komponen eldas

90
Bab I Komponen Pasif I.1 Resistor Resistor adalah komponen dasar elektronika yang digunakan untuk membatasi jumlah arus yang mengalir dalam satu rangkaian. Sesuai dengan namanya resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon . Dari hukum Ohms diketahui, resistansi berbanding terbalik dengan jumlah arus yang mengalir melaluinya. Satuan resistansi dari suatu resistor disebut Ohm atau dilambangkan dengan simbol W (Omega). Tipe resistor yang umum adalah berbentuk tabung dengan dua kaki tembaga di kiri dan kanan. Pada badannya terdapat lingkaran membentuk gelang kode warna untuk memudahkan pemakai mengenali besar resistansi tanpa mengukur besarnya dengan Ohmmeter. Kode warna tersebut adalah standar manufaktur yang dikeluarkan oleh EIA (Electronic Industries Association) seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut. Waktu penulis masuk pendaftaran kuliah elektro, ada satu test yang harus dipenuhi yaitu diharuskan tidak buta warna. Belakangan baru diketahui bahwa mahasiswa elektro wajib untuk bisa membaca warna gelang resistor (barangkali). 1

Upload: river-situmorang

Post on 04-Aug-2015

68 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: komponen eldas

Bab I

Komponen Pasif

I.1 Resistor

Resistor adalah komponen dasar elektronika yang digunakan untuk membatasi

jumlah arus yang mengalir dalam satu rangkaian. Sesuai dengan namanya resistor bersifat

resistif dan umumnya  terbuat dari bahan karbon .   Dari hukum Ohms diketahui,

resistansi berbanding terbalik dengan jumlah arus yang mengalir melaluinya. Satuan

resistansi dari suatu resistor disebut Ohm atau dilambangkan dengan simbol  W (Omega).

Tipe resistor yang umum adalah berbentuk tabung dengan dua kaki tembaga di kiri dan

kanan. Pada badannya terdapat lingkaran membentuk gelang kode warna untuk

memudahkan pemakai mengenali besar resistansi tanpa mengukur besarnya dengan

Ohmmeter. Kode warna tersebut adalah standar manufaktur yang dikeluarkan oleh EIA

(Electronic Industries Association) seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut. Waktu

penulis masuk pendaftaran kuliah elektro, ada satu test yang harus dipenuhi yaitu

diharuskan tidak buta warna. Belakangan baru diketahui bahwa mahasiswa elektro wajib

untuk bisa membaca warna gelang resistor (barangkali).

Gambar I.1 Kode Warna

1

Page 2: komponen eldas

Gambar 1.2 Contoh Resistor

Resistansi dibaca dari warna gelang yang paling depan ke arah gelang toleransi

berwarna coklat, merah, emas atau perak. Biasanya warna gelang toleransi ini berada

pada badan resistor yang paling pojok atau juga dengan lebar yang lebih menonjol, 

sedangkan warna gelang yang pertama agak sedikit ke dalam. Dengan demikian pemakai

sudah langsung mengetahui berapa toleransi dari resistor tersebut. Kalau anda telah bisa

menentukan mana gelang yang pertama selanjutnya adalah membaca nilai

resistansinya.   

Jumlah gelang yang melingkar pada resistor umumnya sesuai dengan besar

toleransinya. Biasanya resistor dengan toleransi 5%, 10%  atau 20% memiliki 3 gelang

(tidak termasuk gelang toleransi). Tetapi resistor dengan toleransi 1% atau 2% (toleransi

kecil) memiliki 4 gelang (tidak termasuk gelang toleransi). Gelang pertama dan

seterusnya berturut-turut menunjukkan besar nilai satuan, dan gelang terakhir  adalah

faktor pengalinya.

Misalnya resistor dengan gelang kuning, violet, merah dan emas. Gelang

berwarna emas adalah gelang toleransi. Dengan demikian urutan warna gelang resitor ini

adalah, gelang pertama berwarna kuning, gelang kedua berwana violet dan gelang ke tiga

berwarna merah. Gelang ke empat tentu saja yang berwarna emas dan ini adalah gelang

toleransi.  Dari tabel-1 diketahui jika gelang toleransi berwarna emas, berarti resitor ini

memiliki toleransi 5%. Nilai resistansisnya dihitung sesuai dengan urutan warnanya.

Pertama yang dilakukan adalah menentukan nilai satuan dari resistor ini. Karena resitor

ini resistor 5% (yang biasanya memiliki tiga gelang selain gelang toleransi), maka nilai

satuannya ditentukan oleh gelang pertama dan gelang kedua. Masih dari tabel-1 diketahui

gelang kuning nilainya = 4 dan gelang violet nilainya = 7. Jadi gelang pertama dan kedua

atau kuning dan violet berurutan, nilai satuannya adalah 47. Gelang ketiga adalah faktor

pengali, dan jika warna gelangnya merah berarti faktor pengalinya adalah 100. Sehingga

2

Page 3: komponen eldas

dengan ini diketahui nilai resistansi resistor tersebut adalah nilai satuan x faktor pengali

atau 47 x 100  = 4.7K Ohm dan toleransinya adalah 5%.

Spesifikasi lain yang perlu diperhatikan dalam memilih resitor pada suatu

rancangan selain besar resistansi adalah besar watt-nya. Karena resistor bekerja dengan

dialiri arus listrik, maka akan terjadi disipasi daya berupa panas sebesar W=I2R watt. 

Semakin besar ukuran fisik suatu resistor bisa menunjukkan semakin besar kemampuan

disipasi daya resistor tersebut. 

Umumnya di pasar tersedia ukuran 1/8, 1/4, 1, 2, 5, 10 dan 20 watt. Resistor yang

memiliki disipasi daya 5, 10 dan 20 watt  umumnya berbentuk kubik memanjang persegi

empat berwarna putih, namun ada juga yang berbentuk silinder. Tetapi biasanya untuk

resistor ukuran jumbo ini nilai resistansi dicetak langsung dibadannya, misalnya

100W5W. 

I.2 Kapasitor

I.2.1 Prinsip dasar dan spesifikasi elektriknya

Kapasitor adalah komponen elektronika yang dapat menyimpan muatan listrik.

Struktur sebuah kapasitor terbuat dari 2 buah plat metal yang dipisahkan oleh suatu bahan

dielektrik. Bahan-bahan dielektrik yang umum dikenal misalnya udara vakum, keramik,

gelas dan lain-lain. Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan listrik, maka muatan-

muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki (elektroda) metalnya dan pada saat

yang sama muatan-muatan negatif terkumpul pada ujung metal yang satu lagi. Muatan

positif tidak dapat mengalir menuju ujung kutup negatif dan sebaliknya muatan negatif

tidak bisa menuju ke ujung kutup positif, karena terpisah oleh bahan dielektrik yang non-

konduktif. Muatan elektrik ini "tersimpan" selama tidak ada konduksi pada ujung-ujung

kakinya. Di alam bebas, phenomena kapasitor ini terjadi pada saat terkumpulnya muatan-

muatan positif dan negatif di awan.   

 

3

Page 4: komponen eldas

Gambar I.3 prinsip dasar kapasitor

1.2.2 Kapasitansi

Kapasitansi didefenisikan sebagai kemampuan dari suatu kapasitor untuk dapat

menampung muatan elektron. Coulombs pada abad 18  menghitung bahwa 1 coulomb =

6.25 x 1018 elektron. Kemudian Michael Faraday  membuat postulat bahwa sebuah

kapasitor akan memiliki kapasitansi sebesar 1 farad jika dengan tegangan 1 volt dapat

memuat muatan elektron sebanyak 1 coulombs. Dengan rumus dapat ditulis :

Q = CV …………….(1)  

Q = muatan elektron dalam C (coulombs)

C = nilai kapasitansi dalam F (farads)

V = besar tegangan dalam  V (volt)

Dalam praktek pembuatan kapasitor, kapasitansi dihitung dengan mengetahui luas

area plat metal (A), jarak (t) antara kedua plat metal (tebal dielektrik) dan konstanta (k)

bahan dielektrik. Dengan rumusan dapat ditulis sebagai berikut :

C = (8.85 x 10-12) (k A/t) ...(2)

Berikut adalah tabel contoh konstanta (k) dari beberapa bahan dielektrik yang

disederhanakan.

4

Page 5: komponen eldas

Udara vakum k = 1

Aluminium oksida k = 8

Keramik k = 100 - 1000

Gelas k = 8

Polyethylene k = 3

Tabel I.1 Tabel Konstanta Bahan Dielektrik

Untuk rangkain elektronik praktis, satuan farads adalah sangat besar sekali.

Umumnya kapasitor yang ada di pasar memiliki satuan uF (10-6 F), nF (10-9 F) dan pF

(10-12 F). Konversi satuan  penting diketahui untuk memudahkan membaca besaran

sebuah kapasitor. Misalnya 0.047uF dapat juga dibaca sebagai 47nF, atau contoh lain

0.1nF sama dengan 100pF.

I.2.3 Tipe Kapasitor

Kapasitor terdiri dari beberapa tipe, tergantung dari bahan dielektriknya. Untuk lebih

sederhana dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kapasitor electrostatic, electrolytic dan

electrochemical.  

I.2.3.1 Kapasitor Electrostatic

Kapasitor electrostatic adalah kelompok kapasitor yang dibuat dengan  bahan

dielektrik dari keramik, film dan mika. Keramik dan mika adalah bahan yang popular

serta murah untuk membuat kapasitor yang kapasitansinya kecil. Tersedia  dari besaran

pF sampai beberapa uF, yang biasanya untuk aplikasi rangkaian yang berkenaan dengan

frekuensi tinggi. Termasuk kelompok  bahan dielektrik film adalah bahan-bahan material

seperti  polyester (polyethylene terephthalate atau dikenal dengan sebutan mylar),

polystyrene, polyprophylene, polycarbonate, metalized paper dan lainnya. 

5

Page 6: komponen eldas

Mylar, MKM, MKT adalah beberapa contoh sebutan merek dagang untuk

kapasitor dengan bahan-bahan dielektrik film. Umumnya kapasitor kelompok ini adalah

non-polar.

I.2.3.2 Kapasitor Electrolytic

Kelompok kapasitor electrolytic terdiri dari kapasitor-kapasitor yang bahan

dielektriknya adalah lapisan metal-oksida. Umumnya kapasitor yang termasuk kelompok

ini adalah kapasitor polar dengan tanda + dan - di badannya. Mengapa kapasitor ini dapat

memiliki polaritas, adalah karena proses pembuatannya menggunakan elektrolisa

sehingga terbentuk kutup positif anoda dan kutup negatif katoda.

Telah lama diketahui beberapa metal seperti tantalum, aluminium, magnesium,

titanium, niobium, zirconium dan seng (zinc) permukaannya dapat dioksidasi sehingga

membentuk lapisan  metal-oksida (oxide film). Lapisan oksidasi ini terbentuk melalui

proses elektrolisa, seperti pada proses penyepuhan emas. Elektroda metal yang dicelup

kedalam larutan electrolit (sodium borate) lalu diberi tegangan positif (anoda) dan larutan

electrolit diberi tegangan negatif (katoda). Oksigen pada larutan electrolyte terlepas dan

mengoksidai permukaan plat metal. Contohnya, jika digunakan Aluminium, maka akan

terbentuk lapisan Aluminium-oksida (Al2O3) pada permukaannya.

Gambar I.4 Kapasitor Elco

6

Page 7: komponen eldas

Dengan demikian berturut-turut plat metal (anoda), lapisan-metal-oksida dan

electrolyte(katoda) membentuk kapasitor. Dalam hal ini lapisan-metal-oksida sebagai

dielektrik. Dari rumus (2) diketahui besar kapasitansi berbanding terbalik dengan tebal

dielektrik. Lapisan metal-oksida ini sangat tipis, sehingga dengan demikian dapat dibuat

kapasitor yang kapasitansinya cukup besar.

Karena alasan ekonomis dan praktis, umumnya bahan metal yang banyak

digunakan adalah aluminium dan tantalum. Bahan yang paling banyak dan murah adalah

Aluminium. Untuk mendapatkan permukaan yang luas, bahan plat Aluminium ini

biasanya digulung radial. Sehingga dengan cara itu dapat diperoleh kapasitor yang

kapasitansinya besar. Sebagai contoh 100uF, 470uF, 4700uF dan lain-lain, yang sering

juga disebut kapasitor elco.

Bahan electrolyte pada kapasitor Tantalum ada yang cair tetapi ada juga yang

padat. Disebut electrolyte padat, tetapi sebenarnya bukan larutan electrolit yang menjadi

elektroda negatif-nya, melainkan bahan lain yaitu manganese-dioksida. Dengan demikian

kapasitor jenis ini bisa memiliki kapasitansi yang besar namun menjadi lebih ramping

dan mungil. Selain itu karena seluruhnya padat, maka waktu kerjanya (lifetime) menjadi

lebih tahan lama. Kapasitor tipe ini juga memiliki arus bocor yang sangat kecil Jadi

dapat dipahami mengapa kapasitor Tantalum menjadi relatif mahal.

I.2.3.3 Kapasitor Electrochemical

Satu jenis kapasitor lain adalah kapasitor electrochemical. Termasuk kapasitor

jenis ini adalah batere dan accu. Pada kenyataanya batere dan accu adalah kapasitor yang

sangat baik, karena memiliki kapasitansi yang besar dan arus bocor (leakage current)

yang sangat kecil. Tipe kapasitor jenis ini juga masih dalam pengembangan untuk

mendapatkan kapasitansi yang besar namun kecil dan ringan, misalnya untuk applikasi

mobil elektrik dan telepon selular.

7

Page 8: komponen eldas

1.2.4 Membaca Kapasitansi

Pada kapasitor yang berukuran besar, nilai kapasitansi umumnya ditulis dengan

angka yang jelas. Lengkap dengan nilai tegangan maksimum dan polaritasnya. Misalnya

pada kapasitor elco dengan jelas tertulis kapasitansinya sebesar 22uF/25v.

Kapasitor yang ukuran fisiknya mungil dan kecil biasanya hanya bertuliskan 2

(dua) atau 3 (tiga) angka saja. Jika hanya ada dua angka satuannya adalah pF (pico

farads). Sebagai contoh, kapasitor yang bertuliskan dua angka 47, maka kapasitansi

kapasitor tersebut adalah 47 pF.

Jika ada 3 digit, angka pertama dan kedua menunjukkan nilai nominal, sedangkan

angka ke-3 adalah faktor pengali. Faktor pengali sesuai dengan angka nominalnya,

berturut-turut 1 = 10, 2 = 100, 3 = 1.000, 4 = 10.000 dan seterusnya. Misalnya pada

kapasitor keramik tertulis 104, maka kapasitansinya adalah 10 x 10.000 = 100.000pF

atau = 100nF. Contoh lain misalnya tertulis 222, artinya kapasitansi kapasitor tersebut

adalah 22 x 100 = 2200 pF = 2.2 nF.

Selain dari kapasitansi ada beberapa karakteristik penting lainnya yang perlu

diperhatikan. Biasanya spesifikasi karakteristik ini disajikan oleh pabrik pembuat didalam

datasheet. Berikut ini adalah beberapa spesifikasi penting tersebut.

1.2.5 Tegangan Kerja (working voltage)

Tegangan kerja adalah tegangan maksimum yang diijinkan sehingga kapasitor

masih dapat bekerja dengan baik. Para elektro- mania barangkali pernah mengalami

kapasitor yang meledak karena kelebihan tegangan. Misalnya kapasitor 10uF 25V, maka

tegangan yang bisa diberikan tidak boleh melebihi 25 volt dc. Umumnya kapasitor-

kapasitor polar bekerja pada tegangan DC dan kapasitor non-polar bekerja pada tegangan

AC.

8

Page 9: komponen eldas

1.2.6 Temperatur Kerja

Kapasitor masih memenuhi spesifikasinya jika bekerja pada suhu yang sesuai.

Pabrikan pembuat kapasitor umumnya membuat kapasitor yang mengacu pada standar

popular. Ada 4 standar popular yang biasanya tertera di badan kapasitor seperti C0G

(ultra stable), X7R (stable) serta Z5U dan Y5V (general purpose). Secara lengkap kode-

kode tersebut disajikan pada table berikut.

Tabel I.2 Kode karakteristik kapasitor kelas I

Koefisien

Suhu

Faktor Pengali

Koefisien Suhu

Toleransi

Koefisien

Suhu

Simbol PPM

per Co Simbol Pengali Simbol

PPM

per Co

C 0.0 0 -1 G +/-30

B 0.3 1 -10 H +/-60

A 0.9 2 -100 J +/-120

M 1.0 3 -1000 K +/-250

P 1.5 4 -10000 L +/-500

ppm = part per million

Tabel I.3 Kode karakteristik kapasitor kelas II dan III

suhu kerja

minimumsuhu kerja

maksimum

Toleransi

Kapasitansi

Simbol Co Simbol Co Simbol Persen

Z +10 2 +45 A +/-

1.0%

9

Page 10: komponen eldas

Y -30 4 +65 B+/-

1.5%

X -55 5 +85 C+/-

2.2%

6 +105 D+/-

3.3%

7 +125 E+/-

4.7%

8 +150 F+/-

7.5%

9 +200 P+/-

10.0%

R+/-

15.0%

S+/-

22.0%

T+22% /

-33%

U+22% /

-56%

V+22% /

-82%

I2.7 Toleransi

Seperti komponen lainnya, besar kapasitansi nominal ada toleransinya. Tabel

diatas menyajikan nilai toleransi dengan kode-kode angka atau huruf tertentu. Dengan

table di atas pemakai dapat dengan mudah mengetahui toleransi kapasitor yang biasanya

tertera menyertai nilai nominal kapasitor. Misalnya jika tertulis 104 X7R, maka

10

Page 11: komponen eldas

kapasitasinya adalah 100nF dengan toleransi +/-15%. Sekaligus dikethaui juga bahwa

suhu kerja yang direkomendasikan adalah antara -55Co sampai +125Co (lihat tabel kode

karakteristik)

I.2.8 Insulation Resistance (IR)

Walaupun bahan dielektrik merupakan bahan yang non-konduktor, namun tetap

saja ada arus yang dapat melewatinya. Artinya, bahan dielektrik juga memiliki resistansi.

walaupun nilainya sangat besar sekali. Phenomena ini dinamakan arus bocor DCL (DC

Leakage Current) dan resistansi dielektrik ini dinamakan Insulation Resistance (IR).

Untuk menjelaskan ini, berikut adalah model rangkaian kapasitor.

model kapasitor :

C = Capacitance

ESR = Equivalent Series Resistance

L = Inductance

IR = Insulation Resistance

Jika tidak diberi beban, semestinya kapasitor dapat menyimpan muatan selama-

lamanya. Namun dari model di atas, diketahui ada resitansi dielektrik IR(Insulation

Resistance) yang paralel terhadap kapasitor. Insulation resistance (IR) ini sangat besar

(MOhm). Konsekuensinya tentu saja arus bocor (DCL) sangat kecil (uA). Untuk

mendapatkan kapasitansi yang besar diperlukan permukaan elektroda yang luas, tetapi ini

akan menyebabkan resistansi dielektrik makin kecil. Karena besar IR selalu berbanding

terbalik dengan kapasitansi (C), karakteristik resistansi dielektrik ini biasa juga disajikan

dengan besaran RC (IR x C) yang satuannya ohm-farads atau megaohm-micro farads.

11

Page 12: komponen eldas

I.2.9 Dissipation Factor (DF) dan Impedansi (Z)

Dissipation Factor adalah besar persentasi rugi-rugi (losses) kapasitansi jika

kapasitor bekerja pada aplikasi frekuensi. Besaran ini menjadi faktor yang diperhitungkan

misalnya pada aplikasi motor phasa, rangkaian ballast, tuner dan lain-lain. Dari model

rangkaian kapasitor digambarkan adanya resistansi seri (ESR) dan induktansi (L). Pabrik

pembuat biasanya meyertakan data DF dalam persen. Rugi-rugi (losses) itu didefenisikan

sebagai ESR yang besarnya adalah persentasi dari impedansi kapasitor Xc. Secara

matematis di tulis sebagai berikut :

Dari penjelasan di atas dapat dihitung besar total impedansi (Z total) kapasitor adalah :

12

Page 13: komponen eldas

Karakteristik respons frekuensi sangat perlu diperhitungkan terutama jika kapasitor

bekerja pada frekuensi tinggi. Untuk perhitungan- perhitungan respons frekuensi dikenal

juga satuan faktor qualitas Q (quality factor) yang tak lain sama dengan 1/DF.

I.3 Induktor

Masih ingat aturan tangan kanan pada pelajaran fisika ? Ini cara yang efektif

untuk mengetahui arah medan listrik terhadap arus listrik. Jika seutas kawat tembaga

diberi aliran listrik, maka di sekeliling kawat tembaga akan terbentuk medan listrik.

Dengan aturan tangan kanan dapat diketahui arah medan listrik terhadap arah arus listrik.

Caranya sederhana yaitu dengan mengacungkan jari jempol tangan kanan sedangkan

keempat jari lain menggenggam. Arah jempol adalah arah arus dan arah ke empat jari

lain adalah arah medan listrik yang mengitarinya.

13

Page 14: komponen eldas

Tentu masih ingat juga percobaan dua utas kawat tembaga paralel yang keduanya

diberi arus listrik. Jika arah arusnya berlawanan, kedua kawat tembaga tersebut saling

menjauh. Tetapi jika arah arusnya sama ternyata keduanya berdekatan saling tarik-

menarik. Hal ini terjadi karena adanya induksi medan listrik. Dikenal medan listrik

dengan simbol B dan satuannya Tesla (T). Besar akumulasi medan listrik B pada suatu

luas area A tertentu difenisikan sebagai besar magnetic flux. Simbol yang biasa

digunakan untuk menunjukkan besar magnetic flux ini adalah F dan satuannya Weber

(Wb = T.m2). Secara matematis besarnya adalah :

medan flux...(1)

Lalu bagaimana jika kawat tembaga itu dililitkan membentuk koil atau kumparan.

Jika kumparan tersebut dialiri listrik maka tiap lilitan akan saling menginduksi satu

dengan yang lainnya. Medan listrik yang terbentuk akan segaris dan saling menguatkan.

Komponen yang seperti inilah yang dikenal dengan induktor selenoid.

Dari buku fisika dan teori medan yang menjelimet, dibuktikan bahwa induktor

adalah komponen yang dapat menyimpan energi magnetik. Energi ini direpresentasikan

dengan adanya tegangan emf (electromotive force) jika induktor dialiri listrik. Secara

matematis tegangan emf ditulis :

tegangan emf .... (2)

Jika dibandingkan dengan rumus hukum Ohm V=RI, maka kelihatan ada

kesamaan rumus. Jika R disebut resistansi dari resistor dan V adalah besar tegangan jepit

jika resistor dialiri listrik sebesar I. Maka L adalah induktansi dari induktor dan E adalah

tegangan yang timbul jika induktor dilairi listrik. Tegangan emf di sini adalah respon

14

Page 15: komponen eldas

terhadap perubahan arus fungsi dari waktu terlihat dari rumus di/dt. Sedangkan bilangan

negatif sesuai dengan hukum Lenz yang mengatakan efek induksi cenderung melawan

perubahan yang menyebabkannya. Hubungan antara emf dan arus inilah yang disebut

dengan induktansi, dan satuan yang digunakan adalah (H) Henry.

I.3.1 Induktor disebut self-induced

Arus listrik yang melewati kabel, jalur-jalur pcb dalam suatu rangkain berpotensi untuk

menghasilkan medan induksi. Ini yang sering menjadi pertimbangan dalam mendesain

pcb supaya bebas dari efek induktansi terutama jika multilayer. Tegangan emf akan

menjadi penting saat perubahan arusnya fluktuatif. Efek emf menjadi signifikan pada

sebuah induktor, karena perubahan arus yang melewati tiap lilitan akan saling

menginduksi. Ini yang dimaksud dengan self-induced. Secara matematis induktansi pada

suatu induktor dengan jumlah lilitan sebanyak N adalah akumulasi flux magnet untuk tiap

arus yang melewatinya :

induktansi ...... (3)

Gambar I.8 Induktor selenoida

Fungsi utama dari induktor di dalam suatu rangkaian adalah untuk melawan

fluktuasi arus yang melewatinya. Aplikasinya pada rangkaian dc salah satunya adalah

untuk menghasilkan tegangan dc yang konstan terhadap fluktuasi beban arus. Pada

aplikasi rangkaian ac, salah satu gunanya adalah bisa untuk meredam perubahan fluktuasi

arus yang tidak dinginkan. Akan lebih banyak lagi fungsi dari induktor yang bisa

diaplikasikan pada rangkaian filter, tuner dan sebagainya.

15

Page 16: komponen eldas

Dari pemahaman fisika, elektron yang bergerak akan menimbulkan medan elektrik di

sekitarnya. Berbagai bentuk kumparan, persegi empat, setegah lingkaran ataupun

lingkaran penuh, jika dialiri listrik akan menghasilkan medan listrik yang berbeda.

Penampang induktor biasanya berbentuk lingkaran, sehingga diketahui besar medan

listrik di titik tengah lingkaran adalah :

Medan listrik ........ (4)

Jika dikembangkan, n adalah jumlah lilitan N relatif terhadap panjang induktor l. Secara

matematis ditulis :

Lilitan per-meter……….(5)

Lalu i adalah besar arus melewati induktor tersebut. Ada simbol m yang dinamakan

permeability dan mo yang disebut permeability udara vakum. Besar permeability m

tergantung dari bahan inti (core) dari induktor. Untuk induktor tanpa inti (air winding) m

= 1.

Jika rumus-rumus di atas di subsitusikan maka rumus induktansi (rumus 3) dapat ditulis

menjadi :

Induktansi Induktor ..... (6) 

16

Page 17: komponen eldas

Induktor selenoida dengan inti (core) :

L  : induktansi dalam H (Henry)

m  : permeability inti (core) 

mo : permeability udara vakum 

mo = 4p x 10-7

N  : jumlah lilitan induktor

A  : luas penampang induktor (m2)

l  : panjang induktor (m)

Inilah rumus untuk menghitung nilai induktansi dari sebuah induktor. Tentu saja

rumus ini bisa dibolak-balik untuk menghitung jumlah lilitan induktor jika nilai

induktansinya sudah ditentukan.  

1.3.2 Toroid

Ada satu jenis induktor yang kenal dengan nama toroid. Jika biasanya induktor

berbentuk silinder memanjang, maka toroid berbentuk lingkaran. Biasanya selalu

menggunakan inti besi (core) yang juga berbentuk lingkaran seperti kue donat.  

Gambar I.10 Toroida 

17

Page 18: komponen eldas

Jika jari-jari toroid adalah r, yaitu jari-jari lingkar luar dikurang jari-jari lingkar dalam.

Maka panjang induktor efektif adalah kira-kira :

Keliling lingkaran toroida …... (7)

 Dengan demikian untuk toroida besar induktansi L adalah :

Induktansi Toroida ………(8)  

  Salah satu keuntungan induktor berbentuk toroid, dapat induktor dengan

induktansi yang lebih besar dan dimensi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan

induktor berbentuk silinder. Juga karena toroid umumnya menggunakan inti (core) yang

melingkar, maka medan induksinya tertutup dan relatif tidak menginduksi komponen lain

yang berdekatan di dalam satu pcb.

1.3.3  Ferit dan Permeability

Besi lunak banyak digunakan sebagai inti (core) dari induktor yang disebut ferit.

Ada bermacam-macam bahan ferit yang disebut ferromagnetik. Bahan dasarnya adalah

bubuk besi oksida yang disebut juga iron powder. Ada juga ferit yang dicampur dengan

bahan bubuk lain seperti nickle, manganase, zinc (seng) dan mangnesium. Melalui proses

yang dinamakan kalsinasi yaitu dengan pemanasan tinggi dan tekanan tinggi, bubuk

campuran tersebut dibuat menjadi komposisi yang padat. Proses pembuatannya sama

seperti membuat keramik. Oleh sebab itu ferit ini sebenarnya adalah keramik.

Ferit yang sering dijumpai ada yang memiliki m = 1  sampai m = 15.000.  Dapat

dipahami penggunaan ferit dimaksudkan untuk mendapatkan nilai induktansi yang lebih

18

Page 19: komponen eldas

besar relatif terhadap jumlah lilitan yang lebih sedikit serta dimensi induktor yang lebih

kecil.

Penggunaan ferit juga disesuaikan dengan frekeunsi kerjanya. Karena beberapa

ferit akan optimum jika bekerja pada selang frekuensi tertentu. Berikut ini adalah

beberapa contoh bahan ferit yang dipasar dikenal dengan kode nomer materialnya. Pabrik

pembuat biasanya dapat memberikan data kode material, dimensi dan permeability yang

lebih detail.  

Tabel I. data material ferit

Sampai di sini kita sudah dapat menghitung nilai induktansi suatu induktor.

Misalnya induktor dengan jumlah lilitan 20, berdiameter 1 cm dengan panjang 2 cm serta

mengunakan inti ferit dengan m = 3000. Dapat diketahui nilai induktansinya adalah :

L »  5.9 mH

19

Page 20: komponen eldas

Selain ferit yang berbentuk silinder ada juga ferit yang berbentuk toroida.

Umumnya dipasar tersedia berbagai macam jenis dan ukuran toroida. Jika datanya

lengkap, maka kita dapat menghitung nilai induktansi dengan menggunakan rumus-

rumus yang ada. Karena perlu diketahui nilai permeability bahan ferit, diameter lingkar

luar, diameter lingkar dalam serta luas penampang toroida. Tetapi biasanya pabrikan

hanya membuat daftar indeks induktansi (inductance index) AL. Indeks ini dihitung

berdasarkan dimensi dan permeability ferit. Dengan data ini dapat dihitung jumlah lilitan

yang diperlukan untuk mendapatkan nilai induktansi tertentu. Seperti contoh tabel AL

berikut ini yang satuannya mH/100 lilitan.  

Tabel AL

Rumus untuk menghitung jumlah lilitan yang diperlukan untuk mendapatkan nilai

induktansi yang diinginkan adalah :

20

Page 21: komponen eldas

Indeks AL ………. (9)

  Misalnya digunakan ferit toroida T50-1, maka dari table diketahui nilai AL = 100.

Maka untuk mendapatkan induktor sebesar 4mH diperlukan lilitan sebanyak :

N » 20 lilitan

Rumus ini sebenarnya diperoleh dari rumus dasar perhitungan induktansi dimana

induktansi L berbanding lurus dengan kuadrat jumlah lilitan N2. Indeks AL umumnya

sudah baku dibuat oleh pabrikan sesuai dengan dimensi dan permeability bahan feritnya.  

Permeability bahan bisa juga diketahui dengan kode warna tertentu. Misalnya

abu-abu, hitam, merah, biru atau kuning. Sebenarnya lapisan ini bukan hanya sekedar

warna yang membedakan permeability, tetapi berfungsi juga sebagai pelapis atau 

isolator. Biasanya pabrikan menjelaskan berapa nilai tegangan kerja untuk toroida

tersebut. 

Contoh bahan ferit toroida di atas umumnya memiliki premeability yang kecil.

Karena bahan ferit yang demikian terbuat hanya dari bubuk besi (iron power). Banyak

juga ferit toroid dibuat dengan nilai permeability m yang besar. Bahan ferit tipe ini

terbuat dari campuran bubuk besi dengan bubuk logam lain. Misalnya ferit toroida FT50-

77 memiliki indeks AL = 1100.

1.3.4   Kawat tembaga

Untuk membuat induktor biasanya tidak diperlukan kawat tembaga yang sangat

panjang. Paling yang diperlukan hanya puluhan sentimeter saja, sehingga efek resistansi

bahan kawat tembaga dapat diabaikan. Ada banyak kawat tembaga yang bisa digunakan.

Untuk pemakaian yang profesional di pasar dapat dijumpai kawat tembaga dengan

standar AWG (American Wire Gauge). Standar ini tergantung dari diameter kawat,

resistansi dan sebagainya. Misalnya kawat tembaga AWG32 berdiameter kira-kira

0.3mm, AWG22 berdiameter 0.7mm ataupun AWG20 yang berdiameter kira-kira

0.8mm. Biasanya yang digunakan adalah kawat tembaga tunggal dan memiliki isolasi.

21

Page 22: komponen eldas

Bab II

Catu Daya

II.1 Prinsip kerja catu daya linear

Perangkat elektronika mestinya dicatu oleh suplai arus searah DC (direct current)

yang stabil agar dapat dengan baik. Baterai atau accu adalah sumber catu daya DC yang

paling baik. Namun untuk aplikasi yang membutuhkan catu daya lebih besar, sumber dari

baterai tidak cukup. Sumber catu daya yang besar adalah sumber bolak-balik AC

(alternating current) dari pembangkit tenaga listrik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat

catu daya yang dapat mengubah arus AC menjadi DC. Pada tulisan kali ini disajikan

prinsip rangkaian catu daya (power supply) linier mulai dari rangkaian penyearah yang

paling sederhana sampai pada catu daya yang ter-regulasi.

II.2 Penyearah RECTIFIER)

Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar II.1

berikut ini. Transformator diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala

listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih kecil pada kumparan

sekundernya. 

Gambar II.1 Rangkaian penyearah sederhana

Pada rangkaian ini, dioda berperan untuk hanya meneruskan tegangan positif ke

beban RL. Ini yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). Untuk

22

Page 23: komponen eldas

mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan transformator dengan

center tap (CT) seperti pada gambar II.2.

Gambar II.2 Rangkaian penyearah gelombang penuh

Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang

berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai

common ground.. Dengan demikian beban R1 mendapat suplai tegangan gelombang

penuh seperti gambar di atas. Untuk beberapa aplikasi seperti misalnya untuk men-catu 

motor dc yang kecil atau lampu pijar dc, bentuk tegangan seperti ini sudah cukup

memadai. Walaupun terlihat di sini tegangan ripple dari kedua rangkaian di atas masih

sangat besar.

Gambar II.3 Rangkaian penyearah setengah gelombang dengah filter C

Gambar II.3 adalah rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter

kapasitor C yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang

tegangan keluarnya bisa menjadi rata.  Gambar II.4 menunjukkan bentuk keluaran

tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor. Garis

b-c kira-kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana pada keadaan ini 

23

Page 24: komponen eldas

arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan kapasitor. Sebenarnya garis b-c bukanlah garis

lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat pengosongan kapasitor.  

Gambar II.4 Bentuk gelombang dengan filter kapasitor

Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus I yang mengalir ke beban R. Jika

arus I  = 0 (tidak ada beban) maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal. Namun

jika beban arus semakin besar, kemiringan kurva b-c akan semakin tajam. Tegangan yang

keluar akan berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang besarnya adalah :

Vr = VM -VL …....... (1)

 

dan tegangan dc ke beban adalah  Vdc = VM + Vr/2  ..... (2)

Rangkaian penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan ripple paling

kecil. VL adalah tegangan discharge atau pengosongan kapasitor C, sehingga dapat ditulis

:

VL = VM e -T/RC .......... (3)

Jika persamaan (3) disubsitusi ke rumus (1), maka diperoleh :

Vr = VM (1 - e -T/RC) ...... (4)

Jika T << RC, dapat ditulis :    e -T/RC » 1 - T/RC   ..... (5)

24

Page 25: komponen eldas

sehingga jika ini disubsitusi ke rumus (4) dapat diperoleh persamaan yang lebih

sederhana :

Vr = VM(T/RC)   .... (6)

VM/R tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara beban arus I

dan nilai kapasitor C terhadap tegangan ripple Vr. Perhitungan ini efektif untuk

mendapatkan nilai tengangan ripple yang diinginkan.

Vr = I T/C   ... (7)

Rumus ini mengatakan, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan ripple

akan semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan ripple akan

semakin kecil. Untuk penyederhanaan biasanya dianggap T=Tp, yaitu periode satu

gelombang sinus dari jala-jala listrik yang frekuensinya 50Hz atau 60Hz. Jika frekuensi

jala-jala listrik 50Hz, maka T = Tp = 1/f = 1/50 = 0.02 det. Ini berlaku untuk penyearah

setengah gelombang. Untuk penyearah gelombang penuh, tentu saja fekuensi

gelombangnya dua kali lipat, sehingga T = 1/2 Tp = 0.01 det. 

Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan menambahkan

kapasitor pada rangkaian gambar 2. Bisa juga dengan menggunakan transformator yang

tanpa CT, tetapi dengan merangkai 4 dioda seperti pada gambar II.5 berikut ini.

Gambar II.5 Rangkaian penyearah gelombang penuh dengan filter C

Sebagai contoh, anda mendisain rangkaian penyearah gelombang penuh dari catu jala-

jala listrik 220V/50Hz untuk mensuplai beban sebesar 0.5 A. Berapa nilai kapasitor yang

25

Page 26: komponen eldas

diperlukan sehingga rangkaian ini memiliki tegangan ripple yang tidak lebih dari 0.75

Vpp. Jika rumus (7) dibolak-balik maka diperoleh.

C = I.T/Vr = (0.5) (0.01)/0.75 = 6600 uF.

Untuk kapasitor yang sebesar ini banyak tersedia tipe elco yang memiliki

polaritas dan tegangan kerja maksimum tertentu. Tegangan kerja kapasitor yang

digunakan harus lebih besar dari tegangan keluaran catu daya. Anda barangkalai sekarang

paham mengapa rangkaian audio yang anda buat mendengung, coba periksa kembali

rangkaian penyearah catu daya yang anda buat, apakah tegangan ripple ini cukup

mengganggu. Jika dipasaran tidak tersedia kapasitor yang demikian besar, tentu bisa

dengan memparalel dua atau tiga buah kapasitor.

II.3 REGULATOR

Rangkaian penyearah sudah cukup bagus jika tegangan ripple-nya kecil, namun

ada masalah stabilitas. Jika tegangan PLN naik/turun, maka tegangan outputnya juga

akan naik/turun. Seperti rangkaian penyearah di atas, jika arus semakin besar ternyata

tegangan dc keluarnya juga ikut turun. Untuk beberapa aplikasi perubahan tegangan ini

cukup mengganggu, sehingga diperlukan komponen aktif yang dapat meregulasi

tegangan keluaran ini menjadi stabil.

Rangkaian regulator yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar II.6 Pada

rangkaian ini, zener bekerja pada daerah breakdown, sehingga menghasilkan tegangan

output yang sama dengan tegangan zener atau Vout = Vz. Namun rangkaian ini hanya

bermanfaat jika arus beban tidak lebih dari 50mA. 

26

Page 27: komponen eldas

Gambar II.6 Regulator zener

Prinsip rangkaian catu daya yang seperti ini disebut shunt regulator, salah satu ciri

khasnya adalah komponen regulator yang paralel dengan beban.  Ciri lain dari shunt

regulator adalah, rentan terhadap short-circuit. Perhatikan jika Vout terhubung singkat

(short-circuit) maka arusnya tetap I = Vin/R1. Disamping regulator shunt, ada juga yang 

disebut dengan regulator seri. Prinsip utama regulator seri seperti rangkaian pada gambar

7 berikut ini. Pada rangkaian ini tegangan keluarannya adalah :  

Vout = VZ + VBE   ........... (8)

VBE adalah tegangan base-emitor dari transistor Q1 yang besarnya antara 0.2 - 0.7

volt tergantung dari jenis transistor yang digunakan. Dengan mengabaikan arus IB yang

mengalir pada base transistor, dapat dihitung besar tahanan R2 yang diperlukan adalah :  

R2 = (Vin - Vz)/Iz  .........(9)

Iz adalah arus minimum yang diperlukan oleh dioda zener untuk mencapai

tegangan breakdown zener tersebut. Besar arus ini dapat diketahui dari datasheet yang

besarnya lebih kurang 20 mA.

27

Page 28: komponen eldas

Gambar II.7 Regulator zener follower

Jika diperlukan catu arus yang lebih besar, tentu perhitungan arus base IB pada

rangkaian di atas tidak bisa diabaikan lagi. Dimana seperti yang diketahui, besar arus IC

akan berbanding lurus terhadap arus IB atau dirumskan dengan IC =  bIB. Untuk keperluan

itu, transistor Q1 yang dipakai bisa diganti dengan tansistor darlington yang biasanya

memiliki nilai b yang cukup besar. Dengan transistor darlington, arus base yang kecil

bisa menghasilkan arus IC yang lebih besar. 

Teknik regulasi yang lebih baik lagi adalah dengan menggunakan Op-Amp untuk

men-drive transistor Q, seperti pada rangkaian gambar II.8. Dioda zener disini tidak

langsung memberi umpan ke transistor Q, melainkan sebagai tegangan referensi bagi Op-

Amp IC1. Umpan balik pada pin negatif Op-amp adalah cuplikan dari tegangan keluar

regulator, yaitu :

Vin(-) = (R2/(R1+R2)) Vout ....... (10)

Jika tegangan keluar Vout menaik, maka tegangan Vin(-) juga akan menaik sampai

tegangan ini sama dengan  tegangan referensi Vz. Demikian sebaliknya jika tegangan

keluar Vout menurun, misalnya karena suplai arus ke beban meningkat, Op-amp akan

menjaga kestabilan di titik referensi Vz dengan memberi arus IB ke transistor Q1.

Sehingga pada setiap saat Op-amp menjaga kestabilan : 

28

Page 29: komponen eldas

Vin(-) = Vz  ......... (11)

Gambar II.8 regulator dengan Op-amp

Dengan mengabaikan tegangan VBE transistor Q1 dan mensubsitusi rumus (11) ke

dalam rumus (10) maka diperoleh hubungan matematis :

Vout = ( (R1+R2)/R2) Vz........... (12)

Pada rangkaian ini tegangan output dapat diatur dengan mengatur besar R1 dan R2.

Sekarang mestinya tidak perlu susah payah lagi mencari op-amp, transistor dan

komponen lainnya untuk merealisasikan rangkaian regulator seperti di atas. Karena

rangkaian semacam ini sudah dikemas menjadi satu IC regulator tegangan tetap. Saat ini

sudah banyak dikenal komponen seri 78XX sebagai regulator tegangan tetap positif dan

seri 79XX yang merupakan regulator untuk tegangan tetap negatif. Bahkan komponen ini

biasanya sudah dilengkapi dengan pembatas arus (current limiter) dan juga pembatas

suhu (thermal shutdown). Komponen ini hanya tiga pin dan dengan menambah beberapa

komponen saja sudah dapat menjadi rangkaian catu daya yang ter-regulasi dengan baik. 

29

Page 30: komponen eldas

Gambar II.9 regulator dengan IC 78XX / 79XX

Misalnya 7805 adalah regulator untuk mendapat tegangan 5 volt, 7812 regulator

tegangan 12 volt dan seterusnya. Sedangkan seri 79XX misalnya adalah 7905 dan 7912

yang berturut-turut adalah regulator tegangan negatif 5 dan 12 volt. 

Selain dari regulator tegangan tetap ada juga IC regulator yang tegangannya dapat

diatur. Prinsipnya sama dengan regulator OP-amp yang dikemas dalam satu IC misalnya

LM317 untuk regulator variable positif dan LM337 untuk regulator variable negatif.

Bedanya resistor R1 dan R2 ada di luar IC, sehingga tegangan keluaran dapat diatur

melalui resistor eksternal tersebut.

Hanya saja perlu diketahui supaya rangkaian regulator dengan IC tersebut bisa

bekerja, tengangan input harus lebih besar dari tegangan output regulatornya. Biasanya

perbedaan tegangan Vin terhadap Vout yang direkomendasikan ada di dalam datasheet

komponen tersebut. Pemakaian heatshink (aluminium pendingin) dianjurkan jika

komponen ini dipakai untuk men-catu arus yang besar. Di dalam datasheet, komponen

seperti ini maksimum bisa dilewati arus mencapai 1 A.

30

Page 31: komponen eldas

BAB III

Transistor Bipolar

Pada tulisan tentang semikonduktor telah dijelaskan bagaimana sambungan NPN

maupun PNP menjadi sebuah transistor. Telah disinggung juga sedikit tentang arus bias

yang memungkinkan elektron dan hole berdifusi antara kolektor dan emitor menerjang

lapisan base yang tipis itu. Sebagai rangkuman, prinsip kerja transistor adalah arus bias

base-emiter yang kecil mengatur besar arus kolektor-emiter. Bagian penting berikutnya

adalah bagaimana caranya memberi arus bias yang tepat sehingga transistor dapat bekerja

optimal.

III.1 Arus bias

Ada tiga cara yang umum untuk memberi arus bias pada transistor, yaitu

rangkaian CE (Common Emitter), CC (Common Collector) dan CB (Common Base).

Namun saat ini akan lebih detail dijelaskan bias transistor rangkaian CE. Dengan

menganalisa rangkaian CE akan dapat diketahui beberapa parameter penting dan berguna

terutama untuk memilih transistor yang tepat untuk aplikasi tertentu. Tentu untuk aplikasi

pengolahan sinyal frekuensi audio semestinya tidak menggunakan transistor power,

misalnya.

III.2 Arus Emiter

Dari hukum Kirchhoff diketahui bahwa jumlah arus yang masuk kesatu titik akan

sama jumlahnya dengan arus yang keluar. Jika teorema tersebut diaplikasikan pada

transistor, maka hukum itu menjelaskan hubungan :

IE = IC + IB ........(1)

 

31

Page 32: komponen eldas

Gambar III.1 arus emitor

  Persamanaan (1) tersebut mengatakan arus emiter IE adalah jumlah dari arus

kolektor IC dengan arus base IB. Karena arus IB sangat kecil sekali atau disebutkan IB <<

IC, maka dapat di nyatakan  :

IE = IC ..........(2)

Alpha (a)

Pada tabel data transistor (databook) sering dijumpai spesikikasiadc (alpha dc) yang  tidak

lain adalah :

 adc = IC/IE  ..............(3)

Defenisinya adalah perbandingan arus kolektor terhadap arus emitor.

Karena besar arus kolektor umumnya hampir sama dengan besar arus emiter

maka idealnya besaradc adalah = 1 (satu). Namun umumnya transistor yang ada

memilikiadc kurang lebih antara 0.95 sampai 0.99.

Beta (b)

Beta didefenisikan sebagai besar perbandingan antara arus kolektor dengan arus base.

b = IC/IB  ............. (4)

32

Page 33: komponen eldas

Dengan kata lain,b adalah parameter yang menunjukkan kemampuan penguatan

arus (current gain) dari suatu transistor. Parameter ini ada tertera di databook transistor

dan sangat membantu para perancang rangkaian elektronika dalam merencanakan

rangkaiannya.

Misalnya jika suatu transistor diketahui besarb=250 dan diinginkan arus kolektor

sebesar 10 mA, maka berapakah arus bias base yang diperlukan. Tentu jawabannya

sangat mudah yaitu :

IB = IC/b = 10mA/250 = 40 uA

Arus yang terjadi pada kolektor transistor yang memiliki  b = 200 jika diberi arus bias

base sebesar 0.1mA adalah :

 IC = b IB = 200 x 0.1mA = 20 mA

Dari rumusan ini lebih terlihat defenisi penguatan arus transistor, yaitu sekali lagi, arus

base yang kecil menjadi arus kolektor yang lebih besar.

III.3 Common Emitter (CE)

Rangkaian CE adalah rangkain yang paling sering digunakan untuk berbagai

aplikasi yang mengunakan transistor. Dinamakan rangkaian CE, sebab titik ground atau

titik tegangan 0 volt dihubungkan pada titik emiter.

Gambar III.2 rangkaian CE

Sekilas Tentang Notasi

33

Page 34: komponen eldas

Ada beberapa notasi yang sering digunakan untuk mununjukkan besar tegangan

pada suatu titik maupun antar titik. Notasi dengan 1 subscript adalah untuk menunjukkan

besar tegangan pada satu titik, misalnya VC = tegangan kolektor, VB = tegangan base dan

VE = tegangan emiter.

Ada juga notasi dengan 2 subscript yang dipakai untuk menunjukkan besar

tegangan antar 2 titik, yang disebut juga dengan tegangan jepit. Diantaranya adalah :

VCE = tegangan jepit kolektor- emitor

VBE = tegangan jepit base - emitor

VCB = tegangan jepit kolektor - base 

Notasi seperti VBB, VCC, VEE berturut-turut adalah besar sumber tegangan yang masuk ke

titik base, kolektor dan emitor.

III.4 Kurva Base

Hubungan antara IB dan VBE tentu saja akan berupa kurva dioda. Karena

memang telah diketahui bahwa junction base-emitor tidak lain adalah sebuah dioda. Jika

hukum Ohm diterapkan pada loop base diketahui adalah :

IB = (VBB - VBE) / RB ......... (5)

VBE adalah tegangan jepit dioda junction base-emitor. Arus hanya akan mengalir

jika tegangan antara base-emitor lebih besar dari VBE. Sehingga arus IB mulai aktif

mengalir pada saat nilai VBE tertentu.

34

Page 35: komponen eldas

Gambar III.3 Kurva IB -VBE

Besar VBE umumnya tercantum di dalam databook. Tetapi untuk penyerdehanaan

umumnya diketahui VBE = 0.7 volt untuk transistor silikon dan VBE = 0.3 volt untuk

transistor germanium. Nilai ideal VBE  = 0 volt.    

Sampai disini akan sangat mudah mengetahui arus IB dan arus IC dari rangkaian

berikut ini, jika diketahui besar b = 200. Katakanlah yang digunakan adalah transistor

yang dibuat dari bahan silikon.

Gambar III.4 rangkaian-01

&mnbsp;

IB = (VBB - VBE) / RB

     = (2V - 0.7V) / 100 K

     = 13 uA

Dengan b = 200, maka arus kolektor adalah :

35

Page 36: komponen eldas

IC = bIB = 200 x 13uA = 2.6 mA    

III.5 Kurva Kolektor

Sekarang sudah diketahui konsep arus base dan arus kolektor. Satu hal lain yang

menarik adalah bagaimana hubungan antara arus base IB, arus kolektor IC dan tegangan

kolektor-emiter VCE.  Dengan mengunakan rangkaian-01, tegangan VBB dan VCC dapat

diatur untuk memperoleh plot garis-garis kurva kolektor. Pada gambar berikut telah

diplot beberapa  kurva kolektor arus IC terhadap VCE dimana arus IB dibuat konstan.  

Gambar III.5 Kurva kolektor

Dari kurva ini terlihat ada beberapa region yang menunjukkan daerah kerja transistor.

Pertama adalah daerah saturasi, lalu daerah cut-off, kemudian daerah aktif dan seterusnya

daerah breakdown.

III.6 Daerah Aktif

Daerah kerja transistor yang normal adalah pada daerah aktif, dimana arus IC

konstans terhadap berapapun nilai VCE. Dari kurva ini diperlihatkan bahwa arus IC hanya

tergantung dari besar arus IB. Daerah kerja ini biasa juga disebut daerah linear (linear

region).

36

Page 37: komponen eldas

Jika hukum Kirchhoff mengenai tegangan dan arus diterapkan pada loop kolektor

(rangkaian CE), maka dapat diperoleh hubungan :

 VCE = VCC - ICRC .............. (6)

Dapat dihitung dissipasi daya transistor adalah : 

PD = VCE.IC  ............... (7)

Rumus ini mengatakan jumlah dissipasi daya transistor adalah tegangan kolektor-

emitor dikali jumlah arus yang melewatinya. Dissipasi daya ini berupa panas yang

menyebabkan naiknya temperatur transistor. Umumnya untuk transistor power sangat

perlu untuk mengetahui spesifikasi PDmax. Spesifikasi ini menunjukkan temperatur kerja

maksimum yang diperbolehkan agar transistor masih bekerja normal. Sebab jika

transistor bekerja melebihi kapasitas daya PDmax, maka transistor dapat rusak atau

terbakar. 

III.7 Daerah Saturasi

Daerah saturasi adalah mulai dari VCE = 0 volt sampai kira-kira 0.7 volt (transistor

silikon), yaitu akibat dari efek dioda kolektor-base yang mana tegangan VCE belum

mencukupi untuk dapat menyebabkan aliran elektron.

III.8 Daerah Cut-Off

Jika kemudian tegangan VCC dinaikkan perlahan-lahan, sampai tegangan VCE

tertentu tiba-tiba arus IC mulai konstan. Pada saat perubahan ini, daerah kerja transistor

berada pada daerah cut-off yaitu dari keadaan saturasi (OFF) lalu menjadi aktif (ON).

Perubahan ini dipakai pada system digital yang hanya mengenal angka biner 1 dan 0 yang

tidak lain dapat direpresentasikan oleh status transistor OFF dan ON.  

37

Page 38: komponen eldas

Gambar III.6 Rangkaian driver LED

Misalkan pada rangkaian driver LED di atas, transistor yang digunakan adalah

transistor dengan b = 50. Penyalaan LED diatur oleh sebuah gerbang logika (logic gate) 

dengan arus output high = 400 uA dan diketahui tegangan forward LED, VLED = 2.4 volt.

Lalu pertanyaannya adalah, berapakah seharusnya resistansi RL yang dipakai. 

IC = bIB = 50 x 400 uA = 20 mA

Arus sebesar ini cukup untuk menyalakan LED pada saat transistor cut-off. Tegangan

VCE pada saat cut-off idealnya = 0, dan aproksimasi ini sudah cukup untuk rangkaian

ini. 

RL = (VCC - VLED - VCE) / IC

     = (5 - 2.4 - 0)V / 20 mA

     = 2.6V / 20 mA

     = 130 Ohm    

III.9 Daerah Breakdown

Dari kurva kolektor, terlihat jika tegangan VCE lebih dari 40V, arus IC menanjak naik

dengan cepat. Transistor pada daerah ini disebut berada pada daerah breakdown.

Seharusnya transistor tidak boleh bekerja pada daerah ini, karena akan dapat merusak

transistor tersebut. Untuk berbagai jenis transistor nilai tegangan VCEmax yang

38

Page 39: komponen eldas

diperbolehkan sebelum breakdown bervariasi. VCEmax pada databook transistor selalu

dicantumkan juga.

III.10 Datasheet transistor

Sebelumnya telah disinggung beberapa spesifikasi transistor, seperti tegangan

VCEmax dan PD max. Sering juga dicantumkan di datasheet keterangan lain tentang arus

ICmax VCBmax dan VEBmax. Ada juga PDmax pada TA = 25o dan  PDmax pada TC = 25o.

Misalnya pada transistor 2N3904 dicantumkan data-data seperti :

VCBmax = 60V

VCEOmax = 40V

VEBmax = 6 V

ICmax = 200 mAdc

PDmax = 625 mW TA = 25o

PDmax = 1.5W TC = 25o

TA adalah temperature ambient yaitu suhu  kamar. Sedangkan TC adalah

temperature cashing transistor. Dengan demikian jika transistor dilengkapi dengan

heatshink, maka transistor tersebut dapat bekerja dengan kemampuan dissipasi daya yang

lebih besar.

b atau hFE

Pada system analisa rangkaian dikenal juga parameter h, dengan meyebutkan hFE sebagai

bdc untuk mengatakan penguatan arus.

bdc = hFE ................... (8)

39

Page 40: komponen eldas

Sama seperti pencantuman nilai bdc, di datasheet umumnya dicantumkan nilai hFE

minimum (hFE min ) dan nilai maksimunya (hFE max).  

40

Page 41: komponen eldas

BAB IV

Klasifikasi Penguat Audio

Sudah menjadi suatu hal yang lumrah jika seseorang selalu mencari sesuatu yang

lebih baik. Tak terkecuali di bidang rancang bangun penguat amplifier, perancang,

peminat atau insinyur elektronika tak pernah berhenti mencari berbagai macam konsep

yang lebih baik. Ada beberapa jenis penguat audio yang dikategorikan antara lain sebagai

penguat class A, B, AB, C, D, T, G, H dan beberapa tipe lainnya yang belum disebut di

sini. Tulisan berikut membahas secara singkat apa yang menjadi ciri dan konsep dari

sistem power amplifier (PA) tersebut.

 

IV.1 Fidelitas dan Efisiensi

Penguat audio (amplifier) secara harfiah diartikan dengan memperbesar dan

menguatkan sinyal input. Tetapi yang sebenarnya terjadi adalah, sinyal input di-replika

(copied) dan kemudian di reka kembali (re-produced) menjadi sinyal yang lebih besar

dan lebih kuat. Dari sinilah muncul istilah fidelitas (fidelity) yang berarti seberapa mirip

bentuk sinyal keluaran hasil replika terhadap sinyal masukan. Ada kalanya sinyal input

dalam prosesnya kemudian terdistorsi karena berbagai sebab, sehingga bentuk sinyal

keluarannya menjadi cacat. Sistem penguat dikatakan memiliki fidelitas yang tinggi (high

fidelity), jika sistem tersebut mampu menghasilkan sinyal keluaran yang bentuknya

persis sama dengan sinyal input. Hanya level tegangan atau amplituda saja yang telah

diperbesar dan dikuatkan. Di sisi lain, efisiensi juga mesti diperhatikan. Efisiensi yang

dimaksud adalah efisiensi dari penguat itu yang dinyatakan dengan besaran persentasi

dari power output dibandingkan dengan power input. Sistem penguat dikatakan memiliki

tingkat efisiensi tinggi (100 %) jika tidak ada rugi-rugi pada proses penguatannya yang

terbuang menjadi panas.

 

IV.2 PA kelas A

Contoh dari penguat class A adalah adalah rangkaian dasar common emiter (CE)

transistor. Penguat tipe kelas A dibuat dengan mengatur arus bias yang sesuai di titik

41

Page 42: komponen eldas

tertentu yang ada pada garis bebannya. Sedemikian rupa sehingga titik Q ini berada tepat

di tengah garis beban kurva VCE-IC dari rangkaian penguat tersebut dan sebut saja titik ini

titik A. Gambar berikut adalah contoh rangkaian common emitor dengan transistor NPN

Q1.

Gambar IV.1 Rangkaian dasar kelas A

Garis beban pada penguat ini ditentukan oleh resistor Rc dan Re dari rumus VCC =

VCE + IcRc + IeRe. Jika Ie = Ic maka dapat disederhanakan menjadi VCC = VCE + Ic (Rc+Re).

Selanjutnya pembaca dapat menggambar garis beban rangkaian ini dari rumus tersebut.

Sedangkan resistor Ra dan Rb dipasang untuk menentukan arus bias. Pembaca dapat

menentukan sendiri besar resistor-resistor pada rangkaian tersebut dengan pertama

menetapkan berapa besar arus Ib yang memotong titik Q.

 

42

Page 43: komponen eldas

Gambar IV.2 Garis beban dan titik Q kelas A

 

Besar arus Ib biasanya tercantum pada datasheet transistor yang digunakan. Besar

penguatan sinyal AC dapat dihitung dengan teori analisa rangkaian sinyal AC. Analisa

rangkaian AC adalah dengan menghubung singkat setiap komponen kapasitor C dan

secara imajiner menyambungkan VCC ke ground. Dengan cara ini rangkaian gambar-

1dapat dirangkai menjadi seperti gambar-3. Resistor Ra dan Rc dihubungkan ke ground

dan semua kapasitor dihubung singkat.

Gambar IV.3 Rangkaian imajimer analisa ac kelas A

 

Dengan adanya kapasitor Ce, nilai Re pada analisa sinyal AC menjadi tidak

berarti. Pembaca dapat mencari lebih lanjut literatur yang membahas penguatan transistor

untuk mengetahui bagaimana perhitungan nilai penguatan transistor secara detail.

Penguatan didefenisikan dengan Vout/Vin = rc / re`, dimana rc adalah resistansi Rc paralel

dengan beban RL (pada penguat akhir, RL adalah speaker 8 Ohm) dan re` adalah

resistansi penguatan transitor. Nilai re` dapat dihitung dari rumus re` = hfe/hie yang

datanya juga ada di datasheet transistor. Gambar-4 menunjukkan ilustrasi penguatan

sinyal input serta proyeksinya menjadi sinyal output terhadap garis kurva x-y rumus

penguatan vout = (rc/re) Vin.

43

Page 44: komponen eldas

Gambar IV.4 Kurva penguatan kelas A

 

Ciri khas dari penguat kelas A, seluruh sinyal keluarannya bekerja pada daerah

aktif. Penguat tipe class A disebut sebagai penguat yang memiliki tingkat fidelitas yang

tinggi. Asalkan sinyal masih bekerja di daerah aktif, bentuk sinyal keluarannya akan

sama persis dengan sinyal input. Namun penguat kelas A ini memiliki efisiensi yang

rendah kira-kira hanya 25% - 50%. Ini tidak lain karena titik Q yang ada pada titik A,

sehingga walaupun tidak ada sinyal input (atau ketika sinyal input = 0 Vac) transistor

tetap bekerja pada daerah aktif dengan arus bias konstan. Transistor selalu aktif (ON)

sehingga sebagian besar dari sumber catu daya terbuang menjadi panas. Karena ini juga

transistor penguat kelas A perlu ditambah dengan pendingin ekstra seperti heatsink yang

lebih besar.

IV.3 PA kelas B

Panas yang berlebih menjadi masalah tersendiri pada penguat kelas A. Maka

dibuatlah penguat kelas B dengan titik Q yang digeser ke titik B (pada gambar-5). Titik B

adalah satu titik pada garis beban dimana titik ini berpotongan dengan garis arus Ib = 0.

Karena letak titik yang demikian, maka transistor hanya bekerja aktif pada satu bagian

44

Page 45: komponen eldas

phase gelombang saja. Oleh sebab itu penguat kelas B selalu dibuat dengan 2 buah

transistor Q1 (NPN) dan Q2 (PNP).

Gambar IV.5 Titik Q penguat A, AB dan B

 

Karena kedua transistor ini bekerja bergantian, maka penguat kelas B sering

dinamakan sebagai penguat Push-Pull. Rangkaian dasar PA kelas B adalah seperti pada

gambar-6. Jika sinyalnya berupa gelombang sinus, maka transistor Q1 aktif pada 50 %

siklus pertama (phase positif 0o-180o) dan selanjutnya giliran transistor Q2 aktif pada

siklus 50 % berikutnya (phase negatif 180o – 360o). Penguat kelas B lebih efisien

dibanding dengan kelas A, sebab jika tidak ada sinyal input ( v in = 0 volt) maka arus bias

Ib juga = 0 dan praktis membuat kedua trasistor dalam keadaan OFF.

45

Page 46: komponen eldas

Gambar IV.6 Rangkaian dasar penguat kelas B

 

Efisiensi penguat kelas B kira-kira sebesar 75%. Namun bukan berarti masalah

sudah selesai, sebab transistor memiliki ke-tidak ideal-an. Pada kenyataanya ada

tegangan jepit Vbe kira-kira sebesar 0.7 volt yang menyebabkan transistor masih dalam

keadaan OFF walaupun arus Ib telah lebih besar beberapa mA dari 0. Ini yang

menyebabkan masalah cross-over pada saat transisi dari transistor Q1 menjadi transistor

Q2 yang bergantian menjadi aktif. Gambar-7 menunjukkan masalah cross-over ini yang

penyebabnya adalah adanya dead zone transistor Q1 dan Q2 pada saat transisi. Pada

penguat akhir, salah satu cara mengatasi masalah cross-over adalah dengan menambah

filter cross-over (filter pasif L dan C) pada masukan speaker.

46

Page 47: komponen eldas

Gambar IV.7 Kurva penguatan kelas B

 

IV.4 PA Kelas AB

Cara lain untuk mengatasi cross-over adalah dengan menggeser sedikit titik Q

pada garis beban dari titik B ke titik AB (gambar-5). Ini tujuannya tidak lain adalah agar

pada saat transisi sinyal dari phase positif ke phase negatif dan sebaliknya, terjadi overlap

diantara transistor Q1 dan Q2. Pada saat itu, transistor Q1 masih aktif sementara

transistor Q2 mulai aktif dan demikian juga pada phase sebaliknya. Penguat kelas AB

merupakan kompromi antara efesiensi (sekitar 50% - 75%) dengan mempertahankan

fidelitas sinyal keluaran.

 

Gambar IV.8 Overlaping sinyal keluaran penguat kelas AB

47

Page 48: komponen eldas

  Ada beberapa teknik yang sering dipakai untuk menggeser titik Q sedikit di atas

daerah cut-off. Salah satu contohnya adalah seperti gambar-9 berikut ini. Resistor R2 di

sini berfungsi untuk memberi tegangan jepit antara base transistor Q1 dan Q2. Pembaca

dapat menentukan berapa nilai R2 ini untuk memberikan arus bias tertentu bagi kedua

transistor. Tegangan jepit pada R2 dihitung dari pembagi tegangan R1, R2 dan R3 dengan

rumus VR2 = (2VCC) R2/(R1+R2+R3). Lalu tentukan arus base dan lihat relasinya dengan

arus Ic dan Ie sehingga dapat dihitung relasiny dengan tegangan jepit R2 dari rumus VR2

= 2x0.7 + Ie(Re1 + Re2). Penguat kelas AB ternyata punya masalah dengan teknik ini,

sebab akan terjadi peng-gemukan sinyal pada kedua transistornya aktif ketika saat

transisi. Masalah ini disebut dengan gumming.

Gambar IV.9 Rangkaian dasar penguat kelas AB

 

Untuk menghindari masalah gumming ini, ternyata sang insinyur (yang mungkin

saja bukan seorang insinyur) tidak kehilangan akal. Maka dibuatlah teknik yang hanya

mengaktifkan salah satu transistor saja pada saat transisi. Caranya adalah dengan

membuat salah satu transistornya bekerja pada kelas AB dan satu lainnya bekerja pada

kelas B. Teknik ini bisa dengan memberi bias konstan pada salah satu transistornya yang

bekerja pada kelas AB (biasanya selalu yang PNP). Caranya dengan menganjal base

transistor tersebut menggunakan deretan dioda atau susunan satu transistor aktif. Maka

48

Page 49: komponen eldas

kadang penguat seperti ini disebut juga dengan penguat kelas AB plus B atau bisa saja

diklaim sebagai kelas AB saja atau kelas B karena dasarnya adalah PA kelas B.

Penyebutan ini tergantung dari bagaimana produk amplifier anda mau diiklankan. Karena

penguat kelas AB terlanjur memiliki konotasi lebih baik dari kelas A dan B. Namun yang

penting adalah dengan teknik-teknik ini tujuan untuk mendapatkan efisiensi dan fidelitas

yang lebih baik dapat terpenuhi

IV.5 PA kelas C

Kalau penguat kelas B perlu 2 transistor untuk bekerja dengan baik, maka ada

penguat yang disebut kelas C yang hanya perlu 1 transistor. Ada beberapa aplikasi yang

memang hanya memerlukan 1 phase positif saja. Contohnya adalah pendeteksi dan

penguat frekuensi pilot, rangkaian penguat tuner RF dan sebagainya. Transistor penguat

kelas C bekerja aktif hanya pada phase positif saja, bahkan jika perlu cukup sempit hanya

pada puncak-puncaknya saja dikuatkan. Sisa sinyalnya bisa direplika oleh rangkaian

resonansi L dan C. Tipikal dari rangkaian penguat kelas C adalah seperti pada rangkaian

berikut ini.

Gambar IV.10 Rangkaian dasar penguat kelas C

 

Rangkaian ini juga tidak perlu dibuatkan bias, karena transistor memang sengaja

dibuat bekerja pada daerah saturasi. Rangkaian L C pada rangkaian tersebut akan ber-

resonansi dan ikut berperan penting dalam me-replika kembali sinyal input menjadi

49

Page 50: komponen eldas

sinyal output dengan frekuensi yang sama. Rangkaian ini jika diberi umpanbalik dapat

menjadi rangkaian osilator RF yang sering digunakan pada pemancar. Penguat kelas C

memiliki efisiensi yang tinggi bahkan sampai 100%, namun tingkat fidelitasnya memang

lebih rendah. Tetapi sebenarnya fidelitas yang tinggi bukan menjadi tujuan dari penguat

jenis ini.

IV.6 PA kelas D

Penguat kelas D menggunakan teknik PWM (pulse width modulation), dimana

lebar dari pulsa ini proporsioal terhadap amplituda sinyal input. Pada tingkat akhir, sinyal

PWM men-drive transistor switching ON dan OFF sesuai dengan lebar pulsanya.

Transistor switching yang digunakan biasanya adalah transistor jenis FET. Konsep

penguat kelas D ditunjukkan pada gambar-11. Teknik sampling pada sistem penguat

kelas D memerlukan sebuah generator gelombang segitiga dan komparator untuk

menghasilkan sinyal PWM yang proporsional terhadap amplituda sinyal input. Pola

sinyal PWM hasil dari teknik sampling ini seperti digambarkan pada gambar-12. Paling

akhir diperlukan filter untuk meningkatkan fidelitas.

Gambar IV.11 Konsep penguat kelas D

 

 

50

Page 51: komponen eldas

Gambar IV.12 Ilustrasi modulasi PWM penguat kelas D

 

Beberapa produsen pembuat PA meng-klaim penguat kelas D produksinya

sebagai penguat digital. Secara kebetulan notasi D dapat diartikan menjadi Digital.

Sebenarnya bukanlah persis demikian, sebab proses digital mestinya mengandung proses

manipulasi sederetan bit-bit yang pada akhirnya ada proses konversi digital ke analog

(DAC) atau ke PWM. Kalaupun mau disebut digital, penguat kelas D adalah penguat

digital 1 bit (on atau off saja).

 

IV.7 PA kelas E

Penguat kelas E pertama kali dipublikasikan oleh pasangan ayah dan anak Nathan

D dan Alan D Sokal tahun 1972. Dengan struktur yang mirip seperti penguat kelas C,

penguat kelas E memerlukan rangkaian resonansi L/C dengan transistor yang hanya

bekerja kurang dari setengah duty cycle. Bedanya, transistor kelas C bekerja di daerah

aktif (linier). Sedangkan pada penguat kelas E, transistor bekerja sebagai switching

transistor seperti pada penguat kelas D. Biasanya transistor yang digunakan adalah

transistor jenis FET. Karena menggunakan transistor jenis FET (MOSFET/CMOS),

penguat ini menjadi efisien dan cocok untuk aplikasi yang memerlukan drive arus yang

besar namun dengan arus input yang sangat kecil. Bahkan dengan level arus dan tegangan

logik pun sudah bisa membuat transitor switching tersebut bekerja. Karena dikenal

efisien dan dapat dibuat dalam satu chip IC serta dengan disipasi panas yang relatif kecil,

penguat kelas E banyak diaplikasikan pada peralatan transmisi mobile semisal telepon

genggam. Di sini antena adalah bagian dari rangkaian resonansinya.

51

Page 52: komponen eldas

IV.8 PA kelas T

Penguat kelas T bisa jadi disebut sebagai penguat digital. Tripath Technology

membuat desain digital amplifier dengan metode yang mereka namakan Digital Power

Processing (DPP). Mungkin terinspirasi dari PA kelas D, rangkaian akhirnya

menggunakan konsep modulasi PWM dengan switching transistor serta filter. Pada

penguat kelas D, proses dibelakangnnya adalah proses analog. Sedangkan pada penguat

kelas T, proses sebelumnya adalah manipulasi bit-bit digital. Di dalamnya ada audio

prosesor dengan proses umpanbalik yang juga digital untuk koreksi timing delay dan

phase.

 

IV.9 PA kelas G

Kelas G tergolong penguat analog yang tujuannya untuk memperbaiki efesiensi

dari penguat kelas B/AB. Pada kelas B/AB, tegangan supply hanya ada satu pasang yang

sering dinotasikan sebagai +VCC dan –VEE misalnya +12V dan –12V (atau ditulis dengan

+/-12volt). Pada penguat kelas G, tegangan supply-nya dibuat bertingkat. Terutama untuk

aplikasi yang membutuhkan power dengan tegangan yang tinggi, agar efisien tegangan

supplynya ada 2 atau 3 pasang yang berbeda. Misalnya ada tegangan supply +/-70 volt,

+/-50 volt dan +/-20 volt. Konsep ranagkaian PA kelas G seperti pada gambar-13.

Sebagai contoh, untuk alunan suara yang lembut dan rendah, yang aktif adalah pasangan

tegangan supply +/-20 volt. Kemudian jika diperlukan untuk men-drive suara yang keras,

tegangan supply dapat di-switch ke pasangan tegangan supply maksimum +/-70 volt.

52

Page 53: komponen eldas

Gambar IV.13 Konsep penguat kelas G dengan tegangan supply yang bertingkat

 

 

IV.10 PA kelas H

Konsep penguat kelas H sama dengan penguat kelas G dengan tegangan supply

yang dapat berubah sesuai kebutuhan. Hanya saja pada penguat kelas H, tinggi rendahnya

tegangan supply di-desain agar lebih linier tidak terbatas hanya ada 2 atau 3 tahap saja.

Tegangan supply mengikuti tegangan output dan lebih tinggi hanya beberapa volt.

Penguat kelas H ini cukup kompleks, namun akan menjadi sangat efisien.

 

 

53

Page 54: komponen eldas

Bab V

Operational Amplifier

Karakteristik Op-Amp

Kalau perlu mendesain sinyal level meter, histeresis pengatur suhu, osilator,

pembangkit sinyal, penguat audio, penguat mic, filter aktif semisal tapis nada bass,

mixer, konverter sinyal, integrator, differensiator, komparator dan sederet aplikasi

lainnya, selalu pilihan yang mudah adalah dengan membolak-balik data komponen yang

bernama op-amp. Komponen elektronika analog dalam kemasan IC (integrated circuits)

ini memang adalah komponen  serbaguna dan dipakai pada banyak aplikasi hingga

sekarang. Hanya dengan menambah beberapa resitor dan potensiometer, dalam sekejap

(atau dua kejap) sebuah pre-amp audio kelas B sudah dapat jadi dirangkai di atas sebuah

proto-board.

 

V.1 Penguat diferensial

Op-amp dinamakan juga dengan penguat diferensial (differential amplifier).

Sesuai dengan istilah ini, op-amp adalah komponen IC yang memiliki 2 input tegangan

dan 1 output tegangan, dimana tegangan output-nya adalah proporsional terhadap

perbedaan tegangan antara kedua inputnya itu. Penguat diferensial seperti yang

ditunjukkan pada gambar-1 merupakan rangkaian dasar dari sebuah op-amp.

Gambar V.1 Penguat diferensial

54

Page 55: komponen eldas

 

Pada rangkaian yang demikian, persamaan pada titik Vout adalah Vout = A(v1-v2)

dengan A adalah nilai penguatan dari penguat diferensial ini. Titik input v1 dikatakan

sebagai input non-iverting, sebab tegangan vout satu phase dengan v1. Sedangkan

sebaliknya titik v2 dikatakan input inverting sebab berlawanan phasa dengan tengangan

vout.

 

V.2 Diagram Op-amp

Op-amp di dalamnya terdiri dari beberapa bagian, yang pertama adalah penguat

diferensial, lalu ada tahap penguatan (gain), selanjutnya ada rangkaian penggeser level

(level shifter) dan kemudian penguat akhir yang biasanya dibuat dengan penguat push-

pull kelas B. Gambar-2(a) berikut menunjukkan diagram dari op-amp yang terdiri dari

beberapa bagian tersebut.

Gambar V.2 (a) : Diagram blok Op-Amp

 

Gambar V.2 (b) : Diagram schematic simbol Op-Amp

 

55

Page 56: komponen eldas

Simbol op-amp adalah seperti pada gambar-2(b) dengan 2 input, non-inverting (+)

dan input inverting (-). Umumnya op-amp bekerja dengan dual supply (+Vcc dan –Vee)

namun banyak juga op-amp dibuat dengan single supply (Vcc – ground). Simbol

rangkaian di dalam op-amp pada gambar-2(b) adalah parameter umum dari sebuah op-

amp. Rin adalah resitansi input yang nilai idealnya infinit (tak terhingga). Rout adalah

resistansi output dan besar resistansi idealnya 0 (nol). Sedangkan AOL adalah nilai

penguatan open loop dan nilai idealnya tak terhingga.

 

Saat ini banyak terdapat tipe-tipe op-amp dengan karakterisktik yang spesifik.

Op-amp standard type 741 dalam kemasan IC DIP 8 pin sudah dibuat sejak tahun 1960-

an. Untuk tipe yang sama, tiap pabrikan mengeluarkan seri IC dengan insial atau nama

yang berbeda. Misalnya dikenal MC1741 dari motorola, LM741 buatan National

Semiconductor, SN741 dari Texas Instrument dan lain sebagainya. Tergantung dari

teknologi pembuatan dan desain IC-nya, karakteristik satu op-amp dapat berbeda dengan

op-amp lain. Tabel-1 menunjukkan beberapa parameter op-amp yang penting beserta

nilai idealnya dan juga contoh real dari parameter LM714.

Table V.1 Parameter op-amp yang penting

V.3 Penguatan Open-loop 

Op-amp idealnya memiliki penguatan open-loop (AOL) yang tak terhingga. Namun

pada prakteknya op-amp semisal LM741 memiliki penguatan yang terhingga kira-kira

100.000 kali. Sebenarnya dengan penguatan yang sebesar ini, sistem penguatan op-amp

56

Page 57: komponen eldas

menjadi tidak stabil. Input diferensial yang amat kecil saja sudah dapat membuat

outputnya menjadi  saturasi. Pada bab berikutnya akan dibahas bagaimana umpan balik

bisa membuat sistem penguatan op-amp menjadi stabil.

 

V.4 Unity-gain frequency

Op-amp ideal mestinya bisa bekerja pada frekuensi berapa saja mulai dari sinyal

dc sampai frekuensi giga Herzt. Parameter unity-gain frequency menjadi penting jika op-

amp digunakan untuk aplikasi dengan frekuensi tertentu. Parameter AOL biasanya adalah

penguatan op-amp pada sinyal DC. Response penguatan op-amp menurun seiring dengan

menaiknya frekuenci sinyal input. Op-amp LM741 misalnya memiliki unity-gain

frequency sebesar 1 MHz. Ini berarti penguatan op-amp akan menjadi 1 kali pada

frekuensi 1 MHz. Jika perlu merancang aplikasi pada frekeunsi tinggi, maka pilihlah op-

amp yang memiliki unity-gain frequency lebih tinggi. 

 

V.5 Slew rate

Di dalam op-amp kadang ditambahkan beberapa kapasitor untuk kompensasi dan

mereduksi noise. Namun kapasitor ini menimbulkan kerugian yang menyebabkan

response op-amp terhadap sinyal input menjadi lambat. Op-amp ideal memiliki parameter

slew-rate yang tak terhingga. Sehingga jika input berupa sinyal kotak, maka outputnya

juga kotak. Tetapi karena ketidak idealan op-amp, maka sinyal output dapat berbentuk

ekponensial. Sebagai contoh praktis, op-amp LM741 memiliki slew-rate sebesar 0.5V/us.

Ini berarti perubahan output op-amp LM741 tidak bisa lebih cepat dari 0.5 volt dalam

waktu 1 us. 

 

V.6 Parameter CMRR

Ada satu parameter yang dinamakan CMRR (Commom Mode Rejection Ratio).

Parameter ini cukup penting untuk menunjukkan kinerja op-amp tersebut. Op-amp

dasarnya adalah penguat diferensial dan mestinya tegangan input yang dikuatkan

hanyalah selisih tegangan antara input v1 (non-inverting) dengan input v2 (inverting).

Karena ketidak-idealan op-amp, maka tegangan persamaan dari kedua input ini ikut juga

dikuatkan. Parameter CMRR diartikan sebagai kemampuan op-amp untuk menekan 

57

Page 58: komponen eldas

penguatan tegangan ini (common mode) sekecil-kecilnya. CMRR didefenisikan dengan

rumus CMRR = ADM/ACM yang dinyatakan dengan satuan dB. Contohnya op-amp dengan

CMRR = 90 dB, ini artinya penguatan ADM (differential mode) adalah kira-kira 30.000

kali dibandingkan penguatan ACM (commom mode). Kalau CMRR-nya 30 dB, maka

artinya perbandingannya kira-kira hanya 30 kali. Kalau diaplikasikan secara real,

misalkan tegangan input v1 = 5.05 volt dan tegangan v2 = 5 volt, maka dalam hal ini

tegangan diferensialnya (differential mode) = 0.05 volt dan tegangan persamaan-nya

(common mode) adalah 5 volt. Pembaca dapat mengerti dengan CMRR yang makin besar

maka op-amp diharapkan akan dapat menekan penguatan sinyal yang tidak diinginkan

(common mode) sekecil-kecilnya. Jika kedua pin input dihubung singkat dan diberi

tegangan, maka output op-amp mestinya nol. Dengan kata lain, op-amp dengan CMRR

yang semakin besar akan semakin baik.

 

V.7 Penutup bagian ke-satu

LM714 termasuk jenis op-amp yang sering digunakan dan banyak dijumpai

dipasaran. Contoh lain misalnya TL072 dan keluarganya sering digunakan untuk penguat

audio. Tipe lain seperti LM139/239/339 adalah opamp yang sering dipakai sebagai

komparator. Di pasaran ada banyak tipe op-amp. Cara yang paling baik pada saat

mendesain aplikasi dengan op-amp adalah dengan melihat dulu karakteristik op-amp

tersebut. Saat ini banyak op-amp yang dilengkapi dengan kemampuan seperti current

sensing, current limmiter, rangkaian kompensasi temperatur  dan lainnya. Ada juga op-

amp untuk aplikasi khusus seperti aplikasi frekuesi tinggi, open colector output, high

power output dan lain sebagainya. Data karakteristik op-amp yang lengkap, ya ada di

datasheet

58

Page 59: komponen eldas

Bab VI

Osilator Relaksasi

Telah dimaklumi, umpanbalik positif dapat menimbulkan osilasi pada keluaran

sistem loop tertutup. Pada tulisan berikut dipaparkan tipe osilator yang paling sederhana

yang dinamakan osilator relaksasi (relaxation oscillator). Osilator pembangkit gelombang

ini dibuat dengan op-amp komparator misalnya LM393. 

VI.1 Histeresis umpanbalik positif

Rangkaian VI.1 berikut adalah rangkaian osilator dengan satu komparator. Mari

kita analisa rangkaian ini bagian perbagian. Bagian pertama adalah rangkaian umpanbalik

(feedback) positif yang terdiri dari resistor R1 dan R2. Kedua resistor ini tidak lain

merupakan pembagi tegangan yang meng-umpanbalik-kan sebagian porsi dari tegangan

output komparator. Tengangan umpanbalik ini diumpankan kembali pada masukan

referensi positif komparator LM393. Kita sebut saja titik masukan ini titik referensi

positif atau dengan notasi +vref. Karena tegangan output komparator op-amp bisa

mecapai titik tertinggi (+Vsat) dan bisa juga ada pada titik terendah (-Vsat), maka

tegangan titik referensi ini juga akan berubah-ubah.

Jika tegangan keluaran op-amp ada pada titik tertinggi (+Vsat) maka tengangan

referensi op-amp pada saat ini adalah +vref = +BVsat. B diketahui adalah porsi tegangan

umpanbalik yaitu B = (R1/R2+R1). Kita sebut tegangan ini titik UTP (upper trip point).

Sebaliknya jika tegangan keluaran komparator ada pada titik terendah (-Vsat), maka

tegangan referensi positif pada saat ini adalah +vref = -BVsat dan kita namakan tegangan

tersebut titik LTP (lower trip point). Ini dikenal dengan histeresis.

 

59

Page 60: komponen eldas

Gambar VI.1 rangkaian osilator relaksasi dengan op-amp

 

VI.2 Osilasi relaksasi

Bagian lain dari rangkaian gambar-1 adalah rangkaian umpanbalik negatif yang

terdiri dari resistor R dan kapasitor C. Sama halnya seperti rangkain umpanbalik positif,

tegangan referensi negatif pada bagian ini juga akan berubah-ubah tergantung dari

tegangan keluaran pada saat itu. Kita sebut saja titik referensi komparator ini -vref.

Bedanya, pada rangkaian umpanbalik negatif ada komponen C yang sangat berperan

dalam pembentukan osilasi. Tegangan -vref akan berbentuk eksponensial sesuai dengan

sifat pengisian kapasitor. Dari keadaan kapasitor C yang kosong, tegangan akan menaik

secara ekponensial. Namun pada rangkaian ini tegangan -vref tidak akan dapat mencapai

tegangan tertinggi +Vsat. Karena ketika tegangan -vref sudah mencapai titik UTP maka

keluaran komparator op-amp akan relaks menjadi -Vsat.

Demikian juga sebaliknya ketika tegangan keluaran op-amp relaks pada titik

saturasi terendah -Vsat, kapasitor C kembali kosong secara eksponensial. Tentu saja

pengosongan kapasitor C tidak akan sampai menyebabkan tegangan -vref mencapai -

Vsat. Ingat jika tegangan keluaran op-amp pada titik saturasi terendah (-Vsat), tegangan

referensi positif berubah menjadi titik LTP, sehingga ketika -vref < LTP tegangan

60

Page 61: komponen eldas

keluaran op-amp kembali relaks ke titik saturasi tertinggi (+Vsat). Demikian seterusnya

sehingga terbentuk osilasi pada keluaran komparator.

VI.3 Frekuensi osilator 

Demikian prinsip kerja osilator ini dan dinamakan osilator relaksasi sebab

tegangan keluarannya relaks pada titik saturasi tertinggi dan terendah. Berapa frekuensi

osilator yang dapat dibuat, bisa dihitung dari kecepatan pengisian dan pengosongan

kapasitor C melalui resistasi R. Pada gambar diagram waktu gambar-2, hendak

ditentukan berapa perioda T dari osilator. Karena T = 2t maka dihitung saja berapa nilai t.

Pada contoh ini t = t2-t1.

Gambar VI.2 diagram waktu frekuensi osilator

Masing-masing pada saat t2 dan t1 tengangan kapasitor adalah

Vt2 = Vsat (1-e-t2/RC) dan

Vt1 = Vsat (1 - e-t1/RC)

Perhatikan bahwa Vt2 = +BVsat dan Vt1 = -BVsat.

 

61

Page 62: komponen eldas

Dengan mengaplikasikan persamaan matematika eksponensial dari persamaan di atas

akan diperoleh :

 

t = t2-t1 = RC ln [( 1+B)/(1-B)]

 

dan

T = 2t = 2RC ln [( 1+B)/(1-B)]

 

Tentu frekuensi osilator dapat dihitung dengan f = 1/T. Sebagai contoh pada rangkaian

gambar 1, jika dihitung maka akan didapat T = 589 us atau f = 1.7 kHz.

62

Page 63: komponen eldas

Bab VII

Osilator satu op-amp pembangkit gelombang sinus

Wien-bridge oscillator

Pembangkit gelombang sinus merupakan instrumen utama yang perlu ada dalam

tiap bengkel disain elektronika. Misalnya diperlukan untuk pengujian rangkaian audio

HiFi yang memerlukan sinyal sinusoidal sebagai input. Pada tulisan ini akan dibahas

fenomena osilator, bagaimana cara sinyal ini dibangkitkan dan realisasi rangkaiannya.

Ada banyak tipe-tipe osilator yang dikenal sesuai dengan nama penemunya antara lain

Amstrong, Colpitts, Hartley dan lain sebagainya. Namun pada tulisan kali ini akan di

kemukan osilator Wien-bridge yang dapat direalisasikan dengan satu op-amp dan

beberapa komponen pasif.

VII.1 Bagaimana terjadi osilasi

Fenomena osilasi tercipta karena ada ketidak-stabilan pada sistem penguat dengan

umpanbalik. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut, yaitu sistem penguat A

dengan umpan balik B. Biasanya sistem umpanbalik dibuat untuk mencapai suatu

keadaan stabil pada keluarannya dengan mengatur porsi penguatan umpanbalik dengan

nilai tertentu. Namun ada suatu keadaan dimana sistem menjadi tidak stabil. Secara

matematis sistem ini dimodelkan dengan rumus 1.

Gambar VII.1 : sistem penguat dengan umpanbalik

63

Page 64: komponen eldas

Rumus 1 model sistem penguat

Pada rumus 1, sistem menjadi tidak stabil jika 1+AB = 0 atau AB= -1. Sehingga

Vout/Vin pada rumus tersebut nilainya menjadi infinite. Keadaan ini dikenal dengan

sebutan kriteria Barkhausen. AB = -1 dapat juga ditulis dengan :

  AB = 1 (F - 180o)

Inilah syarat terjadinya osilasi, jika dan hanya jika penguatan sistem keseluruhan

= 1 dan phasa sinyal tergeser (phase shift) sebesar 180o. Seperti yang sudah diketahui

pada rangkain filter pasif, satu tingkat (single pole) rangkaian RL atau RC dapat

menggeser phasa sinyal sebesar 90o. Setidak-tidaknya diperlukan rangkaian penggeser

phase 2 tingkat agar phasa sinyal tergeser 180o. Sebenarnya rangkaian LC adalah

pengeser phase 2 tingkat, namun untuk aplikasi frekuensi rendah (< 1 MHz) akan

diperlukan nilai induktansi L yang relatif besar dengan ukuran fisik yang besar juga.

Sehingga pada kali dihindari pemakaian induktor L tetapi menggunakan rangkaian

penggeser phasa RC 2 tingkat.

Gambar VII.2 rangkaian penggeser phasa RC 2 tingkat

Inilah rangkaian RC yang akan digunakan sebagai rangkaian umpanbalik pada sistem

pembangkit gelombang sinus yang hendak dibuat.

64

Page 65: komponen eldas

VII.2 Rangkaian osilator Wien-bridge dengan satu op-amp

Osilator dinamakan demikian karena penemunya Max Wien lahir tahun 1866 di

Kaliningrad Rusia dan tinggal di Jerman adalah orang pertama yang mencetuskan ide

penggeser phasa 2 tingkat. Secara utuh bentuk rangkaian tersebut ada pada gambar VI.3

berikut. Rangkain ini merupakan analogi dari sistem umpanbalik seperti model gambar-1.

Tentu anda sekarang dapat menunjukkan dimana penguat A dan yang mana umpanbalik

dengan penguatan B. 

Gambar VII.3 rangkaian wien-bridge oscillator

Dari teori diketahui penguatan A adalah penguatan op-amp yang dibentuk oleh

rangkaian resistor Rf dan Rg yang dirangkai ke input negatif op-amp. Rumus

penguatannya adalah :

Rumus 2 penguatan op-amp

65

Page 66: komponen eldas

Pada rangkain gambar VII.3 diketahui Rf = 2Rg, sehingga dengan demikian besar

pengguat A = 3. Dengan hasil ini, untuk memenuhi syarat terjadinya osilasi dimana AB =

1 maka B penguatannya harus 1/3. Karena keterbatasan ruang, pembaca dapat

menganalisa sendiri rangkaian penggeser phasa pada gambar-2 dengan pesyaratan osilasi

yaitu Vout/Vin = 1/3. Pembaca akan menemukan bahwa rangkaian penggeser phasa

tersebut akan mencapai nilai maksimum pada satu frekuensi tertentu. Nilai maksimun ini

akan tercapai jika wC = R dan diketahui w = 2pf. Selanjutnya jika diuraikan dapat

diketahui besar frekuensi ini adalah :

Rumus 3 frekuensi resonansi

Ini yang dikenal dengan sebutab frekuensi resonansi (resonant frequency). Dengan

demikian osilator wien yang dibuat akan menghasilkan gelombang sinus dengan

frekuensi resonansi tersebut.

VII.3 Dimana Jembatannya

Mengapa rangkaian ini diberi embel-embel jembatan (bridge) ? Dimana

jembatannya ? Pertanyaan ini mungkin sedikit mengganggu pikiran anda yang tidak

melihat ada jembatan pada rangkaian gambar VI.3. Bagaimana kalau gambar VI.3 di buat

kembali menjadi gambar VI.4 berikut ini.

66

Page 67: komponen eldas

Gambar VII.4 jembatan Wien

Tentu sekarang anda sudah dapat melihat ada jembatannya bukan. Ya, rangkaian yang

berbentuk seperti dioda bridge itulah jembatannya, jembatan Wien.

VII.4 Distorsi frekuensi resonansi

Dengan menggunakan rumus 3, rangkaian gambar VII.3 (atau gambar VII.4) akan

menghasilkan gelombang sinusoidal dengan frekuensi 1.59 kHz. Tetapi kalau anda

berkesempatan mencoba rangkaian ini dan mengukur hasilnya dengan osiloskop atau

frekuesi counter, ternyata frekuensi resonansinya adalah 1.65 kHz. Hal ini memang

diketahui karena adanya distorsi pada rangkaian penggeser phasa yang non-linier. Untuk

mengkompensasi distorsi tersebut, dapat digunakan rangkaian umpanbalik nonlinear.

Misalnya dengan mengganti resistor Rg dengan lampu dc 6volt 1 watt, tentu besar

resistor Rf juga harus disesuaikan agar tetap nilainya lebih kurang 2Rg. Besar arus yang

melewati lampu tidak akan menyalakannya, tetapi cukup untuk memanaskan filamennya.

Besar resistansi lampu akan berubah-ubah karena pasan sesuai dengan besar arus yang

melewatinya. Ini yang membuat penguatan op-amp mejadi tidak liner. Pada rangkaian

pembangkit sinyal sinus jembatan Wien yang lebih profesional biasanya kompensasi ini

dibuat dengan menambahkan rangkaian AGC (automatic gain controller).

67

Page 68: komponen eldas

68