konsep al-qaḌĪ ‘abd al-jabbĀr dan abu hasan...

98
KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN AL-ASY‘ARI TERHADAP SIFAT TASYBĪH SKRIPSI Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama Islam (S.Ag) Oleh Fitrotul Azizah NIM: 1113033100066 PROGAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H./2018 M.

Upload: trinhdan

Post on 24-Apr-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN AL-ASY‘ARI

TERHADAP SIFAT TASYBĪH

SKRIPSI

Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama Islam (S.Ag)

Oleh

Fitrotul Azizah

NIM: 1113033100066

PROGAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./2018 M.

Page 2: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār
Page 3: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

Ph.D

Page 4: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār
Page 5: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

v

PEDOMAN TRANSLITERASI1

Arab Indonesia Arab Indonesia

ṭ ط a ا

ẓ ظ b ب

‘ ع t ت

gh غ ts ث

f ف j ج

q ق ḥ ح

k ك kh خ

l ل d د

m م dz ذ

n ن r ر

w و z ز

h ه s س

’ ء sy ش

y ي ṣ ص

h ة ḍ ض

VOKAL PANJANG

Arab Indonesia

Ā ٱ

Ī اى

Ū او

1Hipius, Ilmu Ushuluddin’ Jurnal: Himpunan Peminat Ilmu Ushuluudin (HIPIUS). Vol.1,

no.1 Januari 2013

Page 6: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

vi

ABSTRAK

Fitrotul Azizah

Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār dan Abu Hasan al-Asy‘ari Terhadap Sifat

Tasybīh

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan konsep tasybīh dalam

pandangan dua tokoh yang mewakili dua kutub pemikiran yang kerap kali

bertentangan, yaitu Al-Qāḍī ‘Abd al-Jabbār dan Abu Hasan al-Asy‘ari. Konsep

tasybīh pada hakikatnya bertujuan untuk mensucikan Tuhan dari makhluk-Nya.

Bahwa, dilihat dari sudut pandang manapun, Tuhan tetap tidak disamakan

dengan makhluk-Nya baik dari segi sifat, asma, dan af’al-Nya (perbuatan-Nya).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis.

Yaitu akan mendeskripsikan berbagai masalah terkait dengan konsep tasybīh

dan kemudian menganalisisnya dengan metode perbandingan. Adapun teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kajian pustaka (library research).

Penelitian ini berkesimpulan bahwa dalam memandang persoalan tasybīh,

Al-Qāḍī ‘Abd al-Jabbār hendak memurnikan ke-Esa-an Tuhan dengan

menjauhkan segala persepsi bahwa Dia memiliki sifat, yaitu Tuhan disamakan

dengan manusia seperti mempunyai tempat, anggota tubuh dan sifat lainnya.

Karena baginya Tuhan bersifat immateri. Sedangkan ayat al-Qur‘an yang

mengindikasikan bahwa Tuhan memiliki sifat seperti tangan, wajah, dan

bersinggah di Arsy, harus diinterpretasikan dengan kekuasaan, Dzat-Nya dan

menguasai.

Berbeda dengan cara Al-Qᾱḍī dalam mensucikan Tuhan dengan makhluk-

Nya, Al-Asy‘ari tetap mengatakan bahwa Tuhan memiliki sifat sebagaimana

jelas termaktub dalam al-Qur‘an. Namun segala sifat Tuhan tersebut tidak dapat

dibayangkan oleh makhluk-Nya seperti apa (bilakaifa).

Kata Kunci: Tasybīh, Tuhan, Al-Qāḍī ‘Abd al-Jabbār, Abu Hasan al-Asy‘ari.

Page 7: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

vii

KATA PENGANTAR

Sesungguhnya segala bentuk pujian hanya pantas ku sandarkan kepada

Allah SWT, dan kepada-Nya aku memuja, berserah diri, serta memohon

ampunan. aku juga berlindung kepada Allah dari buruknya tipu-daya nafsu, dan

dari segala bentuk amalan yang menyimpang. Sebab, siapa saja yang telah Allah

berikan petunjuk, maka tidak ada satu pun makhluk yang sanggup

menyesatkannya. Dan sebaliknya, siapa saja yang sudah Allah tetapkan sebagai

manusia yang tersesat, maka tidak ada satu makhluk pun yang sanggup

memberinya sebuah petunjuk (hidayah) kepadanya. Dan aku bersaksi bahwa tiada

Tuhan yang aku sembah selain Allah, hanya Dia yang Maha Esa, tiada sekutu

bagi-Nya. Dan aku juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad saw merupakan hamba

yang sekaligus utusan-Nya.

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillāh Rabb al-‘Ālamīn, atas rahmat

serta kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

mengambil judul: Konsep Al-Qāḍī ‘Abd al-Jabbār dan Abu Hasan al-Asy‘ari

terhadap sifat-sifat tasybīh.

Tujuan penulisan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat memeroleh

gelar Sarjana Agama (S.Ag.) strata satu pada Program Studi Aqidah dan Filsafat

Islam Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mambangun

sebagai bahan masukan dari semua pihak.

Page 8: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

viii

Terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak,

sehingga pada kesempatan ini dengan segala hormat penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang telah memberikan masukan

baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyusun skripsi ini hingga

selesai, terutama kepada yang saya hormati:

1. Bapak Prof. Dr. Zainun Kamal, MA. selaku Pembimbing yang telah

membantu penulisan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M. Ag. selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Ibu Dra. Tien Rahmatin, MA. selaku Ketua Jurusan Aqidah dan

Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Abdul Hakim Wahid, MA. selaku Sekretaris Jurusan

Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Penulis juga berterima kasih kepada kedua orang tua tercinta yang

sangat mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, saya

persembahkan untuk Ayahanda tercinta Ahmad Thoha dan Ibunda

tercinta Muniroh, yang selalu mendoakan saya disetiap sujud dan

doanya, semoga beliau selalu dalam lindunganNya. Untuk adik

tersayang Muhammad Khotibul Lubab, dan terimakasih kepada,

nenek saya Mbah Maimunah, Mbah Hj Rateni, Om, bulek, dan

seluruh keluarga besar saya yang tidak bisa saya sebutkan satu

Page 9: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

ix

persatu, yang memberikan dukungan dan doanya sampai saat ini.

Terimakasih pula untuk sahabat saya Faizatul Abadiyah, yang selalu

memberikan dukungan masukan dan saya ucapkan Selamat

menempuh hidup baru Sakinah Mawaddah Warahmah. Ucapan

terimakasih saya ucapkan pula untuk senior Aqidah dan Filsafat Islam,

ka Syakur dan ka Bindan yang telah memberikan bimbingan dan

arahan untuk juniornya ini untuk menyelesaikan skripsi ini. Saya

ucapkan terimakasih kepada teman-teman seperantauan WASIAT

JAKARTA (Wadah Alumni Silaturrahim Tarbiyatut Tholabah) dan

FORMALA (Forum Mahasiswa Lamongan). Saya juga

berterimakasih kepada HMJ Aqidah dan Filsafat Islam, dan BEMF

Ushuluddin yang telah memberikan saya kesempatan untuk berproses

disana meski banyak kekurangan dari saya. kepada teman-teman

seperjuangan di Aqidah dan Filsafat Islam angkatang 2013, Rizka

widayanti, Triana Sugesti, Cici Zulaika, Dalillah Ukhriyati,

Rusmiyanahia, Teti Pujiawati, Nur Amaliadini (Nadin), Siti Salbiah,

Aulia Ning, Mursyidah, Nur Intan, Siti marliana (lea), Anita Amalia,

Selfiana, dkk yang tak bisa saya sebutkan satu persatu. Dan untuk

teman kosan saya Mba Siti Zulaika, Rahajeng Ayesha A. Tetangga

kosan saya mbak Sholihah (Vita), Chusnul Waroh, Himmatul M. dkk.

Serta teman-teman Asrama An-Nubala, teman IRMADA (Ikatan

Remaja Mushollah AN-Nubala) terimakasih atas dukungan dan

semangatnya. Untuk kepala TPQ An-Nubala Ustadzah Pipil Napilah

Page 10: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

x

S.Th.i yang banyak memberikan dukungan dan bimbingannya serta

teman seperjuangan mengajar, Desi dan Novi Novera, yang tak henti-

hentinya menanyakan kapan wisuda?. Untuk teman seperantauan saya

seperjuangan sepenanggungan, Wahyuni I., mbak Mir’atun N,

Syafi’atul U, Windi A, mbak Aulia A, Jamil, Lukman. Tak lupa pula

trimakasih kepada temang seangkatang saya di KAHFI BBC

Motivator School, angkatan 17. Yang memberikan dukungan untuk

menyelesaikan skripsi ini dan teman seangkatan yang sama-sama

dalam menyelesaikan skripsi, Ajeng, Hoti, ka Fikriyah, Ami, Lusi,

Ames, Redy, Lita, Lulu, Ernis Mia, Dkk.

Akhir kata penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak

dan apabila ada yang tidak tersebutkan dalam kata pengantar ini mohon maaf, dan

dengan besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya

sendiri dan umumnya bagi semua pembaca. Bagi para pihak yang telah membantu

dalam penulisan ini semoga segala amal kebaikan langsung mendapat balasan

yang sangat berlimpah dari Allah Subhānahu wa Ta’ālā āmīn Yā Rabb al-

‘Ālamīn.

Jakarta, 04 Juni 2018

Fitrotul Azizah

Page 11: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... v

ABSTRAK ..................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 9

D. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 10

E. Metode Penelitian ....................................................................... 11

F. Sistematika Penelitian ................................................................. 12

BAB II AL-QᾹḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN AL-ASY‘ARI

1. Sejarah Hidup Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār ............................... 14

2. Posisi Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār ............................................ 16

3. Karya al-Qādī „Abd al-Jabbar .............................................. 21

A. Abu Hasan al-Asy‘ari

1. Sejarah Hidup Abu Hasan Al-Asy„ari ................................. 25

2. Posisi Abu Hasan Al-Asy„ari ............................................... 28

3. Karya Abu Hasan Al-Asy„ari .............................................. 34

BAB III KONSEPTASYBĪH MENURUT AL-QADI ‘ABD AL-JABBAR

DAN ABU HASAN AL-ASY’ARI

A. Landasan Teori ......................................................................... 36

1. Sejarah Ilmu Kalam............................................................ 36

2. Pengertian Kalam ............................................................... 39

3. Metode Ilmu Kalam ........................................................... 41

B. Menurut Al-Qādī ‘Abd Al-Jabbār .......................................... 42

Page 12: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

xii

1. Tauhīd .................................................................................. 42

2. Tasybīh ................................................................................ 46

a) Ta‟wil Sifat Kalam ........................................................ 47

b) Ta‟wil Melihat Tuhan .................................................... 51

c) Ta‟wil WajahTuhan ....................................................... 53

d) Ta‟wil kata “Isytawāalā al-Arsy” ................................. 54

C. MenurutAbu Hasan Al-Asy‘ari ............................................... 55

1. Tauhīd .................................................................................. 55

2. Tasybīh ................................................................................ 56

a) Sifat Kalam ................................................................... 59

b) Melihat Tuhan ............................................................... 60

c) WajahTuhan .................................................................. 62

d) Kata “Isytawāalā al-Arsy” ........................................... 63

BAB IV PERBANDINGAN KONSEP TASYBIH AL-QADI ABD AL-

JABBAR DENGAN ABU HASAN AL-ASY’ARI

A. Tauhid ......................................................................................... 65

B. Tasybīh ........................................................................................ 66

1. Sifat Kalam ........................................................................... 70

2. Melihat Tuhan ....................................................................... 73

3. Wajah Tuhan ......................................................................... 74

4. Ta‟wil kata “Isytawāalā al-Arsy” ........................................ 75

5. Rangkuman Tabel ................................................................ 79

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 81

B. Saran .......................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 84

Page 13: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemahaman tentang Tuhan dalam teologi Islam berbeda dengan

alam.Tuhan dipersepsikan sebagai Dzat Yang Maha Suci dari segala bentuk

keserupaan dengan makhluknya. Persepsi Tuhan selayaknya dijauhkan dari

sesuatu yang dapat mengotori kemurnian Dzat-Nya. Penyucian konsep

tentang Tuhan dari segala sifat makhluk tersebut disebut dengan Tanzīh yakni

Tuhan memiliki tingkat lebih tinggi daripada makhluk-Nya. Selain tanzīh ada

namanya Tasybīh yang berasal dari kata Syabāhā yakni menyerupakan

sesuatu dengan sesuatu yang lain, dalam hal ini adalah menyerupakan sifat

Tuhan dan makhluk-Nya.

Para mutakallimin mendukung tanzīh dan menganggap tasybīh adalah

bid‟ah atau sesat. Mereka berpendapat bahwa yang terdapat dalam al-Qur‟an

dan Hadits menyebutkan Tangan Tuhan, Mata Tuhan, Wajah Tuhan dan

sebagainya harus ditafsirkan secara metafor dan memberikan arti kata yang

sesuai yang tidak serupa dengan makhluk-Nya. Namun ada pula para

pendukung pendapat tentang penafsiran secara harfiah yang mengartikan

kata-kata yang sama tanpa penafsiran secara metafor atau penakwilan, kata

Tangan Tuhan, diartikan sama dengan Tangan Tuhan, namun kita tidak bisa

mengetahui bentuk dan sifat tangan tersebut. Tangan Tuhan tidak

Page 14: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

2

samadengan tangang manusia dan manusia tidak boleh membayangkan

Tangan Tuhan seperti apa.

Salah satu perdebatan menarik dalam teologi adalah konsep tasybīh

yang dipahami sebagai penyerupaan Tuhan seperti bentuk tubuh manusia.

Dan yang dimaksud penyerupaan seperti bentuk tubuh manusia ialah bahwa

Tuhan mempunyai sifat yang mana sifat tersebut sama dengan sifat yang

dimiliki oleh manusia (makhluknya). Tema tasybīh merujuk pada

permasalahan bahwa ada beberapa pandangan yang berbeda mengenai Tuhan,

Tuhan memiliki sifat dan Tuhan tidak mempunyai sifat. Namun dari beberapa

pandangan tersebut para teolog mempunyai landasan masing-masing yang

kuat. Dalam permasalahan seperti ini juga menimbulkan beberapa pertanyaan

bagaimana Tuhan memiliki sifat seperti manusia sedangkan manusia sendiri

diciptakan oleh Tuhan. Apakah sama apa yang dimaksud dengan sifat Tuhan

dengan sifat manusia, sedangkan seperti yang telah diketahui bahwa Tuhan

bersifat immateri.

Ada beberapa teolog yang membicarakan mengenai konsep tasybīh,

baik itu pro maupun kontra terhadap pandangan Tuhan mempunyai sifat dan

Tuhan tidak mempunyai sifat. Dalam hal ini penolakan terhadap konsep

tasybīh ini adalah Mu‟tazilah, yang berbeda pandangannya dengan

Asy„ariyah yang lebih mengutamakan nas Al-Qur‟an dan Hadits dari pada

akal atau rasio.1 Yang mana berbalik dengan Mu„tazilah yang mengutamakan

akal dan rasio. Menurut al-Baghdādī terhadap konsensus kalangan kaum

1Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2001), Cet. 12, h. 68.

Page 15: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

3

Asy„ariyyah mengenai bahwa Tuhan mempunyai sifat, daya, pengetahuan,

pendengaran, penglihatan dan sabda Tuhan adalah kekal.2 Jelas ini sangat

berbeda dengan kaum Mu‟tazilah yang sering disebut kaum rasionalisme dan

persoalan teologinya yang mendalam dan bersifat filosofis.3 Karena Tuhan

termasuk dalam alam rohani maka rasio tidak dapat menerima bahwa Tuhan

mempunyai sifat-sifat jasmani.4 Untuk mentauhidkan Allah Mu‟tazilah

berpandangan bahwa Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat

mengurangi keMaha Esaan Allah. Tuhan adalah satu-satunya Yang Maha Esa

dan tiada pula yang menyamaiNya.5 Oleh karena itu Mu‟tazilah menolak,

bahwa Tuhan tidaklah mempunyai sifat. Menurut Al- Qadī„Abd al-Jabbār,

Tuhan bersifat immateri dan tidak dapat dikatakan bahwa Tuhan

mempunyai sifat jasmani. Namun masing-masing berdasarkan apa yang telah

dibangun atas kerangka berfikir mereka dan mengklaim bahwa mereka sama-

sama mentauhidkan Allah dan memelihara keesaan Allah.

Menarik diulas lebih lanjut mengenai apakah Tuhan mempunyai sifat

atau tidak, ada beberapa alasan dan argumen yang digunakan untuk persoalan

seperti ini misalnya kaum Asy„ariyah, seperti yang telah disinggung diatas

bahwa ia mengatakan Tuhan mempunyai sifat, karena perbuatannya-

perbuatannya, selain itu juga menyatakan bahwa Tuhan mengetahui,

menghendaki, berkuasa dan ia juga mengatakan bahwa Tuhan mempunyai

2Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta: UI Press, 2011), h.136.

3Ris‟an Rusli, Teologi Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h.52-53.

4Harun, Nasution, Muhammmad Abduh dan Teologi Rasional Mu‘tazialh, (Jakarta:

Universitas Indonesia (UI Press), 1987), h. 80. 5Nunu, Burhanuddin, Ilmu Kalam Dari Tauhid Menuju Keadilan, (Jakarta: Prenadamedia

Group, 2016), h. 106.

Page 16: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

4

pengetahuan, kemauan dan daya.6 Bisa dipahami kaum Asy„ariyah mengenai

sifat-sifat Tuhan bahwa Tuhan memiliki sifat seperti mempunyai tangan dan

kaki, namun hal ini tidak dapat diartikan secara harfiyahnya saja, melainkan

secara simbolis.7 Abu Hasan al-Asy„ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah

itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang

tampak mirip.Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi sejauh

menyangkut realitanya (hakikat) tidak terpisah dari esensinya dengan

demikian tidak berbeda dengan-Nya.8 Ibn Kullāb berpendapat bahwa sifat

Tuhan bukanlah Dzat Tuhan dan tidak pula sesuatu yang lain dari Dzat

Tuhan.9 Sebaliknya dengan Mu‟tazilah bahwa sifat-sifat Allah melekat pada

dzat-Nya.10

Dalam pandangan Asy‟ariyah yang mengatakan bahwa Tuhan

memiliki sifat, berbalik dengan paham Mu‟tazilah yang menolak konsep

tasybīh. Suatu perdebatan yang menarik untuk dikupas lebih lanjut, aliran

Asy„ariyyah sebagaimana yang kita ketahui bahwa di Indonesia ini sendiri

sebagian besar masyarakatnya menganut teologi ahl al-sunnah wa al-

jama‘ah, atau lebih dikenal dengan aliran Asy„ariyyah. Seperti disekolah-

sekolah madrasah atau pesantren yang mengajarkan tentang tauhīd yang

6Harun Nasution, Teologi Islam, h.36.

7Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, IlmuKalam (Bandung: CV PustakaSetia, 2006), h.121.

8C.A. Qadir, Sifat Dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor 1991),

h.67-68. 9Zurkani, Jahja, Teologi Al-Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h.37.

10Abu, Abdullah bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin al-„Arabi al-Khatimi al-Ta‟i

al-andalusi dan Mahmud Mahmud al-Ghurab, Jagad Batin Ibnu Arabi, Penerjemah Imam Nawawi

(Yogyakarta: Institute of Nation Development Studies (INDeS), 2016), h. 47.

Page 17: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

5

memperkenalkan sifat-sifat Allah yang itu merupakan ajaran pokok dari

kelompok ahl al-sunnah wa al-jama‘ah.

Sementara Mu‟tazilah sendiri meski di Indonesia tidak banyak dipakai

mengenai ajarannya khususnya tentang sifat Tuhan ini ia tidak serta merta

dalam penolakannya terhadap konsep tasybīh. Namun ia mempunyai

landasan yang kuat dan tidak semata atas pertimbangan akal, melainkan

merujuk pada al-Qur‟an yang menjadi pedoman umat Islam. Mereka

berlandaskan pada ayat al-Qur‟an yang berbunyi:11

Artinya: Tak ada satu pun yang menyamai-Nya (QS. Asy-Sūrā[42]:11)

Mu‟tazilah mengenai penolakan ini atas sifat-sifat Tuhan yaitu

didasarkan pada penolakan dua yang qadim. Jika terdapat dua yang qadim

maka menjadi ada dua Tuhan dan akan membawa kepada kemusyrikan.12

Sebagaimana Mu‟tazilah menamakan mereka sebagai Ahl al-Tawḥīd dan Ahl

al-‘Adl adalah tauhid sifat-sifat Allah yakni bahwa sifat itu tidak berbeda

dengan Dzat-Nya itu sendiri. Sedangkan Asy„ariyyah bahwa sifat-sifat Allah

berbeda dengan Dzat-Nya.13

Maka hal ini akan banyak menimbulkan

persepsi mengenai banyak keqadiman selain Dzat Tuhan dan bagi Mu‟tazilah

ini adalah mustahil bagi-Nya sebab bagi Mu‟tazilah yang qadim ialah hanya

Dzat Allah.14

Seperti pendapat tokoh Mu‟tazilah Abu al Hudzail Al-„Allāf

11

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, IlmuKalam.h.82. 12

Laily, Mansur, Pemikiran Kalam Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), Cet.II, h.

52. 13

Murtadha, Muthahhari, Keadilan Ilahi, (Jakarta: Mizan Media Utama, 2009), h.27. 14

Sahilun A, Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2010), h. 175

Page 18: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

6

bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala ilmu, dan ilmu-Nya

adalah Dzat-Nya.Allah Maha Qudrah dan qudrah-Nya adalah Dzat-Nya.Allah

hidup dan kehidupan-Nya adalah Dzat-Nya.15

Dengan begitu maka

Mu‟tazilah meniadakan sifat Allah yakni sifat yang mempunyai wujud diluar

zat Allah namun bagi mereka Tuhan tetap Maha Mengetahui, Maha

Mendengar, Maha Kuasa, Maha Hidup, dan sebagainya namun semua itu

menurutnya adalah bagian dari esensi Tuhan.

Didalam permasalahan tasybīh pula para penganut Mu‟tazilah

mempunyai pandangan yang sedikit berbeda diantara mereka, ada yang

menolak secara keseluruhan mengenai sifat Tuhan yang secara mutlak adalah

Dzat Tuhan, dan ada pula yang memberikan penjelasan bahwa sifat dapat

dibagi menjadi dua yakni Dzatiyah dan Fi‟liyah seperti yang telah

dikemukakan oleh Abu al-Huzhail al-„Allaf dan Al- Juba„i.16

Menurut pendiri Mu„tazilah yakniWāṣil bin „Aṭā‟ bahwa telah

disepakati secara universal eksistensi dua Tuhan yang kadim adalah mustahil,

maka dari itu ketika menyatakan bahwa eksistensi sebuah entitas (sifat) yang

kadim pada Tuhan maka menyatakan bahwa ada dua Tuhan.17

Menurut al-

Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār bahwa makna tasybīh adalah kesamaan Tuhan

dengan makhluk dan sifat-sifat.18

15

Musthofa, Muhammad Asy Syak‟ah, Islam Tidak Bermazhab,(Jakarta: Gema Insani

Press, 1994), h. 316. 16

Achamd, Gholib, Teologi Dalam Perspektif Islam. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), h.

72 17

Al-Sahrastānī, Al-Milal wa Al-Niḥal. Penerjemah Syuaidi Asy„ari (Bandung: Penerbit

Mizan, 2004), h. 88. 18

Sayyed Ahmad Fazeli, Madzhab Ibn Arabi. (Jakarta: Sadra Press, 2016), h. 29.

Page 19: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

7

Dalam konsep Tasybīh ini banyak pertentangan dikalangan teolog

seperti telah sedikit disinggng diawal seperti kaum Sunni yang memberikan

argumen bahwa Tuhan mempunyai sifat dan kemudian ditolak oleh

Mu‟tazilah sebagai respon atas pandangan tersebut.

Maka untuk itu penulis tergugah untuk mengangkat judul ini sebagai

skripsi, karena ingin mengkaji lebih dalam atas penolakan Mu‟tazilah

terhadap konsep tasybīh memperlihatkan proyeknya untuk mengintrogasikan

seluruh ilmu Islam dan pandangan ini juga sekaligus menguatkan atau

mentauhidkan Tuhan.

B. Batasandan Rumusan Masalah

Sebagai paham yang rasional, Mu‟tazilah memiliki banyak pemikiran

seperti yang terdapat pada lima ajaran dasar teologi Mu‟tazilah (usūl al-

Khamsah) yakni pertama, tawḥīd yaitu tentang pengesaan Tuhan, kedua, Al-

‘ādl yaitu keadilan Tuhan, ketiga, al-wa‘ādwa al-wa’īd yaitu janji dan

ancaman Tuhan, keempat, al-manzilahbayn al-manzilatayn yaitu posisi antara

dua posisi, dan kelima, al-amr bi al-ma‘rūfnahy munkar yaitu menyeru

kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran. Selain dasar teologi

Mu‟tazilah ia juga mempunyai pendangan terhadap persoalan baik dan buruk,

tentang perbuatan manusia dan perbuatan Tuhan, kehendak mutlak Tuhan dan

keadilan Tuhan, iman dan kufur, dan pelaku dosa besar. Dalam penulisan

skripsi ini, hanya akan dibatasi pada ulasan tentang penolakan Mu‟tazilah

terhadap konsep tasybīh pada masalah sifat Tuhan, dan kejisiman Tuhan.

Page 20: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

8

Adapun apa yang dimaksud tasybīh ialah tentang penyerupaan Tuhan

seperti bentuk tubuh manusia. Dalam teorinya Mu‟tazilah konsep tasybīh ini

ditolak karena mustahil Tuhan mempunyai sifat, dan menurut mereka itu

tidak sesuai dengan akal bagaimana kita tahu bahwa Mu‟tazilah sangatlah

mengutamakan akal, bagi mereka kejisiman Tuhan itu mustahil diterima oleh

akal, dan ditegaskan bahwa Maha Suci Tuhan dari penyerupaan dengan

penciptaan-Nya.

Karena didalam mu„tazilah ada banyak tokoh: 1.Wasil bin Athā 2.Abu

Huzail al-Allaf 3.Bisyir Al-Mu‟tamir 4.An-Nazzam 5.Al-Jahiz Abu Usman

bin Bahar 6.Al-Juba‟i 7.Mu‟ammar bin Abbad 8.Bisyr al-Mu‟tami 9.Abu

Musa al-Mudrar 10.Hisyam bin Amr al-Fuwati 11.Summah bin Asyras

12.Abu al-Husain al-Khayyat 13.Al-Qadhi Abdul Jabbar dan seterusnya.

Dalm tulisan ini akan dibatasi pada tokoh tabakah yang ke 13 yaitu Al-Qodhi

Abdul Jabbar, dan saya mengambil tokoh ini karena pertama, banyak

karyanya dan kedua, tokoh ini diakui para akademisi sebagai tokoh yang

otoritatif atau berkompeten dalam menjelaskan doktrin mu„tazilah.

Selain dari tokoh Mu„tazilah yakni Al-Qodī„Adul al-Jabbar, didalam

skripsi ini saya juga akan membahas salah satu dari tokoh aliran yang

bertolak belakang dengan aliran Mu„tazilah, terutama dalam pembahasan

tentang konsep Tasybīh, dalam hal ini yang dikenal dengan teologi

Asy„ariyah, yang akan diwakili oleh salah satu dari tokoh aliran tersebut yang

sekaligus kedudukannya sebagai pendiri dari Asy„ariyyah yaitu Abu Hasan

Al-Asy„ari. seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa skripsi ini dibagi oleh

Page 21: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

9

pemikiran atau pandangan dari kedua aliran tersebut mengenai sifat Tuhan,

yang mana kedua aliran ini mempunyai pandangan dan argumen yang

berbeda.

Adapun rumusan masalah dari studi ini ialah sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār dan Abu Hasan Al-

Asy‟ari terhadap konsep tasybīh?

2. Apa alasan atau landasan Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār dan Abu Hasan AL-

Asy‟ari atas penolakan konsep tasybīh?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian proposal skripsi ini ialah sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan dan memahami pandangan Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār

dan Abu Hasan Al- Asy‟ari mengenai pandangannya terhadap konsep

tasybīh (penyerupaan sifat Tuhan dengan makhluk-Nya).

2. Ingin mengetahui bagaimana analisis atau alasan yang digunakan Al-

Qodī Abd al-Jabbār dan Abu Hasan Al- Asy‟ari terhadap konsep tasybīh.

3. Adapun tujuan formalnya ialah sebagai salah satu persyaratan untuk

mencapai gelar Sarjana Filsafat di UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.

Adapun manfaat penelitian proposal skripsi ini ialah sebagai berikut:

1. Mengungkap sejumlah berbincangan teologi mengenai konep tasybīh

dalam aliran Mu‟tazilah khususnya tokoh Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār yang

memberikan predikat utama pada akal dan Asy‟ariyah khususnya tokoh

Abu Hasan al-Asy„ari yang lebih mengutamakan wahyu.

Page 22: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

10

2. Agar mahasiswa mengetahui pandangan para teolog dan memberi

wawasan serta argument-argumen mereka dan dapat dijadikan sebagai

pengetahuan yang mendalam.

3. Menciptaan iklim akademis yang kritis di lingkungan Fakultas

Ushuluddin UIN Jakarta, dengan menulis proposal skripsi yang merujuk

pada sebuah aliran besar dan salah satu tokohnya yang sangat terkenal

didalam perbincangan ilmu teologi dengan pandangannya yang rasional

atau mengutamakan akal yaitu aliran Mu‟tazilah dengan tokohnya Al-

Qāḍī „Abd al-Jabbār, dan yang lebih mengutamakan wahyu yakni

Asy„ariyah dengan tokohnya Abu Hasan al-Asy„ari. Hal ini memberikan

wacana baru dan lebih berpikir kritis bagi mahasiswa Ushuluddin

lainnya.

D. Tinjauan Pustaka

Adapun mengenai proposal skripsi ini, ada mahasiswa Ushuluddin

UIN Jakarta yang membahas Mu‟tazilah, tapi sebagai obyeknya ia membahas

tentang seorang orientalis yang berbicara tentang Mu‟tazilah, yakni judul

skripsi tersebut ialah “Pandangan Ignas Goldziher tentang Relasi Etis Antara

Tuhan Manusia dalam Teologi Mu‟tazilah” oleh Ade Ismatillah, Tahun 2007.

Jelas berbeda dengan skripsi yang saya tulis tentang “Konsep Al- Qodī „Abd

al-Jabbār dan Abu Hasan Al-Asy„ari Terhadap Sifat-Sifat Tasybīh”, dalam

skripsi sebelumnya itu terfokus pada pandangan tokoh orientalis tentang

Mu‟tazilah mengenai hubungan Tuhan dan manusia. Dalam skripsi yang lain

ada yang mengangkat tentang Mu‟tazilah tentang “Konsep Tasybīh dan

Page 23: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

11

Tanzīh menurut Ibn „Arabi” dibuat oleh Daqoiqul Misbah, tahun 2014.

Dalam skripsi ini berbeda dengan skripsi yang saya angkat, hanya saja

mempunyai persamaan dalam konsep tasybīh tetapi berbeda karena tokoh

yang dikaji berbeda pula. Skripsi yang lain pula membahas tentang “Sifat-

sifat Tuhan dalam perspektif Syeikh Muhammad al-Sanusi (832-895)” oleh

Ali Zainal Abidin, Thun 2013. Dan tentu ini pula berbeda dengan skripsi

yang saya angkat yakni Konsep Tasybīh Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār dan Abu

Hasan al-Asy„ari, hanya saja bersinggungan tentang sifat namun berbeda

perspektif atau pandangan.

E. Metode Penelitian

Penelitian sekripsi ini dengan cara pengumpulan data dan kepustakaan

yang bersumber terutamanya dari karya-karya Mu‟tazilah (library reserch)

khususnya buku-buku Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār dan karya-karya Asy„ariyah

khususnya buku-buku Abu Hasan al-Asy„ari. Sumber-sumber itu terdiri dari

sumber primer dan sumber sekunder.

Sumber primer yaitu karya-karya yang langsung ditulis oleh penganut

Mu‟tazilahatau Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār baik itu yang sudah diterjemahkan

kedalam bahasa Indonesia maupun buku asli berhasa Arab seperti bukunya:

Almughnī Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār, Sarāh Usul al-Khomsah Al-Qadhī abd al-

Jabbār. Adapun sumber primer dari penganut Asy„ariyah atau Abu Hasan al-

Asy„ari baik yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maupun

buku asli berbahasa Arab seperti bukunya: Luma‟ fi al-Rad „ala al-Ziagh wa

Page 24: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

12

al-Bida‟, Abu Hasan al-Asy„ari al Ibanah an al Usnul al-Diniyyah, al Khawdh

al-Kalam Maqalah al-Islamiyyin.

Sedangkan sumber sekunder ialah karya-karya yang membahas

tentang aliran Mu‟tazilah dan Asy„ariyah. Sumber-sumber sekunder seperti

bukunya, Al-Fīroq bainal Fīroq Al-Baghdādī, Al-Syahrastānī “Al-Milal wa

Al-Niḥal, Al-Fashl fī al-Milal wa al-Aḥwā wa an-Nihal dan sebagainya.

Inilah yang digunakan penulis untuk menganalisis pandangan Mu‟tazilah, dan

secara lebih jauh berupaya melakukan upaya kritik terhadapnya.

Adapun pembahasannya menggunakan metode deskriptif-analitis.

Artinya menggunakan sumber-sumber yang ada lalu mendeskripsikannya,

dan kemudian dianalisis mengenai bagaimana pandangan Mu‟tazilah

terhadap konsep tasybīh atau antropomorfisme.

Sedangkan mengenai teknik penulisan skripsi ini mengacu pada

Pedoman Akademik Progam Strata I 2013/2014 UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

F. SistematikaPenelitian

Untuk memudahkan penjelasan dan pemahaman pokok-pokok

pembahasan yang dikaji dalam skripsi ini penulis memberikan sistematika

penulisan sebagai berikut:

BAB pertama, pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah dan batasan masalah, tinjauan pustaka, metode penelitian,

tujuan dan manfaat, sistematika penulisan.

Page 25: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

13

BAB kedua, menjelaskan tentang Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār dan Abu

hasan Al-Asy„ari, Sejarah hidupnya, posisi mereka dalam aliran mereka

masing-masing yaitu Mu„tazilah dan Asy„ariyyah, karya-karyanya, dan

pemikiran dari Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār dan Abu Hasan Al-Asy„ari.

BAB ketiga menjelaskan tentang konsep Tasybīh yakni meliputi

pemahaman Tauhid, tasybīh, yang meliputi ta‟wil sifat kalam,ta‟wil melihat

Tuhan, ta‟wil wajah Tuhan, ta‟wil Alā al-Arsy Isytawā, dari masing-masing

tokoh dalam perdebatan para teolog muslim seperti Asyariyāh dan Mu„tazilah

BAB Empat, menjelaskan tentang perbandingan antara Al-Qāḍī „Abd

al-Jabbār dan Abu Hasan al-Asy‟ari tentang konsep tasybih.

BAB Lima, penutup yang merupakan penutup dari pembahasan

sekripsi yang meliputi kesimpulan dari seluruh upaya yang telah penulis

lakukan dalam penelitian serta saran-saran dan penutup.

Page 26: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

14

BAB II

AL-QĀDĪ ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN AL-ASY‘ARI

A. Al-Qāḍī ‘Abd al-Jabbār

1. Sejarah Hidup Al-Qāḍī ‘Abd al-Jabbār

Nama lengkap Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār adalah „Imad al-Dīn Abū

al-Hasan al-Quḍāh „Abd al-Jābbar al-Hamẓānī. Disebut oleh salah satu

penulis masa kini nama kakek Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār adalah al-Khalīl

bin „Abd Allah. Nama yang terkenal ialah Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār

dibanding dengan nama yang pertama. Kelahiran Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār

tidak diketahui pasti tahun berapa ia lahir, namun ia diperkirakan lahir

sekitar tahun 320 H/932 M. Perkiraan ini didasarkan atas keterangan

yang menyebutkan bahwa ia meninggal pada tahun 415 H/1025 M dalam

usia lebih dari 90 tahun.1 Al-Qāḍī dalam karya-karyanya menyatakan

wafat pada tahun bahwa ia memulai pendidikannya dari Muhammad

Ahmad ibn „Umar az-Za„baqī al-Basī, seorang muhaddits yang wafat

pada tahun 333 H. Dengan pendapat bahwa Al-Qāḍī memulai

pendidikannya pada usia sepuluh tahun.2

Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār lahir di Asadabad, didaerah pegunungan

Hamażān di wilayah Khurasān.Ia dilahirkan dari keluarga miskin, namun

memunyai semangat belajar yang tinggi. Dan ia memulai belajarnya

1 Machasin, Al-Qādī „Abd al-Jabbār “Mutasyabih Al-Qur‟an: Dalih Rasionalitas Al-

Qur‟an”, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2000h. 10.

2 Wardani, Epistemologi Kalam Abad Pertengahan, (Yogyakarta: LKiS Printing

Cemerlang, 2003) h. 21.

Page 27: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

15

dikota kelahirannya yakni Qazwin, bagian dari kota kecil di Asadabad.3

Diusia tujuh tahun Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār memulai pendidikannya

dengan belajar Al-Qur‟an di Khuttab, yakni sebuah lembaga pendidikan.

Kemudiania juga mempelajari hadits dari beberapa para muhadditsun

terkenal, seperti Zubayr ibn „Abd al-Wahid (w. 347 H/958 M) dan Abū

al-Hasan ibn Salamah al- Qhaththān (w. 345 H/956 M).4 Kemudian ia

melanjutkan pelajarannya ke Hamażān, dan belajar kepada ahli hadits

yaitu Abū Muhammad ;Abd al-Rahmān bin Hamdān al-Jallāb dan Abū

Bakr Muhammad bin Zakariyyāh. Kemudian ia belajar di Isfahan

sebelum pergi ke Basrah sekitar tahun 346 H/957 M. dan ia menganut

mazhab Asy‟ari ketika itu.

Basrah ketika itu merupakan salah satu pusat pengkajian

keislaman yang besar dan Mu;tazilah merupakan aliran yang cukup

dominan. Maka disitulah ia berpindah mazhab Asy‟ari ke mazhab i‟tazāl.

Gurunya yani Abū Ishāq „Ali bin „Ayyāsy, beliau sangat besar perannya

dalam pergantian mazhab ini. beliau adalah seorang murid dari penerus

dari tokoh Mu„tazilah aliran Basrah yang cukup terkenal, Abu Hasyim.5

Kemudian Al-Qadi „Abd al-Jabbār menjadi murid Abū Hāsyim,

Abū „Abd Allah al-Basrī. Yakni seorang guru atau disebut mursyid yang

terkenal kezuhudannya.Kesehariannya diisi oleh menulis dan tidak

mempedulikan penghidupan. Dan kehidupan seperti ini sangat cocok

3Machasin, Al-Qādī „Abd al-Jabbār “Mutasyabih Al-Qur‟an: Dalih Rasionalitas Al-

Qur‟an h.11.

4Wardani, Epistemologi Kalam Abad Pertengahan, h.22.

5 Machasin, Al-Qādī „Abd al-Jabbār “Mutasyabih Al-Qur‟an: Dalih Rasionalitas Al-

Qur‟an, h. 11.

Page 28: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

16

untuk kehidupan Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār dengan keterbatasan ekonomi

tetapi semangatnya untuk belajar sangat tingggi.

Pada tahun 360 H ia menuju Rāmahurmuz, Khuziztan. Dan

dikota inilah ia mengajar di masjid Abū Muhammad al-Rāmahurmuzī

dan disini pula ia mendektekan bukunnya yang terbesar yaitu al-Mughnī

fī Abwāb al-Tauḥīd wa-l-„Adl.6

Kemudian lima tahun yang akan datang ia dipanggil oleh sahib

Ibn „Abbād, Wazir Bani Buwaih di Rayy, untuk diangkat sebagai Qādī

al-Quḍāh. Dengan jabatan ini ia berhak mengangkat dan memberhentikan

hakim-hakim diwilayahnya. Mula-mula wilayah kekuasaannya adalah

Rayy, Qazwin, Suhraward, Qum, Sāwah dan sekitarnya.Kemudian

wilayah tersebut diperluas hingga mencakup Jurjan, Tabristān dan

sekitarnya. Ia memegang jabatan itu sampai diberhentikan oleh Fakhr al-

Daulah, tidak lama setelah Ibn ‟Abas pada tahun 285-995 M. „abd „Al-

Jabbar tetap tinggal di Ray sampai meninggal dunia pada tahun 415 H/

1025 M.

2. Posisi al-Qāḍī ‘Abd al-Jabbār

Mu„tazilah adalah faham yang membawa persoalan-persoalan

teologi yang lebih mendalam dan bersifst filosofis. Dalam pembahasan

mereka banyak memakai akal, atau dikatakan sebagai faham “rasionalis

Islam”.7 Peristiwa memisahkan diri yang dilakukan Washil ibn „Athā

6 Machasin, Al-Qādī „Abd al-Jabbār “Mutasyabih Al-Qur‟an: Dalih Rasionalitas Al-

Qur‟an”, h. 12.

7 Ris‟an Rusli, Teologi Islam: Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh-tokohnya, (Jakarta:

Prenadamedia Group, 2015), h.53.

Page 29: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

17

(w.130 H) dari grunya, al-Hasan al-Bashrī (w. 110) dimasjid kota

Bashrah dianggap sebagai awal lahirnya aliran Mu„tazilah.

Dalam sejarah Mu„tazilah pernah mengalami dua kali masa

gemilang, yaitu pada masa Dinasti „Abbasiyah (198-232 H.) dan pada

masa Dinasti Buwaih (334-447 H.), karena adanya dukungan dari

penguasa.Mu„tazilah kaya dengan tokoh-tokoh pemikir besar, para

pemikir Mu„tazilah terbagi dalam dua golongan besar yaitu, kelompok

Bashrah dan kelompok Baghdad. Diantara yang terkenal adalah: Wāsil

ibn „Atha (w. 130 H.), „Amr ibn „Ubayd (w. 143 H.), Abū Huzayl al-

„Allāf (w. 228 H.), al-Nazhzhām (w.231 H.), Bisyr al- Mu„tamir (w. 210

H.), Abū „Ali al-Jubba„i (w.303 H.), Abū Hasyīm al-Jubbā„i (w. 231 H.)

dan Qadhī „abd al-Jabbār (w. 415 H.).8

Dalam kemajuan Mu„tazilah Khālifah al-Ma„mun sangat besar

jasanya. Bait al-Ḥikmah yang didirikan terutama untuk menerjemahkan

karya filsafat Yunani Kuno sangat besar bagi perkembangan Mu„tazilah.

Al-Ma„mun memakai prinsip-prinsip aliran Mu„tazilah dan

menggunakan kekuasaannya untuk memaksa orang banyak untuk

memkai prinsip-prinsip itu. Pada akhir masa pemerintahannya ia

melaksanakan miḥnah, yaitu suatu pemeriksaan, penyelidikan dan

pemaksaan yang dilakukan oleh kaum Mu„tazilah terhadap qadidan

pejabat serta tokoh masyarakat agar mereka menerima paham bahwa al-

Qur„an diciptakan, sebagaiman yang telah dianut oleh paham Mu„tazilah.

8 Zurkani Jahja, Teologi al-Ghozali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) h. 32-33.

Page 30: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

18

Bagi para qadi yang menyatakan pandangannya sesuai dengan

Mu„tazilah bahwa al-qur‟an adalah diciptakan, makaia dapat melanjutkan

jabatannya sebagai qadi dan mereka dinyatakan sah kesaksiaannya

dipengadilan. Dalam Mu„tazilah paham tentang kemakhlukkan al-qur‟an

adalah masuk pada ajaran tentang tauhid Mu„tazilah. Paham ini pula

menyatakan bahwa menolak adanya penyerupaan Tuhan dengan

makhluk-Nya. Tuhan dalam paham mereka adalah satu zat yang unik

tidak ada yang serupa dengan-Nya dan satu-satunya sifat Tuhan yang

tidak mungkin ada pada makhluk-Nya ialah sifat qadim. Hanya Dzat

Tuhan yang boleh qadim. Dan barang siapa yang mengimani al-qur‟an

qadim adalah syirik, karena berarti meyakini ada yang qodim selain

Allah.9 Kebijaksanaan al-Ma„mun dilanjutkan oleh penerusnya, al-

Mu„taṣim (218-227 H/833-842 M) dan lebih keras lagi oleh Wāsiq (227-

232 H/ 842-847 M). Tokoh besar Mu„tazilah dari Baghdad Ahmad bin

Abī Du„ād mempunyai peran yang sangat berar dalam pelaksanaan

miḥnah. Ia adalah kawan dekat al-Ma„mun dan kemudian ia memegang

jabatan al-Qāḍī al-Quḍāh, menggantikan Yaḥyā bin Aksam pada tahun

217. Jabatan ini tetap ia pegang pada masa al-Mu„taṣim dan al-Wāsiq

menandai kejatuhan atau kemunduran Mu„tazilah. Penggantinya al-

Mutawakkil (232-247 H/ 847-861 M).

Dalam pemerintahan Mutawakkil ini adalah masa dimana

Mu„tazilah mengalami kemunduran, karena prinsip-prinsip Mu„tazilah

9 Ris‟an Rusli, Teologi Islam, h. 90.

Page 31: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

19

tidak lagi dipakai dalam pemerintahannya. Ia cenderung kepada ahli al-

Ḥadīts yang pada masa pemerintahan tiga khalifah sebelumnya banyak

menderita karena miḥna. Kemudian pada memerintahan Mutawakkil ini

ia menghentikan miḥna dan prinsip-prinsip aliran Mu„tazilah tidak

dipakai lagi sebagai prinsip pemerintahan.10

Dalam masa kemunduran Mu„tazilah ada seorang tokoh yang

juga berpengaruh dan pemimpin yang sama kemasyhurannya dengan

Wasil, Abū al-Hudzail dan al-Nazzam dalam Mu„tazilah yakni Abū al-

Wahhab al-Jubbā„ī (w. 295) dan anaknya Hasyim „Abd al- Salam (w. 321

H).11

Dan pada aliran Baghdad yang awalnya dekat dengan penguasa

sekarang turun dari panggung sejarah dan kini yang bisa bertahan adalah

aliran Basrah. Dalam banyak hal dapat dikatakan bahwa mereka berhasil

melakukan konsolidasi, namun justru dari kubu mereka terdapat musuh

besar aliran Mu„tazilah, yaitu Abū Ḥasan al-Asy„ari (269-324 H./ 873-

935 M), sebagai pendiri dari aliran Asy„ariyah. Dan sejak itu pula untuk

beberapa lama Mu„tazilah tidak mencul lagi dalam permukaan sejarah.

Kemudian dengan berkuasannya bani Buwaih pada abad

keempat Hijriyah, aliran Mu„tazilah bangkit lagi, terutama diwilayah

Persia, bergandengan dengan kaum Syi„ah.Untuk mengenal Mu„tazilah

selama ini kita lebih banyak tahu dari karya-karya lawan Mu„tazilah

terutama Asy„ariyah, hanya sedikit sekali karya pemikir Mu„tazilah yang

10 Machasin, Al-Qādī „Abd al-Jabbār “Mutasyabih Al-Qur‟an: Dalih Rasionalitas Al-

Qur‟an”, h. 15-16.

11 Harun, Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,

(Jakarta: UI Press, 2015) h. 51.

Page 32: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

20

tersisa karena kebanyakan karya mereka dibasmi oleh lawan.Pada

periode kebangkitan kedua ini banyak yang teramankan dan pertengahan

kedua abad ini banyak diterbitkan.12

Periode kebangkitan kedua Mu„tazilah ada salah seorang

diantara tokoh aliran ini yang sangat penting dan besar jasanya adalah

Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār yang hidup pada masa Dinasti Buwayh, yaitu

dinasti yang dibangn oleh Bani Buwayh dari suku Dailam di pegunungan

sebelah barat daya laut Kaspia. Al-Qadī „Abd al-Jabbār ini termasuk

dalam kelompok Bashrah.

Masa Dinasti Buwayh merupakan masa perkembangan ilmu

pengetahuan dan kultural yang sangat signifikan dalam sejarah peradaban

Islam. Joel Kraemer mengatakan bahwa masa ini adalah sebagai

“renaissance Islam”. Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār juga bersentuhan dengan

peikiran-pemikiran para filusuf Islam yang hidup pada masanya, seperti

Ibn Miskawaih, filusuf dan sejarawan sekaligus bendahara Buwayh masa

Adhud ad-Dawlah, Ikhwān ash-Shafā yang menulis risalah-risalah yang

dikenal dengan Rasa„il Ikhwan ash-Shafaā„, dan Ibn Sīnā (w. 1037).13

Generasi Bashrah yang sangat penting bagi pembentukan

intelektual Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār adalah „Alī al-Jubba„ī dan puteranya

yaitu Abū Hasyim, yang disebut sebagai asy-syaikhayn (dua guru).14

Al-

Qāḍī merupakan tokoh yang sangat penting dalam sejarah Mu„tazilah

12 Machasin, Al-Qādī „Abd al-Jabbār “Mutasyabih Al-Qur‟an: Dalih Rasionalitas Al-

Qur‟an”, h. 16.

13Wardani, Epistemologi Kalam Abad Pertengahan, h.32-33.

14

Wardani, Epistemologi Kalam Abad Pertengahan, h. 35.

Page 33: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

21

karena berkat karya-karyanya yang sampai pada kita, dan tanpa ia

pengetahuan tentang Mu„tazilah tidak dapat diperoleh dengan lengkap.

Pemikiran Al-Qādī „Abd al-Jabbār yang ia tuangkan dalam

buku-bukunya adalah pemikiran-pemikiran guru-rurunya. Karena karya-

karya gurunya tidak ada yang sampai pada kita, maka kedudukan Al-

Qādī „Abd al-Jabbār sangat penting dalam menyampaikan pemikiran-

pemikiran itu kepada kita. Kita juga tidak akan dapat merekostuksi

bangunan teologis Mu„tazilah pada abad keempat dan kelima Hijriyah

tanpa bantuan karya-karyanya. Dan dari perguruannya muncul tokoh-

tokoh yang tak terlupakan oleh sejarah Mu„tazilah karena buku-buku

mereka yang bisa kita baca sampai saat ini. Ini menambah arti penting

tokoh ini, terutama karena murid-muridnya tidak ada yang melebihi guru

mereka baik dalam kemasyhuran maupun dalam kemampuan

merumuskan teologi Mu„tazilah. Diantara mereka adalah Abū Rāsyid

Sa„īd bin Muhammad al-Nīsābūrī yang meneruskan kepemimpinan

Mu„tazilah di Rayy setelah meninggalnya Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār.15

3. Karya Al-Qāḍī ‘Abd al-Jabbār

Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār adalah seorang ensiklopedis. Tulisan-

tulisannya yang menurut al-Hākim al-Jusyamī, dalam Syarah al-„Uyun,

mencapai tidak kurang dari empat ribu lembar, tidak hanya mewarnai

arus debat teologis saja tetapi dalam berbagai ilmu seperti fiqh, ushul

15 Machasin, Al-Qādī „Abd al-Jabbār “Mutasyabih Al-Qur‟an: Dalih Rasionalitas Al-

Qur‟an”, h. 17.

Page 34: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

22

fiqh, tafsir, hadits, isu-isu debat (al-jadaliyyāt wa an-nuqūd), kritik

doktrin agama lain dan nasehat-nasihat.

Namun karyanya sebagian besartidak ada lagi, tidak ditemukan,

atau masih tersimpan di beberapa perpustakaan atau museum dalam

bentuk manuskrip, lengkap atau hanya berupa fragmen-fragmen, dan

sebagian telah diterbitkan. Informasi tentang ini dikemukakan oleh

beberapa pengkaji khazanah klasik baik oleh C.Brockelmann dalam

Geschite der Arabischen Literatur, Fuat Sezgin dalam Geschichte des

Arabischen Schriftums; Speech; maupun yang lainnya.16

Abd al-Karim „Utsman dalam kata pengantar yang ditulisnya

untuk buku Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār, Syaraḥ al-Uṣul al-Khomsah,

mengumpulkan 59 judul buku yang didapatinya tersebut dalam berbagai

buku karya orang lain. Dalam buku lain ia menambahkan lagi buku-buku

lain dari karya Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār sehingga jumlahnya menjadi 69

buah, dengan perincian ilmu al-Qur‟an, 2 judul buku dalam bidang hadits

dan sejarah Nabi Muhammad SAW, 2 judul buku dalam serba serbi

nasehat, 6 judul buku dalam uṣūl al-fiqh, 1 judul buku dalam bidang fiqih

mazhab Syāfi‟ī, 2 judul buku dalam bidang perbedaan paham dan cara

berdebat, 1 judul buku biografi tokoh Mu„tazilah, 45 judul buku dalam

bidang ilmu kalam dan uṣūl al-dīn dan 5 judul buku dalam bidang-bidang

lain.17

16 Wardani, Epistemologi Kalam Abad Pertengahan, h.26.

17

Machasin, Al-Qādī „Abd al-Jabbār “Mutasyabih Al-Qur‟an: Dalih Rasionalitas Al-

Qur‟an”, h. 20.

Page 35: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

23

Dari semua buku tersebut, Sembilan buku sudah diterbitkan

secara utuh atau sebagian dan empat judul buku ditemukan dalam bentuk

manuskrip yang tersimpan di Vatikan dan Briṭish Museum. Keempat

naskah itu adalah:

1. Amālin fī al-Ḥadīṣ atau Naẓm al-Fawā„id wa Taqrīb al-Murād li-I-

Rā„id, terdapat di Vatikan dengan nomer 117 dan di British Museum

dengan nomer 577.

2. Al-Ikhtilāf fi Uṣūl al-Fiqh, terdapat di Vatikan dengan nomer 1100.

3. Al-Khilāf bain asy-Syaikhain Abī „Alī wa Abī Hasyim, terdapat di

Vatikan dengan nomer 1100.

4. masa„atun fī al-Ghaibah, terdapat di Vatikan dengan nomer 1028.

Dan buku-buku yang sudah diterbitkan adalah:18

1. Al-Mughnī fī Abwāb al-Tauḥīd wa-l-„Adl.

Karena usaha Ṭāhā Ḥusain, Mentri Pendidikan Mesir,

sebagian terbesar dari karya terbesar „Abd al-Jabbar ini dapat difot

oleh misi yang dikirimya ke Yaman dan kemudian dapat diterbitkan

dalam bentuk buku. Misi itu dikirim pada tahun 1951 dan setelah

selama tiga bulan bekerja disana berhasil memfoto banyak naskah

yang tersimpan perpustakaan al-Mutawakkiliyyah di Sa„ā„ dan

tempain lainnya disana.

18 Machasin, Al-Qadi Abd al-Jabbar “Mutasyabih Al-Qur‟an: Dalih Rasionalitas Al-

Qur‟an, h.20.

Page 36: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

24

Buku ini terdiri dari 20 bagian yang membahas luas tentang

hal yang berkenaan dengan ajaran Mu„tazilah yang terpenting

seperti, keesaan Allah (al-tauḥīd) dan keadilan-Nya (al-„adl).

2. Faḍl al-I„tizāl wa Ṭabaqāt al- Mu„tazilat wa Mubāyanatuhum li

Sā„ir al-Mukhālifi-īn.

Buku ini berisi tentang pengantar umum bagi paham

Mu„tazilah yang berisi beberapa penjelasan mengenai beberapa

ajarannya dan kesalahpahaman lawan-lawannya serta biografi orang-

orang yang dianggap tokoh-tokonya. Biografi ini dimulai dari

generasi pertama yakni para sahabat Nabi Muhammad SAW sampai

generasi kesepuluh, yaitu generasi sebelum „Abd al-Jabbār sendiri.

3. Al-Muḥīṭ bi-t-Taklīf atau al-Majmū„ fī al-Muhīṭ bi-t-Taklīf.

Buku ini membahas pokok-pokok keesaan dan keadilan

Tuhan, ini merupakan buku besar yang terdiri dari empat bagian dan

ditemukan bukan dalam versi yang dibuat oleh „Abd al-Jabbār

sendiri, melainkan dalam versi yang dibuat oleh „Abd al-Jabbār

sendiri, melainkan dalam versi yang dibuat oleh muridnya yaitu al-

Ḥasan bin Mattawaih.

4. Tanzīh al-Qur„ān „an al-Maṭā„in.

Buku ini berisi tentang penjelasan mengenai ayat-ayat al-

Qur‟an yang dapat dianggap lawan mengandung kelemahan. Disini

„Abd al-Jabbar mempertahankan beberapa ajaran Mu„tazilah dengan

argumentasi yang diambil dari al-Qur‟an.

Page 37: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

25

5. Syarḥ al-Uṣūl al-Khamsah. Buku ini membahas secara luas tentang

lima ajaran pokok Mu„tazilah.

6. Tasbīt Dalā„il al-Nubuwwah. Buku ini merupakan pembuktian atas

kenabian Muhammad SAW.

7. Mutasyābih al-Qur„ān.

8. Kitāb al-Uṣūl al-Khamsah.

9. Al-Mukhtaṣar fī Uṣūl al-Dīn.

B. Abu Hasan Al-Asy‘ari

1. Sejarah Hidup Abu Hasan Al-Asy‘ari

Abu Hasan al-Asy„ari atau nama lengkapnya adalah Abu Hasan

„Ali bin Isma„il bin Abi Bashar Isyaq bin Salim bin Isma„il bin „Abd

Allah bin Musa bin Bila bin Abi Badrah bin Abi Musa „Abd Allah bin

Qois Al-Asy„ari. Ia adalah tokoh aliran ahl al-sunnah wa al-jama„ah yang

dilahirkan di kota Basrah tahun 260 H/ 873 M dan wafat di kota Baghdad

tahun 324/935 M. Ia adalah cucunya Rasulullah yaitu Abu Musa al-

Asy„ari.19

Menurut Ibn Asakir, ayah Al-Asy„ari adalah seorang yang

berfaham ahlussunnah dan ahli Hadis.Ayahnya wafat ketika Al-Asy„ari

masih kecil. Sebelum ia wafat ayahnya berwasiat kepada seorang

sahabatnya yang bernama Zakaria bin Yahya As-Saji agar mendidik Al-

Asy„ari. setelah ayahnya wafat ibu Al-Asy„ari menikah lagi dengan salah

seorang tokoh Mu„tazilah yang bernama Abu Ali Al-Jubba„ī. (w. 303

19 Achmad, Ghilib.,Teologi Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press,2004), h.

74-75.

Page 38: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

26

H/915 M). tidak hanya sebagai ayah tirinya saja Abu Ali Al-Jubba„ī juga

sebagai guru bagi Al-Asy„ari sehingga kemudian ia menjadi tokoh

Mu„tazilah, dan tidak jarang ia menggantikan Al-Juba„ī dalam

perdebatan menentang lawan-lawan Mu„tazilah. 20

Al-Asy„ari sejak kecil di asuh dan didik oleh Al-Jubba„ī sampai

pada usia 40 tahun ia menganut faham Mu„tazilah,21

dan setelah usia 40

tahun itu ia mulai ragu dan tidak merasa puas lagi dengan aliran

mu„tazilah yang telah dianutnya selama ini. dan kesimpulan ini diperkuat

oleh riwayat yang mengatakan bahwa Al-Asy„ari mengasingkan diri

selama lima belas hari untuk memikirkan ajaran-ajaran mu„tazilah.22

Kemudian Al-Asy„ari memutuskan naik mimbar masjid jami‟ di kota

Basrah dan menyampaikan pidatonya dihadapan para jamaah. Pidato

tersebut berisi tentang pembatalan atas faham Mu„tazilah dan

pernyataannya terhadap keyakinan yang telah dianugerahi Allah SWT.23

Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa Al-Asy„ari keluar

dari aliran Mu„tazilah dan menyusun teologi baru yang dikenal dengan

aliran Asy„ariyah atau aliran Ahl as-Sunnah wa al-Jama„ah. Dengan

demikian bisa dipastikan bahwa rumusan yang disusun sebagai pahan

yang dicetuskannya berbeda dengan paham Mu„tazilah.Namun bagi

seorang yang dididik dan dibesarkan oleh lingkungan yang rasionalis,

maka dalam merumuskan pahamnya yang baru ini beliau tidak dapat

20 Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), h.

120.

21 Achmad, Ghilib, Teologi Dalam Perspektif Islam, h. 75

22

Harun, Nasution, Teologi Islam,h.67.

23 Achmad, Ghilib,Teologi Dalam Perspektif Islam, h. 75.

Page 39: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

27

meninggalkan daya pikirnya dalam memecahkan pemahaman

teologisnya. Hal ini dapat dilihat dari segi ia memberikan koreksi dan

kritikan terhadap pendapat lawan, dan juga pendapat-pendapatnya

dibidang teologi yang baru.24

Menurut Ibn Asakir, yang melatar belakangi Al-Asy„ari

meninggalkan faham Mu„tazilah adalah pengakuan Al-Asy„ari bahwa ia

bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Sebanyak tiga kali, yaitu

pada malam ke-10, ke-20, dan ke-30 bulan Ramadḥān. Dalam ketiga

mimpi tersebut Rasulullah memperingatkannya agar meninggalkan

faham Mu„tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkan dari

beliau.25

Maka sejak itulah Al-Asy„ari gigi memperjuangkan faham

barunya sehingga terbentuklah madḥab baru dalam Teologi Islam yang

dikenal dengan nama Ahl al-Sunnah wa al-Jama„ah. Dan pengikut Al-

Asy„ari sendiri disebut dengan Al-Asy„ariyah.

Dalam pengalaman studinya ia tidak diketahui secara pasti

diperguruan tinggi atau madrasah mana tempt ia menuntut ilmu, dan

ragam disiplin ilmu yang ditekuni. Jelas memang ia belajar Mu„tazilah

dari Al-Jubba„ī. Menurut al-Baghdadi, ia belajar ilmu fiqh dari Abi Ishaq

al-Maruzi, seorang ahli Fiqih Universitas Mansur yang menganut

madḥab Syafi„ī. Ia adalah seoarang yang sngat dermawan, selalu

mewakafkan hartanya, dan ia juga taat beribadah.26

24Ris‟an Rusli, Teologi Islam: Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh-tokohnya, h.110.

25

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h. 120.

26 Achmad, Ghilib, Teologi Dalam Perspektif Islam, h. 75-76.

Page 40: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

28

Al-Asya„ari dalam sisa umurnya ia habiskan di Bghdad dan

kemudian ia wafat disana. Menurut abu Qasim „Abd al-Wahid bin „Ali

al-Asadi, ia meninggal antara tahun 320-330 H. Tetapi menurut Abu

Muhammad „Ali bin Ahmad bin Said bin Hazm al-Andalusi, ia wafat

pada tahun 320 H.27

2. Posisi Abū Hasan al-Asy‘ari didalam Asy‘ariyah

Asy„ariyah adalah nama suatu aliran dalam teologi Islam yang

dikenal sebagai aliran Ahl al-Sunna wa al-Jama„ah.28

Aliran Ahl al-

Sunnah wa al-Jama„ah ini muncul yakni atas keberanian dan usaha Abu

Al-Hasan Al-Asy„ari. Aliran ini lahir sekitar tahun 300 H.29

Kata

Asy„ariyah diambil dari nama Abu Hasan Al-Asy„ari yakni sebagai

pendirinya. Pada awal munculnya aliran ini ialah pada mulanya Asy„ari

adalah penganut aliran Mu„tazilah yang akhirnya memutuskan untuk

mencetuskan aliran sendiri setelah ia berumur 40 tahun. Peristiwa al-

Asy„ari berpindah aliran dari Mu„tazilah kepada aliran Ahl al-Sunnah wa

al-Jama„ah menimbulkan beberapa interpretasi dikalangan pemikir atau

ahli teologi. Menurut Muhammad Abduh, Al-Asy„ari mengambil jalan

tengah antara pahan tekstualis (paham yang berpegang teguh pada arti

lafaz dari suatu dalil naql) dengan paham rasionalis (paham yang

didasarkan atas pemujaan akal pikiran dan sering menggunakan takwil

dalam memahami dalil naql). Karena Al-Asy„ariyah mengambil jalan

27 Achmad, Ghilib.,Teologi Dalam Perspektif Islam, h.76.

28

Ris‟an Rusli, Teologi Islam: Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh-tokohnya, h.105.

29Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h.119.

Page 41: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

29

tengah antara aliran rasionalis dan aliran tekstualis, maka cara tersebut

dapat diterima oleh mayoritas kaum muslimin.30

Ketika Al-Asy„ari keluar dari aliran Mu„tazilah, maka

menimbulkan banyak asumsi tentang penyebab atau yang

melatarbelakangi ia keluar dari aliran Mu„tazilah. Secara formal ia

sampaikan diatas mimbar di atas Masjid Basrah pada hari Jum‟at,

menyatakan pendiriannya keluar dari Mu„tazilah.31

Menurut ibn Asakir yang melatarbelakangi Al-Asy„ari keluar

dari Mu„tazilah adalah pengakuan dirinya bahwa ia bermimpi bertemu

dengan Rasulluah SAW. Selama tiga kali, yaitu ke-10, ke-20, ke-30

bulan Ramadhan. Dalam mimpi tersebut Rasulullah memperingatkan

untuk meninggalkan faham Mu„tazilah dan membela faham yang telah

diriwayatkan dari Rasulullah SAW.32

Menurut Ahmad Mahmud Subhi berpendapat bahwa Asy„ariyah

mengalami keraguan karena selain penganut Mu„tazilah juga pengikut

madhab Syafi„i, dan Syafi„i sendiri mempnyai paham teologi yang

berlainan dengan paham-paham Mu„tazilah. Syafi„i misalnya menganut

paham bahwa Al-Qur„an adalah “kalamullah” yang tidak diciptakan dan

bahwa Tuhan dapat dilihat nanti di akhirat.

Hammudah Gurabah, berpendapat bahwa ajaran yang diperoleh

oleh Al-Asy„ari dari Jubba„i memunculkan persoalan yang tidak

30 Ris‟an Rusli, Teologi Islam: Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh-tokohnya, h. 106.

31

Salihun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2010), h. 202.

32Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h.120.

Page 42: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

30

memperikan penyelesaian yang memuaskan baginya. Seperti soal

mukmin dan kafir. Dari kalangan kaum Orientalis berpendapat bahwa

darah Arab Padang Pasir mengalir dalam tubuh Al-Asy„ari yang mungkin

membawanya kepada perubahan mazhab itu.33

Dari berbagai interpretasi dalam menjawab tentang apa

sebenarnya yang menimbulkan keraguan dalam dirinya terhadap paham

Mu„tazilah yang cukup lama telah ia anut dan keraguan disusul dengan

penolakan terhadap paham tersebut. dan sangat mungkin pula faktor

sitasi zaman menjadi factor salah satunya.

Situasi zaman pada masa hidupnya, tidak menguntungkan bagi

paham Mu„tazilah yang dianutnya. Setelah Khalifah Mutawakkil pada

tahun 234 H membatalkan setatus Mu„tazilah sebagai madzhab Negara,

Mu„tazilah mengalami kemunduran dan mengalami tekanan dari ulama-

ulama Ahl as-Sunnah dan juga dari pihak penguasa.Sebenarnya dnia

Islam kehilangan satu teologi yang sudah sistematis dan mungkin belum

ada lagi teologi Islam pengganti Mu„tazilah. Sangat mungkin jika Asy„ari

melihat adanya bahaya bagi umat Islam bila mereka tidak memilliki

teologi yang sistematis seperti yang telah disusun oleh kaum Mu„tazilah,

Setelah melihat bahwa paham Mu„tazilah tidak dapat terima umat Islam

pada umumnya, maka Asy„ari meninggalkan paham Mu„tazilah dan

mendirikan teologi sendiri yang sesuai dengan paham umumnya umat

Islam, yang kuat berpegang pada Hadits Nabi.34

33 Harun, Nasution, Teologi Islam, h.68

34

Abdul Aziz Dahlan, Teologi dan Akidah Dalam Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2001)

h. 108-109.

Page 43: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

31

Pendapat para ulama tentang motivasi Al-Asy„ari keluar dari

aliran Mu„tazilah semuanya berkaitan dengan teologi sebagaimana yang

telah dikemukakan diatas. Namun ada kemungkinan lain, yaitu diduga

adanya situasi politik yang berkembang pada waktu itu. Menurt Ahamd

Hanafi, mengutip dari Tarikh Falsafah al-„Arabiyah mengemukakan

bahwa Al-Asy„ari meninggalkan Mu„tazilah karena melihat ada

perpecahan dikalangan kaum muslimin yang dapat melemahkan mereka.

Perpecahan kaum muslimin ini diakibatkan persesihan dalam bidang

teologi. Untuk permasalahan ini Asy„ari mengatasinya dengan

mengambil jalan tengah antara aliran rasionalis dan aliran tekstualis, dan

ternyata mayoritas kaum muslimin dapat menerima cara ini.

Harun Nasution juga melihat, bahwa disamping dari sisi

teologis, juga fakta sejarah yang ada kaitannya dengan situasi social

politik pada saat itu.Menurut pengamatannya bahwa Al-Asy„ari keluar

dari aliran Mu„tazilah ketika aliran ini sedang berada pada fase

kemunduran.Khususnya yang berkaitan dengan pembatalan pemerinta

tentang kependudukan aliran ini sebagai mazhab negara.35

Asy„ariyah sangat berbeda dengan paham Mu„tazilah, yang

pemikiran teologinya hanya terikat pada al-Qur„an dan Hadits Mutawatir

(hadits yang pasti berasal dari Nabi). Selain itu pula terikat pada Hadits

Masyhur dan Hadits Ahad. Maka sebab itu kaum Asy„ariyah menamakan

dirinya sebagai kaum Ahl al-Sunnah wa al-Jama„ah, memang mayoritas

35 Ris‟an Rusli, Teologi Islam: Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh-tokohnya, h.108.

Page 44: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

32

umat berpegang pada hadits Ahad dan Masyhūr, dan minoritas bagi yang

berpegang hanya pada Hadits Mutawatir dismaping Al-Qur„an. Dapat

dipahami bahwa Mu„tazilah mengapa Mu„tazilah tidak dipandang

sebagai kaum Ahl al-Sunnah, karena hanya terkait pada sunna yang pasti

(mutawatir)dari Nabi, tentu sedikit sekali berpegang pada Hadits atau

Sunnah, dan secara umum mereka bukan dianggap pemegang sunnah

(Ahl al-Sunnah).36

Al-Asy„ari merupakan pemuka yang pertama membentuk aliran

yang kemudian memakai namanya ini, maka pemuka-pemuka yang

memperkembangkan aliran ini adalah pengikut-pengikutnya. Diantara

pengikutnya adalah Muhammad Ibn al-Tayyib Ibn Muhammad Abu Bakr

al-Baqillani. Ia memperoleh ajaran-ajaran Al-Asy„ari dari dua muridnya,

Ibn Mujahid dan Abu Hasan al-Bhili, dan wafat di Bagdad tahun 1013

M. „Abd al-Malik al-Juwaini juga pengikut Al-Asy„ari yang besar pula

pengaruhnya, ia dikenal dengan sebutan Imam al-Haramain. Ia lahir di

Khurasan tahun 419, dan wafat ditahun 478 H. Namun dari kedua

pengikut Al-Asy„ari ini tidak semuanya sepaham dengan Al-Asy„ari.

berbeda dengan pengikutnya yang bernama Abu Hamid al-Ghazali

(1058-1111) tidak berbeda dengan paham-paham Al-Asy„ari meski

berlainan dengan gurunya al-Juwaini da al-Baqillani. Ia adalah pengikut

Al-Asy„ari yang terpenting dan besar pengaruhnya pada umat Islam

beraliran Ahl al-Sunnah wa al-Jama„ah.37

36 Abdul Aziz Dahlan, Teologi dan Akidah Dalam Islam, h. 110.

37

Harun, Nasution, Teologi Islam, h.72-73.

Page 45: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

33

Perlu dijelaskan bahwa corak pemikiran Al-Asy„ari terdapat dua

corak pemikiran yang berbeda, tetapi saling melengkapi. Ia berusaha

mendekati ulama-lama fiqh dai golongan Sunni, sehingga ada yang

mengatakan bahwa ia bermazhab Syafi„ī. Yang lain mengatakan bahwa

ia bermazhab Maliki dan pula Hambali. Disamping itu adanya keinginan

Al-Asy„arī menjahui mazhab-mazhab fiqh. Dua corak pemikiran tersebut

tidak bertentangan. Ia mendekati mazhab-mazhab fiqh dalam soal furū„.

Sebagai pengikut Mu„tazilah dahulunya, namun ia tidak menjauhkan diri

dari pemakaian akal pikiran dan penggunaan argumentasi-

argumentasinya. Akan tetapi Al-Asy„ari menentang keras orang yang

berlebihan dalam penggunaan akal pikiran, yaitu golongan Mu„tazilah,

seperti mereka tidak mengakui hadits-hadits Nabi sebagai dasar agama.

Tahun 330 H/943 M. Al-Asy„ari meninggal dunia.Setelah

beberapa tahun meninggalnya Al-Asy„ari pahamnya mengalami

keredupan, karena adanya sementara pengikut-pengikutnya yang agak

condong ke rasionalisme. Karena itu timbullah pihak-pihak yang

menentangnya, yaitu pengikut mazhab Hambali. Keadaaan menjadi

tertolong, ketika khalifah Al-Mutawakkil (237-247 H/847-861 M) dari

Bani Abbasiyah mulai berpihak kepada ajaran Al-Asy„ari dan kemudian

berlanjut ketika Nizam al-Mulk (w. 485 H/1092 M), seorang menteri dari

Bani Saljuk mendirika dua buah madrasah yang terkenal, yaitu

Nizhāmiyah di Naisabūr dan di Baghdad, yang mana hanya aliran

Asy„ariyah saja yang boleh diajarkan. Sejak saat itu aliran Asy„ariyah

Page 46: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

34

menjadi aliran resmi Negara. Paham Asy„ariyah dianut oleh umat Islam

yang bermazhab Syafi„i dan Maliki.38

3. Karya Abū Hasan al-Asy‘ari

Karya tulis terpenting dalam bidang teologi yang merupakan

titik tolak pengembangan madḥab yang didirikannya dan menjadikan

pegangan para pengikutnya adalah sebagai berikut:

1. Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Musallin (Pendapat-pendapat

golongan-golongan Islam).

Kitab ini adalah kitab yang pertama kali dikarang tentang

kepercayaan-kepecarayaan golongan Islam.39

Kitab ini ditulis

sebelum ia keluar dari paham Mu„tazilah. Dan kitab ini berisi paham

berbagai golongan kaum muslimin dan madḥab Ilmu Kalam.

Buku ini terdiri dari dua bagian yang berbeda. Bagian

pertama tentang faham golongan dalam Teologi dan opini Teologi

golongan-golongan tersebut. Bagian yang kedua adalah tentang

masalah Teologi dan opini berbagai golongan khususnya Mu„tazilah.

2. Al-Luma„ fī al-Radd „ala Ahl al-Ziyagh wa al-Bida„ (Sorotan).

Judul buku ini pada awalnya adalah kitab al-Luma„ li al-

Shekh Abi Hasan al-Asy„ari, kemudian ditambah dengan fī al-Radd

„ala Ahl al-Ziyagh wa al-Bida„. Menurut pendapat Ibn Shakir, kitab

ini terdiri dari ajaran-ajaran Al-Asy„ari tentang Ilmu Kalam yang

diajarkan kepada lawannya.

38 Salihun A. Nasir, Pemikiran Kalam, h. 211-212.

39

Ahmad, Hanafi, Ilmu Kalam (Jakarta: Bulan Bintang, 2001), Cet.12, h.67.

Page 47: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

35

3. Al-Ibanah wa al-Usul al-Diyanah (Keterangan tentang dasar-dasar

Agama).

Buku ini berisi tentang kepercayaan (aqidah) Ahl al-Sunnah

dan diulainya dengan memuji iman Ahmad bin Hanbal, kemudian

menyebutkan kebaikan-kebaikannya dan menyatakan memegangi

pendapat-pendapatnya. Buku ini juga menunjukkan penyerangan

yang cukup pedas terhadap aliran Mu„tazilah.40

40 A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (PT. Pstaka Al Husna Baru, 2003), h. 131.

Page 48: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

36

BAB III

LANDASAN TEORI DAN KONSEP TASYBĪH MENURUT

AL- QᾹḌĪ ‘ABD AL- JABBᾹR

DAN ABÛ HASAN AL- ASY‘ARI

A. Landasan Teori

1. Sejarah ilmu kalam

Ilmu kalam lahir sebelum dikenal pada masa Nabi Muhammad

SAW. baik sahabat-sahabatnya. Ilmu ini dikenal pada masa berikutnya

yakni setelah ilmu-ilmu keislaman bermunculan dan setelah banyak

orang yang membicarakan tentang kepercayaan alam gaib (metafisik).

Faktor yang mempengaruhi timbulnya ilmu kalam adalah kejadian-

kehadian politis dan historis yang menyertai pertumbuhannya. Factor-

faktor itu juga datang dari berbagai bagian yaitu datang dari dalam Islam

dan kaum Muslimin sendiri dan faktor dari luar mereka, karena adanya

kebudayaan-kebudayaan lain dan agama-agama yang bukan Islam.1

Islam sebagai agama, persoalan yang pertama timbul adalah

persoalan teologi atau kalam, bukan persoalan politik. Tetapi

permasalahan politik menjadi persoalan teologi.2

Diantara sebab atau faktor berdirinya ilmu kalam adalah pertama,

Al-Qur„an disamping ajakannya kepada tauhid dan mempercayai

kenabian dan hal-hal yang berhubungan dengan itu, menyinggung pula

golongan-golongan dan agama-agama yang ada pada masa Nabi

1 Ahmad, Hanafi. Teologi Islam Ilmu Kalam (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2010) h.7.

2 Harun, Nasution. Teologi Islam (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press),

2015) h.3.

Page 49: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

37

Muhammad SAW. yang mempunyai kepercayaan tidak benar, maka Al-

Qur„an bembenarkan kepercayaan mereka dan memberikan bantahan

atau alasan-alasannya. Salah satu contohnya adalah mengingkari agama

dan adanya Tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan

kebinasaan dan kerusakan hanyalah waktu saja (lihat, QS. Al-Jaṣiyah,

45:24).

Tuhan membantah alasan dan perkataan mereka semua dan juga

memerintahkan Nabi Muhammad SAW. untuk tetap menjalankan

dakwahnya dengan menghadapi alasan-alasan mereka yang tidak percaya

dengan cara yang halus. Allah berfirman

“Ajaklah mereka kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat-nasehat

yang baik-baik dan bantahlah mereka itu dengan jalan yang lebih baik” (QS. An-

Nahl:16:125)3

kedua, ketika kaum Muslimin selesai membuka negeri-negeri baru

untuk masuk Islam, mereka mulai tentram dan tenang pikirannya,

disamping melimpah-limpahnya rezeki. Disinilah mulai mengemukakan

persoalan agama dan berusaha mempertemukan nas-nas agama yang

kelihatannya saling bertentangan. Setelah itu datanglah fase penyelidikan

dan pemikiran dan membicarakan soal-soal agama secara filosofis.

Disinilah kaum Muslimin mulai memakai filsafat untuk memperkuat

alasan-alasannya. Keadaan ini kemudian datanglah orang-orang yang

mengumpulkan ayat-ayat sekitar soal tersebut dan memfilsafat tentang

3 Ahmad, Hanafi. Teologi Islam Ilmu Kalam, h. 7-8.

Page 50: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

38

iman, qadar baik dan buruk baik dari golongan agama lain seperti Yahudi

dan Masehi.

Disatu pihak ada ayat-ayat yang menunjukkan adanya jabr

(paksaan) dan pemberian tugas diluar kesanggupan seseorang (lihat, QS.

Al-Baqarah, 2:6; Al-Muddaṣir, 74:17: At-Taubah, 9:3). Dipihak lain Al-

Qur„an penuh dengan ayat-ayat yang menunjukkan bahwa manusia bisa

melakukan perbuatannya dan bertanggung jawab terhadapnya (lihat, QS.

Al-Isra‟, 17:94; An-Nisa‟, 4:168; Al- Kahfi, 18:29; Al-Insan, 76:3).

Ketiga, sebab polotik, soal-soal politik. Contohnya adalah soal

khilafah (pemimpin pemerintahan Negara). Ketika Rasulullah meninggal

dunia, beliau tidak mengangkat seorang pengganti, tidak pula

menentukan cara pemilihan penggantinya. Maka dari itu timbullah

perselisihan karena semua menghendaki pengganti Rasulullah baik dari

golongan seperti Muhajirin dan Anshar. Umar r.a. membaiat Abu Bakar

r.a. menjadi khalifah yang kemudian diikuti oleh sahabat-sahabat lainnya.

Abu bakar kemudian mengambil cara lain, karena menyerahkan khalifah

kepaa Umar dan Umar pun mengambil cara lain lagi, yaitu menyerahkan

khilafah kepada panitia dan pilihan panitia jatuh kepada Usman.

Persoalan khilafah adalah persoalan politik. Agama tidak

mengharuskan kaum Muslimin mengambil bentuk khilafah tertentu,

tetapi hanya bemberikan dasar yaitu untuk kepentingan umum. Kalau

terdapat perselisihan dalam persoalan ini itu adalah soal politik semata.

Akan tetapi tidak demikian halnya masa itu. Ditambah dengan peristiwa

Page 51: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

39

terbunuhnya Usman r.a. dalam keadaan gelap. Sejak itulah kaum

Muslimin terpecah menjadi beberapa partai, yang masing-masing merasa

sebagai pihak yang benar dan hanya calon dari merekalah yang berhak

menduduki pimpinan Negara. Kemudian partai-partai itu menjadi partai

agama dan mengemukakan dalil-dalil agama untuk membela pendirinya,

dan selanjutnya perselisihan diantara mereka menjadi perselisihan

agama. Dan berkisar pada soal iman dan kafir.4

2. Pengertian Ilmu Kalam

Ilmu kalam bisa disebut dengan beberapa nama, diantara lain ilmu

ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh Al-Akbar, dan teologi Islam.

Teologi Islam adalah istilah lain dari dari ilmu kalam yang diambil

dari bahasa Inggris, theology. William L. Reese mendefinisikannya

dengan discourse or reason concerning God (diskursus atau pemikiran

tentang Tuhan). Dengan mengutip kata William Okham, Reese

mengatakan “Theology to a discipline resting on revealed truth and

independent of both philosophy and science.” (teologi merupakan

disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi

filsafat dan ilmu pengetahuan).5

Ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan,

sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya

dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang

4 Ahmad, Hanafi. Teologi Islam Ilmu Kalam, h.9-10.

5 Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006) h.

13-14.

Page 52: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

40

rasul-rasul Tuhan, untuk mengetahui kerasulannya dan mengetahui sifat-

sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada-

Nya dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya.

Menurut Ibn Khaldun mengatakan bahwa ilmu kalam adalah ilmu

yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan

iman dengan menggunakan dalil-dali pikiran dan berisi bantahan

terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan

aliran golongan Salaf dan Ahl al-Sunnah.6

Sebab-sebab dinamakan ilmu kalam adalah:

Pertama, persoalan yang terpenting diantara pembicaraan masa-

masa pertama Islam ialah kalam Allah (Al-Qur„an) apakah azali atau

tidak. Karena itu keseluruhan isi ilmu kalam dinamai dengan salah satu

bagian yang terpenting.

Kedua, dalam ilmu kalam ialah dalil-dalil akal pikiran dimana

pengaruhnya tampak jelas pada pembicaraanulama-ulama kalam,

sehingga mereka terlihat seperti ahli bicara. Dalil Naqli (Al-Qur„an dan

Hadits) baru dipakai sesudah mereka menetakan kebenaran persoalan

dari segi akal pikiran.

Ketiga, pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai

logika dalam filsafat. Untuk dibedakan dengan logika, maka pembuktian-

pembuktian tersebut dinamai “Ilmu Kalam”.7

6 Ahmad, Hanafi. Teologi Islam Ilmu Kalam, h.3.

7 Achmad, Gholib, Teologi Dalam Perspektif Islam (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004)

h.13.

Page 53: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

41

3. Metode Ilmu Kalam

Sari Nusibeh dalam History of Islamic Philosophy menjelaskan

bahwa epistemology kalam sesungguhnya menggunakan pendekatan

konservatif-dialektis. Yakni pendekatan yang mengasumsikan adanya

dua dominan kebenaran,

pertama kebenaran melalui wahyu, sehingga teks masih menjadi

titik pusat dalam cakrawala berpikir.

Kedua kebenaran melalui nalar logika-deduktif atau silogisme

dalam mendekati teks. Hal ini pula ditemukan oleh al-Jabiri dengan

menyatakan bahwa epistemology kalam, meski menggunakan nalar

logika, masih berkutat pada otoritas (nalar bayani), sebagai ukuran

validitas kebenaran, dari pada menggunakan nalar demonstrative

(burhani).8

Ketiga, pendekatan filsafat atau falsafah. Pendekatan epistemologi

ini mendasarkan “nangunan pengetahuannya” (body of knowledge) atas

sejumlah ide filsafat sebagai kerangka rujukan. Oleh karena itu, ilmu

merupakan objek petualangan rasio sehingga aktivitasnya bersifat

eksploratif.

Keempat, pendekatan mistis. Pendekatan epistemologi ini

mendasarkan pada pengalaman intuitif yang individual, yang

menghasilkan ilmu hudhuri (pengetahuan diri yang presensial).

Pendekatan dialektik pada disiplin kalām adalah “epistemology bayānī”

8 Wardani, Epistemologi Kalama Abad Pertengahan (Yogyakarta: PT. LKiS Printing

Cemerlang, 2003) h.38- 42.

Page 54: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

42

(al-„aql al-bayānī), yang titik tolaknya adalah teks-teks keagamaan.

Menurut al-Jabiri, wacana-wacana bayānī yang berkembang dalam

sejarah Islam pada substansinya berpusat pada dua dominan: “kaidah-

kaidah iterpretasi wacana “ seperti dasar-dasar penafsiran ayat-ayat Al-

Qur„an, yang fundamennya telah dirintis sejak masa Rasulullah dan para

sahabat dan “syarat-syarat produksi wacana” (syurūth intāj al-

khithāb)yang baru muncul ketika terjadinya polarisasi kaum muslimin

menjadi kubu-kubu aliran politik dan aliran-aliran teologis.9

B. Menurut Al-Qāḍī ‘Abd al-Jabbār

1. Tauhīd

Kepercayaan kepada Tuhan sebagai satu-satunya pencipta alam

semesta, merupakan prinsip fundamental dari agama monoteisme. Prinsip

ini dalam Islam disebut prinsip tauhīd, yakni ajaran tentang keesaan

Allah. Maka dari itu menurut Islam, agama yang benar adalah agama

monoiteistik dan nabi-nabi adalah monoteis.10

Tauhīd merupakan ajaran terpenting dalam aliran Mu„tazilah.

Dalam hal ini mereka mempunyai penafsiran yang khas dan dibahas

secara filosofis dan mendalam. Karena mereka dalam menjelaskan

dengan argumentative, logis serta filosofis, maka mereka dijuluki “ahl al-

Tauhīd”, walaupun dalam aliran lainpun membahas dan mengkaji tentang

9 Wardani, Epistemologi Kalama Abad Pertengahan, h.39-41.

10

Yunan, Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Penadamedia Group,

2014) h. 15.

Page 55: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

43

ketuhanan dan mengakui bahwa “Lā ilāha illa Allah Wahdahu lā syarīka

lahu”.11

Mu„tazilah menempatkan tauhīd sebagai prinsip utama dalam al-

Ushūl al- Khamsah mereka.12

Tauhīd dalam Mu„tazilah memiliki arti

yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat

mengurangi kemahaesaan-Nya. Tuhan adalah satu-satunya yang Esa,

yang unik dan tidak ada yang bisa menyamaiNya.13

Untuk memurnikan keEsaan Tuhan (tanzih), Mu„tazilah menolak

konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik Tuhan, dan Tuhan

dapat dilihat oleh mata kepala.

Penolakan Mu„tazilah terhadap paham tasybīh bukan semata

hanya pertimbangan akal, namun ia mempunyai landasan yang kuat yaitu

merujuk pada al-Qur‟an yang menjadi pedoman umat Islam.14

Mereka

berlandaskan padaayat al-Qur‟an yang berbunyi:

Artinya: “Tak ada satu pun yang serupa dengan Dia..” (QS. Asy-

Sūrā[42]:11)

Doktrin tauhid menurut Al Qadī „Abd al-Jabbār menjelaskan

bahwa tidak ada satupun yang dapat menyamai Tuhan. Begitu pun

sebaliknya Tuhan tidak serupa dengan makhluk-Nya. Tuhan adalah

11

Ris‟an Rusli, Teologi Islam: Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh-tokohnya, (Jakarta:

Prenadamedia Group, 2015), h. 79. 12

„Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah (Kairo: Maktabah Wahbah, 1996), h. 149. 13

„Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah, h. 150. 14

„Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah, h. 93.

Page 56: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

44

immateri. Maka, tidak layak apabila memiliki atribut materi. Segala yang

yang mengesakan adanya kejisiman Tuhan, baginya mustahil diterima

oleh akal. Ia mensucikan Tuhan dari segala penyerupaan ciptanNya.

Maka dengan tegas menolak tasybīh (antropomorfisme).15

Pandangan „Abd al-Jabbār dan kelompok Mu„tazilah tentang

prinsip keesaan pada dasarnya hendak mempertahankan kemurnian dan

keesaan Tuhan secara paripurna terutama dalam menghadapi pandangan

kelompok Syiah Rafidah yang ekstrim. Kelompok Syiah Rafidah yang

ektrim ini berpandangan bahwa Tuhan memiliki jism dan dapat diindera

oleh manusia. Selain menolak pandangan kelompok Syiah, prinsip

keesaan kelompok Mu„tazilah juga hendak menolak pandangan agama

kristiani tentang prinsip trinitas.16

Tuhan menurut Al-Qadī„Abd Al-Jabbār bukan jism (materi), tidak

bertubuh, tidak berbentuk, tidak berdaging, tidak berdarah, bukan person

(Syakhsun) bukan jauhar (substansi), bukan aksiden („ardh), tiada

padanya warna, rasa, panas, dingin, basah, kering, panjang, lebar,

kedalaman, pertemuan, dan perpisahan. Dan tidak bergerak, tidak dalam

ruang, tidak dalam waktu, dzat-Nya sederhana, tidak terbagi-bagi, tidak

istirahat, tiada pada-Nya kanan dan kiri, depan, belakang, atas dan

bawah. Allah ada sebelum ciptaan-ciptaan-Nya. Bukan bapak, bukan ibu,

bukan anak, tiada keturunan selain Dia. Tiada yang abadi kecuali Dia,

15

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012) cet.

Pertama (Edisi Revisi), h. 102. 16

A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2003) cet. Kedelapan

(Edisi Revisi), h. 90.

Page 57: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

45

tiada yang menyerupai Dia, tiada yang menolong-Nya untuk

menumbuhkan sesuatu yang ditumbuhkanNya, dan tidak menciptakan

ciptaan-Nya atas contoh yang mendahuluinya.17

Mu„tazilah memakai istilah tauhīd bahwa Mu„tazilah meniadakan

sifat-sifat Tuhan. Mereka menganut pendapat yang meniadakan sifat-sifat

yang qadim, karena apabila sifat itu qadim maka ada yang qadim selain

Tuhan. Dan itu tidak dibenarkan dalam paham Mu„tazilah, satu-satunya

yang qadim adalah Tuhan. Dan apabila mengakui selain itu termasyuk

syirik.18

Pendapat Mu„tazilah mustahil jika ada yang qadim selain Allah

SWT. yang ada baginya adalah Dzat dan ta„alluq-Nya sehingga tercipta

alam semesta ini. kalau sifat itu dianggap ada, hal itu hanyalah amrun

i‘tibary. Artinya sesuatu yang dinggap ada. Bagi Mu„tazilah hal ini lebih

men-tanzīh-kan Allah.19

Mereka juga berpandangan bahwa Al-Qur„an adalah makhluk,

karena tidak ada yang qadim kecuali Allah SWT. bahwa Allah „Alim

(Mengetahui) dengan dzat-Nya, Qadir (Kuasa) dengan dzat-Nya, Haiyun

(Hidup) dengan dzat-Nya, mutakallim (Berbicara) dengan dzat-Nya.20

17

Yunan, Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, h. 82-83. 18

„Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah, h. 216. 19

Salihun, A Nasir, Pemikiran Kalam, h. 175. 20

„Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah, h. 529.

Page 58: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

46

Selain itu prinsip ke-Esa-an yang murni lainnya adalah

mengingkari arah bagi Tuhan dan mena‟wilkan ayat-ayat yang

mengesakan adanya persamaan Tuhan dengan manusia.21

2. Tasybīh

Pembahasan tauhīd dalam Mu„tazilah berhujung pada persoalan

Tasybīh, arti Tasyīh adalah penyerupaan. Maka disini Tuhan dijauhkan

dari Tasybīh, karena baginya Tuhan tidaklah serupa dengan makhluknya

dan tidak serupa dengan apapun. Tasybīh berarti mengesakan Tuhan atau

memurnikan Tuhan secara paripurna atau totalitas. Tuhan adalah Dzat

yang benar-benar unik.

Kaum Mu„tazilah mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan

mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Namun ini bukan

berarti bahwa Tuhan bagi mereka tidak mempunyai pengetahuan, tidak

berkuasa, tidak hidup, dan sebagainya. Tuhan bagi mereka tetap

mengetahui, berkuasa, hidup, dan sebagainya, tetapi bukan dengan sifat

dalam arti kata yang sebenarnya. Artinya “Tuhan mengetahui dengan

pengetahuan dan pengetahuan itu adalah Tuhan sendiri.22

Dalam ayat-ayat Al-Qur„an banyak pula yang secara sepintas

memberikan pengertian bahwa Tuhan bertempat ini memberikan

konsekuensi bahwa ia adalah jism atau wujud materil, karena yang dapat

mengambil tempat adalah jism. Juga terdapat kata-kata yang

mengisyaratkan bahwa Ia mempunyai mata, wajah dan tangan dan

21

A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, h. 92. 22

Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah, h. 261.

Page 59: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

47

sebagainya. Pengertian seperti inilah yang ditolak oleh Al-Qāḍī „Abd al-

Jabbār.23

Maka dalam memahami ayat-ayat Al-Qur„an seperti yang telah

disebutkan diatas Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār memberikan ta‟wil terhadap

ayat-ayat tersebut.

Menurut Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār bahwa berita yang dibawa Al-

Qur„an dapat dibagi menjadi tiga:

1. Yang hanya dapat diketahui dengan wahyu, yakni hukum-hukum

peribadatan (syari‟ah).

2. Yang dpat diketahui dengan akal dan wahyu, yakni bahwa Tuhan

tidak dapat dilihat dan banyak hal yang berkenaan dengan ancaman

Tuhan hanya dapat diketahui dengan akal, yakni keadilan dan

keesaan Tuhan serta hal-hal yang berkenaan dengan keduanya.24

a) Ta‟wil sifat Kalam

Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār atau paham Mu„tazilah disebut sebagai

golongan Ahl Ra‘yi, orang yang yang sangat berpegang teguh kepada

hasil pemikiran akal. Golongan ini bersifat rasional dan terang-

terangan menolak hadits-hadits nabi yang menurut pendapatnya

berlawanan dengan pemikiran rasional, disamping mereka

melakukan takwil terhadap nash-nash mutasyābihat.25

Paham Mu„tazilah berpendapat bahwa Al-Qur„an adalah

Kalāmullah, bukan qadim yang kekal, tetapi hadits dalam arti baru

23

Machasin, Al-Qādī ‘Abd al-Jabbār: Mutasyābīh al-Qur‘an dan Dalih Rasionalitas

(Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2000), h. 131. 24

Machasin, Al-Qādī ‘Abd al-Jabbār, h. 75 25

Salihun, A Nasir, Pemikiran Kalam, h.215.

Page 60: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

48

dan diciptakan Allah SWT.26

Mu„tazilah juga menolak pendapat

bahwa Al-Qur„an bukan makhluk. Untuk menguatkan pendirian

mereka tentang kemakhlukkan Al-Qur„an tersebut, kaum Mu„tazilah

mengantakan bahwa Al-Qur„an terdapat semua sifat ciptaan. Al-

Qur„an tersusun dari surah-surah, kalimat-kalimat dan huruf-huruf

yang dapat dibaca dan didengarkan, ada permulaan dan ada pula

akhirnya, maka tidak mungkin Al-Qur„an qadim.27

Pendirian Mu„tazilah bahwa Al-Qur„an adalah makhluk, maka

berkaitan dengan pendiriannya bahwa Allah SWT. itu tidak

mempunyai sifat, dan pendirian tersebut didukung dengan dalil Al-

Qur„an QS. Al-Hijr [15]: 9.28

Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan

pasti kami (pula) yang memeliharanya.”.29

30Dalam ayat Al-Qur„anjuga terdapat ayat-ayat yang tampak

seperti Allah SWT. itu menyerupai makhluk-makhluk-Nya.

Demikian pula hal itu terdapat dalam hadits-hadits Nabi, terutama

pada hadits-hadits Qudsi.

26

Harun, Nasution, Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta:

UI-Press, 2010) h. 50. 27

„Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah, h. 531. 28

Al-Qur„an dan terjemah, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur„an

Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Dharma art,2015) 29

Ayat ini mensifati Al-Qur„an dengan sesuatu yang diturunkan. Menurut Al-Qadī,

mestilah baru. Apalagi hal itu dihubungkan dengan pernyataan Allah wa inna lahū lahāfizūn (dan

makilah yang memeliharanya), berarti Al-Qur„an itu baru. Sebab bila Al-Qur„an itu sesuatu yang

qadim tentu tidak memerlukan pemeliharaan. 30

Salihun, A Nasir, Pemikiran Kalam, h.226.

Page 61: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

49

Artinya: “Tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan

kemuliaan tetap kekal” (QS. Ar-Rahmān {55}: 27)31

1. Artinya: “Sudah merasa amankah kamu,

bahwa Dia yang dilangit tidak akan membuat

kamu ditelan bumi ketika tiba-tiba ia

terguncang?” (QS. Al-Mulk {67}:16).32

Akal manusia itu menetapkan bahwa Allah SWT. itu suci dari

jism, sebab Allah SWT. bersifat tidak ada sesuatu yang semisal

dengan-Nya. Terhadap nash-nash mutasyābihāt, kaum Muslimin

pada masa-masa pertama percaya sepenuhnya pada naṣ-naṣ tersebut

tanpa melakukan batasan sedikitpun dan menyerahkan segala

maksudnya kepada Allah SWT.

Sebagaimana telah dimaklumi bahwa kaum Mu„tazilah

menafikan sifat-sifat Allah SWT. yang karenanya mereka dinamakan

golongan Mu‘athilah. Sedangkan kaum salaf berpendapat itsbat al-

shifāt, menetapkan adanya sifat-sifat bagi Allah SWT. yang

karenanya kaum Salaf ini dinamakan golongan Shifātiyah.33

Pendirian golongan Musyabbīḥah yang berlebih-lebihan

menimbulkan reaksi hebat pada golongan Mu„tazilah yang mensifati

Tuhan dengan “Esa”, “qadim” dan “berbeda dengan makhluk”.

Sifat-sifat ini adalah sifat sālaby (negatif) karena tidak

31

Al-Qur„an dan terjemah, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur„an

Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Dharma art,2015) 32

Al-Qur„an dan terjemah, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur„an

Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Dharma art,2015) 33

Salihun, A Nasir, Pemikiran Kalam, h.226.

Page 62: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

50

menambahkan sesuatu kepada Dzat Tuhan. Dikatakan sālaby, karena

“Esa”, artinya tidak ada sekutu, “qadim” tidak ada permulaannya dan

“berbeda dengan makhluk” artinya tidak ada yang menyamainnya.

Sebagaimana pendiri Mu„tazilah Wasil bin Athā, mensucikan Tuhan

sejauh mungkin. Ia tidak mengakui adanya sifat-sifat ijāby (positif)

bagi-Nya, seperti ilmu, qodrat, dan iradat. Pengakuan sifat-sifat

tersebut dikhawatirkan kaum Muslimin akan menyamai orang-orang

Masehi, karena orang-orang Masehi mengakui tiga sifat, yaitu

wujud, ilmu dan hayat sebagai Tuhan, dan masing-masing dari sifat

ini berdiri sendiri dan diberinya nama “Oknum Tiga sifat tersebut.

Menurut kepercayaan mereka, ayah ibu dan roh-kudus”.34

Pengikut Wasil bin Athā atau salah satunya Al-Qāḍī „Abd al-

Jabbār menganggap tidak perlu mengingkari sifat-sifat ijaby sama

sekali, karena itu akan mengakibatkan pengosongan Tuhan dari sifat-

sifat-Nya dan menjadikan Tuhan sebagai suatu fikiran belaka (muri),

tidak ada isinya. Karena itu mereka menetapkan dua sifat pokok,

yaitu Ilmu dan qodrat, kemudian kedua sifat ini disamakan dengan

Dzat Tuhan sendiri. Mereka mengatakan, Tuhan mengetahui dengan

suatu pengetahuan (ilmu) dan pengetahuan itu adalah Dzat Tuhan itu

sendiri. Berkuasa dengan kekuasaan dan kekuasaan itu adalah Dzat

Tuhan sendiri.35

34

A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, h.108. 35

Ahmad, Hanafi, Theologi Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1988) h. 95-96.

Page 63: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

51

Paham Mu„tazilah berpendapat bahwa Allah SWT. itu tidak

mempunyai sifat. Sebab apabila Dzat Allah SWT. itu qadīm dan sifat

Allah SWT juga qadīm, maka akan menimbulkan beberapa yang

qadīm (ta„addud al-qudama„). Hal ini mustahil bagi-Nya.Yang ada

bagi Allah SWT adalah Dzat dan ta„alluq-Nya sehingga terciptalah

alam semesta ini.36

b) Ta‟wil Melihat Tuhan

Dalam persoalan melihat Tuhan, lawan-lawan dari Mu„tazilah

sebagai dasar bagi pendapat mereka bahwa Allah dapat dilihat

adalah ayat yang menyatakan bahwa dihari kiamat nanti sebagian

wajah berseri-seri melihat Tuhan mereka.37

Aliran Mu„tazilah memberikan daya yang besar terhadap akal

berpendapat bahawa Tuhan tidak dapat dikatakan mempunyai sifat-

sifat jasmani. Seperti yang dikatakan oleh Al-Qadī „Abd al-Jabbār,

Jika Tuhan dikatakan mempunyai jasmani, tentulah Tuhan

mempunyai ukuran panjang, lebar dan dalam, atau Tuhan diciptakan

sebagai kemestian dari sesuatu yang bersifat jasmani. Oleh karena

itu kaum Mu„tazilah menafsirkan ayat-ayat yang memberikan kesan

bahwa Tuhan bersifat jasmani secara metaforis. Dengan kata lain,

ayat-ayat Al-Qur„an yang menggambarkan bahwa Tuhan bersifat

36

Salihun, A Nasir, Pemikiran Kalam, h.175. 37

Machasin, Al-Qādī ‘Abd al-Jabbār: Mutasyābīh al-Qur‘an dan Dalih Rasionalita, h.

143.

Page 64: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

52

jasmani diberi ta‟wil oleh Mu„tazilah dengan pengertian yang layak

bagi kebesaran dan keagungan Allah.38

Sebagaimana Mu„tazilah yang lebih mengedepankan akal,

Mu„tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak dapat dilihat oleh mata

kepala.39

Mayoritas Mu„tazilah berpandangan bahwa Tuhan hanya

akan diketahui melalui hati, bukan dengan mata (al-Absār).40

Ada

beberapan alasan Tuhan tidak dapat dilihat oleh mata kepala karena

pertama, Tuhan tidak mengambil tempat sehingga tidak dapat dilihat

dan kedua, bila Tuhan dilihat sekarang didunia ini, sedangkan

kenyataannya tidak seorang pun yang dapat melihat Tuhan di alam

ini.Dalam mendukung argumen diatas, yakni disandarkan kepada

ayat-ayat al-Qur„an. Salah satunya ayat 22-23 surat Al-Qiyamah

[75].41

Artinya: “Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.

Memandang Tuhannya.”42

Ayat ini diahami oleh Mu„tazilah, bukan berarti memandang

wajah Tuhan, tetapi menunggu-nunggu balasan pahala yang akan

diberikan oleh Tuhan.43

38

„Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah, h. 153. 39

Tsuroya Kiswali, Al-Juwaini: Peletak Dasar Teologi Rasional dalam Islam, (Jakarta:

Penerbit Erlangga, t.t), h. 105. 40

Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Al-Baqilani, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya,

1997), h.73 41

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h.171. 42

Al-Qur„an dan terjemah, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur„an

Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Dharma art,2015) 43

„Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah, h. 172

Page 65: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

53

Yang dimaksud dengan ungkapan wajah pada kedua kalimat

diatas adalah orang-orang yang mempunyai wajah, yaitu dengan

membuang muḍāf (yang disandari) dan tetap menyebut muḍāf ilaih-

nya, untuk faidah ijāz. Jadi yang dimaksud dalam ayat 22-23 Surat

al-Qiyamah adalah dengan dita‟wil menjadi: Yang artinya, “orang-

orang yang mempunyai wajah-wajah itu menanti-nanti nikmat

Tuhanya”.

Dengan demikian menurut Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār bahwa hal

itu bisa terjadi, bila apa yang dinantikannya tidak pasti dan

meragukan, karena datangnya nikmat Tuhan di surga pasti datang

dan meyakinkan, takkan menimbulkan siksaan batin. Hal itu

diumpamakan sebagai seorang yang telah duduk dihadapan meja

makan yang telah penuh dengan makanan yang eanak-enak. Namun

ia masih menunggu datangnya nikmat lain yang akan menambah

kebahagiaannya, sebab mengetahui bahwa ia akan mendapatkan

makanan lain yang lebih nikmat dan lezat. Nikmat itu pasti datang,

maka ia tidak merasa tersiksa dalam penantiannya.44

c) Ta‟wil wajah Allah

Mu„tazilah dalam memahami ayat al-Qur„an surat al-Qashas ayat

88:

Artinya: ”segala sesuatu akan binasa kecuali wajah Allah”.

44

Tsuroya Kiswali, Al-Juwaini, h. 108.

Page 66: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

54

Dalam memahami wajhah dalam surat tersebut yaitu dengan

‘Zatuhu ay nafsuhu (dzat-Nya yakni diri-Nya).45

Tuhan, menurut Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār, tidak dapat

mempunyai badan materi. Oleh sebab itu, Ia tidak mempunyai sifat-

sifat jasmani. Ayat-ayat Al-Qur„an yang menggambarkan bahwa

Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani harus diberi interpretasi lain.46

Dengan demikian wajhu, muka, ialah esensi47

dan sebagaimana ayat

diatas dipahami bahwa kata wajhu, bukan dengan arti memandangan

wajah Tuhan, tetapi di ta‟wil dengan arti menunggu-nunggu balasan

pahala yang akan diberikan oleh Tuhan.48

d) Ta‟wil kata “Alā al-Arsy Isytawā”

Pendapat kaum Mu„tazilah, semua ayat yang menurut lahirnya

menetapkan arah, harus dipahami tidak menurut lahirnya, yakni

dengan memalingkan makna lahir ke makna bathin (ta‟wil).Namun

dengan begitu harus dita‟wilkan sesuai dengan prinsip kesucian dan

tidak ada kesamaan dengan makhluk-Nya. Misalnya, Tuhan berada

dalam arah meskipun langit, atau bertempat meskipun di Arys, atau

bergerak dan berpindah-pidah meskipun pada hari kiamat untuk

mengadili manusia yang berkumpul dan menerima balasan masing-

masing dari Allah SWT.49

Sebagaimana surat Thaha {20} ayat 5, harus diberikan

interpretasi kepada makna yang lain untuk tidak memberikan

45

Yunan, Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, h. 139. 46

Tsuroya Kiswali, Al-Juwaini, h.104. 47

Harun, Nasution. Teologi Islam, h.137. 48

Yunan, Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, h. 143. 49

Ahmad, Hanafi, Theologi Islam, h.142.

Page 67: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

55

penyamaan antara Tuhan dengan manusia karena sama-sama

bertempat yang bunyinya:

Artinya: “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam

di atas 'Arsy”.50

kata “Alā Arys Istawā” dita‟wilkan dengan al-istila wa al-

ghalabah (menguasai dan mengalahkan).51

Karena Tuhan bersifat

immateri, tidaklah dapat dikatakan Tuhan mempuyai sifat jasmani.

Seperti yang telah dikatakan oleh Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār, Tuhan

tidak mempunyai badan materi dan karenanya tidak memiliki sifat

jasmani. Ayat Al-Qur„an yang menunjukkan sifat-sifat jasmani

harus di interpretasikan, oleh karena itu kata Arys diberi interpretasi

menjadi “kekuasaan”.52

Tidak hanya Al-Qur„an, banyak hadits yang

menetapkan arah dan ruang bagi Tuhan ditolak sama sekali oleh

Mu„tazilah dengan alasan bahwa hadits tersebut hadits perseorangan

(ahad) yang tidak bisa dijadikan pegangan. Mu„tazilah mengakui

bahwa Tuhan ada pada tiap-tiap tempat, tapi Tuhan tidak bertempat.

Karena yang dimaksudnya adalah bahwa Tuhan mengetahui semua

tempat, karena ia yang menjadikannya.53

e) Menurut Abu Hasan Al-Asy‘ari

1. Tauhīd

50

Al-Qur„an dan terjemah, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur‘an

Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Dharma art,2015) 51

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h.171. 52

Harun, Nasution, Teologi Islam, h.137. 53

Ahmad, Hanafi, Theologi Islam, h.142.

Page 68: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

56

Al-Asy„ari sebagai pendiri dari paham Asy„ariyah telah mencapai

kedudukan yang terhormat dan memiliki banyak pengikut dan

pendukung sekaligus memperoleh bantuan dari para penguasa. Dan

paham Asy„ariyah ini disebut dengan paham Ahl al-Sunnah wa al-

Jama‘āh. Paham ini lebih mengutamakan wahyu daripada akal pikiran,

dan paham inilah yang menentang Mu„tazilah sebagai paham yang

rasionalis, yang lebih mengutamakan akal daripada wahyu. Paham Ahl

al-Sunnah ini mengikuti pendirian ulama-ulama Salaf dalam memahami

naṣ-naḥ mutasyābihat. Pemikiran Al-Asy„ari identik dengan paham ahl

al-Sunnh wa al-Jama„ah, yang beberapa pemikirannya tertuang dalam

kitabnya al-Ibānah.

Konsep tauhīd Asy„ariyah bermula pada pendapat tentang adanya

Tuhan. Ia menemukan alasan kausalitas untuk membuktikan keberadaan

Tuhan. Ia mencontohkan dengan penciptaan, pertumbuan dan

perkembangan manusia merupakan fase yang harus dilewati oleh mansia,

perpindahan dari fase satu ke fase berikutnya adalah sebagai bukti bahwa

perpindahan tersebuat ada yang melakukannya atau menggerakannya,

karena tidak mungkin menusia melakukannya sendiri, begitu pula dengan

pertumbuhan anggota tubuh manusia yang tidak mungkin dilakukannya

sendiri. Oleh sebab itu Asy„ari mengatakan bahwa yang melakukan itu

semua adalah Tuhan, yang mempunyai kemampuan yang tak terbatas.54

2. Tasybīh

54

Abu Hasan al-Asy„ari, Kitab al-Luma’ fi al-Rad ‘ala al-Ziyagh wa al-Bida‘ (Kairo: T.Tp,

1955) h.20.

Page 69: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

57

Kalam Al-Asy„ari pada awalnya merupakan sebuah reaksi

terhadap dua madzab pemikiran yang bertentangan secara diametris,

sebuah reaksi yang berupaya untuk membuka jalan tengan bagi

umat.Terhadap sebuah permasalahan hubungan antara wahyu dan rasio,

Al-Asy„ari berhasil menjaga interpretatif akal, untuk memakai istilah

Schuon, tanpa menyempitkan wahyu itu sendiri. Demikian pula, ia

menampilkan rekonsiliasi antara tasybīh (perbandingan atau analogi)

dan tanzīh (abstraksi atau ketidak sebandingan) dalam konsepsinya

tentang ketuhanan dengan memberikan sifat-sifat antrospomorfis kepada

Tuhan, dengan tetap kokoh pada pandangannya bahwa sifat-sifat ini

harus diabstraksi dan tidak boleh dipahami secara harfiah.55

Pandangan kalangan kutakallimin mengenai sifat-sifat Allah tidak

dapat terhindarkan walaupun mereka setuju bahwa mengesakan Allah

adalah wajib. Dalam pembahasan ini Al-Asy„ari berhadapan dengan

kelompok Mu„tazilah yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain

selain esensi-Nya. Yang mana sifat-sifat tangan, kaki, telinga Allah atau

Arsyatau kursi tidak boleh diartikan secara harfiyah, melainkan harus

dijelaskan secara alegoris. Sedangkan Al-Asy„ari sendiri memiliki

pandangan bahwa Allah memiliki sifa-sifat seperti mempunyai tangan,

kaki, telinga Allah, Arys atau kursi, dan ini tidak boleh diartikan secara

harfiah, melainkan secara simbolis. Dan ia pula berpendapat bahwa sifat-

sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat

55

Osman, Bakar, Tauhid dan Sains: Perspektif Islam Tentang Agama dan Sains, terj.

Yuliani Liputo dan M.S. Nasrullah, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2008) h. 176.

Page 70: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

58

manusia. Sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi sejauh

menyangkut realitasnya (haqiqah) tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan

demikian tidak berebda dengan-Nya.56

Al-Asy„ari dalam bukunya terutama dari kitab al-Luma„ Fi al-Rad

„ala Ahl al-Ziagh wa al-Bida„ dan al-Ibanah „an Usul al-Dianah, sebagai

penentang Mu„tazilah tentu saja ia berpendapat bahwa Tuhan mmpunyai

sifat. Bagi Al-Asy„ari mustahil Tuhan mengetahui dengan Dzat-Nya,

karena dengan demikian Dzat-Nya adalah pengetahuan dan Tuhan

sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan (ilm) tetapi Yang

Mengetahui (Alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan

pengetahuan-Nya bukanlah Dzat-Nya.57

Seperti yang menjadi landasan Asy„ariyah dalam persoalan ini ialah:58

Artinya: “Sesungguhnya firman Kami terhadap sesuatu apabila Kami

menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya,

“Jadilah!” maka jadilah sesuatu itu” (Q.S. An-Nahl [16]:40).

Untuk penciptaan itu perlu kata kun, dan untuk terciptanya kun ini

perlu pula kata kun yang lain; begitu seterusnya sampai terdapat rentetan

kata-kata kun yang tak berkesudahan. Dan ini tidak mungkin. Oleh

karena itu al-Qur„an tak mungkin diciptakan.

56

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h. 121. 57

Al-Asy„ari, Kitab al-Luma‘, h. 54., dan Al-Asy„ari, Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah

(Damaskus: Maktabah Dar al-Bayan, 1990), h. 63. 58

Harun, Nasution. Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:

UI Press, 1986) cet. Kelima, h. 69.

Page 71: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

59

Dalam pandangan Al-Asy„ari, bahwa Tuhan mmpunyai sifat-sifat

seperti „ilmu, hayat, sama„, dan basr. Sifat-sifat tersebuat bukanlah Dzat-

Nya. Menurutnya Allah mempunyai ilmu karena alam yang diciptakan

oleh Tuhan yang mempunyai ilmu. Demikian pula menurutnya Allah

mempunyai qudrat, hayāt dan sebagainya.59

Al-Asy„ari mengakui bahwa sifat-sifat Tuhan seperti, sifat-sifat

Wujud, Qidam baqa, Muḥalafah al-Ḥawadits dan sebagainya sersebut

yang sesuai dengan Dzat Tuhan sendiri, dan sama sekali tidak meyerupai

sifat-sifat makhluk. Tuhan mendengar, tetapi tidak seperti kita

mendengar dan seterusnya.60

a) Sifat Kalam

Al-Asy„ari sebagai seorang yang pernah menjadi pengikut

Mu„tazilah, yang sangat pengutamakan akal rasio daripada wahyu

(Al-Qur„an dan Hadits). Dalam perjalananya yang kemudian ia keluar

dari Mu„tazilah dan mendirikan paham teologi sendiri yaitu

Asy„ariyah sebagai reaksi terhadap Mu„tazilah yang mana paham ini

lebih mengutamakan wahyu daripada akal rasio, dan Al-Asy„ari

menentang orang yang berlebihan mengunggulkan akal daripada

wahyu.

Paham Asy„ariyah sering disebut sebagai paham Ahl al-Sunnah,

namun penyebutan Ahl as-Sunnah ini sudah dipakai orang sejak jauh

sebelum Imam Al-Asy„ari, yaitu terhadap orang-orang yang mencari

penyelesaian masalah-masalah agama yang berpegang teguh kepada

59

Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Al-Baqilani, h. 43. 60

Ahmad, Hanafi, Theologi Islam, h.109.

Page 72: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

60

naṣ-naṣ al-Qur‟an dan Hadits Nabi. Ada beberapa pemikiran Al-

Asy„ari seperti ia mengatakan bahwa Kalāmullah (al-Qur„an) itu

bukanlah makhluk, dan apapun yang ada ini tidak mungkin wujud,

kecuali Allah SWT.61

Al-Asy„ari dalam persoalan qadimnya Al-Qur„an, sebagaimana

Mu„tazilah yang mengatakan bahwa al-Qur„an diciptakan (makhluk)

sehingga tidak qadim. Maka paham Al-Asy„ari dalam bukunya al-

Ibanah dikatakan bahwa kitabullah (al-Qur„an) bukanlah makhluk.62

Kalam Allah SWT. Yang qadīm adalah sifat Allah SWT. yang

tidak berhuruf dan tidak bersuara, itu dinamakan kalām nafsi. Adapun

yang tertulis dalam mushaf dan yang dibaca oleh umat Islam adalah

madlūl (bentuk yang dirupakan) dari kalam Allah SWT.yangqadīm

tadi. Karena itu jika orang berkeyakinan bahwa kalam Allah SWT itu

sifat Allah SWT.Yang qadīm yang berdiri diatas Dzat-Nya yang

qadīm, tentunya al-Qur„an sebagai Kalam-Nya adalah qadīm juga.63

b) Melihat Tuhan

Al-Asy„ari dalam persoalan melihat Tuhan di akhirat ia tidak

sependapat dengan Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār yang mengingkari Tuhan

dapat dilihat di akhirat. Baginya Tuhan dapat dilihat di akhirat, tetapi

tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru‘yat dapat dilihat atau

61

Salihun, A Nasir, Pemikiran Kalam, h.217 62

Al-Asy„ari,Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah, h.20. 63

Al-Asy„ari,Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah, h. 75.

Page 73: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

61

bilamana Ia menciptakan kemampuan pada penglihatan manusia

untuk melihat-Nya.64

Dalam memperkuat argumen yang diatas adalah bahwa yang tak

dapat dilihat hanyalah yang tak wujud. Yang mempunyai wujud mesti

dapat dilihat. Tuhan berwujud oleh sebab itu dapat dilihat.65

Ayat al-Qur„an yang menjadi dasar Al-Asy„ari bahwa Tuhan

dapat dilihat nanti di akhirat dengan mata kepala adalah sebagai

berikut:

Artinya: “Wajah –wajah orang mukmin pada hari itu berseri-seri. Kepada

Tuhannyalah mereka melihat” (Q.S. Al-Qiyamah [75]:22-23).

Ayat ini dipahami oleh Al-Asy„ari dengan melihat dengan mata

kepala.66

Ia berpendapat bahwa kata nazirah dalam ayat diatas tidak

bisa berarti memikirkan, karena akhirat bukanlah tempat berfikir.

Tidak pula berarti menunggu, karena wujuh yaitu muka atau wajah

tidak dapat menunggu, yang menunggu ialah manusia. Oleh sebab itu

kata nazirah mesti mengandung makna melihat dengan kedua mata

yang terdapat pada wajah.67

64

Al-Asy„ari,Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah, h. 58-63. 65

Harun, Nasution, Teologi Islam, h. 139. 66

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h.175. 67

Harun, Nasution, Teologi Islam, h. 142.

Page 74: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

62

Pendapat Asy„ariyah bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata

kepala (al-absār) sebab sesuatu yang maujūd dapat dilihat. Yang

ma‘dūmlah yang tidak dapat dilihat dengan penglihatan mata.68

c) Wajah Allah

Al-Asy„ari tidak menerima tasybīh dalam arti Tuhan

mempunyai sifat-sifat jasmani yang sama dengan jasmani manusia.

Namun ia tetap mengatakan bahwa Tuhan sebagaimana yang disebut

dalam Al-Qur„an, mempunyai tangan, mata, wajah, tangan dan

sebagainya itu tidak sama dengan yang ada pada manusia.

Pendapatnya bahwa kata-kata tersebut tidak boleh diberi interpretasi.69

Dalam pandangan Al-Asy„ari Allah mempunyai sifat.Sifat dan

dzat berbeda, bagi Al-Asy„ari sifat-sifat Tuhan qāimaṭ bi zatih (berdiri

sendiri).70

Sesuai dengan pandangan tersebut, Al-Asy„ari mengatakan

bahwa Allah mempunyai wajah, tangan, mata. Sebagaimana salah satu

firman Allah yang akan saya jelaskan berikut ini.

Artinya: “tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali Allah.” (QS. Al-Qashas

[28]:88).71

Dalam pemahaman ayat diatas bahwa kata wajhu adalah Tuhan

mempunyai wajah tanpa menginterpretasikan.

68

Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Al-Baqilani h.75. 69

Harun, Nasution. Teologi Islam,h. 137. 70

Asyahrastani,Al-Milal Wa al-Niḥal (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2011), h. 128. 71

Al-Qur„an dan terjemah, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur„an

Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Dharma art,2015)

Page 75: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

63

d) Ta‟wil kata “Alā al-Arsy Isytawā”

Pendirian Al-Asy„ari terhadap Mu„tazilah yang menetapkan

kejisiman Tuhan tampak jelas menolak penakwilan kaum Mu„tazilah

terdapat pada ayat Arys. Seperti yang terdapat pada QS. Taha [20]:5.

Artinya: “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas

'Arsy”.72

Menurutnya Tuhan memang bertempat di Arys, seperti yang

telah disebutkan dalam Al-Qur„an sendiri. Ia juga memperkuat

pendapatnya dengan ayat lain yang menyebutkan bahwa Tuhan berada

di langit. Tuhan bertempat di Arsy dengan tegas ia menunjukkan

bahwa Tuhan ada di langit, karena Arys teletak diatas semua langit.

Kalau dikatakan Tuhan berada dilangit, artinya Tuhan berada di Arys

tersebut. Ia juga menguatkan pendapatnya dengan hadits-hadits nuzul

(menyatakan bahwa Tuhan turun ke langit dunia).73

Alasan Al-Asy„ari bahwa Tuhan mempunyai sifat jasmani

seperti yang telah disebutkan dalam Al-Qur„an dan tidak dapat di

interpretasikan karena, akal manusia adalah lemah dan akalnya tidak

sanggunp untuk mengiterpretasikan jauh tentang sifat-sifat jasmani

Tuhan yang telah disebutkan dalam Al-Qur„an sedemikian rupa

sehingga meniadakan sifat tersebut. Namun meskipun akal manusia

72

Al-Qur„an dan terjemah, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir Al-Qur„an

Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Dharma art,2015) 73

Al-Asy„ari,Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah, h.97.

Page 76: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

64

lemah tapi akal tidak dapat menerima bahwa Tuhan mempunyai

anggota badan (sifat) seperti manusia.74

74

Harun, Nasution, Teologi Islam, h.138.

Page 77: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

65

BAB IV

PERBANDINGAN KONSEP TASYBĪH AL QᾹḌĪ ABD AL-JABBAR

DENGAN ABU HASAN AL-ASY„ARI

A. Tauhid

Dalam memandang masalah tauhīd perbedaan yang cukup signifikan

antara Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār dengan Al-Asy„ari terletak pada pendapat

Tuhan mempunyai sifat dan Tuhan tidak mempunyai sifat. Bagaimana Al-

Qāḍī „Abd al-Jabbār ingin menjauhkan persepsi Tuhan mempunyai sifat sama

dengan makhluknya. Karena jika Tuhan mempunyai sifat, sifat itu mestilah

kekal seperti halnya Dzat Tuhan. Jika sifat itu kekal, maka dapat dikatakan

bahwa banyak yang kekal. Oleh sebab itu baginya hal tersebut disebut syirik

atau politheisme. Sedang Al-Asy„ari dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan

mempunyai sifat karena perbuatan-perbuatannya. Lebih lanjut penjelasan

bahwa Tuhan mempunyai sifat bagi Al-Asy„ari tidak dapat diartikan secara

harfiah melainkan secara simbolis. Namun sifat Tuhan berbeda dengan sifat

makhluknya, untuk itu tidak boleh dibayangkan bagaimana bentuknya (bila

kaifa).

Menurut Mu„tazilah Allah adalah Esa, tidak ada sesuatu-pun yang

menyamai-Nya, bukan jisim (materi), tidak bertubuh, tidak berbentuk, tidak

berdaging, tidak berdarah, bukan person (syakhsun), bukan jayhar (substansi),

bukan aksiden („ardh), tiada padanya warna, rasa, panas, dingin, basah, berat,

ringang, panjang, lebar, kedalaman, pertemuan dan perpisahan. Ia tidak pula

Page 78: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

66

bergerak, tidak dalam ruang, tidak dalam waktu, dzat-Nya sederhana, tidak

terbagi-bagi, tidak bergerak, tidak istirahat, tiada pada-Nya kanan dan kiri,

depan dan belakang, atas dan bawah. Allah ada sebelum ciptaan-Nya, bukan

bapak, bukan ibu, tiada keturunan selain Ia, tiada yang abadi kecuali Ia, tiada

yang menolong-Nya untuk menumbuhkan sesuatu yang ditumbuhkan-Nya,

dan tidak menciptakan ciptaan-Nya atas contoh yang mendahului-Nya.1

Dalam buku Al- Ibanah „an al-Ushul al- Diyanah Al-Asy„ari menulis

tesis banding terhadap ajaran Al-Tauḥīd dengan Nafy al-Sifatnya Mu„tazilah,

dimajukannya dengan mengatakan bahwa mustahil Tuhan mengetahui degan

Dzat-Nya. Bila Tuhan mengetahui dengan Dzat-Nya, itu berarti Dzat-Nya

adalah pengetahuan dan pada berikutnya berarti pula Tuhan adalah

pengetahuan. Padahal Tuhan bukanlah pengetahuan (ilm) tetapi adalah Yang

mengetahui („Alim). Oleh karena itu, Tuhan mengetahui dengan pengetahuan

dan pengetahuan-Nya bukan Dzat-Nya.2

Selain tentang perbedaan mereka mempunyai persamaan, yakni sama-

sama ingin mengEsakan Tuhan.Dimana Tuhan dipersepsikan oleh keduanya

sebagai sesuatu Dzat yang unik, dimana keunikan tersebut tidak terdapat pada

yang lainnya (makhluknya).

B. Tasybīh

Titik yang ingin ditekankan dalam tasybīh yang dikemukakan oleh

keduanya merupakan kelanjutan dari konsep mereka berdua tentang tauhīd,

1 Yunan, Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Penadamedia Group,

2014), h.94.

2Yunan, Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, h.94.

Page 79: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

67

dimana mereka ingin mensucikan Dzat Tuhan dengan makhluknya. Tuhan

sebagai pencipta tentu berbeda dengan yang diciptakan yaitu makhluknya.

Selain sama-sama ingin mensucikan Dzat Tuhan dengan makhluknya, mereka

juga memiliki cara pandang yang berbeda dalam persoalan tasybīh yakni

seperti yang dikatakan oleh Al-Asy„ari bahwa adanya bentuk kesamaan nama

tidak mesti sama dalam bentuk Dzat-Nya. Seperti contoh; Tuhan mempunyai

tangan, manusia mempunyai tangan. Sama-sama mempunyai tangan,tetapi

pandangan Al-Asy„ari bahwa yang dimaksud tangan tersebut tangan Tuhan

berbeda dengan tangan manusia. Berbeda lagi dengan pandangan Al-Qāḍī

„Abd al-Jabbār bahwa adanya bentuk kesamaan terhadap nama menunjukkan

persamaan Dzat. Artinya bahwa ketika Tuhan dikatakan mempunyai tangan

misalnya, maka disamakan seperti makhluknya manusia mempunyai tangan.

Maka dari itu Al-Qādī menolak bahwa Tuhan mempunyai sifat, karena itu

dapat merusak keEsaan Tuhan.

Dalam hal tasybīh ini, Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār memberikan argument

bahwa didalam Al-Qu„an terdapat ayat mutasyabihat dan kalu kita hanya

wajib mengimani ayat-ayat mutasyābihāt, maka perlu dipertanyakan

bagaimana maksud sebenarnya wajh dari firman Allah sehingga kita dapat

mengimaninya dengan benar. Dan kalau lawan mengatakan bahwa firman itu

datang dari Allah tidak memberi pengertian apapun, maka yang atas telah

dijelaskan kesalahannya. Kalau Allah menghendaki ayat-ayat mutasyābihāt

sesuatu manfaat bagi mukalaf yang tidak mungkin diketahuinya, ini akan

membuat ayat-ayat itu percuma karena seakan-akan Allah mewajibkan

Page 80: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

68

manusia untuk mempercayainya sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat apa

pun. Allah jauh dari hal seperti itu. Didalam Al-Qur„an sendiri dinyatakan

bahwa kitab ini diturunkan untuk menjadi syifa (obat), huda (petunjuk) dan

rahmat (kasih sayang). Dikatakan pula bahwa didalamnya ada bayan

(penjelasan). Kalau Al-Qur„an tidak dapat diketahui maksudnya, maka tidak

mungkin tercapai semua tujuan itu.3

Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār kemudian memberikan keterangan tentang

bentuk lahiriah QS.Ali Imran:7

Dengan mengatakan bahwa ungkapan “ya„lamu ta„wīluhu illa Allah”

(tidak ada yang mengetahui takwinya selain Allah). Dita‟wilkan oleh para

ulama dengan dua cara. Pertama, frase “wa al-rāsikhūna fī al-Ilm” dihukumi

athaf kepada ungkapan ini. Jadi yang mengetahui takwil ayat-ayat

mutasyābihāt itu hanyalah Allah dan orang-orang yang sangat dalam

pengetahuannya.Kedua ungkapan “ya„lamu ta„wīluhu illa Allah” itu berdiri

sendiri dan karenanya ungkapan “wa al-rāsikhūna fī al-Ilm ya qūlūna āmannā

bih” merupakan kalimat baru. Dengan cara bacanya kata ta’wil dipahami

sebagai “muta‟wil” (yang ditakwilkan) dengan alasan kadang-kadang

memang dinyatakan dengan yang satu untuk yang lain.4

Dalam persoalan sifat tidak terlepas pulang mengenai tentang

keqadiman Allah, ketika dikatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat maka

3 Machasin, Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār: Mutasyābīh al-Qur‘an dan Dalih Rasionalitas,

(Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2000), h. 54-55. 4 Machasin, Al-Qāḍī ‘Abd al-Jabbār: Mutasyābīh al-Qur‘an dan Dalih Rasionalita,h.55.

Page 81: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

69

Tuhan berjisim. Jika Allah itu berjasad atau jisim mestilah Allah bersifat

baru, sedangkan Allah itu sudah ditetapkan keqadimannya karena semua

“jism” tidak mungkin terlepas dari sifat yang baru (hawadits). Contohnya,

perkumpul, berpisah dan bergerak, diam dan hal-hal yang tidak terlepas dari

“muhdats” sudah pasti baru.5 Jadi derskripsi atas-Nya dalam istilah-istilah

tasybīh, misalnya menetapkan arah bagi-Nya, tempat, bentuk jisim,

kediaman, gerak, transisi, perubahan, atau emosi. Oleh sebab itu ayat-ayat Al-

Qur„an yang ambigu mengenai deskripsi seprti itu harus diinterpretasikan

dalam sebuah pengertian yang metaforis. Maka inilah yang ia sebut dengan

keEsaan Tuhan.6

Al-Asy„ari mengkritik tentang Dzat Tuhan bukanlah sifat Tuhan,

tetapi Dzat yang mempunyai sifat itu, juga dia perlakukan terhadap sifat-sifat

yang lain seperti Hayat, Qudrah, Sama‟, Bashar, dan sebagainya. Pandangan

Asy„ari bahwa sifat Tuhan yang harus berdiri sendiri diluar Dzat-Nya.

Dengan pengertian itu dipahami bahwa Ia mempunyai sifat seperti yang

diberitakan Tuhan sendiri dalam Al-Qur„an, namun Al-Asy„ari tidak masuk

dalam pandangan tajassum atau antropomorfisme. Bagi Al-Asy„ari semua

yang telah diinformasikan Allah dalam Al-Qur„an adalah benar dan harus

dipahami apa adanya. Dengan demikian Allah mempunyai wajah dan mata,

namun bagaimana bentuk dan batasan wajah dan tangan itu tidak diketahui.7

5Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah (Kairo: Maktabah Wahbah, 1988) Cet.2,

h.218. 6Al-Sahrastānī, Al-Milal wa Al-Niḥal. Penerjemah Syuaidi Asy„ari (Bandung: Penerbit

Mizan, 2004), h. 86. 7 Yunan, Yusuf, h.95.

Page 82: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

70

1. Sifat Kalam

Dasar permasalahan terletak pada Kalamullah, ketika Al-Qur„an

didefinisikan sebagai Kalamullah yang diturunkan kepada makaikat Jibril

kemudian diturunkan kepada nabi Muhammad. Karena menurut Al-Qāḍī

„Abd al-Jabbār itulah definisi daripada Kalamullah baginya, maka jelas

dikatakan bahwa Kalamullah adalah baru (ḥudūst) dan diciptakan pada

suatu tempat. Al-Qur„an memiliki bentuk, artinya dapat dilihat, dan

memiliki huruf, maka jelas pula bahwa al-Qur„an dapat dibunyikan dan

dapat didengarkan. Dalam hal ini disebut dengan Kalam Lafdzi/Khissi8.

Lagi pula, apa yang terdapat dalam suatu tempat adalah sebuah aksiden

(sesuatu yang terjadi secara kebetulan) yang dapat hilang dalam sekejap.

Dari argumen tersebut Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār berpandangan bahwa Al-

Qur„an adalah baru, maka sifatnya tidaklah kekal. Selain itu, sifat kalam

(Al-Qur„an) bukanlah sifat Dzat, tetapisalah satu sifat perbuatan (sifat

aktiva). Oleh sebab itu Al-Qur„an adalah makhluk. Artinya Tuhan

mengadakan perkataan (kalam) pada Lauh Mahfuz.9

Al-Qur„an sama halnya dengan Taurat dan Injil, yaitu makhluk yang

diadakan oleh Tuhan, diturunkan dan diwahyukan kepada orang-orang

yang disukai-Nya, yang berbeda-beda caranya, yakni dengan jalan ilham

(wahyu langsung) atau dari belakang tirai atau malaikat. Mereka

8kalam lafzi ialah kalam yang diciptakan oleh Allah yang diletakkan di lahul mahfuz. kalam

yang berhuruf, bersuara. Namun makna kalam lafzi ini adalah sebagian daripada makna kalam

nafsi yang qadim yang ada pada dzat Allah.

9 Ahmad, Hanafi. Teologi Islam Ilmu kalam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2010), h.128.

Page 83: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

71

memisahkan antara Al-Qur„an dan sifat kalam yang ada pada Dzat Tuhan,

seperti dalam firman-Nya:

katakan, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis

kalimat-kalimat Tuhanku, tentulah habis lautan itu, sebelum habis kalimat

Tuhanku, meskipun Kami datangkan seumpamanya. (QS. Al-Kahfi,

18:109)

Yang dimaksud dengan “kalimat” disini bukan kata-kata Al-Qur„an,

kalau itu yang dimaksud, tentu tidak memerlukan tinta sebanyak itu.

“kalimat” disini harus dipahami menurut ketentuan akal pikiran, yaitu

bermacam-macam kehendak Tuhan dan pengetahuan-Nya.10

Namun berbeda dengan pendapat Al-Asy„ari bahwa Kalamullah

adalah qadim. Karena pada dasarnya ia memahami yang dimaksudnya

Kalamullah atau Al-Qur„an itu ialah kalam yang tidak ada bentuknya,

tidak ada hurufnya, tidak dapat dibaca dan tidak dapat diperdengarkan.

Inilah yang dimaksud Kalam Nafsi11

. Karena Kalam Nafsi berada

diwilayah transendensi Tuhan. Yang mana kalam tesebut berada

dikehampaan yang tidak ada hurufnya, bentuknya dan sebagainya.

Sehingga tidak dapat diperdengarkan. Maka dengan argumen tersebut Al-

Asy„ari mengatakan bahwa Kalamullah adalah qadim.

Selain itu Al-Asy„ari juga membagi perkataan Tuhan yang mana

perkataaan itu terdiri dari kata-kata dan huruf. Perkataaan ini baru dan

makhluk (diadakan). Dalam pendirian yang ini sama dengan pendirian Al-

10

Ahmad, Hanafi. Teologi Islam Ilmu kalam, h.130. 11

Kalam Nafsi ialah sifat kalam Allah yang qadim.

Page 84: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

72

Qāḍī „Abd al-Jabbār. Kalau dikatakan “kalam itu qadim”, maka yang

dimaksud ialah perkataaan yang pertama yaitu kalam nafsi. Kalau

dikatakan baru, maka yang dimaksud perkataan yang kedua.12

Dalam Al-Qur„an ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa perkataan

Allah baru, seperti Surat Al-Anbiya„, 21:2:

Yang artinya: “Tiada datang kepada mereka peringatan yang baru

(Al-Qur„an) dari Tuhan, melainkan mereka dengarkan, serta mereka

permainkan”.

Dan surat An-Nisa„, 4:87: Yang artinya: “Siapakah orang yang lebih

benar perkataannya daripada perkataan Allah”.

Dalam ayat tersebut Al-Qur„an dinyatakan dengan perkataan

“dzikir” (peringatan) dan “hadits” yaitu baru. Dan dinyatakan

kebaharuannya ialah yang berupa kata-kata, huruf dan suara yang menjadi

tanda Al-Qur„an, firman Tuhan yang ada pada Dzat-Nya (kalam nafsi) dan

yang qadim, tanpa diperselisihkan lagi. Keqadiman kalam nafsi tersebut

ialah karena ia adalah salah satu sifat Tuhan, sedang sifat-sifat Tuhan

qadim semua. Maka sifat “kalam” pun harus qadim pula.

Demikian pendapat Al-Asy„ari yang sebenarnya merupakan

penggabungan kedua pendapat dan berlawanan. Namun Al-Asy„ari dalam

kitabnya Al-Ibanah, jelas ia menyatakan bahwa perkataan Tuhan tidak

makhluk, baik berupa kata-kata ataupun bukan, dan Al-Asy„ari berkata:

“tidak satu bagian pun dari Al-Qur„an itu makhluk”.13

12

Ahmad, Hanafi. Teologi Islam Ilmu kalam, h.132. 13

Ahmad, Hanafi. Teologi Islam Ilmu kalam, h.132.

Page 85: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

73

2. Melihat Tuhan

Persoalan sangat menarik adalah Apakah Tuhan dapat dilihat

diakhirat oleh mata kepala atau tidak?. Dalam pembahasan tersebut, Tuhan

Dalam logika Mu„tazilah, Tuhan tidak dapat dilihat oleh mata kepala,

karena Tuhan bersifat immateri. Sebagaiamana argumen Al-Qadī bahwa

Tuhan tidak mengambil tempat karena yang dapat dilihat hanyalah yang

mengambil tempat.14

Namun sebaliknya, kaum Asy„ariyah berpendapat

bahwa Tuhan dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepala di akhirat

nanti.Sebagaimana argument Al-Asy„ari bahwa segala sesuatu yang

mempunyai wujud pastilah dapat di lihat, yang tidak dapat dilihat hanyalah

yang tak berwujud.Tuhan berwujud maka Tuhan dapat dilihat. Dikatakan

Tuhan melihat apa yang ada maka Ia melihat diri-Nya juga, dan jika Tuhan

melihat diri-Nya, maka tentu Ia dapat membuat manusia mempunyai

kemampuan untuk melihat-Nya.

Masing-masing pendapat mereka dikuatkan dengan dalil al-Qur„an

QS. Al-Qiyamah [75]:22-23.15

Menurut Al-Asy„ari kata “nazirah” dalam

ayat ini adalah jika penyebutan kata “melihat” atau “nadhoro” disertai

dengan kata “wajhu” atau “wajah”, maka yang dimaksud bukanlah melihat

dengan hati. Sebab di surga tidak ada penantian atau menunggu, karena

penantian pasti disertai keresahan dan kekacauan, sedangkan para ahli

surga digambarkan dengan kondisi yang keadaaannya belum pernah ada

14

Harun, Nasution. Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:

UI Press, 1986) cet. Kelima, h.139.

15

Page 86: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

74

masa yang melihatnya, belum ada telinga yang mendengarnya, mereka

hidup bahagia dan penuh keselamatan. Maka jika kondisi seperti itu,

mereka tidak mungkin pernah menunggu, karena jika terlintas dibenak

mereka keinginam terhadap suatu hal, maka hal yang diinginkan tersebut

pasti akan langsung ada saat itu juga. Karena seorang hamba tidak boleh

sampai merasa kasihan pada Tuhannya.16

Namun argumen tersebut ditolak

oleh kaum Mu„tazilah, salah satunya Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār. Bahwa

nazar tidak mempunyai arti ru„yah, baginya nazara disini berarti

memandang atau menanti-nanti.17

3. Wajah Tuhan

Persoalan yang sering diperdepatkan dalam permasalahan teologi

adalah salah satunya ayat Al-Qur„an, yang bagaimana ayat tersebut dalam

pemaknaanya tidak merusak keEsaan Tuhan.Dalam pandang Al-Qāḍī

„Abd al-Jabbār misalnya dalam memaknai kata wajah, dalam QS.al-

Qashas ayat 88.18

Bahwa kata wajah Tuhan ditafsirkar semakna dengan

“eksistensi Tuhan”, karena wajah dalam budaya Arab menunjuk pada

eksistensi sesuatu.19

Dalam ayat tersebut maka harus dita‟wilkan atau

diintrepretasikan kemakna yang lain untuk menjaga keEsaan Allah.

Berbeda dengan Al-Asy„ari bahwa apa yang terdapat pada ayat tersebut

itulah makna sesungguhnya. Mereka mengkaitkan dengan firman Allah

16

Al-Asy„ari, Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah (Damaskus: Maktabah Dar al-Bayan, 1990),

h.12. 17

Harun, Nasution. Teologi Islam, h. 140.

18

19Muhammad, Al-Fayyadl. Teologi negatif Ibn ‘Arabi Kritik Metafisika Ketuhanan,

(Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2012), h.211.

Page 87: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

75

SWT “kullu syaiin hālikun illā wajhah” artinya segala sesuatu itu pasti

akan rusak, hancur, atau musnah kecuali wajah Allah SWT. Maka mereka

menetapkan bagi Allah pada kalimat “wajhah” adalah wajah Allah dan

semua itu dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa diketahui bagaimana

cara dan batasannya).20

Sedangkan bagi Al-Qadī „Abd al-Jabbār setiap

yang memiliki wajah pastilah jism, dan dalam QS. Al-Qashash ayat 88

dita‟wilkan dengan dzatuhu ayy nafsuhu (dzat-Nya, yakni diri-Nya)21

dan

bahwasannya maksud dari kalimat “kullu syaiin hālikun illā wajhah” yaitu

kecuali Dzat, dan kalimat “wajhu” yang bermakna Dzat itu masyhur dalam

pengertian secara bahasa. Contoh, jika dikatakan “wajah pakaian ini

bagus”, maksudnya adalah dzatnya yang bagus. Jika perkara atau

kenyataaannya seperti yang Al-Asy„ari katakanan maka pasti akan hilang

segala sesuatu kecuali wajah-Nya.22

Asy„ari tetap dalam pandangannya

bahwa setiapdisebut “Wajhullah” maka diartikan pula dengan wajah Allah.

Dalam argument-argumen tersebut sebenarnya itulah cara mereka untuk

mengEsakan Tuhan.

4. Kata “Isytawā alā al-Arsy”

Pada permasalahan ayat “alā al-ArsyIsytawā” antara Al-Qadī „Abd

al-Jabbār dengan Al-Asy„ari, mereka memiliki perbedaan, yaitu Al-

Qadī„Abd al-Jabbār mengingkari bahwa Allah bersemayam diatas Arys,

karena akan menimbulkan Allah memiliki tempat. Pandang Al-Qadī dalam

20

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012),

h.175. 21

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h.171 22

„Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah (Kairo: Maktabah Wahbah, 1988) h.227.

Page 88: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

76

bukunya Syarakh Ushul al-Khamsah, bahwa yang dimaksud bersemayam

diatas Arsy (Istawā) artinya hanya berdiri tegak dan lurus, sedang berdiri

tegak lurus itu termasuk sifatnya jism, jika demikian maka Allah jism.

Maka dari itulah Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār memberikan ta‟wil pada ayat

tersebut.23

Sedangkan Al-Asy„ari mengatakan bahwa Allah bersemayam di

Arsy, seperti yang terdapat didalam Al-Qur„an dan patut Ia bersemayam

tanpa menduga Allah mempunyai tempat. Dan jika Al-Qadī tersebut

menta‟wilkan kata “isytawā” menjadi “istawlā”, maka Asy„ari tidak

demikian.24

Pendapat Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār mengenai ta‟wil, penegasian atau

memalingkan ayatnya itu bahwa penilaian terhadap ayat yang dita‟wilkan

adalah berdasarkan kebahasaan dan kelogisan. Dan Al-Asy„ari dalam

penilaian terhadap ayat yang dita‟wilkan adalah berdasarkan ingin

mengEsakan Tuhan.

Sebagaimana hal tersebut, Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār dan Al-Asy„ari

dalam kata “Isytawā alā al-Arsy” memiliki perbedaan dalam hal sudut

pandang atau metode. Seperti yang telah disbutkan bahwa Al-Qāḍī „Abd

al-Jabbār berdasarkan kebahasaan dan kelogisan.Maka berbeda dengan Al-

Asy„ari berdasarkan keEsaan Tuhan, Tuhan dipahami Al-Asy„ari berbeda

dengan makhluk.

23

„Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah, h.226. 24

Al-Asy„ari, Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah, h.98.

Page 89: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

77

Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa untuk memahami dan

mengimani al-Qur„an mereka memiliki sudut pandang yang berbeda yakni

mengimani Al-Qur„an secara Ijmali (global) Yaitu mengimani kitab - kitab

Allah tentang keberadaannya bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab -

kitab yaitu Taurat, Zabur, Injil tetapi tidak untuk diamalkan. Adapula

mengimani Al-Qur„an secara Tafsili (rinci/mendalam) Yaitu menyakini,

menghayati dan mengamalkan kitab Allah yang berupa Al-Quran.25

Oleh sebab itu Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār menta‟wilkan atau

mengimani secara tafsili (mendalam), sedang Al-Asy„ari ada dua yakni

secara tafsili (partikular) dan ijmali (global).

Dalam persoalan sudut pandang Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār tadi adalah

berdasarkan kebahasaan yakni lugas dan majaz. Dalam hal ini lugas dari

suatu kata kelihatannya tidak membuat orang bingung dalam memahami

suatu kata atau kalimat. Ini kalau makna itu hanya satu kata yang

dihadapi.Namun pada kenyataannya, didalam bahasa Arab nanyak kata

yang mengandung lebih dari satu arti. Pemilihan pegertian yang tepat bagi

kata-kata seperti ini yang ditemui dalam ayat-ayat mutasyābihāt tidak

mudah. Untuk itu sering kali hal ini menimbulkan berbagai macam

pendapat yang masing-masing dapat dipakai untuk mendukung aliran

tertentu. Untuk menetapkan bahwa pengertian lugas tertentu memang

benar-benar terkandung dalam kata tertentu perlu bukti (al-syāhid) yang

serupa penggunaan kata itu dalam Al-Qur„an, syair-syair atau teks-teks

25

Machasin, Al-Qādī ‘Abd al-Jabbār: Mutasyābīh al-Qur‘an dan Dalih Rasionalita,

(Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2000), h.76-77.

Page 90: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

78

Arab kuno lain dengan pengertiannya yang dimaksud. Tanpa bukti seperti

itu, pengertian itu tak dapat diterima.

Majaz adalah penggunaan kata frasa atau kalimat bukan dalm

pengertian yang dibuat orang Arab untuk itu (pengertian lugas), atau

penisbahan suatu kata atau ungkapan kepada kata atau ungkapan lain yang

tidak sewajarnya. Sesuai dengan itu, majas terbagi menjadi dua macam:

majas leksikal (majaz lughawy) dan majaz akali (majaz aqly). Pada yang

pertama, penggunaann kata dialihkan dari makna lugasnya kemakna lain

karena adanya keserupaan antara keduanya atau karena adanya hubungan

atau keterkaitan (ṣilah wa mulābasah). Penggunaan majas dapat ditemui

dalam bahasa Arab. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah dalam Al-

Qur„an juga terdapat majas?. Ada beberapa penulis yang menolak

keberadaannya dalam Al-Qur„an dengan alasan, antara lain bahwa majas

itu merupakan kebohongan. Namun bagi Mu„tazilah mendukung adanya

majas dalam Al-Qur„an. Bahwa penggunaan kata lugas tidak akan cukup

mengungkapkan pengertian-pengertian yang jumlahnya tidak terbatas,

sementara jumlah kata-kata terbatas. Selain itu pula dalam bahasa Arab,

majas sering dipakai orang untuk memperindah pembicaraan dan

memperkuat pengertian yang disampaikan.26

26

Machasin, Al-Qādī ‘Abd al-Jabbār: Mutasyābīh al-Qur‘an dan Dalih Rasionalita, h.77-

79.

Page 91: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

79

Bagi kaum Mu„tazilah, kalau manusia boleh mengalihkan kata dari

pengertian lugasnya kepada pengertian kiasan, Tuhan lebih berhak lagi

untuk melakukannya. Seperti kutipan dari Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār:27

“Tuhan menghendaki Al-Qur„an berada pada tingkat teratas dalam kefasihan agar

menjadi petunjuk atas kebenaran Nabi Muhammad SAW. Ia tahu bahwa iu tidak mungkin

terjadi jika hanya digunakan kata-kata dalam pengertian lugas dan bahwa Ia harus

mengikuti jalan ini agar Al-Qur„a lebih serupa dengan cara berbicara orang Arab dan

lebih mendalam dalam kemukjizatan”.

Selain Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār menggunakan kebahasaan, lugas dan

majaz. Disamping itu, ia menggunakan ukuran kelogisan, semisal kalau

orang dapat meminta tolong kepada Tuhan, maka itu berarti manusia

adalah pelaku perbuatan, dan pastilah menurut keimpulas logisnya,

permintaan pertolongan itu tidak mempunyai arti.

Pandangan Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār dalam bukunya Syarakh Ushul

al-Khamsah, bahwa yang dimaksud bersemayam diatas Arsy (Istawā)

artinya hanya berdiri tegak dan lurus, sedang berdiri tegak lurus itu

termasuk sifatnya jism, jika demikian maka Allah jism. Maka dari itulah

Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār memberikan ta‟wil pada ayat tersebut.28

5. Rangkuman Tabel

Persamaan dan perbedaan Al-Qadī „Abd al-Ja Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār bār

dan Abu Hasan Al-Asy„ari

27

Machasin, Al-Qadi Abd al-Jabbār: Mutasyābīh al-Qur‘an dan Dalih Rasionalita, h.79. 28

„Abd al-Jabbār, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah, h.226.

Page 92: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

80

No Masalah Al-Qadī „Abd

al-Jabbār

Abu Hasan Al-

Asy„ari

1. Memurnikan

KeEsaan Allah

Iya Iya

2. MengEsakan

Allaah

Iya Iya

3. Keqadiman

sifat Tuhan

Tuhan tidak

punya sifat

qadim

Tuhan punya

sifat

4. Ayat

Mutasyabihat

Menta‟wilkannya Tidak

menta‟wilkannya

5. Kedudukan

antara akal dan

wahyu

Mengutamakan

akal

Mengutamakan

wahyu

6. Pemahaman

Nas Al-Qur„an

Kontekstual Tekstual

Page 93: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

81

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tasybīh adalah penyerupaan, yang mana dimaksudkan penyerupaan

sifat Tuhan dengan manusia. Dalam hal tasybīh ini ada dua tokoh yang

menolak tasybīh yaitu Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār dan Abu Hasan al-Asy„ari

dengan argumen-argumennya. Namun ada yang lebih dekat dengan tasybīh

yaitu tokoh pendiri Asy„ariyah, yakni Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār. Ia berpendapat

bahwa Tuhan mempunyai sifat. Sedangkan Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār yang

berpandangan bahwa jika Tuhan memiliki sifat, maka Tuhan sama dengan

makhluk-Nya, maka itu harus dijauhkan dengan persepsi Tuhan mempunyai

sifat karena baginya itu akan merusak keEsaan Tuhan. Namun bagi Al-

Asy„ari yang dimaksud Tuhan mempunyai sifat itu adalah sifat Tuhan

berbeda dengan sifat manusia. Kita tidak boleh membayangkan bagaimana

dan seperti apa (bilakaifa).

Dalam pembahasan ini misalnya adalah wajah Tuhan, melihat Tuhan,

sifat kalam, bersemayam diatas Arsy, dan sebagainya. Bahwa dalam

pandangan Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār pembahasan tersebut yang ada dalam Al-

Qur„an ayat yang mengenai hal tersebut harus dita‟wilkan, harus di

interpretasikan kemakna yang lain. Sedangkan Al-Asy„ari dalam pembahasan

tersebut dalam Al-Qur„an ayat tersebut tidak dita„wilkan, melainkan diartikan

dengan makna yang sesungguhnya. Namun seperti yang telah disampaikan

bahwa tidak boleh dibayangkan seperti apa wajah Tuhan, Tuhan dapat dilihat

Page 94: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

82

diakhirat dengan mata kepala, kalamullah itu qadim, dan Tuhan bersemayam

di Arys dan sebagainya. Oleh karena itu tidak boleh dibayangkan bagaimana,

seperti apa, itulah bentuk Al-Asy„ari dalam memurnikan keEsaan Tuhan.

Namun hal itu ditolak oleh lawannya yaitu Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār bahwa

ayat yang menunjukkan wajah Tuhan, di akhirat nanti dapat melihat Tuhan

dengan mata kepala, kalamullah itu qadim, tempat Tuhan bersemayam di

Arys dan sebagainya. Harus dita‟wilkan. Contohnya, wajah Tuhan kata

wajhah, berarti muka ialah esensi. Memahami kata wajhah dengan Zatuhu ay

nafsuhu (dzat-Nya yakni diri-Nya), Kalamullah dalam pandangan Al-Qadī

bukanlah sifat tetapi perbuatan Tuhan. Dengan demikian menurut Al-Qāḍī

„Abd al-Jabbār al-Qur„an bersifat tidak qadim atau bersifat baru dan

diciptakan Tuhan. Tuhan bersemayam di atas Arys “Alā al-Arsy Isytawā”

berarti tahta kerajaan diberi interpretasi kekuasaan dan seterusnya.

Dalam beberapa perbedaan diatas maka ada pula persamaan diantara

keduanya yakni dalam memberikan argument-argumen seperti diatas telah

dijelaskan bahwa mereka sama-sama ingin mengEsakan Tuhan atau

memurnikan keEsaan Tuhan.

B. Saran-saran

Dari segi penulisan yang telah dilakukan, mungkin ada hal yang belum

tersajikan sebagaimana mestinya, karena memang penulis memiliki

keterbatasan dalam metode analisisnya. Oleh karena itu, ini menjadi

kesempatan untuk para pemikir atau penulis selanjutnya.

Page 95: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

83

Konsep tasybīh yang penulis angkat dari kedua pandangan antara Al-

Qāḍī „Abd al-Jabbār dengan Abu Hasan al-Asy„ari menambah literatur kalam

di Indonesia khususnya. Tentu menjadi harapan penulis untuk terus mengkaji

lebih dalam.

Apa yang penulis bahas dalam skripsi ini, masih sangat jauh dari

kesempurnaan, baik dalam segianalisisnya dan sebagainya, ada yang perlu

ditambah atau pun dikurangi, terutama berkaitan dengan konsep Al-Qāḍī

„Abd al-Jabbār dengan Abu Hasan al-Asy„ariter hadap sifat tasybīh.

Sebuah harapan dari penulis, akan lebih baik jika ada yang ingin

meneliti lebih jauh tentang konsep tersebut. Dan semoga tulisan ini

bermanfaat bagi para pembaca.

Page 96: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

84

DAFTAR PUSTAKA

‘Abd al-Jabbār, Al-Qadī Syarḥ Uṣūl al-Khamsah, Kairo: Maktabah Wahbah,

1988.

-------------------, Al-Qadī, Syarḥ Uṣūl al-Khamsah, Kairo: Maktabah Wahbah,

1996.

Al-Asy‘ari, Abu Hasan.Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah, Damaskus: Maktabah

Dar al-Bayan, 1990.

-----------------------------, Kitab al-Luma’ fi al-Rad ‘ala al-Ziyagh wa al

Bida‘,Kairo: T.Tp, 1955.

Al-Fayyadl, Muhammad, Teologi Negatif ibn ‘Arabi Kritik Metafisika keTuhanan,

Yogyakarta: LKiS, 2012.

Al-Qur‘an dan terjemah, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir AlQur‘an

Kementrian Agama Republik Indonesia. (Jakarta: Dharma art,2015.

Al-Sahrastānī, Al-Milal wa Al-Niḥal. Penerjemah Syuaidi Asy‘ari, Bandung:

Penerbit Mizan, 2004.

Bakar, Osman. Tauhid dan Sains: Perspektif Islam Tentang Agama dan Sains,

terj. Yuliani Liputo dan M.S. Nasrullah, Bandung: Pustaka Hidayah, 2008.

Burhanuddin, Nunu, Ilmu Kalam Dari Tauhid Menuju Keadilan, Jakarta:

Prenadamedia Group, 2016.

Dahlan, Abdul Aziz, Teologi dan Akidah Dalam Islam, Padang: IAIN-IB Press,

2001.

Fazeli Ahmad, Sayyed. Madzhab Ibn Arabi, Jakarta: Sadra Press, 2016.

Gholib, Achamd. Teologi Dalam Perspektif Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press,

2004.

Hanafi, A.Pengantar Teologi Islam, PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2003.

Page 97: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

85

------------. Ilmu Kalam, Jakarta: Bulan Bintang, 2001.

-------------. Teologi Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2001.

Hipius, Ilmu Ushuluddin’ Jurnal: Himpunan Peminat Ilmu Ushuluudin (HIPIUS).

Vol.1, no.1, 2013.

IbnuArabi, Penerjemah Imam Nawawi (Yogyakarta: Institute of Nation

Development Studies (INDeS), 2016.

Ilhamuddin, PemikiranKalam Al-Baqilani, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya,

1997.

Jahja, Zurkani, Teologi Al-Ghazali, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

-------------------. Teologi al-Ghozali, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Kiswali, Tsuroya. Al-Juwaini: Peletak Dasar Teologi Rasional dalam Islam,

Jakarta: Penerbit Erlangga, t.t

Machasin, Al-Qadi Abd al-Jabbār: Mutasyābīh al-Qur‘an dan Dalih Rasionalitas

Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2000.

Mansur, Laily, Pemikiran Kalam Dalam Islam, Jakarta: PustakaFirdaus, 2004.

Muhammad Asy Syak’ah, Musthofa, Islam Tidak Bermazhab, Jakarta: Gema

Insani Press, 1994.

Muthahhari, Murtadha, Keadilan Ilahi, Jakarta: Mizan Media Utama, 2009.

Nasir, Sahilun A. Pemikiran Kalam, (Teologi Islam), Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2010.

Nasution, Harun, Muhammmad Abduh dan Teologi Rasional Mu‘tazialh, Jakarta:

Universitas Indonesia (UI Press), 1987.

Nasution, Harun. Teologi Islam. Jakarta: UI Press, 2011.

Qadir, C.A., Sifat Dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor

1991.

Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon.Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia,

2006.

Rusli, Ris’an. Teologi Islam, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.

Wardani, Epistemologi Kalam Abad Pertengahan, Yogyakarta: LKiS Printing

Cemerlang, 2003.

Page 98: KONSEP AL-QAḌĪ ‘ABD AL-JABBĀR DAN ABU HASAN ALrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40466/1/FITROTUL...vi ABSTRAK Fitrotul Azizah Konsep Al-Qāḍī Abd al-Jabbār

86

Yusuf, Yunan. Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, Jakarta: Penadamedia

Group, 2014.