konsentrasi hukum kelembagaan negara program...

97
PROBLEMATIKA PEMBERIAN IZIN PENYIDIKAN OLEH MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN TERHADAP ANGGOTA DPR YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh MUHAMAD IQBAL HIDAYATULLAH NIM: 1111048000012 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/ 2015 M

Upload: vankhuong

Post on 12-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

PROBLEMATIKA PEMBERIAN IZIN PENYIDIKAN OLEH MAHKAMAH

KEHORMATAN DEWAN TERHADAP ANGGOTA DPR YANG DIDUGA

MELAKUKAN TINDAK PIDANA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh

MUHAMAD IQBAL HIDAYATULLAH

NIM: 1111048000012

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/ 2015 M

Page 2: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

i

PROBLEMATIKA PEMBERIAN IZIN PENYIDIKAN OLEH MAHKAMAH

KEHORMATAN DEWAN TERHADAP ANGGOTA DPR YANG DIDUGA

MELAKUKAN TINDAK PIDANA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh

MUHAMAD IQBAL HIDAYATULLAH

NIM: 1111048000012

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/ 2015 M

Page 3: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

ii

PROBLEMATIKA PEMBERIAN IZIN PENYIDIKAN OLEH MAHKAMAH

KEHORMATAN DEWAN TERHADAP ANGGOTA DPR YANG DIDUGA

MELAKUKAN TINDAK PIDANA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh

Muhamad Iqbal Hidayatullah

NIM: 1111048000012

Pembimbing

Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si

NIP. 197412132003121002

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 4: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PROBLEMATIKA PEMBERIAN IZIN PENYIDIKAN OLEH

MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN TERHADAP ANGGOTA DPR YANG

DIDUGA MELAKUKAN TIDAK PIDANA telah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 23 September 2015.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelah Sarjana Strata Satu (S-

1) pada Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, 23 September 2015

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A

NIP. 19691216 199603 1 001

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H (...........................)

NIP. 196911211994031001

2. Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. (...........................)

NIP. 196509081995031001

3. Pembimbing : Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si (...........................)

NIP. 197412132003121002

4. Penguji I : Prof. Dr. H. A Salman Maggalatung, S.H., M.H. (...........................)

NIP. 1954030319761110

5. Penguji II : Ismail Hasani, S.H., M.H. (...........................)

NIP. 1977121720071011002

Page 5: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 September 2015

Muhamad Iqbal Hidayatullah

Page 6: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

v

ABSTRAK

Muhamad Iqbal Hidayatullah NIM 1111048000012. PROBLEMATIKA

PEMBERIAN IZIN PENYIDIKAN OLEH MAHKAMAH

KEHORMATAN DEWAN TERHADAP ANGGOTA DPR YANG

DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA. Program Studi Ilmu Hukum,

Konsentrasi Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. x + 82 halaman.

Pasal 245 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang

MPR, DPR, DPD, DPR menyatakan bahwa pemanggilan dan permintaan

keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR harus mendapat

persetujuan tertulis dari Makhakah Kehormatan Dewan. Ayat (2) dalam hal

persetujuan tertulis sebagaimana yang dimaksud ayat (1) tidak diberikan

oleh Mahkamah Kehormatan Dewan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak diterimanya permohonan, pemanggilan dan permintaan

keterangan untuk penyidikan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat

dilakukan. Tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui posisi hukum

pemberian persetujuan tertulis terhadap anggota DPR yang diduga

melakukan tindak pidana ditinjau dari asas persamaan hukum dan

independensi peradilan serta sinkronisasi dan harmonisasi pasal 245

Undang-Undang No 42 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD

dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif

dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute

approach), dan pendekatan sejarah (history approach). Pendekatan

perundang-undangan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 42 Tahun

2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD. Sedangkan Pendekatan sejarah

adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar belakang

serta perdebatan dibentuknya Undang-Undang No 42 Tahun 2014 tentang

MPR, DPR, DPD, DPRD.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pasal 245 Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD mengenai

pemberian persetujuan tertulis oleh Mahkamah Kehormatan Dewan

terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana tidak sesuai

dengan asas persamaan didepan hukum dan independensi peradilan, serta

adanya disharmonisasi norma hukum antara Pasal 245 Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD dengan Pasal 24

ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, serta Pasal 14 Undang-Undang

No 12 Tahun 2005 tentang Hak-Hak Sipil dan Politik

Kata Kunci : Izin Penyidikan, Anggota DPR, Mahkamah Kehormatan

Dewan.

Page 7: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Melihat lagi Maha

Mendengar, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan

kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah

membantu penulis secara baik materil maupun immateril, oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum.,

Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.

3. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., dosen pembimbing skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan nasihat, kritik dan

saran untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Prof. Dr. H. A Salman Maggalatung, S.H., M.H., sebagai dosen penasihat akademik

yang telah memberikan nasihat dan arahan kepada penulis.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas berbagi ilmu

pengetahuan dan pengalamanya kepada penulis.

6. Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas cinta dan doa kedua orang tuaku

tercinta Ayahanda Achmad Mulyono dan Ibunda Masyitoh, yang telah memberikan

segala dukungan baik materil maupun immateril sehingga penulis dapat

menyelesaikan masa studi S1.

7. Adinda Tercinta, Diah Rahmatun Nazilah, Muhamad Habiburrahman dan Adib Fahri

Syaeban yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan

studi S1.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2011

khususnya, Angga Ariyana, Ilyas Aghnini, Andrio Muhadjir, Rifki Alpiandi, Juli

Page 8: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

vii

Andreansyah, Lisanul Fikri, Waldan Mufathir, Muhammad Hambali, dan teman-

teman lainnya, terima kasih atas dukungan dan pengalaman yang telah diberikan

selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Himpunan Mahasiswa Cirebon-Jakarta Raya (Hima-Cita), khususnya Muhammad

As’ad, Nurkholis Mazied, Fauzi Nurkholis, Aminullah Asy’ari, Mala Himmatul

Aulia, serta ang dan yayu lainnya, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan

yang diberikan selama ini.

10. Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD), khususnya Ahmad Royani,

Robi Cahyadi, Jordan Muhammad, Vickih Yahya Maulana, Dinata Firmansyah,

Kang Zaki, Kang Lutfi Ghozali, Kang Sofi Mubarok serta sugawan dan sugawati

lainnya, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada

penulis selama ini.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan berkah

dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka. Amin.

Demikian ini penulis ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-

besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang berkenan

bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya

bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Jakarta, 23 September 2015

Penulis

Muhamad Iqbal Hidayatullah

Page 9: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

PESETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ....................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iv

ABSTRAK .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ......................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ....................................................... 8

D. Metode Penelitian ........................................................................... 10

E. Sistematika Penulisan ...................................................................... 13

BAB II SEJARAH TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG NO 42 TAHUN

2014 TENTANG MPR, DPR, DPD, DPRD

A. Latar Belakang Terbentuknya Undang-Undang No 42 Tahun

2014.................................................................................................... 15

B. Perdebatan Dalam Pembentukan Undang-Undang No 42 Tahun

2014..................................................................................................... 30

BAB III KEDUDUKAN HUKUM ANGGOTA DPR

A. Mahkamah Kehormatan Dewan ......................................................... 41

B. Kedudukan Hukum Anggota DPR Yang Diduga Melakukan

Tindak Pidana .................................................................................... 47

BAB IV PEMBERIAN IZIN PENYIDIKAN OLEH MAHKAMAH

KEHORMATAN DEWAN TERHADAP ANGGOTA DPR DALAM

KONTEKS NEGARA HUKUM

A. Kedudukan Hukum Anggota DPR Yang Diduga Melakukan Tindak

Pidana Ditinjau Dari Asas Persamaan Di Depan Hukum .................... 59

B. Kdudukan Hukum Anggota DPR Yang Melakukan Tindak Pidana

Ditinjau Dari Asas Independensi Peradilan ......................................... 67

C. Sinkronisasi dan Harmonisasi Pasal 245 Undang-Undang No 42

Tahun 2014 Dengan Peraturan Perundang-undangan Lainnya ........... 72

Page 10: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

ix

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 80

B. Saran ..................................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 83

Page 11: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak Indonesia merdeka lebih dari tujuh puluh tahun yang lalu,

Indonesia telah mengalami beberapa peristiwa penting terkait bidang

kenegaraan. Pergolakan masyarakat di daerah, peralihan pemegang kekuasaan,

hingga amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD

1945) menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah negara ini. Hal ini

merupakan bentuk dari dinamisasi masyarakat dan dinamisasi hukum di

Indonesia.

Salah satu hal yang menonjol dari sudut pandang ketatanegaraan diawali

ketika negara ini mengalami gejolak pasca krisis moneter yang mengakibatkan

tersingkirnya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan pada tahun 1998.

Selama melewati masa transisi yang dipimpin oleh Presiden B.J Habibie

selama sekitar dua tahun, tuntutan kebutuhan akan sistem ketatanegaraan yang

lebih baik pun mulai berusaha diwujudkan oleh petinggi negeri ini pada waktu

itu. Tahun 1999 menjadi tonggak yang menyadarkan bangsa Indonesia bahwa

penyaklaran UUD 1945 tidak relevan dalam kehidupan bernegara. Selama

empat tahun hingga 2002 Majelis Permusyawaratan Rakyat (selanjutnya

disebut MPR) yang saat itu diketuai oleh Amien Rais dari Fraksi PAN

melakukan empat kali perubahan yang amat mendasar terhadap UUD 1945.

Page 12: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

2

Reformasi membawa pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan

ketatanegaraan Indonesia, termasuk terhadap parlemen Indonesia, khususnya

Dewan Perwakilan Rakyat (selanjutnya disebut DPR).1 Di bidang legislasi,

misalnya, DPR adalah lembaga tertinggi untuk menyusun Undang-Undang.

Hal ini diatur dalam Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa

DPR memegang kekuasaan dalam membentuk Undang-Undang. Dengan

demikian kedudukan DPR sangat penting dalam susunan ketatanegaraan

Indonesia. Hasil perubahan UUD 1945 melahirkan bangunan kelembagaan

negara yang satu sama lain dalam posisi setara dengan saling melakukan

kontrol (cheks and balances), mewujudkan supremasi hukum dan keadilan

serta menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Kesetaraan atau

ketersediaan mekanisme saling kontrol ini, merupakan prinsip dari sebuah

negara demokrasi atau negara hukum.2

Pelbagai perubahan ke hal yang lebih baik antara lain DPR sudah mulai

menjadi penyeimbang bagi pemerintah, dalam arti berfungsinya wewenang

pengawasan yang diembanya dan bukan hanya sebagai “lembaga stempel”

seperti di era sebelumnya. Bahwa tugas pelaksanaan pengawasan DPR adalah

terhadap, pelaksanaan Undang-Undang, pelaksanaan anggaran pendapatan dan

belanja negara, serta kebijakan pemerintah sesuai dengan jiwa UUD 1945,

terlebih penting sebagai legislator atau pembuat undang-undang.

1 Sebastian Salang, dkk., Menghindari Jeratan Hukum Bagi Angggota Dewan,

(Jakarta: Forum Sahabat 2009), h. 21.

2 Titik Triwulan Tutik, Kontruksi Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD

1945, (Jakarta:Kencana 2010), h. 1.

Page 13: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

3

Selain berkaitan dengan proses legislasi, dalam kewenangannya DPR

sebagai penentu dalam bentuk memberi persetujuan terhadap agenda

kenegaraan yang meliputi: Menyatakan perang, membuat perdamaian,

perjanjian negara lain seperti yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (1) UUD

1945, Membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat

yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban

keuangan Negara, Pasal 11 ayat 2 UUD 1945, Pengangkatan Hakim Agung,

Pasal 24A ayat 3 UUD 1945 serta pengangkatan dan pemberhentian anggota

Komisi Yudisial yang tercantum dalam Pasal 24B ayat 3 UUD 1945.

Perubahan lain pasca amandemen UUD 1945 ialah mengenai hak

anggota DPR yang menyatakan bahwa, setiap anggota DPR mempunyai hak

mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak

imunitas.3 Sementara itu berkaitan dengan keanggotaan DPR diatur

berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang No 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan

Kedudukan MPR,DPR, dan DPRD menyatakan bahwa susunan DPR terdiri

dari anggota partai politik pemenang pemilu, dan anggota ABRI yang

diangkat dengan keseluruhan jumlah 500 anggota. Pada perkembangannya

pada tahun 2003 Undang-Undang No 4 tahun 1999 tentang MPR, DPR,

DPRD diganti dengan Undang-Undang No 22 Tahun 2003 tentang MPR,

DPR, DPD, DPRD karena dianggap tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat

dan perkembangan ketatanegaraan di Indonesia. Dalam Undang-Undang No

22 Tahun 2003 susunan keanggotan berubah, dalam Pasal 16 menyatakan

3 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta, PT Grafindo Persada, 2006),

h. 105-106.

Page 14: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

4

bahwa DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang

dipilih berdasarkan hasil pemilu. Sementara dalam Pasal 24 mengatakan

bahwa Kedudukan DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang

berkedudukan sebagai lembaga negara. Undang-Undang No 22 Tahun 2003

kemudian diganti dengan Undang-Undang No 27 Tahun 2009 tentang MPR,

DPR, DPD, DPRD untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab lembaga

perwakilan rakyat. Berselang 5 tahun, UU No 27 Tahun 2009 kemudian

diganti dengan Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD,

DPRD. Namun, beberapa bulan kemudian UU No 17 Tahun 2014 diganti

dengan Undang-Undang No 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD.

Sisi yang lain, menguatnya peranan dan wewenang serta kekuasaan

legislatif ternyata tidak otomatis menggambarkan semakin menguatnya

peranan rakyat.4 Reformasi kelembagaan pada dasarnya merupakan harapan

rakyat guna memastikan kepentingan-kepentingan mereka terakomodasi

dalam pelbagai kebijakan negara.5 Padahal UUD 1945 pasca amandemen ke-1

telah memberikan wewenang yang sangat besar kepada DPR agar menjadi

jembatan aspirasi dan kepentingan rakyat yang kokoh. Melalui fungsi

strategisnya yakni legislasi, anggaran dan pengawasan yang merupakan

bingkai dari peran representasi rakyat.

4 Paimin Napitupulu, Menuju Pemerintahan Perwakilan, (Bandung:PT Alumni 2007),

h. ix.

5 FORMAPPI, Lembaga Perwakilan Rakyat: Studi dan Analisis sebelum dan setelah

perubahan UUD NRI 1945, (Jakarta, FORMAPPI, 2005), h. 9.

Page 15: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

5

Oleh karena itu untuk melaksanakan fungsi dan wewenangnya tersebut

secara optimal, menurut Benny K Harman anggota DPR dari Fraksi Partai

Demokrat memandang merasa perlu membentuk alat kelengkapan di DPR

yang lebih kredibel yang bisa menjaga kehormatan dan martabat anggota

dewan. Oleh karena itu dibentuknya Mahkamah Kehormatan Dewan

(selanjutnya disebut MKD) sebagai pengganti Badan Kehormatan. Peran

MKD ke depan diperkuat untuk menjaga integritas lembaga dan anggota DPR

dalam melaksanakan fungsi, wewenang dan tugas DPR.6

Hidayat Nurwahid mengatakan anggota DPR adalah orang yang

terhormat, oleh karena itu salah satu langkah yang diwujudkan adalah

membentuk Mahkamah Kehormatan Dewan. Menurutnya saat ini anggota

DPR terlalu mudah untuk dipanggil untuk permintaan keterangan untuk

penyidikan. Ini menimbulkan citra yang buruk di mata publik terhadap

parlemen. Problema ketika anggota DPR dipanggil menjadi saksi atau untuk

pemeriksaan penyidikan suatu kasus, menurut Hidayat Nurwahid hal seperti

itu dapat menimbulkan opini publik yang buruk terhadap anggota DPR.7

Pada sisi yang lain, menurut penulis kehadiran kewenangan MKD yang

tertuang dalam Pasal 245 UU No 42 Tahun 2014 tentang MD3 bahwa

6 Sjafri Ali, “Tokoh Masyarakat Masuk Panel Mahkamah Kehormatan DPR,” artikel

diakses pada 18 Mei 2015 dari http://www.pikiran-

rakyat.com/politik/2014/09/17/297262/tokoh-masayarakat-masuk-panel-mahkamah-

kehormatan-dpr

7 Erdy Nasrul, “DPR Bentuk Mahkamah Kehormatan Dewan,” Artikel diakses Pada 10

November 2014 dari http://m.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/08/29/nb2h4q-dpr-

bentuk-mahkamah-kehormatan-dewan

Page 16: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

6

pemanggilan dan pemeriksaan anggota DPR untuk penyidikan harus

mendapatkan izin tertulis dari MKD tersebut dianggap dapat menghambat

proses penegakan hukum dan membuat anggota dewan sulit tersentuh. Selain

itu MKD sarat dengan konflik kepentingan. Dengan lahirnya MKD dianggap

akan memperlambat proses peradilan karena adanya prosedur birokrasi

perijinan, serta menambah biaya penegakan hukum yang secara otomatis

terjadi karena rangkaian prosedur yang lebih lama serta tidak sesuai dengan

asas cepat, sederhana, dan biaya ringan dalam proses peradilan pidana, serta

bagaimana kedudukan hukum anggota DPR yang diduga melakukan tindak

pidana yang dimaksud dalam Pasal 245 tersebut jika ditinjau dari asas

persamaan di depan hukum?

Dalam konteks kemajuan demokrasi, reformasi kelembagaan parlemen

merupakan bagian penting dari proses konsolidasi demokrasi, dimana

institusi-institusi kenegaraan ditata sedemikian rupa sehingga memenuhi

indikator demokrasi.8 Inti dari semua ini adalah pelembagaan nilai-nilai

demokrasi dalam keseluruhan prosedur dan mekanisme kerja parlemen.

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengorganisasian, tata

tertib lembaga-lembaga perwakilan, dan regulasi-regulasi terkait dengan

kehendak mewujudkan parlemen Indonesia sebagai institusi perwakilan rakyat

yang kredibel, akuntabel, transparan, efektif, dan profesional. Oleh karena itu

penulis tertarik mengambil judul penelitan mengenai “PROBLEMATIKA

PEMBERIAN IZIN PENYIDIKAN OLEH MAHKAMAH KEHORMATAN

8 FORMAPPI, Lembaga Perwakilan Rakyat… h. 9

Page 17: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

7

TERHADAP ANGGOTA DPR YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK

PIDANA.”

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan maka pembatasan masalah terfokus

pada Pasal 245 Undang-Undang No 42 Tahun 2014 mengenai kewenangan

Mahkamah Kehormatan Dewan dalam memberikan izin pemanggilan dan

permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang

diduga melakukan tindak pidana dan kedudukan hukum dari anggota DPR

tersebut.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, maka penulis

merumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimana Posisi Hukum anggota DPR yang diduga melakukan tindak

pidana ditinjau dari asas persamaan di depan hukum dan independensi

peradilan?

b. Bagaimana Sinkronisasi dan Harmonisasi Pasal 245 Undang-Undang

No 42 Tahun 2014 tentang MD3 dengan Peraturan Perundang-

Undangan di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah seperti yang diuraikan diatas, penelitian

ini bertujuan sebagai berikut;

Page 18: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

8

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, maka tujuan penulisan

penelitian adalah sebagai berikut ;

a. Untuk mengetahui Posisi Hukum anggota DPR yang diduga

melakukan tindak pidana ditinjau dari asas persamaan di depan hukum

dan independensi peradilan.

b. Untuk mengetahui Sinkronisasi dan Harmonisasi Pasal 245 Undang-

Undang No 42 Tahun 2014 dengan Peraturan Perundang-Undangan di

Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

1) Untuk lebih memperkaya khasanah ilmu pengetahuan penulis baik

dibidang hukum pada umumnya, maupun di bidang Hukum Tata

Negara Khususnya.

2) Untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum secara

teoritis, khususnya bagi Hukum Tata Negara mengenai

Kewenangan Mahakamah Kehormatan Dewan dalam memberikan

izin penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan

tindak pidana serta bagaimana kedudukan atau posisi hukum

anggota DPR ditinjau dari asas persamaan didepan hukum.

Page 19: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

9

3) Sebagai pedoman awal bagi penelitian yang ingin medalami

masalah ini.

b. Manfaat Praktis

1) Penulis berharap agar memberikan sumbangan pemikiran

mengenai aspek Hukum Tata Negara mengenai Kewenangan

Mahkamah Kehormatan Dewan dalam memberikan izin

penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak

pidana.

2) Agar hasil penelitian ini menjadi perhatian dan dapat digunakan

oleh semua pihak baik itu pemerintah, masyarakat umum maupun

setiap pihak yang bekerja seharian di bidang hukum, khususnya

Hukum Tata Negara.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian kepustakaan (library research), yang bersifat yuridis

normatif, 9

yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang

ada dalam peraturan perundang-undangan, literatur, makalah-makalah dan

hasil penelitian yang berkaitan dengan kewenangan Mahkamah

Kehormatan Dewan dalam memberikan izin pemanggilan dan

pemeriksaan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana

9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakata:PT. Raja Grafindo ,1994 ), h. 37.

Page 20: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

10

serta kedudukan hukum anggota DPR tersebut jika ditinjau dari asas

persamaan di depan hukum.

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif,

maka penulis menggunakan beberapa pendekatan yang akan dilakukan

yaitu, pendekatan Perundang-undangan dan Pendekatan Sejarah.

Pendekatan Sejarah, digunakan untuk mengungkap filosofis,

kontekstualitas masa lahirnya Undang-Undang No 42 Tahun 2014.

Pendekatan Perundang-undangan (Statute-Approach) adalah pendekatan

dengan mengkaji lebih lanjut untuk menjawab rumusan masalah, dalam

hal Kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan memberikan izin

penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana.

Pendekatan Perundang-undangan digunakan untuk menela’ah dan

menganalisa bentuk pelaksanaan Mahkamah Kehormatan Dewan

Memberikan Izin Penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga

melakukan tindak pidana serta bagaimana kedudukan hukum dari anggota

DPR yang diduga melakukan tindak pidana yang dimaksud dalam pasal

245 Undang-Undang No 42 Tahun 2014.

3. Sumber Data

Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga jenis,

yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Page 21: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

11

Bahan Hukum primer adalah bahan hukum yang mencangkup

ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

mempunyai hukum10

yang mengikat. Bahan hukum primer yang

digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

2) Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang MD3.

3) Undang-Undang No 42 Tahun 2014 tentang MD3.

4) Undang-Undang No 12 Tahun 2005 Tentang Hak-Hak Sipil dan

Politik.

b. Sumber Hukum Sekunder.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari

penelusuran buku-buku dan artikel-artikel yang berkaitan dengan

penelitian ini. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari buku-buku yang berkenaan dengan Lembaga

Perwakilan Rakyat dan buku-buku hukum, Skripsi Hukum Tata

Negara, Tesis Hukum Tata Negara ataupun materi-materi mengenai

hukum yang berkaitan tentang Dewan Perwakilan Rakyat umumnya

dan Kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan Khususnya.

c. Bahan Hukum Tersier.

Merupakan bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan

pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum tersier

10

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet-3 (Jakarta, UI Press,

1986), h. 52.

Page 22: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

12

memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap hukum

primer dan sekunder, seperti kamus hukum, Ensiklopedia, Kamus

Besar Bahasa Indonesia dan lain-lain.11

4. Prosedur Pengumpulan Data

Bahan hukum primer maupun sekunder serta tersier dikumpulkan

berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan dan dijelaskan

secara rinci berdasarkan sumber, sejarah, hirarki untuk dikaji secara

komprehensif.

5. Pengelolahan dan Analisa

Pengolahan yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan,

UUD 1945, Peraturan Perundang-undangan, dan bahan materi lainnya

penulis uraikan dan hubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam

penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah

dirumuskan. Bahwa cara pengelolaan bahan hukum dilakukan secara

mendalam tentang Kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan dalam

memberikan izin penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga

melakukan tindak pidana.

Selanjutnya dianalisa secara mendalam sesuai dengan pendekatan

yang digunakan. Analisa sejarah berlakunya aturan tersebut melalui

pelaksaan Undang-Undang 42 Tahun 2014. Lalu analisa yuridis

perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan Mahkamah

Kehormatan Dewan dalam memberikan izin penyidikan.

11

Amirudin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:

Rajawali Press, 2012), h. 32.

Page 23: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

13

E. Sitematika Penelitian

Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab.

Masing masing bab terdiri atas beberapa sub bab guna lebih memperjelas

ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata

letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai berikut.

BAB I : Pada bab ini berisi tentang pendahuluan mengenai latar belakang,

pembatatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian, dan sitematika penulisan.

BAB II : Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang terbentuknya

Undang-Undang No 17 Tahun 2014, dan perdebatan dalam

pembentukan Undang-Undang tersebut.

BAB III :Menguraikan tentang Mahkamah Kehormatan Dewan dan

mekanisme pemberian izin penyidikan terhadap anggota DPR yang

diduga melakukan tindak pidana serta Kedudukan hukum Anggota

DPR yang diduga melakukan tindak pidana.

BAB IV :Menganalisa kedudukan hukum anggota DPR yang diduga

melakukan tindak pidana ditinjau dari asas persamaan di depan

hukum dan independensi peradilan serta menganalisa bagaimana

Harmonisasi dan Sinkronisasi Pasal 245 Undang-Undang No 42

Tahun 2014 mengenai kewenangan Mahkamah Kehormatan

Dewan dalam memberikan izin penyidikan anggota DPR dengan

peraturan perundang-undangan lain.

Page 24: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

14

BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk

itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian serta

memberikan saran dan kritik yang perlu pada permasalahan

penelitian.

Page 25: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

15

BAB II

SEJARAH TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG NO 14

TAHUN 2014 TENTANG MPR, DPR, DPD, DPRD

A. Latar Belakang Terbentuknya Undang-Undang No 42 Tahun 2014

Pembukaan UUD 1945 tersirat suatu makna, bahwa Negara Republik

Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum.12

Hal ini tertulis dalam

Pembukaan UUD 1945 Aline ke IV yang berbunyi sebagai berikut:

“…untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan

bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”

Diembannya tugas negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan

umum tersebut maka pembentukan berbagai peraturan di Negara Indonesia

menjadi sangat penting, oleh karena campur tangan negara dalam mengurusi

kesejahteraan rakyat dalam bidang hukum, politik, ekonomi, budaya,

12

Penjelasan mengenai negara hukum serta perbedaan rechtstaat dan rule of law akan

dijelaskan kemudian.

Page 26: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

16

lingkungan hidup serta pertahanan dan keamanan yang diselenggarakan

dengan proses legislasi.13

Ide negara berdasarkan hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan

oleh oleh para filsuf dari zaman yunani kuno. Plato, karya awalnya Politea

(the Republic) berpendapat bahwa adalah mungkin mewujudkan negara ideal

untuk mencapai kebaikan yang berintikan kebaikan.14

Gasasan yang

dikemukakan Plato tersebut berasal dari bentuk keprihatinannya yang melihat

kondisi kota Athena pada waktu itu. Pada zaman itu Raja yang berkuasa di

kota Athena merupakan penguasa yang lalim dan sewenang-wenang. Dalam

gagasan negara ideal Plato, penguasa yang memerintah seharusnya memiliki

moralitas yang baik dan terpuji serta memiliki kebajikan dan segala macam

pengetahuan, terutama ilmu pemerintahan. Dalam karya Plato yang lain

Politicos, Plato sudah memberikan perhatian yang cukup penting terhadap

hukum sebagai instrumen penyelenggaraan negara. Namun, fungsi dan

kedudukan hukum dalam gagasan Plato belum sama seperti dalam ide negara

hukum di zaman modern.15

Kedudukan dan fungsi hukum sangat penting baru

tampak dalam karya Plato yang berikutnya, Nomoi. Plato dalam karyanya itu,

ia sudah memberikan perhatian dan arti penting terhadap hukum, Plato

mengemukakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang baik harus diatur

13

Maria Farida Indrayanti, Ilmu Perundang-Undangan, (Yogyakarta: Kanisius, 2007),

h. 1.

14

Jimliy Ashhiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Jakarta: Sinar

Grafika 2012), h. 129.

15

Hotma P Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-Asas umum

Pemerintahan Yang Baik, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 14.

Page 27: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

17

oleh hukum. Cita Plato dalam Nomoi kemudian ditegaskan oleh muridnya

Aristoteles dalam karyanya Politica, menurut Aristoteles, suatu negara yang

baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum.

oleh sebab itu supremasi hukum diterima oleh Aristoteles sebagai tanda

negara yang baik dan bukan semata-mata sebagai keperluan yang

selayaknya.16

Aristoteles adalah filsuf terakhir yang membicarakan ide negara hukum

sehingga ia dianggap sebagai penutup diskursus mengenai ide negara hukum

klasik. Setelah zaman Aristoteles, ide negara hukum tidak lagi pernah

diperbincangkan serta tidak mendapat perhatian dari filsuf selama beberapa

abab setelahnya. Barulah pada abad ke-17 dan 18, ide negara hukum kembali

diperbincangkan di Eropa Barat.17

Konsep negara hukum modern di Eropa Kontinental dikembangkan

dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu Rechtstaat antara lain oleh

Immanuel Kant, Paul Labant, Julius Stahl. Adapun dalam tradisi Anglo Saxon

konsep negara hukum dikembangkan dengan sebutan The Rule of Law yang

dipelopori oleh A. V Dicey. Selain itu, konsep negara hukum juga terkait

dengan istilah Nomokrasi yang berarti penentu dalam penyelenggaraan

kekuasaan negara adalah hukum. Menurut Stahl, konsep negara hukum yang

disebut dengan istilah rechtstaat mencakup empat elemen penting yaitu,

pembagian kekuasaan, perlindungan hak asasi manusia, pemerintah

16

Azhary, Negara Hukum Indonesia-Analisis Yurudis Normatif tentang Unsur-

Unsurnya, (Jakarta:UI Press, 1995), h. 20.

17

Hotma P Sibuea, Asas Negara Hukum …h. 19.

Page 28: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

18

berdasarkan undang-undang, peradilan tata usaha negara. Adapun A.V Dicey

menyebutkan tiga ciri penting rule of law yaitu, supremasi hukum, persamaan

di depan hukum, dan asas legalitas.18

Prinsip-prinsip negara hukum selalu berkembang seiring dengan

perkembangan masyarakat dan negara. Perkembangan negara hukum modern

melahirkan prinsip-prinsip penting untuk mewujudkan negara hukum. Prinsip-

prinsip terebut sebagai berikut:19

1. Supremasi Hukum.

2. Persamaan Di Depan Hukum.

3. Pembatasan Kekuasaan.

4. Organ-Organ Penunjang yang Independen.

5. Peradilan Tata Usaha Negara

6. Perlindungan Hak Asasi Manusia

7. Peradilan yang merdeka.

8. Bersifat Demokratis

Delapan Ciri negara hukum modern yang penulis kemukakan di atas,

terdapat salah satu prinsip penting sebagai salah satu ciri pokok negara

hukum yaitu pembatasan kekuasaan.20

Dalam konsep ini kekuasaan dibagi

18

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, (Jakarta: Mahkamah

Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

2004), h. 122.

19

Jimliy Ashhiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Amandemen Hukum Tata Negara, (Jakarta: Sekertaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi RI, 2006) h. 131.

20

Beberapa literatur menerjemahkan konsep trias politica sebagai pemisahan

kekuasaan. Lihat Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Page 29: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

19

berdasarkan fungsinya. Pembagian tersebut menunjukan perbedaan antara

fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif. Konsep klasik yang diterapkan

dibanyak negara ini dikenal sebagai trias politica, atau pemisahan kekuasaan.

Konsep mengenai trias politica bermula dalam tulisan John Locke,

Second Treaties of Civil Government yang berpendapat bahwa kekuasaan

untuk menetapkan aturan hukum tidak boleh dipegang sendiri oleh mereka

yang menerapkannya. John Locke mambagi kekusaan negara dalam tiga

fungsi yaitu, legislatif, eksekutif dan federatif. Oleh sarjana hukum Prancis,

Baron de Montesquieu dalam bukunya L’Esprit des Lois yang merupakan

karya utama Montesqueiu, karya tersebut merupakan salah satu karya yang

paling tajam dan paling berpengaruh di antara karya-karya zaman

pencerahan.21

Karya tersebut ditulis berdasarkan penelitiannya terhadap

sistem konstitusi Inggris, pemikiran John Locke itu diteruskannya dengan

mengembangkan konsep trias politica yang membagi kekuasaan menjadi tiga

cabang kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pandangan

Montesquieu inilah kemudian dijadikan rujukan doktrin saparation of power.

22

Amandemen (Jakarta: Sekertaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006),

h. 34., sedangkan literatur lain menyebutkan dengan istilah pembagian kekuasaan, lihat, Moh

Kusnardi dan Harmaili Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet ke-6 (Jakarta:

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985), h. 181.

21

Franz Magnis-Seseno, Demokrasi: Klasik dan Modern, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2005), h. 80.

22

Jimliy Asshiddiqie, Pengantar Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Press, 2009),

h.283.

Page 30: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

20

Bidang legislatif dan eksekutif, pendapat kedua sarjana ini tampaknya

mirip. Akan tetapi, dalam bidang yang ketiga, pendapat mereka berbeda. John

Locke mengutamakan fungsi federatif. John Locke lebih melihatnya dari

hubungan dengan negara lain sebab kekuasaan yudikatif sudah termasuk

dalam kekuasaan federatif. Sementara Montesquieu mengutamakan fungsi

yudikatif, Montesquieu lebih melihat pembagian atau pemisahan kekuasaan

itu dari hak asasi manusia setiap warga negara. Sebaliknya Montesquieu

mengatakan bahwa fungsi hubungan luar negeri merupakan bagian dari fungsi

eksekutif sementara kekuasaan yudikatif itu harus terpisah dari kekuasaan lain

agar dapat berdiri sendiri tanpa memihak pihak manapun.23

Sebab, gagasan

tentang kemerdekaan yudikatif lahir bersamaan dengan gagasan negara

demokrasi dan negara hukum.24

Pembahasan yang berkembang selanjutnya cenderung berkaitan dengan

penerapan konsep pemisahan kekuasaan yang dikembangkan oleh

Montesquieu, dalam penyelenggraaan negara. Sir Ivor Jennings melalui teori

dalam bukunya The Law and the Constitution menyanggah konsep pemisahan

kekuasaan dalam trias politica dengan mendasarkan pada kenyataan di Inggris

bahwa lembaga eksekutif turut serta dalam proses pembuatan undang-

undang.25

Jennings berpendapat, pelaksanaan trias politica secara konsekuen

23

Azhary, Negara Hukum Indonesia-Analisis Yurudis… h. 94.

24

Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta:

Rajawali Press, 2012), h. 88.

25

Moh Kusnardi dan Harmaili Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet

ke-6 (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985),

h. 143.

Page 31: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

21

seperti diungkapkan Montesquieu amat sulit diwujudkan dalam

penyelenggaraan negara. Kenyataan menunjukkan bahwa pemisahan

kekuasaan dilakukan hanya secara formil, artinya tidak dipertahankan secara

tegas dalam konsep ini. Sehingga menurut Jenings konsep tersebut lebih tepat

dinamakan pembagian kekuasaan (distribution of power).26

Jennings

menggambarkan, apabila pembuatan undang-undang dalam suatu negara

dilakukan oleh lembaga legislatif dan eksekutif maka konstitusi negara

tersebut menganut asas pembagian kekuasaan.27

Sementara itu Artur Mass justru menggunakan istilah division of power

untuk menyebut pembagian kekuasaan. Mass kemudian membagi lagi

terminologi tersebut menjadi dua, yaitu: (1) capital divission of power untuk

menyebut pembagian kekuasaan yang bersifat fungsional serta mengandung

pengertian pembagian kekuasaan yang bersifat horizontal; dan (2) territorial

divisson of power yang bermakna pembagian kekuasaan secara vertikal serta

menyebut pembagian kekuasaan yang bersifat kewilayahan atau kedaerahan.28

Karena itu, doktrin pemisahan kekuasaan dapat dipahami sebagai doktrin

yang terbatas, yang membagi kekuasaan negara menjadi tiga cabang

kekuasaan. Kekuasaan legislatif bertugas membuat undang-undang,

26

Jennings mengatakan bahwa pemisahan kekuasaan (saparation of power) dapat

dilihat dari dua sudut pandang, yaitu: (1) materiil, yaitu pemisahan kekuasaan yang

dipertahankan dengan tegas dalam tugas-tugas kenegaraan yang secara karakteristik

memperlihatkan adanya pemisahan kekuasaan itu dalam tiga bagian legislatif, eksekutif dan

yudikatif; (2) formil, yaitu apabila pemisahan kekuasaan tidak dipertahankan dengan tegas

sehingga lebih tepat disebut pembagian kekuasaan, ibid.

27

Moh Kusnardi dan Harmaili Ibrahim, Pengantar Hukum.. h. 143.

28

Ibid.

Page 32: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

22

Kekuasaan eksekutif menjalankan undang-undang dan kekuasaan yudikatif

menafsirkan atau mengadili pelanggar undang-undang.

Seiring berkembangnya ide-ide mengenai kenegaraan, konsep trias

politica dirasakan tidak lagi relevan mengingat tidak mungkinnya

mempertahankan eksklusivitas setiap organ dalam menjalankan fungsinya

masing-masing secara terpisah. Kenyataannya menunjukan bahwa hubungan

antar cabang itu pada praktiknya harus saling bersentuhan. Kedudukan ketiga

organ tersebut pun sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain sesuai

dengan prinsip check and balances.29

Perjalanan lahirnya peraturan perangkat kelembagaan politik dalam

konteks demokratisasi, dalam rangka usaha menciptakan check and balances.

Check and balances mempunyai arti mendasar dalam hubungan antar

kelembagaan negara. Misalnya, untuk legislasi, check and balances

mempunyai lima fungsi.30

Pertama, sebagai fungsi penyelenggara

pemerintahan, dimana eksekutif dan legislatif mempunyai tugas dan tanggung

jawab yang saling terkait dan saling memerlukan konsultasi sehingga

terkadang tampak tumpang tindih. Namun disinilah fungsi check and balances

agar tidak ada satu lembaga negara yang dominan tanpa kontrol dari lembaga

lain. Kedua, sebagai fungsi pembagi kekuasaan dalam lembaga legislatif

sendiri, dimana melalui sistem pemerintahan yang dianut, seperti Presidensial

di Indonesia, diharapkan terjadi kontrol secara internal. Ketiga, fungsi

29

Jimliy Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga … h. v.

30

Nurliah Nurdin, Komparasi Sistem Presidensial Indonesia dan Amerika Serikat,

(Jakarta: MIPI, 2012), h. 248.

Page 33: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

23

hierarkis antara pemerintah pusat dan daerah. Keempat, sebagai fungsi

akuntabiltas perwakilan dengan pemilihnya. Kelima, sebagai fungsi kehadiran

pemilih untuk menyuarakan aspirasinya. Pada dasarnya prinsip check and

balances ini untuk membatasi kesewenang-wenangan dalam konsep

pembagian kekuasaan. Dengan adanya prinsip check and balances ini maka

kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi, bahkan dikontrol dengan sebaik-

baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah dengan sebaik-

baiknya.31

Hal yang terpenting dalam ide negara hukum bahwa setiap tindakan

pemerintah harus berdasarkan hukum. Hal ini berhubungan dengan adagium

yang dikemukakan oleh Mochtar Kusuma Atmadja, hukum tanpa kekuasaan

adalah angan-angan dan kekuasaan tanpa hukum adalah kezaliman. Oleh

sebab itu pembentukan hukum sangat penting. Pembentukan hukum secara

bersamaan merupakan penerapan hukum.32

Eugen Ehrlich menganjurkan agar

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terdapat keseimbangan antara

keinginan pembaruan hukum melalui perundang-undangan dengan kesadaran

untuk memperhatikan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.33

Hukum itu

tidak boleh statis, tetapi harus dinamis, harus selalu diadakan perubahan

sejalan dengan perkembangan zaman dan dinamika kehidupan bermasyarakat

31

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pres, 2002), h.

115.

32

Hans Kelsen, Teori Umum Hukum dan Negara diterjemahkan dari General Theory

of Law and State, (New York: Russel and Russel, 1971), h. 192.

33

Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 19.

Page 34: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

24

dan bernegara. Apabila hukum hendak diganti dengan hukum yang baru maka

diperlukan beberapa syarat agar hukum baru dapat berlaku secara efektif,

syarat tersebut antar lain, hukum yang dibuat itu harus bersifat tetap, tidak

bersifat ad hoc. Kemudian hukum yang baru tidak saling bertentangan satu

sama lain, dan hukum yang baru itu harus tertulis dan dibuat oleh instansi

yang berwenang.34

Jika didengar secara sekilas penyataan “hukum sebagai produk politik,”

dalam pandangan awam bisa dipersoalkan, sebab pernyataan tersebut

memosisikan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan yang ditentukan oleh

politik. Apalagi dalam tatanan ide atau cita hukum, lebih-lebih di negara yang

menganut supremasi hukum, politik harus diposisikan sebagai variable yang

terpengaruh oleh hukum. Mana yang benar dari kedua pernyataan tersebut?35

Secara metedologi ilmiah sebenarnya tidak ada yang salah dari

pernyataan tersebut, semuanya benar tergantung pada asumsi yang

dipergunakan. Asumsi bahwa setiap produk hukum merupakan produk

keputusan politik sehingga hukum dapat dilihat sebagai kristalisasi dari

pemikiran politik yang saling berinteraksi dikalangan para politisi. Meskipun

dari sudut pandang das sollen ada pandangan bahwa politik harus tunduk pada

ketentuan hukum, namun secara das sein bahwa hukum yang dalam

kenyataannya ditentukan oleh konfigurasi politik yang melatar belakanginya.36

34

Ibid. h. 4.

35

Moh Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 4.

36

Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum… h.64.

Page 35: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

25

Dasar keberadaan Undang-Undang No 42 Tahun 2014 MPR, DPR,

DPD, DPRD, bahwa Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan Negara

Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat yang di

dalam pelaksanaannya menganut prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh

hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Untuk

melaksanakan prinsip dari kedaulatan rakyat tersebut, perlu diwujudkan

lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, lembaga

perwakilan daerah yang mampu mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Karena itu salah

satu hal penting dari amandemen UUD 1945 adalah penataan kembali sistem

perwakilan.37

Sejalan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan politik

bangsa di Indonesia, telah dibentuk Undang-Undang No 22 Tahun 2003

Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD, yang

dimaksudkan sebagai upaya penataan susunan dan kedudukan MPR, DPR,

DPD, DPRD. Dalam perkembangannya Undang-Undang No 22 Tahun 2003

diubah dengan Undang-Undang No 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR,

DPD, DPRD. Frasa “Susunan dan Kedudukan” pada undang-undang

sebelumnya dihapuskan. Penghapusan tersebut dimaksudkan untuk tidak

membatasi pengaturan yang hanya terbatas pada materi muatan susunan dan

kedudukan saja, tetapi juga mengatur hal-hal lain yang sifatnya lebih luas. Hal

37

Sebastian Salang, dkk., Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan, (Jakarta:

Forum Sahabat, 2009), h. 62.

Page 36: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

26

ini dilakukan dalam upaya pengefektifan kelembagaan MPR, DPR, DPD,

DPRD.

Meskipun telah menjalankan fungsi legislasi secara optimal, DPR tetap

saja tidak sepi dari kesan atau penilaian yang kurang bagi berbagai kalangan.

Sejumlah produk legislasi DPR dianggap kurang sesuai dengan kepentingan

dan kebutuhan masyarakat. Produk legislasi yang berupa undang-undang

terkesan tidak serius dirancang dan dibahas, sebaliknya berdasarkan

kepentingan kelompok dan kompromi politik.38

Keberagaman kepentingan

yang mengikuti anggota DPR akan makin bertambah rumit dengan satu

kenyataan lain berupa kepentingan pribadi dari anggota DPR. Tidak dinafikan

sama sekali, seorang anggota DPR memburu kepentingan-kepentingan diri

dari peran dan status politik yang tengah disandangnya itu.39

Kesan atau

penilaian lainnya adalah DPR periode 2009-2014 kurang maksimal dalam

menjalankan fungsi legislasi, dengan tidak tercapainya Program Legislasi

Nasional (Prolegnas).

Konstruksi prosedural politik yang menghambat pelaksanaan

kewenangan perwakilan politik, di tengah desakan tuntutan politik

demokratisasi, juga menempatkan peran kenegaraan MPR dan DPD yang juga

terjebak pada seremoni prosedural pelaksanaan fungsi-fungsinya. Kendala

seperti ini membutuhkan transformasi alat kelengkapan dan reposisi fraksi

atau pengelompokan keanggotaannya agar dapat secara maksimal mendorong

38

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang atas Perubahan Undang-Undang No

27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, h. 5.

39

Sebastian Salang, Menghindari…. h. 10.

Page 37: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

27

peran kelembagaannya yang produktif bagi produktivitas peranannya dalam

agenda nasional.

Ruang lingkup pembaruan politik yang sangat terbatas bagi dukungan

subtansial pelaksanaan fungsi-fungsi kelembagaan perwakilan politik, baik

menyangkut MPR, DPR, DPD, DPRD, dianggap membuktikan titik lemah

dari kelembagaan perwakilan politik tersebut. Bahkan, dalam konteks DPRD,

baik ditingkat provinsi maupun kabupaten atau kota, sejak awal ketentuan

dalam Undang-Undang No 27 Tahun 2009 diletakkan pada bagian birokrasi

pemerintah daerah, dan bukan sebagai badan legislatif di daerah, serta sejalan

dengan ketentuan yang ada pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004.

Sehingga campur tangan pemerintah pusat secara berlebihan tehadap politik

pelaksanaan hak-hak keanggotaan dan kelembagaan DPRD sukar dihindarkan.

Dalam rangka penguatan fungsi legislasi, DPR sebagai pelaksanaan

amandemen UUD 1945, perlu pula diatur lebih lanjut mengenai penguatan

peran DPR dalam proses perancangan, pembentukan, sekaligus pembahasan

rancangan undang-undang. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjawab kritik

bahwa DPR bekerja kurang maksimal dalam proses pembentukan peraturan

perundang-undangan. Harapannya adalah agar DPR dapat menghasilkan

produk-produk legislasi yang berkualitas serta berorientasi pada kebutuhan

rakyat dan bangsa. Berkaitan dengan fungsi legislasi, kedudukan DPD perlu

ditempatkan secara tepat dalam pembahasan rancangan undang-undang yang

berkaitan dengan otonomi daerah, pemekaran, penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam, serta perimbangan keuangan anatara pusat dan

Page 38: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

28

daerah sebagaimana diamanatkan dalam pasal 22 D ayat (2) Undang-Undang

Dasar.

Hal penting lainnya yang menjadi perhatian adalah keberadaan sistem

pendukung yang menunjang fungsi serta tugas wewenang MPR, DPR, DPD,

DPRD. Perlunya dukungan yang kuat, tidak terbatas pada dukungan sarana,

prasarana dan anggaran, tetapi ada dukungan keahlian. Dengan demikian

perlu adanya penataan kelembagaan Sekertariat Jenderal di MPR, DPR, DPD

dan sekertariat di DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten atau Kota. Hal ini

diwujudkan dalam pengadaan sumber daya manusia, alokasi anggaran,

sekaligus pertanggungjawaban publik unit pendukung dalam menjalankan

tugasnya.

Untuk itu, beberapa masalah yang menjadi kendala baik secara teknis

maupun subtantif dari dua tingkatan pembenahan kelembagaan politik

perwakilan, merupakan muatan dari revisi Undang-Undang No 27 Tahun 2009

tentang MPR, DPR, DPD, DPRD. Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu

dibentuk Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD guna

meningkatkan peran dan tanggung jawab lembaga permusyawaratan rakyat,

lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan rakyat daerah untuk

mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dan

daerah dalam melaksanakan tugas dan wewenang lembaga, serta

mengembangkan mekanisme check and balances antara lembaga legislatif dan

eksekutif. Selain itu juga untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan

kinerja anggota permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan

Page 39: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

29

lembaga perwakilan daerah demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan

rakyat.

Pada prosesnya perubahan atas Undang-Undang No 27 Tahun 2009

menjadi Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang MD3 disahkan pada pada

tanggal 8 juli 2014. Setelah Undang-Undang No 17 Tahun 2014 ini disahkan,

kembali diubah menjadi Undang-Undang No 42 Tahun 2014 tentang MD3

pada 5 Desember 2014. Dalam sidang paripurna perubahan undang-undang

tersebut dihadiri oleh 281 dari 555 anggota dewan dan dipimpin langsung oleh

ketua DPR, Setya Novanto.40

Namun, perubahan tersebut sarat dengan

kepentingan politik.

Perubahan tersebut diantaranya menyepakati delapan poin pasal dalam

Undang-Undang MD3 terkait dengan kewenangan DPR, Pemilihan Pimpinan

Komisi, Tugas Komisi, Pemilihan Pimpinan Badan Legislasi, Pimpinan Badan

Anggaran, Pimpinan Mahakamah Kehormatan Dewan, Pemilihan Pimpinan

BURT. Ketentuan tersebut tercantum dalam pasal tersebut yaitu Pasal 17 ayat

(3), (4), (5), dan (6), Pasal 97, Pasal 98 ayat (7), (8), (9), Pasal 104, Pasal

109, Pasal 115, Pasal 121 dan Pasal 152. Sementara, terdapat penambahan

pasal sisipan antara pasal 425 dan 426 yaitu Pasal 425A.

40

Julkifli Marbun, “Tanpa Interupsi Paripurna Sahkan revisi Undang-Undang MD3

Menjadi Undang-Undang”, artikel diakses pada 20 April 2015 dari

http://m.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/12/05/ng46tg-tanpa-interupsi-paripurna-

sahkan-revisi-uu-md3-undangundang

Page 40: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

30

Mengutip dari pernyataannya Satjipto Rahardjo bahwa setiap produk

hukum bukan sesuatu yang mutlak sempurna. 41

Revisi peraturan perundang-

undangan seperti ini lazim dilakukan untuk dua tujuan utama, yaitu: untuk

menyesuaikan tuntutan dan kebutuhan baru karena perkembangan masyarakat

dan zaman; dan memperbaiki atau menyempurnakan kekurangan dan

kelemahan peraturan perundang-undangan terkait.42

B. Perdebatan Dalam Pembentukan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014

Untuk mengetahui kualitas rasa dari roti, kita tidak bisa hanya

merasakan ketika memakannya saja, melainkan harus melihat apa saja bahan-

bahan dan bagaimana proses pembuatannya. Oleh karena itu, untuk

mengetahui maksud yang di cita-citakan dari Undang-Undang No 42 Tahun

2014 kita tidak cukup hanya melihat atau memahami dari produk hukum

tersebut, melainkan harus mengetahui bagaimana proses pembahasan dan

beberapa perdebatan pokok dan sampai pengesahan undang-undang tersebut.

Fungsi legislasi adalah fungsi merancang, membahas, dan memutuskan

regulasi (Undang-Undang bagi DPR, atau Peraturan Daerah bagi DPRD).

Fungsi pokok DPR di bidang legislasi ini diberikan oleh Pasal 20 UUD 1945

hasil amandemen.

Seperti yang sudah penulis kemukakan dimuka, bahwa Undang-Undang

No 42 Tahun 2014 adalah perubahan dari Undang-Undang No 17 Tahun 2014

41

Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Dari Hukum Di Indonesia, (Jakarta:

Buku Kompas, 2003), h. 131.

42

Sebastian Salang…. h. 2.

Page 41: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

31

yang hanya merubah beberapa Pasal dalam Undang-Undang No 17 Tahun

2014. Oleh karena itu penulis lebih menekankan pada perdebatan yang terjadi

pada proses pembentukan Undang-Undang No 17 Tahun 2014.

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (selanjutnya disebut RUU) di

atas terjadi beberapa perdebatan yang krusial. Pertama, terkait pertimbangan

yang disampaikan oleh Tim Musyawarah bahwa bentuk rancangan undang-

undang diusulkan sebaiknya dalam bentuk pergantian. Namun usulan tersebut

ditolak oleh F-PDIP yang diwakili oleh Arif Wibowo, menurutnya sistematika

dalam RUU ini tetap sama dalam Undang-Undang No 27 Tahun 2009 karena

materi perubahan yang terdapat dalam RUU ini hanya 27,45% yang

dibuktikan dari 408 Pasal hanya mengalami perubahan 112 Pasal, esensinya

tidak berubah mengingat secara subtansi RUU ini tetap membuat pengaturan

menuju terwujudnya lembaga permusyawaratan perwakilan yang demokratis,

efektif dan akuntabel sebagaimana esensi dan yang ada dalam Undang-

Undang No 27 Tahun 2009.43

Kemudian dari F-Partai Demokrat yang diwakili oleh Mulyadi

menyatakan bahwa perubahan yang dilakukan terhadap Undang-Undang No

27 Tahun 2009 merupakan keinginan dari kita semua dalam menjaga hak

dalam melakukan melaksanakan hak konstitusional yang diimbangi dengan

aspek-aspek tranparansi dan akuntabilitas.44

Hal tersebut dimulai dari

43

Risalah Sidang Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas

UU No 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, (Masa Persidangan ke IV, Rapat

ke-XXXX , Senin 7 Juli 2014) h. 23.

44

Ibid, h. 17.

Page 42: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

32

penguatan terhadap anggota dewan, penguatan kepada komisi tanpa

mengurangi fungsi Alat Kelengkapan Dewan, dan membentuk Mahkamah

Kehormatan Dewan dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan anggota

dewan. Oleh karena itu dalam pasal-pasal yang termaktub dalam rancangan

undang-undang MD3 ini termasuk pergantian.

Senada dengan Mulyadi Pemerintah yang diwakili oleh Wicipto Setiadi

mengatakan banyaknya Pasal baru yang masuk dalam revisi Undang-Undang

No 27 Tahun 2009 menjadi salah satu alasan menjadi penggantian. Hasilnya

dari 9 Fraksi, 6 menyatakan sependapat dengan Pemerintah. Keenam fraksi

yang menyatakan penggantian adalah Demokrat, Golkar, PKS, PPP, PAN dan

Gerindra. Intinya lantaran ada perubahan subtansial. Misalnya badan dan alat

kelengkapan. Sementara 3 Fraksi yang menyetujui dalam bentuk perubahan

yaitu PKB, PDIP, Hanura.45

Kedua, terkait dengan pemilihan Pimpinan DPR. Paripurna penetapan

RUU MD3 berjalan panas dan alot. Tiga fraksi di DPR, Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai

Hati Nurani Rakyat (Hanura), memutuskan walk out setelah muncul

perubahan pasal 82 terkait mekanisme pimpinan DPR yang dinilai sebagai

pasal siluman.46

Pasal 84 RUU MD3, yang notabene sebagai perubahan pasal 82

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3, memunculkan

45

Ibid, h. 45. 46

“PDIP Terancam Kehilangan Kursi Ketua DPR,” diakses pada 18 Mei 2015 dari

www.jawapos.com/baca/artikel/4092/pdip-terancam-kehilangan-kursi-ketua-dpr

Page 43: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

33

perdebatan yang panjang. Ada tiga alternatif pilihan yang ditawarkan pasal 84

RUU MD3. Alternatif pertama berisi sama seperti aturan pasal 82 UU MD3.

Pasal itu menyatakan pimpinan DPR ditentukan berdasar asas

proporsionalitas, yaitu parpol peraih kursi terbanyak mendapat jatah ketua

DPR, sementara jatah wakil ketua DPR menjadi milik empat parpol peraih

suara terbanyak kedua hingga kelima.47

Sementara itu, untuk alternatif kedua dan ketiga, penetapan kursi

pimpinan DPR ditentukan dengan mekanisme pemilihan. Bedanya, alternatif

kedua menetapkan pemilihan pimpinan DPR secara tunggal, sementara

alternatif ketiga dilakukan dengan mekanisme paket pimpinan DPR.

Dua kubu koalisi yang pernah bertarung di pilpres beradu pendapat pada

penetapan RUU MD3. Kubu koalisi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang

berisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya

(Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan

(PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat berada dalam

satu kubu yang mendukung alternatif kedua dan ketiga pada pasal 84 RUU

MD3.48

Sementara itu, kubu koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla yang berisi PDIP,

PKB, dan Hanura bersikukuh untuk tidak mengubah ketentuan pasal 82 UU

MD3 itu. Salah satu alasan utamanya, dalam pembahasan panitia khusus

47

Risalah Sidang Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas

UU No 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, (Masa Persidangan ke IV, Rapat

ke-XXXX , Senin 7 Juli 2014), h. 7. 48

“PDIP Terancam Kehilangan Kursi Ketua DPR,” diakses pada 18 Mei 2015 dari

www.jawapos.com/baca/artikel/4092/pdip-terancam-kehilangan-kursi-ketua-dpr

Page 44: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

34

(pansus) RUU MD3, tidak pernah muncul pembahasan terkait perubahan pasal

82 atau munculnya alternatif-alternatif di pasal 84 RUU MD3 itu.49

Abidin Fikri, anggota Pansus RUU MD3 dari Fraksi PDIP, saat

menyampaikan interupsi mengatakan Fraksi PDIP mengikuti setiap proses,

jam, menit, detik. Menurutnya, mereka tahu akan adanya pasal

penyelundupan, yaitu di pasal 82 itu (pasal 84 RUU MD3).

Perwakilan Fraksi PKB Abdul Malik Haramain menegaskan, tidak

pernah ada pembahasan terkait rancangan pasal 84, baik antarfraksi di DPR

maupun pemerintah. Dalam rekaman rapat, Malik menyatakan tidak pernah

disebutkan bahwa pansus memperdebatkan mekanisme pemilihan ketua DPR.

”Kapan pasal itu ditentukan? Kita rapat di Hotel Sahid, Ritz Carlton, tidak ada

pembahasan,”.50

Tiga fraksi itu meminta agar pimpinan DPR menunda penetapan RUU

MD3 untuk kemudian dilakukan pendalaman dan pematangan kembali.

Namun, sidang yang dipimpin Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso tersebut

menyatakan bahwa paripurna akan tetap dilanjutkan dengan pengambilan

keputusan mengingat mayoritas fraksi meminta penetapan dilakukan saat itu

juga.

Sesaat sebelum memutuskan walk out, Menurut Arif wibowo proses

penetapan RUU MD3 ini harus memperhatikan aspek kepastian hukum,

seharusnya keinginan untuk merubah pasal 82 dilakukan sebelum pelaksanaan

49

Ibid.

50

Risalah Sidang Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas

UU No 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, (Masa Persidangan ke IV, Rapat

ke-XXXX , Senin 7 Juli 2014), h. 40.

Page 45: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

35

Pemilu Legislatif pada 9 April 2014. Masuknya unsur perubahan Pasal 82

secara tiba-tiba setelah ditetapkannya pemilu legislatif menunjukan bahwa

usulan tersebut telah merusak itikad demokrasi dan syarat dengan kepentingan

tertentu yang bertentangan dengan asas dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan.51

Fraksi PDIP menyatakan tidak ikut bertanggung jawab

terkait penetapan RUU MD3.

Setelah walk out, paripurna yang berlangsung hingga pukul 20.30 itu

berjalan singkat. Hanya dalam lima menit, enam fraksi secara aklamasi

menetapan pilihan alternatif ketiga sebagai isi pasal 84, menggantikan isi pasal

82 UU MD3 lama. Menurut Priyo Budi Santoso pengesahan pasal tersebut

sudah melalui mekanisme baku, tidak perlu penjelasan lagi.52

Ketiga, terkait dengan Pembentukan Mahkamah Kehormatan Dewan

yang tercantum dalam Pasal 119 UU No 42 Tahun 2014. MKD dibentuk oleh

DPR dan merupakan alat kelengkapan yang bersifat tetap. Tujuan

pembentukan MKD tercantum dalam Pasal 119 ayat (2) bahwa MKD

bertujuan menjaga serta menegakan kehormatan dan keluhuran martabat DPR

sebagai lembaga perwakilan rakyat.

Ada satu hal yang banyak disoroti oleh banyak kalangan mengenai

pembentukan MKD ini, terkait dengan kewenangan MKD yang tercantum

dalam Pasal 245 ayat (1) UU No 42 Tahun 2014 bahwa pemanggilan dan

permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga

51

Ibid, h. 24. 52

“PDIP Terancam Kehilangan Kursi Ketua DPR,” diakses pada 18 Mei 2015 Dari

www.jawapos.com/baca/artikel/4092/pdip-terancam-kehilangan-kursi-ketua-dpr

Page 46: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

36

melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah

Kehormatan Dewan. Benny K Harman, anggota DPR dari F-Demokrat

mengatakan, perbedaan Badan Kehormatan dan Mahkamah Kehormatan

Dewan terletak pada kewenangan untuk membentuk komite penyelidikan.53

Menurutnya, pembentukan MKD dimaksudkan untuk menjaga kredibilitas

serta menjamin agar anggota DPR tidak menjadi obyek perlakuan tidak wajar

berdasar pengaduan atau laporan masyarakat. Namun pada pihak lain MKD

tetap berada pada posisi untuk tidak melindungi anggota DPR yang nyata-

nyata terbukti melakukan tindakan melanggar etika dan peraturan perundang-

undangan.54

Hidayat Nurwahid mengatakan anggota DPR adalah orang yang

terhormat. Oleh karena itu salah satu langkah yang diwujudkan adalah

membentuk Mahkamah Kehormatan Dewan. Menurutnya saat ini anggota

DPR terlalu mudah untuk dipanggil untuk permintaan keterangan untuk

penyidikan. Ini menimbulkan citra yang buruk di mata publik terhadap

parlemen. Problema ketika anggota DPR dipanggil menjadi saksi atau untuk

53

Randi Ferdi Firdaus, “UU MD3 Baru, DPR Wacanakan ganti BK jadi MKD,” artikel

diakses pada 18 Mei 2015 dari http://www.merdeka.com/politik/uu-md3-baru-dpr-wacanakan-

ganti-bk-jadi-mahkamah-kehormatan.html

54

Sjafri Ali, “Tokoh Masyarakat Masuk Panel Mahkamah Kehormatan DPR,” artikel

diakses pada 18 Mei 2015 dari http://www.pikiran-

rakyat.com/politik/2014/09/17/297262/tokoh-masayarakat-masuk-panel-mahkamah-

kehormatan-dpr

Page 47: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

37

pemeriksaan penyidikan suatu kasus, menurut Hidayat Nurwahid hal seperti

itu dapat menimbulkan opini publik yang buruk terhadap anggota DPR.55

Sementara Menurut Tantowi Yahya, anggota DPR dari F-Golkar

mengatakan bahwa anggota DPR tidak mempunyai atasan, ketua DPR dan

Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan hanyalah jurubicara dan kordinator

kegiatan, tidak ada kewenangan memberikan punishment yang mereka

lakukan terhadap anggotanya. Oleh karenanya, menurut Tantowi, diperlukan

satu instrument dalam struktur kedewanan yang bertugas mengawasi disiplin

anggota, termasuk memberikan sanksi sesuai tata tertib. Tantowi mengatakan,

sesungguhnya kita layak menaruh harapan tinggi kepada mahkamah ini. Oleh

karenanya, wajar pula apabila pemanggilan anggota dewan yang terindikasi

pelanggaran hukum kecuali pelanggaran berat seperti korupsi, kriminal dan

sebagainya, harus terlebih dahulu seizin MKD.56

Pada sisi yang lain, menurut mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan

Korupsi, Busyro Muqoddas pembentukan MKD berpotensi menghambat

proses penegakan hukum, karena penegakan hukum harus bersifat cepat.

Kritik selanjutnya disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.

Menurut dia sejumlah pasal dalam RUU MD3 sengaja dibuat untuk

membentengi anggota. Padahal jika sekedar pemanggilan dan permintaan

55

Erdy Nasrul, “DPR Bentuk Mahkamah Kehormatan Dewan,” Artikel diakses Pada

10 November 2014 dari http://m.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/08/29/nb2h4q-dpr-

bentuk-mahkamah-kehormatan-dewan

56

Widya Victoria, “Hindari Bias Tiga Anggota Dewan Dari Luar,”, Artikel diakses

pada 18 Mei 2015 dari http://politik.rmol.co/read/2014/10/10/175321/Hindari-Bias,-

Tiga-Anggota-Mahkamah-Kehormatan-Dewan-dari-Luar-

Page 48: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

38

keterangan untuk penyidikan, semestinya penegak hukum tidak perlu meminta

izin pada siapapun. Menurut Rafly, kalau tidak merasa bersalah tidak usah ada

ketakutan dan kekhawatiran dengan membuat MKD.57

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil berpendapat bahwa birokratisasi

izin pemeriksaan anggota DPR yang terkandung dalam Pasal 245 UU MD3.

Sebab, pasal tersebut mengatur pemeriksaan anggota DPR harus atas izin

MKD. Ketentuan pemanggilan dan permintaan pemeriksaan anggota DPR

harus dengan seizin MKD khususnya berkaitan dengan tindak pidana

bertentangan dengan ketentuan konstitusi di mana setiap warga negara

memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.58

Bukan hanya menunjukan adanya sikap diskriminatif, ketentuan tersebut

berimplikasi pada pelaksanaan hukum yang berbelit bahkan memberi ruang

untuk menghilangkan alat bukti mengingat sulitnya memeriksa anggota DPR.

Ketentuan ini juga bertentangan dengan sikap independensi peradilan yang

meliputi keseluruhan proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan,

persidangan dan pelaksanaan hukuman. Lebih aneh lagi, aturan ini juga

diskriminatif karena tidak berlaku bagi DPD dan DPRD. Aturan ini semakin

menunjukkan cara berfikir koruptif dan represif anggota DPR.59

Penulis sendiri sangat setuju dengan pembentukan Mahkamah

Kehormatan Dewan tersebut, karena bertujuan untuk lebih mengoptimalkan

57

Majalah Detik 4-10 Agustus 2014

58

Erwin C Sihombing, “Diskriminatif Pembahasan RUU MD3 Layak Dihentikan,”

artikel diakses pada 18 Mei 2015 dari http://www.beritasatu.com/nasional/195457-

diskriminatif-pembahasan-ruu-md3-dianggap-layak-dihentikan.html

59

Ibid.

Page 49: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

39

kinerja dari anggota DPR. Selain itu kehadiran MKD juga untuk menjaga

martabat dan kehormatan dari anggota DPR sebagai wakil rakyat. Akan tetapi,

dengan adanya kewenangan yang tercantum dalam pasal 245 Undang-Undang

No 42 Tahun 2014 bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan untuk

penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana

harus mendapat izin tertulis dari MKD penulis tidak setuju, karena selain

dapat menghambat penegakan hukum, kewenangan tersebut menempatkan

anggota DPR menjadi seakan kebal hukum.

Pada intinya, proses penyusunan Undang-Undang bisa dibagi ke dalam

dua golongan besar, yaitu sosiologis dan yuridis. Dalam tahap sosiologis,

berlangsung proses-proses untuk mematangkan suatu masalah, sehingga bisa

masuk ke dalam agenda yuridis, sedangkan dalam tahap yuridis dilakukan

suatu perkerjaan yang benar-benar menyangkut perumusan suatu Undang-

Undang. Dalam perdebatan tersebut yang termasuk dalam tahap sosiologis

adalah pada perdebatan yang pertama, sedangkan yang termasuk tahap yuridis

adalah pada perdebatan kedua dan ketiga. Terlihat jelas dalam perdebatan di

atas bahwa komposisi anggota legislator sangat menentukan dalam

mengesahkan suatu undang-undang. Mengutip pandangan Satjipto Raharjo

bahwa komposisi keanggotaan legislator juga sangat mempengaruhi produk

hukum yang dihasilkan. Akibatnya, objektifitas dari semoboyan bahwa,

Undang-Undang berdiri di atas semua golongan hanya merupakan suatu cita-

Page 50: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

40

cita yang tidak akan datang dengan sendirinya, tapi harus terus

diperjuangkan.60

60

Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum… h. 130.

Page 51: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

41

BAB III

KEDUDUKAN HUKUM ANGGOTA DPR

A. Mahkamah Kehormatan Dewan

Anggota DPR menempati posisi dan peran sebagai perwakilan politik

yang bersifat “menyuarakan” kepentingan dan aspirasi mereka yang diwakili.

Ini berbeda dengan perwakilan politik yang dimainkan oleh pemerintah

terpilih (melalui pemilu) dalam suatu pemerintahan perwakilan yang

demokratis. Pemerintahan terpilih ditentukan oleh suara rakyat dalam suatu

proses pemilu menjalankan peran yang bersifat “memenuhi” kebutuhan dan

kehendak rakyat.

Tata pemerintahan demokratis meniscayakan hubungan fungsional yang

harus terjalin antara DPR dengan pemerintah terpilih, yakni: DPR

menyuarakan aspirasi dan kepentingan rakyat, pemerintah memenuhi

kehendak dan kebutuhan rakyat yang terpantulkan dari aspirasi dan

kepentingan yang disuarakan perwakilan politik, serta anggota DPR

mengawasi proses pemenuhan kehendak dan kebutuhan. Hubungan fungsional

seperti itu berlangsung secara berputar terus menerus yang disertai dengan

dinamika internal untuk koreksi, perbaikan dan penyempurnaan baik terhadap

dimensi proses maupun dimensi hasil dari hubungan tersebut. Kerangka kerja

seperti ini menempatkan anggota DPR dalam posisi primer yang memberikan

Page 52: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

42

input berupa tuntutan terhadap proses pembuatan kebijakan publik, dan dalam

posisi pengawasan pada tahap implementasi kebijakan publik.61

Berdasarkan Pasal 20A ayat (1) UUD 1945 menyatakan, DPR

merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga

negara, yang memiliki fungsi antara lain: legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Dengan demikian DPR memiliki fungsi politik yang strategis, yaitu sebagai

lembaga penentu kebijakan kenegaraan.62

Mengingat begitu pentingnya posisi dan peran dari anggota DPR sebagai

representasi rakyat belum menjamin bahwa kinerja dari anggota DPR sudah

optimal. Tak sedikit dari anggota DPR terjerat kasus hukum seperti, korupsi

dan melakukan tindak pidana, ditambah lagi dengan terlalu mudahnya anggota

DPR untuk menjadi saksi dalam kasus korupsi misalnya. Hal tersebut

membuat opini terhadap anggota DPR buruk. Hal tersebut juga diakui oleh

wakil Ketua Umum PPP Lukman Hakim Saifuddin, bahwa saat ini parlemen

sudah kehilangan kepercayaan rakyat. Karena itu, DPR hasil pemilu 2014

harus lebih baik dari pada sebelumnya.63

Oleh karena itu perbaikan

kompetensi wakil rakyat mutlak diperlukan perbaikan.

Salah satu bentuk perbaikan tersebut dapat dilihat dari dibentuknya alat

kelengkapan DPR yaitu Mahkamah Kehormatan Dewan, dalam Pasal 119 UU

61

Sebastian Salang, dkk,. Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan, (Jakarta:

Forum Sahabat, 2009), h. 195.

62

Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

UUD 1945, ( Jakarta: Kencana, 2010), h.193.

63

Tinjauan Kompas, Menatap Indonesia 2014 : Tantangan, Prospek Politik Dan

Ekonomi Indoneisa, (Jakarta:Buku Kompas, 2014), h. 131.

Page 53: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

43

No 42 Tahun 2014, menyatakan bahwa MKD dibentuk oleh DPR dan

merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. Pembentukan MKD

bertujuan menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR

sebagai lembaga perwakilan rakyat.

Terkait mengenai susunan dan keanggotaan MKD diatur dalam Pasal

120 UU 42 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa, DPR menetapkan susunan

dan keanggotaan MKD yang terdiri atas semua fraksi dengan memperhatikan

perimbangan dan pemerataan jumlah anggota setiap fraksi pada permulaan

keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota MKD berjumlah 17

(tujuh belas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna. Tata cara mengenai

pemilihan susunan keanggotaan diatur dalam Pasal 79 Peraturan DPR No 1

Tahun 2014 tentang Tata Tertib yang menyatakan Pimpinan DPR mengadakan

konsultasi dengan pimpinan Fraksi untuk menentukan komposisi keanggotaan

MKD dengan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. Apabila dalam

hal untuk mufakat tidak tercapai dalam penentuan komposisi keputusan

diambil berdasarkan keputusan terrbanyak dalam rapat paripurna. Kemudian

Fraksi mengusulkan nama anggota MKD kepada pimpinan DPR sesuai

dengan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota setiap Fraksi pada

permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Mengenai

penggantian anggota MKD dapat dilakukan oleh fraksinya apabila anggota

MKD yang bersangkutan berhalangan tetap atau ada pertimbangan lain dari

fraksinya.

Page 54: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

44

Terkait mengenai Pimpinan MKD diatur dalam Pasal 121 UU No 42

Tahun 2014 Pimpinan MKD merupakan satu kesatuan yang bersifat kolektif

dan kolegial. Pimpinan MKD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling

banyak 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MKD

dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan

prinsip musyawarah untuk mufakat. Setiap Fraksi dapat mengajukan 1 (satu)

orang bakal calon pimpinan MKD. Sedangkan apabila pemilihan pimpinan

MKD berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan

diambil berdasarkan suara terbanyak. Pemilihan pimpinan MKD dilakukan

dalam rapat MKD yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan

susunan dan keanggotaan MKD. Pimpinan MKD ditetapkan dengan

keputusan pimpinan DPR

Kemudian, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan

pimpinan MKD diatur dalam Peraturan DPR No 1 Tahun 2014 tentang Tata

Tertib yang tercantum dalam Pasal 80 yang menyatakan bahwa, Pimpinan

MKD merupakan salah satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan

kolegial. Pimpinan MKD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak

(dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MKD dalam satu

paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip

musyawarah untuk mufakat. Paket yang bersifat tetap berlaku untuk fraksi.

Setiap fraksi hanya boleh diwakili oleh 1 (satu) orang bakal calon

pimpinan MKD. Dalam mengusulkan paket bakal calon Pimpinan MKD dapat

Page 55: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

45

memperhatikan keterwakilan perempuan. Paket calon pimpinan MKD yang

bersifat tetap tersebut berlaku selama 5 (lima) tahun. Calon ketua dan wakil

ketua diusulkan dalam rapat MKD yang dipimpin oleh pimpinan DPR secara

tertulis oleh Fraksi dalam satu paket calon pimpinan MKD yang terdiri atas 1

(satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua dari fraksi yang berbeda

untuk ditetapkan sebagai paket calon pimpinan MKD dalam rapat MKD.

Pimpinan rapat MKD mengumumkan nama paket calon pimpinan MKD

dalam rapat MKD. Paket calon pimpinan MKD dipilih secara musyawarah

untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat MKD. Dalam hal musyawarah

untuk mufakat tidak tercapai, paket calon pimpinan MKD dipilih dengan

pemungutan suara. Setiap anggota MKD memilih satu paket calon pimpinan

MKD yang telah ditetapkan. Paket calon pimpinan MKD yang memperoleh

suara terbanyak ditetapkan sebagai ketua dan wakil ketua terpilih dalam rapat

MKD. Dalam hal hanya terdapat satu paket calon pimpinan MKD, pimpinan

rapat MKD langsung menetapkan menjadi pimpinan MKD. Pimpinan MKD

ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPR.

Selanjutnya, mengenai fungsi, tugas dan wewenang MKD tercantum

dalam Pasal 122 Undang-Undang 42 Tahun 2014 menyatakan bahwa, MKD

bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap

anggota karena; tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota DPR, tidak

dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap selama

3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan yang sah, tidak memenuhi syarat

Page 56: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

46

sebagai anggota DPR, melanggar ketentuan larangan sebagaimana yang diatur

dalam undang-undang ini. Selain tugas MKD melakukan evaluasi dan

penyempurnaan peraturan DPR tentang kode etik. MKD berwenang

memanggil pihak yang berkaitan dan melakukan kerja sama dengan lembaga

lain.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang MKD diatur

dalam Pasal 2 Peraturan DPR No 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Beracara

Mahkamah Kehormartan Dewan, yang menyatakan bahwa MKD bertugas

mengadakan sidang untuk menerima tindakan dan atau peristiwa yang patut

diduga dilakukan oleh anggota sebagai pelanggaran terhadap undang-undang

yang mengatur mengenai, MPR, DPR, DPR, DPRD serta mengatur mengenai

tata tertib dan kode etik. Selain itu, MKD bertugas menerima surat dari

penegak hukum tentang pemberitahuan dan atau pemanggilan dan atau

penyidikan kepada anggota atas dugaan melakukan tindak pidana. Meminta

keterangan dari pihak penegak hukum tentang pemberitahuan pemanggilan

dan pemeriksaan untuk penyidikan kepada anggota atas dugaan melakukan

tindak pidana. Namun tugas yang MKD yang paling pokok dalam

pembahasan ini adalah memberikan persetujuan atau tidak memberikan

persetujuan secara tertulis mengenai pemanggilan dan keterangan dari pihak

penegak hukum kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana

serta mendampingi penegak hukum dalam melakukan penggeledahan dan

penyitaan di tempat anggota yang diduga melakukan tindak pidana.

Page 57: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

47

Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, MKD berwenang untuk

menerbitkan surat edaran mengenai anjuran untuk menaati tata tertib serta

mencegah pelanggaran kode etik kepada seluruh anggota. Memantau perilaku

dan kehadiran anggota dalam rapat. Memberikan rekomendasi kepada pihak

terkait untuk mencegah terjadinya pelanggaran kode etik dan menjaga

martabat, kehormatan, citra, kredibilitas DPR. Melakukan tindak lanjut atas

dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota DPR. memanggil

dan memeriksa setiap orang yang terkait tindakan dan atau peristiwa yang

patut diduga dilakukan oleh anggota yang tidak melaksanakan salah satu

kewajiban atau lebih dan atau melanggar ketentuan sebagaiamana dimaksud

dalam peraturan DPR tentang Tata Tertib.

B. Kedudukan Hukum Anggota DPR Yang Diduga Melakukan Tindak

Pidana

Salah satu kewenangan MKD yang menjadi pokok pembahasan dalam

penulisan ini tercantum dalam Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang No 42

Tahun 2014 yaitu; Pemangggilan dan permintaan keterangan untuk

penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana

harus mendapatkan persetujuan tertulis dari MKD. Pada ayat (2) dalam hal

persetujuan tertulis sebagaimana yang dimaksud ayat (1) tidak diberikan oleh

MKD paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya

permohonan, pemanggilan, dan permintaan keterangan untuk penyidikan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan. Selanjutya, pada ayat

(3) menyatakan, ketentuan pada ayat (1) tidak berlaku apabila, tertangkap

Page 58: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

48

tangan melakukan tindak pidana, disangka melakukan tindak pidana yang

diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak

pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan

bukti permulaan yang cukup, atau disangka melakukan tindak pidana khusus.

Ketentuan dalam Pasal 245 Undang-Undang No 14 Tahun 2014 tersebut

tidak terlepas dari putusan Mahkamah konstitusi (MK) No 73/PUU-IX/2011,

dalam putusan tersebut MK menghapus syarat persetujuan tertulis dari

Presiden untuk memeriksa kepala daerah atau wakil kepala daerah dalam

tahap penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak

hukum. Keputusan tersebut dibacakan dalam sidang pembacaan uji materi

(judicial review) Pasal 36 Ayat (1) dan Pasal 36 Ayat (2) Undang-Undang No.

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.64

Putusan tersebut MK mengakui pentingnya menjaga wibawa dan

kehormatan seorang pejabat negara.65

Namun pengkhususan tersebut tidak

boleh sampai pada terhambatnya proses penegakan hukum. Terkait

64

Acha Muhamad Arsad, “Putusan MK No 73/PUU-IX/2011 Harapan Baruku,” artikel

diakses pada 23 Mei 2015 dari, http://hukum.kompasiana.com/2013/05/11/putusan-mk-

no-73puu-ix2011-harapan-baruku-558858.html

65 Pejabat negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara sebagaimana

dimaksudkan UUD 1945 dan pejabat negara yangb ditentukan oleh Undang-Undang. Pejabat

Negara terdiri dari; Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota MPR,

Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota BPK, Ketua, Wakil

Ketua dan Anggota Hakim Agung dan Hakim MK, Gubernur dan Wakil Gubernur,

Bupati/Walikota.

Page 59: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

49

pengkhususan tersebut menurut Bivitri Susanti ada dua pendekatan yang

relevan digunakan yaitu, Forum Priveligiatum dan Parlimentery Priviliges.66

Forum Privilegiatum adalah hak khusus yang dimiliki oleh pejabat-

pejabat tinggi untuk diadili oleh suatu pengadilan yang khusus atau tinggi dan

bukan oleh pengadilan negeri.67

Hak khusus ini mulai ada pada sekitar abad

ke-15 untuk bisa membawa pejabat-pejabat negara dan penguasa feodal pada

masa itu yang tidak mau dan sangat sulit untuk dibawa ke pengadilan karena

merasa kedudukannya lebih tinggi dari pengadilan. Hak khusus ini diadakan

untuk pejabat-pejabat tinggi negara agar bersedia masuk ke dalam ranah

pengadilan dan di sisi lainnya berguna untuk publik karena bisa membuat

penguasa bertanggung jawab di hadapan hukum. Di Belanda forum ini

dilaksanakan oleh Hoog Raad (Mahkamah Agung) sejak 1893.68

Pada perkembangannya, wewenang Hoog Raad ini kemudian dibawa

oleh pemerintahan kolonial ke Indonesia. Setelah kemerdekaan aturan ini

terus diadopsi dan dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Serikat 1949 (UUD RIS), maupun Undang-Undang Dasar

Sementara 1950 (UUDS). Pasal 106 UUDS 1950 menyatakan, Presiden,

Wakil Presiden, Menteri-Menteri, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota

Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Mahkamah Agung,

Jaksa Agung pada Mahkamah Agung, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota

66

Bivitri Susanti, Mahkamah Kehormatan Dewan Dalam Konteks Negara Hukum,

(Jakarta, Makalah, 9 Oktober 2014)

67

J. C. T. Simorangkir dkk, Kamus Hukum, (Jakarta: Aksara Baru, 1983), h. 62-63.

68

Bivitri Susanti, Mahkamah Kehormatan Dewan Dalam Konteks Negara Hukum,

(Jakarta: Makalah, 9 Oktober 2014), h. 3.

Page 60: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

50

Dewan Pengawas Keuangan, Presiden Bank Sirkulasi dan juga pegawai-

pegawai, Anggota-anggota Majelis-Majelis Tinggi, dan Pejabat-Pejabat lain

yang ditunjuk dengan undang-undang, diadili pada tingkat pertama dan

terakhir oleh Mahkamah Agung, begitu pun sesudah mereka berhenti,

berkaitan dengan kejahatan dan pelanggaran lain yang ditentukan dengan

undang-undang dan yang dilakukannya dalam masa pekerjaannya, kecuali jika

ditetapkan lain oleh undang-undang.”

Melihat Pasal 106 UUDS 1950 tersebut, Soepomo tidak menjelaskan

dari mana asal muasal pasal ini. Ia hanya menyatakan bahwa pasal-pasal

UUDS 1950 tersebut diambil dari Konstitusi RIS.69

Berdasarkan Pasal 106

UUDS 1950 mengenai Forum Privilegiatum ini, Menteri Negara Sultan

Hamid, Menteri Luar Negeri Ruslan Abdulgani, Menteri Kehakiman Djodi

Gondokusumo pernah diadili dengan mekanisme Forum Privilegiatum.70

Pada

dasarnya, Forum Privilegiatum seharusnya dapat dijadikan sebagai penjaga

gawang keadilan terhadap tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh

penguasa atau para pejabat negara, tetapi mempunyai kesulitan jika diadili

dengan pengadilan biasa.71

Namun pada perkembangan selanjutnya, Forum

Privilegiatum kembali tidak diberlakukan seiring dengan diberlakukannya

69

R. Soepomo, Undang-Undang Sementara Republik Indonesia Serikat, (Jakarta:

Noordhoff-koff, 1954)

70

Miftahul Huda, “Forum Privilegiatum,” artikel diakses pada 12 Mei 2015 dari

http://www.miftakhulhuda.com/2010/01/forum-previlegiatum.html

71

Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2011), h. 7.

Page 61: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

51

kembali pada UUD 1945 pada tahun 1959 karena dianggap tidak sesuai

dengan semangat UUD 1945. 72

Pendekatan kedua dengan menggunakan konsep Parliamentary

Privileges, dalam konsep Parliamentary Privileges yang biasa diterapkan

parlemen Inggris dan Amerika Serikat mempunyai dua tujuan. Pertama,

memberikan imunitas bagi anggota lembaga perwakilan agar tidak dapat

dituntut secara perdata di muka hukum karena apa yang dinyatakannya dalam

sidang. Tanpa hak imunitas, legislator dapat merasa tidak bebas dalam

mengemukakan pendapat dan mendorong perbaikan bagi konstituennya

karena selalu terancam digugat secara hukum oleh lawan-lawan politiknya.

Esensi kebebasan berbicara inilah satu-satunya alasan yang membuat

legislator seakan-akan kebal hukum. Namun mereka tidak sepenuhnya kebal

hukum. mereka hanya tidak bisa dihukum atas apa yang diucapkannya di

dalam sidang. Namun di luar kapasitas semua sebagai wakil rakyat, legislator

tetap sebagai warga negara biasa. Karena itulah, keistimewaan Parliamentary

Privileges ataupun hak imunitas hanya berlaku gugatan perdata, khususnya

untuk masalah pencemaran nama baik. Kemudian, untuk membatasi

kebebasan berbicara tersebut, dibuat pula perangkat peraturan sidang

mengenai bahasa yang tidak dapat digunakan di dalam sidang parlemen.

Kedua, efektifitas kerja mereka sebagai anggota dewan, bentuknya adalah

perlindungan bagi anggota dewan untuk ditahan di dalam kasus perdata

72

Sebastian Pompe, The Indonesian Supreme Court: A Study of institutional Collapse

(Ithaca, Cornell University,Press 2005), mengutip S.Mertukosumo, Sejarah Peradilan dan

Perundang-undangan Sejak 1942 dn Apa Kemanfaatan Bagi Kita Bangsa

Indonesia,(Bandung:Kilatmaju,1971)

Page 62: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

52

selama masa sidang. Hal yang terpenting dari konsep Parliamentary

Privileges, tidak ada pengecualian sama sekali bagi mereka yang melanggar

perkara-perkara pidana.

Namun pada dasarnya pejabat negara memiliki hak istimewa yang

melekat dalam jabatan yang dimilikinya yaitu hak kekebalan hukum,

khususnya untuk kasus hukum yang masih memerlukan penyidikan

pembuktian.73

Hak kekebalan hukum merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari atribut jabatan petinggi negara untuk menghindari diri dari

konspirasi kejahatan terselubung. Oleh sebab itu, persoalan hak imunitas ini

menjadi suatu perdebatan panjang yang patut untuk diperhatikan oleh pembuat

undang-undang secara logis-rasional, untung-rugi serta baik buruknya karena

ada niat pejabat negara memproteksi diri dari tindakan ancaman hukuman atau

dengan kata lain, bersembunyi dibalik hukum untuk melepaskan diri dari

perbuatan kejahatan.

Hak kekebalan hukum merupakan sesuatu yang sangat sensitif karena

jika hak itu hanya memproteksi kepentingan politik, akan menimbulkan

berbagai macam preseden negatif publik bahwa DPR sengaja, menciptakan

tipologi hukum yang subjektif individualistik hanya untuk menggerogoti dan

membohongi rakyat, tetapi bertujuan untuk meluputkan diri mereka dari jerat

hukum dan bertindak sewenang-wenang karena diberikan wewenang otoritas

73

Hendaramin Ranadireksa, Aristektur Konstitusi Demokratik, (Bandung: Fokus

Media, 2007), h. 283.

Page 63: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

53

oleh hukum yang dibuatnya sendiri.74

Secara konstitusional hak imunitas

DPR, telah diatur keberadaanya dalam Pasal 20A ayat (3) UUD 1945, yang

menyakan bahwa selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain UUD ini, DPR

mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat

serta hak imunitas.75

Lalu bagaimana mekanisme yang harus dilakukan dalam menghadapi

anggota DPR ketika ada anggota DPR yang terkena kasus pidana yang

memerlukan klarifikasi dan penyelesaian hukum serta bagaimana kedudukan

hukum anggota DPR tersebut? Dalam Peraturan DPR RI No 2 Tahun 2015

tentang Tata Cara Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan menjelaskan

mengenai mekanime pemberian persetujuan tertulis terhadap pemeriksaan dan

pemanggilan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan

tindak pidana. Terkait dengan mekanisme pemberian persetujuan ini terdapat

2 (dua) cara. Pertama, terkait dengan pemanggilan dan permintaan

keterangan kepada anggota dewan yang diduga melakukan tindak pidana yang

berhubungan dengan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR. Dalam

Pasal 72 Peraturan DPR Tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan

Dewan menyatakan bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan kepada

anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana yang berhubungan

74

H. F. Abraham Amos, Katastropi Hukum & Quo Vadis Sistem Peradilan Indonesia.

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.178.

75

Ahmad Aulawi, Perspektif Pelaksanaan Hak Imunitas Anggota Parlemen dan

Pelaksanaan di Beberapa Negara, ( Jurnal Rechtsvinding, Media Pembinaan Hukum

Nasional)

Page 64: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

54

dengan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya harus mendapatkan

persetujuan tertulis MKD.

Kemudian MKD menerima surat dari pihak penegak hukum tentang

pemberitahuan, pemanggilan, dan atau penyidikan kepada angggota atas

dugaan melakukan tindak pidana, yang berhubungan dengan pelaksanaan

fungsi, tugas, dan wewenangnya. Setiap anggota yang mendapat surat

pemanggilan dapat memberitahukan kepada MKD tentang isi pemanggilan

dari pihak penegak hukum. Berkaitan dengan hal tersebut, MKD harus

memproses dan memberikan putusan atas surat permohonan pemanggilan

tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah

diterimanya permohonan persetujuan pemanggilan tersebut.

Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, MKD dapat meminta

keterangan dari pihak penegak hukum tentang pemberitahuan, pemanggilan,

dan atau penyidikan kepada anggota atas dugaan melakukan tindak pidana,

yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya.

Kemudian dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut MKD dapat

meminta keterangan dari anggota yang diduga melakukan tindak pidana.

Apabila MKD tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan anggota, surat

pemanggilan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum tetap atau batal demi

hukum. Sedangkan apabila MKD memutuskan memberikan persetujuan

tertulis atas pemanggilan anggota, MKD menerima surat pemberitahuan

penggeledahan dan penyitaan dari penegak hukum. Dalam melakukan

Page 65: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

55

penggeledahan dan penyitaan ditempat anggota diduga melakukan tindak

pidana, penegak hukum didampingi oleh MKD.

Kedua, mekanime pemberian persetujuan tertulis terhadap

pemeriksaan dan pemanggilan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang

diduga melakukan tindak pidana diatur dalam Pasal 73 menyatakan

pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota yang diduga

melakukan tindak pidana yang tidak berhubungan dengan pelaksanaan tugas

dan wewenangnya harus mendapat persetujuan tertulis dari MKD. Kemudian

MKD menerima surat dari pihak penegak hukum tentang pemberitahuan,

pemanggilan, dan atau penyidikan kepada anggota atas dugaan melakukan

tindak pidana yang tidak berhubungan dengan pelaksanaan fungsi, tugas, dan

wewenangnya.

Setiap anggota yang mendapat surat pemanggilan dapat memberitahukan

kepada MKD tentang isi pemanggilan tersebut. Selanjutnya, dalam hal

persetujuan tertulis tidak diberikan oleh MKD paling lama 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak diterimanya permohonan, pemanggilan dan permintaan

keterangan untuk penyidikan dapat dilakukan. Dalam jangka waktu 30 (tiga

puluh) hari MKD dapat meminta keterangan dari pihak penegak hukum

tentang pemberitahuan, pemanggilan, dan atau penyidikan kepada anggota

atas dugaan melakukan tindak pidana. Dalam jangka waktu tersebut MKD

dapat meminta keterangan dari anggota yang diduga melakukan tindak pidana

yang tidak berhubungan dengan pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya.

Page 66: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

56

Dalam hal MKD memutuskan tidak memberikan persetujuan tertulis atas

pemanggilan anggota, surat pemanggilan tidak memiliki kekuatan hukum

tetap atau batal demi hukum. Sedangkan apabila MKD memutuskan untuk

memberikan persetujuan atas pemanggilan anggota, MKD menerima surat

pemberitahuan penggeledahan dan penyitaan dari penegak hukum.

Selanjutnya, MKD mendampingi penegak hukum dalam melakukan

penggeledahan dan penyitaan di tempat anggota diduga melakukan tindak

pidana.

Ketentuan mengenai persetujuan tertulis mengenai permintaan

keterangan untuk penyidikan tidak berlaku jika anggota tertangkap tangan

melakukan tindak pidana, disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang

diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak

pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan

bukti permulaan yang cukup, atau disangka melakukan tindak pidana khusus.

Pada proses selanjutnya adalah bagaimana kedudukan hukum anggota

DPR tersebut? Ada prosedur tertentu yang harus dilalui. Tindakan yang harus

dilakukan ketika anggota DPR dicurigai atau diduga melakukan sesuatu yang

tidak terpuji yang tidak sesuai dengan martabat jabatan, adalah yang

bersangkutan harus melepaskan jabatannya terlebih dahulu. Tujuan pelepasan

jabatan adalah untuk menempatkan Anggota DPR tersebut sebagai warga

negara biasa. Dalam kedudukannya sebagai warga negara itulah proses bisa

dilakukan.76

76

Hendaramin Ranadireksa, Aristektur Konstitus… h. 284.

Page 67: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

57

Namun di dalam UU No 42 Tahun 2014 tidak mengatur mengenai

kedudukan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sebagaimana

yang dimaksud di dalam Pasal 245. Dalam arti bahwa kedudukan anggota

DPR yang diduga melakukan tindak pidana masih aktif menjadi anggota.

Akan tetapi dalam UU No 42 Tahun 2014 mengatur mengenai pelepasan

jabatan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 244, anggota DPR

diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dalam perkara tindak

pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)

tahun, atau menjadi terdakwa dalam perkara pidana khusus. Kemudian dalam

hal anggota DPR dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak

pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap, anggota DPR bersangkutan diberhentikan sebagai anggota DPR.

Sedangkan apabila dalam hal anggota DPR dinyatakan tidak terbukti

melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPR yang bersangkutan

diaktifkan.

Mengenai tata cara pemberhentian sementara diatur dalam Pasal 68

Peraturan DPR No 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah

Kehormatan Dewan, bahwa, Pimpinan MKD memberitahukan kepada

Pimpinan DPR tentang adanya Anggota yang menjadi terdakwa dalam perkara

pidana umum yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih

atau menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus. Kemudian

Pimpinan DPR mengirimkan surat untuk meminta status seorang anggota

Page 68: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

58

yang menjadi terdakwa dalam perkara pidana dari pejabat yang berwenang,

baik dengan adanya pemberitahuan maupun tanpa adanya pemberitahuan dari

pimpinan MKD. Selanjutnya, Pimpinan DPR setelah menerima surat

keterangan mengenai status seorang anggota tersebut kemudian diteruskan

kepada MKD.

Setelah Pimpinan DPR menyerahkan kepada MKD, kemudian

melakukan pemeriksaan mengenai status anggota tersebut dan diambil

putusan. Dalam hal terkait Putusan status anggota oleh MKD tersebut

selanjutnya dilaporkan kepada rapat paripurna untuk mendapat penetapan

pemberhentian sementara dan disampaikan kepada partai politik anggota yang

bersangkutan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditetapkan dalam rapat

paripurna. Meskipun anggota diberhentikan sementara, anggota tersebut tetap

mendapat hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Menurut pandangan penulis seharusnya anggota DPR yang

diberhentikan sementara dicabut hak keuangannya sebagai konsekuensi dari

pemberhentian sementara tersebut.

Page 69: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

59

BAB IV

PEMBERIAN IZIN PENYIDIKAN OLEH MAHKAMAH

KEHORMATAN DEWAN TERHADAP ANGGOTA DPR DITINJAU

DARI KONTEKS NEGARA HUKUM

A. Kedudukan Hukum Anggota DPR yang Diduga Melakukan Tindak

Pidana Ditinjau Dari Asas Persamaan Di Depan Hukum

Sebagai negara hukum yang telah menentukan Pancasila sebagai falsafah

dan UUD 1945 sebagai dasar negara, maka semua aturan kenegaraan harus

bersumber atau dijiwai oleh Pancasila dan UUD 1945. Dasar keberadaan

Undang-Undang No 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, bahwa

UUD 1945 mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

adalah negara berkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya menganut

prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan. Untuk melaksanakan prinsip tersebut perlu

diwujudkan lembaga perwakilan rakyat yang mampu mengaplikasikan nilai-

nilai demokrasi serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat

agar sesuai dengan tuntutan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga tinggi negara dalam

sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat

dan pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Perubahan terhadap

Page 70: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

60

UUD 1945, khususnya Pasal 20 ayat (1) dimaksudkan untuk memperkuat

DPR sebagai lembaga legislatif. Pergeseran kekuasaan membentuk undang-

undang dari Presiden kepada DPR merupakan langkah konstitusional untuk

memosisikkan fungsi lembaga negara secara tepat serta sesuai dengan bidang

tugas masing-masing. Pergeseran kekuasan untuk membentuk undang-undang

tersebut pada hakekatnya merepresentasikan pendekatan pemisahan kekuasaan

(saparation of power).

Namun pada sisi yang lain, peliknya hubungan hukum dengan

kekuasaan terletak pada relasi dilematis. Di satu pihak, hukum harus

mendasari kekuasaan sementara di pihak lain, kekuasaan itu pula yang

menciptakan hukum.77

Filsafat hukum memang mengajarkan adanya rechtside

yaitu cita hukum yang harus membimbing arah perumusan norma-norma

hukum. Cita hukum Indonesia ialah Pancasila sebagaimana terkandung dalam

UUD 1945. Salah satu norma paling mendasar di dalam cita hukum itu ialah

cita tentang keadilan. Artinya, hukum yang diciptakan haruslah hukum yang

adil bagi semua pihak.

Celakanya, di bidang hukum tata negara, unsur ketidakadilan dengan

mudah akan menyelinap, entah sengaja atau tidak. Kekuasaan yang

menciptakan hukum justru tidak sepenuhnya dapat menghindar dari upaya

mempertahankan kepentingan diri, entah kepentingan status quo atau

kepentingan legitimasi kekuasaan.

77

Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, Komplikasi Masalah

Konstitusi, Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian, (Jakarta:Gema Insani Press, 1996), h.

91.

Page 71: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

61

Masalahnya, terdapat berbagai unsur dalam peraturan perundang-

undangan itu yang kurang mencerminkan asas-asas keadilan yang terkandung

oleh rechtside dan kurang mampu mengimplementasikan jiwa dan semangat

demokratis yang diamanatkan oleh pasal-pasal UUD 1945. Menurut R.W.M.

Dias dalam bukunya “Jurisprudence” secara umum keadilan itu didasarkan

pada pengertian equality (persamaan).78

Dalam konteks inilah, ditemukan

berbagai sorotan tajam terhadap berbagai peraturan perundang-undangan di

bidang ketatanegaraan, seperti Undang-Undang No 42 Tahun 2014 tentang

MD3.

Dalam konteks kekinian pada Pasal 245 UU No 42 Tahun 2014 tentang

MD3 terdapat satu hal pokok mengenai pemangggilan dan permintaan

keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan

tindak pidana harus mendapatkan persetujuan tertulis dari MKD. Berkaitan

bahwa Indonesia sebagai negara hukum, lalu bagaimana persetujuan tertulis

terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana tersebut ditinjau

dari asas persamaan di depan hukum.

Asas persamaaan di depan hukum atau equality before the law adalah

salah satu unsur dari negara hukum atau rule of law. Unsur ini juga merupakan

salah satu upaya perlindungan hak asasi, karena itu warga negara diberi

78

Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, (Jakarta:

Kencana, 2011), h. 102.

Page 72: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

62

kedudukan yang sama di depan hukum.79

Jadi subyek hukum warga negara

mendapat tempat yang sama sebagai pendukung hak dan kewajiban. Secara

limitatif bahwa asas ini menghendaki adanya perlakuan yang sama antara

orang yang satu dengan seorang lainnya (yang sama-sama sedang berada

dalam proses peradilan pidana) dengan mengenyampingkan berbagai faktor

yang ada pada orang-orang tersebut, sehingga proses hukum tersebut dapat

berlangsung secara adil.

Equality berasal dari bahasa Inggris dengan dasar kata equal. Kata Equal

sendiri menurut Consice Oxford Dictionary diartikan sebagai “being the same

in quantity, size, degree, value or status, terjemahan bebasnya “sama dalam

jumlah, ukuran, derajat nilai, atau status (kedudukan).80

Istilah equality before

the law ini merupakan istilah yang lazim digunakan dalam hukum tata negara,

sebab hampir setiap negara mencantumkan ini dalam konstitusinya. Alasan

mencantumkan equality before the law dalam suatu konstitusi karena hal ini

merupakan norma hukum yang melindungi hak-hak asasi warga negara.

Persamaan di depan hukum bagi setiap warga negara di Indonesia

merupakan cita hukum dalam mewujudkan keadilan satu pihak dan dilain

pihak sebagai sistem norma hukum. Dalam Pasal-Pasal yang tercantum di

UUD 1945, baik yang mengenai warga negara maupun mengenai seluruh

penduduk, memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun negara yang

79

Azhari, Negara Hukum Indonesia-Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-

Unsurnya, ( Jakarta:UI-Press 1995), h. 131. 80

Concise Oxford Dictionary-Tenth Edition, OXFORD UNIVERSITY PRESS,

Software Aplication.

Page 73: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

63

bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia.

Kesetaraan kedudukan berarti menempatkan warga negara mendapatkan

perlakuan yang sama di depan hukum. Sehingga dengan kedudukan yang

setara, maka warga negara saat berhadapan dengan hukum tidak ada yang

berada di atas maupun di bawah hukum. No man above the law dapat diartikan

tidak ada keistimewaan yang diberikan oleh hukum pada orang-orang tertentu

sebagai subjek hukum.

Persamaan di depan hukum menjadi jaminan untuk mencapai keadilan

(baca, hukum.-pen), tanpa pihak yang bisa lepas dari hukum ketika melakukan

terlibat dalam proses penegakan hukum. Jaminan perlindungan hukum tersirat

dalam prinsip equality before the law, yaitu ada jaminan mendapat perlakuan

yang sama tetapi juga jaminan bahwa hukum tidak akan memberikan

keistimewaan subjek hukum lain. Karena kalau terjadi demikian maka dapat

melanggar prinsip persamaan di depan hukum dan mendorong terciptanya

diskriminasi di depan hukum.

Namun demikian, hak persamaan di depan hukum ini tidak bersifat

absolut dan dapat dibatasi berdasar atas pembatasan yang sah misalnya,

pembatasan dalam periode waktu tertentu, peraturan terkait anak, orang

dengan keterbatasan mental ataupun imunitas parlemen. Oleh karena itu dapat

dinyatakan bahwa imunitas parlemen dapat masih diperkenankan dan bukan

Page 74: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

64

merupakan penyimpangan dari prinsip kesetaraan didepan hukum asalkan

berdasarkan pada hukum.

Pertanyaannya adalah apakah Pasal 245 Undang-Undang No 42 Tahun

2014 dibentuk untuk menjaga hak imunitas DPR? Pada dasarnya secara

hukum, hak imunitas DPR diatur dalam Pasal 224 Undang-Undang No

42Tahun 2014. Dengan begitu dapat dipastikan bahwa Pasal 245 bukan hak

imunitas anggota DPR. Menjadi rancu dan patut dipertanyakan apabila ada

konsep perlindungan lain terhadap anggota DPR agar tidak diperlakukan

secara sembrono dan sewenang-wenang, padahal perlindungan tersebut sudah

diatur dalam bentuk hak imunitas untuk anggota DPR yang secara khusus

telah dijamin dalam Pasal 224 UU MD3.

Dengan melihat ketentuan Pasal 245 Undang-Undang No 42 Tahun 2014

bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap

anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat

persetujuan tertulis dari MKD sesungguhnya tidak sesuai dengan prinsip

persamaan di depan hukum. Maka dari itu anggota DPR dalam hal

penegakkan hukum mestinya diperlakukan sama seperti warga lainnya. Tidak

ada alasan yang rasional yang memberikan landasan argumentasi bahwa harus

ada tahapan khusus berupa persetujuan tertulis oleh MKD tersebut bagi suatu

pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan bagi anggota

dewan. Kehormatan anggota dewan sebagai wakil rakyat tidak diukur dengan

memberikan keistimewaan dalam proses penegakkan hukum. Justru

Page 75: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

65

semestinya sebagai wakil rakyat anggota dewan harus memberikan contoh

bagi rakyat dalam menjungjung tinggi hukum, berkomitmen dalam

penegakkan hukum yang adil tanpa diskriminatif.

Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya bahwa hukum

atau peraturan perundang-undangan harus adil, namun nyatanya seringkali

tidak. Keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang

hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkannya merupakan

proses dinamis yang memakan waktu, upaya ini didominasi oleh kekuatan-

kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum tatanan politik untuk

mengaktualisasikannya. Ketidaksetaraan dalam proses penegakan hukum

merupakan ketidakadilan. Jika kita memulai dari premis bahwa secara umum

orang seharusnya satu sama lain, bahwa mereka harus setara di muka hukum,

maka pertanyaan kesetaraan itu sendiri otomatis teralihkan ke ranah politik.

Karena jelas bahwa yang tidak kalah pentingnya adalah siapa yang membuat

hukum. Problematika keadilan yang memutuskan apa yang setara dan apa

yang tidak setara baru dapat diselesaikan jika dinyatakan bahwa

penyelenggara negara terdapat sejumlah orang yang bertanggung jawab dan

bersungguh-sungguh berupaya menemukan kompromi antara kepentingan

yang bertentangan.

Maka tak ayal lagi jika tipologi hukum seperti itu akan membahayakan

eksistensi kehidupan sosial karena tampak jelas hukum dibuat secara berat

sebelah dan memberikan peluang seluas-luasnya pada anggota DPR untuk

Page 76: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

66

melakukan hal apapun yang dikehendakinya. Jika ini terus dipertahankan

sebagai legitimasi konstitusi yang berpihak pada anggota DPR dan

mengabaikan hak asasi rakyat dapat menimbulkan berbagai kompleksitas

konflik kepentingan sosial.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas, apapun alasannya tentang

tindakan pembenaran diri sendiri dengan alasan jabatan publik, hal tersebut

merupakan suatu hal yang tidak mendidik karena demokratisasi dan

persamaan didepan hukum merupakan suatu rumusan hukum universal yang

tidak membeda-bedakan harkat martabat manusia. Siapa pun yang melakukan

pelanggaran wajib dijatuhi hukuman setimpal dengan apa yang dilakukannya.

Dengan demikian, sebaiknya kita tidak perlu menciptakan kamuflase hukum

serupa itu untuk mencari perlindungan dari hukum.

Dengan begitu, ketentuan dalam Pasal 245 UU MD3 bukan

keistimewaan untuk melindungi hak imunitas anggota DPR dalam

berpendapat dan berbicara, melainkan bentuk perlindungan terhadap kejahatan

dengan memanfaatkan jabatan publik yang bersifat diskriminatif karena tidak

didasari alasan hukum yang jelas. Hukum tidak boleh hanya menjamin

kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan harus menjamin

kepentingan keadilan bagi semua warga negara.

Page 77: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

67

B. Kedudukan Hukum Anggota DPR yang Diduga Melakukan Tindak

Pidana Ditinjau Dari Asas Independensi Peradilan

Sehubungan dengan upaya menegakkan persamaan di depan hukum

diperlukan pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Kekuasaan di bidang peradilan harus merupakan kekuasaan yang mandiri,

kekuasaan yang bebas dan tidak memihak. Kemandirian peradilan merupakan

syarat mutlak tegaknya negara hukum. Independensi lembaga peradilan

merupakan salah satu pilar penting dalam negara hukum karena bagaimanapun

faktor eksternal kemadirian aparatur dan lemabaga peradilan menjadi bagian

yang tidak terpisahkan dari penilaian masyarakat. Dalam melaksanakan

fungsinya, kekuasaan peradilan tidak bisa dicampuri dan atau diintervensi oleh

lembaga apapun.

Sejak awal kemerdekaan, para pendiri negara kesatuan Republik

Indonesia telah memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan lembaga

peradilan yang bebas dan merdeka. Hal ini terlihat dalam penjelasan Pasal 24

UUD 1945, bahwa kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka,

artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Karenanya bagi

Indonesia, keberadaan lembaga peradilan yang bebas adalah mutlak penting.

Melihat pada ketentuan konstitusi tersebut, kita sudah sepantasnya

menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada para pendiri bangsa ini yang

memiliki pandangan yang jauh ke depan melebihi zamannya, yang meletakkan

dasar-dasar negara hukum dalam konstitusi Republik Indonesia. Sebagai

Page 78: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

68

negara berdasarkan hukum maka menjadi syarat fundamental bahwa peradilan

harus merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri atau mandiri, lepas dan

terpisah dari kekuasaan pemerintah. Peradilan yang mandiri merupakan salah

satu sendi tegaknya paham negara berdasarkan konstitusi yang menghendaki

agar kekuasaan negara dibatasi.

Bahwa dengan melihat ketentuan Pasal 245 UU MD3 yang telah

mengisyaratkan adanya permintaan izin tertulis bagi aparat penegak hukum

yang hendak melakukan pemanggilan dan permintaan keterangan untuk

penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana

kepada MKD. Apabila dalam hal persetujuan tertulis tidak diberikan oleh

MKD paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya

permohonan pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan baru

dapat dilakukan. Dalam Pasal 245 tersebut terdapat beberapa unsur yang

mengandung nilai yang bertentangan dengan prinsip negara hukum dan

kekuasaan kehakiman yang merdeka, yaitu adanya ketentuan permintaan izin

tertulis kepada MKD, posisi MKD itu sediri, dan ketentuan waktu 30 hari

untuk menungggu apabila tidak ada izin tertulis yang dikeluarkan oleh MKD.

Adanya persyaratan izin dari MKD, terlepas dari soal batas waktu dan

pengecualian, sesungguhnya merupakan bentuk intervensi kekuasaan

kehakiman. Sebab proses penyelidikan dan penyidikan berupa pemanggilan

dan permintaan keterangan dari tersangka merupakan bagian tidak terpisahkan

dari kekuasaan kehakiman. Selain itu Mahkamah Konstitusi memutuskan

Page 79: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

69

dalam putusan No 73/PUU-IX/2011 bahwa, dengan adanya syarat persetujuan

tertulis dari Presiden untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, akan

menghambat percepatan proses peradilan dan secara tidak langsung

mengintervensi sistem penegakan keadilan.

Jika kita melihat latar belakang diberlakukannya prosedur izin

penyidikan sebelum memeriksa pejabat negara ialah dalam rangka melindungi

harkat, martabat dan wibawa pejabat negara dan lembaga negara agar

diperlakukan secara hati-hati, cermat dan tidak sembrono serta tidak

sewenang-wenang. Rasionalisasinya karena pejabat negara dan lembaga

negara itu merupakan personifikasi dari sebuah negara.

Bahkan dalam masa lalu dikenal forum privilegiatum yaitu hak khusus

yang diberikan untuk pejabat-pejabat negara tertentu agar dapat menjalani

proses hukum secara cepat dan tepat sehingga prosesnya hanya ada di satu

tingkatan dan langsung bersifat final dan mengikat. Dari segi prosesnya, persis

dengan yang dilaksanakan oleh Mahkamah Konstitusi. Untuk menjamin

integritas proses cepat tersebut, hak khusus ini biasanya dilakukan di

pengadilan tertinggi (Mahkamah Agung) dan proses penyidikan dan

penuntutannya pun dilakukan secara khusus. Dalam catatan sejarah forum

previlegiatum yang sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya, mengapa forum

previlegiatum ditinggalkan karena tidak sesuai dengan asas-asas dalam sistem

peradilan pidana yang terus berkembang seperti; (i) asas persamaan di depan

hukum, karena di dalam prosedur izin terkandung perlindungan hukum bagi

Page 80: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

70

pejabat negara yang tidak dimiliki oleh warga negara biasa, (ii) asas peradilan

cepat sederhana dan biaya ringan, sehingga secara tidak langsung

membutuhkan waktu yang lama dan melalui birokraasi yang panjang,

sehingga secara tidak langsung membutuhkan waktu dan biaya operasional

untuk mengurusnya, (iii) asas independensi peradilan, karena prosedur izin

secara tidak langsung dapat dijadikan alat intervensi terhadap penanganan

perkara pidana yang dilakukan penegak hukum atau bahkan sebagai

perlindungan terhadap perbuatan pidana.

Dengan demikian, yang harus menjadi catatan penting adalah bahwa

forum privilegiatum yang ideal adalah justru memberikan kekhususan bagi

pejabat negara dengan prosedur peradilan pidana yang dipercepat, terbuka dan

dapat dipertanggungjawabkan. Dengan begitu, pejabat negara tetap dapat

menjalankan tugasnya degan baik tanpa melanggar prinsip persamaan di

depan hukum dan tidak mengintervensi pengadilan dengan menghambat

prosedur peradilan.

Mahkamah Kehormatan Dewan sebagai lembaga etik merupakan

instrument lembaga di DPR untuk mengatur dan mengawasi disiplin dan etika

anggota DPR dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Oleh karena

anggota DPR merupakan pelaksana kedaulatan rakyat yang menjalankan

fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan terhadap eksekutif, maka agar tidak

disalahgunakan kewenangannya, kedudukan sebagai anggota DPR

memerlukan pengawasan oleh lembaga etik.

Page 81: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

71

Apabila menelaah UU No 42 Tahun 2014 dapat dilihat bahwa MKD

merupakan alat kelengkapan DPR. Dari segi struktur MKD juga bukan

merupakan struktur yang lebih tinggi dari alat kelengkapan DPR lainnya.

Selain itu MKD diisi pula oleh anggota DPR sendiri yang sejajar secara

struktur dengan anggota DPR lainnya.

Dengan melihat dari kelembagaan MKD maka dapat dipastikan bahwa

MKD bukan merupakan bagian dari sistem peradilan pidana. Dengan alasan

bahwa MKD adalah lembaga etik, yang mana anggotanya memiliki

kedudukan yang sejajar dengan anggota DPR lainnya untuk melakukan

penyelidikan dan verivikasi atas pengaduan terhadap anggota DPR, maka bisa

dipastikan akan ada perbenturan kepentingan dan pemeriksaan yang tidak

independen dan bebas, sebab didasarkan atas petimbangan subjektif, etis

politis, bukan atas dasar penegakan hukum.

Prosedur pemberian izin oleh MKD dalam melakukan pemeriksaan

anggota DPR justru merupakan salah satu hambatan dalam proses penegakan

hukum karena proses penyidikan menjadi terhambat karena menunggu

keluarnya izin pemeriksaan. Bahkan, izin tertulis yang diminta dapat tidak

diberikan jawaban, yaitu apakah disetujui atau ditolak, sehingga penanganan

perkaranya menjadi tidak jelas dan terkatung-katung setidaknya selama 30

hari sebagaimana dalam Pasal 245 ayat (2) UU MD3.

Seharusnya, setiap tindakan yang melampaui wewenang harus dapat

dikendalikan dan dipulihkan. Hanya peradilan yang mandiri yang menegakkan

Page 82: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

72

aturan dan keadilan dalam rangka mengendalikan tindakan negara atau

pemerintah yang melampaui wewenang atau tidak sesuai dengan tertib hukum

yang berlaku. Kebutuhan akan peradilan yang mandiri ini merupakan suatu

kebutuhan yang penting, sebab peradilan sebagai benteng terakhir bagi para

pencari keadilan dan sebagai tiang teras landasan negara hukum harus tegak

dan kokohnya ditengah-tengah masyarakat.

C. Harmonisasi dan Sinkronisasi Pasal 245 Undang-Undang No 42 Tahun

2014 Dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya.

Dalam sistem hukum di Indonesia, terdapat jenis dan hierarki peraturan

perundang-undangan, yaitu Konstitusi atau UUD 1945 berada pada urutan

paling atas. Selain konstitusi, berturut-turut secara hierarki adalah Undang-

Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Peraturan perundang-

undangan tersebut tersusun dalam bertingkat, dimana peraturan yang lebih

tinggi lebih kuat dibandingkan dengan peraturan yang lebih rendah. Peraturan

yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih

tinggi.

Peraturan yang lebih tinggi merupakan sumber dari peraturan yang lebih

rendah. Apabila terjadi pertentangan antara peraturan yang lebih rendah dan

yang lebih tinggi maka peraturan yang lebih rendah tidak dapat berlaku lagi.

Prinsip ini dimaksudkan agar tidak terjadi pertentangan antara peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah dengan peraturan yang lebih tinggi

Page 83: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

73

sehingga tercapai harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan

secara vertikal.

Disamping harmonisasi dan sinkronisasi secara vertikal, diperlukan pula

harmonisasi secara horizontal, yaitu harmonisasi dan sinkronisasi antara

peraturan perundang-undangan yang berada pada tinggkat yang sama.

Harmonisasi dan Sinkronisasi ini sangat penting agar tidak terjadi tumpang

tindih pengaturan atau kekosongan hukum yang berdampak pada efektifitas

pelaksanaan suatu undang-undang. Peraturan perundang-undangan terkait

dengan Pasal 245 Undang-Undang No 42 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR,

DPD, DPRD pada saat ini tersebar dalam beberapa peraturan perundang-

undangan, yaitu:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

2. Undang-Undang No 12 Tahun 2005 Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.

1. Undang-Undang Dasar 1945

Perkembangan suatu lembaga negara tidak dapat dipisahkan dari alur

sejarah kehidupan ketatanegaraan itu sendiri. Demikian pula

perkembangan suatu lembaga politik jelas tidak dapat dipisahkan dari

sejarah perkembangan politik yang bersangkutan. Salah satu tuntutan

reformasi 1998 adalah dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945.

Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena masa

Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR, bukan di tangan rakyat.

Tujuan amandemen UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan

Page 84: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

74

dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, perlindungan hak asasi

manusia, pembagian kekuasaan, eksistensi negara dengan perkembangan

aspirasi dan kebutuhan bangsa.

Dalam UUD 1945 unsur persamaan didepan hukum ini ditetapkan

dalam Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa segala warga negara

sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Unsur ini dimuat dalam UUD 1945, bukan karena banyak negara juga

memuat dalam UUD negaranya. Akan tetapi bagi bangsa Indonesia, hal ini

mempunyai latar belakang-sejarah yang pahit dibawah pemerintah jajahan

Belanda. Waktu itu bangsa Indonesia yang disebut sebagai inlander adalah

warga negara kelas tiga, karena kedudukan hukumnya tidak sama dengan

golongan Eropa dan Timur Asing.

Pengalaman pahit tersebut telah memberikan motivasi bagi bangsa

Indonesia untuk menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia. Oleh

karena itu dalam rumusan Pasal 27 ayat (1) disamping kedudukan yang

sama didepan hukum juga kedudukan yang sama dalam pemerintahan.

Dengan demikian UUD 1945 menjamin kedudukan setiap warga negara di

depan hukum tanpa adanya diskriminasi ras, golongan, status atau pun

agama.

Sisi yang lain Pasal 245 UU No 42 Tahun 2014, bahwa pemanggilan

dan permintaan keterangan untuk pemanggilan terhadap anggota DPR

yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapatkan persetujuan

Page 85: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

75

tertulis oleh Mahkamah Kehormatan Dewan. Dengan adanya persetujuan

tertulis tersebut adanya pengistimewaan terhadap anggota DPR dalam

proses peradilan pidana. Padahal dalam UUD 1945 tidak mengenal akan

pembedaan kedudukan dalam hukum atau pengistimewaan, yang ada

hanya hak imunitas DPR yang dalam UU No 42 Tahun 2014 tercantum

dalam Pasal 224. Dengan demikian Pasal 245 bukan merupakan hak

imunitas.

Berkaitan dengan Indonesia sebagai negara hukum, salah satu prinsip

pokok yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam negara hukum yang

demokratis mensyaratkan adanya penghormatan dan penegakkan prinsip

independensi peradilan. Dalam Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan

bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Lebih lanjut, berdasarkan Putusan MK No 6-13-2-/PUU-VII/2012,

bahwa tafsir kekuasaan kehakiman meliputi hal-hal yang berkaitan dengan

penegakan hukum dan keadilan dalam menyelenggaraan sistem peradilan

pidana, sehingga sifat independensi peradilan meliputi keseluruhan proses

sistem peradilan pidana yang dimulai sejak penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, proses persidangan, sampai penjatuhan putusan dan

pelaksanaan putusan.

Maka, proses penyelidikan dan penyidikan, yang salah satunya

adalah pemeriksaan tersangka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

kekuasaan kehakiman dalam konteks penegakan hukum. Oleh karena itu,

Page 86: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

76

peradilan yang independen mensyaratkan kondisi-kondisi dimana aparat

penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh memihak,

bekerja sesuai fakta-fakta dan sesuai dengan hukum, tanpa ada

pembatasan, ancaman, gangguan secara langsung atau tidak langsung dari

semua pihak manapun untuk alasan apapun.

Bahwa dengan melihat ketentuan Pasal 245 ayat (1) UU No 42

Tahun 2014 bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan untuk

penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana

harus mendapat persetujuan tertulis dari MKD. Pada ayat (2) menyatakan

bahwa dalam hal persetujuan tertulis tidak diberikan oleh MKD dalam

waktu 30 hari terhitung sejak diterimanya permohonan, pemanggilan dan

permintaan untuk penyidikan baru dapat dilakukan. Ketentuan tersebut

sesungguhnya dapat diklasifikasikan sebagai bentuk restrictions

(pembatasan-pembatasan) yang dilakukan oleh DPR dan berpotensi

menimbulkan pengaruh yang buruk dan gangguan secara langsung atau

tidak langsung terhadap kemerdekaan aparat penegak hukum dalam upaya

menegakkan hukum secara adil dan tanpa pandang bulu.

Sebab proses penyelidikan dan penyidikan berupa pemanggilan dan

permintaan keterangan dari tersangka merupakan bagian tidak terpisahkan

dari kekuasaan kehakiman sebagaimana yang telah disebutkan

sebelumnya. Dengan adanya ketentuan dalam Pasal 245 UU No 42 Tahun

2014 tersebut dapat berimlikasi proses penyidikan menjadi terhampat

karena menunggu keluarnya izin pemeriksaan dari MKD. Bahkan, izin

Page 87: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

77

dari MKD bisa saja tidak pernah ada jawaban apakah disetujui atau ditolak

sehingga penanganan perkaranya menjadi terkatung-katung

penyelesainnya.

Dengan adanya rentang waktu 30 (tiga puluh) hari sampai keluarnya

izin penyidikan oleh MKD, tersangka masih bebas menghirup udara

bebas, sehingga dikhawatirkan tersangka melarikan diri, menghilangkan

dan merusak barang bukti atau dapat mengulangi tindak pidana. Dengan

adanya keharusan yang menghendaki pemanggilan dan pemeriksaan untuk

penyidikan terhadap anggota DPR harus mendapat persetujuan tertulis

oleh MKD akan memperlambat dan menghambat penegkkan hukum.

Namun yang perlu dicermati adalah bahwa dalam negara hukum,

sistem hukumnya harus tersusun dalam tata norma hukum secara hierarkis

dan tidak boleh saling bertentangan diantara norma-norma hukumnya.

Sehingga jika terjadi konflik antara norma-norma hukum maka akan

tunduk pada norma-norma logisnya, yakni norma-norma dasar yang ada

dalam konstitusi. Dalam asas peraturan perundang-undangan menyebutkan

bahwa lex superior derogat legi inferiori, artinya hukum yang lebih tinggi

mengenyampingkan hukum yang lebih rendah.

Dalam sitem hukum Indonesia bahwa UUD 1945 merupakan lex

superior dan UU No 42 Tahun 2014 tentang MD3 sebagai legi inferiori.

Oleh karena itu, ketentuan dalam Pasal 245 UU No 42 Tahun 2014 tidak

harmonis dan tidak singkorn dengan Pasal 24 ayat (1), 27 ayat (1) UUD

1945. Dengan begitu, seharunya dalam pembentukan peraturan perundang-

Page 88: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

78

undangan harus memperhatikan asas-asas yang terkandung dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan sehingga peraturan yang

dibuat tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

lain.

2. Undang-Undang No 12 Tahun 2005 Tentang Hak-Hak Sipil dan

Politik

Suatu negara dikatakan sebagai negara hukum apabila unsur

supremasi hukum dijadikan sebagai landasan penyelenggaraan negara

termasuk memelihara dan melindungi hak-hak warga negara. Salah satu

bentuk perlindungan hak-hak warga negara tersebut tercantum dalam Pasal

14 Undang-Undang No 12 Tahun 2005 menyatakan semua orang

mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan badan

peradilan. Dalam menentukan tuduhan pidana terhadapnya, atau dalam

menentukan segala hak dan kewajiban dalam suatu gugatan, setiap orang

berhak atas pemeriksaan yang adil dan terbuka untuk umum.

Ketentuan dalam Pasal 14 UU No 12 Tahun 2015 tersebut

menghendaki bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama di

hadapan hukum. Artinya, tidak ada yang diberikan keistimewaan bagi

siapa pun ketika berhadapan dengan hukum. Sementara itu, berdasarkan

ketentuan Pasal 245 UU No 42 Tahun 2014 tentang MD3 menyatakan

bahwa, pemanggilan dan pemeriksaan anggota DPR yang diduga

Page 89: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

79

melakukan tindak pidana harus mendapatkan persetujuan tertulis dari

MKD. Dalam ketentuan Pasal 245 UU No 42 Tahun 2014 memberikan

keistimewaan terhadap anggota DPR ketika akan dilakukan pemanggilan

dan pemeriksaan untuk penyidikan. Padahal dalam Pasal 14 UU No 12

Tahun 2005 menghendaki bahwa setiap orang mempunyai kedukan yang

sama di hadapan hukum, tanpa membeda-bedakan status dan kedudukan.

Keadaan demikian diperlukan sistem peraturan perundang-undangan

yang harmonis, konsisten dan terintegrasi yang dijiwai oleh Pancasila dan

bersumber pada UUD 1945. Dengan menelaah ketentuan tersebut, yang

perlu dicermati bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan

mengenal adanya asas lex spesialis derogate lex generalis atau hukum

yang khusus mengenyampingkan hukum yang umum. Pasal 245 UU No

42 Tahun 2014 merupakan lex spesialis dan Pasal 14 UU No 12 Tahun

2005 sebagai lex generalis.

Namun, meskipun berlaku khusus, tetap harus harus memperhatikan

asas-asas hukum yang umum dan tidak boleh melanggar hak-hak dasar

seseorang secara berlebihan. Sehingga, tidak ada disharmonisasi dan

tumpang tindih antara norma hukum dalam peraturan perundang-undangan

yang menyebabkan kerancuan hukum, dalam sistem hukum di Indonesia.

Page 90: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis jelaskan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan yang tercantum dalam

Pasal 245 Undang-Undang No 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD,

DPR yang menyatakan bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan

untuk penyidikan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana

harus mendapatkan persetujuan tertulis dari MKD tidak sesuai dengan

asas persamaan di depan hukum, karena menempatkan anggota DPR

diatas hukum, padahal asas persamaan di depan hukum menjamin

kedudukan yang setara dalam hukum dan tidak ada seseorang yang

berdiri diatas hukum.

2. Kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan yang tercantum dalam

Pasal 245 Undang-Undang No 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD,

DPR yang menyatakan bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan

untuk penyidikan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana

harus mendapatkan persetujuan tertulis dari MKD tidak sesuai dengan

asas independensi peradilan. Karena, Mahkamah Kehormatan Dewan

merupakan lembaga etik DPR dan mempunyai kedudukan yang sama

Page 91: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

81

dengan anggota DPR lainnya serta bukan merupakan bagian dari lembaga

peradilan.

3. Dalam sistem hukum di Indonesia UUD 1945 merupakan norma hukum

yang tertinggi (lex Superior) sementara Pasal 245 Undang-Undang No

42 Tahun 2014 merupakan norma hukum yang lebih rendah (lex

inferiori). Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 245 Undang-Undang No

42 Tahun 2014 bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 27 ayat

(1) UUD 1945.

4. Meskipun, Pasal 245 Undang-Undang No 42 Tahun 2014 merupakan lex

spesialis akan tetapi kekhususan tersebut tidak merugikan hak asasi orang

lain dan tidak bertentangan dengan norma-norma hukum lain. Berkaitan

dengan hal tersebut, Pasal 245 Undang-Undang No 42 Tahun 2014

bertentangan dengan norma hukum pada Pasal 14 Undang-Undang N0 12

Tahun 2015 Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.

B. Saran

1. Berdasarkan hal-hal yang sudah dijelaskan diatas, bahwa begitu

pentingnya peranan DPR dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia

nampaknya masih belum lepas dari sorotan dari berbagai kalangan.

Sehingga, untuk seharusnya dalam membentuk peraturan perundang-

undangan DPR dapat mencerminkan rasa keadilan dan sebesar-besarnya

untuk kepentingan bangsa dan negara.

Page 92: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

82

2. Selain itu, yang harus menjadi catatan penting untuk DPR sebagai

lembaga legislatif kedepannya adalah dalam membuat peraturan

perundang-undangan harus lebih memperhatikan asas-asas yang ada dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan secara optimal. Sehingga

tidak ada norma hukum yang saling bertentangan dan tumpang tindih

dalam sistem hukum di Indonesia.

3. Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang No 42 Tahun 2014 tentang MPR,

DPR, DPD, DPD yang menjadi pokok pembahasan dalam penulisan ini

telah dibatalkan sebagian oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No 76/PUU-

XII/2014 sehari sebelum skripsi ini disidangkan (Selasa, 22 September

2015).

4. Penulis menyarankan untuk penulisan selanjutnya terkait proses

penyidikan anggota DPR lebih terfokus pada putusan Mahkamah

Konstitusi No 76/PUU-XII/2014 karena terjadi kontradiksi dengan

Putusan Mahkamah Konstitusi No 73/PUU-IX/2011.

Page 93: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

83

Daftar Pustaka

Buku :

Amos, H. F. Abraham. Katastropi Hukum & Quo Vadis Sistem Peradilan

Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Ashhiddiqie, Jimliy. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi.

Jakarta:Sinar Grafika 2012

______, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia. Jakarta: Mahkamah Konstitusi

dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, 2004.

______, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen

Hukum Tata Negara. Jakarta: Sekertaris Jenderal dan Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi RI, 2006.

_______, Pengantar Hukum Tata Negara. Jakarta:Rajawali Press, 2009.

Azhary, Negara Hukum Indonesia-Analisis Yurudis Normatif tentang Unsur-

Unsurnya. Jakarta:UI Press, 1995.

FORMAPPI. Lembaga Perwakilan Rakyat: Studi dan Analisis sebelum dan

setelah perubahan UUD NRI 1945. Jakarta: FORMAPPI, 2005.

Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara. Jakarta, PT Grafindo Persada, 2006.

Indrayanti, Maria Farida. Ilmu Perundang-Undangan. Yogyakarta:Kanisius,

2007.

Kelsen, Hans. Teori Umum Hukum dan Negara diterjemahkan dari General

Theory of Law and State. New York: Russel and Russel, 1971.

Kusnardi, Moh dan Ibrahim, Harmaili. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia.

Cet ke-6 , Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 1985.

Page 94: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

84

Mahendra, Yusril Ihza. Dinamika Tata Negara Indonesia, Komplikasi Masalah

Konstitusi, Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian. Jakarta:Gema

Insani Press, 1996.

Manan,Abdul. Aspek-Aspek Pengubah Hukum. Jakarta: Kencana, 2003.

MD, Moh. Mahfud. Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi.

Jakarta:Rajawali Press, 2012.

_______, Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press, 2011

Napitupulu, Paiman. Menuju Pemerintahan Perwakilan. Bandung: PT Alumni,

2007.

Nurdin, Nurliah. Komparasi Sistem Presidensial Indonesia dan Amerika Serikat.

Jakarta: MIPI, 2012.

Pompe, Sebastian. The Indonesian Supreme Court: A Study of institutional

Collapse. (Ithaca, Cornell University, Press 2005), mengutip

Mertukosumo, S. Sejarah Peradilan dan Perundang-Undangan sejak

1942 dan Apa Kemanfaatan Bagi Kita Bangsa Indonesia, Bandung: Kilat

Madju, 1971.

Rahardjo, Satjipto. Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, Jakarta: Buku

Kompas, 2003.

Ranadireksa, Hendaramin. Aristektur Konstitusi Demokratik. Bandung: Fokus

Media, 2007.

Salang, Sebastian. Dkk., Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan.

Jakarta: Forum Sahabat, 2009.

Sibuea,Hotma P. Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-Asas

umum Pemerintahan Yang Baik. Jakarta:Erlangga, 2010.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet-3, Jakarta:UI Press, 1986.

Soekanto, Soerjono, dan Mamuji, Sri. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakata:PT. Raja Grafindo ,1994 .

Page 95: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

85

Suseno, Franz Magnis. Demokrasi: Klasik dan Modern. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2005.

Syahuri, Taufiqurrohman. Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum. Jakarta:

Kencana, 2011.

Tinjauan Kompas, Menatap Indonesia 2014 : Tantangan, Prospek Politik Dan

Ekonomi Indoneisa. Jakarta:Buku Kompas, 2014.

Tutik, Titik Triwulan. Kontruksi Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD.

1945,Jakarta: Kencana , 2010.

Zoelva, Hamdan. Pemakzulan Presiden di Indonesia. Jakarta:Sinar Grafika, 2011.

Undang-Undang:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Dasar Sementara Negara Republik Indonesia 1950

Undang-Undang No 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD

Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD

Undang-Undang No 22 Tahun 2003 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD

Undang-Undang No 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR,

dan DPRD

Undang-Undangb No 12 Tahun 2005 tentang Hak-Hak Sipil dan Politik

Peraturan DPR No 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPR

Peraturan DPR No 2 Tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan

Page 96: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

86

Bahan Hukum Lain:

Aulawi, Ahmad. Perspektif Pelaksanaan Hak Imunitas Anggota Parlemen dan

Pelaksanaan di Beberapa Negara. Jurnal Rechtsvinding, Media Pembinaan

Hukum Nasional

Concise Oxford Dictionary-Tenth Edition, OXFORD UNIVERSITY PRESS,

Software Aplication.

Simorangkir, J. C. T. dkk, Kamus Hukum, Jakarta: Aksara Baru, 1983.

Majalah Detik 4-10 Agustus 2014

Susanti, Bivitri. Mahkamah Kehormatan Dewan Dalam Konteks Negara Hukum.

Jakarta: Makalah, 9 Oktober 2014.

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang atas Perubahan Undang-Undang

No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD

Risalah Sidang Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang No 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, DPR

Website:

Ali, Sjafri. “Tokoh Masyarakat Masuk Panel Mahkamah Kehormatan DPR.”

artikel diakses pada 18 Mei 2015 dari http://www.pikiran-

rakyat.com/politik/2014/09/17/297262/tokoh-masayarakat-masuk-panel-

mahkamah-kehormatan-dpr

Arsad, Acha Muhamad. “Putusan MK No 73/PUU-IX/2011 Harapan Baruku.”

artikel diakses pada 23 Mei 2015

dari,http://hukum.kompasiana.com/2013/05/11/putusan-mk-no-73puu-ix2011-

harapan-baruku-558858.html

Firdaus, Randi Ferdi.“UU MD3 Baru, DPR Wacanakan ganti BK jadi MKD,”

artikel diakses pada 18 Mei 2015 dari http://www.merdeka.com/politik/uu-md3-

baru-dpr-wacanakan-ganti-bk-jadi-mahkamah-kehormatan.htmlPikiran Rakyat,

http://www.pikiran-rakyat.com/politik/2014/09/17/297262/tokoh-masayarakat-

masuk-panel-mahkamah-kehormatan-dpr diakses pada 18 Mei 2015

Page 97: KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30083/1/MUHAMAD... · adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah latar

87

Huda, Miftahul. “Forum Privilegiatum.” artikel diakses pada 12 Mei 2015 dari

http://www.miftakhulhuda.com/2010/01/forum-previlegiatum.html

Marbun, Julkifli. “Tanpa Interupsi Paripurna Sahkan revisi Undang-Undang MD3

Menjadi Undang-Undang. Artikel diakses Pada 20 April 2015 Dari

http://m.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/12/05/ng46tg-tanpa-interupsi-

paripurna-sahkan-revisi-uu-md3-undangundang

Nasrul, Erdy. “DPR Bentuk Mahkamah Kehormatan Dewan.” Artikel diakses

Sihombing, Erwin C. “Diskriminatif Pembahasan RUU MD3 Layak Dihentikan.”

artikel diakses pada 18 Mei 2015 dari

http://www.beritasatu.com/nasional/195457-diskriminatif-pembahasan-ruu-md3-

dianggap-layak-dihentikan.html

“PDIP Terancam Kehilangan Kursi Ketua DPR.” diakses pada 18 Mei 2015 Dari

www.jawapos.com/baca/artikel/4092/pdip-terancam-kehilangan-kursi-ketua-dpr

Victoria, Widya. “Hindari Bias Tiga Anggota Dewan Dari Luar.” artikel diakses

pada 18 Mei 2015 dari http://politik.rmol.co/read/2014/10/10/175321/Hindari-

Bias,-Tiga-Anggota-Mahkamah-Kehormatan-Dewan-dari-Luar-