konsekuensi dari penerapan akhlak mulia dan akhlak buruk

6
Konsekuensi dari Penerapan Akhlak Mulia dan Akhlak Buruk Oleh Reza Mahiendra, 1006699543 Perlu kita telusuri dalam Al-Quran dan hadis, ternyata banyak hadis dan ayat yang secara langsung maupun tidak langsung pembentukan--pembentukan akhlak mulia, hal ini dapat kita perhatikan dari berbagai ritual dalam Islam, ternyata semuanya selalu berhubungan dengan pembentukan akhlak mulia. Allah mengutus Rasulullah untuk menyempurnakan akhlak manusia, ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak,”(HR.Ahmad). Hadis tersebut dapat dipahami bahwa Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak manusia, mungkin kita akan bertanya apakah Rasulullah Saw diutus hanya untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak. Tentu tidak hanya untuk itu saja, tetapi pada dasarnya syariat yang dibawa para Rasul bermuara pada pembentukan akhlak. Apakah manusia tidak mampu memperbaiki akhlaknya sendiri, sehingga perlu diutus seorang Rasul. Bukankah manusia dibekali akal. Dengan akalnya manusia dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Mungkin di satu sisi argument tersebut ada benarnya, tetapi akal manusia terbatas, kalau akal dapat menentukan baik dan buruk tentunya Allah tidak perlu lagi menurunkan kitab-kitabnya, tidak 1

Upload: guntur-rahmandhito

Post on 13-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

ssss

TRANSCRIPT

Page 1: Konsekuensi Dari Penerapan Akhlak Mulia Dan Akhlak Buruk

Konsekuensi dari Penerapan Akhlak Mulia dan Akhlak Buruk

Oleh Reza Mahiendra, 1006699543

Perlu kita telusuri dalam Al-Quran dan hadis, ternyata banyak hadis dan ayat yang secara

langsung maupun tidak langsung pembentukan--pembentukan akhlak mulia, hal ini dapat kita

perhatikan dari berbagai ritual dalam Islam, ternyata semuanya selalu berhubungan dengan

pembentukan akhlak mulia. Allah mengutus Rasulullah untuk menyempurnakan akhlak manusia,

”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak,”(HR.Ahmad).

Hadis tersebut dapat dipahami bahwa Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak

manusia, mungkin kita akan bertanya apakah Rasulullah Saw diutus hanya untuk memperbaiki

dan menyempurnakan akhlak. Tentu tidak hanya untuk itu saja, tetapi pada dasarnya syariat yang

dibawa para Rasul bermuara pada pembentukan akhlak. Apakah manusia tidak mampu

memperbaiki akhlaknya sendiri, sehingga perlu diutus seorang Rasul. Bukankah manusia

dibekali akal. Dengan akalnya manusia dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.

Mungkin di satu sisi argument tersebut ada benarnya, tetapi akal manusia terbatas, kalau

akal dapat menentukan baik dan buruk tentunya Allah tidak perlu lagi menurunkan kitab-

kitabnya, tidak perlu mengutus para Nabi untuk menjelaskan ayat-ayat-Nya,

Allah sangat peduli kepada manusia, Allah sangat tahu kemampuan manusia, meskipun diberi

akal manusia tetap makhluk yang lemah, pengetahuannya terbatas. Sehingga Allah perlu

mengutus Nabi dan Rasul untuk menjelaskan kitab-kitab-Nya dan menunjukkan manusia jalan

yang lurus, dan akhlak yang mulia. Buktinya, Rasulullah Saw di utus untuk menjadi rahmat bagi

seluruh alam,

”Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam,”(QS. Al-

Ambiya : 107).

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Rasulullah di utus untuk menjadi rahmat bagi seluruh

alam, rahmat tidak akan dirasakan oleh makhluk di bumi kecuali dengan akhlak mulia, untuk

mewujudkan rahmat itu Allah menurunkan kitab-kitabnya, dan mengutus para Rasul dan Nabi

1

Page 2: Konsekuensi Dari Penerapan Akhlak Mulia Dan Akhlak Buruk

untuk menjelaskan kitab-kitab-Nya. Konsekuensi dari turunnya kitab-kitab Allah dan di utusnya

para Nabi dan Rasul adalah adanya hukum Syariat yang mengatur hubungan antara manusia

dengan Tuhan, hubungan antar sesama manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungannya.

Berbagai ritual diperintahkan Allah melalui para Nabi dan Rasul ternyata banyak bermuara pada

pembentukan akhlak, seperti dalam perintah salat,

”Dan dirikanlah salat sesungguhnya salat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar,”(QS. Al-

Ankabut : 45).

Ayat tersebut secara jelas menyatakan bahwa muara dari ibadah salat adalah

terbentuknya pribadi yang terbebas dari sikap keji dan mungkar, pada hakekatnya adalah

terbentuknya manusia berakhlak mulia, bahkan kalau kita telusuri proses ritual salat selalu

dimulai dengan berbagai persyaratan tertentu, seperti harus bersih badan, pakaian dan tempat,

dengan cara mandi dan berwudhu, intinya salat dipersiapkan untuk membentuk sikap manusia

selalu bersih, patuh, taat peraturan dan melatih seseorang untuk tepat waktu.

Dalam hadis qudsi Allah Swt. Berfirman, ”Sesungguhnya Aku menerima salat dari

seseorang yang mengerjakannya dengan khusuk karena kebesaran-Ku, dan ia tidak

mengharapkan anugrah dari salatnya karena sebagai hamba-Ku, ia tidak menghabiskan waktu

malamnya karena bermaksiat kepada-Ku, menghabiskan waktu siangnya untuk berdzikir kepada-

Ku, mengasihi orang miskin, ibnu sabil, mengasihi diri, dan menyantuni orang terkena

musibah,”(HR. Azzubaidi).

Ternyata, Allah menerima salat seseorang bukan karena sebagai hamba, tetapi lebih

kepada kemuliaan akhlaknya, seperti ikhlas tanpa pamrih, tidak bekerja karena atasan,

menyantuni anak yatim, orang miskin, orang yang terkena musibah, tidak bermaksiat. Bila

akhlak kita belum baik, maka salat belum di terima, bahkan ada kemungkinan kita termasuk

orang-orang tidak berakhlak, lebih dari itu, jika kita belum mampu mencegah diri dari perbuatan

keji dan mungkar, sebenarnya kita telah gagal dalam ritual salat, dan kepribadian kita diragukan.

Tujuan membayar zakat selain membersih harta juga mendidik kita berjiwa sosial,

’Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan

mensucikan mereka,”(QS. At-Taubah : 103).

2

Page 3: Konsekuensi Dari Penerapan Akhlak Mulia Dan Akhlak Buruk

Bahkan kalau kita mengahardik anak yatim, malas dalam mengerjakan salat, riya dalam

mengerjakan, tidak memberi makan orang miskin, serta tidak memberi pertolongan dengan

barang berharga kita dianggap sebagai pendusta agama (QS. Al-Maun : 1-7).

Bila kita sudah dianggap sebagai pendusta agama, sia-sialah ibadah kita, kesia-siaan itu

akibat kita tidak berakhlak,dikatakan tidak berakhlak karena kita menghardik anak yatim, tidak

memberi pertologan dengan barang berguna. Ternyata akhlak sangat menentukan keagamaan

seseorang, kalau akhlaknya baik maka baik pula ritual agamanya, sebaliknya jika akhlaknya

buruk maka buruk pula ibadah ritual agamannya. Sebagai contoh meskipun kita salat, tetapi suka

menghardik, zalim terhadap anak yatim, tidak menolong orang miskin, maka Allah menganggap

kita sebagai pendusta agama.

Bahkan, manusia paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat adalah manusia berakhlak

jelek, ”Sesungguhnya manusia paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang

ditinggalkan orang lain karena menghindari kejelekannya,”(HR.Bukhari).

Ternyata Allah mengolongkan manusia yang tidak berakhlak termasuk manusia yang

paling jelek di hadapan-Nya. Sebaliknya orang paling dicintai oleh Rasulullah adalah yang

paling banyak berakhlak, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat

duduknya pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya,”HR. At-Tirmidzi).

Ternyata, orang mukmin yang sempurna imannya bukan karena banyak ibadahnya, tetapi

yang baik akhlaknya,”Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling

baik akhlaknya,” (HR. Abu Daud).

Dalam ayat lain, Allah menyatakan bahwa kita belum sampai kepada kebajikan yang

sempurna sebelum kita menafkahkan harta yang kita cintai, menafkahkan harta kepada orang

yang sangat memerlukan adalah wujud dari kesantunan dan kedermawanan seseorang, dan sikap

itu merupakan bukti kemuliaan akhlaknya,”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan

yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai,” (QS. Ali Imran :

92).

3

Page 4: Konsekuensi Dari Penerapan Akhlak Mulia Dan Akhlak Buruk

Demikian juga, orang bertakwa dan berakhlak mulia dijamin masuk surga,

”Penyebab utama masuknya manusia ke surga karena bertakwa kepada Allah dan kemulian

akhlaknya,” (HR. Tirmidzi). Biasanya orang bertakwa akan berbuat dan bersikap baik dan

mengutamakan akhlak mulia, perbuatan baik merupakan wujud kemuliaan akhlaknya, sedangkan

perbuatan baik akan menghapus perbuatan-perbuatan buruk,

”Sesungguhnya, perbuatan-perbuatan (Akhlak) yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-

perbuatan buruk,”(QS. Hud : 114).

Ternyata keberhasilan ritual seseorang di sisi Allah dilihat dari sejauh mana ia telah

menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. salah satu contoh akhlak mulia yang mengantarkan

seorang hamba dekat dengan khaliqnya,

”Orang yang suka berderma dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia,

serta jauh dari neraka,”(HR. At-Tirmidzi)

Daftar Pustaka

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/bab5-akhlak.pdf di akses pada tanggal

20 Maret 2011 jam 19.00 WIB

http://akhlaqmuslim.wordpress.com/2006/11/17/akhlak-islam-cerminan-aqidah-islam/ di akses

pada tanggal 20 Maret 2011 jam 19.00 WIB

4