komunitas ponpes.doc

18
TUGAS KELOMPOK KEPERAWATAN KOMUNITAS III “IDENTIFIKASI KASUS PADA KELOMPOK KHUSUS YANG ADA DI PONDOK PESANTREN” Disusun Oleh : Dias Aryati Kemuningtias (121.0026) Fachrizal Aulia (121.0034) Farikhatur Rosyidah (121.0036) Febry Apriandari (121.0038) Hanifatur Rohmah (121.0042) Hilda Rosa Nilaari (121.0044) Inggar Septi Fajarini (121.0048) Ismi Kharismamurti (121.0050) Jihan Fahira Aulia (121.0052) Khaider Ali B. R. (121.0054) Lusy Arista Agustina (121.0058) Mai Hidayatus Sholikah (121.0060)

Upload: kharismamurti

Post on 10-Nov-2015

15 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

TUGAS KELOMPOK KEPERAWATAN KOMUNITAS IIIIDENTIFIKASI KASUS PADA KELOMPOK KHUSUS

YANG ADA DI PONDOK PESANTREN

Disusun Oleh :

Dias Aryati Kemuningtias (121.0026)

Fachrizal Aulia

(121.0034)

Farikhatur Rosyidah (121.0036)

Febry Apriandari

(121.0038)

Hanifatur Rohmah

(121.0042)

Hilda Rosa Nilaari

(121.0044)

Inggar Septi Fajarini (121.0048)

Ismi Kharismamurti (121.0050)

Jihan Fahira Aulia

(121.0052)

Khaider Ali B. R.

(121.0054)

Lusy Arista Agustina (121.0058)

Mai Hidayatus Sholikah (121.0060)

PROGRAM STUDI S1 - KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

HANG TUAH SURABAYA

T.A 2014/2015

MASALAH KESEHATAN PADA KELOMPOK KHUSUS YANG ADA DI PONDOK PESANTREN ( SKABIES )Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit, yang umumnya terabaikan sehingga menjadi masalah kesehatan yang umum di seluruh dunia (Heukelbach et al. 2006), dapat menjangkiti semua orang pada semua umur, ras dan level sosial ekonomi (Raza et al. 2009). Ektoparasit adalah organisme parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang, menghisap darah atau mencari makan pada rambut, bulu, kulit dan menghisap cairan tubuh inang (Triplehorn dan Johnson, 2005). Infestasi ektoparasit pada kulit keberadaannya membuat rasa tidak nyaman, dapat menyebabkan kehidupan yang tidak sehat secara signifikan. Infestasi ektoparasit bersifat sporadik, epidemik dan endemik (Ciftci et al., 2006).

Tungau ektoparasit penyebab skabies adalah Sarcoptes scabiei var hominis termasuk ordo Acariformes, family Sarcoptidae, Genus Sarcoptes. Sarcoptes scabiei var hominis menular melalui kontak manusia dengan manusia (Chosidow 2006), sedangkan Sarcoptes scabiei var mange ditransmisikan ke manusia melalui kontak dengan berbagai hewan liar, hewan yang didomestikasi dan hewan ternak (Bandi et al 2012). Skabies merupakan penyakit kulit yang terabaikan, dianggap biasa saja dan lumrah terjadi pada masyarakat di Indonesia, bahkan di dunia. Padahal tingkat prevalensi scabies ditinjau dari wilayah, usia maupun jenis kelamin relatif ada hampir di seluruh di dunia dengan tingkat yang bervariasi. Penelitian untuk mengobati penyakit scabies telah banyak dilakukan oleh peneliti, namun masih menyisakan masalah resistensi dan efek samping obat. Selain itu adanya infeksi sekunder setelah infestasi scabies menimbulkan masalah yang lebih parah pada kulit bahkan menyebabkan kematian.

Prevalensi skabies di Indonesia menurut Depkes RI berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia tahun 2008 adalah 5,6%-12,95%. Scabies di Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering (Azizah 2011). Insiden dan prevalensi skabies masih sangat tinggi di Indonesia terutama pada lingkungan masyarakat pesantren. Hal ini tercermin dari penelitian Marufi et al. (2005) bahwa prevalensi scabies pada pondok pesantren di Kabupaten Lamongan 64,2%, senada dengan hasil penelitian Kuspriyanto (2002) di Pasuruan prevalensi scabies di pondok pesantren adalah 70%. Sungkar (1997) menyatakan bahwa scabies di suatu pesantren yang padat penghuninya dan higienenya buruk prevalensi penderita skabies dapat mencapai 78,7%, tetapi pada kelompok higienenya baik prevalensinya hanya 3,8%. Faktor yang menyebabkan scabies adalah keterkaitan antara faktor sosio demografi dengan lingkungan (Baur et al. 2013). Penyakit scabies berasosiasi secara kuat dengan kemiskinan dan kepadatan penduduk (Heukelbach et al. 2006). Faktor yang mengakibatkan tinggginya prevalensi scabies antara lain kelembaban yang tinggi, rendahnya sanitasi, kepadatan, malnutrisi (Onayemi 2005), personal higiene yang buruk, pengetahuan, sikap dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat (Marufi 2005).

Kelompok kami mengambil masalah kesehatan skabies yang ada di pondok pesantren. Alasan kami adalah karena di pondok pesantren para santri tinggal bersama dalam satu lingkungan. Mereka tidur dengan menggunakan fasilitas yang sama. Penyakit skabies ini merupakan penyakit yang disbabkan oleh fungi. Penyebaran penyakit ini pun sangat mudah. Bisa dari hewan ke manusia, manusia ke manusia yang bersentuhan langsung mau pun menggunakan barang yang sama seperti sprei, handuk, pakaian, dan lain sebagainya yang menempel pada kulit. Maka dari itu, para santri yang ada di pondok sangat rentan terkena penyakit ini dilihat dari cara penyebarannya.KONSEP TEORI FLORENCE NIGHTINGALE

Nightingale membuat sebuah teori yang dikenal sebagai teori keperawatan modern (modern nursing). Titik berat teori ini adalah pada aspek lingkungan. Nightingale meyakini bahwa kondisi lingkungan yang sehat penting untuk penanganan perawatan yang layak. Komponen lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan, antara lain :

1. Udara segar.

2. Air bersih.

3. Saluran pembuangan yang efisien.

4. Kebersihan.

5. Cahaya.

Aspek lingkungan yang diutamakan Nightingale dalam merawat klien adalah ventilasi yang cukup bagi klien. Ia berkeyakinan bahwa ketersediaan udara segar secara terus-menerus merupakan prinsip utama dalam perawatan. Oleh sebab itu, setiap perawat harus menjaga udara yang dihirup klien tetap bersih, sebersih udara luar tanpa harus membuatnya kedinginan. Komponen lain yang tidak kalah penting dalam perawatan klien adalah cahaya matahari. Nightingale yakin sinar matahari dapat memberi manfaat yang besar bagi kesehatan klien. karenanya, perawat juga perlu membawa klien berjalan-jalan keluar untuk merasakan sinar matahri selama tidak terdapat kontraindikasi. Fokus perawatan klien menurut nightingale adalah pada kebersihan. Ia berpendapat, kondisi kesehatan klien sangat dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, baik kebersihan klien, perawat, maupun lingkungan.

Selain kelima komponen lingkungan di atas, seorang perawat juga harus memerhatikan kehangatan, ketenangan dan makanan klien. Asumsi utama teori Nightingale adalah Nightingale mendefinisikan kesehatan sebagai kondisi sejahtera dan mampu memanfaatkan setiap daya yang dimiliki hingga batas maksimal, sedangkan penyakit merupakan proses perbaikan yang dilakukan tubuh untuk membebaskan diri dari gangguan yang dialami sehingga individu dapat kembali sehat. Prinsip perawatan adalah menjaga agar proses reparatif ini tidak terganggu.Nightingale memfokuskan teorinya pada lingkungan, namun lingkungan fisik seperti tercermin pada komponen lingkungan di atas. Nightingale sendiri tidak menyebutkan lingkungan emosional maupun lingkungan sosial di dalam teorinya karena teori tersebut memang disesuaikan dengan kondisi masa itu, yaitu masa perang.

Kelompok kami menggunakan teori keperawatan, yaitu teori keperawatan Florence Nightingale. Pada model keperawatan Florence Nightingale memposisikan lingkungan adalah sebagai fokus asuhan keperawatan. Orientasi pemberian asuhan keperawatan atau tindakan keperawatan lebih diorientasikan pada pemberian udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan, dan nutrisi yang adekuat. Seperti kebersihan lingkungan yang kurang bersih, ventilasi udara dan pencahayaan yang kurang sehingga kondisi ruangan lembab, hal ini dapat mempercepat pertumbuhan bakteri dan jamur, serta dari tanda dan gejala yang terjadi pada orang lain atau teman yang menderita masalah kesehatan ini menyebabkan orang lain disekitarnya merasa cemas dan merasa ketenangannya terganggu, dari kecemasan ini dapat menyebakan gangguan nafsu makan orang yang berada didekatnya. Pengkajian menurut Florence Nightingale, yaitu :a. Kesehatan rumah

Rumah yang sehat adalah rumah yang bersih, sehingga seseorang merasa nyaman.

b. Ventilasi dan pemanasanVentilasi merupakan perhatian utama dari teori Nightingale. Ventilasi merupakan indikasi yang berhubungan dengan komponen lingkungan yang menjadi sumber penyakit dan dapat juga sebagai pemulihan penyakit.c. CahayaPengaruh nyata terhadap tubuh manusia. Untuk mendapatkan manfaat dari pencahayaan konsep ini sangat penting dalam teori Florence, dia mengidentifikasi secara langsung bahwa sinar matahari merupakan kebutuhan pasien. Menurutnya pencahayaan mempunyai sinar matahari, perawat diinstruksikan untuk mengkondisikan agar pasien terpapar dengan sinar matahari.d. KebisinganKebisingan ditimbulkan oleh aktivitas fisik di lingkungan atau ruangan. Hal tersebut perlu dihindarkan karena dapat mengganggu pasien.e. Variasi/keanekaragaman

Berbagai macam faktor yang menyebabkan penyakit bagi sesorang, misalnya makanan.f. Tempat tidurTempat tidur yang kotor akan mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang dan juga pola tidur yang kurang baik akan menyebabkan gangguan pada kesehatan.g. Kebersihan kamar dan halamanKebersihan kamar dan halaman sangat berpengaruh bagi kesehatan. Oleh karena itu, pembersihan sangat perlu dilakukan pada kamar dan halaman.h. Kebersihan pribadiKebersihan pribadi sangat mendukung kesehatan seseorang karena merupakan bagian dari kebersihan secara fisik.i. Pengambilan nutrisi dan makananPengambilan nutrisi sangat perlu dalam hal menjaga keseimbangan tubuh. Adanya nutrisi dan pola makan yang baik sangat berpengaruh bagi kesehatan.j. Obrolan, harapan dan nasehatDalam hal ini, komponen tersebut menyangkut kesehatan mental seseorang dalam menyikapi lingkungannya. Komunikasi sangat perlu dilakukan antara perawat, pasien dan keluarga. Mental yang yang terganggu akan mempengaruhi kesehatan pasien.1. PENGKAJIAN KASUSPengkajian : Pengkajian yang dapat dilakukan menurut teori Florence Nightingale, yaiu :

k. Data Umum, meliputi data geografis (letak pesantren , tempat tempat yang berdekatan dengan pesantren), demografi (jumlah penduduk anggota yang tinggal di pesantren), Fasilitas Kesehatan (posyandu, poliklinik, puskesmas, RS), Karateristik Penduduk (penduduk menetap atau penduduk tidak menetap).l. Data khusus, meliputi data Kesehatan Lingkungan, Sumber Air Bersih (sumur, PAM, atau PAM dan sumur), pengelolaan air minum (dimasak, mentah, atau air mineral/aqua), tempat pembuangan air besar (leher angsa, kakus duduk, cubluk, atau sungai), kebiasaan membuang sampah (dibakar, diambil petugas, dibuang kesungai dan lain-lain), keadaan lantai ruamah (tegel/keramik, plester atau tanah), tempat penampungan air bersih (tertutup, terbuka atau kran).m. Data kesehatan anggota PonPes, meliputi Proporsi Kejadian penyakit 3 bulan terakhir didalam PonPes (Batuk,Pilek,Panas dll), Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan/Kebiasaan berobat(RS, Puskesmas atau balai pengobatan, Adakah anggota PonPes yang hamil, periksa kehamilan (ya/tidak), Masalah kesehatan yang diderita saat ini (dalam keluarga).

2. DATA FOKUS ATAU ANALISA DATA

a. DEFISIT PENGETAHUAN

1) DATA

DS : Mengungkapkan masalah secara verbal.

DO : Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara adekuat dan perilaku yang tidak sesuai atau terlalu berlebihan karena kurangnya pengetahuan.2) ETIOLOGI

a) Keterbatasan kognitif.

b) Kesalahan dalam memahami informasi.

c) Kurang familiar dengan sumber-sumber informasi.

3) MASALAH

Defisit Pengetahuan

b. KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT

1) DATA

DS : Mengungkapkan masalah secara verbal.DO : Kerusakan pada lapisan kulit (dermis), kerusakan pada permukaan kulit (epidermis).2) ETIOLOGIa) Kelembapan.3) MASALAH

Kerusakan integritas kulitc. RESIKO PENYEBARAN INFEKSI1) DATA

DS : Mengungkapkan masalah secara verbal.

DO :Terjadi peningkatan suhu tubuh, malnutrisi, kamar mandi kotor, pemakaian alat mandi secara bergantian, .

2) ETIOLOGI

a) Peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen.

b) Pengetahuan yang kurang untuk menghindari pajangan patogen.

3) MASALAH

Resiko Penyebaran Infeksi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Defisit pengetahuan b.d keterbatasan kognitif, kesalahan dalam memahami informasi, kurang familiar dengan sumber-sumber informasi yang ditandai dengan tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara adekuat dan perilaku yang tidak sesuai atau terlalu berlebihan.2. Kerusakan integritas kulit b.d kelembapan3. Resiko penyebaran infeksi b.d peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen, pengetahuan yang kurang untuk menghindari pajangan patogen.INTERVENSI

1. Dx 1 : Defisit pengetahuan b.d keterbatasan kognitif, kesalahan dalam memahami informasi, kurang familiar dengan sumber-sumber informasi yang ditandai dengan tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara adekuat dan perilaku yang tidak sesuai atau terlalu berlebihan.

Tujuan

:

a. Kelompok khusus dalam pondok pesantren mampu mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang program terapi (lingkungan).

b. Kelompok khusus dalam pondok pesantren mampu memperlihatkan kemampuan menjag kebersihan lingkungan, ventilasi udara, pencahayaan dan sebagainya.

Kriteria Hasil :

a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan.

b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yan dijelaskan secara benar.

c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat atau tim kesehatan lainnya.

Intervensi :

a. Berikan penialian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik.R/: Membantu memahami informasi yang berhubungan dengan proses penyakit.

b. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat.R/: membantu mengidentifikasi masalah keperawatan yang akan muncul c. Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat.R/: membantu dan memudahkan memutuskan tindakan yang akan di lakukand. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.

R/: Mengembangkan dan memberikan bimbingan dan pengalaman belajar untuk memfasilitasi adaptasi secara sadar perilaku yang kondusif untuk kesehatan keluarga, kelompok, atau komunitas.

2. Dx 2 : Kerusakan integritas kulit b.d kelembapan

Tujuan

:

a. Kelompok menunjukkan penyembuhan lukaKriteria Haasil:

a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)

b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit

c. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya berulang

d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit

Intervensi

:

a. Anjurkan kelompok untuk menggunakan pakaian yang longgar

R/ : Mencegah terjadinya kelembaban pada kulit

b. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

R/ : Menurunkan resiko penyebaran infeksi

c. Monitor kulit akan adanya kemerahan

R/ : Mengidentifikasi tanda-tanda infeksi

d. Cegah komplikasi luka dan meningkatkan penyembuhan luka

R/ : Agar tidak terjadi komplikasi3. Dx 3 : Resiko penyebaran infeksi b.d peningkaan pemajanan lingkungan terhadap patogen, pengetahuan yang kurang untuk menghindari pajanan patogen.

Tujuan

:

a. Kelompok khusus dalam pondok pesantren mampu mengidentifikasi faktor resiko infeksi.

b. Kelompok khusus dalam pondok pesantren mampu mengendalikan resiko infeksi dalam komunitas.

Kriteria Hasil :

a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya.

c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.

d. Jumlah leukosit dalam batas normal.

e. Menunjukkan perilaku hidup sehat.

Intervensi

:

a. Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

R/: mengumpulkan, menginterpretasi dan menyintesis data secara terarah dan kontinu untuk mengambil keputusan di komunitas.b. Instruksikan untuk menjaga personal hygiene untuk mlindungi tubuh terhadap infeksi.

R/: mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada komunitas yang berisiko.

c. Tetapkan kewaspadaan universal.

R/: meminimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius.

d. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan masing-masinng orang dalam komunitas.

R/: bekerja bersama komunitas untuk menurunkan dan mengelola insidens dan prevalensi penyakit menular pada populasi khusus.

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Azizah I.N. & Setiyowati W. (2011). Hubungan tingkat pengetahuan ibu pemulung tentang personal hygiene dengan kejadian skabies pada balita di tempat pembuangan akhir kota semarang. Dinamika Kebidanan.Bandi K.M. & Saikumar C. (2012). Sarcoptic mange-a zoonotic ectoparasitic skin disease. Journal of Clinical and Diagnostic Research.

Baur B., Sarkar J.,Manna N., & Bandyopadhyay L. (2013). The Pattern of Dermatological Disorders among Patients Attending the Skin O.P.D of A Tertiary Care Hospital in Kolkata, India. Journal of Dental and Medical Sciences.

Chowsidow O. (2006). Skabies. The new england journal of medicine.Ciftci IK, Karaca S, Dogru O, Cetinkaya Z, & Kulac K. (2006). Prevalence of pediculosis and skabies in preschool nursery children of Afyon, Turkey. Korean Journal of Parasitology.

Heukelbach J, Wilcke T, Winter B & Feldmeier. (2005). Epidemiology and morbidity of scabies and pediculosis capitis in resource-poor communities in Brazil. British Journal of Dermatology.

Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Kuspriyanto. (2002). Pengaruh sanitasi dan higiene perorangan terhadap penyakit kulit. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPs Universitas Airlangga.

Marufi I, Keman S, & Notobroto HB. (2005). Faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap prevalensi penyakit skabies studi pada santri di pondok pesantren kabupaten Lamongan. Jurnal kesehatan lingkungan.

Onayemi O., Isezuo S.A. & Njoku C.H. (2005). Prevalence of different skin conditions in an outpatients setting in north-western Nigeria. International Journal of Dermatology.Raza N,. Qadir S. N. R., Agna H. (2009). Risk faktor for scabies among male soldier in Pakistan: case-control study. Eastern Mediterranean Health Journal.Sungkar S. (1997). Skabies. Majalah Kedokteran Indonesia.

Triplehorn C.A., Johnson N.F. (2005). Borror and delongs introduction to the study of insect. Ed. 7. Thomson Brooks/Cole: Belmont.Wilkinson, Judith M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis Nanda, Intrvensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.