konfre ft a

76
UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM VOKASI RUMPUN KESEHATAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI LEMBAR PENGESAHAN Makalah konfrensi kasus telah disetujui, dikoreksi, dan diterima Pembimbing Praktek Klinik Program Studi Fisioterapi Pediatri di RSCM untuk melengkapi tugas Praktek Klinik I Tahun 2013. Pada Hari : Senin Tanggal : 28 Oktober 2013 Pembimbing, 1 UNIVERSITAS INDONESIA

Upload: wahyu-slamet-nugroho

Post on 18-Jan-2016

47 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONFRE FT A

UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM VOKASI

RUMPUN KESEHATAN

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah konfrensi kasus telah disetujui, dikoreksi, dan diterima Pembimbing Praktek Klinik

Program Studi Fisioterapi Pediatri di RSCM untuk melengkapi tugas Praktek Klinik I Tahun

2013.

Pada Hari : Senin

Tanggal : 28 Oktober 2013

Pembimbing,

................................

Sri Novia Fauza, SST.FT

KATA PENGANTAR

1UNIVERSITAS INDONESIA

Page 2: KONFRE FT A

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat

dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah konferensi kasus Fisioterapi

Pediatri dengan tepat waktu. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas dalam

Praktek Klinik I Semester V.

Kami sebagai tim penulis mengucapkan terima kasih kepada para instruktur praktek

klinik atau fisioterapis di RSPUN Dr. Cipto Mangunkusumo, terutama instruktur fisioterapi

pediatri yang telah memberikan waktu untuk membimbing dan mendukung kami selama

pembuatan makalah ini serta orang tua dan teman-teman mahasiswa Fisioterapi Universitas

Indonesia yang telah memberi bantuan baik material maupun spiritual karena tanpa bantuan

mereka makalah ini tidak dapat selesai dengan baik. Tak lupa ucapan terima kasih kepada

pasien beserta keluarganya yang bersedia membantu bekerjasama untuk kelancaran

penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan baik dalam segi materi

maupun sistematika penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas

ketidaksempurnaan makalah ini dan kami mohon para pembaca untuk memberi kritik dan

saran yang membangun untuk pembuatan makalah yang lebih baik kedepannya. Makalah ini

belum dapat dijadikan acuan sebelum disetujui oleh dosen pembimbing pada saat konferensi

kasus.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan rekan-

rekan fisioterapis khususnya.

Jakarta, September 2014

Tim Penulis

2UNIVERSITAS INDONESIA

Page 3: KONFRE FT A

DAFTAR ISI

3UNIVERSITAS INDONESIA

Page 4: KONFRE FT A

DAFTAR GAMBAR

4UNIVERSITAS INDONESIA

Page 5: KONFRE FT A

DAFTAR TABEL

5UNIVERSITAS INDONESIA

Page 6: KONFRE FT A

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Cerebral palsy merupakan sindrom non progresif yang mempengaruhi otak dan

menyebabkan difungsi motor pada masa perkembangan. Angka kejadian cerebral palsy adalah

lebih kurang 5,5 perseribu kelahiran hidup dan tersebar merata pada kedua jenis kelamin,

segala ras dan berbagai negara (Garrison, 1995). Sehingga sangat dibutuhkan metode khusus

dalam rangka penanganannya. Oleh karena itu, kami mengambil tugas karya akhir mengenai

cerebral palsy tipe diplegi.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka kami sebagai

penulis dapat mengidentifikasikan masalah untuk kasus tersebut sebagai berikut :

1. Tonus postural abnormal

2. Gangguan postur

3. Gangguan perkembangan motorik kasar

4. Gangguan ambulasi dan transfer

1.2.1 Pembatasan Masalah

Banyak jenis dan masalah yang timbul pada kasus cerebral palsy, maka kami akan

membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini. Adapun masalah yang akan

dibahas pada penatalaksanaan fisioterapi pada penderita cerebral palsy

1.2.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Apa defenisi dari cerebral palsy?

2. Bagaimana anatomi dan fisiologi otak?

3. Bagaimana klasifikasi dari cerebral palsy?

4. Apa definisi dari cerebral palsy diplegi?

5. Bagaimana patofisiologi dari cerebral palsy?

6. Bagaimana etiologi dari cerebral palsy?

6UNIVERSITAS INDONESIA

Page 7: KONFRE FT A

7. Bagaimana manifestasi klinis dari cerebral palsy?

8. Bagaimana prognosa dari cerebral palsy?

9. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada cerebral palsy?

1.3 Metode Pelaksananaan Fisioterapi

Berikut ini merupakan metode pelaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy adalah

sebagai berikut

1.3.1. Massage

1.3.2. Stretching

1.3.3. NDT

1.4 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dibagi menjadi dua, yakni:

1.4.1. Tujuan Umum

1. Karya tulis ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir kami sebelum kami pindah stase

pada peminatan lain.

2. Untuk mengaplikasikan pengetahuan kami dalam mengatasi masalah pada kasus

cerebral palsy spastik diplegi.

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Bagi mahasiswa :

1. Mengetahui definisi cerebral palsy.

2. Mengetahui anatomi dan fisiologi otak.

3. Mengetahui klasifikasi cerebral palsy.

4. Mengetahui definisi cerebral palsy spastik diplegi.

5. Mengetahui patofisiologi cerebral palsy spastik diplegi.

6. Mengetahui etiologi cerebral palsy spastik diplegi.

7. Mengetahui manifestasi klinis cerebral palsy spastik diplegi.

8. Mengetahui prognosa cerebral palsy spastik diplegi.

9. Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastik diplegi.

b. Bagi pasien :

Mengetahui hal-hal yang harus dilakukan untuk membantu proses rehabilitasi

sehingga anak dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai umurnya.

7UNIVERSITAS INDONESIA

Page 8: KONFRE FT A

1.5 Manfaat Penulisan

1.5.1. Bagi Penulis

Menambah pemahaman mengenai kasus cerebral palsy spastik diplegi dan menerapkan

penatalaksanaan fisioterapi yang baik dan benar pada kasus tesebut.

1.5.2. Bagi Fisioterapis

Dapat memperkaya atau menambah pengetahuan mengenai cerebral palsy spastik diplegi

dan mampu mengembangkan aplikasi latihan di rumah maupun di rumah sakit atau klinik..

1.6 Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, metode yang penulis gunakan adalah metode kepustakaan

yaitu dengan membaca buku-buku dan juga literatur dari internet yang berkaitan dengan kasus

yang diangkat.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada tugas akhir ini terdiri dari

BAB I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan

sistematika penulisan.

BAB II merupakan kajian teori yang meliputi definisi, anatomi fisiologi otak,

epidemiologi, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, prognosis, dan penatalaksanaan

fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastik diplegi.

BAB III merupakan pembahasan status pada kasus cerebral palsy spastik diplegi.

BAB IV merupakan penutupan berupa kesimpulan dan saran.

8UNIVERSITAS INDONESIA

Page 9: KONFRE FT A

BAB 2

KAJIAN TEORI

2.1. Defenisi Cerebral palsy

Istilah cerebral palsy (CP) dipublikasikan pertama kali oleh Willam Little pada tahun

1843 dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia

neonatorum. Sedangkan istilah cerebral palsy diperkenalkan pertama kali oleh Sir William

Osler (Mohamad Efendi: 2006). Istilah cerebral palsy dimaksudkan untuk menerangkan

adanya kelainan gerak, sikap ataupun bentuk tubuh, gangguan koordinasi yang disertai

dengan gangguan psikologis dan sensoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau

kecacatan pada masa perkembangan otak.

2.2. Anatomi dan Fisiologi Otak

2.2.1. Bagian-Bagian Otak

9UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 1

Page 10: KONFRE FT A

Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu cerebrum atau otak besar, cerebellum atau

otak kecil, brainstem atau batang otak dan diencephalons (Satyanegara, 1998). Otak mengatur

dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi homeostatis seperti detak

jantuk, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung

jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Otak manusia terdiri dari

beberapa bagian yaitu

a. Cerebrum

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama

cortex cerebri, forebrain atau otak depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang memiliki

kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan

kemampuan visual sehingga membuat manusia berbeda dengan binatang. Kecerdasan

intelektual ditentukan oleh kualitas bagian ini. Cerebrum terbagi menjadi empat bagian yang

disebut dengan lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan disebut

sulcus.

Lobus frontal

Merupakan bagian lobus paling depan dari otak besar. Lobus ini berhubungan dengan

kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian

masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan

kemampuan bahasa secara umum.

Lobus parietal

Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan,

sentuhan dan rasa sakit.

Lobus temporal

Berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan

informasi dan bahasa dalam bentuk suara.

Lobus occipital

Merupakan bagian otak paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang

memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap suatu objek yang ditangkap

oleh retina mata.

b. Cerebellum

Cerebellum atau otak kecil terletak di bagian belakang kepala dekat dengan ujung

leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak diantaranya mengatur

10UNIVERSITAS INDONESIA

Page 11: KONFRE FT A

sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan maupun koordinasi otot dan gerakan

tubuh. Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang

dipelajari seperti gerakan mengendarai motor, menulis, menutup pintu dan sebagainya.

Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatan gangguan pada sikap dan

koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi.

c. Brainstem

Brainstem atau batang otak merupakan bagian di dalam tulang tengkorak atau rongga

kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang

belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia seperti pernafasan, denyut jantung,

suhu tubuh, proses pencernaan, insting manusia untuk fight or fight (lawan atau lari) saat

datang bahaya. Batang otak terdiri dari tiga bagian yaitu:

Mesencephalon atau otak tengah (mid brain)

Bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan otak besar dan otak kecil. Otak

tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon pengelihatan, gerakan mata, pembesaran pupil

mata maupun gerakan tubuh dan pendengaran.

Medulla oblongata

Merupakan titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan

badan dan juga sebaliknya. Medulla oblongata mengontrol fungsi otomatis otak seperti detak

jantung, sirkulasi darah, pernafasan dan pencernaan.

Pons

Merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi

reticular. Pons berfungsi untuk mengkondisikan seseorang untuk bangun atau tidur.

d. Diencephalons

Diencephalons terletak di dalam otak dengan dengan nukleus basal. Diencephalons

merupakan suatu struktur garis tengah yang membentuk dinding-dinding rongga ventrikel

ketiga yang salah satunya merupakan tempat lewatnya cairan serebrospinalis. Diencephalons

terdiri dari dua bagian yaitu:

Thalamus

Berfungsi sebagai stasiun penyambung dan pusat integrasi sinaps untuk pengolahan

pendahuluan semua masukan sensorik dalam perjalanan menuju korteks. Thalamus bersama

11UNIVERSITAS INDONESIA

Page 12: KONFRE FT A

dengan batang otak serta daerah asosiasi korteks berfungsi penting untuk kemampuan

seseorang untuk mengarahkan perhatian ke rangsangan yang menarik.

Hypothalamus

Merupakan kumpulan nukleus spesifik dan serat-serat yang terkait dan terletak di bawah

thalamus. Daerah ini merupakan pusat integrasi banyak fungsi homeostatik penting dan

berfungsi sebagai penghubung antara sistem saraf otonom dan sistem endokrin.

e. Meninges

Otak dilindungi oleh tiga lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi

maka akan terjadi radang yang disebut dengan meningitis. Ketiga lapisan membran meninges

dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:

Durameter atau lapisan luar

Durameter disebut juga pachimeningen atau meningen fibrosa. Hal ini dikarenakan

tebal, kuat dan mengandung serabut kolagen. Pada durameter dapat diamati adanya serabut

elastis, fibrosit, saraf, pembuluh darah dan limfe. Lapisan dalam durameter terdiri dari

beberapa lapis fibrosit pipi dan sel-sel luar dari lapisan arachnoid.

Araknoid atau lapisan tengah

Araknoid merupakan serabut halus yang memisahkan durameter dan piameter. Lapisan

arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut kolagen. Arachnoid berbentuk

seperti jaring laba-laba. Antara arachnoid dan piameter terdapat ruangan berisi cairan yang

berfungsi untuk melindungi otak dari benturan.

Piameter atau lapisan dalam

Piameter merupakan membran yang sangat lembut dan tipis berisi penuh dengan

pembuluh darah dan sangat dekat dengan permukaan otak. Lapisan ini berfungsi untuk

memberi oksigen dan nutrisi serta mengangkut bahan sisa metabolisme.

2.3 Klasifikasi Cerebral palsy

2.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Keparahan Fungsional

Menurut Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182), karakteristik cerebral palsy dibagi

sesuai dengan derajat kemampuan fungsional. Adapun karakteristik cerebral palsy sesuai

dengan derajat kemampuan fungsional yaitu:

a. Golongan Ringan (10%)

12UNIVERSITAS INDONESIA

Page 13: KONFRE FT A

Cerebral palsy golongan ringan umumnya dapat hidup bersama anak-anak sehat lainnya,

kelainan yang dialami tidak mengganggu dalam kegiatan sehari-hari, maupun dalam

mengikuti pendidikan.

b. Golongan Sedang (30%)

Cerebral palsy yang termasuk sedang sudah kelihatan adanya pendidikan khusus agar

dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau bicara. Anak memerlukan alat bantuan

khusus untuk memperbaiki pola geraknya misalnya braces.

c. Golongan Berat (60%)

Cerebral palsy yang termasuk berat sudah menunjukkan kelainan yang sedemikian rupa,

sama sekali sulit melakukan kegiatan dan tidak mungkin dapat hidup tanpa bantuan orang

lain. Membutuhkan kursi roda dan memiliki keterbatasan yang signifikan dalam menjalani

kegiatan sehari-hari. Sebaiknya anak ditampung dalam rumah dengan perawatan khusus.

2.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Gross Motor Functional Classification System

(GMFCS)

Berdasarkan factor dapat tidaknya beraktifitas atau ambulasi, Gross Motor Functional

Classification System (GMFCS) secara luas digunakan untuk menentukan derajat fungsional

penderita cerebral palsy. Pembagian derajat fungsional cerebral palsy menurut GMFCS,

dibagi menjadi 5 level dan berdasarkan kategori umur dibagi menjadi 4 kelompok yaitu 0-2

tahun, 2-3 tahun, 4-6 tahun dan 6-12 tahun. Berdasarkan pembagian

2.3.3. Klasifikasi Berdasarkan Fungsi Motorik

Ada dua kelompok utama yang berhubungan dengan hal ini yaitu spastik dan non

spastik. Masing-masing memiliki beberapa variasi dan mungkin memiliki campuran dari

kedua jenis tersebut. Cerebral palsy tipe spastik ditandai dengan meningkatnya tonus otot

sedangkan tipe non spastik akan menunjukkan adanya penurunan atau berfluktuasi pada tonus

otot. Fungsi motorik pada lokasi piramidal dan ekstrapiramidal mengacu pada lokasi cedera

otak. Cerebral palsy tipe spastik termasuk pada piramidal dan non spastik termasuk pada

ekstrapiramidal.

Traktus piramidal terdiri dari dua kelompok serabut saraf yang bertanggung jawab

dalam voluntary movement. Sehingga cerebral palsy yang terjadi pada piramidal akan

menunjukkan bahwa traktus piramidal tidak berfungsi baik atau rusak. Cerebral palsy yang

13UNIVERSITAS INDONESIA

Page 14: KONFRE FT A

terjadi di ekstrapiramidal menujukkan adanya cidera di luar traktus seperti ganglia basal,

thalamus dan otak kecil. Kerusakan pada piramidal dan ekstrapiramidal merupakan kunci

gangguan gerak.

Cerebral palsy tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot atau hipertonus dan

keterbatasan lingkup gerak sendi akibat adanya kekakuan. Cerebral palsy tipe spastis juga

dapat menyebabkan kekakuan otot atau ketegangan otot, menyebabkan sebagian otot menjadi

kaku, gerakan-gerakan lambat dan canggung, gangguan berbicara, makan, bernafas dan

menelan. Selain itu cerebral palsy tipe spastik juga dapat menyebabkan dislokasi hip, kelainan

tulang belakang dan deformitas pada anggota gerak.

Athetoid merupakan salah satu jenis cerebral palsi dengan ciri menonjol, gerakan-

gerakan tidak terkontrol terutama pada pada lengan bawah, lengan atas, tungkai atau otot-otot

wajah yang lambat bergeliat-geliut secara tiba-tiba dan cepat. Ataxia ditandai gerakan-

gerakan tidak terorganisasi dan kehilangan keseimbangan. Jadi keseimbangan buruk, ia

mengalami kesulitan untuk memulai duduk dan berdiri.

Tremor ditandai dengan adanya otot yang sangat kaku, demikian juga gerakannya, otot

terlalu tegang diseluruh tubuh, cenderung menyerupai robot waktu berjalan tahan-tahan dan

kaku. Rigiditi ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kecil tanpa disadari, dengan

irama tetap, lebih mirip dengan getaran. Campuran merupakan kombinasi dari dua tipe

cerebral palsy yaitu spastik dan atethoid.

2.3.4. Klasifikasi Berdasarkan Distribusi Topografi

Menurut Victorian Cerebral Palsy Register, klasifikasi berdasarkan distribusi topografi

menggambarkan bagian tubuh mana yang terkena. Hal ini berguna dalam penanganan

tindakan pengobatan cerebral palsy. Ada dua istilah dalam metode klasifikasi ini yaitu:

a. Paresis, merujuk pada kehilangan kontraktilitas otot atau dengan kata lain terjadi

kelemahan otot.

b. Plegia atau plegic, merujuk pada kehilangan total kontraktilitas otot atau bisa diartikan

sebagai kelumpuhan.

Prefiks dan akar kata yang dikombinasikan dapat menghasilkan klasifikasi yang biasa

digunakan seperti

a. Monoplegi

Monoplegi berarti hanya satu ekstremitas saja yang mengalami kelumpuhan. Pada

umumnya terjadi pada lengan atau ekstremitas atas.

14UNIVERSITAS INDONESIA

Page 15: KONFRE FT A

b. Diplegi

Diplegi berarti yang kekakuan terjadi pada dua anggota tubuh sedangkan sistem lain

normal. Biasanya ekstremitas bawah lebih berat dibandingkan dengan ekstremitas atas.

c. Triplegi

Triplegi umumnya terjadi pada tiga buah ektremitas dan biasanya menyerang pada

ekstremitas pada kedua sisi tubuh dan salah satu sisi pada ekstremitas bawah.

d. Quadriplegi

Quadriplegi ditandai dengan adanya kekakuan pada keempat ekstremitas dan juga terjadi

keterbatasan (paucity) pada tungkai.

2.4. Definisi Cerebral palsy Spastic Diplegi

Cerebral palsy Diplegi adalah salah satu tipe cerebral palsy yang merupakan kondisi

dimana adanya kerusakan pada system saraf pada bagian piramidalis ditandai dengan tonus

otot yang meninggi dan terjadi pada dua anggota tubuh. Umumnya ekstremitas bawah lebih

berat dibandingkan dengan ekstremitas atas. Manifestasi kliniknya adalah pemendekkan dan

kekakuan.

2.5 Epidemiologi Cerebral palsy

Menurut Hagner (dikutip oleh Champbell, 1995), angka kejadian Cerebral Palsy yang

sesungguhnya tidak diketahui secara pasti. Namun berdasarkan penelitian oleh National

Institute of Neuorological Disorder and Stroke (NINDS) yang diadakan pada tahun 2000,

menyatakan bahwa dua sampai tiga bayi dari seribu kelahiran menderita Cerebral Palsy.

Sedangkan menurut Garrison, 1995, angka kejadian Cerebral Palsy adalah lebih kurang 5,5

per seribu kelahiran hidup dan tersebar merata pada kedua jenis kelamin, segala ras dan

berbagai negara. Resiko terkena Cerebral Palsy meningkat tajam seiring dengan berat badan

lahir rendah, bayi yang berat badan lahir kurang dari 1000 gram mempunyai resiko tinggi 40

kali lipat dibandingkan dengan bayi yang berat badan lahirnya normal (2,5 kg – 4 kg). Serta

menurut Trombly, (1989), usia ibu saat hamil 40 tahun lebih, beresiko melahirkan anak

dengan Cerebral Palsy dibandingkan usia ibu hamil dibawah 40 tahun. Distribusi pasien pada

setiap tipe cp adalah sebagai berikut : (Shevell et al, 2003)

Spastic quadriplegic : 77 (35.5%)

Spastic hemiplegic * : 68 (31.3%)

*Right hemiplegic (37); Left hemiplegic (31)

15UNIVERSITAS INDONESIA

Page 16: KONFRE FT A

Spastic diplegic : 39 (18.0%)

Mixed : 12 (5.5%)

Ataxic-hypotonic : 12 (5.5%)

Spastic monoplegic : 5(2.7%)

1) Dyskinetic : 2 (0.9%)

2) Worster-Drought : 2 (0.9%)

2.6 Etiology Cerebral palsy Spastic Diplegia

16UNIVERSITAS INDONESIA

Page 17: KONFRE FT A

17UNIVERSITAS INDONESIA

Faktor Resiko Penyebab yang Berhubungan

Pre Natal

Masa Kandungan

Prematur

Faktor Genetik

Kelainan Kongenital

Pada Otak

Gangguan metabolisme

Kekurangan nutrisi misalnya anemia

Anak kembar atau kelahiran yang banyak

Perdarahan

Toxemia

Ketidakcocokan darah

Terpapar radiasi

Infeksi misalnya rubella, toxoplamosis

Persalinan prematur

Sesak napas yang menyebabkan perdarahan

pada cerebral

Ketiadaan corpus callosum, aqueductal

stenosis, cerebral hypoplasia

Tidak diketahui penyebab, tidak ada penyebab

jelas pada pembahasan klinis

Perinatal Anesthesia atau analgesia selama melahirkan

dan persalinan

Trauma mekanik selama persalinan

Immaturity dari kelahiran

Gangguan metabolik misalnya

hiperbilirubinemia, gangguan asam amino,

hiperosmolarit

Gangguan elektrolit misalnya hipernatermia,

hipoglikemia

Post Natal Trauma kepala

Infeksi misalnya meningitis atau encephalitis

Kecelakaan cerebrovaskular

Toxicosis

Lingkungan misalnya gangguan fungsi

pencernaan atau ikan yang terkontaminasi oleh

merkuri

Page 18: KONFRE FT A

2.7 Patofisiologi Cerebral palsy Diplegi

Cerebral palsy spastik diplegi disebabkan oleh karena adanya hemorage dan

periventricular leukomalacia pada area substansi alba yang merupakan area terbesar dari

korteks motor. Periventrivaskular leukomalacia adalah nekrosis dari substansia alba sekitar

ventrikel akibat dari menurunya kadar oksigen dan arus darah pada otak yang biasanya terjadi

bersamaan dengan lesi hemorage dan potensi terjadi selama apneu pada bayi premature, baik

periventricular leukomalacia maupun lesi hemorage dapat menyebabkan spastic diplegi. Hal

ini sekaligus menguatkan arti patogenesis adalah kejadian kerusakan pada white matter (de

Vriest et al,1985 yang dikutip Shepred 1995).

Pada kasus Cerebral palsy diplegi ini, pasien mengalami atrofi cerebri korteks serebri,

traktus piramidalis, traktus ekstrapiramidalis, traktus kortikospinal yang menyebabkan pasien

kejang dan berakibat pada gangguan groos dan fine motor serta gangguan kognisi.

2.8. Manifestasi Klinik Cerebral palsy

Manifestasi Klinik pada kasus Cerebral palsy spastic diplegic

Kepala dan leher dapat bergerak secara bebas dan tidak mengalami keterbatasan

Ekstremitas atas cenderung bergerak aktif

Sendi panggul/hip memiliki kecenderungan dalam posisi semi flexi, adduksi dan

endorotasi yang menyebabkan ekstremitas bawah dalam kognisi menggunting/scissor

Sendi lutut dan knee memiliki cenderung dalam posisi semi flexi

Sendi pergelangan kaki cenderung dalam posisi plantar flexi karena adanya

ketegangan pada otot Achilles

Masalah keseimbangan karena dengan pola jalan menggunting akan rawan untuk

anak jatuh kedepan

Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan

2.8.1 Tonus postural

Gejala domain dari CP diplegi adalah abnormalitas tonus postural. Tonus postural

abnormal disebabkan oleh kerusakan pembentukan sistem syaraf pusat sehingga terjadi

inkoordinasi terhadap gerakan otot. Pada umumnya tonus postural CP dibedakan hipertonus,

hipotonus, dystonia, campuran. Tonus postural yang abnormal sering kali disertai oleh ankle

clonus, wrist clonus spasme otot dan kontraktur pada sendi. Selain itu tonus postural yang

18UNIVERSITAS INDONESIA

Page 19: KONFRE FT A

abnormal akan mempengaruhi pola gerak.pola spastis sering ditandai dengan scissor

gait.spasme otot serta flexi kontraktur.

Pada CP diplegi terdapat tonus postural otot tinggi terutama pada ektremitas bawah,

pada CP diplegia biasanya juga disertai kejang dan gambaran ataksia.

2.8.2 Refleks

Refleks primitive merupakan refleks yang timbul beberapa bulan pasca kelahiran dan

menghilang seiring peningkatan perkembangan anak. Beberapa refleks primitive yang

menetap pada penderita CP diplegia adalah ATNR, STNR, Spinal Gallant, Refleks Tonic,

labyrithen refleks, palmar graps, refleks moro.

2.8.3 Fungsi Motorik kasar

Fungsi motorik kasar adalah kemampuan mengkoordinasikan

sekelompok otot untuk menciptakan suatu gerakan yang fungsional. Penderita

CP memiliki gangguan fungsi motorik kasar terkait dengan tonus postural yang

abnormal. Seringkali tonus postural yang abnormal menciptakan pola yang

sangat khas contoh cara berjalan anak CP yang jinjit dan belum stabil. Sebagai

contoh juga CP diplegi dapat menimbulkan spastisitas sehingga gerakan seperti

berguling, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan sulit untuk dilakukan.

2.8.4 Fungsi motorik halus

Perkembangan fungsi motorik halus pada anak CP seperti

menggenggam objek kecil, memegang benda di sela jari telunjuk dan ibu jari.

Menaruh benda perlahan menggunakan peralatan makan akan mengalami

kesulitan berkaitan dengan adanya pola spastisitas.

2.8.5 Pertumbuhan

Kesulitan makan dapat menyebabkan anak tidak tumbuh dengan

semestinya karena penyerapan kalori kedalam tubuh mengalami hambatan

berkaitan penggunaan kalori berlebihan menuju otot yang terkait dengan

hipertonus seperti kasus CP diplegi.

2.9 Diagnosa Cerebral palsy

Dokter-dokter mendiagnosa CP pada bayi dengan melakukan test pada kemampuan

motorik dan analisis menyeluruh pada catatan medi mereka.suatu riwayat medis,test diagnose

19UNIVERSITAS INDONESIA

Page 20: KONFRE FT A

dan regular check-up dapat digunakan untuk memastikan diangnosa CP atau untuk

mengeliminasi kemungkinan terjadinya penyakit yang lain (anonym,2004). Untuk diagnosa

CP, disamping berdasarkan anamnesis yang teliti, juga diperlukan pemeriksaan penunjang.

(soetjiningsih,1995)

Berikut adalah beberapa test yang dilakukan test yang digunakan untuk diagnosis CP.

1. Electroensefalogram (EEG)

2. Elektromiografi ( EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV)

3. BERA (Brain Evoke Audiometry)

4. Tes laboratorium

a. Analisis kromosom

b. Test fungsi tiroid

c. Test ammonia dalam darah

5. Imaging test

a. Magnetic Resonance Imaging atau MRI

b. CT scan

c. Ultra Sono Graphy

2.10. Prognosis CP diplegia

Menurut Steve M prognosis pasien CP diplegi dipengaruhi beberapa faktor antara

lain :

a. Pemberian terapi dengan dosis yang tepat dan adekuat juga berpengaruh terhadap

prognosis pasien. Semakin tepat dan adekuat terapi yang diberikan semakin baik

prognosisnya.

b. Kondisi tubuh pasien

Dengan kondisi tubuh kita yang baik akan mempermudah pasien untuk

mengembangkan kemampuannya pada saat latihan sehingga pasien dapat melakukan

aktifitas sehari-hari secara mandiri.

c. Lingkungan tempat pasien tinggal dan bersosialisasi

Peran lingkungan terutama keluarga sangat mempengaruhi perkembangan pasien,

dukungan mental yang diberikan keluarga kepada pasien sangat dibutuhkan pasien

tidak hanya pada saat menjalani terapi sehingga pasien bersemangat setiap kali

20UNIVERSITAS INDONESIA

Page 21: KONFRE FT A

menjalani sesi latihan tetapi juga untuk menumbuhkan rasa percaya diri pasien untuk

bersosialisasi dengan dunia luar.

21UNIVERSITAS INDONESIA

Page 22: KONFRE FT A

2.11. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Cerebral Palsy Spastic Diplegi

Assessment merupakan proses pengumpulan data pribadi atau data pemeriksaan pasien

untuk dijadikan dasar program pemberian terapi dan tujuan terapi, yang disesuaikan dengan

kondisi dan lingkungan pasien.

1. Anamnesis

Anamnesis merupakan proses untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan tanya

jawab antara terapis dan sumber data. Dilihat dari segi pelaksanaannya anamnesis dibedakan

atas dua yaitu:

Auto anamnesis adalah proses tanya jawab langsung kepada pasien yang

bersangkutan

Allo anamnesis adalah proses tanya jawab tidak langsung ditujukan kepada pasien

melainkan melalui orang lain yaitu keluarga, teman, atau orang terdekat pasien.

Anamnesis umum berisi tentang nama jelas pasien, tempat tanggal lahir, alamat,

pendidikan terakhir, pekerjaan, hobi, dan diagnosa medik. Identitas pasien harus diisi dengan

lengkap untuk menghindari kesalahan pada dalam pemberian tindakan. Berikut ini merupakan

bagian-bagian dari anamnesis.

o Keluhan utama

Keluhan utama berisi alasan pasien datang ke fisioterapi, juga sebagai acuan menggali

informasi yang lebih dalam

o Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang adalah runtutan cerita yang berhubungan dengan keluhan utama

dan perjalanan penyakit sejak timbul keluhan sampai mendapat intervensi dari fisioterapi serta

informasi tentang riwayat pengobatan yang sudah pernah dilakukan dan hasil dari pengobatan

yang diperoleh. Hal ini juga untuk dijadikan acuan dalam melakukan pemeriksaan serta

pemberian tindakan.

o Riwayat prenatal

Berisi tentang informasi ibu saat mengandung meliputi usia ibu, kehamilan direncanakan atau

tidak, rutin control ke dokter atau tidak, selama hamil adakah riwayat trauma, pendarahan,

menderita suatu penyakit sampai dirawat atau tidak, mengkonsumsi obat-obatan atau tidak.

o Riwayat natal

22UNIVERSITAS INDONESIA

Page 23: KONFRE FT A

Berisi tentang riwayat kelahiran pasien, usia kehamilan, lahir spontan atau Caesar, mendapat

pertolongan kelahiran dari siapa, langsung menangis atau tidak, berat badan dan panjang bayi

lahir, saat lahir adakah tanda biru atau kuning, terlilit tali pusar.

o Riwayat postnatal

Berisi tentang riwayat anak setelah lahir yaitu pernah kejang atau tidak atau pernah

menggunakan alat bantu.

o Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit yang tidak berhubungan dengan keluhan utama namun pernah diderita

pasien seperti gangguan jantung dan paru. Riwayat penyakit dahulu perlu diketahui karena

beberapa penyakit bisa mempengaruhi penyakit yang sekarang dialami. Data ini bisa

dijadikan sebagai pertimbangan untuk pemilihan tindakan yang akan diberikan.

o Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit pada keluarga yang sama dengan pasien.

o Riwayat psikososial

Riwayat yang berisi tentang informasi pasien anak keberapa dari berapa bersaudara, usia,

pendidikan, dan pekerjaan orang tua, sehari – hari pasien diasuh oleh siapa.

o Riwayat imunisasi

Informasi tentang keterangan lengkap atau tidaknya imunisasi yang diberikan kepada

anak tersebut.

o Riwayat tumbuh kembang

Riwayat tumbuh kembang normal anak meliputi fase-fase perkembangan dan

pertumbuhan anak dapat dilalui pada saat usia anak berapa tahun, senyum pada orang pertama

kali, berbicara pertama kali, riwayat makan dan minum, bahasa yang dapat anak ucapkan,

baik sebelum sakit maupun setelah sakit jika ada perubahan tumbuh kembang. Riwayat

tumbuh kembang normal dapat dilihat berdasarkan grafik denver II.

2. Pemeriksaan

Pemeriksaan umum

a) Cara datang

Mandiri, digendong, atau menggunakan alat bantu

b) Kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan

dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

23UNIVERSITAS INDONESIA

Page 24: KONFRE FT A

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab

semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya

acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,

berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,

mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi

jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun

(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil

terhadap cahaya).

c) Tensi

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan sistolik

adalah tekanan darah pada saat terjadi kontraksi otot. Sedangkan, tekanan diastolic adalah

tekanan darah yang digambarkan pada rentang di antara grafik denyut jantung. Pengukuran

tekanan darah pada anak-anak dilakukan pada kasus-kasus tertentu.

Menurut Pamela (1993) jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia seseorang adalah

Usia Denyut nadi

Bayi dibawah usia 1 bulan 85/15 kali/menit

1-6 bulan 90/60 kali/menit

6-12 bulan 96/65 kali/menit

1-4 tahun 99/65 kali/menit

4-6 tahun 160/60 kali/menit

6-8 tahun 185/60 kali/menit

8-10 tahun 110/60 kali/menit

d) Lingkar kepala

Mengukur lingkar kepala berfungsi untuk mengetahui perkembangan otaknya.

Meskipun ukuran lingkar kepala tidak berkaitan dengan kecerdasannya, namun ukuran lingkar

24UNIVERSITAS INDONESIA

Page 25: KONFRE FT A

kepala volume otaknya. Lingkar kepala anak akan bertambah sesuai dengan usia dan juga

dipengaruhi oleh jenis kelamin. Perkembangan normal ukuran lingkar kepala bayi

1. Lingkar kepala anak laki-laki seperti di bawah ini

2. Lingkar kepala anak perempuan seperti di bawah ini

25UNIVERSITAS INDONESIA

Page 26: KONFRE FT A

e) Nadi

Mengetahui denyut nadi merupakan dasar untuk melakukan latihan fisik yang benar

dan terukur atau mengetahui seberapa keras jantung bekerja. Pengukuran nadi dilakukan

dengan durasi 1 menit. Berikut ini adalah frekuensi denyut nadi normal:

Usia Normal Tidur Demam

Baru lahir 100 – 180 80 – 160 Lebih dari 220

1 minggu – 3 bulan 100 – 220 80 – 200 Lebih dari 220

3 bulan – 2 tahun 80 – 150 70 – 120 Lebih dari 220

2 tahun – 10 tahun 70 – 110 60 – 90 Lebih dari 220

10 tahun – dewasa 55 – 90 50 – 90 Lebih dari 220

Tabel 1

f) Repirasi rate

Respirasi rate adalah jumlah seseorang mengambil nafas per menit. Tingkat respirasi

biasanya diukur ketika seseorang pada posisi diam dan hanya melibatkan menghitung jumlah

nafas selama satu menit dengan menghitung berapa kali dada meningkat.

26UNIVERSITAS INDONESIA

Page 27: KONFRE FT A

Respirasi dapat menigkat pada saat demam, berolahraga dan emosi. Ketika memeriksa

pernafasan penting juga untuk memperhatikan apakah seseorang memiliki kesulitan dalam

bernafas.

Usia Respirasi Rate

Baru lahir 35

1 – 11 bulan 30

2 tahun 25

4 tahun 23

6 tahun 21

8 tahun 20

10 tahun 19

12 tahun 19

14 tahun 18

16 tahun 17

18 tahun 16 – 18

Tabel 2

g) Suhu Badan

Nilai hasil pemeriksaan suhu merupakan indikator untuk menilai keseimbangan antara

pembentukan dan pengeluaran panas. Nilai akan meningkat jika pengeluaran panas

meningkat. Hal ini terjadi karena vasodilatasi, berkeringat, hiperventilasi dsb. Pemeriksaan ini

bisa dilakukan dengan menggunakan punggung tangan. Afebris artinya dalam batas normal,

subfebris artinya demam yang tidak tinggi atau ketika di palpasi terasa hangat, febris artinya

demam cenderung tinggi.

Ukuran Suhu Badan normal pada anak-anak

Usia Suhu

3 bulan 37,5 oC

6 bulan 37,5 oC

1 tahun 37,7 oC

3 tahun 37,2 oC

5 tahun 37,0 oC

7 tahun 36,8 oC

9 tahun 36,7 oC

27UNIVERSITAS INDONESIA

Page 28: KONFRE FT A

11 tahun 36,7 oC

13 tahun 36,6 oC

Tabel 3

h) Status Gizi

Status gizi anak dapat dilihat dari pemeriksaan turgor kulit, konjungtiva mata, dan

proporsi tubuh. Namun, untuk lebih meyakinkannya lagi, dapat dihitung dari rumus:

Panjang badan = 80 + 5n

Berat badan = 8 + 2n

Dimana n adalah umur dalam tahun.

(Arif Mansjoer, 2000)

3. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan khusus terdiri dari impairment, functional limitation, dan partisipasi

reaction. Pada kasus ini pemeriksaan khusus terdiri dari :

i. Pengamatan Posisi

Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan ekstremitas abnormal,

asimetris, posisi dan gerakan yang abnormal. Pengamatan posisi dilakukan pada saat

terlentang, berguling, telungkup, merayap, ke duduk, duduk, merangkak, ke berdiri, berdiri,

dan berjalan. Pengamatan posisi anak dilakukan sesuai dengan kemampuan anak. Setiap

posisi memiliki komponennya masing – masing yang harus diamati :

a. Terlentang

Komponen yang dilihat:

1.) Gerakannya (aktif, simultan, kecenderungan posisi)

2.) Posisi kepala

Posisi kepala apakah sejajar atau tidak dengan trunk

3.) Posisi trunk (simetris atau tidak simetris)

Posisi kesejajaran tulang belakang

4.) Posisi shoulder

Posisi bahu protraksi atau retraksi

5.) Posisi elbow

Posisi lengan flexi atau extensi

6.) Posisi wrist

Posisisi tangan

28UNIVERSITAS INDONESIA

Page 29: KONFRE FT A

7.) Posisi jari

Posisi jari menggenggam atau terbuka

8.) Posisi hip

9.) Posisi knee

10.) Posisi ankle

b. Berguling

Komponen yang dilihat:

1.) Via (hip atau shoulder)

Berguling dengan menggunakan bahu atau pinggang

2.) Rotasi trunk (ada atau tidak)

Gerakan berputar dari tulang belakang

c. Telungkup

Komponen yang dilihat:

1.) Head lifting

Kemampuan mengangkat kepala

2.) Head control

Kemampuan mengangkat dan menggerakkan kepala mengikuti gerakan atau sumber bunyi

3.) Forearm support

Kemampuan menumpukan weight bearing pada lengan

4.) Hand support

Kemampuan menumpukan weight bearing pada tangan

5.) Posisi trunk

Posisi kesejajaran tubuh

6.) Posisi hip

7.) Posisi knee

8.) Posisi ankle

d. Merayap

Komponen yang dilihat:

1.) Head control

Kemampuan mengangkat dan menggerakkan kepala mengikuti gerakan atau sumber bunyi

2.) Forearm support

29UNIVERSITAS INDONESIA

Page 30: KONFRE FT A

Kemampuan menumpukan weight bearing pada lengan

3.) Rotasi trunk

Gerakan berputar dari tulang belakang

4.) Gerakannya simultan

Gerakan tangan dan kaki berlawanan dan bergantian

5.) Transfer weight bearing

Perpindahan tumpuan berat badan

e. Duduk

Komponen yang dilihat:

1.) Head control

Kemampuan mengangkat dan menggerakkan kepala mengikuti gerakan atau sumber bunyi

2.) Trunk control

Kemampuan mengatur posisi tulang punggung

3.) Hand support

Kemampuan menumpukan weight bearing pada tangan

4.) Weight bearing

Tumpuan berat badan

5.) Sitting balance

Kemampuan keseimbangan pada posisi duduk

6.) Protective reaction

Kemampuan untuk menjaga agar tidak jatuh

f. Ke duduk

Komponen yang dilihat:

1.) Posisi awal

2.) Proses

3.) Head control

Kemampuan mengangkat dan menggerakkan kepala mengikuti gerakan atau sumber bunyi

4.) Forearm support

Kemampuan menumpukan weight bearing pada lengan

5.) Hand suppport

Kemampuan menumpukan weight bearing pada tangan

30UNIVERSITAS INDONESIA

Page 31: KONFRE FT A

6.) Fiksasi gerakan

Menahan gerakan yang tidak seharusnya

7.) Transfer weight bearing

Perpindahan tumpuan berat badan

g. Merangkak

Komponen yang dilihat:

1.) Head control

Kemampuan mengangkat dan menggerakkan kepala mengikuti gerakan atau sumber bunyi

2.) Weight bearing

Tumpuan berat badan

3.) Rotasi trunk

Gerakan berputar dari tulang belakang

4.) Transfer wieght bearing

Perpindahan tumpuan berat badan

5.) Gerakannya simultan atau tidak

Gerakan tangan dan kaki berlawanan

h. Berdiri

Komponen yang dilihat

1.) Head control

Kemampuan mengangkat dan menggerakkan kepala mengikuti gerakan atau sumber bunyi

2.) Posisi shoulder

Posisi bahu protraksi atau retraksi

3.) Posisi elbow

Posisi lengan flexi atau extensi

4.) Posisi wrist

Posisisi tangan

5.) Posisi jari-jari

Posisi menggenggam atau tidak

6.) Posisi trunk

Posisi kesejajaran tulang belakang

7.) Trunk control

31UNIVERSITAS INDONESIA

Page 32: KONFRE FT A

Kemampuan mengatur posisi tulang punggung

8.) Posisi hip

Pola pada hip biasanya netral, abd, dan rotasi netral

9.) Posisi knee

Posisi extensi

10.) Posisi ankle

Posisi kaki biasanya

11.) Weight bearing

Tumpuan berat badan

12.) Standing balance

Keseimbangan pada posisi berdiri

i. Ke berdiri

Komponen yang dilihat:

1.) Posisi awal

2.) Proses

3.) Head control

Kemampuan mengangkat dan menggerakkan kepala mengikuti gerakan atau sumber bunyi

4.) Trunk control

Kemampuan mengatur posisi tulang punggung

5.) Weight bearing

Tumpuan berat badan

6.) Transfer weight bearing

Perpindahan tumpuan berat badan

7.) Pola ke berdiri

j. Berjalan

Komponen yang dilihat:

1.) Head control

Perpindahan tumpuan berat badan

2.) Trunk control

Perpindahan tumpuan berat badan

3.) Rotasi trunk

32UNIVERSITAS INDONESIA

Page 33: KONFRE FT A

Gerakan berputar dari tulang belakang

4.) Transfer weight bearing

Perpindahan tumpuan berat badan

ii. Spastisitas

Spastisitas merupakan fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan

gerakan. Merupakan gambaran lesi pada Upper Motor Neuron. Membentuk ekstrimitas pada

posisi ekstensi. Pengukuran spastisitas dilakukan apabila ada kecurigaan kecenderungan

posisi. Skala pengukuran dapat menggunakan ashworth.

Skala Klinis Spastisitas (ASHWORTH)

0 : Tidak terdapat peningkatan tonus postural.

1 : Sedikit peningkatan tonus, terdapat tahanan minimal di akhir Lingkup Gerak Sendi.

1+ : Sedikit peningkatan tonus, tahanan sedikit kurang dari ½ Lingkup Gerak Sendi.

2 : Peningkatan tonus lebih nyata hampir seluruh Lingkup Gerak Sendi, namun masih

bisa digerakkan

3 : Peningkatan tonus bermakna, sehingga gerakan pasif sulit dilakukan.

4 : Sendi dalam posisi fleksi atau ekstensi atau dalam satu posisi.

(Malene Wesselhoff, 2012)

1. Ankle Clonus

Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini disebut klonus. Jika kaki

dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat mengakibatkan dua atau tiga kali gerakan sebelum

selesai pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada penyakit Sistem Saraf Pusat terdapat

aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat di mana tendon menjadi longgar tetapi aktivitas

menjadi berulang-ulang.

2. Tightness

a. Pemeriksaan tightness pada m. hamstring

Posisi os : terlentang

Tatalaksana : fleksikan salah satu hip. Positif jika hip pada sisi kontralateral terangkat.

b. Pemeriksaan tightness pada m. illiopsoas

Posisi os : telungkup

33UNIVERSITAS INDONESIA

Page 34: KONFRE FT A

Tatalaksana : adduksikan kedua hip, Positif jika hip fleksi, jika belum terlihat fleksi bisa

ditambah dengan gerakan fleksi pada kedua knee.

c. Pemeriksaan tightness tendon achilles

Posisi os : terlentang

Tatalaksana : dorsi fleksikan ankle. Positif jika ankle sulit didosi fleksikan.

3. Pemeriksaan 7 Refleks

Merupakan salah satu komponen penentu prognosis berjalan. Pemeriksaan 7 refleks

dilakukan mulai usia 1 tahun hingga usia kurang dari 7 tahun. Pemeriksaan 7 refleks meliputi

(Pamela, 1993):

a. ATNR atau Asymetrical Tonic Refleks

Lokasi : brainstem

Muncul saat usia : 2 bulan

Hilang saat usia : 4 bulan

Cara pemeriksaaan : anak terlentang dengan posisi kepala pada midline, kemudian kepala

dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika elbow dan knee pada ipsilateral fleksi, dan pada sisi

kontralateral: shoulder abduksi, elbow ekstensi.

b. STNR atau Symetrical Tonic Neck Refleks

Lokasi : brainstem

Muncul saat usia : 4 sampai 6 bulan

Hilang saat usia : 10 bulan

Cara pemeriksaaan : anak telungkup dipangkuan pemeriksa. Kemudian kepala anak

difleksikan atau diekstensikan. Positif jika saat kepala difleksikan, maka kedua lengan fleksi

dan tungkai ekstensi. Positif jika saat kepala ekstensikan, maka kedua lengan ekstensi dan

tungkai fleksi.

c. Neck Righting

Lokasi : Midbrain

Muncul saat usia : Baru lahir

Hilang saat usia : 4 sampai 6 bulan

34UNIVERSITAS INDONESIA

Page 35: KONFRE FT A

Cara pemeriksaaan : anak dalam posisi terlentang. Kemudian kepala dirotasikan ke salah satu

sisi. Positif jika tubuh berputar mengikuti kepala, mulai dari shoulder, trunk, dan pelvis, serta

anggota gerak bawah.

d. ExtensorThrust

Lokasi : Spinal

Muncul saat usia : Baru lahir

Hilang saat usia : 1 sampai 2 bulan

Cara pemeriksaaan : knee anak dalam posisi fleksi. Kemudian telpak kaki digores atau

disentuh. Positif jika knee menjadi lurus.

e. Moro

Lokasi : Spinal

Muncul saat usia : Baru lahir

Hilang saat usia : 1 sampai 2 bulan

Cara pemeriksaaan: anak dalam posisi terlentang, kepala dan punggung anak disanggah

menggunakan tangan pemeriksa. Kemudian secara tiba-tiba jatuhkan pegangan kepala anak

tanpa ditekan. Positif jika ada reaksi seperti terkejut, yaitu kedua elbow fleksi dengan forearm

supinasi.

f. Parachute

Lokasi : Cortical

Muncul saat usia : 6 sampai 9 bulan

Hilang saat usia : tidak hilang atau sepanjang usia

Cara pemeriksaaan : anak diposisikan seperti akan terjun, handling pemeriksa pada bagian

torakal, posisi kepala lebih rendah dari kaki. Positif jika kedua lengan anak lurus, jari-jari

tangan diekstensikan seolah hendak mendarat, atau sering disebut handsupport.

g. Foot placement

Lokasi : Cortical

Muncul saat usia : Baru lahir

Cara pemeriksaaan : anak diposisikan berdiri, handling pada axilla anak. Kemudian

punggung tungkai anak digoreskan pada meja. Positif jika kaki anak naik ke atas meja.

35UNIVERSITAS INDONESIA

Page 36: KONFRE FT A

Penilaian 7 refleks:

ATNR ( - ) : 0

STNR ( - ) : 0

Neck righting ( - ) : 0

Extensor thrust ( - ) : 0

Moro ( - ) : 0

Paracute ( + ) : 0

Foot placement ( + ) : 0

Keterangan:

Jika skor 0, maka anak bisa berjalan.

Jika skor 1, maka anak bisa berjalan tanpa atau dengan alat bantu.

Jika skor 2 atau lebih dari 2, maka prognosa berjalan jelek.

4. Pemeriksaan Fungsi Bermain

Anak kecil mempunyai organ memori yang belum banyak terisi. Melalui bermain anak

akan mengeksplorasi dan memanipulasi benda-benda disekitarnya. Setelah mengenali dan

mempelajari, selanjutnya anak akan menyimpannya di dalam sel-sel memori atau otak.

Semakin banyak sel memorinya terisi oleh data-data tertentu yang diperolehnya melalui

permainan, maka akan semakin meningkatkan kemampuan kognitifnya. Fungsi bermain anak

berbeda-beda sesuai dengan usianya.

Pemeriksaan denver II adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk screening

perkembangan anak dari lahir sampai usia 6 tahun, yang meliputi 4 aspek penilaian yaitu

personal sosial, motorik kasar, bahasa, dan motorik halus

6.1. Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang

Merupakan data-data yang dijadikan sebagai referensi.

Elektroensefalogram (EEG)

Elektromiografi (EMG) dan nerve conduction velocity (NCV)

BERA (brain evoked response audiometri)

Tes laboratorium :

Analisa kromoson

Tes fungsi tiroid

36UNIVERSITAS INDONESIA

Page 37: KONFRE FT A

Tes amonia dalam darah

Imaging test:

Magnetic resonance imaging atau MRI

CT scan

Ultrasonografi

6.2. 1. Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Prioritas

Urutan masalah didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik baik pemeriksaan umum

maupun pemeriksaan khusus dan juga keluhan dari pasien itu sendiri berdasarkan

prioritas.

2. Diagnosa Fisioterapi

Menurut ICF (International Clasification Functional Disability and Healt)

Diagnosa pada kasus tumbuh kembang anak adalah ketidakmampuan anak untuk

mencapai untuk mencapai level perkembangan motorik kasar atau gangguan pola gerak

sesuai dengan keluhan utama berdasarkan dari urutan masalah yang ada. Diagnosa

Fisioterapi terdiri dari :

1. Impairment

Ketidaknormalan anatomi, fisiologi & psikologi dalam organ-organ tertentu atau sitem

tubuh

2. Keterbatasan gerak (functional limitation)

Ketidakmampuan antara membentuk suatu aktivitas fungsional yang normal contoh

AKS, transfer dan ambulasi.

3. Partisipasi restriction

Ketidakmampuan dalam bersosialisasi

4. Keterbatasan fungsional yang berhubungan dengan diagnosa medik.

6.3. Program Pemeriksaan Fisioterapi

1. Pengumpulan data program Fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik

Merupakan program yang disusun oleh dokter Rehabilitasi Medik yang

bersangkutan.

2. Tujuan

a. Tujuan Jangka Pendek

37UNIVERSITAS INDONESIA

Page 38: KONFRE FT A

Tujuan jangka pendek biasanya dibuat berdasarkan prioritas masalah yang utama.

Dalam membuat tujuan jangka pendek ini harus disertai dengan bagaimana tujuan atau

rencana tersebut akan dicapai, alokasi waktu pencapaian, dan kondisi-kondisi seputar

pasien dan lingkungan yang memungkinkan tujuan tersebut dapat dicapai.

b. Jangka Panjang

Tujuan jangka panjang juga dibuat berdasarkan prioritas masalah, tetapi bukan

masalah yang utama atau segera. Tujuan jangka panjang harus realistis sesuai dengan

perkiraan pemulihan yang maksimal sesuai patologi dan keadaan pasien juga harapan

dari pasien dan keluarga. Pada kasus anak dengan masalah Cerebral palsy Spastic

Quadriplegic menentukan prognosis berjalan berdasarkan penilain 7 refleks dan

komponen prognosis berjalan yang lain adalah kognisi, distribusi spastis, level spastis

berdasarkan nilai Skala Ashworht, penanganan atau intervensi dini, lingkungan atau

persepsi, setelah usia 2 tahun belum bisa duduk maka prognosis berjalan buruk.

1. Massage

Merupakan suatu tindakan manipulasi pada jaringan lunak secara ilmiah dan

sistematis yang dilakukan dengan tangan, baik dengan cara mengurut, menggosok,

meremas, mengangkat atau dengan goyangan lembut (vibrasi), dengan tujuan

mempengaruhi sistem saraf pada otot dan sirkulasi darah.

Jenis massage menurut tujuan dan penggunaannya :

1. General Massage

Dilakukan pada keseluruhan tubuh yang bertujuan untuk rileksasi otot dan

membuat tubuh lebih segar dari sebelum diberikan massage.

2. Remedial Massage

Untuk terapi penyakit tertentu. Contoh penyakit : Asma, Back Pain, Tenis

Elbow. Klasifikasi dan tehnik terbagi dalam 3 kelompok :

1. Stroking movement

a. Light stroking

b. Deep centripetal stroking (efflurage)

2. Compression movement

a. Kneading (palm kneading, finger kneading, squeezing, ironing

kneading, skin rolling), picking up, wringing, petrissage.

b. Friction

38UNIVERSITAS INDONESIA

Page 39: KONFRE FT A

3. Percussion movement

a. Tapotement : hacking, clapping, beating, pounding

b. Shaking dan vibration

2. Stretching

Merupakan salah satu tehnik terapi latihan yang dirancang untuk mengulur

struktur jaringan lunak yang memendek secara patologis. Salah satu tujuannya adalah

untuk menambah LGS (Sauda Gaffar,2012).

Metode terapi stretching jaringan lunak :

1. Passive stretching : metode berdasarkan tipe force, intensitas dan durasi stretch.

2. Active inhibition : suatu tehnik dimana pasien secara reflek melemaskan otot yang

diulur sebelum atau selama peregangan.

3. Self stretching : latihan peregangan otot yang dilakukan oleh pasien sendiri.

Indikasi dilakukan stretching :

1. LGS terbatas akibat kontraktur, perlengketan jaringan dan pembentukan jaringan

parut, timbulnya pemendekan otot, jaringan ikat dan kulit

2. LGS terbatas oleh karena deformitas struktur tulang

3. Aktifitas fungsional yang salah sehingga menyebabkan kontraktur

4. Bila terdapat otot yang lemah sedangkan otot yang berlawanan tegang, maka otot

yang tegang harus di stretch dahulu sebelum menguatkan otot yang lemah tersebut.

Tujuan dilakukan stretching :

1. Menambah LGS dan mobilisasi jaringan sekitar sendi senormal mungkin.

2. Goal yang spesifik :

a. Mencegah kontraktur yang menetap

b. Fleksibilitas

c. Mencegah/meminimalisir resiko cidera musculotendinous berkaitan dengan

aktifitas fisik yang spesifik

3. Metode Bobath atau Neuro Development Threatment (NDT)

Adalah suatu tehnik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun

1997. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani gangguan sistem saraf pusat pada

bayi dan anak-anak.

Metode/pendekatan NDT “living concept” :39

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 40: KONFRE FT A

a. Pendekatan problem-solving termasuk manajemen disfungsi gerak dan treatment

masing-masing individu dengan memperhatikan patofisiologi dan central nervus

sistem

b. Metode bobath : proses interaktif dari individu yang terlibat, care giver, dan disiplin

ilmu lain sebagai tim.

Teori dasar NDT

1. Pengertian bahwa manusia itu dipengaruhi oleh sistem-sistem yang berbeda (otot,

tulang, paru, jantung, hormon, saraf, dll) yang bekerja dibawah komando otak.

2. Pentingnya mengerti bagaimana perkembangan anak dan bagaimana anak bergerak,

sehingga terapis dapat membuat rencana treatment sesuai dengan gangguan geraknya.

3. Anak cerebral palsy mempunyai banyak kesulitan.

4. Treatment dimulai dengan assessment dan treatment difokuskan pada kemandirian

gerak.

Prinsip NDT

1. Anak sebagai manusia seutuhnya

2. Intervensi bersifat individual, mengacu pada :

a. Masalah geraknya

b. Personality, keluarga dan budaya

3. Assesmen rutin setiap akan dilakukannya treatment

4. Kesempatan anak bergerak aktif selama treatment

5. Handling

6. Mengembangkan komponen gerak dengan bantuan furnitur dan equipment

7. Mengacu pada tumbuh kembang normal

8. Prinsip motor learning dan motor control

9. All day management

10. Team approach

11. Tone influence patterns (TIPs)

Suatu usaha untuk mengurangi aktifitas refleks, reaksi asosiasi, ivoluntary movement

dan untuk mengatasi tonus postural abnormal dengan menggunakan inhibisi, stimulasi,

sehingga dapat dilakukan fasilitasi untuk mencapai :

a. Gambaran postural yang normal untuk bergerak

b. Membangun reaksi righting dan equilibrium40

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 41: KONFRE FT A

c. Membangun pattern gerakan yang fundamental yang lebih kearah aktifitas yang lebih

terampil, berfungsi dan bertujuan.

Tone influence patterns (TIPs) dipengaruhi oleh fasilitasi reaksi normal yang merupak key

poin dari control. Ada 2 hal yang termasuk dalam key control yaitu develop movement

sequences (balance dan protective reaction) dan develop fungsional skill (play, ADL) yang

mana sama-sama mempengaruhi TIPs, Key point of control (KPoC) adalah bagian tubuh

(biasanya terletak di proximal) yang digunakan untuk handling normalisasi tonus maupun

menurunkan gerak aktif yang normal. Letak key points of control (KPoC) yang utama adalah

kepala, gelang bahu dan gelang panggul.

Tone inhibiting patterns terdiri dari :

a. Inhibisi

Suatu usaha untuk mengurangi aktifitas reflek, reaksi asosiasi, involuntary movement, dan

untuk mengatasi tonus postural abnormal.

b. Stimulasi

Biasanya diberikan pada kasus fleksid, berupa kompresi, tapping, placing, holding

c. Fasilitasi

1. Gambaran postural yang lebih normal untuk bergerak

2. Membangun reaksi righting dan equilibrium

3. Membangun pattern gerakan yang fundamental yang lebih kea rah key point of control

Komponen dari postur control ialah core stability. Core stability adalah kemampuan untuk

mengontrol posisi dan gerakan batang tubuh melalui panggul dan kaki untuk memungkinkan

produksi optimal, transfer dan control kekuatan dan gerakan ke segmen terminal dalam

aktifitas rantai kinetic terintegrasi (Kibler,2006).

Yang dimaksud dengan core adalah daerah llumbo-pelvic-hip kompleks. Daerah core

adalah tempat atau letak dari pusat perkenaangaya gravitasi dan tempat dari awal semua

gerakan. Core stability yang baik berfungsi untuk meningkatkan penampilan gerak serta untuk

mencegah terjadinya cedera, kekuatan daripada otot-otot inti batang tubuh berasal dari region

batang tubuh dan sesungguhnya bertugas untuk membantu mengontrol kondisi kekuatan,

memperhalus gerakan serta koordinasi gerak yang efisien dan lebih baik pada anggota gerak.

Selebihnya kondisi core muscle yang baik juga membantu mengurangi resiko terjadinya

cedera akibat posisi postur yang buruk.

41UNIVERSITAS INDONESIA

Page 42: KONFRE FT A

Otot utama dari core muscle adalah otot panggul, tranversus abdominis, multifidus,

internal dan external obliques, rektus abdominis, sacrospinalis khusus nya longissimus toracis,

dan diafragma. Minor core termasuk latisimus dorsi, gluteus maximus dan trapezius.

4. Uraian tindakan fisioterapi

Merupakan implementasi metode pemberian fisioterapi

5. Program untuk di rumah

Merupakan semua hal yang berkaitan dengan tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang

dapat dilakukan dirumah terutama dalam kehidupan sehari-hari.

1.6 evaluasi

1. evaluasi hasil terapi

Evaluasi dilakukan sesaat melakukan tindakan, dan setelah dilakukan tindakan

fisioterapi. Jika pasien mengalami kemajuan dari sebelumnya maka evaluasi ditulis dalam

format SOAP.

2. jadwal evaluasi ke dokter

Jadwal evaluasi kedokter untuk kasus cerebral palsy tergantung progresivitas yang

didapat, biasanya satu bulan setelah terapi.

42UNIVERSITAS INDONESIA

Page 43: KONFRE FT A

http://oknurse.wordpress.com/2010/07/13/pemeriksaan-kesadaran-mengukur-gcs/

http://growupclinic.com/2013/08/20/perkembangan-normal-ukuran-lingkar-kepala-bayi/

2.4 Dampak Dari Cerebral palsy

Cerbral palsy dapat berdampak pada keadaan kejiwaan yang banyak dialami adalah

kurannya ketenangan. Anak cerebral palsy tidak dapat stabil, sehingga menyulitkan pendidik

untuk mengikat (mengarahkan) kepada suatu pelajaran atau latihan. “Anak cerebral palsy

dapat juga bersikap depresif, seakan-akan melihat sesuatu dengan putus asa atau sebaliknya

agresif dengan bentuk pemarah, ketidak sabaran atau jengkel, yang akhirnya sampai kejang “.

(Mumpuniarti, 2001: 101). Pendapat lain yang dikemukakan oleh Mohammad Efendi (2006:

126).

Kondisi ketunadaksaan pada anak sebagian besar menimbulkan kesulitan belajar dan

perkembangan kognitifnya. Khsusunya anak cerebral palsy selain mengalami kesulitan dalam

belajar dan perkembangan fungsi kognitifnya, mereka pun seringkali mengalami kesulitan

dalam

43UNIVERSITAS INDONESIA

Page 44: KONFRE FT A

komunikasi, persepsi, maupun kontrol gerakan, bahkan beberapa penelitian sebagian besar

diketahui terbelakang mental (tunagrahita). Sedangkan menurut Abdul Salim (2007: 184-

176),

kelainan fungsi dapat terjadi tergantung dari jenis cerebral palsy dan berat ringannya

kelainan, antara lain:

a. Kelainan fungsi mobilitas

Kelainan fungsi mobilitas dapat diakibatkan oleh adanya kelumpuhan anggota gerak tubuh,

baik anggota gerak atas maupun anggota gerak bawah, sehingga anak dalam melakukan

mobilitas mengalami hambatan.

b. Kelainan fungsi komunikasi

Kelainan ini dapat timbul karena adanya kelumpuhan pada otot-otot mulut dan kelainan pada

alat bicara. Kelainan tersebut mengakibatkan kemampuan anak untuk berkomunikasi secara

lisan mengalami hambatan.

c. Kelainan fungsi mental

Kelainan fungsi mental dapat terjadi terutama pada anak cerebral palsy dengan potensi

mental normal. Oleh karena ada hambatan fisik yang berhubungan dengan fungsi gerak dan

perlakuan yang keliru, mengakibatkan anak yang sebenarnya cerdas akan tampak tidak dapat

menampikan kemampuannya secara maksimal.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, kerusakan otak pada anak cerebral palsy berdampak

pada kelainan fisik, kelainan psikologis, kelainan mobilitas, kelainan komunikasi, kelainan

mental dan inteligensi.

UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM VOKASI

BIDANG STUDI KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

44UNIVERSITAS INDONESIA

Page 45: KONFRE FT A

FORMULIR FISIOTERAPI

45UNIVERSITAS INDONESIA

Page 46: KONFRE FT A

Nama Fisioterapi : Pipin Suparmi, SST.FT

Peminatan : Pediatri

Nama Dokter : dr Luh Karunia Wahyuni, SpKFR-K

Ruangan : Poliklinik Fisioterapi Anak

Nomer Register : 391-41-05

Tgl. Pemeriksaan : Kamis, 11 September 2014

I. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN : (S)

Nama Jelas : a.n. AT

Tempat & Tgl lahir : Jakarta 17 November 2009 (4 tahun 10 bulan)

Alamat : Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan

Pendidikan Terakhir : PAUD

Pekerjaan : Siswi TK

Hobi : menulis, menggambar

Diagnosis Medik : CP Spastik Diplegik

II. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S)

KU : Tidak bisa berdiri sendiri

RPS : Pada usia 1 tahun ibu os membawa os ke puskesmas karena os hanya bisa

terlentang. 1-3 tahun di Mintoharjo os menjalani terapi, os bisa merangkak

tapi lama progress lainnya. Kemudian os dirujuk ke RS Budi Asih pada usia 3

tahun, sempat mendapat tindakan dari fisioterapi di RS tersebut selama 2-3

bulan, namun tidak ada perubahan apapun, membuat AFO tapi kondisi jelek.

Pada usia 4,3 tahun Os dirujuk ke RSCM dan dilakukan pemeriksaan oleh

dokter RSCM lalu pasien dirujuk ke fisioterapi RSCM dengan kondisi awal

os datang dengan cara di tetah ibunya, sudah bisa duduk dan merambat.

46UNIVERSITAS INDONESIA

Page 47: KONFRE FT A

Sampai sekaran os telah menjalani 23 kali terapi 1x/minggu dan telah terjadi

perubahan yaitu dapat berdiri berpegangan.

R. Prenatal :

o Setelah 3-6 bulan lepas KB, Ibu os tidak sadar ia hamil.

o Tidak mengonsumsi obat obatan kecuali vitamin

o Sering cek ke bidan tapi instruk si untuk tidak terlalu capek diabaikan.

o Kandungan ibu os sering kontraksi setiap saat tapi dibiarkan

o Tidak pernah dilakukan USG ataupun pengecekan ke dokter kandungan

o Saat mengandung os, ibu berusia 35 tahun, tekanan darah dan gula darah

normal.

R. Natal :

o Lahir 32 minggu

o Spontan, ditarik pakai tangan oleh dokter karena ketika lahir posisi pasien

bokong duluan.

o Tidak langsung menangis, ditolong alat bantu

o Bbl 2,2 kg, pbl 45 cm

o Lahir di RS Mintoharjo karena di bidan tidak dapat melakukan tindakan

karena bayi diperkirakan kecil

R. Postnatal:

o Pernah mengalami kuning tapi ibu os lupa kadar bilirubinnya berapa, dirawat

2-3 hari di RS Mintoharjo

o Tidak pernah mengalami kejang dan biru

o Pernah mengalami demam tinggi pada usia 1 tahun dan dirawat selama

seminggu

RPD : usia 1 tahun os mengalami flek paru, sudah menjalani pengobatan selama 9

bulan dan sembuh

R. Psikososial : os anak ketiga dari tiga bersaudara, ayah sudah meninggal, ibu sebagai IRT

41 tahun, anak pertama umur 20 tahun, normal, perempuan. Anak kedua laki-

laki usia 16 tahun, normal. Os diasuh oleh ibunya.

47UNIVERSITAS INDONESIA

Page 48: KONFRE FT A

RPK : tidak ada

R. Tumbang :

Gross motor

o Telentang sampai usia 1 tahun

o Tengkurep dengan dada, berguling dan merangkak usia 1,5 tahun

o Melompat seperti kodok 2 tahun

o Mampu diposisikan duduk 2 tahun

o Duduk stabil 3 tahun

o Berlutut dan berdiri berpegangan 4 tahun

Fine Motor

Os dapat menulis, menggambar, menggenggam, dan menekan piano

Bicara dan bahasa

o 1 tahun bisa bicara “mama” “papa”

o3,5 tahun bicara dengan kalimat

o4,10 tahun os mengerti instruksi dan dapat mengenal huruf

Bermain

o Os telah masuk PAUD, mampu menyusun balok menjadi sebuah bangunan, mengenal

warna, bisa menggoes sepeda roda tiga, main congklak.

Makan :

o bisa makan nasi dengan disuapi

48UNIVERSITAS INDONESIA

Page 49: KONFRE FT A

III. PEMERIKSAAN (O)

a. Pemeriksaan Umum

49UNIVERSITAS INDONESIA

Page 50: KONFRE FT A

- Cara Datang : Dituntun

- Kesadaran : Compos Mentis

- Koperatif / tidak koperatif : Kooperatif

- Lingkar Kepala : 51 cm (N:40-53 cm, kesan normal)

- Nadi : 81 kali/menit

(Normal: 76-115 kali/menit, kesan normal

- RR : 20 kali/menit

(Normal: 19-29 kali/menit, kesan normal)

- Status Gizi : Kesan Cukup

- Suhu : Afebris

b. Pemeriksaan Khusus

1. Motorik kasar dan pola gerakan

- Terlentang

Head : Bergerak bebas

Shoulder : Netral

Elbow : ekstensi dan supinasi

Trunk : simetri

Hip : abduksi, eksorotasi

Knee : semi fleksi

Ankle : plantar flexi, eversi

- Berguling via shoulder

rotasi trunk minimal

head control ada

- Telungkup

Head lifting : ada

Head control : ada

Forearm support : ada

Hand support : ada

Trunk : simetri

Hip : abduksi, eksorotasi

Knee : ekstensi

50UNIVERSITAS INDONESIA

Page 51: KONFRE FT A

Ankle : plantar fleksi, eversi

- Duduk dengan “w” sitting

Head control : ada

Trunk control : ada

Hand support : ada

Trunk : simetri

Tumpuan : sakrum

Balance : ada

Protective reaction : ada

- Ke duduk via terlentang

Fiksasi gerakan :

Forearm and hand support : ada

Rotasi trunk : ada

Transfer WB :

- Merangkak

Head control : ada

Weight bearing : dilutut dan tangan

Rotasi trunk : ada

Bergerak simultan tapi finger cenderung fleksi

- Berlutut dengan berpegangan

Head control : ada

Trunk control : ada

Balance : inadekuat

Weight bearing ada pada kedua lutut

51UNIVERSITAS INDONESIA

Page 52: KONFRE FT A

- Berdiri dengan berpegangan

Head control : ada

Trunk control : ada

Trunk : simetri

Hip : Semi fleksi, adduksi, endorotasi

Knee : semi fleksi

Ankle : plantar fleksi dan eversi

Weight bearing : di medial kaki

Balance : tidak ada

- Ke berdiri dengan berpegangan dan menarik

Dimulai dari posisi berlutut

TWB lutut kanan, rotasi kiri, kaki kiri ngangkat

Rotasi trunk ada

- Rambatan dengan berpegangan

Hip : adduksi, endorotasi

Knee : hyperekstensi

Ankle : eversi dan plantar

- Berjalan dengan mendorong benda

Balance : tidak ada

Rotasi trunk : minimal

Hip : adduksi, semi fleksi, endorotasi

Knee : hyperekstensi

Ankle : plantar, eversi

-Ada Clonus

52UNIVERSITAS INDONESIA

Page 53: KONFRE FT A

- Tightness pada hamstring, Achilles, adductor hip, illiopsoas

- Tes Spastisitas

UE : 1 skala ashworth (kanan), 1 skala ashworth (kiri)

LE : 1+ skala ashworth (kanan), 1+ skala ashworth (kiri)

- Prognosa berjalan melalui 7 refleks

o ATNR (-) 0

o STNR (-) 0

o Moro (-) 0

o Neck righting (-) 0

o Extensor thrust (-) 0

o Parachute (+) 0

o Foot replacement (+) 0 +

skor 0

Prognosa berjalan baik

- Pemeriksaan Fungsi bermain

Mampu mengikuti benda

Mampu mengikuti sumber suara mainan

Mampu menyusun balok menjadi sebuah bangunan

Memegang benda yang berukuran besar dan kecil, mampu difungsikan sesuai

fungsinya.

Mampu menulis dan menggambar.

Fungsi bermain sesuai dengan usia 4,6 tahun.

IV. PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN PENUNJANG

29 Agustus 2013

MSCT Scan. kesan : tidak pendarahan lesi ischemic, ringan massa intrakranial

V. 1. URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN PRIORITAS

53UNIVERSITAS INDONESIA

Page 54: KONFRE FT A

1. Tonus postural tinggi

2. Pola berdiri : adduksi, endorotasi, semifleksi (hip), semifleksi (knee), plantar dan

eversi ( ankle)

3. Tightness hamstring, Achilles, adductor hip, illiopsoas

4. Tidak ada balance saat berdiri

2. DIAGNOSA FISIOTERAPI

a) Ketidakmampuan berdiri stabil terkait pola pada hip adduksi, endorotasi, dan

semifleksi, knee semifleksi dan ankle plantar fleksi eversi Karen tonus postural

tinggi.

b) Tightness pada hamstring, Achilles, adductor hip terkait tonus postural tinggi

VI. PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P)

1. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik

21/08/14 dr Luh Karunia, SpKFR

- Stretching otot adductor hip, gastroc, soleus

- Stretching extensor/antagonis

2. Tujuan :

a. Tujuan Jangka Pendek

- berdiri stabil

b. Tujuan Jangka Panjang

- berjalan

3. Metoda Pemberian Fisioterapi

No Jenis Metode Dosis Keterangan

1 Grup Sekolah CP I x seminggu Untuk melatih interaksi

sosial, kognisi dan emosi

2 Terapi Latihan Massage 1 x seminggu Relaksasi otot sebelum

54UNIVERSITAS INDONESIA

Page 55: KONFRE FT A

stretching

3 Terapi Latihan Stretching 1 x seminggu Mengulur otot

Hamstring,Achilles,Adduktor

Hip dan IIliopsoas

4 Terapi Latihan NDT 1 x seminggu Fasilitasi berjalan

Stimulasi berdiri

4. Uraian Tindakan Fisioterapi

1. Tujuan massage untuk relaksasi otot

Posisi FT : di depan pasien

Posisi Pasien : telentang

Gerakan : massage melawan pola spastisitas kearah abduksi,exorotasi dan

ekastensi

2. Tujuan mengulur otot hamstring

Posisi FT : disamping pasien

Posisi Pasien : terlentang

Gerakan : Fixasi pada distal of femur,handling di posterior bagian distal of

tibia arahkan ke cranial tahan 8 detik.mulai 2001-2008

3. Tujuan mengulur otot Achilles

Posisi FT : disamping pasien

Posisi Pasien : terlentang

Gerakan : fleksi knee 30 derajat fixasi di distal of tibia handling di

calcaneus gerakan kedepan tahan 8 detik.mulai 2001-2008

4. Tujuan mengulur otot adductor hip

Posisi FT : disamping pasien

Posisi Pasien : terlentang

Gerakan : fixasi pada tungkai berlawanan dengan ang ingin di

stretch,handling pada distal of femur arahkan keluar lalu tahan 8 detik.mulai 2001-

2008

5. Tujuan untuk mengulur otot illiopsoas

Posisi FT : disamping pasien berlawanan dengan bagian ang ingin di stretch

55UNIVERSITAS INDONESIA

Page 56: KONFRE FT A

Posisi Pasien : tengkurap

Gerakan : untuk stretching illiopsoas fiksasi di pelvic,handling di proximal

of femur flexi knee arahkan ke adduksi dan ekstensi.kemudian stretch kebagian atas

(tidak terlal tinggi) lalu tahan 8 detik.mulai 2001-2008

6. Tujuan Fasilitasi berjalan

Posisi FT : dibelakang pasien

Posisi Pasien : berdiri menggnakan nancy Hilton

Gerakan : handling pada hip,pindahkan weight bearing ke kaki kanan,rotasi

hip kearah kiri,kaki kiri melangkah.dan demikian sebaliknya

5. Program dirumah

Menggunakan nancy hilton pada saat berjalan

Berjalan tidak di tetah tetapi fixasi di axilla

Menggunakan walker untuk latihan, ibu menjaga os agar tidak jatuh dengan cara

memegang bagian belakang baju kodok

VII. EVALUASI

1. Evalusi hasil terapi

S : os masih belm bias berdiri

O : os berdiri berpegangan dengan pola hip adduksi,endorotasi,semi flexi,knee : semi

flexi dan ankle plantar flexi dan eversi

A : anak belum bias berdiri stabil akibat tonus postural tinggi dan tightness pada

illiopsoas,hamstring,Achilles adductor hip

P : mampu berdiri stabil dan berjalan

2. Jadwal kembali ke dokter 4 bulan sekali

DAFTAR PUSTAKA

56UNIVERSITAS INDONESIA

Page 57: KONFRE FT A

Jan S. Tecklin. Pediatric Physical Therapy. 4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams &

Walkins; 2008.

Levitt Sophie, Treatment of cerebral palsy and motor delay , third edition, Blackwell science,

Berlin Germany, reprinted 2000.

Mario Stanton. The Cerebral palsy Handbook. United Kingdom : Vermilion;2002

Pamela M. Eckersley. Elements of Paediatric Physiotherapy. Singapore : Longman Singapore;

1993.

Rosenbaum Peter L, Walter D S et all, Gross Motor Function Measure (GMFM-66 & GMFM-

88) User’s Manual. London : Mac Keith Press ; 2002.

Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.

Steven M, Strauss J D, et all. Prognosis for ambulation in cerebral palsy : A population-based

study. Pediatrics 2004.

Brain and Spinal Cord : Resources & Information for Brain & Spinal Cord Injury Survivors,

“Spastic Diplegia, diakses tanggal 17 September 2014 dari

http://www.brainandspinalcord.org/cerebral-palsy/types/spastic-diplegia.html

Malene Wesselhoff. The Modified Ashworth Scale. Post on Juni 2012. Available in:

http://fysio.dk/fafo/Maleredskaber/Maleredskaber-alfabetisk/Ashworth-Scale/

Susan G Galvo pada Massage Therapy principles dan practice tahun 1999, saunders

company,USA)

http://oknurse.wordpress.com/2010/07/13/pemeriksaan-kesadaran-mengukur-gcs/ diakses pada

16 September 2014

http://growupclinic.com/2013/08/20/perkembangan-normal-ukuran-lingkar-kepala-bayi/ diakses

pada 16 September 2014

57UNIVERSITAS INDONESIA