konsekuensi dari penerapan akhlak mulia dan akhlak buruk
DESCRIPTION
ssssTRANSCRIPT
Konsekuensi dari Penerapan Akhlak Mulia dan Akhlak Buruk
Oleh Reza Mahiendra, 1006699543
Perlu kita telusuri dalam Al-Quran dan hadis, ternyata banyak hadis dan ayat yang secara
langsung maupun tidak langsung pembentukan--pembentukan akhlak mulia, hal ini dapat kita
perhatikan dari berbagai ritual dalam Islam, ternyata semuanya selalu berhubungan dengan
pembentukan akhlak mulia. Allah mengutus Rasulullah untuk menyempurnakan akhlak manusia,
”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak,”(HR.Ahmad).
Hadis tersebut dapat dipahami bahwa Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak
manusia, mungkin kita akan bertanya apakah Rasulullah Saw diutus hanya untuk memperbaiki
dan menyempurnakan akhlak. Tentu tidak hanya untuk itu saja, tetapi pada dasarnya syariat yang
dibawa para Rasul bermuara pada pembentukan akhlak. Apakah manusia tidak mampu
memperbaiki akhlaknya sendiri, sehingga perlu diutus seorang Rasul. Bukankah manusia
dibekali akal. Dengan akalnya manusia dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.
Mungkin di satu sisi argument tersebut ada benarnya, tetapi akal manusia terbatas, kalau
akal dapat menentukan baik dan buruk tentunya Allah tidak perlu lagi menurunkan kitab-
kitabnya, tidak perlu mengutus para Nabi untuk menjelaskan ayat-ayat-Nya,
Allah sangat peduli kepada manusia, Allah sangat tahu kemampuan manusia, meskipun diberi
akal manusia tetap makhluk yang lemah, pengetahuannya terbatas. Sehingga Allah perlu
mengutus Nabi dan Rasul untuk menjelaskan kitab-kitab-Nya dan menunjukkan manusia jalan
yang lurus, dan akhlak yang mulia. Buktinya, Rasulullah Saw di utus untuk menjadi rahmat bagi
seluruh alam,
”Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam,”(QS. Al-
Ambiya : 107).
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Rasulullah di utus untuk menjadi rahmat bagi seluruh
alam, rahmat tidak akan dirasakan oleh makhluk di bumi kecuali dengan akhlak mulia, untuk
mewujudkan rahmat itu Allah menurunkan kitab-kitabnya, dan mengutus para Rasul dan Nabi
1
untuk menjelaskan kitab-kitab-Nya. Konsekuensi dari turunnya kitab-kitab Allah dan di utusnya
para Nabi dan Rasul adalah adanya hukum Syariat yang mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhan, hubungan antar sesama manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungannya.
Berbagai ritual diperintahkan Allah melalui para Nabi dan Rasul ternyata banyak bermuara pada
pembentukan akhlak, seperti dalam perintah salat,
”Dan dirikanlah salat sesungguhnya salat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar,”(QS. Al-
Ankabut : 45).
Ayat tersebut secara jelas menyatakan bahwa muara dari ibadah salat adalah
terbentuknya pribadi yang terbebas dari sikap keji dan mungkar, pada hakekatnya adalah
terbentuknya manusia berakhlak mulia, bahkan kalau kita telusuri proses ritual salat selalu
dimulai dengan berbagai persyaratan tertentu, seperti harus bersih badan, pakaian dan tempat,
dengan cara mandi dan berwudhu, intinya salat dipersiapkan untuk membentuk sikap manusia
selalu bersih, patuh, taat peraturan dan melatih seseorang untuk tepat waktu.
Dalam hadis qudsi Allah Swt. Berfirman, ”Sesungguhnya Aku menerima salat dari
seseorang yang mengerjakannya dengan khusuk karena kebesaran-Ku, dan ia tidak
mengharapkan anugrah dari salatnya karena sebagai hamba-Ku, ia tidak menghabiskan waktu
malamnya karena bermaksiat kepada-Ku, menghabiskan waktu siangnya untuk berdzikir kepada-
Ku, mengasihi orang miskin, ibnu sabil, mengasihi diri, dan menyantuni orang terkena
musibah,”(HR. Azzubaidi).
Ternyata, Allah menerima salat seseorang bukan karena sebagai hamba, tetapi lebih
kepada kemuliaan akhlaknya, seperti ikhlas tanpa pamrih, tidak bekerja karena atasan,
menyantuni anak yatim, orang miskin, orang yang terkena musibah, tidak bermaksiat. Bila
akhlak kita belum baik, maka salat belum di terima, bahkan ada kemungkinan kita termasuk
orang-orang tidak berakhlak, lebih dari itu, jika kita belum mampu mencegah diri dari perbuatan
keji dan mungkar, sebenarnya kita telah gagal dalam ritual salat, dan kepribadian kita diragukan.
Tujuan membayar zakat selain membersih harta juga mendidik kita berjiwa sosial,
’Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka,”(QS. At-Taubah : 103).
2
Bahkan kalau kita mengahardik anak yatim, malas dalam mengerjakan salat, riya dalam
mengerjakan, tidak memberi makan orang miskin, serta tidak memberi pertolongan dengan
barang berharga kita dianggap sebagai pendusta agama (QS. Al-Maun : 1-7).
Bila kita sudah dianggap sebagai pendusta agama, sia-sialah ibadah kita, kesia-siaan itu
akibat kita tidak berakhlak,dikatakan tidak berakhlak karena kita menghardik anak yatim, tidak
memberi pertologan dengan barang berguna. Ternyata akhlak sangat menentukan keagamaan
seseorang, kalau akhlaknya baik maka baik pula ritual agamanya, sebaliknya jika akhlaknya
buruk maka buruk pula ibadah ritual agamannya. Sebagai contoh meskipun kita salat, tetapi suka
menghardik, zalim terhadap anak yatim, tidak menolong orang miskin, maka Allah menganggap
kita sebagai pendusta agama.
Bahkan, manusia paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat adalah manusia berakhlak
jelek, ”Sesungguhnya manusia paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang
ditinggalkan orang lain karena menghindari kejelekannya,”(HR.Bukhari).
Ternyata Allah mengolongkan manusia yang tidak berakhlak termasuk manusia yang
paling jelek di hadapan-Nya. Sebaliknya orang paling dicintai oleh Rasulullah adalah yang
paling banyak berakhlak, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat
duduknya pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya,”HR. At-Tirmidzi).
Ternyata, orang mukmin yang sempurna imannya bukan karena banyak ibadahnya, tetapi
yang baik akhlaknya,”Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling
baik akhlaknya,” (HR. Abu Daud).
Dalam ayat lain, Allah menyatakan bahwa kita belum sampai kepada kebajikan yang
sempurna sebelum kita menafkahkan harta yang kita cintai, menafkahkan harta kepada orang
yang sangat memerlukan adalah wujud dari kesantunan dan kedermawanan seseorang, dan sikap
itu merupakan bukti kemuliaan akhlaknya,”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai,” (QS. Ali Imran :
92).
3
Demikian juga, orang bertakwa dan berakhlak mulia dijamin masuk surga,
”Penyebab utama masuknya manusia ke surga karena bertakwa kepada Allah dan kemulian
akhlaknya,” (HR. Tirmidzi). Biasanya orang bertakwa akan berbuat dan bersikap baik dan
mengutamakan akhlak mulia, perbuatan baik merupakan wujud kemuliaan akhlaknya, sedangkan
perbuatan baik akan menghapus perbuatan-perbuatan buruk,
”Sesungguhnya, perbuatan-perbuatan (Akhlak) yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-
perbuatan buruk,”(QS. Hud : 114).
Ternyata keberhasilan ritual seseorang di sisi Allah dilihat dari sejauh mana ia telah
menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. salah satu contoh akhlak mulia yang mengantarkan
seorang hamba dekat dengan khaliqnya,
”Orang yang suka berderma dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia,
serta jauh dari neraka,”(HR. At-Tirmidzi)
Daftar Pustaka
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/bab5-akhlak.pdf di akses pada tanggal
20 Maret 2011 jam 19.00 WIB
http://akhlaqmuslim.wordpress.com/2006/11/17/akhlak-islam-cerminan-aqidah-islam/ di akses
pada tanggal 20 Maret 2011 jam 19.00 WIB
4