konseling sufistik: harmonisasi psikologi dan tasawuf

25
KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF DALAM MEWUJUDKAN KESEHATAN MENTAL SUFI COUNSELING: HARMONIZATION BETWEEN PSYCHOLOGY AND SUFISM FOR THE REALIZATION OF MENTAL HEALTH Zamzami Sabiq Institut Ilmu Keislaman Annuqayah [email protected] ABSTRAK ___________________ Kesehatan mental menghasilkan keserasian, ketenangan, kesejahteraan, dan ketenteraman jiwa. Kesehatan mental dapat terwujud jika kita memahami hakikat manusia yang sebenarnya baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk religius. Kajian ini mencoba untuk menelaah konseling sufistik sebagai hasil dari harmonisasi antara psikologi dan tasawuf yang berperan cukup kuat bagi terwujudnya kesehatan mental manusia. Perspektif manusia menurut psikologi dan tasawuf juga dipaparkan untuk lebih memahami hakikat manusia secara utuh. Dengan pendekatan library research terhadap literatur-literatur terkait, kajian ini menyimpulkan bahwa konseling sufistik dapat menjadi jembatan harmonisasi antara psikologi dan tasawuf untuk diarahkan pada kesehatan mental individu. Konseling sufistik dapat memberikan corak yang khas bagi perkembangan konseling dan berpeluang besar memberi warna tersendiri bagi tren konseling di era modern. ___________________ Kata Kunci: Konseling Sufistik, Psikologi, Tasawuf, Kesehatan Mental

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

34 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

328-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

KONSELING SUFISTIK:HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

DALAM MEWUJUDKAN KESEHATAN MENTAL

SUFI COUNSELING: HARMONIZATION BETWEEN PSYCHOLOGY AND SUFISM

FOR THE REALIZATION OF MENTAL HEALTH

Zamzami SabiqInstitut Ilmu Keislaman Annuqayah

[email protected]

ABSTRAK___________________

Kesehatan mental menghasilkan keserasian, ketenangan, kesejahteraan, dan ketenteraman jiwa. Kesehatan mental dapat terwujud jika kita memahami hakikat manusia yang sebenarnya baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk religius. Kajian ini mencoba untuk menelaah konseling sufistik sebagai hasil dari harmonisasi antara psikologi dan tasawuf yang berperan cukup kuat bagi terwujudnya kesehatan mental manusia. Perspektif manusia menurut psikologi dan tasawuf juga dipaparkan untuk lebih memahami hakikat manusia secara utuh. Dengan pendekatan library research terhadap literatur-literatur terkait, kajian ini menyimpulkan bahwa konseling sufistik dapat menjadi jembatan harmonisasi antara psikologi dan tasawuf untuk diarahkan pada kesehatan mental individu. Konseling sufistik dapat memberikan corak yang khas bagi perkembangan konseling dan berpeluang besar memberi warna tersendiri bagi tren konseling di era modern.

___________________

Kata Kunci: Konseling Sufistik, Psikologi, Tasawuf, Kesehatan Mental

Page 2: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Zamzami Sabiq, KonselingSufistik|329-352

ABSTRACT___________________

Mental Health engenders harmony, tranquility, welfare, and peace of the soul. Mental health can be realized if we comprehend the nature of human being as individual, social being, and religious being. This study attempts to examine sufistic counseling as a result of the harmonization between psychology and sufism whose role is strong enough for the realization of mental health. Human being perspective in psychology and sufism were also presented to gain a better and more comprehensive understanding of human nature. Using library research of relevant literature as the method, this study concludes that sufi counseling could be a bridge to harmonize between psychology and sufism. It also could be directed to realize mental health in individual level. In addition, sufism provides a typical pattern for the development of counseling and it has a great opportunity to give its own color for counseling trend in the modern era.

___________________

Keywords: Sufic Counseling, Psychology, Mysticism, Mental Health

Page 3: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

330-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

Pendahuluan

Manusia dalam pandangan psikologi dianggap sebagai makhluk yangmendasari kajian filsafatmerujuk pada pahamantroposentris, yaitu pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat segala pengalaman dan relasi-relasinya serta penentu utama terhadap masalah-masalah yang menyangkut manusia. Pandangan tersebut berbeda dengan pandangan manusia menurut tasawuf yang bercorak anthroporeligiosentries, yang berprinsip meskipun mengakui manusia memiliki kehendak bebas, namun menganggap manusia tetap makhluk yangmemilikidimensirohaniahdariTuhan.

Sebagai ilmu pengetahuan yang berdasar pada kajianpsikologi, ilmu konseling modern tentu hanya terbatas pada kajiandimensilahiriyahmanusia.Haliniberakibatpadaasumsiepistimologis terkait eksistensi dan substansi manusia sebagai unit analisis utama ilmu konseling. Pada titik inilah para ahli memandang bahwa posisi epistimologis seperti ini menemukan kelemahan yang amat esensial sehingga berakibat pada kesimpulan yang keliru terhadap keberadaan manusia. Makhluk yang bernama manusia hanya dipandang sebagai organisme psiko-antropo-sosial dan abai terhadap aspek spiritual sebagai yang paling esensial1

Kondisi semacam ini akhirnya mendorong para ahli untuk kembali merumuskan kerangka keilmuan. Dalam rangka mencari cara menutupi kelemahan ilmu pengetahuan modern termasuk di dalamnya psikologi dan konseling. Perlu adanya harmonisasi keilmuan dalam mengisi kelemahan esensial keilmuan yang ada. Salah satu upayanya adalah dengan gagasan Islamisasi sains. Embrio gagasan “Islamisasi” ilmu konseling ini sesungguhnya dapat dilacak melalui “proyek Islamisasi sains” yang digagas oleh Ismail Rozi Alfaruqi.2 Islamisasi sains ini dilandasi oleh keyakinan bahwa sesungguhnya segala yang ada

1 AbdulMujib,FitrahdanKepribadianIslam;SebuahPendekatanPsikologis (Jakarta: Darul Fatah, 2006), 32

2 Hamdani Bakram Adz Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islami (Yogyakarta:PustakaFajar,2001),13

Page 4: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Zamzami Sabiq, KonselingSufistik|331-352

di muka bumi ini adalah ciptaan Allah dan pasti telah termaktub dalam Alquran sebagai kitab Allah dan Hadis.3

Islamisasi sains pada ilmu konseling dan psikologi berkembang cukup pesat seiring perkembangan zaman. Sehingga menghasilkan keilmuan-keilmuan baru yang bermanfaat bagi masalah keummatan. Salah satunya adalah harmonisasi konseling dan psikologi dengan tasawuf yang akan dibahas dalam tulisan ini.

Pada dasarnya, tasawuf dan psikologi memiliki perbedaan yang cukup esensial karena adanya perbedaan maksud dan cara pandangterhadapobjekkajiankeilmuanyangada.Namunbukanberarti tidak ada titik singgung atau kesamaan diantara keduanya. Terdapatbeberapatitiksinggungantaratasawufdanpsikologi.Titik singgung ini akan memudahkan terjadinya harmonisasidiantara keduanya. Titik singgung diantara keduanya adalahpertama,tasawufdanpsikologiagamasama-samaberpijakpadakajian kejiwaan manusia. Perbedaannya hanya terletak padametode pengkajiannya. Tasawuf lebih banyak menggunakanmetode intuitif, metode nubuwah, metode ilahiyah, dan metode-metode yang berkaitan dengan qalb. Sedangkan psikologi menggunakan metode pengkajian psikologis-empirik. Kedua, Tasawufdanpsikologiberbicaratentangkondisikeberagamaanseseorang. Tasawuf menggunakan pendekatan rasa, psikologimenggunakanpendekatanpositivisme,caraberfikirpositif,danrasional empirik. Ketiga, kedekatan hubungan tasawuf dengan psikologiditemukanketikaternyatasalahsatukajianpsikologiadalah perilaku para sufi. Hal ini juga ditunjukkan denganadanyakajianpsikologisufi.

Titik singgung diantara tasawuf dan psikologi memangtidakbersifatesensial.Karenasecarahakiki,keduabidangkajiantersebutmemiliki titikkajian,metode, tujuan,danpendekatanberbeda.Namunjustruhalinibisamenjadialasankuatterjadinyaharmonisasi diantara keduanya.

3 M. Toyyibi dan M. Ngemron, Psikologi Islam (Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2000), 10

Page 5: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

332-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

Manusia dalam Perspektif Psikologi Konseling

Manusia dalam perspektif psikologi konseling memiliki keunikan-keunikan tersendiri. Keunikan-keunikan tersebut dijabarkan cukup jelas dalam perspektif manusia yangberdasarkan pada teori-teori konseling. Perbedaan cara pandang terhadap manusia akhirnya menghasilkan praktek konseling yangberbeda.Beberapakonsepmanusiaberdasarkan tinjauanpsikologi konseling dapat dipaparkan sebagai berikut.

1. Konseling BehaviouristikKonsep dasar konseling behavioristik berpangkal pada

beberapa keyakinan tentang martabat manusia yang sebagian bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis, yaitu: (1) Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus ataujelek.Manusiamempunyaipotensiuntukbertingkahlakubaik atau buruk, tepat atau salah berdasarkan bekal keturunan atau pembawaan dan bakat interaksi antara keturunan dan lingkungan, inilah yang nantinya membentuk pola-pola bertingkahlakuyangmenjadiciri-cirikhasdarikepribadiannya.(2) Manusia mampu merefleksikan tingkah lakunya sendiri,menangkap apa yang dilakukannya dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri. (3) Manusia mampu memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkah laku yang barumelaluiprosesbelajar. (4)Manusiadapatmempengaruhiperilaku orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh perilaku orang lain4. Tokoh konseling behaviouristik yaitu John D.Krumbolz, yang awalnya memiliki tujuan untuk melanjutkankajianbahwakonselingdiharapkandapatmengubahperilakukonseling agar mampu mengatasi masalah yang dihadapi.

2. Konseling PsikoanalisaPsikoanalisa memandang manusia sebagai makhluk yang

deterministic.TokohutamapadapendekataniniadalahSigmund4 Ekoeswara. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Jakarta, Eresco,

1988), 69

Page 6: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Zamzami Sabiq, KonselingSufistik|333-352

Freud. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia ditentukan oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi yang tidak disadari, dorongan biologis serta dorongan naluri dan peristiwa psiko-seksual tertentu pada masa enam tahun pertama kehidupan5. Freudjugamenganggapkekuatanterbesaryangmenggerakkanmanusia adalah libido, yaitu energi psikis yang paling mendasar yang mencakup eros (dorongan untuk hidup) dan thanatos sebagai dorongan untuk mati. Psikoanalisa menganggap semua tindakan yang mengarah pada kesenangan termasuk dalam insting hidup. Sedangkan insting maut (dorongan agresif) adalah yang mendorong seseorang untuk berperilaku mencederai diri sendiri dan orang lain secara tidak sadar. Psikoanalisa berprinsip bahwa kepribadian manusia terdiri dari tiga sistem, yaitu id, ego dan super-ego.a) Idmerupakan sistem kepribadian yang orisinil (sumber utama

energi psikis dan tempat kedudukan insting). Iddikendalikan oleh prinsip kesenangan yang tujuannya adalah untukmengurangi ketegangan, menghindari penderitaan, dan mendapatkan kesenangan. Id tidak rasional, tidak bermoral dan didorong oleh suatu pertimbangan demi terpenuhinya kepuasan kebutuhan.

b) Ego merupakan aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan dengan dunia luar atau kenyataan. Ego berfungsi untuk mengontrol dan mengendalikan jalan-jalan yang ditempuh id dalam memenuhi kebutuhan. Ego berfungsi pula sebagai penengah antara insting dan lingkungan sekelilingnya, mempersatukan pertentangan antara id dan super-ego denganduniaobjektif.

c) Super-ego merupakan sistem sosial yang mencerminkan nilai-nilai dan cita-cita masyarakat yang ada dan melekat di dalam kepribadian seseorang. Super-ego mengutamakan kesempurnaan daripada kesenangan, melihat tindakan itu baik atau buruk, serta benar atau salah. Fungsinya menghimbau ego agar mengalihkan tujuan yang realistik

5 Dadang Hawari, IlmuKedokteran Jiwa danKesehatan Jiwa (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Jasa, 1999), 11

Page 7: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

334-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

menjadi moralistik (bernilai), merintangi implus-implus id terutama implus seksual dan agresif.

3. Konseling EksistensialEksistensial memandang manusia sebagai makhluk yang

sadar, mandiri, berperilaku aktif dan mampu melakukan segalanya. Iamendapat julukan the self determining being yang mampu menentukan tujuan-tujuan yang diinginkan dancara-cara untuk mencapai tujuan itu dianggap paling tepat6. Teori konseling eksistensial berawal dari psikologi humanistic sebagai mazhab ketiga dalam dunia psikologi. Manusia dipandang sebagai makhluk yang selalu dalam keadaan transisi, berkembang,membentukdiri,danmenjadisesuatu.Berdasarkanpada asumsi ini, maka dimensi dasar kondisi manusia adalah: 1) kapasitas kesadarandiri, 2) kebebasandan tanggungjawab, 3)menciptakan identitas dirinya dan menciptakan hubungan yang bermakna dengan orang lain, 4) usaha untuk mencari makna, tujuan,nilai,dansasaran,5)kecemasansebagaikondisihidup,dan 6) kesadaran akan datangnya maut serta ketidakberadaan7. TokohutamakonselingeksistensialadalahRollMaydanVictorFrankl.

4. Client Centered TherapyTeoriiniberpusatpadapribadiyangberorientasikonseling

pada filosofis humanistik yang memandang manusia sebagai makhluk yang dilahirkan dengan pembawaan dasar baik, berkeinginan untuk maju, memiliki kapasitas untuk menilaidiri, bertingkah laku sehat dan berusaha mengaktualisasikan diri. Hal ini didasarkan pada kenyataan manusia makhluk rasional dan sadar, Rogers berkeyakinan manusia mampu dan bertanggungjawabmengembangkankepribadiannya.Iapercayabahwa individu diarahkan oleh persepsi diri yang disadari serta

6 HannaDjumhanaBastaman,IntegrasiPsikologidenganIslam (Yogyakarta: PustakaPelajar,2000),52

7 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: Refika,2003),255-266

Page 8: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Zamzami Sabiq, KonselingSufistik|335-352

lingkungan sekelilingnya bukan oleh kekuatan sadar yang tidak terkontrol8.

5. Konseling Gestalt

Gestalt berasal dari kata Jerman yang diartikan sebagai bentuk,wujud,atauorganisasi.Kataitumengandungpengertiankebulatanataukeparipurnaan.TokohutamakonselingGestaltadalah Fedrick Perls. Gestalt Perls ini tidak langsung berasal dari psikologi Gestalt. Perls menerangkan satu-satunya hukum tentang fungsi manusia yang tetap dan universal, yaitu setiap organisme cenderung mengarah kepada kebulatan dan keparipurnaan9. Gestalt memandang bahwa setiap individu dapat menangani sendiri problem hidup mereka secara efektif, terutama apabila mereka memanfaatkan secara tuntas kesadaran mereka terhadap apa yang terjadi dalam diri dan sekitarnya.Untuk mewujudkan kesempurnaan, manusia harus mampumenjelaskan sesuatu yang menghambat pencapaian Gestalt,yaitu yang disebut Perls, situasi yang belum selesai10. Perasaan-perasaan yang belum selesai atau yang tak terungkap seperti rasa jengkel, amarah, kebencian, keresahan, rasa bersalah,prasangka dan duka cita yang menyiksa batin harus diterima dan merupakan tanggung jawab sendiri bukan orang lain.Dengan demikian seseorang akan memiliki jalan baru untukmengambil peran lebih efektif dalam mengatur kehidupannya sendiri dengan usaha-usaha yang lebih konstruktif.

6. Konseling Analisis transaksional

Konseling analisis traksaksional memiliki asumsi dasar bahwa setiap perilaku individu mempunyai dasar menyenangkan dan mempunyai potensi serta keinginan untuk berkembang dan mengaktualisasikandiri.TokohutamapendekataniniadalahEric

8 Subandi, Latihan Meditasi Untuk Latihan Psikoterapi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2002),40-41

9 Ibid, 11810 Surya, M., Psikologi Konseling (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), 73

Page 9: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

336-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

Berne. Berne menganggap bahwa sumber-sumber tingkah laku, sikap, dan perasaan sebagaimana individu melihat kenyataan, mengolah informasi dan melihat di luar dirinya disebut status ego. Status ego menurut Berne berbeda dengan ego Freud karena bukan construct, akan tetapi status ego di sini dapat diamati dan merupakan suatu kenyataan fenomenologis yang dapat diamati dengan indra. Status ego terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang membekas pada dirinya sejak kecil.11 Berne berpendapat bahwa dalam diri individu terdapat tiga status ego, yaitu ego anak, ego dewasa, dan ego tua. Status ego anak dapat berisiperasaan,tingkahlaku,danbagaimanaberfikirketikamasihkanak-kanak.Halinidapatdilihatdaritingkahlakumanja,inginmenang sendiri, ingin diperhatikan, takut, pemberani, sembrono, bebas, dan acuh tak acuh. Perilaku tersebut tampak jelas jikaberinteraksi dengan status ego orang tua. Status ego orang dewasa dapatdilihatdaritingkahlakuyangbertanggungjawab,tindakanyang rasional dan mandiri. Sifat status ego ini penuh dengan perhitungan dan menggunakan akal. Dalam status ego orang tua, kita mengalami ulang apa yang kita bayangkan sebagai perasaan orang tua kita sendiri dalam situasi atau kita merasa berbuat sesuatu kepada orang lain seperti yang dirasakan orang tua kita terhadap kita. Batas antara ketiga status ego tersebut merupakan membrane permiabel, sehingga dimungkinkan terjadinya alirandari status ego yang satu ke ego yang lain dalam menanggapi rangsangan dari luar. Batas antara status ego dapat sangat kaku, sehingga individu tidak mampu melakukan perpindahan ke status ego yang lain. Status ego seseorang dapat menjadi kakuyang menyebabkan orang tersebut terkurung dalam status ego tertentu dan menghambat fungsi status ego yang lain. Gejalaini disebut eklusi yaitu situasi konstan pada status ego tertentu. Dalam kondisi seperti itu kepribadian individu agak terganggu (tidak terintegrasi), karena kepribadian yang terintegrasi dengan baikdapatterjadi,jikastatusego dewasadapatmenjadimanajerdari ketiga status ego secara efektif dan sehat12.

11 Ibid, 6812 Ibid, 75

Page 10: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Zamzami Sabiq, KonselingSufistik|337-352

7. Konseling Rational Emotif

`Konsep dasar konseling rational emotif menekankan pada kebersamaan dan interaksi antara berfikir dengan akal sehat(rational thinking), berperasaan (emoting) dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan suatu perubahan yang dalam cara berfikirdanmenghasilkanperubahanyangberartidalamcaraberperasaandanberperilaku.TokohutamakonselinginiadalahAlbert Ellis. Konseling Rational Emotif berpangkal dari keyakinan tentang martabat manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yaitu: (1) Manusia mempunyai keterbatasan yang dapat mereka atasi sampai taraf tertentu; (2) Perilaku manusia sangat dipengaruhi keturunan, tetapi tergantung juga denganpilihan-pilihan yang dibuat sendiri; (3) Hidup secara rasional berartiberfikir,berperasaan,danberperilakusedemikianrupa,sehingga kebahagiaan hidup bisa dicapai secara efisien danefektif; (4) Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan tidak rasional. Jika berfikir salah,maka akan menimbulkan kesukaran yang menggejala dalamalam perasaan dan cara bertindak; (5) Orang kerap berpegang padakeyakinan–keyakinanyangsebenarnyakurangmasukakalyangditanamkansejakkecildalamlingkungandankebudayaanatau diciptakannya sendiri. (6) Bila seseorang merasa tidak bahagia dan membunuh semangat hidup, pada dasarnya bukan bersumber pada kejadian atau pengalaman yang telahberlangsung, tetapi karena tanggapan yang tidak rasional atas pengalaman tersebut13.

8. Konseling Realitas

Konsep dasar konseling realitas adalah manusia memilih perilakunya sendiri dan harus bertanggung jawab tidakhanyaatasapayangia lakukan, tetapibagaimanaberfikirdanmerasakan.TokohutamakonselinginiadalahWilliamGlasser.Glasser menyebutnya sebagai teori kontrol perilaku manusia

13 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: Gramedia, 1991), 365-367

Page 11: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

338-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

guna memenuhi kebutuhan psikologis (keluasan, kebebasan serta kesenangan) dan kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhanuntuk bertahan hidup. Teori kontrol ini menjelaskan bahwapemenuhan kebutuhan tersebut didorong dari dalam diri; dan sebagai pengontrolnya adalah otak yang berfungsi untuk menolong kita agar mendapat apa yang kita inginkan. Manakala kebutuhan kita terhalangi, maka perilaku yang kita pilih terasa menyakitkan dan kita tidak puas dengan kehidupan ini. Namun, manakala kita mampu memenuhi kebutuhan dengan penuh rasa tanggung jawab, maka kita mengembangkan suatu identitasyang bercirikan sukses dan menghargai diri dan perilaku yang kitajalaniyanguntukmemenuhinyaterasamenyenangnkan14.

9. Konseling Trait and Factor

Trait and Factor Counselling merupakan corak konseling yang menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan problem-problem yang dihadapi terutama yang menyangkut pilihan program studi atau pekerjaan.15 Hal mendasar bagi konseling trait and factor adalah individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar pengembangan potensinya, sehingga tugas konseling ini adalah membantu individu memperbaiki kekurangan, ketidakmampuan dan keterbatasan diri, dan membantu pertumbuhandanintegritaskepribadian.Tokohutamakonselingini adalah Williamson.

Manusia dalam Perspektif Tasawuf

Perpesktif tasawuf terhadap manusia sangat berbeda dengan perspektif psikologi pada umumnya. Perbedaan antara tasawuf dan psikologi tersebut didasari atas perbedaan sudut pandang yang digunakan terhadap objek itu sendiri, yaitu “manusia”.Tasawufmeyakinibahwamanusiaterdiridariduaunsur,yaitu

14 Ibid, 52315 Ibid, 5

Page 12: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Zamzami Sabiq, KonselingSufistik|339-352

unsurjasmanidanunsurrohani.Al-Hallajberpendapatbahwamanusia memiliki sifat kemanusiaan (nasut) dan sifat ketuhanan (lahut), karena dua unsur yang membentuk manusia itu sendiri. Unsur materi menjadikan manusia memiliki kecenderunganberbuat buruk dan unsur rohani menjadikan manusiakecenderunganinginselaludekatdenganTuhannya16.

IbnArabijugamemilikipandanganyangtidakjauhberbedadengan pandangan Al Hallaj. Menurut Ibn Arabi manusiaterdiri dari aspek batin (al-H}aqq) dan aspek lahir (al-Khalq) yang merupakan manifestasi dari al-H}aqq. Para tokoh tasawuf sepakat bahwa seluruh manusia dilahirkan dalam kondisi suci (fit}rah), yaitu manusia terlahir dalam kondisi tidak memiliki dosa sama sekali dan memiliki potensi dasar taat kepada Allah.17 Kondisi fitrahini,kemudianmendapatpengaruhsecaraterusmenerusdari lingkungan yang tentunya mempengaruhi perkembangan kepribadian dan keagamaan seseorang. Selain itu manusia juga memiliki kebebasan (free will), sehingga manusia berhak menentukanjalannyasendiri.Selainitudalamdirimanusiajugadilengkapi dimensi rohaniah seperti qalb, ruh}, nafs dan‘aql.18

a. Qalb

Qalb menurut para sufi bukan dalam pengertian sebagaisegumpal daging yang berada di dada yang berfungsi mengatur peredaran darah tubuh atau bisa kita sebut jantung, tetapilebih dimaknai sebagai substansi yang halus. Qalb adalah suatu rahasia halus (lat}ifah) yang bersifat rabbaniyah dan ruhaniyah yang memiliki keterkaitan dengan qalbyangbersifat jasmani.19 Al-Tirmidi membagi konsepsi qalb ini menjadi empat bagian.(1) dada (s}adr) pada posisi ini adalah tempat cahaya Islam atau

16 Muh. Sulthon, DesainIlmuDakwah(Yogyakarta:PustakaPelajar,2003),60

17 Muhammad Hasyim, Dialog Antar Psikologi dan Tasawuf: Telaah KritisPsikologiHumanistikAbrahamMaslow(Yogyakarta:PustakaPelajar,2000),27

18 Fuad Ansori, Potensi-Potensi Manusia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005), 92

19Sa’idHawwa,Pendidikan Spiritual, terj.AbdulMunip(Yogyakarta:MitraPustaka, 2006), 27

Page 13: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

340-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

cahaya amaliyah, (2) Hati (qalb) tempat cahaya Iman, (3) Hati lebih dalam (fu’ad) tempat cahaya makrifat, dan (4) Lubuk hati terdalam (lubb) tempat cahaya tauhid.20

Qalb adalah tempat antara wilayah kesatuan (ruh}) dan daerah keanekaragaman (nafs). Jika hati mampu melepas nafs yang melekat padanya, dia akan berada di bawah pengaruh ruh hatiyangbersih.Sebaliknyajikahatidikuasainafs, maka ia akan menjadi keruh. Menurut Abdul Mujib, qalb ruh}ani> merupakan bagian esensi dari fit}rah nafsani> yang berfungsi sebagai pemandu, pengontrol, dan pengendali tingkah laku, sehingga bila ia mampu berfungsinormal,makakehidupanmanusiaakansesuaifitrahnya.Dengan hati yang bersih (memiliki uluhiyyat dan rabbaniyyat) inilah manusiatidakhanyamengenallingkunganfisikdansosialtetapijugamengenallingkunganspiritualkeagamaandanketuhanan21

b. Ruh}

Ruh} juga merupakan dimensi esensial yang membatumanusia berbeda dengan makhluk yang lain. Ruh} mempunyai eksistensi sendiri yang berbeda dengan jasad. Jasad berasaldari elemen materi, sedangkan ruh berasal dari alam arwah yang merupakan esensi ketuhanan dalam diri manusia22. Ruh} inilah yang merupakan hal mengagumkan yang bersifat rabbani> yang tidak mampu diketahui hakikatnya oleh kebanyakan akal manusia.23 Ruh} yang adadalamdirimanusia jugamerupakanpresensi (kehadiran) gerakan uluhiyyah, namun kekhususan pemberian ruh} kepada manusia bukan secara otomatis manusia menjadi makhluk secara baik. Ruh adalah konsep dasar, semua bergantung pada bagaimana manusia hendak memanfaatkannya24.

20 Robert Frager, Psikologi Sufi Untuk Transformasi Hati, Jiwa dan Ruh (Jakarta: Zaman, 2014), 64-65

21AbdulMujib,FitrahdanKepribadianIslam;SebuahPendekatanPsikologis(Jakarta: Darul Fatah, 2006), 129

22 Sukanto MM., Nafsiologi Pendekatan Alternatif Atas Psikologi (Jakarta: Integrita Press, 1985), 50

23 Ibid, 2924 Ibid, 117

Page 14: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Zamzami Sabiq, KonselingSufistik|341-352

Robert Frager membagi ruh}dalamtujuhtingkatandengansisi positif dari masing-masing tingkatan yang ada. Yaitu. (1) Ruh Mineral, sisi positifnya dukungan batiniah pada diri seseorang (2) Ruh Nabati dengan sisi positif kesehatan, penyembuhan dan pemberian gizi, (3) Ruh Hewani, sisi positif motivasi, (4) Ruh Pribadi, sisi positif kecerdasan, ego yang sehat, (5) Ruh Insani, dengansisipositifbelaskasihdankreatifitas, (6)RuhRahasia,sisi positif kebebasan penuh, kearifan, dan (7) Ruh Maha Rahasia dengansisipositifkesatuandenganTuhan.25

c. Nafs

Nafs bisadimaknai sebagai jiwa26. Makna lain nasf adalah intisari dan napas.27Mayoritaskaumsufimengatakanbahwajiwamerupakan sumber-sumber penyebab timbulnya akhlak tercela dan perilaku yang rendah28. Sikap nafs yang paling menyolok adalah nafsunya, yang tersebar di seluruh tubuh manusia dan semua indra dapat berpengaruh. Berkaitan dengan daya tarik nafsu memiliki bentuk beraneka ragam seperti nafsu seksual dan nafsu akan kemewahan. Nafsu merupakan komponen dalam diri manusia yang memiliki kekuatan untuk mendorong melakukan sesuatu (al-syahwat) dan menghindari diri untuk melakukan sesuatu (al-gad}ab)29. Nafs yang cenderung memiliki sifat buruk iniharusdirubahmenujuperilaku-perilakuyangbaik.

Robert Frager membagi nafs dalam tujuh tingkatan dantiap tingkatan dihubungkan dengan salah satu nama atau sifat Tuhan. Ada 99 nama Tuhan yang termaktub di dalamAl-Quran. Pengulangan nama-nama ini dan perenungan terhadap maknanya dapat menjadi obat yang efektif untukmenyembuhkanpenyakitdiripadasetiaptingkatan.Tingkatan

25 Robert Frager, Psikologi Sufi Untuk Transformasi Hati, Jiwa dan Ruh (Jakarta: Zaman, 2014), 167

26 Fuad Ansori, Potensi-Potensi Manusia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005), 108

27 Ibid, 9828Amin Annajar, Psikologi Sufistik Dalam Kehidupan Modern (Bandung:

Mizan Media Utama, 2004), 629 Ibid, 153

Page 15: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

342-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

nafs tersebut adalah (1) Nafs Tirani, nama tuhan yang dapatdijadikanterapipadatingkataniniadalahLa> ilaha illa Alla>h. (2) Nasf penuhpenyesalan, namaTuhanAllah, (3) Nafs Terilhami,dengan nama TuhanHu (Engkau), (4) Nafs Tenteram, dengannama Tuhan Haqq (Kebenaran), (5) Nafs Rida, dengan nama TuhanH}ayy (Maha hidup), (6) Nafs diridai, dengan nama tuhan Qayyum (Maha Kekal), dan (7) Nafs Suci,dengannamaTuhanQahhar (Maha Kuasa).30

d. ‘Aql

‘Aql bisa diartikan menahan, ikatan, melarang, dan mencegahsehinggaorangdikatakanberakaljikaorangtersebutmampu menahan dan mengikat hawa nafsunya.31 ‘Aql memiliki dua makna yaitu sebagai salah satu organ di kepala atau disebut otak yang mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan secara nalar dan akal ruhani yaitu cahaya ruhani dan daya nafsiah yang disiapkan dan mampu memperoleh pengetahuan (al-ma’rifat) dan kognisi. Pengertian ini sering ditafsirkan berakal merupakan aktivitas kalbu karena hatilah yang mampu menerima pengetahuan supra rasional dengan kekuatan cita rasa (al-zawq). Akal sebagaimana dalam Alquran tidak hanya dimaknaisebagaidayapikirdandayarasasaja,tetapiiaadalahdoronganmoraluntukberfikiruntukmemahamipersoalan.32

Sa’idHawwamenjelaskankadang-kadangantaraqalb, nafs, ruh} dan ‘aql memiliki makna dan pengertian yang sama. Perbedaannya hanyalah pada persoalan nama atau istilah karena adanya perbedaan sifat atau karakter yang dimiliki oleh ruh manusia. Jika ruh} dapat mengalahkan syahwatnya, maka dinamakan dengan nafs. Jika ruh} mampu mengalahkan syahwat yang diharamkan, maka dinamakan dengan ‘aql. Jika ruh} menemukan keimanannya, maka dinamakan dengan qalb.Sedangkanjikamampumengetahui

30 Robert Frager, Psikologi Sufi Untuk Transformasi Hati, Jiwa dan Ruh (Jakarta: Zaman, 2014), 99

31 Ibid, 10132M. Toyyibi dan M. Ngemron, Psikologi Islam (Surakarta: Universitas

Muhammadiyah, 2000), 44

Page 16: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Zamzami Sabiq, KonselingSufistik|343-352

tentangAllahdenganpengetahuanataumakrifatyangsejatidanmempersembahkanubudiyahyangsejatipulakepadaNya,makadinamakan dengan ruh}.33

Kesehatan Mental

Kesehatan mental sering disebut juga dengan istilahmental health dan atau mental hygiene. Secara historis, ilmu ini diakuiberasaldarikajianpsikologi.Usahaparapsikologyangkemudian menelurkan ilmu baru ini berawal dari keluhan-keluhanmasyarakatsebagaiakibatdarimunculnyagejala-gejalayang menggelisahkan. Fenomena psikologis ini tampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu semata, melainkan oleh masyarakat luas.34 Namun demikian para ahli belum ada kesepakatan terhadap batasan atau definisi kesehatan mental(mentalhealth). Hal tersebut disebabkan antara lain karena adanya berbagai sudut pandang dan sistem pendekatan yang berbeda. Dengan tiadanya kesatuan pendapat dan pandangan tersebut, maka menimbulkan adanya perbedaan konsep kesehatan mental. Lebih jauh lagi mengakibatkan terjadinya perbedaanimplementasi dalam mencapai dan mengusahakan mental yang sehat.Perbedaanituwajardantidakperlumerisaukan,karenasisilainadanyaperbedaanitujustrumemperkayakhasanahdanmemperluas pandangan orang mengenai apa dan bagaimana kesehatan mental.35

Marie Jahoda memberikan batasan yang agak luas tentang kesehatan mental. Kesehatan mental tidak hanya terbatas pada absennyaseseorangdarigangguankejiwaandanpenyakitnya.Akan tetapi, orang yang sehat mentalnya memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut: (1) Sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri dalam arti dapat mengenal diri sendiri dengan baik. (2) Pertumbuhan,perkembangan,danperwujudandiriyangbaik.

33 Ibid, 3434ZakiahDaradjat,Kesehatan Mental (Jakarta:PT.GunungAgung,1983),

10.35ThohariMusnamar,etal,Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling

Islam(Yogyakarta:UIIPress,1992),XIII.

Page 17: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

344-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

(3) Integrasi diri yang meliputi keseimbangan mental, kesatuan pandangan,dan tahan terhadap tekanan-tekananyang terjadi.(4) Otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari dalam atau kelakuan-kelakuan bebas. (5) Persepsi mengenai realitas, bebas dari penyimpangan kebutuhan, serta memiliki empati dan kepekaan sosial. (6) Kemampuan untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi dengannya secara baik.36

Salahsatutokohyangmenjadipionerdalammerumuskanpengertian kesehatan mental yang mencakup seluruh potensi manusiaadalahZakiahDaradjat.ZakiaDaradjatmengemukakanbahwa Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasianyang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan danterciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuanuntukmencapaihidupyangbermaknadanbahagiadidunia dan bahagia di akhirat.37Definisiinimemasukkanunsuragama yang sangat penting dan harus diupayakan penerapannya dalam kehidupan, sejalan dengan penerapan prinsip-prinsipkesehatan mental dan pengembangan hubungan baik dengan sesama manusia.

Bila kesehatan mental berbicara tentang integritas kepribadian, realisasi diri, aktualisasi diri, penyesuaian diri, dan pengendalian diri, maka parameternya harus merujukpada iman dan takwa, akidah dan syariat. Dilibatkannya unsur iman dan takwa dalam teori kesehatan mental itu bertopang pada suatu kenyataan, bahwa tidak sedikit ditemukan orang yang tampaknyahidupsejahteradanbahagia,kepribadiannyamenarik, sosialitasnya sangat baik, hidupnya tampak tenang, akantetapisebenarnyajiwanyasakit,hampadanstress,lantarankurangnya nilai keagamaannya, atau setidaknya kurang taat dalam beragama. Hal ini tergolong kesehatan mental yang semu. Secara nyata, orang tersebut tampak sehat mentalnya,

36 A.F Jaelani, PenyucianJiwa(TazkiyatAl-nafs)&KesehatanMental (Jakarta: Penerbit Amzah, 2000), 75-77

37ZakiahDaradjat,Kesehatan Mental, (Jakarta, Gunung Agung, 1983), 11-13

Page 18: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Zamzami Sabiq, KonselingSufistik|345-352

perilakunya dianggap sesuai dengan norma masyarakat. Namun sebenarnya orang tersebut tidak sehat mental, lantaran gagal dalamberhubungandenganTuhannya.Dengandemikian,dapatdikatakanbahwahakekatkesehatanmentaladalahterwujudnyakeserasian, keharmonisan, dan integralitas kepribadian yang mencakupseluruhpotensimanusiasecaraoptimaldanwajar.

Sedangkan Hanna Djumhana Bastaman merangkumpandangan-pandangan tentang kesehatan mental menjadiempat pola wawasan dengan masing-masing orientasinya sebagai berikut: 1. Pola wawasan yang berorientasi simtomatis Pola wawasan yang berorientasi simtomatis menganggap bahwa hadirnya gejala (symptoms) dan keluhan (compliants) merupakan tanda adanya gangguan atau penyakit yang diderita seseorang. Sebaliknya hilang atau berkurangnya gejala dan keluhan-keluhan itu menunjukkan bebasnyaseseorang dari gangguan atau penyakit tertentu. Dan ini dianggap sebagai kondisi sehat. Dengan demikian kondisi jiwayangsehatditandaiolehbebasnyaseseorangdarigejala-gejalagangguankejiwaantertentu(psikosis)

2. Pola wawasan yang berorientasi penyesuaian diri Pola wawasan yang berorientasi penyesuaian diri. Pola

ini berpandangan bahwa kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri merupakan unsur utama dari kondisi jiwa yang sehat. Dalam hal ini penyesuaian diri diartikansecara luas, yakni secara aktif berupaya memenuhi tuntutan lingkungan tanpa kehilangan harga diri, atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi tanpa melanggar hak-hak orang lain. Penyesuaian diri yang pasif dalam bentuk serba menarik diri atau serba menuruti tuntutan lingkungan adalah penyesuaian diri yang tidak sehat, karena biasanya akan berakhirdenganisolasidiriataumenjadimudahterombang-ambing situasi.

3. Pola wawasan yang berorientasi pengembangan potensi Pola wawasan yang berorientasi pengembangan potensi

pribadi. Bertolak dari pandangan bahwa manusia adalah

Page 19: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

346-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

makhluk bermartabat yang memiliki berbagai potensi dan kualitas yang khas insani (human qualities), seperti kreativitas, rasa humor, rasa tanggungjawab, kecerdasan, kebebasanbersikap, dan sebagainya. Menurut pandangan ini sehat mental terjadi bila potensi-potensi tersebut dikembangkansecara optimal sehingga mendatangkan manfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya. Dalam mengembangkan kualitas-kualitas insani ini perlu diperhitungkan norma-norma yang berlaku dan nilai-nilai etis yang dianut, karena potensi dan kualitas-kualitas insani ada yang baik dan ada yang buruk.

4. Polawawasanyangberorientasiagama/kerohanian Polawawasanyangberorientasiagama/kerohanian.Berpan-danganbahwaagama/kerohanianmemilikidayayangdapatmenunjangkesehatanjiwa.Kesehatanjiwadiperolehsebagaiakibat dari keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan, sertamenerapkan tuntunan-tuntunan keagamaan dalam hidup.

Atas dasar pandangan-pandangan tersebut dapat diajukansecara operasional tolok ukur kesehatan jiwa atau kondisijiwayangsehat,yakni:a) Bebasdarigangguandanpenyakit-penyakitkejiwaan.b) Mampu secara luwes menyesuaikan diri dan menciptakan

hubungan antar pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan.

c) Mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, sikap, sifat, dan sebagainya) yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan.

d)BerimandanbertakwakepadaTuhan,danberupayamene-rapkan tuntunan agama dalam kehidupan sehari-hari.38

Konseling Sufi mewujudkan Kesehatan Mental

Bimbingan dan konseling sebagaimana disebutkan oleh Sukriadi Sambas sebagai ilmu dakwah terapan (tablig Isla>m).39

38Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam MenujuPsikologiIslami(Yogyakarta:PustakaPelajar,1997),133-135.

39 Muh. Sulthon, DesainIlmuDakwah(Yogyakarta:PustakaPelajar,2003),95

Page 20: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Zamzami Sabiq, KonselingSufistik|347-352

Memilikitanggungjawabpraktisterhadapterciptanyakesehatanmental pribadi, keluarga dan masyarakat. Bimbingan konseling merupakan dakwah yang lebih bersifat makro dalam membina masyarakat yang sistematis, terus menerus sesuai dengan potensi bakat dan minat yang dimiliki klien/konselee. Perkembanganbimbingan konseling keagamaan merupakan suatu kebutuhan bagi manusia itu sendiri, pada akhirnya agama memiliki corak bimbingan dan konseling yang khas.

Kajian bimbingan konseling Islam yang lahir daripengembangan metode istinbat} dan iqtibas. Secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan nilai keislaman, dan yang dapat bersinggungan langsung dengan bimbingan konseling Islam adalah tasawuf, karena tasawuf adalah unsur spiritualitas (dimensi esoteris) dalam Islam. Persentuhan inilah yang kemudian berpeluang besar memberi warna tersendiri bagi tren konseling di era modern.40

Tasawufpadamasasekarangmempunyai tanggung jawabsosial lebih berat daripada masa lalu, karena kondisi dan situasinya lebih kompleks sehingga refleksinya bisa berbeda.41 Tasawufberpandangan bahwa penyebab utama manusia mengalami gangguan kesehatan mental adalah karena kekosongan spiritual, pola hidup konsumtivisme dan individualisme yang semakin menggejala di banyak dunia modern. Manusia yangmengalami kehampaan spiritual, mengakibatkan munculnya gangguankejiwaan, seperti galaudan stres.Penyakit inipadaumumnya sukar sekali disembuhkan dengan penyembuhan medis.Tentunyapenyakitbatinhanyabisadisembuhkandenganmetoderohaniahataupundenganpengobatansufistik.42

Amin Sukur memaparkan bahwa terdapat beberapa alasan tasawufdapatdijadikansebagaiterapiatasgangguankesehatanmental, yaitu: 1) Tasawuf secara psikologis, merupakan hasildari berbagai pengalaman spiritual dan merupakan bentuk dari

40 Ibid., 10241 Amin Syukur, Menggugat Tasawuf (Yogyakarta:PustakaPelajar, 2012),

111.42 Amin Syukur, Sufi Healing; Terapi dengan Metode Tasawuf (Jakarta:

Erlangga, 2012), 37

Page 21: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

348-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

pengetahuan langsung mengenai realitas-realitas ketuhanan yangcenderungmenjadiindikatordalamagama.2)KehadiranTuhan dalam bentuk pengalaman mistis dapat menimbulkankeyakinan yang sangat kuat. Perasaan mistik, seperti ma’rifat, ittih}ad, h}ulul, mah}abbah, uns,dansebagainyamampumenjadimoral force bagi amal-amal saleh. Dan selanjutnya, amal saleh akanmembuahkan pengalaman-pengalaman mistis yang lain dengan tinggi kualitasnya. 3) Dalam tasawuf, hubungan seorang dengan Allahdijalaniatasrasakecintaan,Allahbagisufi,bukanlahDzatyang menakutkan, tetapi Dia adalah Dzat yang sempurna, indah, penyayang, pengasih, kekal, al-H}aqq, serta selalu hadir kapanpun dan di manapun. Hubungan mesin antara hamba dengan Allah akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang baik, lebih baik bahkan yang terbaik, menghindarkan diri dari penyimpangan-penyimpangan perbuatan tercela karena hubungan mesra tersebut sebagai moral kontrol.43

Penghayatan dan pengamalan tasawuf berkaitan erat dengan persoalan kesehatan mental. Namun bukan berarti bahwa penghayatandanpengamalan tasawuf semata-mata bertujuanuntuk memperoleh kesehatan mental. Karena tasawuf sudah muncul jauh sebelum adanya ilmu tentang kesehatanmental.Secara hakiki para sufi pun tidak pernah memperdulikan,apakah yang dia lakukan akan memperoleh kesehatan mental atau tidak. Para sufi hanya inginmemperoleh kedekatan dankeridaan Allah. Dekat sedekat-dekatnya dan rida serida-ridaNya.

Titik temu antara kesehatan mental dan tasawuf sudahdapatdilihatpadamaknakesehatanmentalitusendiri.AjarankesehatanmentalmenurutpandanganIslamsebenarnyaajarantasawuf itu sendiri. Kesehatan mental yang biasa diartikan sebagai terbentuknya individu yang terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan dapat ditemukan dalam kehidupankaum sufi. Ketika ajaran tasawuf dimaknai sebagai prosespenyucianjiwa.44Kondisisehatmentalrasanyasulitdiwujudkan

43 Ibid., 25-2644Al-Hujwiri, Kasyf al-Mahjub, Risalah Persia Tertua Tentang Tasawuf

(Bandung: Mizan, 1994), 82

Page 22: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Zamzami Sabiq, KonselingSufistik|349-352

jika jiwa seseorang kotor. Seseorang yang ingin memperolehkesehatan mental, sementara dirinya banyak berlumuran dosa, maka jalansatu-satuuntuk ituhanyalahdengan“menyucikanjiwa”.Bersihkanjiwanyadariseluruhdosadanperbuatanburukmerupakanjalanuntukmemperolehkesehatanmental.

Mustafa Zahri mengemukakan bahwa metode dan fase-faseyangharusdilaluiuntukmencapaipengisiandirimenujujiwayang sehat yaitumelalui takhalli> (membersihkan diri dari sifat-sifat tercela), tah}alli> (mengisi diri dengan sifat-sifat yang terpuji),dan tajalli> (memperolehkenyataanTuhan).45 Pendapat Mustafa Zahri sejalan dengan pandanganAmin Syukur yangmenyatakan dalam tasawuf lewat amalan dan latihan kerohanian yang beratlah, maka hawa nafsu manusia akan dapat dikuasai sepenuhnya. Adapun sistem pembinaan dan latihan tersebut adalahmelalui jenjangtakhalli>, tah}alli> dan tajalli>.46 Proses mulai dari takhalli> berlanjut ke tah}alli> dan berakhir di tajalli> ini bisa menjadirangkaianmetodeyangdipergunakandalampenerapankonselingsufistik.

Kesimpulan

Psikologi dan tasawuf memiliki perbedaan dalam memandang manusia. Psikologi memandang manusia dalam bentukfisikdanpsikis.Sedangkantasawufmemandangmanusiatidaklah suatu bentuk sederhana yang hanya terdiri dari fisikdan psikis. Begitu juga penderitaan yang diderita oleh klien/konseleetidakhanyasebataspadapenderitaanfisikdanpsikis.MasihterdapatdimensirohaniahdariTuhanpadadirimanusia.Perbedaancarapandanginisebenarnyabukanlahmenjadisuatuhal yang perlu untuk diperdepatkan. Namun perbedaan ini bisa menjadisalahsatudasaruntukterjadinyaharmonisasidiantarakeduanya.

Salah satu bentuk harmonisasi psikologi dan tasawuf adalah 45 Mustafa Zahri, KunciMemahamiIlmuTasawuf(Surabaya:PT.BinaIlmu,

1995), 6546 Amin Syukur, Zuhud di Abad Moderen (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2000), 156

Page 23: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

350-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

konseling sufistik. Menggunakan pendekatan yang berdasarpada pendekatan psikologi dan pendekatan tasawuf. Konseling sufistik hadir sebagai bentuk harmonisasi dengan corak yangkhas. Sehingga menghasilkan teknik dan metode konseling yang khas pula dalam pelaksanaannya. Rangkaian metode yang dipergunakan dalam konseling sufistik akan bersumber padaajarantasawufmeliputitakhalli>, tah}alli> dan tajalli>.

Konsepdanarahkonselingsufistiktentunyapadakesehatanmental individu. Kesehatan untuk terwujudnya keserasianyang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan danterciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuanuntukmencapaihidupyangbermaknadanbahagiadiduniadanbahagiadiakhirat.Konselingsufistikdapatmenjadisolusidanwarnabarubagiterwujudnyakesehatanmental ini.Disampingitukonselingsufistikberpeluangbesarmenjaditrenkonseling di era modern seperti sekarang ini.

Page 24: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

Zamzami Sabiq, KonselingSufistik|351-352

Daftar Pustaka

Adz Dzaky. Hamdani Bakram. Konseling dan Psikoterapi Islami. Yogyakarta:PustakaFajar,2001

Al-Hujwiri. Kasyf al-Mahjub, Risalah Persia Tertua Tentang Tasawuf.Bandung: Mizan, 1994

Annajar,Amin.Psikologi Sufistik Dalam KehidupanModern.Bandung: Mizan Media Utama, 2004

Ansori, Fuad. Potensi-PotensiManusiaPustakaPelajar.Yogyakarta: 2005, 108

Bastaman, Hanna Djumhana. Integrasi Psikologi dengan IslamMenujuPsikologiIslami.Yogyakarta:PustakaPelajar,1997

Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika,2003

Daradjat,Zakiah.KesehatanMental.Jakarta:PT.GunungAgung,1983

Ekoeswara. TeoridanPraktekKonselingdanPsikoterapi.Jakarta: Eresco, 1988

Frager, Robert. Psikologi Sufi Untuk Transformasi Hati, Jiwa dan Ruh. Jakarta: Zaman, 2014

Hasyim, Muhammad. DialogAntarPsikologidanTasawuf:TelaahKritisPsikologi Humanistik Abraham Maslow. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2000

Hawari, Dadang. IlmuKedokteranJiwadanKesehatanJiwa.Yogyakarta: Dana Bakti Prima Jasa, 1999

Hawwa, Sa’id. Pendidikan Spiritual, terj. Abdul Munip. Yogyakarta:Mitra Pustaka, 2006

Jaelani, A.F PenyucianJiwa(TazkiyatAl-nafs)&KesehatanMental. Jakarta: Penerbit Amzah, 2000

Mujib,Abdul.FitrahdanKepribadianIslam;SebuahPendekatanPsikologis.Jakarta: Darul Fatah, 2006.

Musnamar, Thohari. et al, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan KonselingIslam. Yogyakarta: UII Press, 1992

Subandi, LatihanMeditasiUntukLatihanPsikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2002

Page 25: KONSELING SUFISTIK: HARMONISASI PSIKOLOGI DAN TASAWUF

352-352|’AnilIslamVol.9.Nomor2,Desember2016

Sukanto, NafsiologiPendekatanAlternatifAtasPsikologi.Jakarta: Integrita Press, 1985

Sulthon, Muh. DesainIlmuDakwah.Yogyakarta:PustakaPelajar,2003

Surya, M., PsikologiKonseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003

Syukur, Amin. Zuhud di Abad Moderen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2000

Syukur, Amin. Sufi Healing; Terapi dengan Metode Tasawuf. Jakarta: Erlangga, 2012

Syukur, Amin. MenggugatTasawuf.Yogyakarta:PustakaPelajar,2012.

Toyyibi,M. danNgemron,M.Psikologi Islam. Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2000

Winkel, W.S. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia, 1991

Zahri, Mustafa. KunciMemahamiIlmuTasawuf.Surabaya:PT.BinaIlmu,1995