kondisi ebt di indonesia

Upload: aziz-muhammad

Post on 07-Jul-2015

624 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kondisi EBT di INDONESIA / Renewable Energy in IndonesiaSektor energi di Indonesia mengalami masalah serius, karena laju permintaan energi di dalam negeri melebihi pertumbuhan pasokan energi. Minyak mentah dan BBM sudah diimpor guna mengatasi permintaan yang melonjak dari tahun ke tahun sehingga ketahanan energi nasional rentan terhadap fluktuasi harga dan pasokan/permintaan minyak mentah dunia. Energi Baru dan Terbarukan (EBT) harus mulai dikembangkan dan dikuasai sejak dini, dengan mengubah pola fikir (mind-set) bukan sekedar sebagai energi altenatif dari bahan bakar fosil tetapi harus menjadi penyangga pasokan energi nasional dengan porsi EBT >17% pada tahun 2025 (Lampiran II Keppres no.5/2006 tentang Kebijakan Energi nasional) berupa biofuel >5%, panas bumi >5%, EBT lainnya >5%, dan batubara cair >2%, sementara energi lainnya masih tetap dipasok oleh minyak bumi 30% dan Batubara >33%. Pemerintah berkomitmen mencapai visi 25/25, yaitu pemanfaatan EBT 25% pada tahun 2025. Program-program untuk mencapai target >17% (atau 25%) EBT adalah listrik pedesaan, interkoneksi pembangkit EBT, pengembangan biogas, Desa Mandiri Energi (DME), Integrated Microhydro Development Program (IMIDAP), PLTS perkotaan, pengembangan biofuel, dan proyek percepatan pembangkit listrik 10.000 MW tahap II berbasis EBT (panas bumi dan hidro). Untuk mencapai itu, Indonesia membutuhkan dana Rp.134,6triliun (US$15,7miliar) guna mengembangkan sumber-sumber EBT untuk 15 tahun mendatang. Dana tersebut (dalam master plan 2011-2015) akan dibagikan ke 5 daerah, Sumatra, Jawa, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Maluku. Pemerintah mendukung innovasi pemanfaatan PLTS misalnya untuk penerangan jalan, dan mendorong pula pemasangan panel surya di atap-atap pusat pertokoan dan mal agar mendapatkan pasokan listrik sendiri. Upaya penganekaragaman (diversifikasi) sumber energi lainnya selain minyak bumi terus dilakukan, di antaranya pemanfaatan gas, batubara, EBT (air/mikrohidro, panas bumi, biomassa, surya, angin, gelombang/arus laut, BB Nabati, nuklir), batu bara cair dan gas (liquified, gasified coal). Tahun 2011, Pemerintah merencanakan 35 Desa Mandiri Energi (DME) berbasis non BBN, yaitu PLTMH 10 lokasi (5 di Sumatera, 2 di Jawa, 3 di Kalimantan 4 di Sulawesi, 2 di Nusa tenggara, 1 di Maluku dan Papua), arus laut 1 lokasi, Hibrid 1 lokasi, peralatan produksi (sisa energi listrik dari EBT) 10 lokasi. Tahun 2010, Desa Mandiri Energi (DME) sudah dikembangkan di 15 wilayah di Indonesia, 9 di luar P. Jawa dan 6 di P. jawa. Th 2009, program DME mencapai 633 desa, dengan rincian

Tenaga Air 244 desa, BB Nabati 237 desa, Tenaga Surya 125 desa, Biogas 14 desa, Tenaga Angin 12 desa, Biomassa 1 desa. Di lain fihak, PT Pertamina (Persero) berkomitmen mengembangkan 5 jenis EBT, yaitu geothermal (panas bumi), Coal Bed Methane (CBM), Shale Gas, Alga, dan Angin (Bayu). Beberapa pengusaha asing mulai tertarik untuk berpartisipasi dalam pengembangan EBT, misalnya Australia yang berpengalaman di bidang infrastruktur energi di bidang panas bumi, solar, alga, mikrohidro, biomassa untuk pembangkit listrik. Austria menawarkan kerjasama membangun PLTA di Indonesia, sedangkan Jerman ingin bekerjasama di bidang panas bumi (geothermal).Amerika Serikat yang diwakili oleh Exxon dan General Electric akan membantu di sektor efisiensi energi, salah satunya adalah mengembangkan turbin dan Pembangkit Listrik skala kecil berbasis EBT yang akan dikembangkan di pulau-pulau terluar dan di daerah nelayan. Turki tertarik untuk mengembangkan energi geothermal di wilayah Palembang, Sumatera Selatan, dan Argo Puro, Jawa Timur. Indonesia sudah memberlakukan regulasi dengan memberikan insentif kepada perusahaan pengembang EBT dengan tetap melibatkan fihak lokal terutama pembangunan pembangkit berkapasitas di bawah 10 MW. Sistem feed-in-tariff sedang disusun guna mendorong implementasi EBT secara komersial dan peningkatan akses kepada masyarakat. Keragaman sumber EBT di Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut: AIR (PLTA) Di seluruh Indonesia, potensi PLTA skala besar dan kecil sekitar 75.670 MW (75,7 GW), tetapi hanya dimanfaatkan 5.940,04 MW atau 7,92% saja (PLTA 5.711,29 MW, PLTMH 228,75 MW) dan Dirjen EBTKE menargetkan 9.700 MW pada tahun 2015. PLTA skala besar dan kecil yang sudah beroperasi sekitar 1.941 MW, tersebar di 10 lokasi, di antaranya adalah Sumatera Utara: Asahan-1 (180/2x90 MW), Sigura-gura / Asahan-2 (286 / 4x71,5 MW), Tangga(223 / 4x55,75 MW), Lau Renun (82/2x41 MW), Sipansihaporas (50/33+17 MW), Sumatera Barat: Maninjau (68/4x17 MW), Singkarak (175/4x43,75 MW), Batang Agam (3x3,5 MW); Bengkulu: Tes (16/4x4 MW), Musi (210/3x70 MW); Riau: Koto Panjang (114/3x38 MW), Talang Lembu (2x16 MW); Lampung: Way Besai (92,8/2x46,4 MW), Batutegi (28/2x14 MW); Jawa Barat: Ubrug/Cibadak (27,9/2x10,8+6,3 MW) (saat ini mati, bendungan jebol), Bengkok (10,15/3x3,15+0,7 MW), Cikalong (19,2/3x3,64 MW), Cirata (1000 / 8X126 MW), Saguling (700/4x178 MW), Jatiluhur (187 MW); Lamajan (19,2/3x6,4 MW), Parakan Kondang (9,92/4x2,48 MW); Jawa Tengah: Sudirman (Mrica) (3x61,5 MW), Jelok (4x5 MW), Timo (3x4 MW), Wonogiri (2x6 MW), Garung (2x6 MW), Sempor (1x1 MW), Ketenger-1&2 (2x3,5 MW), Ketenger-3 (1x1 MW), Wadaslintang (2x9 MW), Kedung Ombo (1x22,5 MW), Klambu 1x1,17

MW), Pejengkolan (1x1,4 MW), Sidorejo (1x1,4 MW), Gajah Mungkur (12,4 MW), Jawa Timur: UP Brantas (281 MW): terdiri atas 12 unit PLTA, yaitu [Sengguruh (29/2x14,5 MW), Mendalan (23,2/4x5,8 MW), Siman (10,8/3x3,6 MW), Selorejo (1x4,48 MW), Giringan (3,2 / 2x1,35+1x0,5 MW), Golang (2,7 MW), Ngebel (2,2 MW), Wlingi (54/2x27 MW), Lodoyo (1x4,5 MW), Tulung Agung (2x23 MW), Wonorejo (6,3 MW), Karangkates/Sutami (105/3x35 MW)], Tulis (2x7 MW); Kalimantan Selatan: Riam kanan (30/3x10 MW); Sulawesi Utara: Tonsea Lama (14,38 / 1x4,44 + 1x4,5 + 1x5,44 MW), Tanggari-1 (1x17,2 MW), Tanggari-2 (1x19 MW); Sulawesi Selatan: Balambano (140/2x70 MW), Larona (195/3x65 MW), Karebbe (140/2x70 MW), Bakaru (126/2x63 MW); Sulawesi Tengah: Sulewana-Poso I (160/4x40 MW), Sulewana-Poso II (180/3x60 MW), Sulewana-Poso III (400/5x80 MW). PLTA sedang dibangun: Genyem (19 MW) Jayapura, Papua, hasil perjanjian jual beli (US$4,3 juta) penurunan emisi karbon CER (Certified Emission Reduction); Angkup (88 MW) dan Peusangan-1&2 (2x22 dan 2x22 MW) Aceh Tengah; Asahan-3 (2x87 MW) Sumut. PT Bukaka Group membangun PLTA Malea 15 MW, Kec. Makale Selatan, Tana Toraja, yang menghabiskan dana Rp. 300 miliar dan akan beroperasi Agustus 2011. Bukaka akan menambah daya hingga sekitar 90 MW dengan masa kontrak 4 tahun dan dana Rp. 3 triliun. PLTA berencana dibangun: PLTA di Papua (2000 MW), Sumatera Utara (763 MW), Lombok 2 lokasi (Muntur 2,8 MW, Kokok Putih 4,2 MW, Pekatan 5,3 MW), dan Sumbawa (Brang Rhee 16 MW, Bintang bano 40 MW, Brang Beh 103,5 MW). Pemprov Papua membangun proyek PLTA Kapiraya (yang pertama di Papua) dengan kapasitas 300-350 MW di distrik Mimika Barat Tengah yang diharapkan PT Freeport menjadi pembeli utama listrik Kapiraya, sedangkan sisanya memenuhi kebutuhan listrik lebih dari lima kabupaten, yaitu Mimika, Paniai, Deai, Doguyai hingga Nabire. Proyek tsb akan selesai 3-4 tahun dengan anggaran mencapai Rp 14 triliun. Program ke depan (proyek percepatan 10.000 MW tahap II) : PLTA Upper Cisokan 4 x 260 MW 150 km Tenggara Jakarta (sungai Citarum) diharapkan akan beroperasi 2016 dengan investasi US$800 juta dari Bank Dunia. PLN membantu biaya pendamping sekitar US$160juta. Selain itu, PLTA Kalikonto Jawa Timur juga diharapkan beroperasi th 2014. Proyek Rp.2,3 triliun untuk PLTA Asahan 3 mulai dibangun untuk memenuhi kekurangan pasokan listrik di Sumatra Utara, dan diharapkan 2014 sudah terpasang secara komersial. PT TEI (Topnich Energy Indonesia, asal China) berusaha patungan dengan PT Sulawesi Hydro Power (asal Norwegia) akan membangun PLTA Enrekang 200 MW dengan nilai investasi Rp.5 triliun yang akan dimulai Juni 2011. PT Sulawesi Hydro Power juga akan mengoperasikan PLTA Tangka Manipi 10 MW dengan nilai investasi Rp.280 miliar untuk memenuhi kebutuhan listrik di Kabupaten Gowa dan Sinjai. Daecheong Construction Co Ltd. menggandeng Perusahaan Daerah (BUMD) untuk

membangunPLTA Deli Serdang 16 MW di Deli Serdang, Sumut yang memanfaatkan sungai Lau Simeme, dan akan beroperasi pada 2013 dengan dana investasi US$150juta dari Korea Selatan. PLD dan Konsorsium (Kepco) Daewoo membangun PLTA Wampu 60 MW di sekitar Danau Toba, Sumut, dengan dana investasi Rp.2,5 triliun, dan menggunakan skema IPP (Independent Power Producer). Selain itu, PLN juga akan membangun PLTA Peusangan 89 MW (Peusangan1 2x22,5 MW, dan Peusangan-2 2x22,5 MW), Takengon, Aceh, yang akan dikerjakan oleh Hyundaibersama dengan PTPP (PT Pembangunan Perumahan Tbk) dengan nilai investasi Rp.3 triliun yang berasal dari pinjaman JICA Rp.2,6 triliun yang diharapkan akan selesai pada tahun 2015. PLTA Karebbe INCO 90 MW beroperasi th 2011. INCO sudah mengoperasikan 2 PLTA dengan kapasitas total 275 MW. Bila Karebbe beroperasi, kapasitas total PLTA INCO mencapai 365 MW. Bendungan untuk tandon air dan irigasi: Pandan Dure Swangi 340 Ha (Rp.728 miliar), Kab. Lombok Timur, NTB dengan sumber air dari sungai palung. PLTMH (Mini Hidro, < 1000 kW, Mikro Hidro < 100 kW, Piko Hidro 7.000 GW, PLTP ~28,5 GW, Biomassa ~50 GW, PLTS >1.000 GW, PLTBayu ~9,3 GW), yaitu > 8394 GW. Jumlah itu belum termasuk potensi energi listrik dari BBM, Gas (PLTG), dan Batubara (PLTU). Sementara, kapasitas pembangkit terpasang di Indonesia (2007) adalah~35 GW (BBM ~16,2 GW, PLTP ~0,8 GW, Batubara ~7,4 GW, Gas Alam ~6,4 GW, PLTA ~4,2 GW, dan Biomassa ~0,5 GW). Kebutuhan listrik Indonesia sekitar 108 juta MWh/tahun (tahun 2006) atau sekitar 166,17 juta MWh/tahun atau ~19 GW (tahun 2011) dengan catatan kebutuhan listrik meningkat sekitar 9 % per tahun. Bila potensi EBT yang sangat besar itu serius dikembangkan, maka pengembangan PLTN akan diperlukan beberapa puluh tahun lagi. Kepala Negara (SBY) menegaskan pula bahwa PLTN dapat dikembangkan nanti sekitar 30-40 tahun mendatang dengan mengutamakan pembangkit listrik non nuklir terlebih dahulu yang bersumber kepada energi terbarukan. Di sisi lain, PT PLN (Persero) belum membutuhkan PLTN hingga tahun 2020, karena masih berkonsentrasi kepada EBT terutama memaksimalkan pemanfaatan PLTP (+ 6 GW) dan PLTA (+5 GW) yang lebih layak dibanding PLTN. Kecelakaan PLTN Fukushima akan menjadi pelajaran bagi Indonesia, sehingga pemanfaatan energi nuklir akan menjadi opsi terakhir. Pengusaha Rusia berminat mengembangkan nuklir di Indonesia dengan menawarkan tongkang PLTN-nya (akademik Lomonosov), yang sesuai dengan kontur kepulauan di Indonesia.

Kelebihan tongkang PLTN (PLTN terapung) adalah dapat berpindah-pindah, dan limbah nuklirnya dibawa pulang ke Rusia. Provinsi Bangka Belitung (Babel) merencanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), karena aspek geologi yang baik / lapisan granit di pulau ini tidak bergerak. BATAN sedang meneliti soal batuan granit di Babel ini. Lokasi yang paling tepat adalah di Tanjung Krasak, Premis, Bangka Selatan, dan Teluk Manggris di Muntok, Bangka Barat. Keduanya berada sekitar 30 Km dari pantai Barat Sumatera yang mudah disambungkan ke Jawa-Sumatera grid danAsean grid ke Singapura dan Malaysia. Bahan Bakar Nuklir thorium (ditaksir sekitar 23.000 ton) juga ditemukan di Provinsi ini bersama timah, zirkon, dll. Lahan 825 HA di Muntok dan 500 HA di Premis telah disiapkan untuk beberapa PLTN ke depan. Slovakia, Jepang, dan Korea selatan berminat membangun PLTN berbahan bakar uranium di Babel. Dosen ITB Zaki Su'ud dan tim sejak tahun 1990 mengembangkan PLTN SPINNOR (Small Power Reactor Indonesia No On-site Refueling) (10-20 MWe) dan VSPINNOR (Very Small Power Reactor Indonesia No On-site Refueling) (6,25 MWe) berupa konsep PLTN Generasi IV yang sangat aman dengan masa pengisian bahan bakar (UN-PuN, U diperkaya 10-12,5%) 15 tahun. Zaki+tim bekerjasama dengan Lab. Nuklir Institut Teknologi Tokyo (RLNR TItech) Jepang. Lahirnya jenis PLTN mini ini adalah indikasi kesiapan SDM Indonesia mengimplementasi nuklir di tanah-air dan paling siap di bidang teknologi nuklir di Asia Tenggara [Majalah Energi, Edisi Februari 2011 hal./kol.18-19]. SANTRI, AGEN UTAMA EBT DI PEDESAAN Pesantren dapat dijadikan basis mengubah pola fikir penggunaan energi fosil ke EBT. Di Indonesia terdapat 9000 pesantren dan jutaan santri. Para santri memiliki posisi sangat strategis di mata masyarakat, karena pemahaman agama mereka sangat menunjang dan katakata mereka diikuti oleh warga. Oleh karena itu, mereka dapat dijadikan agen utama yang berpotensi merevolusi kondisi penggunaan EBT saat menyosialisasikan kepandaian mereka. Langkah awal, para santriperlu dilatih apa saja tentang EBT dan penerapannya, guna meneruskan hasil pendidikan mereka ke teman-teman mereka, dan selanjutnya meneruskannya ke masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka. Contohnya, Ponpes Nurul Bayan, Desa Cihampelas, Kec. Cililin, Kab. Bandung, memanfaatkan biobriket dari enceng gondok. Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah (PAYM) Bojonegoro, Jawa Timur, dan ponpes AlAmin, Desa Bojong gede, Kabupaten Bogor, Jabar, memanfaatkan biogas dari limbah sapi. Pondok pesantren Darul Qur'an, (400 santri) di Kabupaten Gunung Kidul, dan ponpes Al Hikmah (700 santri), Kab. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggunakan biogas dari limbah manusia. Ponpes Suryalaya (50kW) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Ponpes Roudlotul Tolibin (174 kW), Wanganaji, Wonosobo, Ponpes Latansa,Parakan Santri,

Lebak (2x50 kW), dan Ponpes Nurussalam (Bunut Jambul, 30 kW) Tetebatu, Sikur, Kab. Lombok Timur, NTB memanfaatkan PLTMH.

Sumber: http://www.energiterbarukan.net/ http://www.pme-indonesia.com/news/