
persaudaraan ini memiliki faktor penting dalam mempengaruhi
masyarakat dalam menjaga kerukunan.19
Ikatan persaudaraan seperti ini
yang mesti di contoh dan perlu diimplementasikan sebab menjalin ikatan
persaudaraan sama halnya seperti menjalin kerukunan.
b) Kerjasama yang baik
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat
lepas dari ketergantunagan kepada manusia lainnya. Seperti sejak lahir
manusia memerlukan bantuan dan membutuhkan kerjasama dengan
orang lain. Karena kondisi inilah manusia harus membiasakan sejak dini
untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain dan
menyelesaikan suatu masalah ataupun mengenai pekerjaan.
Demikian pula yang terjadi di masyarakat Panongan. Hal ini
terlihat apabila tetangganya ada kesulitan maka mereka membantunya
walaupun bukan satu agama dengannya, selain itu ada contoh kegiatan
kerjasama yang sampai saat ini masih dilakukan masyarakat Panongan,
18 Wawancara dengan H. Yahya, Tokoh Masyarakat, 2 September 2020. 19 Wawancara dengan H. Yahya, Tokoh Masyarakat, 2 September 2020.
59
momentum lebaran haji mereka lakukan bersama dalam pelaksanaan
penyembelihan hewan kurban, dalam hal ini umat Kristen ikut serta
menyumbangkan hewan kurban dan ikut membantu penyaluran daging
kepada masyarakat di lingkungan Panongan. Dengan adanya kerjasama
inilah kerukunan dalam kehidupan sehari-hari akan tercipta.
Kerukunan umat beragama di masyarakat Panongan tampak
walaupun bukan satu agamanya yang membutuhkan pertolongan, mereka
akan tetap ditolong. Ada banyak sekali manfaat yang dapat kita rasakan
dengan adanya kerjasama yang baik antara lain :20
- Mempererat tali persaudaraan.
- Menciptakan rasa persatuan dan kesatuan di lingkungan masyarakat.
- Membina hubungan sosial yang baik dengan masyarakat.
- Menciptakan rasa kebersamaan dan cinta kasih.
- Menumbuhkan sikap saling membantu, tolong menolong, sukarela,
danpersaudaraan.
c) Saling Menghormati dan Menghargai
Upaya-upaya masyarakat untuk saling menjaga kerukunan
beragama sangat diperlukan suasana yang damai dan aman di lingkungan
tempat tinggal. Dengan damai dan aman dapat melakukan kekhusukan
dalam beribadah, sedangkan apabila merasa curiga, takut atau kurang
aman maka tidak mungkin terjadi kekhusukan dalam beribadah.
20 Wawancara dengan Dony Candra, masyarakat Islam, 12 Desember 2020.
60
Masyarakat Panongan dapat menciptakan suasana damai dan aman
dalam lingkungan tempat tinggal mereka. Hal ini terlihat dari kepedulian
para orang tua untuk menanamkan sikap terpuji yang menghormati dan
menghargai satu sama lain.21
Masyarakat yang mayoritas tidak memaksakan agamanya untuk
diyakini oleh masyarakat yang minoritas, hal ini disebabkan karena
keyakinan beragama merupakan masalah pribadi yang menyangkut
urusan manusia dengan Tuhannya.
Kalau sudah terbentuk sikap saling menghargai dan menghormati,
kehidupan umat beragama akan aman dan rukun tercapai. Serta aman
melakukan aktifitas kegamaan dan kekhusukan dalam beribadah tanpa
merasa cemas. Keegoisan atau ingin menang sendiri merupakan penyakit
manusia yang ingin mementingkan kepentingannya sendiri dengan tidak
mementingkan kepentingan orang lain atau lingkungan sekitarnya.
Dengan selalu menanamkan sikap saling menghormati dan
menghargai, kerukunan dan kedamaian atau keharmonisan dalam
lingkungan akan tercapai. Saling menghargai adalah sikap toleransi antar
umat manusia, menerima perbedaan antara setiap manusia sebagai hal
yang wajar, dan tidak sama sekali melanggar hak asasi manusia lain.
Kerukunan dapat dikatakan sebagai keadaan hidup bersama yang
diwarnai oleh suasana aman dan damai. Kehidupan yang rukun jauh dari
pertikaian, tetapi bersatu dan sepakat dalam memiliki pandangan serta
21 Wawancara dengan Dony Candra, masyarakat Islam, 12 Desember 2020.
61
bertindak demi mewujudkan kesejahteraan bersama.22
Di dalam
kerukunan semua orang dapat hidup bersama tanpa adanya rasa curiga,
dimana terletak semangat dan sikap saling menghormati maupun
keikhlasan untuk bekerjasama demi kepentingan bersama.
D. Peran Pemerintah dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama
Setelah pembahasan mengenai kerukunan intern dan antar umat
beragama, pada poin yang terakhir penulis akan mencoba mengeksplorasi
hubungan masyarakat Panongan dengan pemerintah dalam konteks menjaga
dan memelihara kerukunan umat beragama yang selama ini terjalin dengan
baik.
Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai fasilitator dan menjadi
salah satu faktor yang mendorong adanya kerukunan umat beragama di
wilayah Panongan karena melihat dari salah satu informan yaitu Sukiar
dengan mengatakan bahwa: “hubungan yang dibangun oleh ketua Majelis
Ulama Indonesia Kecamatan Panongan misalkan untuk menyambut perayaan
lomba kerohanian seperti Musabaqoh Tilawatil Qur‟an non-muslim diundang
untuk sekedar memeriahkan kegiatan pawai dan lain sebagainya, kerja sama
masyarakat muslim dan non-muslim terbilang cukup menggembirakan, baik
yang selama ini terjadi di kehidupan sosial maupun yang dibangun antara
muslim dan non-muslim dengan pemerintah, setelah ada masukan-masukan
22 Wawancara dengan H. Yahya, Tokoh Masyarakat, 2 September 2020.
62
sebelumnya dan seiring berjalannya waktu hubungan mereka menjadi lebih
baik.23
Kondisi keagamaan di wilayah Panongan masih terbilang aman dan
kondusif, tidak adanya gangguan yang sifatnya merugikan kerukunan umat
beragama di Panongan, sementara ini gesekan-gesekan keagamaan yang
berbau SARA24
masih bisa diredam sebaik mungkin tentunya dengan dibantu
oleh FKUB serta organisasi-organisasi keagamaan dan juga Forkopimcam
(Forum koordinasi di tingkat Kecamatan).
Keluarnya edaran Surat Keputusan Bersama 3 Menteri yang
ditindaklanjuti oleh SK tiap kepala daerah, maka ketegangan yang terjadi
ditengah-tengah masyarakat sedikitnya bisa diredam dengan adanya tokoh
yang cukup berpengaruh dalam meredam ketegangan tersebut.
Salah satunya ada peran penting Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah
dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama
untuk kerukunan dan kesejahteraan.
Menyadari tentang pentingnya arti kerukunan, FKUB hadir sebagai
wadah aspirasi, saluran komunikasi antara umat beragama maupun dengan
pemerintah. Berbagai kegiatan yang dilakukan FKUB Kabupaten Tangerang
dalam bentuk sosialisasi mengenai Peraturan Bersama Menteri Agama dan
23
Wawancara dengan Pak Sukiar Staff Kecamatan Panongan, 5 September 2020 24 Suku, Agama, Ras dan Antargolongan, yang dimaksud dengan SARA ini adalah
kelompok-kelompok yang hidup di masyarakat berdasarkan pada latar belakangnya seperti asal
sukunya, agamanya, rasnya atau golongannya..
63
Menteri Dalam Neger Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 200625
,
sehingga hasil dari sosialisasi tersebut dapat ditindaklanjuti kepada umat.26
FKUB bertugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan
masyarakat, menampung dan menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan
masyarakat dan melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan
kebijakan di bidang kagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat
beragama dan pemberdayakan masyarakat.27
Sebagai kepanjangan dari pemerintah, FKUB sering mewadahi forum
dialog yang dimana semua pihak dapat saling mendengarkan informasi dari
pihak lain dan dapat saling mengemukakan permasalahannya masing-masing.
E. Hasil Penelitian Kerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan umat beragama bukan berarti menyamakan agama-
agama yang ada dengan melebur kepada satu keutuhan dengan menjadikan
agama-agama yang ada itu sebagai unsur dari agama totalitas itu. Dengan
kerukunan dimaksudkan agar terbina dan terpelihara hubungan baik dalam
pergaulan antar masyarakat yang berbeda agama.
Urgensi kerukunan adalah untuk mewujudkan kesatuan pandangan
dan kesatuan sikap, guna melahirkan kesatuan perbuatan dan tindakan serta
25 Pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan
kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian
Rumah Ibadat. 26 Wawancara dengan Yahya Erfan, Pengurus FKUB Kabupaten Tangerang, 5
Desember 2020. 27 Wawancara dengan Yahya Erfan, Pengurus FKUB Kabupaten Tangerang, 5
Desember 2020.
64
tanggung jawab bersama, sehingga tidak ada pihak yang melepaskan diri dari
tanggung jawab atau menyalahkan pihak lain.
Dengan kerukunan umat beragama menyadari bahwa masyarakat
dan negara adalah milik bersama dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
memeliharanya. Karena itu kerukunan umat beragama bukanlah kerukunan
yang bersifat sementara, apalagi kerukunan politis, tetapi kerukunan hakiki
yang dilandasi dan dijiwai oleh agama masing-masing.28
Upaya-upaya telah dilakukan untuk menciptakan suasana rukun
seperti yang diharapkan masyarakat Panongan, dapat ditempuh cara sebagai
berikut :
a. Sudah menjadi tugas pemuka agama untuk memberi bimbingan kepada
masyarakat agar semakin meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa dalam suasana rukun, baik intern maupun antar
umat beragama.
b. Bagian dari tugas pemerintah untuk memberikan pelayanan dan
menyediakan kemudahan bagi penganut agama.
c. Tidak mencampuradukkan urusan akidah dan ibadah suatu agama.
d. Melindungi agama dari penyalahgunaan dan penodaan agama.
e. Pemerintah mendorong dan mengarahkan segenap lapisan masyarakat
untuk lebih meningkatkan kerjasama dan kemitraan dalam berbagai
sektor kehidupan masyarakat.
28
Toto Suryana. Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama (Jurnal
Pendidkan Agama Islam-Ta‟lim Vol. 9 No. 2. 2011), h. 134-135.
65
f. Mendorong umat beragama agar mampu mempraktekkan hidup rukun
dalam bingkai Pancasila, konstitusi dan dalam tertib hukum bersama.
Begitu pentingnya kerukunan bagi kehidupan beragama dimana
terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis dalam kedamaian, saling
tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama menjadi
pemersatu masyarakat yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan
kemajuan Negara. Cara masyarakat Panongan dalam menjaga sekaligus
mewujudkan kerukunan umat beragama sangat berarti dan tentunya dapat
menjadi contoh bagi masyarakat lain.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya maka dalam penulisan skripsi ini dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a) Toleransi menjadi modal penting dalam terciptanya kerukunan umat
beragama di Panongan. Masyarakat baik muslim maupun non-muslim
saling menjunjung tinggi nilai toleransi.
b) Bentuk-bentuk interaksi yang terjadi di masyarakat Panongan berbentuk
positif karena interaksi menjadi modal utama yang didampingi dengan
kegiatan sosial masyarakat sehingga tidak terjadi perselisihan yang
begitu berarti .
c) Proses komunikasi yang ada di wilayah Panongan juga sangat baik
karena antara masyarakat Islam, Kristen, Buddha dan Khonghucu
saling menghargai dalam kehidupan sehari-hari, bertetangga maupun
dalam kegiatan hari besar keagamaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerukanan masyarakat Panongan
ini ialah ikatan persaudaraan dalam membangun kerukunan antar umat
beragama menjadi sangat baik, baik itu bagi diri sendiri, ataupun sesama.
Supaya kerukunan agar tetap baik ialah bagaimana masyarakat Panongan
dapat saling mengasihi, menghargai terhadap sesama. Pada umumnya
masyarakat di Panongan adalah pemeluk agama Islam. Meskipun demikian
hal tersebut tidak menjadikan masyarakat Panongan tidak saling membenci
ataupun menghakimi satu sama lain. Masing-masing dari setiap pemeluk
67
agama saling terbuka dan menerima keberadaan dari agama lain. Adanya
kerukunan beragama yang ada di Panongan, tidak membuat hubungan antara
masyarakat Panongan menjadi renggang dan kaku, justru hal tersebut
membuat keindahan tersendiri yang dapat dilihat dalam kehidupan
bermasyarakat sehari-hari. Dalam melakukan kegiatan yang bersifat sosial,
masyarakat Panongan tidak memandang adanya kelompok mayoritas ataupun
minoritas. Masyarakatnya selalu menanamkan rasa persaudaraan yang sangat
kuat dan menjunjung tinggi sikap saling menghormati.
B. Saran
Kerukunan Umat Beragama yang terjadi di Panongan terjalin sangat
baik. Hal ini diharapkan bisa menjadi cerminan bagi masyarakat di wilayah
lain untuk lebih mengenal, saling menghargai, menghormati, saling mengenal,
dan saling membantu sesama masyarakat untuk menciptakan harmonisasi
dalam kehidupan disamping adanya perbedaan akidah atau keyakinan yang
mendasar.
Dengan beberapa uraian di atas mengenai Kerukunan Umat Beragama
di Wilayah Panongan, maka penulis memberikan saran sebagai bahan
pertimbangan yaitu sebagai berikut:
1. Kerukunan yang telah terjalin selama ini harus tetap dijaga dengan sebaik
mungkin, agar dapat hidup berdampingan selama hidup bermasyarakat.
2. Meningkatkan dan menumbuhkan rasa tali persaudaraan pada gerenasi
penerus agar selalu terjaga kerukunan serta keserasian yang sudah terjalin
selama ini.
68
DAFTAR PUSTAKA
Agil Husain Al Munawar, Said. fikih hubungan antar agama Jakarta: Ciputat
Press, 2003.
A. Hakim, Bashori dan Moh. Saleh Isre. Fungsi Sosial Rumah Ibadah dari
Berbagai Agama Dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama. Jakarta:
Badan Litbang dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2004.
Ali, Mukti. Pluralisme Agama di Persimpangan Menuju Tuhan, Salatiga: STAIN
Salatiga Press, 2006.
Amin, Ma‟ruf. Harmoni Dalam Keberagamaan: Dinamika Relasi Agama-Negara.
Jakarta: Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antar Agama,
Cet, II, 2013.
Amin, Ma‟ruf. Melawan Terorisme Dengan Iman. Jakarta: Tim
Penanggulangan Terorisme, 2007.
Anwar , Donny Gahral. Pengantar Fenomenologi. Depok: Koekoesan, 2010.
Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar:
2015.
Baidhawi, Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta:
Erlangga, 2005.
Budiyono HD, AP. Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beriman.
Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983.
Chowmas D, Dharmaji. Kerukunan Antar Umat Beragajvia dalam Pandangan
Agama Buddha, edisi revisi, Pekanbaru: Mandala Producdon, 2009.
Creswell, J.W. Research Design: Quantitative And Qualitative Approach.
London: Sage, 1994.
Fachruddin, Fuad. Agama dan Pendidikan Demokrasi: Pengalaman
Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama. Jakarta: Pustaka Alvabet dan
Yayasan Insep.
Ghazali, Adeng Muchtar. Pemikiran Islam Kontemporer Suatu Refleksi
Keagamaan Yang Dialogis. Bandung: Pustaka Setia, 2005.
69
Hadi, Syamsul. Abdurrahman Wahid: Pemikir Tentang Kerukunan Umat
Beragama. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press, 2005.
Hariwijaya, M. Metodologi dan Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi untuk Ilmu
Sosial dan Humaniora. Cet. II, Yogyakarta: Parama Ilmu, 2015.
Ismail, Faisal. Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2014.
Jabir, Ahmad dkk, Potret Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Tangerang,
Tangerang: FKUB Press, 2010.
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. Cet. I, Jakarta: PT.
Gramedia, 1977.
Kunto, Suharsini Ari. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek Jakarta:
Rineka Cipta, 2002.
Lincolin, Arsyad. “Ekonomi Pembangunan”, Edisi 4, STIE YKPN: Yogyakarta,
1997.
Lubis, Ridwan. Cetak Biru Peran Agama, Jakarta: Puslitbang, 2005.
Madjid, Nurcholish. Dialog Keterbukaan Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana
Sosial Politik Kontemporer. Jakarta: Paramadina, 1998.
Madjid, Nurcholis. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1992.
Mulyono, Bashori. “Ilmu Perbadingan Agama” , Indramayu : Pustaka Sayid
Sabiq, 2010.
Moleong, Lexi J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2002.
Naim, Ngainun Teologi Kerukunan (mencapai titik temu dalam keragaman),
Yogyakarta: Teras, 2011.
Natsir, M. Islam dan Kristen di Indonesia. Jakarta: Media Dakwah, 1988.
Nur Anna, Dian. “Khonghucu di Korea Kontenporer dan Sumbangannya
terhadap Kerukunan Ummat Beragama di Indonesia”. Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga Press, 2013.
Piyadassi. Spektrum Ajaran Buddha. Jakarta: Yayasan Pendidikan Buddhis Tri
Ratna, 2003.
70
Sairin, Weinata. Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Berbangsa:
Butir-butir pemikiran. Cet. III, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2011.
Shihab, M. Quraish. Atas Nama Agama: Wacana Agama Dalam Dialog
Bebas Konflik. Bandung: Pustaka Hidayah, 1988.
Sjadzali, Munawir. Partisipasi Umat Beragama dalam Pembangunan Nasional.
Jakarta: CV. Rekani, 1984.
Soehartono, Irwan Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009.
Suprapto, Semerbak Dupa di Pulau Seribu Masjid: Kontestasi, Integrasi dan
Resolusi Konflik Hindu Muslim. Jakarta: Impressa Publishing, 2013
Syaefullah, Asep. Merukunkan Umat Beragama: Studi Pemikiran Tarmizi Taher
tentang Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu,
2007.
Syafril, Akmal. Hamka Tentang Toleransi Beragama, dalam rubrik Islamia
Republika, Kamis 15 Desember 2011.
Thoha, Anis Malik. Tren Pluralisme Agama. Jakarta: Gema Insani Press, 2005.
Yewangoe, A.A. Agama dan Kerukunan, Jakarta: Gunung Mulia, 2009.
Wahyudin dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009.
Referensi Jurnal
Daimah. Peran Perempuan dalam Membangun Kerukunan Umat Beragama: Studi
Komparatif Indonesia dan Malaysia, Jurnal Pendidikan Islam el-Tarbawi,
Vol. XI No. 1, Yogyakarta, 2018.
Duta, Widya. Merawat Kerukunan Hidup Umat Beragama Dalam Pandangan
Hidu, Jurnal Ilmiah Ilmu Agama dan Ilmu Sosial Budaya, Vol. XV, No 02,
2020.
71
Firdaus, Muhammad Anang. Eksistensi Forum Kerukunan Umat Beragama dalam
Memelihara Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. Jurnal
Kontekstualita, Vol. 29, No. 1, Jayapura, 2014.
Khairah, Husin. Peran Mukti Ali dalam Pengembangan Toleransi Antar Agama di
Indonesia, Jurnal Ushuluddin, Vol. XXI, No. 1, Januari 2014.
Mawardi, Marmiati. Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Di Daerah
Transmigrasi Palingkau Asri, Jurnal Analisa, Vol. XV, No 02 Mei –
Agustus, 2008.
Suryana. Toto. Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama,
Jurnal Pendidkan Agama Islam-Ta‟lim Vol. 9 No. 2. 2011.
Yustiani. Kerukunan Antar Umat Beragama Kristen dan Islam di Soe, Nusa
Tenggara Timur, Jurnal Analisa, Vol. XV. No. 02, Edisi: Mei-Agustus2008.
Dewan Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Jilid 6, (Van Hoeve,t,th).
Referensi Online
https://biropemerintahan.bantenprov.go.id/profil-kabupaten-tangerang,
http://desapanongan.com/sejarah-dan-legenda-desa/.
LAMPIRAN I
SURAT IZIN PENELITIAN
LAMPIRAN II
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
LAMPIRAN III
HASIL WAWANCARA
A. Wawancara dengan H. Anwar Munawar
1. Apakah masyarakat muslim di Panongan sudah dapat menghargai
perbedaan dan hidup rukun?
Dalam keseharian banyak hal yang telah dilakukan oleh muslim di
Panongan, dalam kehidupan beragama masyarakat telihat rukun tidak
hanya dengan tetangga-tetangganya antara pemeluk agama lain juga, tidak
ada cekcok yang sedemikian rupa . Kalau ada yang minta bantuin ya kita
bantuin, misalnya kalau ada yang nikahan yaudah tetangga-tetangga yang
perempuan baik muslim maupun non-muslim pasti dateng ke rumah yang
punya acaranya bantuin masak, atau sekedar beres-beres apa sajalah yang
bisa di bantu. Alhamdulillah masyarakat di sini kalau sama tetangga sudah
seperti saudaranya saja walaupun berbeda keyakinan.
2. Apa saja bentuk kegiatan keagamaan masyarakat muslim didalam
lingkungan?
Di sini masyarakat sering mengadakan agenda pengajian bulanan.
Hampir tiap bulan juga kadang suka ada kajian di masjid-masjid , jadi
warga suka ikut kajian juga, dan biasanya kalau hari-hari besar Islam
masyarakat berbondong-bondong untuk mengadakan tabligh akbar dan tak
jarang kami selalu berkoordinasi untuk mengarahkan agar memilih
pendakwah yang menyerukan nilai-nilai toleransi.
3. Apa yang sudah dilakukan dalam upaya merawat kerukunan umat
beragama?
Saling bekerjasama dalam segala aspek kehidupan, contohnya
dengan cara membangun komunikasi yang baik, tidak membicarakan hal-
hal yang sifatnya sensitif dan mengarah pada konflik di tatanan
masyarakat, untuk itu kami selaku pemuka agama selalu bertemu setiap
hari sabtu dan selalu berkoordinasi setiap saatnya apabila ada hal-hal yang
dirasa penting dan sifatnya segera, sehingga konflik tidak terjadi, justru
dengan itu tercipta rasa toleransi, saling menghargai, saling menghormati,
saling pengertian dalam hidup bermasyarakat antar umat beragama.
4. Bagaimana wujud kerukunan umat beragama di wilayah Panongan saat
ini?
Kalau ada orang sakit suka saling menengok, kalau ada orang yang
membutuhkan darah kita sebagai muslim membantu tidak memandang
dari agama mananya. Kemudian ada juga kegiatan berbagi makanan gratis
setiap hari jumat dari muslim disini yang biasanya antusias masyarakat
berbagai latar belakang sangat tinggi.
B. Wawancara dengan Romo Felix Supranto
1. Pemahaman kerukunan seperti apa yang selama ini diajarkan kepada
masyarakat?
Membangun kerukunan bukan sekadar berada dalam level
perkataan, tetapi lebih pada level perbuatan. “Berkatalah kalau
diperlukan, tetapi berbuatlah banyak” nasihat seperti itu yang selalu saya
berikan kepada setiap orang yang berjumpa dengan saya. Tindakan kecil
seperti perjumpaan dengan para santri di pondok pesantren, mempererat
tali silaturahmi dengan para tokoh keagamaan dan menghadiri undangan
syukuran dapat menjadi cahaya kerukunan, persaudaraan dan perdamaian
karena berbasiskan hati nurani dan kasih. Oleh karenanya, daripada selalu
mengeluhkan persoalan tentang intoleransi, hendaknya lebih baik menjadi
cahaya kecil kerukunan. Menjadi cahaya kecil kerukunan akan melahirkan
harapan dan kebahagiaan, sebaliknya jika terus menerus mengeluhkan
persoalan yang terjadi hanyalah akan melumpuhkan semangat menjaga
kerukunan.
2. Apa saja yang telah dilakukan dalam membangun bingkai kerukunan umat
beragama?
Selalu menunjukkan contoh yang baik kepada masyarakat, karena
masyarakat biasanya mencontoh apa yang biasanya dilakukan oleh
pemuka agamanya. Kita bisa memulainya dengan hidup berdampingan
secara harmonis, gotong royong, memiliki solidaritas yang tinggi tentunya
dalam bingkai negara, dari situ kemudian terbangun pola yang semulanya
formal menjadi yang lebih personal.
Hal kecil yang bisa kita lakukan untuk hal itu misalkan ada yang
sakit kita sambangi, kita jenguk, ada yang meninggal kita datangi
keluarganya, ada yang punya hajat kita hadiri sepanjang tidak bertolak
belakang dengan keyakinan masing-masing.
3. Bagaimana wujud kerukunan umat beragama yag telah dilakukan dan
diajarkan kepada masyarakat?
Peranan saya dalam berbagai kegiatan masyarakat, semua umat
beragama di Panongan selalu saya ajak dalam kegiatan sosial dan saya
tidak mempermasalahkan dalam urusan agama, mereka saling kerjasama,
contohnya dalam peringatan HUT RI yang biasanya mengadakan kegiatan
jalan santai kebangsaan, selain itu faktor kerukunan yang terjalin biasanya
adanya kegiatan dilakukan oleh saya setiap setahun sekali setelah hari
raya, umat Katolik setiap tahunnya selalu ikut serta dalam perayaan hari
raya Idul Adha dengan menyumbangkan hewan kurban kepada beberapa
tokoh agama di lingkungan Panongan.
C. Wawancara dengan Pdt. Samuel Wiratama
1. Apa saja yang telah dilakukan dalam upaya membina kerukunan umat
beragama?
Peran saya sebagai pemuka yang paling penting itu dengan
mengajarkan paham agama kepada umat dengan sebaik-baiknya, karena
saya yakin tidak satupun agama yang mengajarkan pertentangan atau
kontra akan perdamaian.
2. Bagaimana wujud kerukunan yang selam ini sudah terlihat dan
dilakukan masyarakat?
Hubungan yang rukun dan kondusif selama ini dapat dilihat dari
membaurnya umat beragama, seperti turut andilnya non-muslim dalam
acara syukuran, pernikahan, kematian maupun acara lainnya. Maksud
saya disini, ketika masyarakat muslim mengadakan pesta, seperti
syukuran dan pernikahan, ketika masyarakat non-muslim diundang,
maka mereka akan menghadiri acara tersebut, begitupula ketika ada
yang tertimpa musibah kematian, maka umat non-muslim dan muslim
akan saling melayat. Terbinanya hubungan pertetanggan antara muslim
dan non-muslim dengan memegang prinsip-prinsip kemanusiaan seperti
menghargai dan memahami bahwa tidak boleh sembarangan
memelihara babi dan memberikan jalan untuk jamaah yang akan
melakukan ibadah di gereja.
D. Wawancara dengan H. Yahya
1. Apa saja yang telah dilakukan dalam upaya membina kerukunan umat
beragama?
Berdialog antar tokoh agama, menampung keluhan-keluhan
masyarakat beragama, menyalurkan aspirasi masyarakat,
mensosialisasikan kebijakan dan perundang-undangan terkait dengan
kerukunan dan memberikan rekomendasi terhadap ijin pendirian rumah
ibadah bagi umat beragama yang telah memenuhi syarat dan ketentuan
yang disepakati. Karena selain menjadi tokoh masyarakat saya juga salah
satu pengurus FKUB Kabupaten Tangerang.
2. Bagaimana sikap atau antisipasi untuk menghadapi konflik jika terjadi
di tengah-tengah masyarakat?
Contohnya dalam menjaga kondisi pada momentum hari besar
keagamaan, walaupun di tingkat masyarakat dan di tingkat komunitas
tidak ada masalah, akan tetapi bisa jadi ada oknum yang melakukan suatu
aksi diluar dugaan yang dapat merugikan dan mencoreng nama baik
komunitas, maka dari itu sekecil apapun potensi konflik harus diantisipasi
dan dikawal. Upaya yang dapat dilakukan ialah bekerja sama dengan
pihak keamanan, pemerintah, dan pihak-pihak terkait lainnya. Walaupun
mungkin ada orang yang mengatakan bahwa kita terlalu lebay,
menggunakan pengawalan dari alat negara, hal tersebut dilakukan guna
menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Karena membagun kerukunan
umat beragama perlu mengantisipasi konflik sedini mungkin, di manapun,
kapanpun dan sejauh manapun.
E. Wawancara dengan Js. Yap Cun Teh
1. Upaya apa saja yang telah dilakukan guna menjaga dan mengajarkan
kerukunan kepada masyarakat?
Paling utama itu menanamkan sifat ramah, sabar dan menahan diri
tidak emosional, agar kita tidak terombang-ambing oleh keadaan.
Berikutnya jangan menunjukan arogansi, menjelekkan agama lain dan
mengatakan hanya agama saya yang paling baik, menurutnya agama itu
hanya jalan menuju Tuhan, sehingga setiap orang ingin melalui jalan yang
mana saja silahkan, dua hal ini penting karena pada tingkatan umat secara
umum masih dipandang agak sulit dijalankan.
F. Wawancara dengan Andreas
1. Bagaimana hubungan yang terjadi antara muslim dengan non-muslim di
Panongan dalam mengimplementasikan kerukunan umat beragama?
Hubungan yang terjalin selama ini baik-baik saja, dalam urusan
mewujudkan kerukunan umat beragama, kami rutin mengadakan kegiatan
donor darah setiap tiga bulan sekali dilingkungan gereja, tentunya dengan
mengajak rekan-rekan dari unsur muslim atau umat agama lain untuk ikut
serta baik dalam kepanitiaan maupun sebagai peserta donor darah.
Ada lagi dalam bidang olah raga seperti outbond kebangsaan,
badminton, dan voli. Kami selalu kompak dalam kegiatan positif semacam
itu.
2. Faktor apa saja yang mendorong terjadinya kerukunan antara muslim
dan non-muslim di Panongan?
Faktor yang mendorong kerukunan antara muslim dengan non-
muslim di antaranya sebagai berikut:
a. Adanya hubungan baik berupa seringnya pemuka agama melakukan
kegiatan perjumpaan yaitu antara pemuka agama Islam dengan
Kristen.
b. Menjunjung tinggi nilai toleransi yang mengibaratkan jika toleransi
tidak dibangun hal itu mengisyaratkan seperti malapetaka terhadap
perkembangan kerukunan umat beragama.
G. Wawancara dengan Dimas
1. Apakah ada kegiatan sosial yang dilakukan bersama antara muslim
dengan non-muslim di Panongan?
Ya ada, contoh hal kecilnya seperti gotong royong tetap terjaga dan
dilaksanakan bersama-sama ketika ada perintah dari RT/RW setempat.
Tetapi tidak ada jadwal tertentu/rutin kecuali kalau ada kegiatan-kegiatan
yang cukup besar dan membutuhkan kerja sama antar masyarakat di
Panongan .
2. Bagaimana relasi yang terjadi antara muslim dan non-muslim di
Panongan?
Relasi yang terjadi di Panongan salah satunya masalah perayaan
hari besar keagamaan. Dimana kita saling membantu dalam segi
pelaksanaan maupun keamanan. Jadi ya hubungannya baik-baik saja
dalam upaya menjaga kerukunan umat beragama. Kemudian ada juga di
mana non-muslim mempunyai yayasan pendidikan sendiri dan di sana
murid-muridnya digabungkan antara muslim dan non-muslim .
3. Faktor-faktor apa saja yang mendorong adanya kerukunan antara
muslim dengan non-muslim di wilayah Panongan?
Faktor yang mendorong adanya hubungan baik antara dan non-
muslim yang paling menonjol adalah faktor pendidikan. Dapat
menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan
cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain,
sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang murni tanpa dipengaruhi
oleh dorongan tertentu. Yang kedua dengan sadar menganggap bahwa
perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh sebab
itu hendaknya hal ini dijadikan ajang untuk memperindah suasana
kehidupan beragama.
LAMPIRAN IV
DOKUMENTASI NARASUMBER
Dokumentasi Kerukunan Umat Beragama
Bentuk Kerukunan Umat Beragama yang menjunjung tinggi Nilai Toleransi
Dokumentasi Kerukunan Umat Beragama dalam bentuk Interaksi dan
Komunikasi