konsentrasi jurnalistik program studi...
TRANSCRIPT
-
ANALISIS WACANA PEMBERITAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA
DAERAH (PILKADA) KOTA TANGGERANG SELATAN 2010
(Studi Pemberitaan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota
Tanggerang Selatan Pada Koran Tangsel Pos
Periode 8 12 November 2010)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)
Oleh :
Ahmad Fathul Wahab NIM : 104051101930
KONSENTRASI JURNALISTIK
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1432 H/2011 M
-
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 26 Mei 2011
Ahmad Fathul Wahab
-
i
ABSTRAK
Ahmad Fathul Wahab 104051101930 Analisis Wacana Pemberitaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (PILKADA) Kota Tanggerang Selatan 2010. Studi Pemberitaan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Tanggerang Selatan Pada Koran Tangsel Pos Periode 8-12 November 2010
Berita menjadi bagian hidup manusia dalam berinteraksi. Sejak zaman Romawi berita dinyatakan sebagai sebuah peristiwa atau fakta yang secara khusus disistematisasikan atau dijadikan sebuah realitas sosial.
Dalam kenyataanya, realitas sosial memiliki makna ketika dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh orang lain sehingga memantapkan realitas tersebut secara objektif. Demikian halnya proses konstruksi realitas yang dilakukan oleh media, dimana proses tersebut merupakan usaha menceritakan sebuah peristiwa atau keadaan.
Realitas tersebut tidak serta merta melahirkan berita, melainkan melalui proses interaksi antara penulis berita, dengan fakta (konstruksi realitas). Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan menggunakan analisis wacana yang mengadopsi model wacana Teun A Van Dijk terhadap teks berita seputar KPUD Kota Tangsel pada Pilkada 2010 di Koran Tangsel Pos Periode 8-12 November 2010. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui konstruksi realitas sosial yang dibentuk dalam teks berita KPUD Kota Tangsel pada Pilkada 2010 di Koran di harian tersebut.
Analisis wacana melihat bagaimana pesan-pesan diorganisasikan, digunakan dan dipahami. Dengan objek berita KPUD Tangsel dan pendekatan kualitatif juga mengadopsi elemen analisis Teun A Van Dijk yaitu struktur makro, superstruktur dan struktur mikro. Kemudian melakukan dokumentasi dan wawancara juga analisa teks, kognisi sosial serta kondisi sosial
Teori Yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Hierarki Pengaruh, karya Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. Model hierarki ini menjelaskan bahwa terdapat lima lapisan atau level yang mempengaruhi isi media, yakni level individu, level rutinitas media, level organisasi, level luar media, dan level ideologi media.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara struktur makro, tema berita Tangsel Pos dikemas dengan tema yang bersifat advokasi. Secara superstruktur Tangsel Pos menulis berita dengan skema provokatif yang disertai dengan kutipan langsung pernyataan dari beberapa tokoh politisi lokal. Secara struktur mikro, Tangsel Pos tidak menampilkan gaya bahasa dalam setiap berita. Bentuk kalimat yang digunakan adalah bentuk kalimat langsung, sedangkan kata ganti yang digunakan secara umum adalah kata ganti pernyataan dari nara sumber. Kognisi sosial wartawan yang menulis ini berita politik adalah memiliki keseharian sebagai peng-ide dan penggagas wacana politik. Konteks sosial berita ini Tangsel Pos ingin memberitahukan kinerja KPUD Tangerang Selatan agar masyarakat dapat mengawasi proses Pilkada untuk pertama kalinya.
-
ii
KATA PENGANTAR
Untaian kalimat puja dan puji syukur senantiasa dipersembahkan ke hadirat
Allah SWT. Hanya berkat rahmat, anugerah dan kasih sayang-Nya, penulis mendapat
kekuatan sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga tetap
tercurah kepada insan pilihan yang pernah ada di muka bumi ini, yakni Muhammad
SAW., keluarganya, sahabatnya, pengikutnya dan para penggemarnya yang setia hingga
hari pembalasan.
Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan kendala yang dihadapi
penulis, baik yang menyangkut pengumpulan bahan maupun pembiayaan, dan
sebagainya. Namun, berkat kemauan keras dan kesungguhan hati, disertai dorongan dan
bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan dan kendala dapat diatasi dengan
baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah terlibat dan
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada Ayahanda H. Cholil Effendi
(Alm) dan sosok yang kian menua namun tetap tegar tak pernah menyerah yaitu Ibunda
tersayang Hj. Siti Munawaroh yang (subhana Allah) dengan segala keikhlasan,
kesabaran dan doa tulusnya menunggu penulis yang bungsu nan nakal dalam
menyelesaikan kuliah. Kemudian dosen pembimbing skripsi sekaligus Dekan Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Arief Subhan, MA yang telah membimbing
penulis dalam menyusun skripsi ini. Selanjutnya penulis sampaikan rasa terima kasih
kepada:
-
iii
1. Prof. Dr. Murodi, MA., mantan Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
terimakasih atas segala arahan dan nasihatnya.
2. Drs. Study Rizal, LK, MA., Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu komunikasi. Terimakasih atas sindiran yang konstruktifnya.
3. Pudek Akademik Drs. Wahidin Saputra, MA., dan Drs. Mahmud Jalal, MA., Pudek
Administrasi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang juga sebagai ketua
siding munaqosah.
4. Dra. Rubiyanah, MA., dan Ade Rina Farida, M.Si,. Ketua dan Sekretaris Jurusan
Konsentrasi Jurnalistik. Semoga tak bosan dengan kehadiran saya hingga batas
maksimal kuliah.
5. Para dosen FIDKOM, Drs. Azwar Khatib (terimakasih walau hanya bertemu di
semester satu namun dengan Ilmu Kalam telah membuka cakrawala penulis tentang
ketuhanan). Drs. Suhaimi, M.Si., (tanpanya penulis tak mengenal luasnya Ilmu
Komunikasi dan Media). Drs. Gun Gun Heriyanto (referensi dalam mengasah naluri
politik penulis). Dan lainnya yang tak mungkin disebutkan satu persatu.
6. Staff tata usaha; Bapak Mulkan Nasir, Abang Ari dan Yunda Syifa, terimakasih telah
memudahkan dalam administrasi.
7. Dr. Suparto, M.Ed. sebagai penguji 1 sidang munaqosah, terimakasih atas masukan
sehingga saya lebih mengerti sistematika penulisan karya ilmiah, mudah-mudahan
saya bisa mengikuti jejak Bapak hingga ke Australia. .
8. Keluarga penulis; A. Ubaedillah, MA., (kandidat Ph.D motivator penulis dalam
berbagai hal), Dra. Idah Mamdudah (kakak perempuan satu-satunya). Chairul Hadi,
MA., dan Ahmad Bahauddin (terimakasih spiritnya). Ahmad Hafid Syadzarwan,
-
iv
S.Fil.I., (2nd motivator di rumah). Muhammad Athoallah. Dan seluruh kakak ipar
penulis Teteh Ipah, Kakak Dorry, Teteh Eha, Teteh Nining, Teteh Nur.
9. Ponakan-ponakan yang jauh lebih smart dari penulis; Nadia Fitria dan Viana Fauzia
(mahasiswi ITB dan siswi SMUN 34 Jakarta).
10. Redaktur Pelaksana Tangsel Pos Abang Khomsurizal dan wartawan politik
Samsudin. Terimakasih atas data dan wawancaranya.
11. KAHMI Ciputat; Abang Very Muhclis Az dan Yunda Siti Nafsiyah Az, Abang
Budiman, Abang Anung, Abang Hamid, Abang Agus Salim, Abang Puad (INCIS),
Abang Dadan, Abang Muchlas Noor Hidayat, Abang Muhamad Yusuf, dan Abang
Rahmat Baihaqi, Abang Kholis. Abang Palkon, dan Nurfaida Afni (ICCE).
12. Teman-teman Tim Menata Tangsel yang setia; Mustafid (Terimakasih sudah
mengantar ke kantor Tangsel Pos), Subairi, Deni Daelani, Reda, Oplos, Abang
Komeng, Syukron, Jajuli, Abang Erdi, Ibunda Ai Arofah, Ibunda Tuti. Terimakasih
atas bantuan dan semangatnya.
13. Teman-teman Humas PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang; Candra Sona,
Anda Suhanda, Putri, Sarah, Sukma, Eki dan Abang Arif.
14. Teman-teman PT. Entitas Komunika; Abang Sony, Abang Adi, Abang Gojes, Abang
Bembeng, Abang Agus, Mba Neneng, Mba Linda.
15. Teman-teman Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK) Kota Tangsel; Abang Abba
Taher Lamatapo, Abang Fauzi, Abang Humaidi.
16. Kawan-kawan; Sansekerta Hayatan Thayyibah; Budi Rahma Wardana, SE.I., dan
Istri, M. Inamullah, SE.I., dan Istri, Harun Maskur, SE.I., Amirul Hasan, S.Sos.,
Muslih Reza Muttaqin, S.Pd.I., (UIN Bandung), Rully Choirul Sobar, MT., (ITB),
-
v
Ahmad Zaki (UNPAD). Dinul Fitriadi, S.PT (UNPAD). terimakasih atas bantuannya
disaat penulis membutuhkan dana.
17. Teman seperjuangan angkatan 2004 yang setia bersama; Zulham. Dera Mughni, Ade
Rahmat, Yoan Zulfikar, Dewi Pratiwi, Rintis Deka Yudhi, Terimakasih atas
pinjaman komputernya.
18. Junior penulis; Ketum Komisariat Komfakda Lini Zurlia, Mimi Fahmia, S.Sos.I.,
Jay, Botel, Faqih, Japra dll. Terimakasih selalu mengingatkan skripsi ini.
19. Kawan-kawan penghuni Aula Insan Cita; Kanda RafiI, Kanda Burhan, Uwin, dan
Abang Slash. Tanpa mereka AIC selalu jarang sekali bersih.
20. Sahabat karib Ismail Fahmi. Terimakasih sudah meminjamkan laptopnya dan untuk
persahabatan dalam suka dan duka.
21. Teman-teman di kosan; Abang Adit, Abang Zeki, Apud, Darmawan, Zulkifli. Hari
ini makan indomi insyaallah besok makan daging, amin.
22. Terakhir, khusus untuk yang senantiasa mendampingi dan menentramkan hati
penulis hingga saat ini. Semoga Allah meridhoi niat baik kita.
Penulis yakin, mudah-mudahan amal dan jasa baik mereka tidak hanya akan
menjadi manifestasi ukhrawi saja, lebih dari itu juga akan mendapatkan balasannya di
dunia. Amiin.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
terdapat kekurangan dan kelemahan baik dari segi isi, metodologi, maupun analisanya.
Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca akan disambut dengan segala kelapangan.
-
vi
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat sedikit memberikan
manfaat dan menjadi cermin bagi dunia pendidikan Islam khususnya di Indonesia.
Jakarta, 26 Mei 2011
Penulis
-
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah .................................................. 6
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ............................................................ 7
D. Metodologi Penelitian .......................................................................... 9
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 21
F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 23
BAB II TINJAUAN TEORITIS ......................................................................... 25
A. Teori Konstruksi Sosial ........................................................................ 25
a. Konstruksi Atas Realitas .......................................................... 25
b. Media Massa Sebagai Saluran Konstruksi Realitas ................... 29
c. Konstruksi Realitas Politik ....................................................... 32
d. Political Performance ............................................................... 33
B. Teori Hirarki Pengaruh ........................................................................ 36
a. Level Individual ....................................................................... 37
b. Level Rutinitas Media ............................................................... 38
c. Level Organisasi ...................................................................... 38
-
viii
d. Level Ekstra Media .................................................................. 39
e. Level Ideologi .......................................................................... 40
C. Konseptualisasi Berita ........................................................................ 41
a. Konsep Berita .......................................................................... 41
b. Nilai Berita .............................................................................. 45
c. Varian Berita ............................................................................ 47
BAB III GAMBARAN UMUM .......................................................................... 50
A. Gambaran Umum Harian Tangsel Pos ....................................................... 50
1. Sejarah Berkembangnya Koran Tangsel Pos .................................. 50
2. Profil .............................................................................................. 51
a. Motto Koran Tangsel Pos ......................................................... 51
b. Profil Pembaca ......................................................................... 52
c. Tiras dan Sirkulasi Koran Tangsel Pos ..................................... 52
d. Usia Pembaca ........................................................................... 53
e. Profesi Pembaca ....................................................................... 54
f. Pendapatan Pembaca Per Bulan ................................................ 54
g. Pendidikan Pembaca ................................................................ 55
h. Struktur Redaksi ....................................................................... 55
B. Gambaran Umum Tentang Kpud Tangsel .................................................. 58
a. Visi KPU Tangsel ................................................................................ 59
b. Misi KPU Tangsel ............................................................................... 59
c. Tugas dan Wewenang .......................................................................... 60
-
ix
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 62
A. Gambaran Umum Pemberitaan Pilkada Tangsel ........................................ 62
B. Analisis Teks Berita KPUD Tangsel Sebelum Atau Menjelang Pemungutan
Suara .......................................................................................................... 63
C. Analisis Kognisi Sosial Berita KPU Tangsel .............................................. 87
D. Konteks Sosial Berita KPU Tangsel .......................................................... 90
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 95
A. Kesimpulan ............................................................................................... 95
B. Saran ......................................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 99
LAMPIRAN ........................................................................................................ 103
-
x
DAFTAR TABEL
Table 1.1 Model Analisis Wacana Teun Van Djik ................................................. 13
Table. 2.1 Teori Hirarki Pengaruh ........................................................................ 37
Tabel. 2.2 Piramida Terbalik ................................................................................ 44
Tabel 3.1. Jenis Kelamin Pembaca ....................................................................... 52
Tabel 3.2. Sirkulasi Penyebaran Koran Tangsel Pos ............................................. 53
Tabel 3.3. Usia Pembaca ...................................................................................... 53
Tabel 3.4. Profesi Pembaca Koran Tangsel Pos .................................................... 54
Tabel. 3.5. Pendapatan Pembaca Per Bulan .......................................................... 54
Tabel. 3.6. Pendidikan Pembaca ........................................................................... 55
Tabel. 3.7. Managemen Koran Tangsel Pos .......................................................... 54
Tabel. 3.8. managemen Redaksi Koran Tangsel Pos ............................................... 55
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era demokrasi saat ini, dalam kancah politik istilah Pemilu Kada atau sering
disebut Pilkada kini telah menyebar luas dan hampir merata di berbagai kota, kabupaten
ataupun provinsi. Peperangan meningkatkan citra kian marak seiringan dengan berbagai
publisitas yang dimainkan oleh media. Pada masa industri komunikasi yang bercirikan
menjamurnya industri media massa, sangat tidak mungkin bagi seorang politisi yang
akan bertarung di medan politik, mengesampingkan hubungan baik dengan media.
Semakin ia menguasai dan memiliki jaringan atas media, maka ia akan semakin kuat
daya tariknya dalam mempengaruhi khalayak.
Masa perdukunan atau pun paranormal sepertinya sudah terlewatkan. Kini
kebanyakan para calon kepala daerah cenderung lebih rasional. Para calon banyak
memanfaatkan pendekatan mass marketing of politic. Memunculkan citra positif,
melalui berbagai tekhnik persuasi politik, antara lain adalah melalui iklan politik,
retorika politik dan propaganda politik. Selain itu juga dapat memperkuat analisis
jaringan komunikasi, pemetaan jumlah pemilih, segmentasi kampanye, serta prediksi
suara dan popularitas. Sangatlah wajar jika untuk memperkuat semua ini, banyak para
calon kepala daerah yang mengeluarkan anggaran tidak sedikit hanya utnuk menyewa
konsultan politik agar dapat mengemas diri calon dan tim suksesnya sebelum berlaga di
waktu kampanye dan pemilihan.
-
2
Satu fenomena yang menarik dalam pesta Pilkada yang saat ini berlangsung di
berbagai daerah di tanah air, adalah peranan penting yang dimainkan media massa lokal
maupun nasional. Persuasi yang kuat membutuhkan pemilihan media yang tepat,
rumusan seperti itulah yang kini banyak dipraktikkan para calon kepala daerah. Hal ini
sangat wajar, terlebih jika kita menyadari makna penting dari persuasi itu sendiri.
Menurut Erwin P Bettinghaus, persuasi adalah usaha yang disadari untuk mengubah
sikap, kepercayaan atau prilaku orang melalui transmisi pesan yang tentunya memiliki
intensitas komunikasi tak hanya menyampaikan fakta seperti halnya pada tingkat
pemberitahuan dan penjelasan, melainkan juga memperkuat unsur bujukan.1
Fakta melibatkan media untuk mendongkrak popularitas sebenarnya telah mulai
marak sejak Pemilu 1999 dan semakin menguat di Pemilu 2004. Bahkan, dapat
dikatakan kemenangan SBY dalam Pemilu Presiden secara langsung tahun 2009,
merupakan keberhasilan publisitas melalui media. Bangsa Indonesia seakan terhipnotis
dengan sosok SBY yang berhasil mengkonstruksi secara baik melalui tampilan media.
Keberhasilan SBY inilah yang sering mengilhami para peserta Pilkada di daerah untuk
ikut-ikutan memanfaatkan media. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa perhelatan
Pilkada pun memberi rezeki nomplok bagi pengelola media khususnya cetak dan
elektronik. Tim sukses berbondong-bondong memasang iklan besar-besaran dengan
kontrak tayang relatif intensif. Tak ketinggalan, banyak media yang secara sengaja
menjual sebagian besar kolom, rubrik ataupun program televisi kepada para peserta
Pilkada. Artinya, Pilkada turut menjadi momentum akumulasi keuntungan bagi media.
1 Berger, Peter L, and Thomas Luckman (1967), The Social Construction of Reality, New York: Anchors Book, dalam Heriyanto, Gun Gun, Opini Pilkada Media dan Citra Politik, (Opini dipublikasikan di Harian Seputar Indonesia, Selasa, 6 Juli 2005)
-
3
Media massa seperti koran, majalah, tabloid, radio dan TV di daerah yang
menyelenggarakan Pilkada, habis-habisan menjadi ranah pertarungan berbagai kekuatan
ekonomi dan politik. Tak jarang, di beberapa daerah ada kecenderungan media massa
lokal yang sebelum Pilkada menampilkan diri sebagai media independen serta
menjungjung tinggi nilai jurnalistik, namun pada saat Pilkada berlangsung menjadi
sebaliknya, sangat absurd, memihak dan menafikan keindahan etika jurnalistik.
Asumsi media massa memiliki kekuatan yang sangat signifikan dalam
memproduksi dan bahkan mereproduksi citra politik. Tuchman, mengingatkan bahwa
seluruh isi media sebagai realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality).2
Media pada dasarnya menyusun realitas hingga membentuk sebuah cerita. Sehingga
terkesan maklum jika kemudian muncul rumusan "siapa munguasai media maka akan
menguasai dunia". Dalam konteks Pilkada, siapa yang mengusai opini publik melalui
media massa maka sudah barang tentu berpotensi besar untuk dinobatkan sebagai
pemenang.
Teori Berger dan Luckman, proses konstruksi citra melalui media berlangsung
melalui suatu interaksi sosial. Proses dialektis yang menampilkan tiga bentuk realitas
yakni realitas subjek (subjective reality), realitas symbol (symbolic reality), dan realitas
objek (objective reality).3 Pada saat seorang tokoh tampil sebagai fakta yang berada di
luar diri publik, dan tampil seperti apa adanya itulah objective reality. Sementara itu,
semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai "objective reality" termasuk di
dalamnya isi media (media content), dikategorikan sebagai simbolic reality.
2 Tuchman, Gaye, (1991), Qualitative Methods in the Study of News, in Jensen, K.B., and Jankowski, N.W. (ed.), A Handbook of Qualitative Methodologies for Mass Communication Research, London and New York: Routledge. dalam Heriyanto, Gun Gun, Ibid, h. 2 3 Ibid, h. 2
-
4
Realitas simbolik inilah sebetulnya yang menjadi kekuatan media. Karena
definisi konstruksi tentang realitas yang dimiliki individu-individu (subjective reality)
ini sangat dipengaruhi oleh ekspresi simbolik yang diberikan media. Realitas simbolik
di TV, majalah, koran, radio dan lainnya inilah yang kemudian mempengaruhi opini
warga masyarakat.
Melihat pentingnya Pilkada yang menjadi bagian dalam proses demokratisasi di
Indonesia, sudah semestinya media lokal maupun nasional tak hanya memikirkan
akumulasi keuntungan dari perhelatan Pilkada. Meskipun tak bisa melepaskan diri dari
kelompok kepentingan yang bertarung di Pilkada, media sejatinya tetap
mengedepankan pertanggungjawaban sosial. Adalah media dalam arti pers tak hanya
melakukan kerja komodifikasi. Komodifikasi dalam pandangan ekonomi-politik
Vincent Mosco, mengacu pada proses mentransformasikan nilai guna (use value)
menjadi nilai tukar (exchange value) atau nilai yang didasarkan pasar.4
Pers dalam perannya sebagai "mata" dan "telinga" idealnya dapat terus
menjalankan fungsinya dengan maksimal. Adalah fungsi pokok pers seperti
dikemukakan Harold D. Laswell adalah sebagai Pengawas Sosial (sosial surveillance).5
Usaha penyebaran informasi dan interpretasi objektif mengenai berbagai peristiwa
dengan tujuan kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan masyarakat.
Keberhasilan dalam menyelenggaraan Pilkada, adalah partisipasi pers lokal.
Keberadaan pers lokal di banyak daerah seringkali dianggap kurang memiliki peran
4 Mosco, Vincent, The Political Economy of Communication, London, New Delhi: SAGE Publication, 1996 dalam Heriyanto, Gun Gun, Ibid, h.3 5 Laswel, Harold D., dari Bryson, L. (1964), The Communication of Ideas, Cooper Square Publisher: New York. dalam, Heriyanto, Gun Gun, Opini, Ibid, h. 4
-
5
signifikan. Padahal, jika pers lokal dapat menjalankan fungsinya secara maksimal maka
akan menjadi alat kontrol yang cukup efektif.
Selama berlangsungnya Pilkada, ada tiga potensi yang dimiliki pers lokal.6
Pertama, pers lokal terbisaa fokus dengan masalah-masalah di daerah yang menjadi
wilayah liputannya. Para jurnalis lokal sangat akrab dengan isu-isu mikro yang sering
kali mereka ulas secara lebih detil. Namun, karena harus berbagi dengan beragam isu di
tingkat nasional bahkan internasional rubrik atau program acara yang tersedia untuk
isu-isu lokal menjadi sangat terbatas. Pers lokal bisa masuk ke pusaran isu secara lebih
mendalam karena proses identifikasi isu di daerah tersebut sudah menjadi keseharian
kerja jurnalistik mereka.
Kedua, akses informasi para jurnalis pers lokal sudah terjalin jauh hari
sebelum Pilkada dilaksanakan. Sehingga kemungkinan network di antara para pekerja
media dengan key person dari elit lokal sudah terbangun. Ini akan memudahkan mereka
dalam mendapatkan informasi dari pihak pertama. Ketiga, seiring perkembangan
industri media massa di Indonesia, pers lokal banyak yang telah menerapkan sistem
manajemen modern. Terlebih dengan terkoneksinya manajemen pers lokal tersebut
dengan group media besar seperti Tangsel Pos di Tangerang Selatan yang menjadi
bagian dari Rakyat Merdeka Group.
Pada saat mendekati pelaksanaan Pilkada, peran media massa seakan menjadi
pintu utama informasi, hal itu lantaran bukan hanya peserta Pilkada yang memanfaatkan
ruang media mssa, melainkan KPU sebagai penanggungjawab berjalannya proses
demokratisasi tersebut pun tak mau ketinggalan. Dan biasanya media massa lokal
6 Ibid, h. 4
-
6
mengkemas dengan sengaja rubrik tersendiri atau bahkan penambahan halaman guna
menampung informasi yang dianggapnya penting untuk dipublikasikan.
Fenomena Kota Tangerang Selatan atau sering disingkat dengan Tangsel adalah
kota baru hasil pemekaran Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Di usianya yang
seumur jagung dan untuk kali pertamanya menyelengarakan Pilkada. Maka wajar jika
relasi antara elit politik dengan media pun serba baru terjalin. Dalam kondisinya yang
baru tersebut kian menjadi daya tarik untuk lebih dalam mengamati dari berbagai
elemen yang terkait dengan media dan Pilkada. Dari kinerja KPUD hingga strategi
mass marketing of politic para peserta Pilkada.
Dari penjabaran inilah selanjutnya menggugah penulis untuk meneliti lebih
dalam hubungan antara Media dan Pilkada dari sudut pemberitaan media, oleh
karena itu penulis dengan penuh keyakinan memberikan judul : ANALISIS
WACANA PEMBERITAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
(PILKADA) KOTA TANGGERANG SELATAN 2010 (Studi Pemberitaan
Komisi Pemilihan Umum Daerah Tanggerang Selatan Pada Koran Tangsel Pos
Periode 8 12 November 2010)
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pada dasarnya masalah itu sangatlah kompleks, dan kompleksitas masalah dapat
mengakibatkan penyelesaian masalah yang tidak terfokus kemudian menyimpang.
Untuk menghindari hal tersebut dan bahkan dapat memperjelas obyek penelitian,
peneliti membatasai permasalahan pada berita Pilkada Kota Tangsel tahun 2010 dengan
kompleksitas berita terkait pemberitaan KPU pada koran Tangsel Pos selama lima hari
-
7
sebelum atau menjelang pemungutan suara Pilkada Kota Tangsel 13 November 2010
yaitu tertanggal 8 November sampai dengan 12 November 2010. Peneliti memilih lima
hari menjelang pemungutan suara karena KPUD Tangsel tentunya memiliki banyak
kegiatan menjelang pertama kalinya Kota Tangsel menyelenggarakan Pilkada.
Dalam pelaksanaanya peneliti memilih Rubrik Pilkada Tangsel pada koran
Tangsel Pos dikarenakan koran Tangsel Pos adalah koran lokal pertama dangan jumlah
pembaca yang besar dibandingkan koran lokal yang lainnya di Kota Tangsel.
Dan sebagai gambaran pembaca melalui judul di atas peneliti membuat rumusan
masalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah konstruksi wacana yang terdapat dalam berita KPUD Tangsel pada
Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos.
b. Bagaimanakah penyajian berita KPUD Tangsel pada Rubrik Pilkada Tangsel di
Koran Tangsel Pos ditinjaun dari kognisi sosial?
c. Bagaimanakah konteks sosial berita KPUD Tangsel pada Rubrik Pilkada Tangsel di
Koran Tangsel Pos.
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
a. Mengetahui konstruksi wacana yang terdapat dalam berita KPUD Tangsel pada
Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos.
b. Mengetahui penyajian berita KPUD Tangsel pada Rubrik Pilkada Tangsel di Koran
Tangsel Pos ditinjaun dari kognisi sosial.
-
8
c. Mengetahui konteks sosial berita KPUD Tangsel pada Rubrik Pilkada Tangsel di
Koran Tangsel Pos.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Akademis atau Teoritis
1. Menambah khazanah akademik terutama tentang kajian media terkait dengan
berita KPUD Tangsel pada Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos.
2. Memperdalam kajian dalam konteks analisis wacana terkait berita Pilkada
Tangsel 2010 khususnya pemberitaan tentang kinerja KPUD Tangsel menjelang
pemungutan suara.
3. Sebagai informasi awal bagi siapa saja yang akan melakukan penelitian serupa
pada masa yang akan datang.
b. Manfaat Praktis
1. Dapat dijadikan sebagai sumber, metode, teori dan gagasan yang dapat
diimplementasikan bagi peneliti selanjutnya.
2. Sebagai referensi yang dapat memberikan kontribusi bagi media massa dalam
mengawal penyelenggaraan Pilkada selanjutnya.
3. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang kontekstual bahasa yang
digunakan dalam mengkemas berita pada Rubrik Pilkada Tangsel di Koran
Tangsel Pos bagi peneliti dan pembaca.
4. Mampu menjelaskan pengetahuan mendasar mengenai berita di media cetak dan
menjadi bahan evaluasi akan permasalahan-permasalahan yang terkait dengan
berita politik pada Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos bagi
masyarakat dan para elit politik.
-
9
D. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian skripsi ini menggunakan metodologi penelitian seperti yang akan
disebutkan di bawah ini :
1. Obyek Penelitian
Obyek kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berita Pilkada Tangsel
2010 yang terkait dengan kinerja KPUD Tangsel selama lima hari menjelang
dilaksanakannya pemungutan suara, yaitu pada tanggal 8 12 November 2010
dalam Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam memaparkan hasil penelitian ini, peneliti menggunakan media kualitatif,
yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data desktiptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.7 Pendekatan kualitatif ini
bertujuan untuk mendapat pemahaman yang bersifat umum yang diperoleh setelah
melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian,
kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman kenyataan tersebut.
3. Model Analisis
Dalam penelitian mengenai pemberitaan analisis wacana menekankan pada
How the ideological significant of news is part and parcel of the methods used to
process news (bagaimana signifikansi ideologi berita merupakan bagian dan
menjadi paket metode yang digunakan untuk memproses media). Model yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model Teun Van Dijk yang menekankan
bahwa wacana dapat berfungsi sebagai suatu pernyataan (assertion), pertanyaan
7 Lexy J. Maleong, (Ed. 13), Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 3
-
10
(question), tuduhan (accusation), atau ancaman (threat). Wacana juga dapat
digunakan mendiskriminasikan atau mempersuasikan orang lain. Karena model ini
tidak terbatas pada analisis teks semata, melainkan juga meliputi struktur sosial,
dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana
kognisi atau pikiran serta kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap
teks tertentu.8
Analisis wacana Pilkada Tangsel 2010 yang disampaikan dalam berita, baik dari
metode penulisannya, kesesuaian isi yang disajikan dengan informasi yang ingin
disampaikan, bahasa dan makna kata yang dipergunakan, cara penulisan yang
mudah dipahami oleh pembaca, yang juga mendukung bagaimana pesan dan berita
disampaikan dengan menggunakan metode Teun A. Van Djik.
Elemen analisis wacana dalam struktur teks dipaparkan oleh Teun Van Djik
dibedakan menjadi tiga struktur atau tingkatan.9 Dengan struktur tersebut dapat
diketahui apa dan bagaimana media mengungkapkan peristiwa ke dalam pilihan
bahasa tertentu. Struktur teks tersebut terbagi ke dalam tiga bagian yaitu Pertama,
Struktur Makro, adalah makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik
atau tema yang diangkat oleh suatu teks dengan menganalisis tema atau topik yang
dikedepankan dalam suatu berita (tematik). Kedua, Superstruktur, adalah kerangka
suatu teks yang terdiri dari bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan dengan
menganalisis bagian dan urutan berita yang disekemakan dalam teks berita utuh
(skematik). Ketiga, Struktur Mikro, adalah makna lokal dari suatu teks yang dapat
diamati dari pilihan kata, kalimat atau gaya yang dipahami oleh suatu teks dengan 8 Eriyanto, (Ed. 6), Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: ELKiS, 2001), h. 71 9 Ibid, h.225-226
-
11
menganalisis makna yang ingin ditekankan dalam teks berita dengan memberi detil
pada suatu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detil pada sisi lain
(semantik), menganalisis kalimat yang dipilih (sintaksis), menganalisis pilihan kata
yang dipakai dalam teks berita (sitilistik), menganalisis cara penekanan yang
digunakan dalam struktur bahasa (retoris).
Wacana model Van Djik merangkum model analisis wacana dari tiga struktur
tersebut digabungkan ke dalam kesatuan analisis, tiga dimensi yang ditekankan pada
analisis Van Djik ialah:
Pertama, analisis wacana struktur teks. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan
hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi
komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Bahasa (teks)
mampu menentukan konteks. Karena bahasa dapat mempengaruhi orang lain
(menunjukan kekuasaannya) melalui pilihan kata yang secara efektif mampu
memanipulasi konteks. Dalam analisis struktur teks yang menjadi obyek penelitian
adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipahami untuk
menegaskan suatu tema tertentu. Serta membagi teks ke dalam struktur makro,
superstruktur dan stuktur mikro. Pada struktur makro yang diamati adalah Tematik.
Dan pada superstruktur hal yang diamati adalah Skematik. Selanjutnya dalam
struktur mikro adalah semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris.
Kedua, kognisi sosial yaitu mempelajari proses produksi teks berita yang
melibatkan kognisi individu akan kesadaran mental dari wartawan atau penulis
dalam membentuk teks. Analisis wacana dalam dimensi kognisi sosial adalah titik
kunci dalam memahami sebuah produksi teks atau cerita, selain itu, penulis juga
-
12
meneliti proses terbentuknya teks. Proses terbentuknya suatu teks tidak hanya
bermakna bagaimana suatu teks itu dibentuk tetapi juga proses memasukan
informasi yang digunakn penulis dari suatu bentuk wacana tertentu. Menurut Van
Djik, analisis kognisi sosial memusatkan perhatian pada struktur mental, proses
pemaknaan, dan mental komunikator dalam memahami sebuah fenomena dari
proses produksi sebuah teks (berita, cerita dan sebagainya). Kognisi sosial itu
difokuskan pada efek kognitif atau efek media massa terhadap pengetahuan. Sebuah
media tidak hanya mengubah sikap tetapi juga mengubah pengetahuan seseorang
akan suatu hal. Kognisi sosial menjadi bagian penting dan tidak terpisahkan dalam
memahami teks media. Struktur ini menekankan pada bagaimana peristiwa
dipahami, didefinisikan dan kemudian ditampilkan dalam suatu model. Oleh karena
itu dibutuhkan penelitian atas representasi kognisi dan strategi wartawan dalam
memproduksi suatu berita. Adapun cara pencarian data adalah dengan melakukan
proses wawancara kepada narasumber yang berkaitan.
Ketiga, konteks sosial yaitu mempelajari bangunan warna yang berkembang
dalam masyarakat akan suatu masalah dengan meneliti bagaimana wacana tentang
suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Konteks sosial berusaha
memasukan seluruh situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi
pemakaian bahasa. Dengan mengacu pada tiga dimensi analisis wacana Teun Van
Djik, maka yang menjadi penelitian di masyarakat adalah konteks dan kognisi sosial
dalam menyusun berita dan stuktur teks yang digunakan dalam sebuah media.
Menurut Van Djik, wacana yang terdapat dalam sebuah teks adalah bagian dari
wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti suatu teks
-
13
perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang
sesuatu hal diproduksi dan dikonstrouksi dalam masyarakat. Adapun elemen dalam
analisis wacana model Teun A. Van Djik tersebut digambarkan sebagai berikut:
Table 1.1 Model Analisis Wacana teun Van Djik.10
Dalam Model Van Djik untuk memperoleh gambaran struktur teks, penjelasan
singkatnya adalah sebagai berikut:
a. Tematik
Tematik secara harfiah berarti tema. Tema adalah suatu amanat utama yang
disampaikan penulis melalui tulisannya. Nama lain dari tema bisa juga disebut
topik. Topik secara teoritis digambarkan sebagai bagian dari informasi penting
dari suatu wacana dan memainkan peranan penting sebagai pembentuk kesadaran
10 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.228
-
14
sosial.11 Gagasan Van Djik didasarkan pada pandangan ketika wartawan meliput
suatu peristiwa dan memandang suatu masalah didasarkan pada suatu mental atau
pikiran tertentu. Kognisi ini secara jelas dapat dilihat dari topik yang dimunculkan
dalam berita.12
b. Skematik
Skematik atau alur dari pendahuluan sampai terakhir. Skematik menggambarkan
wacana umum yang disusun dengan sejumlah kategori seperti pendahuluan, isi,
penutup dan kesimpulan. Struktur skematik memberikan tekanan pada bagian
mana yang didahulukan dan bagian mana yang dikesampingkan sebagai strategi
untuk menyembunyikan informasi penting.
c. Semantik
Semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang mengkaji makna satuan lingual, baik
makna leksikal maupun makna gramatikal. Strategi semantik dimaksudkan untuk
menggambarkan diri sendiri atau kelompok sendiri secara positif dengan detil
yang besar, eksplisit, langsung dan jelas. Sedangkan menggambarkan kelompok
lain secara buruk sehingga menghasilkan makna yang berlawanan yakni ketika
menggambarkan kebaikan kelompok lain disajikan dengan detil pendek, dan
samar-samar.13 Semantik menggambarkan bentuk wacana umum dengan kategori
latar, detil, maksud.
11 Alex Sobur (ed. 4), Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 75 12 Eriyanto, Analisis wacana; Pengantar Analisis Teks media, (Yogyakarta: ELKiS, 2001), h.16 13 Idib h.78
-
15
1. Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi semantik (arti) yang
ingin ditampilkan pada teks.14 Latar teks merupakan elemen yang dapat
mengungkap apa maksud atau apa isi utama yang tidak ditampilkan dalam
teks. Dengan melihat latar apa yang ditampilkan dan bagaimana latar tersebut
disajikan maka penulis bisa menganalisis maksud tersembunyi yang ingin
disampaikan oleh wartawan.
2. Detil merupakan elemen strategis bagaimana wartawan mengekspresikan
sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana yang dikembangkan
oleh wartawan tidak selalu disampaikan secara terbuka tetapi dengan diuraikan
secara penjang detil bagaian mana yang dikembangkan dan bagian mana yang
diberitakan dengan detil yang besar, akan menggambarkan bagaimana wacana
yang dikembangkan oleh media.
3. Maksud merupakan elemen yang melihat informasi yang menguntungkan
komunikator, diuraikan secara eksplisit dan jelas sedangkan informasi yang
merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit dan tersembunyi.
Tujuannya adalah agar publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan
komunikator.
d. Sintaksis
Sintaksis merupakan struktur teks yang dalam pengemasannya menentukan
koherensi dan kata ganti yang digunakan dalam kalimat. Strategi untuk
menampilkan diri sendiri secara positif dan lawan secara negatif seperti pada
pemakaiaan kata ganti, aturan tata kata, pemakaian kategori sintaksis yang
14 Ibid, h.235
-
16
spesifik, pemakaian kalimat aktif dan pasif, peletakan anak kalimat, pemakaian
kalimat yang kompleks dan sebagainya. Strategi pada level sintaksis ini
diantaranya adalah:
1. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata atau kalimat dalam teks. Dua
kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga
tampak koheren.15 Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat
bagaimana seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk
menjelaskan suatu fakta atau peristiwa yang dipandang terpisah atau berbeda
oleh wartawan. Koherensi dapat diamati dengan mudah melalui kata hubung
(konjungsi) untuk menghubungkan fakta. Kata hubung yang digunakan antara
lain adalah; dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun.16
a) Koherensi kondisional ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebgai
penjelas. Dan koherensi kondisional ini ada atau tidak ada anak kalimat
tidak mengurangi anak kalimat, walaupun kalimat ke dua adalah penjelas
atau keterangan dari proposisi pertama
b) Koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua
peristiwa atau fakta akan dibedakan. Dua peristiwa dapat dibuat seolah-
olah saling bertentangan dan berseberangan (contrast) namun dapat dibuat
saling berhubungan.
2. Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir
logis yaitu prinsip kausalitas.17 Logika kausalitas dalam bahasa menjadi
susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Dalam 15 Ibd, h.243 16 Ibid, h.243 17 Ibid, h.251
-
17
hal ini bentuk kalimat berkaitan dengan persoalan teknis kebenaran tata bahasa
dan menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.
3. Kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan
menciptakan suatu komunitas imajinasi yang dipakai oleh komunikator untuk
menunjukan posisi seorang dalam wacana. Sering kali di beberapa media
menggunakan kata kita untuk menjadikan sebagai representasi dari sikap
bersama. Batas antara komunikator dengan khalayak dengan sengaja
dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap komunikator juga
menjadi sikap komunikan secara keseluruhan.18
e. Stilistik
Stilistik (style) yaitu cara yang digunakan seseorang pembicar atau penulis untuk
menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sasaran.19 Gaya
bahasa mencakup diksi-diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan
citraan. Salah satu strategi pada level stilistik adalah leksikon. Leksikon
merupakan elemen yang menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan
kata atau frase atas berbagai kemungkinan kata atau frasa yang tersedia. Pilihan
kata-kata yang tersedia menunjukan sikap dan ideologi tertentu.20
18 David G. Smith, Modernisme, Hiperliteracy and Colonialization of The Word, Alternative No. 17, 1992. H. 250-252; dalam Erianto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks media. (Yogyakarta: ELKiS, 2001), Ibid, h.254 19 Alex Sobur (ed. 4), Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h.82 20 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks media. (Yogyakarta: ELKiS, 2001), h.255
-
18
f. Retoris
Retoris adalah gaya bahasa yang diungkapkan dalam ucapan atau tulisan yang
memiliki fungsi persuasif dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu
disampaikan kepada khalayak. Strategi pada level retoris adalah sebagai berikut :
1) Grafis, merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau
ditonjolkan atau dianggap penting oleh seseorang yang dapat diamati dari teks.
Elemen grafis muncul dalam bentuk foto, gambar, atau table untuk
mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan.
2) Ekspresi dimaksudkan untuk membantu menonjolkan atau menghilangkan
bagian tertentu dari teks yang disampaikan. Elemen ekspresi adalah dengan
menampilkan huruf berbeda dibandingkan denga huruf yang lain, misalnya
dengan cetak tebal, huruf miring, huruf besar atau pemberian warna atau efek
lain.21
3) Metafora merupakan kelompok kata yang menyatakan arti yang tidak
sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau
perbandingan. Dalam suatu wacana, wartawan atau komunikator
menyampaikan pesan melalui kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksud
sebagai ornamen dari suatu berita.22
4. Tekhnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka peneliti
menggunakan salah satu jenis penelitian yaitu discourse analysis (analisis wacana)
dibandingkan dengan jenis lainnya. Karena dengan menggunakan analisis wacana
21 Ibid, h. 258 22 Ibid., h. 259
-
19
peneliti tidak hanya mengetahui isi teks namun juga dapat melihat bagaimana suatu
pesan disampaikan melalui kata, frasa, kalimat atau pun bentuk metafora apa yang
disajikan. Dan yang terpenting dalam analisis wacana adalah kepaduan (coherence)
juga kesatuan (unity) serta penafsiran peneliti.
Deskriptif merupakan sesuatu tekhnik penelitian yang objektif sistematik dengan
menggunakan metode wawancara dan observasi serta menggambarkan secara
kualitatif pernyataan yang diungkapkan.23
Dalam analisis wacana ini penulis menggunakan beberapa tekhnik dalam
mengumpulkan data yang berkaitan dengan pembahasan yang diantaranya adalah:
a. Dokumentasi
Dokumentasi di sini adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen
tertulis. Peneliti melakukan studi dokumentasi sebagai bukti untuk pengujian, hasil
pengkajian dokumen akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas
pengetahuan terhadap sesuatu yang diteliti.24 Dalam penulisan ini peneliti
mengumpulkan data-data atau teori dari buku, majalah, internet, profile lembaga,
dan informasi tertulis dari Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos dan
lainnya yang terkait dengan pembahasan.
Dokumen yang terkumpul seperti kumpulan berita KPUD Tangsel 2010 pada
Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos, yaitu sejak tanggal 8 12
November 2010 atau menjelang pengutan suara tanggal 13 november 2010.
23 Rosadi, Ruslan, Metodologi Penelitian Public Relation & Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.215 24 http://www.google.com/wikipedia/dokumentasi
-
20
b. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi atara dua orang, melibatkan seseorang
yang ingin memperoleh informasi dari orang lain dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.25 Dan wawancara merupakan tekhnik
mengum pulkan data langsung dari narasumbernya. Pada penelitian ini, penulis
menggunakan tekhnik wawancara semistruktur, yaitu wawancara yang dilakukan
secara bebas namun terarah dengan tetap berada pada jalur pokok permasalahan
yang akan ditanyakan dan telah disisipkan terlebih dahulu. Wawancara ini
dilakukan sebagai pendukung yang terkait informasi kognisi sosial dan konteks
sosial dalam analisis wacana.
c. Sumber Data
Sumber data terdiri dari dua jenis yaitu :
a) Data primer, adalah data utama, yang digunakan dalam penelitian ini berasal
dari berita-berita KPUD Tangsel 2010 pada Rubrik Pilkada Tangsel Koran
Tangsel Pos dan hasil wawancara dengan redaktur pelaksana serta wartawan
desk politik Koran Tangsel Pos.
b) Data skunder, adalah data tambahan digunakan dalam penelitian ini adalah
buku-buku, makalah, dan karya ilmiah lainnya yang terkait dengan analisis
wacana.
d. Tekhnik Analisis Data
Tahapan analisis isi kualitatif desktiptif adalah:
25 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi & Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: Rosdakarya, 2006), h. 35
-
21
1) Masalah yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah pesan yang
terkandung dalam berita KPUD pada rubrik Pilkada Tangsel di koran Tangsel
Pos tanggal 8 12 November 2010 dan bentuk penyampaian pesan tersebut
melalui tulisan dan penyajian beritanya. Dari masalah ini kemudian
disesuaikan dengan struktur wacana pada teori Teun Van Djik.
2) Setelah melakukan analisis wacana dari berita tersebut, peneliti berharap dapat
menjawab masalah yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini.
Selanjutnya dalam menggunakan data-data tersebut, peneliti berusaha untuk
memaparkan kerangka awal mengenai objek studi yang ditulis dengan memahami
secara seksama kemudian memberikan interpretasi sesuai kecendrungan dan
kerangan berpikir. Dalam tekhnik penelitian skripsi ini, penulis berpedoman pada
buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang
diterbitkan oleh CEQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
E. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam menyusun skripsi ini, sebelum peneliti mengadakan penelitian lebih lanjut
kemudian menyusunnya menjadi satu karya ilmiah, maka langkah pertama yang peneliti
lakukan adalah merangkai terlebih dahulu skripsi-skripsi sebelumnya yang memiliki
tema hampir sama dengan yang akan diteliti. Maksud pengkajian ini adalah agar data
diketahui bahwa penelitian yang penulis lakukan tidak sama dengan penelitian skripsi-
skripsi sebelumnya.
-
22
Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu serta artikel-artikel yang
membahas tentang analisis wacana media. Penelitian menggunakan analisis wacana
sering kali diilhami dari kondisi politik yang didominasi dengan pesta demokrasi dalam
pemberitaan media yang ingin menonjolkan sesuatu dari yang lainmya untuk membuat
khalayak ikut kepada ideologi media dalam memberitakan sesuatu dan didorong pula
dari buku-buku analisis wacana.
Adapun referensi oprasional dalam judul penelitian ini yakni analisis wacana yang
menelaah bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bergantung dan
mengajukan ideologinya masing-masing.26 Berita adalah cerita atau keterangan
mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat, kabar, laporan, pemberitahuan,
pengumuman.27 Pilkada Tangsel merupakan proses dimana para pemilih memilih orang-
orang untuk mengisi jabatan politik tertentu di tingkat daerah, yaitu Walikota dan Wakil
Walikota.
Dari pengertian oprasional di atas maka penulis menggunakan buku-buku dan
skripsi sebelumnya sebagai pedoman dalam penulisan skripsi ini:
Buku karya Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media,
Yogyakarta: ELKiS, 2001. Agus Sudibyo, Poitik Media dan Pertarungan Wacana,
Yogyakarta: LKiS, 2006. Dan Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dan Media
Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis Terhadap Berita-berita Politik,
Jakarta: Granit, 2004.
26 Ibn hamad, Perkembangan Analisis Wacana dalam Ilmu Komunikasi, sebuah Telaah Ringkas. http://www.google.co.id/search/analisis_wacana. Eriyanto, h.229 27 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia-KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 140
-
23
Serta skripsi-skripsi yang berhubungan dengan analisi wacana. Diantaranya adalah
skripsi saudari : Yul Shella K.A, Analisis Wacana Pemberitaan Pemilu 2009 Pada
Koran Seputar Indonesia: Studi Pemberitaan KPU Sebelum Pemilu Legislatif, Tahun
2009. Skripsi saudara Mochamad Arifin, Analisis Wacana Teun Van Dijk Berita
Tentang Calon Presiden 2009 Partai Keadilan Sejahtera di Harian Republika, Tahun
2010. Skripsi saudari Asih Amerti, Analisis Wacana Editorial Koran Tempo Tentang
Serangan Israel ke Kota Gaza (Edisi 27 Desember 2008 18 Januari 2009), Tahun
2009.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : Pendahuluan
Pada Bab ini peneliti menjabarkan Latar Belakang, Pembatasan juga
Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan
BAB II : TinjauanTeoritis
Sebagai Bab Tinjauan Teori, maka bab ini akan menjelaskan secara rinci
Teori Konstruksi Sosial, Teori Hirarki Pengaruh dan Konseptualisasi
Berita.
BAB III : Gambaran Umum
Bab ini akan membahas tentang sejarah berdirinya Koran Tangsel Pos
dan gambaran singkat KPUD Tangsel.
-
24
BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada Bab ini gambaran beberapa berita terkait KPUD Tangsel sebelum
atau menjelang Pemungutan suara, selain itu bab ini juga akan menjadi
penting karena memaparkan analisis wacana dengan model Teun Van
Djik terkait berita KPUD tangsel sebelum atau menjelang pemungutan
suara, dilihat dari sudut analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial.
BAB V : Penutup
Dan Bab terakhir ini adalah kesimpulan atas hasil analisis peneliti juga
kritik saran dari permasalahan yang diangkat.
-
25
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Teori Konstruksi Realitas
a. Konstruksi Atas Realitas
Aktivitas media dalam melaporkan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan
politik memberi dampak signifikan bagi perkembangan politik. Banyak aspek dalam
media massa yang menjadikannya penting dalam kehidupan politik, diantaranya
daya jangkau (coverage) media massa yang sangat luas dalam menyebarluaskan
informasi publik sehingga suatu masalah politik yang disampaikan menjadi
perhatian bersama dari berbagai kalangan, kemampuan media massa dalam
mewacanakan peristiwa politik sesuai dengan pandangan atau kebijakan redaksional
menjadikan media tersebut diincar oleh pihak-pihak yang ingin melakukan
pencitraan politik, dan pemberitaan peristiwa politik berkaitan dengan media lainnya
sehingga membentuk rantai informasi (media as links in order chains) sehingga
menambah kekuatan peranan media pada penyebaran informasi politik dalam
membentuk opini publik.
Opini publik yang dalam proses pembentukannya dipengaruhi oleh orang-orang
yang berwenang dan mempunyai tujuan tertentu.1 Pembentukan opini publik yang
dalam media massa tidak pernah lepas dari pewacanaan yang digunakan oleh suatu
media massa. Sistem media massa yang menjalankan operasi jurnalistik hingga
1 Betty, RFS. Soemirat & Eddy Yehudo, Opini Publik, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h.3-31.
-
26
opini yang terbentuk secara tersirat dalam pewacanaan media sangat dipengaruhi
oleh proses pembuatan atau pengkonstruksian realitas.
Proses konstruksi realitas, prinsipnya adalah setiap upaya menceritakan
(konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan atau benda tak terkecuali mengenai hal-
hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksi realitas.2 Bahasa
merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Konstruksi realitas ini
berawal dari persepsi terhadap suatu objek yang kemudian hasil dari pemaknaan
melalui proses persepsi ini diinternalisasikan ke dalam sebuah wacana. Objek kajian
media massa dalam mengkonstruksi realitas terdiri atas konstruksi realitas sosial dan
konstruksi realitas politik. Kedua konstruksi ini memiliki kajian yang berbeda yang
saling mempengaruhi.
Media massa dapat berperan dalam mengkonstruksi suatu peristiwa untuk
membentuk realitas sosial. Pendekatan konstruksi realitas sosial telah menjadi
gagasan penting dan populer dalam ilmu sosial. Menurut Keneth Gargen, konstruksi
sosial memusatkan perhatiannya pada proses dimana para individu menanggapi
kejadian di sekitarnya berdasarkan pengalaman mereka.3 Teori dan pendekatan
konstruksi sosial atas realitas terjadi melalui tiga proses simultan, yaitu objektivasi
(interaksi sosial), eksternalisasi (Penyesuaian diri), internalisasi (proses identifikasi
diri).4 Ketiga proses tersebut terjadi secara alamiah melalui bahasa antara individu
dengan individu lainnya dalam masyarakat. Peter Berger memandang masyarakat
2 Peter Berger L dan Thomas Luckman, The Social Construction of Reality, A Treaties in The Sociology of Knowledge, (New York: Anchor Books, 1967), h. 34-46; dalam Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta: Granit, 2004), h. 12 3 Sasa Djuarsa Sendjaja (Ed. 9), Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), h. 83 4 Burhan Bungin (ed 2), Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 20
-
27
sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat.5 Masyarakat
sebagai produk manusia maksudnya adalah struktur sosial yang eksislah yang lebih
penting bagi tindakan dan persepsi manusia.
Sedangkan manusia sebagai produk masyarakat maksudnya adalah manusia
digambarkan sebagai entitas yang otonom melakukan pemaknaan dan membentuk
masyarakat. Manusia yang membentuk realitas, menyusun institusi dan norma yang
ada. Teori konstruksi sosial berada diantara keduanya. Proses berpikir dialektis
Berger dikemukakan melalui tiga momen simultan yakni objektivasi, eksternalisasi,
dan internalisasi.6
Objektivasi (interaksi sosial) adalah kemampuan manusia memanifestasikan diri
dalam produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya
maupun orang lain. Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada proses
institusionalisasi.7 Salah satu contoh objektivasi yang sangat penting adalah
signifikansi yakni pembuatan tanda oleh manusia yang kemudian tanda-tanda
tersebut dikelompokan dalam sebuah sistem seperti bahasa.8 Bahasa mempunyai
fungsi mendasar untuk menamai atau menjuluki suatu objek atau peristiwa.9
Eksternalisasi (penyesuaian diri) adalah penyesuaian diri dengan dunia sosio
cultural sebagai produk manusia. Jika binatang lahir ke dunia sudah ditentukan
sepenuhnya oleh instinktualnya, diarahkan pada suatu lingkungan yang khas
spesiesnya. Pada manusia berbeda, dunia manusia dibentuk oleh aktivitas manusia
sendiri. Oleh karena itu, keberadaan manusia adalah sebagai penyeimbang antara
5 Ibid, h. 10 6 Ibid, h. 16 7 Ibid, h. 19 8 Ibid, h. 29-30 9 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Rosdakarya, 2005) h. 242
-
28
manusia dengan dirinya sendiri dan manusia dengan lingkungan dan dunianya (di
luar pribadinya). Dalam proses penyeimbang ini, manusia membentuk dirinya
sendiri sehingga manusia bisa merealisasikan dirinya dalam kehidupan.10 Manusia
juga menciptakan bahasa yang merupakan suatu bangunan simbol-simbol yang
teridentifikasi semua aspek kehidupan.
Internalisasi (proses identifikasi diri) adalah proses pemahaman atau penafsiran
yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna,
artinya sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subjektif bagi dirinya pribadi.
Internalisasi dalam arti luas merupakan dasar dari pemahaman mengenai sesama
manusia dan pemahaman mengenai dunia sebagai suatu yang maknawi dari
kenyataan sosial. Salah satu wujud internalisasi adalah sosialisasi. Bagaimana suatu
generasi menyampaikan nilai-nilai dan norma-norma sosial (termasuk budaya) yang
ada kepada generasi berikutnya. Generasi berikutnya diajar (lewat berbagai
kesempatan dan cara) untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai budaya yang mewarnai
struktur masyarakat. Generasi baru dibentuk oleh makna-makna yang telah
diobjektivikasikan. Generasi baru mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai
tersebut.
Pemikiran Barger ini berimplikasi pada kenyataan objektif dan subjektif pada
wacana berita. Objektivitas dalam berita hanya merupakan suatu mitos, karena tidak
mungkin memberi laporan tanpa berpendapat dan ketika orang berpendapat maka
10 Burhan Bungin (ed 2), Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 29-30
-
29
akan subjektif.11 Pihak-pihak yang tidak mengakui adanya objektivitas dalam
pemberitaan ini bisa dikenal dengan subjektifivitas.
Merril beranggapan bahwa objektivitas semua wartawan baik reporter maupun
redaktur bersikap subjektif dalam menjalankan praktek jurnalistik. Setiap kata
kalimat ataupun paragraf dalam laporannya pasti bersifat subjektif. Dalam membuat
suatu laporan wartawan senantiasa terbentur pada keterbatasan penguasaan bahasa
yang dimilikinya dan dipengaruhi latar belakang pengalamannya, lingkugan,
pendidikan dan faktor lain yang mempengaruhi kata-kata dan struktur bahasa
menentukan makna (gambaran) suatu realitas.12
Realitas sosial tergantung pada bagaimana seseorang menafsirkannya.
Pemahaman itulah disebut realitas. Karena itu peristiwa dan realitas yang sama bisa
menghasilkan konstruksi realitas yang berbeda dari orang yang berbeda. Setiap
individu memiliki gambaran yang berbeda-beda mengenai realitas di
sekelilingnya.13 Dalam hal ini media massa turut berperan dalam merekonstruksi
suatu peristiwa atau kejadian tertentu.
b. Media Massa Sebagai Saluran Konstruksi Realitas
Media massa adalah sarana penyampaian pesan yang berhubungan langsung
dengan masyarakat luas, misalnya media elektronik (radio, TV, dan film) ataupun
media cetak (Koran, majalah, dan sebagainya).14
11 Ibid, h. 30 12 Kaelan, Filsafat Bahasa, Masalah dan Perkembangannya, (Yogyakarta: Paradigma, 1998), h. 114-118, dalam Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dan Media Massa; Sebuah Studi Critical Discourse Analisis Terhadap Berita-berita Politik, (Jakarta: Granit, 2004), h.14 13 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Rosdakarya, 2005), h. 176 14 Harimurti Kridalaksana, Leksikon Komunikasi, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1984), h. 60
-
30
Tugas media adalah mengumpulkan fakta, menulis berita, menyunting serta
menyiarkan berita kepada khalayak pembaca. Media massa dikatakan unggul jika
media massa tersebut telah mencakup pada bagian dari fungsi berikut15:
a) Media berfungsi sebagai issue intensifier. Media memunculkan isu atau
konflik dan mempertajamnya dengan posisinya sebagai intensifier (media
dapat mem-blow up realitas menjadi isu sehingga dimensi isu menjadi
transparan).
b) Media berfungsi sebagai conflict diminished. Adalah media dapat
menenggelamkan atau meniadakan suatu isu atau konflik, terutama bila
terkait dengan kepentingan media yang bersangkutan.
c) Media berfungsi menjadi pengarah conflict resolution. Yaitu media menjadi
mediator dengan menampilkan isu dari berbagai prespektif serta
mengarahkan pihak yang bertikai pada penyelesaian konflik.
d) Media massa berfungsi sebagai pembentuk opini publik. Media merupakan
bagian dari publik oleh karena itu media massa berhak mengetahui kinerja
pelayanan publik.
Fungsi media massa dalam komunikasi politik dapat dikatakan sebagai
transmitter (penyampai) pesan-pesan politik dari pihak-pihak di luar dirinya,
sekaligus menjadi sender (pengirim) pesan politik yang dibuat (constructed) oleh
para wartawan kepada audiens.16 Dalam buku Anwar Arifin, Pencitraan dalam
Politik, mengungkapkan bahwa pesan politik disampaikan oleh media massa
15 Eni Setiani, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, (Jakarta: Andi Press, 2005), h. 68 16 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa,Sebuah Studi Critical Discourse Anaysis terhadap Berita-berita Politik. (Jakarta: Granit, 2004) h.1
-
31
bukanlah realitas yang sesungguhnya melainkan realitas media.17 Maksudnya
realitas yang dibuat oleh wartawan dan redaktur yang mengelola peristiwa politik
menjadi berita politik, melalui proses penyaringan dan seleksi (editing dan rapat
redaksi) dengan kata lain adalah realitas buatan atau realitas tangan kedua.
Dalam kehidupan sehari-hari media massa mempunyai dua peranan normatif.
Pertama yaitu, media harus bisa bersikap netral karena isi yang disampaikan adalah
cerminan dari realitas sosial yang beranggapan bahwa media mampu merefleksikan
seluruh yang ada dalam kehidupan sosial. Peran kedua adalah sudah selayaknya
media bertindak selektif dalam menyajikan informasinya yang pada akhirnya isi
pesan pemberitaan itu cenderung selektif dan spesifik.18
Melalui peranan dan isi media dapat melahirkan perspektif teoritik bahwa isi
media dapat dianggap sebagai penggambaran suatu realitas sosial yang ada dan yang
hidup di masyarakat.19 Media mewakili realitas sosial yang terkait dengan berbagai
macam kepentingan. Keterkaitan media ini berhubungan dengan kepentingan yang
berada di dalam maupun di luar media massa itu sendiri. Kepentingan eksternal
meliputi pemilik atau pengelola media yang berhubungan dengan keuntungan
industri media. Sedangkan kepentingan internal meliputi kepentingan masyarakat.
Sehingga hal ini yang membuat media harus bergerak dinamis diantara kepentingan-
kepentingan tersebut sebagai saluran dalam mengkonstruksi realitas.
17 Anwar Arifin, Pencitraan dalam Politik; Strategi Pemenangan PEMILU dalam Perspektif Komunikasi Politik, (Jakarta: Pustaka Indonesia, 2006), h. 5 18 Mansyur Sema, Study Gate Keeping dalam Pemberitaan Surat Kabar Indonesia. Tesis ini tidak diterbitkan. Jakarta Pasca Sarjana FISIP UI Jakarta. 1990. 19 Harsono Suwardi, Peran Pers Dalam Politik di Indonesia: Suatu Study Komunikasi Politik terhadap Liputan Berita Kampanye PEMILU 1987, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993) h.65
-
32
c. Konstruksi Realitas Politik
Berdasarkan penjabaran di atas bahwa media sebagai saluran yang
mengkonstruksi realitas diantara berbagai macam kepentingan maka para politisi
selalu berusaha mendapatkan dukungan media, sambil berharap konstruksi realitas
politik yang dibut media berpihak kepadanya.20
Dan sebaliknya, dalam iklan politik yang berlaku di Indonesia, media massa
mempunyai kebebasan yang sangat luas dalam mengkonstruksi realitas. Kebebasan
ini bukan berarti tidak ada pembatasan sama sekali terhadap media massa khususnya
media cetak. Ada hukum yang melarang fitnah terhadap individu, kelompok atau
lembaga tertentu. Oleh karena itu, sistem politik yang diterapkan dalam suatu
Negara akan turut menentukan kebijakan dan mekanisme kerja media massa.
Dalam konteks ini terbuka peluang bagi media untuk bersikap partisipan atau
non partisipan terhadap suatu kekuatan politik. Media massa yang bersikap
partisipan terhadap suatu kekuatan politik (non-partisipan) cendrung memiliki
khalayak yang lebih luas dan tidak stabil.21 Namun tidak dapat dipungkiri bahwa
daya tarik khalayak terhadap suatu media umumnya berbeda dengan daya tarik
terhadap media lainnya.22 Khalayak selalu memilih media sesuai dengan
keinginannya. Walau demikian, pengaruh media massa tetap ada. Media akan tetap
mengubah atau mempengaruhi secara berlahan-lahan dan samar.
20 W. Lance Benet, (ed. 3), News The Politics of Illusion, (New York: Longman, 1996), h. 77-113; dalam Ibnu Hamad, (ed. 2), Konstruksi Realitas Politik dalam Media massa; Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, (Jakarta: Granit, 2004), h. 15 21 Ibnu Hamad (ed 2), Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita politik, (Jakarta: Granit, 2004), h. 27 22 William, L. Rivers, Jay W. Jensen & Theodore Peterson, (ed 2), Media massa dan Masyarakat Modern, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 303
-
33
Suatu media yang lebih ideologis umumnya muncul dengan konstruksi realitas
yang bersifat pembelaan terhadap kelompok yang sealiran dan penyerangan
terhadap kelompok yang berbeda haluan.23 Jadi, dalam mengkonstruksi realitas
politik, faktor ideologi yang dimiliki media dan dianut khalayak akan
mempengaruhi pasar media tersebut. Dengan kata lain, muatan ideologi dan politis
dijadikan dasar untuk mempertahankan pasar (kepentingan ekonomi) manakala
media memberitakan salah satu pemberitaan politik. Selain itu faktor-faktor
tersebut, terdapat faktor lain pula yang mempengaruhi konstruksi realitas politik
oleh media, yaitu kepentingan-kepentingan yang bersifat tumpang tindih pada
tingkat perorangan atau kelompok dalam sebuah organisasi media, kepentingan itu
dapat berupa kepentingan agama, kedaerahan serta struktur organisasi media
tersebut.
Organisasi media ini merupakan dasar yang efektif dalam mengumpulkan dan
mengevaluasi beberapa hal yang terkait dengan kepentingan tersebut.24 Kepentingan
tersebut dipengaruhi oleh orientasi khalayak, oleh karena itu rutinitas media menjadi
suatu kebutuhan yang tersistem dan menjadi standar, terlembagakan dan dimengerti
oleh penggunanya.
d. Political Performance
Indonesia merupakan Negara demokratis. Demokrasi adalah realisasi, dalam
merealisasikan demokrasi salah satu cara yang dilakukan adalah pemilihan umum,
23 Harsono Suwardi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 1993), h. 218-219. 24 Pamela Shoemaker & Stephen D. Reese, Mediating The Message Theories of Influences on Mass Media Content; second edition, (USA: Longman Publisher, 1991), h. 117: dalam Ibnu Hamad (ed. 2), Konstruksi Realitas Politik dalam Media massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, (Jakarta: Granit, 2004) h. 26
-
34
rakyat berhak memilih secara langsung siapa yang akan menjadi pemimpin dan
program siapa yang telah diiklankan sesuai dengan keinginan rakyat.25 Oleh karena
itu, perlu adanya kinerja politik (Political Performance) sebagai indikator yang turut
mendukung dalam pelaksanaan kehidupan politik.
Political Performance atau kinerja politik jika diartikan satu persatu terdiri dari
kata kinerja yang berarti suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan
kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu institusi
dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta
mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.26 Serta
politik adalah proses pelaksanaan, pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan-keputusan
ataupun pengembangan kebijakan-kebijakan secara otoritas yang mengalokasikan
sumber-sumber dan nilai-nilai tertentu.27
Political Performance sebagai indikator kehidupan politik menurut Bringham
antara lain:28
a) Legitimasi pemerintah didasarkan pada klaim bahwa pemerintah tersebut
mewakili keinginan rakyatnya. Artinya klaim pemerintah untuk patuh pada
aturan hukum didasarkan pada penekanan bahwa apa yang dilakukannya
merupakan kehendak rakyat.
25 Kennth N. Waltz, Foreign Policy and Democratic Politic; The American and British Experience, (Boston: Little. Brown and Company, 1967), h. 20. dalam Ibnu Hamad (ed. 2), Konstruksi Realitas Politik dalam Media massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, (Jakarta: Granit, 2004), h. 32 26 John Witmore, Coaching for Performance: The New Edition of Political Guide, (Finland: WS Bookwell, 1997), h. 104 : dalam Ibnu Hamad, Ibid h. 26 27 Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), h.18 28 Goen Heryanto, Handout Komunikasi Politik, (Jakarta : FDK UIN Syahid, 2005). H.4
-
35
b) Pengaturan pengorganisasian perundingan (bargaining) untuk memperoleh
legitimasi dilaksanakan melalui PEMILU yang kompetitif. Pemimpin dipilih
dengan interval yang teratur, dan pemilih dapat memilih diantara beberapa
alternatif calon.
c) Partisipasi dalam PEMILU, setiap orang memiliki hak berpartisipasi dalam
PEMILU baik sebagai pemilih maupun sebagai calon yang dipilih untuk
menduduki jabatan penting.
d) Kerahasiaan dan independensi. Dalam pemilihan umum yang berlangsung,
penduduk memilih secara rahasia dan tanpa dipaksa.
e) Hak-hak dasar. Masyarakat dan pemimpin menikmati hak-hak dasar seperti,
kebebasan berbicara, berkumpul, berorganisasi dan kebebasan pers.
Suatu sistem politik dapat lestari jika sistem politik secara keseluruhan
mendapatkan dukungan, seperti penerimaan dan pengakuan dari masyarakat.
Manakala dukungan terhadap lembaga-lembaga politik masih lemah maka dalam
masyarakat terdapat krisis kelembagaan.29 Krisis kelembagaan ini tentunya akan
mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap para pemimpin politik, untuk
kemudian krisis kebijakan akan terjadi jika masyarakat menilai kebijakan
pemerintah hanya menguntungkan sekelompok kecil.
Maka legitimasi yang berarti dukungan masyarakat terhadap sistem politik dan
pemerintah yang berwenang ini sangatlah penting. Secara umum, terdapat dua
alasan utama yang menjadikan legitimasi itu penting. Pertama, legitimasi akan
mendatangkan kestabilan politik dan kemungkinan-kemungkinan untuk perubahan
29 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Widiasrama Indonesia, 1992), h.94
-
36
sosial. Pengakuan dan dukungan masyarakat pada pihak yang berwenang akan
menciptakan pemerintahan yang stabil sehinga pemerintah dapat membuat dan
melaksanakan keputusan yang menguntungkan masyarakat umum. Kedua,
legitimasi akan membuka kesempatan yang semakin luas bagi pemerintah untuk
tidak hanya memperluas bidang-bidang kesejahteraan yang hendak ditangani tetapi
juga untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan.30
Oleh karena itu, salah satu cara mendapatkan legitimasi dari masyarakat dengan
menyelenggarakan pemilihan umum untuk menentukan para wakil rakyat, presiden,
gubernur, walikota/bupati dan anggota lembaga tingi Negara.31
B. Teori Hirarki Pengaruh
Sebagaimana yang telah diungkapkan di atas bahwa dalam pembuatan berita
terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya. Pemela Shoemaker dan Reese dalam
bukunya yang berjudul Madiating The Message: Theories of Influences on Mass Media
Content memaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
dalam ruang pemberitaan,32 berikut penggambaran dan penjelasannya:
30 Ibid, h.98 31 Ibid, h. 96 32 Pamela Shoemaker & Stephen D. Reese, Mediating The Message Theories of Influences on Mass Media Content; second edition, (USA: Longman Publisher, 1991), dalam Agus Sudibyo, Poitik Media dan Pertarungan Wacana, (Yogyakarta : LKiS, 2006), h. 7
-
37
Table. 2.1 Teori Hirarki Pengaruh Shoemaker
Sumber: Shoemaker dan Reese, dalam Alex Sobur, 2002, h. 138
a. Level Individual
Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola
atau pemilik media. Level individu melihat para pengaruh aspek-aspek personal
dari pengelola media terhadap pemberitaan yang akan ditampilkan kepada
khalayak.33 Latar belakang individu seperti jenis kelamin, usia atau agama akan
mempengaruhi informasi yang disampaikan oleh media pada khalayak. Pada
pendekatan individu ini, berita yang disampaikan oleh media tidak pernah lepas
dari aspek personalitas wartawan, reporter, kamerawan, script writer dan
lainnya. Oleh karena itu, bagaimanapun berita yang disampaikan media dilihat
pula dari personalitas wartawan yang menulis berita tersebut mengambil
informasi dari suatu kejadian atau peristiwa tidak lepas dari sudut pandang yang
diambil oleh wartawan tersebut. Aspek personal dan level individu ini tentunya
mempengaruhi sekema pemahaman pengelola media. Latar belakang pendidikan
33 Agus Sudibyo, Poitik Media dan Pertarungan Wacana, (Yogyakarta : LKiS, 2006), h. 7-8
-
38
atau kecendrungan orientasi pada salah satu partai politik akan secara tidak
langsung mempengaruhi pemberitaan media.
b. Level Rutinitas Media (Media Routine)
Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan
berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang suatu
berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung setiap hari dan
menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berbeda di dalamnya.
Rutinitas media ini berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk.
Berbagai mekanisme yang dijelaskan bagaimana berita diproduksi, rutinitas
media kerenanya mempengaruhi bagaimana wujud akhir sebuah berita. Rutinitas
media ini seperti rapat redaksi yang mana dalam rapat redaksi tersebut berbagai
hal terkait pemberitaan dibahas sedetil mungkin, misalnya apakah data yang
didapat sesuai denga rapat redaksi, kerasnya perdebatan, dan dead line yang
ditentukan. Rutinitas memiliki dampak yang penting dalam memproduksi
wacana simbolik. Mereka merupakan bentuk mediasi lingkungan yang
menentukan kemana individu pekerja media membawa pekerjaannya. Rutinitas
media ini juga dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, oleh karena itu
media harus mampu beradaptasi antara struktur birokratik media dengan faktor
eksternal yang mempengaruhi secara beriringan.
c. Level Organisasi
Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara
hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Di dalam organisasi media tidak hanya
terdiri dari pengelola media dan wartawan saja, namun berbagai macam bagian
-
39
yang turut berperan dalam proses penyampaian berita misalnya bagian redaksi,
bagian pemasaran, periklanan, sirkulasi dan bagian umum lain sebagainya.
Masing-masing bagian memiliki fungsi, tujuan dan strategi masing-masing
dalam mewujudkan visi media yang terkait. Setiap organisasi berita mempunyai
banyak elemen dan tujuan serta filosofi organisasi yang berbeda-beda. Berbagai
elemen tersebut mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap dan
bagaimana peristiwa disajikan dalam berita.
d. Level Ekstra Media
Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Terdapat
beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar media yakni sumber
berita, sumber penghasilan kerja, dan pihak eksternal.
1) Sumber berita juga mempunyai kepentingan untuk mempengaruhi media
dengan berbagai alasan. Sebagai pihak yang mempunyai sumber berita, ia
akan memberikan informasi yang baik untuk dirinya dan akan mengembargo
informasi yang tidak baik bagi dirinya. Pengelola media secara tidak sadar
bahwa orientasi pemberitaan telah diarahkan untuk menguntungkan sumber
berita.
2) Sumber penghasilan berita misalnya berupa iklan. Media dalam
mempertahankan hidupnya tentu harus berkompromi dengan sumber daya
yang menghidupi mereka. Pihak pengiklan mempunyai strategi untuk
memaksakan kehendaknya pada media. Pelanggan dalam hal ini tentu yang
menarik dan terbukti mendongkrak penjualan akan terus menerus diliput
-
40
oleh media. Media tidak akan menyia-nyiakan momentum peristiwa yang
disenangi oleh khalayak.
3) Pihak eksternal ini adalah pemerintah dan lingkungan. Pengaruh pihak
eksternal ini sangat ditentukan oleh corak masing-masing lingkungan
eksternal media. Pemerintah dalam banyak hal memegang lisensi penerbitan
jika media ingin tetap terbit maka harus mengikuti batas-batas yang telah
ditentukan oleh pemerintah.
e. Level Ideologi
Ideologi diartikan sebagai rangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang
digunakan oleh individu untuk melihat realitas. Shoemaker dan Reese melihat
ideologi sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi isi media, ideologi
sebagai mekanisme simbolik yang berperan sebagai kekuatan pengikat dalam
masyarakat.34 Pada level ini akan dilihat pada yang berkuasa di masyarakat dan
bagaimana media menentukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa ideologi
mempunyai dua pengertian yang berbeda. Pengertian dalam tataran positif, ideologi
dipersepsikan sebagai realitas pandangan dunia yang menyatakan sistem nilai suatu
kelompok atau suatu komunitas sosial tertentu untuk melegitimasikan
kepentingannya. Sedangkan dalam tataran negatif menyatakan bahwa ideologi
dipersepsikan sebagai realitas kesdaran palsu yang artinya ideologi merupakan
sarana manipulative dan deceptive pemahaman manusia mengenai realitas sosial.35
Ideologi merupakan sarana yang digunakan untuk ide-ide kelas yang berkuasa
34 Ibid, h. 12 35 Karl Mannhein, Ideology and Utopia; an Introduction to The Sociology of Knowledge, (London: Rouledge, 1979), h. 24 : dalam Agus Sudibyo, Poitik Media dan Pertarungan Wacana, (Yogyakarta : LKiS, 2006), h. 13
-
41
sehingga bisa diterima oleh keseluruhan masyarakat sebagai suatu yang alami dan
wajar.36 Menurut Antonio Gramsci mengenai hegemoni kekuasaan tertinggi,
penampakan pemimpin politik,37 media massa adalah alat yang digunakan elit
politik untuk melestarikan kekuasaan, kekayaan dan status sosial mereka dengan
mempopulerkan falsafah, kebudayaan dan moralitas mereka sendiri.38 Tingkat
ideologi menekankan pada kepentingan siapakah seluruh rutinitas dan organisasi
media itu bekerja.
C. Konseptualisasi Berita
a. Konsep Berita
Berita menjadi bagian hidup manusia dalam berinteraksi. Sejak zaman
Romawi berita dinyatakan sebagai sebuah peristiwa atau fakta yang secara
khusus disistematisasikan atau dijadikan sebuah medium komunikasi. Namun
tidak semua peristiwa atau fakta mengandung nilai berita. Sebelum mengetahui
lebih lanjut mengenai berita sebaiknya perlu memahami konsep dan definisi
berita.
George Fox Mott mengingatkan terdapat delapan konsep berita yang
harus diperhatikan para praktisi dan pengamat media massa, meliputi: berita
sebagai laporan tercepat (news as timely report), berita sebagai rekaman (news
as record), berita sebagai fakta objektif (news as objective fact), berita sebagai
sensasi (news as sensation), berita sebagai minat insani (news as human
36 John Fiske, Cultur and Communication Studies: Sebuah Pengantar paling Komperhensif, (Jakarta: Jala Sutra, 2001) h.239 37 Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, Edisi Lengkap, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006)