kompilasi 3
TRANSCRIPT
1
RESUME KOMPILASI 3
BLOK 14
NEUROPSIKIATRI
BY:
Stevie Pramudita Wiyono
092010101075
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011
2
Seorang pemuda, usia 23 tahun, dibawa keluarganya kaena memiliki perilaku
yang menghawatikan keluarga dan tetangganya. Dua minggu terakhir ini pasien seing
melempari rumah tetangganya dengan batu. Sebelumnya pasien telah menunjukkan
keanehan, yaitu mendengar suara-suara tetangganya tentang hal-hal buruk yang
menyangkut diri pasien, bahkan pasien menganggap akan disantet oleh tetangganya.
Menurut keluarganya, pasien sering marah-marah dan bicara sendiri. Pasien meyakini
pikirannya dapat dibaca oleh orang lain dan perutnya dapat berbicara. Pasien sering
melihat mayat terbang dan bayangan orang laki-laki yang ingin mencekiknya. Saat
dibawa ke dokter pasien dalam keadaan kebingungan dan mata kabur. Pasien adalah
pecandu berat alcohol sejak 4 tahun yang lalu (dalam sehari minum 2 botol). Pasien
memiliki riwayat kejang sejak umur 10 tahun. Kejang seluruh tubuh, disertai hilangnya
kesadaran, mulut bebuih, lidah tergigit dan biasanya dipicu oleh kelelahan fisik. Pasien
minum obat anti kejang tapi tidak teratur.
3
GEJALA GANGGUAN JIWA
1. GANGGUAN PENAMPILAN
a. Deskripsi umum:
- Penampilan fisik:
Postur tubuh: endomorfik (piknis)/mesomorfik (atletis)/ ektomorfik (leptosom)
Roman muka: lebih tua/ lebih muda/ sesuai umur.
Dandanan: rapi/ wajar/ nyentrik/ berlebihan.
Pakaian: lusuh/ rapi/ wajar.
Perawatan diri, rambut, kuku : bersih terawat/ kotor/ berbau tak sedap.
Kondisi kulit : normal/ bertato/ needle tracks/ wrist cutting.
Penampilan jender: kewanita-wanitaan/ kelaki-lakian/ sesuai jender.
Kebugaran: sehat/ sakit.
- Penampilan psikis:
Tenang/ tegang/ cemas/ takut/ tidak ramah/ sinis/ permusuhan/ marah/ curiga/ apatis/
bingung/ canggung/ seduksi/ murung/ menangis/ lainnya.....
b. Perilaku dan aktivitas motorik:
- Wajar/ gemulai/ kaku/ terhambat/ canggung/ kidal/ asimetripsikomotor/ clumpsy/
sempoyongan/ mannerism/ perilaku stereotipik/ ekopraksi/ hiperaktivitas/ gesit/
restlessness/ agitasi/ permusuhan/ rigiditas/ negativisme/ lethargy/ fleksibilitas cerea/
katalepsi/ stupor/ tik/ tremor/ chorea/ atetosis/ ada gerakan-gerakan spontan
- Gaya berjalan (gait)
- Gerak motorik halus dan motorik kasar
c. Sikap terhadap pemeriksa:
- Kontak mata: +/-
- Kooperatif/ bersahabat/ perhatian/ berminat/ terus terang
- Merayu/ berusaha supaya disenangi/ seduksi
- Berhati-hati/ defensif/ mengelak/ curiga/ bermusuhan/ agresif
- Bergurau/ merendahkan/ sinis/ kebingungan/ apatis
4
2. GANGGUAN WICARA DAN BAHASA
a. Wicara
- Cepat/ kecepatan normal/ lambat/ keras/ normal/ pelan/ berbisik/ bergumam/
terdesak/ bimbang/ monoton/ berapi-api/ berlagu/ ekolalia/ koprolalia/ palilalia/
mutisme
- Hendaya berbicara: afasi sensorik/ afasi motorik/gagap/ pelo/ gangguan artikulasi
lain.
b. Bahasa:
- Kecepatan bereaksi baik/ rata-rata/ kurang
- Perbendaharaan kata baik/ rata-rata/ kurang
- Kemampuan komprehensif baik/ rata-rata/ kurang
- Kemampuan baca-tulis baik/ rata-rata/ kurang
3. GANGGUAN PROSES BERPIKIR
a. Bentuk:
- Produktivitas: normal/overabundance/ rapid thinking/ flight of ideas/ slow thinking/
hesitart thinking/ poverty of thinking/ vague empty/ break through thinking.
- Kontinuitas: relevan/ tidak relevan/ goal directed/ tidak goal dircted/ logis/ tidak
logis/ bloking/ tangensial/ sirkumstantial/ perseverasi/ rambling (bertele-tele)/
asosiasi longgar/ logorea.
- Hendaya berbahasa: tidak ada/ inkoherensi/ incomprehensible/ word salad/ clang
association/ neologisme/ punning (permainan kata yang mempunyai arti ganda)
b. Isi:
Preokupasi/ obsesi/ kompulsi/ fobi/ isinya....
/ ide hipokondrik/ bunuh diri/ ide membunuh/ dorongan dan impuls antisosial tertentu/
ideas of reference/ ideas of influence/ pikiran tak memadai/ waham, isinya....
/ poverty of content
c. Mimpi dan Fantasi:
- Tidak ada/ night terror/ night mares
- Tema mipi:...........
- Tema fantasi:.........
5
4. GANGGUAN SENSORIUM DAN FUNGSI KOGNITIF
a. Kewaspadaan/ keterjagaan dan kesadaran:
- Normal
- Berkabut
- Berfluktuasi
- Hyperviglance
- Twilight state
- Trance
- Menurun: apati/ somnolen/ sopor/ soporocomatous/ coma
b. Konsentrasi:
Sustained attention +/-; Directed attention +/-; selective attention +/-
Divided attention +/-; focused attention +/-; sequential attention +/-
Attention spain baik/ kurang
c. Orientasi: baik/ terganggu pada waktu/ tempat/ orang.
d. Memori/ daya ingat:
- Segera/ jangka pendek/ jangka sedang/ jangka panjang
- Gangguan daya ingat: amnesia: anterograde/ retrograde; paramnesia: deja vuljamais
vu/ konfabulasi/. Hipermnesia/ blackout
- Usaha menanggulangi +/-
- Penyangkalan +/-
- Akibat hendaya daya ingat: mengatasi sendiri/ disupervisi/ dengan bantuan orang
lain/ tergantung pada orang lain.
e. Taraf inteligensi dan pengetahuan umum:
- Kesan intelegensi: kurang/ rata-rata/ tinggi
- Kemampuan aritmatika: kurang/ rata-rata/ tinggi
- Pengetahuan umum: kurang/ rata-rata/ baik
f. Fungsi luhur:
- Analisis: baik/ rata-rata/ kurang
- Problem solving: baik/ rata-rata/kurang
- Pengambilan keputusan: baik/ rata-rata/ kurang
- Antisipasi: baik/ rata-rata/ kurang
6
- Perencanaan: baik/ rata-rata/ kurang
g. Pemahaman abstrak:
- Normal/ terganggu
h. Kemampuan visuospasial:
- Normal/ terganggu
i. Tilikan (‘insight’): 1/2/3/4/5
j. Daya nilai:
- Norma sosial: baik/ terganggu
- Uji daya nilai: baik/ terganggu
- Realitas: baik/ terganggu (dalam hal apa terganggu)
5. GANGGUAN MOOD DAN AFEK
a. Mood/ suasana perasaan:
- Eutimik
- Grief/ mourning/ depresi/ kecewa/ bersalah/ jenuh
- Cemas/ takut/ curiga
- Alexitimia/ anhedonia/ kosong
- Kagum/ gembira/ eforia
- Iritabel/ terhina/ marah
- berfluktuasi
b. Afek/ ekspresi mood:
- Normal (adekuat)
- Terhambat/ tumpul (datar)/ labil/ .........
- Kesulitan memulai/ mempertahankan/ mengakhiri/ respons emosional
- Ada kontrol dari afek/ tidak
- Afek serasi dengan isi pikiran, situasi dan budaya/ tidak
- Afek dapat dirabarasakan/ tidak
c. Keserasian antara mood dan afek: serasi/ tidak
6. GANGGUAN PERSEPSI
- Halusinasi dan ilusi
7
Halusinasi ada/ tidak, jenisnya: lihat, dengar, penciuman, perabaan, pengecapan,
kinestetik, somatik: derajatnya: 1/2/3/4/5
- Depersonalisasi: ada/ tidak
- Derealisasi: ada/ tidak
7. GANGGUAN PSIKOMOTOR
Kelambanan:
- Hipokinesia
- Hipoaktivitas
- Gerakan atau aktivitas berkurang
- (sub-) stupor katatonik
- Katalepsi
- Fleksibilitas serea
Peningkatan:
- Hiperkinesis
- Hiperaktivitas
- Gerakan atau aktivitas yang berlebihan
- Gaduh-gelisah katatonik
- Tik (tic)
- Bersikap aneh
- Grimas
- Streotipi
- Pelagakan (mannerism)
- Ekhopraxia
- Ekhofalia
- Automatisme perintah (command autism)
- Automatism
- Negativisme
- Katapleksia
8
- Gangguan somatomotorik pada reaksi konversi dapata berupa: kelumpuhan, gerakan
yang abnormal, misalnya tremor, tik (tic), kejang-kejang atau ataxia, astasia/ abasia
- Verbigerasi
- Berjalan tidak tegap, kaku (rigid) atau lamban
- Kompulsi
Gangguan motorik lain (yang sebenarnya bukan karena gangguan psikomotor) yang mungkin
disebabkan oleh: pemakaian obat (ump: tremor, hipokinesis, diskinesia, akatisia) karena
neroleptika, gangguan ortopedik atau gangguan neurologis dan gagap.
8. GANGGUAN KEMAUAN/ DORONGAN KEHENDAK
- Dorongan (drive): tidak ada/ lemah/ wajar/ tinggi
- Minat (interest): ada/ tidak, ambivalensi: ada/ tidak
- Inisiatif/ prakarsa: ada/ tidak
- Ambisi: ada/ tidak; realistik/ tidak
- Motivasi: ada/ tidak
- ADL: baik/ perlu disuruh/ perlu dibantu/ tidak mau
- Fungsi pekerjaan dan sosial: berkurang/ normal/ berlebihan
- Penggunaan waktu luang dan hobi: berkurang/ normal/ berlebihan
9. GANGGUAN KEPRIBADIAN KHAS
- Gangguan kepribadian paranoid
- Gangguan kepribadian skizoid
- Gangguan kepribadian disosial
- Gangguan kepribadian emosional tak stabil
- Gangguan kepribadian histrionik
- Gangguan kepribadian anankastik
- Gangguan kepribadian cemas (menghindar)
- Gangguan kepribadian dependen
10. GANGGUAN POLA HIDUP
- dalam keluarga
- dalam peerjaan
9
- dalam rekreasi
- dalam masyarakat
-
STATUS EPILEPTIKUS
• Keadaan konvulsi umum yang berlangsung terus-menerus atau timbul secara berturut-turut
dengan interval yang sejenak saja.
• Dapat timbul karena berbagai sebab.
• Diagnosis � menyelidiki penyakit yang mendasari:
a. Penderita dapat dikenal sebagai penderita grand mal/epilepsi fokal. Ini menunjukkan
bahwa keadaannya memburuk dan menandakan progresifitas penyakit yang
mendasarinya. Pemakaian obat antikonvulsan harus diselidiki. Penggantian jenis
antikonvulsan / kombinasinya dapat menimbulkan efek ’withdrawal’ yang dapat berupa
status konvulsikus.
b. Jika penderita belum pernah mengalami konvulsi umum (bukan epileptikus), maka
kemungkinan trauma kapitis, diabetes, penggunaan insulin, dan obat-obatan harus
diselidiki.
• Perawatan:
a. Tindakan terapetik pada status epileptikus penderita non-epileptikus
Bila penderita status konvulsikus tersebut didapati tanda-tanda hipoksia dan asidosis,
pemberantasan konvulsi harus dilakukan dengan segera (tindakan nomer D/E). Adapun
tindakan yang harus dilakukan:
1) Lidah harus berada di antara lantai mulut dan ’guide airway’, sehingga lintasan jalan
pernafasan sudah terjamin.
2) Penderita posisi tengkurap dengan kepala lebih rendah daripada badan untuk
mencegah aspirasi
3) Tempat tidur harus didindingi kasur tipis agar penderita tidak melukai dirinya karena
konvulsi tonik klonik
4) Pemeriksaan elektrolit, BUN, calsium, magnesium, glukosa, dan pemerikasaan darah
rutin. Kemudian dengan terapi medisinal:
Tindakan Obat Dosis Cara
10
Dewasa Anak-anak
A.
B.
C.
Glukosa
Thiamin
Phenobarbital
Phenobarbital
25-50 mg
100 mg
100-120 mg
30-60 mg
1-2 mg/kg/BB
Dextrose 50%
5-10mg/kg/BB
5-10mg/kg/BB
i.v. cepat
i.v. cepat
i.m.
i.m. setiap 15
menit
Jika dosis phenobarbital total sebesar 500 mg untuk orang dewasa dan 20
mg/kg/BB untuk anak sudah diberikan dan masih saja dalam status konvulsikus,
maka tindakan berikut harus dilakukan.
D. Diazepam 2,5-10 mg 5-10 mg i.v. lambat 2
menit
Jika konvulsi masih belum hilang dalam waktu 15 menit, maka tindakan E harus
dikerjakan
E. Chloral hydrat
10%
20 cc 10 cc intrarektal
Jika pemberian Chloral hydrat masih belum menolong, maka harus dilakukan:
F. Narkosis
b. Tindakan terapetik pada status konvulsikus penderita epileptik
Dapat disebabkan oleh penghentian obat antikonvulsan secara mendadak atau sudah lama
tidak minum obat. Pada umumnya, suntikan intravena 5 mg diazepam cukup untuk
menghentikan konvulsi umum. Bila belum � diberikan lagi suntikan intravena 5 mg
diazepam dan bila perlu diberi 30-60 mg phenobarbital (untuk orang dewasa) atau 5-10
mg/kg/BB mg phenobarbital (untuk anak-anak) setiap 15 menit sampai dosis maksimal
tercapai (untuk dewasa 500 mg dan untuk anak 20 mg/kg/BB). Jika konvulsi umum
belum hilang, maka tindakan E dan F tersebut di atas harus dilakukan.
Penatalaksanaan :
Stadium Penatalaksanaan
Stadium I (0-10 menit) - Perbaiki fungsi kardio-respiratori
11
- Perbaiki jalan napas, pemberian O2, dan
resusitasi
Stadium II (0-60 menit) - Pasang infus di pembuluh darah besar
- Ambil 50-100 cc darah untuk pem.
Laboratorium
- Injeksi diazepam IV : 10 mg dalam 2 cc –
bisa diulang 2x tiap 2 jam jika kejang masih
ada
- Masukkan 50cc glukosa 40% dengan atau
tanpa thiamin 250mg IV
- Menangani asidosis
Stadium III (0-60-90 menit) - Tentukan etiologi
- Bila msh kejang setelah 30 menit dari
pemberian diazepam pertama → beri injeksi
fenitoin IV 15-18 mg/kgBB dg kecepatan 50
mg/menit
- Mulai terapi dg vasopressor bila diperlukan
- Koreksi komplikasi
Stadium IV (30-90 menit) - Bila kejang tetap tidak teratasi dalam 30-
60 menit, pindahkan pasien ke ICU →
beri profol (2mg/kgBB bolus IV, diulang
bila perlu), atau tiopental (100-250mg
bolus IV dalam 20 menit dilanjutkan
dengan bolus 50 mg tiap 2-3 menit),
dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah
bangkitan klinis atau bangkitan EEG
terakhir → lalu di tappering off
- Monitor bangkitan EEG , tekanan
intrakranial, mulai pemberian OAE
dosis rumatan.
12
EPILEPSI
Definisi
Epilepsi adalah gangguan serebral kronik dengan berbagai etiologi, yang dicirikan oleh
timbulnya serangan paroksismal yang berkala, akibat lepas muatan listrik neuro-neuron serebral
secara eksesif.
Patofisiologi
Jika daerah korteks visual yang melepaskan gaya epileptiknya, maka serangan epileptik
yang bangkit terdiri dari terlihatnya skotoma-skotoma. Jika neuron korteks motorik yang
melepaskan muatan listrik, maka timbullah serangan gerakan involuntar.
Daerah yang secara primer melepaskan muatan listrik sehingga timbul serangan epileptik
setempat � fokus epileptogenik.
Lepas muatan listrik setempat dapat mempengaruhi medan listrik daerah yang
berdampingan dan menggalakkan seluruh korteks kedua hemisferium, sehingga neuron daerah
tersebut melepaskan muatan listrik secara eksesif dan timbullah serangan konvulsi umum �
Konvulsi umum epilepsi fokal.
Gaya listrik yang berasal dari lepas muatan listrik di korteks tertentu � disalurkan
melalui jaras kortiko-talamik ke inti di dekat sentrum medianum talami � mengakibatkan lepas
muatan listrik yang dipancarkan melalui jaras talamo-kortikal ke seluruh korteks serebri.
Serangan epileptik yang medahului konvulsi umum dinamakan aura.
Inti talamus di garis tengah dekat sentrum medianum (centrencephalic) dapat bertindak
sebgai fokus epileptogenik yang membangkitkan serangan epilepsi umum � tidak didahului
aura � dinamakan epilepsi umum idiopatik atatu ”grand mal”.
Fokus epileptogenik di garis tengah substansia grisea antara mesensefalon dan talamus
yang dapat membangkitkan serangan epileptik yang berupa kehilangan kesadaran sejenak, tanpa
kejang umum � ”petit mal”.
Teori:
1. Jaringan parut menjadi fokus epileptogenik. Normalnya, sel glia di sekitar neuron bertindak
sebagai ”buffer”, jika konsentrasi kalium di luar neuron melonjak. Jika terdapat gliosis yang
merupakan proses patologik, maka fungsi ”buffer” yang seharusnya dilaksanakan oleh glia
13
normal tidak ada lagi. Pada keadaan hiperkalemik di sekitar neuron, neuron di daerah gliosis
mudah tergalakkan � mudah melepaskan muatan listrik.
2. Kurangnya sintesis GABA (Gamma Amino Butyric Acid), zat penghambat kegiatan neuronal
alamiah.
Etiologi
Idiopatik
Produksi GABA kurang mencukupi kebutuhan untuk melaksanakan tugas buffer dalam
mengatasi goncangan-goncangan konsentrasi kalium ekstraneuronal.
Epilepsi umum fokal bisa disebabkan oleh trauma lahir; manifestasi sisa suatu proses
radang selaput jaringan otak atau sikatriks karena kontusio serebri, karena operasi otak
atau perdarahan cerebral; gangguan sirkulasi serebral regional atau kimiawi dan sirkulasi
yang timbul akibat adanya tumor serebri.
Fokus epileptik statik dan aktif: disebabkan oleh sikatrik akibat trauma lahir, trauma
kapitis, infeksi (meningitis dan ensefalitis) , perdarahan, dan akibat infark serebri
regional.
Fokus progresif dan aktif: tumor serebri, baik yang berupa neoplasmatik maupun yang
berupa granuloma, abses, hematoma (higroma) ataupun osteoma tulang tengkorak.
Pada epilepsi neonatal bisa disebabkan karena hipoksia, trauma lahir, hiokalsemia,
hipoglikemia, hipomagnesiemia, hipo-pyridoxemia.
Diagnosis
1. Anamnesa
Tentukan Fokalitas � tentukan jenis serangan.
Bila unsur fokalitas tidak ada � jenis epilepsi umum idopatik
Riwayat keluarga � jika orangtuanya mengalami epilepsi, maka anaknya mempunyai
25% kemungkinan terkena epilepsi.
Riwayat penyakit dahulu � infeksi serebral, stroke, trauma kapitis
Riwayat kelahiran � data mengenai trauma lahir dan gangguan cerebral dalam masa
intrauterin oleh infeksi serebral, serta keadaan hipoglikemia dan hipokalsemia.
2. Pemeriksaan Neurologik Umum
14
Gejala defisit unilateral/bilateral. Hemiparesis, spastisitas, hiper-refleksia tendon,
babinski positif sesisi � memberikan pengarahan bagi penilaian epilepsi umum fokal.
3. Pemeriksaan Neurologik Khusus
EEG
Klasifikasi
2. Epilepsi Umum
1.2 Petit Mal / absence epilepsi
Serangan epileptik berupa kehilangan kesadaran sejenak, tonus otot skeletal tidak
hilang � penderita tidak jatuh. Lama serangan 5-10 detik, jarang dijumpai serangan
sampai 30 detik.
Adakalanya timbul gerak otot setempat pada wajah (”facial twitching”).
Pada saat serangan, kedua mata menatap secara hampa ke depan atau kedua mata
berputar ke atas sambil melepaskan benda yang dipegangnya atau berhenti bicara.
Setelah sadar, penderita lupa dengan yang terjadi pada dirinya. Juga pembicaraan
yang dihentikan, tidak dapat diingat kembali.
Biasanya timbul pada anak-anak berumur 4-8 tahun.
EEG: memperlihatkan kompleks ’spike wave’ yang berfrekuensi 3 siklus perdetik
yang bangkit secara menyeluruh.
Petit mal dapat berhenti untuk seterusnya setelah 20 tahun atau selambatnya 30 tahun.
Ada kemungkinan petit mal berkembang menjadi grand mal pada umur 20 tahun
Terapi:
ethosuximide 20 mg/kg/BB/hari dan dosis dapat dinaikkan secara berangsur-
angsur setiap seminggu sekali sampai penderita bebas serangan. Efek samping:
mual, ataksia, mengantuk, mempunyai kecenderungan untuk membangkitkan
grand mal.
Clonazepam 0.01-0.03 mg/kg/BB/hari
Sodium Valproate 20 mg/kg/BB/hari
Azetolamide 10-25 mg/kg/BB/hari sebagai obat tambahan
15
1.3 Grand Mal
Tiba-tiba penderita jatuh sambil mengeluarkan jeritan atau teriakan. Sejenak
pernafasan terhenti dan seluruh tubuh kaku, kemudian bangkit gerakan tonik klonik.
Secara ritmik terjadi fleksi ringan dan ekstensi kuat pada semua persendian anggota
gerak. Bibir dan lidah tergigit. Air kemih dikeluarkan karena kontraksi tonik
involuntar dan air liur berbusa keluar dari mulut sebagai hasil kontraksi tonik klonik
otot wajah, mulut, dan orofaring.
Setelah kontraksi tonik klonik sampai 1-2 menit, frekuensi dan intermitas konvulsi
berkurang secara berangsur hingga berhenti. Penderita masih belum sadar, dalam
waktu beberapa menit sampai setengah jam; membuka mata, tampak letih dan tertidur
selama setengah sampai 6 jam. Setelah tidur pasca grand mal, sakit kepala dan tidak
ingat yang terjadi.
Gejala prodromal sebelum serangan: iritabilitas (cepat marah/tersinggung), pusing,
sakit kepala, bersikap depressed.
Dapat mulai timbul pada umur 20-30 tahun.
EEG: letupan ‘spike’ (multiple spike) bangkit secara difus dan paroksismal.
Perawatan:
Phenobarbital
Phenytoin
Primidone
Carbazepine
1.4 Epilepsi Mioklonik
Mioklonus : gerakan involunter sekelompok otot skeletal yang timbul tiba-tiba dan
sejenak.
a. Spasmus infantil
Fleksi spastik anggota gerak dan badan pada bayi usia 4-9 bulan dengan pola
EEG hipsaritmia. Serangan dapat terjadi hingga 50 kali sehari dengan interval
letupan spasmus infantil dalam satu serangan 2-5 detik.
Anamnesa� kesulitan pada partus dan terdapat tanda gangguan perkembangan
intrauterin.
16
Setelah serangan menunjukkan adanya kemunduran mental dan badaniah.
Perawatan : ACTH
b. Epilepsi mioklonik kanak-kanak
Dikenal juga dengan nama ’Lennox-Gastaut Syndrome’, ’akinetic drop attacks’,
’epilepsi mioklonik anak-anak’, ’petit mal mioklonus’.
Menyerupai spasmus infantil, bisa disertai konvulsi umum atau menyerupai petit
mal namun dengan hilangnya tonus postural sehingga penderita jatuh lunglai dan
tidak sadar untuk sejenak.
Mulai timbul pada anak-anak umur 3 tahun dan menetap hingga dewasa.
Epilepsi mioklonik anak-anak simptomatik� serangan epileptik dengan
menunjukkan manifestasi penyakit lain, misalnya lipidosis, sklerosis tuberosa.
Perawatan: Phenytoin, clonazepam, carbazepine, acetazolamide, dan
ethosuximide.
Progonosa: buruk
1.5 Konvulsi Febril
Konvulsi umum yang timbul pada bayi-anak umur 6 bulan sampai 5 tahun,
dimana demam mendahului serangan konvulsi umum.
Febrile konvulsion tidak berkembang menjadi grand mal dan akan hilang setelah
umur 5 tahun dengan syarat:
anak harus umur 6 bulan - 5 tahun
adanya demam sebelum kejang harus ditentukan secara tepat
harus bebas dari tanda-tanda fokalitas apapun
lamanya konvulsi umum harus kurang dari 10 menit
setelah konvulsi umum berhenti tidak boleh didapati paralisis todd
2 minggu setelah konvulsi febril, EEG harus normal
Cairan serebrospinal harus normal
Hasil laboratorium mengenai elektrolit, kalsium, fosfat, magnesium, dan BUN
semuanya harus normal.
17
Perawatan: antipiretik (aspirin), antibiotika, kompres, phenobarbital, dan
phenytoin.
3. Epilepsi Parsial
Epilepsi fokal ialah serangan epileptik akibat lepas muatan listrik di suatu daerah korteks
serebri. Lepas muatan regional ini dapat:
(a) Tetap bersifat fokal
(b) Menggalakkan daerah yang berdampingan, sehingga lepas muatan meluas,
(c) Seluruh korteks serebri melepaskan muatan listrik secara menyeluruh.
Pada jenis (c) lepas muatan listrik regional merupakan aura konvulsi umum. Setelah serangan
konvulsi fokal, dapat timbul paralisis yang dikenal sebagai paralisis Todd yang bersifat
sementara.
2.1 Epilepsi parsial dengan gejala tunggal sederhana
Perasaan pokok, gerakan otot setempat yang klonik tonik atau gangguan bicara. Gejala
tersebut dapat timbul sebagai menifestasi epilepsi fokal sendiri atau sebagai aura konvulsi
umum.
a. Motorik
Gerakan involuntar otot-otot salah satu anggota gerak, wajah, rahang bawah
(mengunyah), pita suara (vokalisasi), dan kolumna vertebralis (badan berputar).
b. Sensorik
Nyeri, panas/dingin, hipestesia/parestesia nada daerah kulit setempat, skotoma,
tinitus, mencium bau barang busuk, mengecap perasaan logam, vertigo, mual,
muntah, perut mules, afasia.
c. Autonomik
Muntah/mual dan hiperhidrosis.
2.2 Epilepsi parsial dengan gejala kompleks majemuk
Gejala sensorik, motorik, autonom yang memperlihatkan ciri yang tampaknya bertujuan
dan berintegrasi.
a. Automatismus
18
Gerakan yang tampaknya bertujuan, namun dilakukan dengan kedaan tidak sadar.
Misalnya: tangan mengusap-usap baju/kain sprei; membuka kancing baju;
memindahkan barang; lidah dan bibir mengecap seolah merasakan makanan enak.
b. Fenomen-fenomen psikik
Halusinasi
Ilusi � dreamy state
de javu, yaitu perasaan pernah melihat tapi dalam situasi asing;
jamais vu, yaitu perasaan tidak pernah melihatnya, tapi dalam situasi yang tidak
asing.
Dejalamais entendu � perasaan pernah dan belum pernah mendengar
Dejalamais vecu � perasaan pernah dan belum pernah mengalami
Perasaan curiga � perasaan seolah-olah pikirannya memaksakan sesuatu dan
perasaan kesal sehingga marah-marah ('rage').
Manifestasi kompleks tersebut di atas merupakan gejala sindroma epilepsi parsial lobus
temporalis (Epilepsi psikomotorik). Sindroma ini terdiri dari:
a) Manifestasi kompleks tersebut di atas (automatismus, 'dreamy state', 'rage', dan
ilusi yang disebut juga gejala pre-iktal) merupakan aura yang langsung disusul
dengan konvulsi umum epilepsi lobus temporalis.
b) Manifestasi kompleks saja. Dalam hal ini automatismus, 'dreamy state', 'rage', dan
halusinasi bangkit sebagai serangan utama. Gejala tersebut dijuluki sebagai
manifestasi iktal.
c) Konvulsi umum yang setelah berhenti, lalu langsung disusul dengan timbulnya
automatismus, 'dreamy state', 'rage', dan ilusi. Gejala itu dikenal sebagai post-
iktal.
Gejala iktal dan preiktal merupakan manifestasi lepas muatan suatu fokus epileptogenik
di lobus temporalis. Sedangkan gejala post-iktal dianggap sebagai manifestasi lepas
muatan sekelompok neuron di lobus temporalis akibat gaya listrik di fokus epileptogenik
luas di sekitar lobus temporalis. Sisa gaya listrik itu 'menyasar' ke suatu kelompok neuron
yang menyusun suatu sirkuit kompleks tertentu.
Perawatan:
19
Pengobatan penyakit primer yang menyebabkan terjadinya epilepsi.
Tindakan terapetik bisa dengan operatif atau medisinal (obat antikonvulsi yang biasa
digunakan untuk epilepsi idiopatik).
4. Epilepsi Neonatal
• Konvulsi pada neonatus yang secara berkala bangkit sampai bayi usia 30 hari. Sifatnya
tidak mudah dikenal karena ringan dan mudah dianggap sebagai kejadian biasa yang
normal. Serangan neonatal itu dapat berupa:
a) Deviasi tonik kedua bola mata atau gerakan kedua bola mata yang cepat yang sekali-
kali diseling dengan deviasi tonik.
b) Kelopak mata berkedip-kedip untuk beberapa puluh.
c) Wajah meringis-ringis ('facial grimacing').
d) Sekali-sekali timbul gerakan klonik-tonik sejenak pada salah satu anggota gerak.
e) Sekali-sekali timbul kejang tonik sejenak pada salah satu anggota gerak.
f) Serangan apnoe yang dapat disertai tubuh selama beberapa puluh detik.
g) Konvulsi umum.
Gejala-gejala tersebut di atas merupakan diantaranya ialah:
a) Trauma lahir: hipoksia, hematoma subdural.
b) Gangguan metabolik: hipocalcemia, hipomagnesia, hipoglikemia, kekurangan
pyridoxine.
• Perawatan:
Evaluasi faktor etiologik harus dilakukan terlebih dahulu. Darah dan urin harus diperiksa
secara lengkap.
Obat Dosis Cara
Dextrose 25 2-4 mg/kg/BB i.v. cepat
Pyridoxin 50 mg i.v. cepat
Calcium gluconate 10% Sampai 50 cc i.v. lambat 10 menit
MgSO4 3% Sampai 3 cc i.v. lambat 10 menit
Phenobarbital 10-20 mg/Kg/BB i.v. lambat 5 menit
Phenytoin 10-20 mg/Kg/BB i.v. 25 mg/menit
Diazepam Sampai 3 kg i.v. lambat 5 menit
20
Absence Seizure
• Serangan epileptik berupa kehilangan kesadaran sejenak, tonus otot skeletal tidak hilang �
penderita tidak jatuh. Lama serangan 5-10 detik, jarang dijumpai serangan sampai 30 detik.
• Adakalanya timbul gerak otot setempat pada wajah (”facial twitching”).
• Pada saat serangan, kedua mata menatap secara hampa ke depan atau kedua mata berputar
ke atas sambil melepaskan benda yang dipegangnya atau berhenti bicara. Setelah sadar,
penderita lupa dengan yang terjadi pada dirinya. Juga pembicaraan yang dihentikan, tidak
dapat diingat kembali.
• Biasanya timbul pada anak-anak berumur 4-8 tahun.
• EEG: memperlihatkan kompleks ’spike wave’ yang berfrekuensi 3 siklus perdetik yang
bangkit secara menyeluruh.
• Petit mal dapat berhenti untuk seterusnya setelah 20 tahun atau selambatnya 30 tahun. Ada
kemungkinan petit mal berkembang menjadi grand mal pada umur 20 tahun
• Terapi:
ethosuximide 20 mg/kg/BB/hari dan dosis dapat dinaikkan secara berangsur-angsur setiap
seminggu sekali sampai penderita bebas serangan. Efek samping: mual, ataksia, mengantuk,
mempunyai kecenderungan untuk membangkitkan grand mal.
Clonazepam 0.01-0.03 mg/kg/BB/hari
Sodium Valproate 20 mg/kg/BB/hari
Azetolamide 10-25 mg/kg/BB/hari sebagai obat tambahan
PARKINSON
Definisi
Penyakit Parkinson adalah suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh proses degenerative
progresif sehubungan dengan proses menua di sel-sel substansia nigra pars compacta (SNc) dan
karakteristik ditandai dengan tremor waktu istirahat, kekakuan otot dan sendi (rigidity),
kelambanan gerak dan bicara (bradikinesia), dan instabilitas posisi tegak (postural instability).
Penyakit Parkinson adalah bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh
degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra pars compacta yang disertai adanya inklusi
sitoplasmik eosinofilik yang disebut Lewy Bodies
21
Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, kekakuan,
bradikinesia, dan hilangnya reflek postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai
macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai sindrom Parkinson.
Prevalensi
Dapat mengenai semua usia tetapi lebih sering pada usia lanjut. Prevalensi di Amerika berkisar
1% dari jumlah penduduk, meningkat dari 0,6% pada usia 60-64 tahun menjadi 3,5% pada umur
85-89 tahun.
Etiologi
Bersifat Idiopatik
Faktor Resiko
• USIA � usia tua jarang di usia < 30 tahu
• RAS � kulit putih
• GENETIK
• LINGKUNGAN � toksin : MPTP, penggunaan pestisida atau herbisida, infeksi
• CEDERA KRANIOSEREBRAL
• STRESS EMOSIONAL
Klasifikasi
Dari pengertian penyakit Parkinson tersebut, maka sindrom Parkinson diklasifikasikan sebagai
berikut :
• Primer atau idiopatik (Paralis agitans)
- Penyebab tidak diketahui
- Sebagian besar merupakan penyakit Parkinson
- Ada peran toksik yang berasal dari lingkungan
- Ada peran factor genetic, bersifat sporadic
- yang termasuk dalam tipe ini adalah Penyakit Parkinson dan Juvenile
Parkinsonism
• Sekunder atau akuisita (simtomatik)
22
- Timbul setelah terpajan suatu penyakit/zat
- Infeksi dan pasca infeksi
- pasca ensefalitis; slow virus
- Terpapar kronis oleh toksin atau zat-zat kimia (( MPTP, CO, Mn, Mg, Sianid, Etanol,
Metanol)
- Efek samping obat penghambat reseptor dopamine (obat-obat psikotik) dan obat yang
menurunkan cadangan dopamine (reserpin)
- Vaskuler : multi infark serebral , Pasca stroke
- Trauma kranioserebral
- Lain-lain : hipotiroid, hipoparatiroid, tumor, trauma otak
• Sindrom Parkinson plus ( Multiple system degeneration ):
Gejala Parkinson timbul bersama gejala neurologi lain seperti : progressive supraneural
palsy, multiple system atrophy, cortical-basal ganglionic degeneration, Parkinson-
demensia-ALS complex of Guam, progressive palidal atrophy, diffuse Lewy body disease
(DLBD)
• Kelainan Degeneratif Diturunkan
Gejala Parkinsonism menyertai penyakit-penyakit yang diduga berhubungan dengan
penyakit neurologi lain yang factor keturunan memegang peran etiologi, seperti :
Penyakit Alzheimer, Penyakit Wilson,
Patofisiologi
Penurunan kadar dopamin karena kematian neuron di pars kompakta substansia nigrasebesar
4sebesar 40-50% dan adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy body) akibat multifaktorial.
Patogenesis
MPTP (1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine)
↓
Neurotoksin (pupuk dan obat pestisida)
↓
23
Merusak substansia (pupuk dan obat pestisida
↓tidak aktif → MAO-B (monoaminoaksidase B
MPDP
↓
MPDP (1-methyl-1,6 phenyl piridine )
↓
Neuron Dapaminergik
↓
Mitokondria meningkat
↓
ATP depletion content meningkat
↓
Radikal bebas meningkat
↓
Oksidasi terganggu
↓
Sel sel rusak
Manifestasi Klinis Penyakit Parkinson
TRIAS : 1. Tremor
2. Akinesia
3. Rigiditas
1) Tremor : - saat istirahat
- meningkat saat emosi
- menghilang saat tidur
- menghilang saat kerja
- tangan-jari menghitung uang
- kaki dan mulut
2) Akinesia/Bradikinesia : - sulit memulai gerakan
- sulit berhenti
24
- lamban
a. Wajah : - muka topeng
- tidak ada ekspresi
- kedipan mata jarang
b. Jalan : - langkah kecil
- lambaian (-)
- sulit memutar balik
c. bicara : - monoton, lamban
- tanpa lagu suara
3) Rigiditas
- hipertoni pada seluruh gerakan
- “Cogwheel phenomenon”(peningkatan tonus otot agonis dan antagonis )
4) Gangguan motorik lain :
- disartrie, micrographia, pernafasan ireguler/dangkal
- blepharospasmus
5) Gangguan Vegetatif :
- seborrhoe, perspirasi, hipersalivasi
6) Gangguan mental :
- bradyphrenia, dementia, ggn afektif, halusinasi
Penatalaksanaan
a) Umum (Supportive) :
� Pendidikan
� Penunjang
� Latihan fisik
� Nutrisi
b) Medikamentosa
� Antagonis NMDA : Amantadin 100 – 300mg / hr
� Anti kholinergik ; Trihexyphenidil
� Dopaminergik : levodopa + carbidova ( Madopar ) 3x 100mg
� Dopamin agonis :
25
- bromokriptin dimulai 2,5 mg/hari → dinaikkan sampai 40-45 mg perhari tergantung
respon
- Selegiline (inhibitor MAO B) : dosis 10 mg/hari
c) Rehabilitasi medik
Tujuan :
Memperbaiki kualitas hidup serta mengatasi masalah-masalah :
• Abnormalitas gerakan
• kecenderungan postur tubuh yang salah
• gejala otonom
• gangguan perawatan diri
• perubahan psikologik
Parkinson sekunder
Definisi
Parkinson sekunder ini mirip dengan penyakit parkinson yang disebabkan oleh obat-obatan,
penyakit sistem saraf, atau karena penyakit lainnya.
Etiologi
1. Penyakit lainnya
• Encephalitis
• Meningitis
• Stroke
2. Penyakit lain yang dapat merusak dopamin dan memproduksi kondisi ini
• Diffuse Lewy body disease
• Multiple system atrophy
• Progressive supranuclear palsy
• Corticobasal degeneration
3. Obat-obatan
• Antipsychotics (haloperidol)
• Metoclopramide
• Phenothiazine
26
4. Yang lain :
• Brain damage caused by anesthesia drugs (such as during surgery )
• Carbon monoxide poisoning
• Exposure to toxins
• Overdoses of narcotics
Gejala
� Penurunan ekspresi wajah
� Kesulitan dalam memulai atau mengontrol gerakan
� Suara yang lemah
� Berbagai tipe paralisis
� Tremor
� Kadang-kadang ada masalah kognitif � karena parkinson sekunder bisa diawali dengan
demensia
� Kekerasan atau kekakuan dari tangan, kaki
Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
Menunjukkan :
a. Kesulitan dalam memulai atau menghentikan gerakan yang voluntar
b. Peningkatan tonus otot
c. Jalan gait
d. Tremor
e. Refleks normal
Terapi
Medikamentosa :
• Levodopa (L-dopa), Sinemet, levodopa and carbidopa (Altamet)
• Pramipexole (Mirapex), ropinirole (Requip), bromocriptine (Parlodel)
• Selegiline (Eldepryl, Deprenyl), rasagiline (Azilect)
27
• Amantadine or anticholinergic medications (to reduce early or mild tremors)
• Entacapone (to prevent the breakdown of levodopa)
Prognosis
Tergantung penyebabnya jika penyebabnya obat-obatan maka bisa dirawat tetapi jika
penyebabnya bersifat tidak reversibel maka prognosisnya akan lebih jelek.
Komplikasi
� Efek samping dari pengobatan
� Kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari
� Kesulitan dalam menelan (makan)
� Terluka karena jatuh
� Efek samping dalam kelemahan � malnutrisi, deep vein thrombosis, aspirasi.
DELIRIUM
Definisi
Adalah suatu disfungsi metabolism otak yang menyeluruh, bersifat sementara dan reversible,
biasanya terjadi secara akut (kadang-kadang subakut).
Pasien yang berisiko tinggi mengalami delirium :
1. Anak-anak
2. Lanjut usia (≥60 tahun) yang biasanya juga menderita demensia atau komorbiditas yang
lainya
3. Gangguan pada susunan saraf pusat seperti CVA, parkinson, demensia, tumor otak
4. Pasca bedah
5. Luka bakar
6. Pada keadaan lepas zat seperti ketergantungan zat psikoaktif
7. Pernah mengalami delirium sebelumnya
Etiologi
28
Hipotesis yang diajukan untuk menerangkan terjadinya delirium adalah penurunan aktivitas
asetilkolin di otak terutama di daerah formation retikularis yang merupakan area utama di otak
yang bertanggungjawab dalam pengaturan perhatian, kewaspadaan, dan keterjagaan. Pelepasan
dopamine yang berlebihan atau aktivitas serotonergik yang menurun atau meningkat juga dapat
menyebabkan delirium.
Berbagai kondisi medis dapat mengakibatkan terjadinya gangguan ini :
1. Gangguan sistemik
• Infeksi sistemik dengan febris dan sepsis
• Gangguan metabolic akut : asidosis, alkalosis, gagal ginjal, gagal fungsi hati
• Gangguan endokrin baik hiper maupun hipo kelenjar hipofise, pancreas, adrenal, tiroid
dan paratiroid
• Defisiensi vitamin B1, B12, asam folat, asam nikotinik, niacin
• Gangguan kardiovaskuler : aritmia, gagal jantung, infark miokard, hipertensi
• Kondisi pasca bedah
• Hipoksia, gagal paru, anemia
• Toksin : gas CO, logam berat, pestisida
• Obat-obat : anti konvulsan, antikolinergik, steroid, NSAID, antihipertensi, antipsikotik,
sedative-hipnotika
2. Gangguan pada otak
• Infeksi (meningitis, enchepalitis, HIV dll)
• Tumor (primer maupun metastasik)
• GPDO
• Kejang/konvulsi
3. Keadaan lepas zat pada penyalahgunaan zat psikoaktif
4. Tanpa etiologi yang spesifik
Gejala Klinis
Sebelum timbul gejala yang nyata, seringkali didahului dengan gejala-gejala prodromal seperti
kegelisahan, cemas, iritabel, gangguan tidur, kesukaran untuk memusatkan perhatian.
Dua hal yang kharakteristik pada gejala delirium yang bersifat sementara ini adalah onset yang
akut dan fluktuasi sepanjang hari.
29
Gajela-gejala yang dijumpai :
1. Gangguan kesadaran (kesadaran yang berkabut) dan kewaspadaan yang menurun
2. Gangguan neuropsikiatri :
a. Gangguan perhatian
b. Memori jangka pendek terganggu,a mnesia
c. Disorientasi
d. Gangguan visuo-kontruksional
e. Gangguan fungsi luhur
f. Gangguan pola berpikir
g. Gangguan berbicara dan berbahasa
3. Gangguan persepsi seperti halusinasi dan ilusi
4. Gangguan psikomotor : hiper atau hipoaktivitas. Tergantung etiologinya, dapat juga
ditemukan gejala neurologic yaitu tremor, perubahan reflek dan tonus otot
5. Gangguan mood seperti cemas, takut, depresi, iritabel. Pada penderita juga dapat terjadi afek
yang labil yang berubah sepanjang hari
6. Gangguan pola tidur. Biasanya penderita tampak mengantuk, tidur untuk waktu yang singkat
dan terputus-putus. Dapat juga terjadi eksaserbasi gejala-gejala delirium menjelang senja hari
yang dikenal sebagai gejala “sundowning”.
Sebagai akibat fluktuasi dari gejala-gejala maka dapat terjadi “lucid interval” di mana gejala
berangsur-angsur berkurang dan berganti dengan keadaan tenang, hampir tanpa gejala
amnesia yang menonjol.
Diagnosis
F05 Delirium, Bukan Akibat Alkohol dan Zat Psikoaktif Lainya
• Gangguan kesadaran dan perhatian :
o Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma
o Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan, dan
mengalihkan perhatian
• Gangguan kognitif secara umum
30
o Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi seringkali visual
o Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham yang bersifat
sementara, tetapi sangat khas dengan inkoherensi yang ringan
o Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang
relative masih utuh
o Disorientasi waktu, pada kasus yang berat, terdapat juga disorientasi tempat dan
orang
• Gangguan psikomotor
o Hipo- atau hiperaktifitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu ke yang
lain
o Waktu bereaksi yang lebih panjang
o Arus pembicaraan yang bertambah dan berkurang
o Reaksi terperanjat yang meningkat
• Gangguan siklus tidur-bangun
o Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya
siklus tidur-bangun; mengantuk pada siang hari
o Gejala yang memburuk pada malam hari
o Mimpi yang menganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi
setelah bangun tidur
• Gangguan emosional
o Misalnya depresi, anxietas atau takut, lekas marah, euphoria, apatis atau rasa
kehilangan
• Onset biasanys cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadaan
itu berlangsung kurang dari 6 bulan
F05.0 Delirium, Tak Bertumpang-Tindih dengan Demensia
• Delirium yang tidak bertumpang tindih dengan demensia yang sudah ada sebelumnya
F05.1 Delirium, Bertumpang-tindih dengan Demensia
• Kondisi yang memenuhi criteria delirium di atas tetapi terjadi pada saat sudah ada
demensia
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
31
Gejala delirium akan bertambah selama factor etiologinya belum teratasi. Delirium hilang dalam
3-7 hari selambat-lambatnya 2 minggu setelah factor penyebab disingkirkan. Makin tua usia
penderita dan makin lama kondisi delirium berlangsung, makin lama pula delirium menghilang.
Amnesia parsial dapat terjadi sesudah penderita sembuh.
Penatalaksanaan
1. Perlu kerjasama dengan bidang-bidang yang terkait sesuai dengan etiologinya
2. Mengatasi penyakit organic yang mendasari segera untuk menyelamatkan nyawa penderita
(memperbaiki fungsin fisiologis)
3. Melakukan pemeriksaan sesuai dengan dugaan etiologi dan segera menangani kausa
4. Monitoring dan evaluasi serta terapi untuk mengatasi gejala-gejala psikiatrik dengan terapi
medikamentosa dan manipulasi lingkungan
• Terapi simtomatik dengan :
- Haloperidol 0,5-q mg p.o/iv tiap 4 jam prn
- Risperidone 0,5-1 mh p.o tiap 4 jam prn
- Lorazepam 0,5-1 mg p.o tiap 4 jam prn. Pemakaian lorazepam pada delirium khusus
pada delirium oleh karena alcohol atau benzodiazepine withdrawal
Lama pemberian dan dosis tergantung pada kemajuan klinis yang didapat (individual)
• Manipulasi lingkungan
- Ruang yang tidak berisik dan nyaman
- Suasana familiar
- Caregiver yang dikenal sangat membantu
- Penderita perlu dijaga agar tidak melukai diri sendiri.
EPILEPSI PADA KEHAMILAN
Sekitar 30% perempuan hamil yang sudah mendapat terapi mengalami kenaikan
frekuensi bangkitan. Risiko paling tinggi dihadapi oleh mereka yang sudah memiliki bangkitan
lebih dari satu kali sebelum hamil. Risiko paling rendah terjadi pada mereka yang pada masa
sebelum kehamilan hanya mengalami bangkitan kurang dari satu kali dalam sembilan bulan6.
Fungsi ginjal juga meningkat dengan adanya peningkatan creatinine clearance 50% yang
32
berdampak pada metabolisme. Hal ini akan menurunkan kadar OAE dalam sirkulasi darah,
sehingga kebutuhan OAE meningkat. Selain itu, estrogen yang bersifat epileptogenik meningkat
selama kehamilan dan mencapai puncaknya pada trimester ke tiga. Hal itu berdampak pada
peningkatan frekuensi bangkitan. Sebaliknya, progesteron yang bersifat antiepileptik akan
meningkat pada fase luteal dalam siklus menstruasi sehingga pada masa itu frekuensi bangkitan
akan turun. Pada kehamilan akan terjadi hemodilusi, dengan akibat filtrasi glomerulus
berkurang sehingga terjadi retensi cairan serta edema, akibatnya kadar obat dalam plasma akan
menurun. Retensi cairan yang terjadi menyebabkan hiponatremi. Keadaan ini akan
menimbulkan gangguan parsial dari sodium pump yang mengakibatkan peninggian eksitabilitas
neuron dan mempresipitasi bangkitan8. Secara ringkas, beberapa penyebab yang dideteksi
memicu kenaikan frekuensi bangkitan adalah :
(1) Faktor hormonal, peningkatan estrogen yang bersifat epileptogenik,
(2) Metabolik, yaitu peningkatan sodium dan retensi cairan,
(3) Psikologik dan emosional, yaitu kecemasan atau ketegangan yang cenderung meningkat
serta gangguan tidur,
(4) Farmakokinetik yaitu gangguan ikatan protein atau protein binding plasma dan absorbs
OAE,
(5) Kurangnya ketaatan pasien selama kehamilan terhadap terapi yang disebabkan karena malas,
bosan atau adanya mual-muntah selama kehamilan maupun kekawatiran terhadap efek samping
obat.
Bayi dari ibu yang menderita epilepsi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk sejumlah
outcome kehamilan yang merugikan. Di antaranya adalah kematian janin, malformasi
kongenital, perdarahan neonatus, berat badan lahir rendah, keterlambatan perkembangan,
kesulitan makan, dan epilepsi masa kanak-kanak11. Sejumlah data epidemiologi menunjukkan,
anak dari perempuan penderita epilepsi mengalami cacat lahir sekitar 2–3 kali lebih tinggi dari
populasi umum. Di seluruh dunia, sekitar 40.000 bayi setiap tahun terpajan OAE di dalam
kandungan. Diperkirakan sekitar 1.500- 2.000 dari bayi tersebut mengalami cacat lahir sebagai
dampak OAE tersebut.
PENATALAKSANAN
1. Pemberian Asam Folat
33
Folat merupakan vitamin esensial yang diperlukan pada sintesa nukleotid dan metilasi
DNA. Pada trimester pertama kehamilan, folat sangat penting dalam mencegah cacat bawaan,
khususnya NTD. Metilasi DNA penting juga untuk mencegah kanker. Pertumbuhan yang cepat
selama embrio membutuhkan sintesis DNA meningkatkan kebutuhan folat. Metabolisme
abnormal folat akan mengakibatkan penurunan sintesis DNA dan metilasi gen, dengan dampak
pada kerusakan embrio yang sedang tumbuh23. Neural tube defect adalah salah satu dari
malformasi yang terjadi lebih sering pada wanita dengan pengobatan antiepileptik, khususnya
dengan sodium valproat. Telah diketahui dengan jelas bahwa asam folat prakonsepsi (dengan
dosis 4-5 mg/hari) efektif dalam mengurangi risiko neural tube defect diantara ibu dengan risiko
tinggi karena memiliki anak yang dengan kondisi tersebut sebelumnya. Terlebih lagi, penelitian
pada binatang (tikus) menunjukkan bahwa dosis tinggi valproat berhubungan dengan
perubahan konsentrasi bentuk folat spesifik di dalam jaringan embrionik dan peningkatan
insidensi anomali neural tube. Tetapi penelitian pada manusia yang menunjukkan sebuah efek
protektif dari suplemen folat pada wanita dengan epilepsi masih kurang24. Dosis optimal asam
folat belum diketahui secara pasti. Untuk perempuan yang tidak mengalami defisiensi asam
folat cukup diberi 1 mg/hari. Apabila terbukti ada defisiensi asam folat maka kepada penderita
perlu diberi asam folat dengan dosis yang lebih tinggi, dapat diberikan sampai 4 mg/hari18.
2. Pemberian Vitamin K
Bayi dari ibu yang mendapatkan pengobatan dengan OAE tertentu (karbamazepin,
fenitoin, primidon, fenobarbiton) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami perdarahan
pada neonatus yang disebabkan defisiensi faktor penjendalan yang tergantung pada vitamin K.
Ibu dengan obat ini harus mendapatkan penanganan profilaksis dengan vitamin K (Konakion)
20 mg oral per hari dari usia kehamilan 36 minggu hingga persalinan dan bayi mereka harus
mendapatkan vitamin K 1 mg intramuskuler pada saat kelahiran26. Pada awalnya berhubungan
dengan paparan terhadap fenobarbital atau primidon tetapi selanjutnya juga ditunjukkan pada
anak yang terpapar dengan fenitoin, karbamazepin, diazepam, mefobarbital, amobarbital, dan
ethosuximide. Sebuah kelompok peneliti menunjukkan bahwa vigabatrin juga meningkatkan
risiko perdarahan neonatus. Angka prevalensi mencapai setinggi 30% tetapi tampaknya
memiliki rata-rata 10%. Mortalitas tinggi, lebih dari 30%, karena perdarahan terjadi dalam
kavitas interna dan tidak diketahui hingga anak mengalami syok. Perdarahan diakibatkan karena
defisiensi factor penjendalan yang tergantung vitamin K yaitu faktor II, VII, IX dan X.
34
Antikonvulsan bekerja seperti warfarin, dan menghambat transport vitamin K melewati
plasenta.
DEMENSIA
Definisi
Demensia adalah suatu sindrom akibat terganggunya faal otak, baik secara langsung
ataupun tidak langsung pada otak yang tekah mencapai perkembangan intelegensia yang stabil,
pada umumnya bersifat kronis yang berdampak adanya gangguan fungsi kognitif yang multiple
sehingga menganggu fungsi pekerjaan dan sosialnya.
Menurut consensus tahun 1996 International Psychogeriatric Association (IPA), demensia
adalah keluhan-keluhan dan gejala yang diakibatkan oleh terganggunya persepsi, isi pikiran,
suasana perasaan/mood atau perilaku yang sering terdapat dalam demensia.
Epidemiologi
Prevalensi demensia meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Pada umur di atas 65
tahun insidensi sekitar 3% sedangkan di atas 85 tahun meningkat menjadi sekitar 20%. Demensia
akibat penyakit Alzheimer adalah yang paling banyak ditemukan (50-60%) dan demensia akibat
gangguan vascular adalah kedua tersering.
Patofisiologi
Kerusakan struktur otak dapat diakibatkan :
1. Proses degenerasi � pada penyakit Alzheimer, Pick, dan Huntington
2. Gangguan pembuluh darah � stroke
3. Infeksi (ensefalitis) � Lues (demensia paralitika), virus (demensia HIV)
4. Gangguan toksik, metabolit dan endokrin �
5. demensia akibat kekurangan thiamine, hipotiroid, hipoglikemia
6. Trauma kapitis � gangguan subdural hematom
7. Gangguan otak lain � tumor otak, penyumbatan
35
Berdasarkan lokasi kerusakanya, demensia dapat dibagi menjadi :
1. Demensia kortikal � disfungsi korteks serebri yang ditandai dengan gejala amnesia, afasia,
apraksia, dan agnosia. Contohya adalah demensia tipe Alzheimer
2. Demensia subkortikal � terutama mengenai struktur-struktur di bagian dalam substansia
grisea dan alba seperti ganglia basalis, thalamus, dan proyeksi dari struktur subkortikal ini di
lobus frontalis. Contohnya demensia pada penyakit Parkinson
3. Demensia tipe campuran � menunjukkan gejala dari keduanya dan dapat dijumpai pada
demensia vascular
Gejala Klinis
Gejala klinis tergantung pada luas dan lokasi kerusakan struktur dan fungsi otak antara lain :
1. Gangguan daya ingat
Gangguan ini merupakan gangguan yang utama. Gangguan daya ingat mengikuti hukum
Ribot, yaitu mulai dengan gangguan daya ingat jangka pendek yaitu peristiwa yang baru
terjadi, meningkat ke daya ingat jangka sedang. Daya ingat jangka panjang yang terakhir
terganggu sehingga tidak jarang penderita seolah-olah kembali ke masa muda atau kanak-
kanak. Gangguan daya ingat pada awalnya terlihat sebagai kesukaran untuk belajar hal-hal
yang baru.
2. Gangguan daya nilai
Gangguan ini mengakibatkan penderita mengalami kesukaran untuk mengambil keputusan
yang berdampak sering melakukan perilaku yang tidak realistis, logis dan proporsional dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Gangguan daya berpikir abstrak
Penderita mengalami kesukaran dalam mencerna atau membuat karangan cerita dan
mengartikan peribahasa maupun perumpaan, makin nyata dalam keterbatasan waktu.
4. Gangguan daya pikir
Gangguan ini akibat terganggunya fungsi luhur berupa kemampuan menganalisis, memilah-
milah masalah, mencari solusi, membuat perencanaan, mengantisipasi dampak yang akan
terjadi dan mengambil keputusan. Gangguan ini menyebabkan penderita seringkali hanya
dapat mengerjakan pekerjaan rutin dan kehilangan inisiatif dan kreativitasnya.
36
5. Gangguan penempatan dalam ruang (visuospital)
Hal ini nyata pada penderita yang diharuskan bekerja berdasarkan ketrampilan yang
membutuhkan ketepatan, kecermatan, dan kecepatan. Pada gangguan yang berat penderita
acapkali merasa terlibat dalam adegan TV seolah-olah berada dalam 3 demensi dengan layar
kaca tersebut atau dalam ruangan yang sama dengan tayangan tersebut
6. Gangguan wicara
Pada awalnya acapkali gangguan berbahasa yang paling nyata dengan adanya gangguan
mencari kata-kata yang tepat (naming) dan mencerna pesan-pesan dalam komunikasi
(comprehension).
7. Gangguan perilaku
Gangguan ini di bidang ini dikenal “behavior and psychological symptom of dementia”
(BPSD). Gangguan ini dapat berupa serangan yang berhubungan dengan masa lalu.
8. Gangguan mood/suasana perasaan
Gangguan mood dapat berupa depresi atau kecemasan atau labilitas emosi, menangis atau
tertawa tanpa penyebab yang jelas.
Pedoman Diagnostik
Demensia
• Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai menganggu
kegiatan harian seseorang seperti mandi, berpakaian, makan dll
• Tidak ada gangguan kesadaran
• Gejala dan diasbilitas sudah nyata untuk paling sedikit untuk 6 bulan
F00 Demensia pada Penyakit Alzheimer
• Terdapat gejala demensia
• Onset bertahap dengan deteriorasi lambat. Onset biasanya sulit ditentukan waktu
pastinya, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan tersebut.
• Tidak ada bukti klinis, atau temuan dari pemeriksaan khusus yang menyatakan bahwa
kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat
menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme, hiperkalsemi, defisiensi vitamin B12,
defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus, hematoma subdural)
37
• Tidak ada serangan apopletik mendadak atau gejala neuroligik kerusakan otak fokal
seperti hemaparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan mata, dan inkoordinasi
yang terjadi dalam masa dini hari gangguan itu
F00.0 Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Dini
• Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun
• Perkembangan gejala cepat dan progressive
• Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit Alzheimer merupakan factor yang
mendukung diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi
F00.1 Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Lambat
• Sama tersebut di atas, hanya onset sesudah umur 65 tahun dan perjalanan penyakit yang
lambat dan biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai gambaran utama
F00.2 Demensia pada Penyakit Alzheimer, Tipe Tak Khas atau Tipe Campuran
• Yang tidak cocok dengan pedoman F00.0 atau F00.1, Tipe campuran adalah demensia
Alzheimer dan vascular
F01 Demensia Vaskular
• Terdapat gejala demensia
• Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya ingat,
gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan daya nilai
(judgement) secara relative tetap baik
• Suatu onset yang mendadak atau detoriorasi yang bertahap, disertai adanya gejala
neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vascular.
Pada beberapa kasus, pemeriksaan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT scan
atau pemeriksaan neuropatologis
F01.0 Demensia Vaskuler Onset Akut
• Biasanya terjadi secara cepat sesudah rangkaian “stroke” akibat thrombosis
serebrovaskuler, embolisme, atau perdarahan.
Pada kasus-kasus yang jarang, satu infark yang besar dapat sebagai penyebabnya
F01.1 Demensia Multi-infark
• Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskemik minor yang
menimbulkan akumulasi dari infark parenkim otak
F01.2 Demensia Vaskular Subkortikal
38
• Focus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba pada hemisfer serebral, yang dapat
diduga secara klinis dan dapat dibuktikan dengan CT-scan. Korteks serebri biasanya tetap
baik, walaupun demikian gambaran klinis masih mirip seperti demensia type Alzheimer
F01.3 Demensia Vaskular Campuran Kortikal dan Subkortikal
• Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari gambaran klinis, hasil
pemeriksaan (termasuk autopsy) atau keduanya
F01.8 Demensia Vaskuler Lainya
F01.9 Demensia Vaskluer YTT
F02 Demensia pada Penyakit LainYDK
F02.0 Demensia pada Penyakit Pick
• Adanya gejala demensia yang progresif
• Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif lobus frontalis yang menonjol disertai
euphoria, emosi tumpul, dan perilaku social yang kasar, diinhibisi, dan apatis dan gelisah
• Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya ingat
F02.1 Demensia Pada Penyakit Creutzfeldt-Jakob
• Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini :
- Demensia yang progresif merusak
- Penyakit pyramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus
- Elektroensefalogram yang khas (trifasik)
F02.2 Demensia Pada penyakit Huntington
• Ada kaitan antara gangguan gerakan koreiform, demensia, dan riwayat keluarga dengan
penyakit Huntington
• Gerakan koreiform yang involunter, terutama pada wajah, tangan dan bahu atau cara
berjalan yang khas merupakan manifestasi dini dari gangguan ini. Gejala ini biasanya
mendahului gejala demensia, dan jarang sekali tak muncul sampai demensia menjadi
sangat lanjut
• Gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis pada tahap dini, dengan
daya ingat relative masih terpelihara sampai saat selanjutnya
F02.3 Demensia pada Penyakit Parkinson
39
• Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit Parkinson yang sudah
parah, tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat ditampilkan
F02.4 Demensia pada Penyakit HIV
• Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV, tidak ditemukanya
penyakit atau kondisi lain yang bersamaan selain infeksi HIV itu.
F02. 8 Demensia pada Panyakit Lain YDT YDK
• Demensia yang terjadi sebagai manifestasi atau konsenkuensi beberapa macam kondisi
somatic dan serebral lainya.
F03 Demensia YTT
• Kategori ini digunakan bila criteria umum untuk diagnose dimensia terpenuhi, tetapi
tidak mungkin diidentifikasi pada salah satu tipe tertentu
Penatalaksanaan
1. Demensia yang reversible harus segera mendapatkan perhatian utama dalam pengobatanya
2. Mengatasi komorbiditas medic
3. Pengobatan simtomatik untuk :
• Memperbaiki fungsi kognitif :
a. Choline Esterasi Inhibitor : Donepezil 5-10 mg p.o/ hari dosis tunggal
Rivastigmine 2 x 1,5 mg p.o/hari selama 2 minggu, kemudian dosis ditingkatkan
sesuai kebutuhan. Dosis max 2x6 mg p.o/hari.
b. Piracetam 3 x 800 mg p.o/hari selama 6 minggu dosis maintenance 3 x 400 mg
p.o/hari
• Memperlambat progresivitas penyakit : vitamin E : 400-600 mg p.o/ hari
• Mengatasi masalah perilaku :
o Choline esterase seperti yang di atas
o Anti psikosis
a. Haloperidol 0,5-4 mg p.o/hari dalam dosis terbagi
b. Perphenazine 2-32 mg p.o/hari dalam dosis terbagi
c. Risperidone 0,5-4 mg p.o/hari dalam dosis terbagi
40
d. Olanzapine 5 mg p.o/ hari dalam dosis tunggal
e. Quetipine 50-450 mg p.o/hari dalam dosis terbagi
o Anti cemas
a. Lorazepam 0,5-2 mg p.o/hari dalam dosis terbagi
b. Alpralozam 0,25-2 mg p.o/hari dalam dosis terbagi
c. Clobazam 10-15 mg p.o/hari dalam dosis terbagi
o Anti konvulsan
a. Carbamazepin 200-600 mg p.o/hari dalam dosis terbagi
b. Valproic acid 125-1800 mg p.o/ hari dalam dosis terbagi
o Anti depresan
a. Amytriptiline 10-75 mg p.o/hari dalam dosis terbagi
b. Moclobemide 300-600 mg p.o/hari dalam dosis terbagi
c. Flouxcetine 5-80 mg p.o/ hari dalam dosis tunggal
Lama pemberian dan dosis diseuaikan dengan kemajuan klinis yang didapat
• Dukungan dari para caregiver
• Demensia Alzheimer
� Alzheimer atau kepikunan merupakan sejenis penyakit penurunan fungsi saraf
otak yang kompleks dan progresif. Penyakit Alzheimer bukannya penyakit
menular. Penderita Alzheimer mengalami keadaan penurunan daya ingat yang
parah sehingga penderita akhirnya tidak lagi mampu mengurus dirinya sendiri.
o Alzheimer tergolong sebagai salah satu jenis dementia yang ditandai
dengan melemahnya kemampuan bercakap, kemampuan berpikir sehat, daya
ingat, kemampuan mempertimbangan, adanya perubahan kepribadian dan tingkah
laku yang tidak terkendali. Keadaan ini amat membebani penderita dan juga
anggota keluarga yang perlu menjaga dan merawatnya. Menurunnya fungsi
ingatan juga memengaruhi fungsi intelektual dan sosial penderitanya.
o Sumber penyakit ini belum diketahui dengan pasti, tetapi bukan karena proses
penuaan. Sebagian ilmuwan memperkirakan bahwa kepikunan ini berkaitan
dengan pembentukan dan perubahan sel-sel saraf yang normal menjadi semacam
serat.
41
o Resiko untuk mengidap Alzheimer meningkat seiring dengan pertambahan usia.
“Pada usia sekitar 65 tahun, seseorang berisiko lima persen untuk menderita
penyakit ini dan risiko ini meningkat dua kali lipat setiap lima tahun,”menurut
Ahli Psikogeriatrik, Kantor Pengobatan Psikologi, Fakultas Pusat Pengobatan
Universitas Malaya (PPUM), Dr. Esther
Ebeenezer. Meskipun kepikunan seringkali dikaitkan dengan usia lanjut, namun
terbukti bahwa penderita Alzheimer yang pertama diidentifikasi adalah seorang
perempuan berusia awal 50 tahunan.
o Sejarah Alzheimer
o Penyakit ini ditemukan oleh Dr. Alois Alzheimer pada 1907 ini, dinamakan
Alzheimer sesuai nama penemunya. Alzheimer menemukan bahwa syaraf otak
penderita Alzheimer tidak hanya mengerut, bahkan dipenuhi gumpalan protein
luar biasa yang disebut plak amiloid dan serat yang berbelit-belit (neuro
fibrillary). Amiloid protein yang membentuk sel-sel plak protein tersebut,
dipercaya menyebabkan perubahan kimia otak. Musnahnya sel-sel saraf ini
menyebabkan syaraf otak yang berfungsi menyampaikan pesan dari satu neuron
ke neuron lain terpengaruh. Meskipun sudah ditemukan hampir satu abad yang
lalu, Alzheimer tidak seterkenal penyakit yang lain seperti hipertensi, Sindrom
Pernafasan Akut Parah (SARS) atau pun penyakit jantung. Mungkin karena gejala
penyakit Alzheimer tidak segera terlihat, berbeda dengan hipertensi yang dapat
dipantau melalui pemeriksaan tekanan darah. Penyakit Alzheimer tidak terdeteksi
karena adanya anggapan bahwa sering lupa adalah hal yang wajar dialami orang
berusia lanjut karena faktor usia. Padahal mungkin saja “sering lupa” tersebut
merupakan tanda awal penyakit Alzheimer. Penyakit Alzheimer menjadi lebih
dikenal secara meluas setelah mantan Presiden Amerika Serikat yang ke-40,
Ronald Reagan mengemukakan keadaan dirinya dalam suratnya yang tertanggal 5
November 1994. Penelitian
klinis terbaru menunjukkan bahwa konsumsi suplemen asam lemak omega-3
dapat memperlambat laju penurunan fungsi kognitif penderita alzheimer ringan.
o Gejala dan tingkat keparahan penyakit:
42
� Pada taraf ringan gejalanya dapat berupa: lupa dimana menyimpan kunci,
lupa mengambil uang kembalian, lupa mau membeli apa di toko, lupa
nomor telepon atau tidak ingat mana obat yang setiap hari biasa dimakan.
� Pada tingkat menengah: penderita misalnya, lupa mencampurkan gula
dalam minuman, garam dalam masakan atau lupa bagaimana cara
mengaduk gula di dalam gelas.
� Pada tingkat yang parah, penderita sudah tidak mampu melakukan hal-hal
mendasar seperti mengurus diri sendiri, tidak lagi mengenali keadaan
sekitar rumahnya, tidak mengenali rekan-rekan atau anggota keluarga
terdekat.
� Penderita Alzheimer dapat menjadi agresif, cepat marah dan kehilangan
minat untuk berinteraksi atau hobi yang pernah diminatinya. Penderita
tingkat menengah atau parah dapat menunjukkan tingkah laku aneh,
seperti
menjerit, terpekik atau mengikuti orang ke mana saja, bahkan walau orang
tersebut ke WC.
� Selain itu, penderita dapat juga mengalami semacam halusinasi seperti
mendengar suara atau bisikan halus, atau
melihat bayangan menakutkan. Penderita juga kadangkala berjalan
mondar mandir tanpa tujuan dan pola tidur mereka juga berubah.
Penderita biasanya akan lebih banyak tidur di siang hari dan terus terjaga
pada malam hari. Keadaan tersebut secara tidak langsung memberi
tekanan mental kepada perawat atau anggota keluarga yang harus waspada
menjaga penderita selama ’36 jam’ sehari.
� Kebanyakan penderita Alzheimer meninggal dunia akibat radang paru-
paru atau pneumonia karena mereka tidak dapat melakukan berbagai
aktivitas fisik lainnya. Yang menyedihkan, adalah bahwa orang yang sakit
itu sendiri tidak memahami apa yang terjadi pada diri mereka dan
memerlukan bantuan orang lain. Berita buruknya penyakit Alzheimer ini,
tidak dapat disembuhkan. Tetapi, gejalanya masih dapat dikendalikan
dengan obat-obatan. Obat-obatan yang diberi pada tingkat awal, dapat
43
membantu ingatan penderita seperti fungsi kognitif, aktivitas dan tingkah
laku sehari2.
o Prevalensi
� Sekitar tahun 1950-an diperkirakan sekitar 2,5 juta warga dunia menderita
penyakit ini. Pada tahun 2003 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
memperkirakan lebih dari satu milyar orang yang berusia di atas
60 tahun atau 10 persen penduduk dunia menderita Alzheimer.
Peningkatan jumlah penderita Alzheimer berkaitan dengan meningkatnya
jumlah warga dunia yang berusia lanjut, dan semakin panjangnya usia atau
masa hidup warga dunia. Usia hidup perempuan meningkat hingga
mencapai usia 80 tahun dan laki-laki mencapai usia 75 tahun. Selain itu,
faktor pemeliharaan kesehatan yang semakin baik dan menurunnya tingkat
kelahiran.
o Orang yang berisiko menderita Alzheimer:
* Penderita hipertensi dengan usia di atas 40 tahun
* Penderita diabetes
* Kurang berolahraga
* Kadar kolesterol yang tinggi
* Faktor keturunan – memiliki keluarga yang menderita Alzheimer pada usia 50-
an.
Terapi Farmako
Sampai saat ini baru Lesitin yg dapat memberikan efek bermakna, meskipun efek
Lesitin bersifat sementara.
PSIKOSIS
1. SCHIZOPHRENIA
Definisi
Suatu deskripsi sindrom dengan bervariasi penyebab (banyak belum diketahui) dan
perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas serta sejumlah
44
akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan
persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap tepelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.
Etiologi
Teori tentang etiologi skizofrenia yang saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut:
1. Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada beberapa faktor genetik yang turut menentukan
timbulnya skizofrnia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-
keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-nak kembar satu telur. Angka kesakitan
bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak-anak yang
memiliki salah satu orang tuanya yang me nderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua
telur (heterizigot) 2-15%; bagi kembar satu telur (onozigot) 61-86%.
Tapi pengaruh genetic tidak sederhana seperti hokum mendel. Diperkirakan
bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia (bukan juga
penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif.potensi itu mungkin kuat, mungkin juga
lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi
manifestasi skizofrenia aytau tidak (mirip hal geneik pada diabetes mellitus)
2. Neurokimia
Hipotesis domain menyatakan bahwa skizofreia disebabkan oleh overaktivitas
pada jaras domain mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa amfetamin, yang
kerjanya meningkatkan pelepasan domain, dapat menginduksikan psikosis yang mirip
dngan skizofrenia; dan obat antiseptic (terutama antiseptic generasi pertama atau
antiseptic tipikal/klasik) bekerja dengan menggeblok reseptor domain, terutama reseptor
D2. Keterlibatan neurotransmitter lain seperti serotonin, noradrenalin, GABA dan
glutamate, serta neuropeptida lain masih terus diteliti oleh para ahli.
3. Hipotesis Perkembangan Syaraf (Neuredovelopmental Hypothesis)
Adalah studi autopsy dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas
struktur dan morfologi otak penderita skizofrenia, antara lain berupa berat otak yang rata-
45
rata lebih kecil 6% dari pada otak normal dan ukuran anterior-posterior 4% lebih pendek;
pembesaran ventrikel otak yang nonspesifik; gangguan metabiolisme di daerah frontal
dan temporal; dan kelainan susunan seluler pada struktur saraf di beberapa daerak kortex
dan subkortex tanpa adanya gliosis yang menandakan kelainan tersebut terjadi pada saat
perkembangan. Studi neuropsikologis mengungkapkan deficit si bidang atensi emilihan
konseptual ,fungsi ksekutif dan memori pada penderita skizofrenia.
Semua bkti tersebut melahirkan hipotesis bahwa perubahan patofisiologis
gangguan ini terjai pada awal kehidupan, mungkin sekali akibat pengaruh genetic, dan
kemudian dimodifikasi oleh factor-faktor maturasi dan lingkungan.
Gejala
Gejala psikotik ditandai oleh abnormalitas dalam bentuk dan isi pikiran, persepsi dan
emosi serta perilaku. Berikut ini beberapa gejala yang dapat iamati pada skizofrenia :
1. Penampilan dan Perilaku umum
Tidak ada penampilan atau perilaku yang khas skizofrenia. Beberapa bahkan dapat
berpnampilan “normal”. Mungkin mereka tempak berpreokupasi terhadap kesehatan,
penampilan badan, agama atau minatnya.
Pasien dengan skizofrenia kronis cenderung menelantarkan penampilannya. Kerapian dan
hygiene pribadi juga terabaikan. Mereka juga cenderung menarik diri secara social.
2. Gangguan Pembicaraan
Pada skizrofenia ini gangguan memang terjadi pada proses pkiran yang terganggu
terutama adalah asosiasi. Asosiasi longgar berarti tidak adanya hubunga antaride. Kalimatnya
tidak saling berhubungan. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah
dikemukakan ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, misalnya maksudnya “tani” tetapi
dikatakan “sawah”. Bentuk yang paling parah adalah inkoherensi.
Tidak jarang juga digunakan ati simbolik, seperti dikatakan “merah “ bila dimaksudkan
berani atau “… dulu waktu matahari, jah memang matahari, lalu saya lari…”. Semua ini
menyatakan bahwa pikirannya pada skizofrenia sukar atau tidak dapa diikuti dan dimengerti.
• Neologisme :
Kadang-kadang pasien dengan skizofrenia membentuk kata baru untuk
menyatakan arti yang hanya dipahami oleh dirinya sendiri.
46
• Mutisme :
Sekarang tampak pada pasien skizofrenia katatonik. Kadang-kadang pikirannya
seakan-akan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan blocking,
biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa
hari.
3. Gangguan Perilaku
Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala katatonik yang
dapat berupa stuor atau gaduh gelisah (excitement). Pasien dengan stupor tidak bergerak,
tidak berbicara dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya sadar. Sedangkan pasien
dengan katatonik gaduh-gelisah menunjukkan aktivitas motorik yang tidak terkensali. Kedua
keadaan ini kadang-kadang terjadi bergantian. Pada stupor katatonik juga bisa didapati
fleksibiitas serea dan katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi badan dipertahankan
untuk waktu yang lama. Fleksibelitas area bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu
tahanan seperti pada lili atau malam dan posisi itu dipertahankan agak lama.
Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan manarisme. Berulang-ulang melakukan
suatugerakan aatau menampilkan sikap badan tertentu disebut stereotipia misalnya menarik-
narik rambutnya, atau tiap kali bila mau menyuap nasi mengetuk piring dulu beberapa kali.
Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan
dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulang. Hal ini juga terdapat pada gangguan
otak organic. Menerisme adalah stereotpi terutama pada skizofrenia, yang dapat dilihat
dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan.
• Negativise :
Menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh.
• Otomatisme komando (command automatism) :
Sebetulnya merupakaan lawan dari negativism: semua perintah dituruti secara
otoatis, bagaimana ganjilpun. Termaksud dalam gangguan ini adalah echolalia
(penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekhopraxia (penderita
eniru perbuatan atau perilaku orang lain).
4. Gangguan Afek
47
Kadangkalan respons emosi ( emotional blunting), misalnya penderita menjadi acuh-tak
acuh terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan
masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Juga sering didapati anhedonia.
• Parathimi :
Apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gebira, pada penderita
timbula rasa sedih atau marah.
• Paramimi :
Penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan
paramimi bersama-sama dinamakan incongruity of effect dalam bahasa inggris dan
inadequaat dalam bahasa Belanda.
Kadang-kadang emosi dan efek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, misalnya
sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya selalu tertawa.
Semua ini merupakan ganggaun afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek
dan emosi lain adalah :
- Emosi yang berebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita sedang
bersandiwara.
Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk mengadakan
hunbungan emosi yang baik (emotional rapport). Kerena itu sering kita sering tidak dapat
erasakan perasaan penderita.
Karena terpecah-belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin timbul
bersama-sama, misalnya mencintai dan membenci satu orang yang sama; atau menangis dan
tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi afectif.
• Sensifitas emosi :
Penderita skizofrenia sering menunjukkan hipersensivitas terhadap penolakan,
bahwa sebelum mnerita sakit.sering hal ini menimbulkan isolasi social untuk
enghindari penolakan.
5. Gangguan Persepsi
• Halusinasi:
48
Pada skizofrnia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan suatu gejala yang hamper tidak diumpai pada keadaan lain. Paling sering
pada skizofrenia adalah halusinansi pendengaran (auditorik atau akustik) adalah
bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Halusinasi penciuman
(alfatorik), halusinasi pengecapan (gustatorik) atau halusinasi rabaan (taktil) jarang
dijumpai. Misalnya penderita mencium kembang ke manapun ia pergi, atau ada yang
menyinarinya dengan alat rahasia, atau ia merasa ada racun di dalam makanannya.
Halusinasi penglihatan (optic) agak jarang pada skizofrenia, lebih sering pada
psikosis akut yang berhubungan dengan sindrom otak organic. Bila terdapat, maka
bisanya pada stadium permulaan, misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna
atau muka orang yang menakutkan.
6. Gangguan Pikiran
• Waham:
Pada skizofrenia waha sering tidak logis sama sekali dan sangat bizar. Penderita
tidak menginsafi hal ini dan baginya wahamnya erupakan fakta yang tidak dapat
diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mrngubah sikapnya yang bertentangan,
misalnya penderita berwaha bahwaia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya
dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer-Gross membagi waham
menjadi 2 kelompok; yaitu waham primer dan waham sekunder. Mungkin juga
terdapat waham sistematis. Ada juga tafsiran yang bersifat waham (delusional
interpretations)
Waham primer timur secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar.
Menurut Mayer-Gross hal ini hamper patognomik buat skizofrenia. Misalnya waham bahwa
istrnya sedang serong sebab ia melihah seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau
seorang penderita berkata “dunia akan kiamat” sebab ia melihat seekor anjing mengangkat
kaki terhadap sebatang pohon untuk mencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengaranny: dapat diikuti dan merupakan cara bagi
penderita untuk enerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Eaham dinamakan menutut isinya:
waham kebesaran atau expnsif, waham nihilistic, waha kejaran, waham sindiran dosa, dan
sebagainya.
49
Waham primer agak jarang terjadi dan lebih sulit ditentukan dengan pasti. Waham
kejaran(persecutory delusion) sering didapatkan tetapi tidak spesiik untuk skizofrenia.
Waham refrensi dan waham kendali serta waha pikiran sisipan atau pikiransiaran lebih jarang
tetapi mempunyai arti diagnostic yang lebih besar untuk skizofrenia.
JENIS-JENIS SKIZOFRENIA
Kraepelin membagi skizofenia menjadi beberapa jenis. Penderita digolongkan ke dalam
salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas golongan-
golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat diganti-ganti atau mugkin seorang penderita tidak
dapat digolongkan ke dalam salah sau jenis.
Pembagiannya adalah sebagai berikut:
1. Skizofrenia Paranoid
• Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
• Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi
tawa.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling
khas.
• Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien
yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang
dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih
besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan
50
regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya
dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah.
Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-
kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan
mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara
15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah: gangguan proses berpikir, gangguan kemauan
dan adanya depersonaliasi atau double personaly. Gangguan psikomotor seperti manneris,
neologisme atau perkiraan kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia hebrefenik.
Waham dan halusinasi banyak sekali.
3. Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering
didahului eleh stress emisional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik atau stupor
katatonik.
Stupor katatonik: pederita tidak sama sekali memperlihatkan kepeduliannya pada
lingkungannya. Emosinya sangat dangkal. Gejala yang penting adalah gejala psikomotor
seperti:
- Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup
- Muka tanpa mimic, seperti topeng
- Supor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari atau
bahkan sampai beberapa bulan.
- Bila digani posisinya penderita menentang: negativism
- Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul di dalam ulut dan meleleh
keluar, air seni dan feses ditahan
- Terdapat grimas dan katalepsi
Gaduh gelisah katonik: terdapat hiperakivitas motorik, tetapi tidak disertai dengan emosi
yang semestinya tidak dipengarui oleh rangsangan dari luar.
Penderta terus berbicara atau bergerak saja. Ia menujukkan stereotipi, manerisme, gerimas
dan neologisme. Ia tidak dapat tidur, tidak dapat makan dan tidak minum sehingga mungkin
51
terjadi dehidrasi atau kalops dan kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan
terlebih bila terdapat penyakit badaniah: jantung, paru dan sebagainya).
4. Skizofrenia Spesifik
Sering timbul pertama kali pada masa pebertas. Gejala utama pada jenis simplex adalah
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukar
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang ditemukan. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan
sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau
mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau
pelajaran dan akhirnya menjadi penganggur.
5. Skizofrenia Tak Terinci
Sikzofrenia tak terinci adalah suatu skizofrenia yang tak memenuhi kriteria diagnosis dari
skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik, residual, simplex, dan residual.
6. Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex adalah
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukat
ditemukan. Waham dan halusinasinya jarang sekali terlihat. Jenis ini timbulnya perlahan-
lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mungkin kurang memperhatikan
keluarganyaatau mulai menaik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam
pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi penggur. Bila tidak ada orang yang
menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur atau pencahat.
2. PUERPERAL PSIKOTIK
Adalah salah satu contoh dari psikosis tidak spesifik (not otherwise specified). Sindrom
ini mempunyai ciri-ciri terdapat depresi ibu, delusi, dan pikiran untuk menyakiti diri sendiri
maupun bayinya. Ide untuk bunuh diri maupun membunuh bayinya harus diamati walaupun
hal tersebut jarang terjadi. Data yang ada menduga adanya hubungan antara psikosis
postpartum dengan gangguan mood, gangguan bipolar parsial dan gangguan depresi mayor.
Insiden dari psikosis post partum sebanyak 1 sampai 2 per 1000 kelahiran. Dan 50
sampai 60% menyerang wanita yang melahirkan anak pertama, dan 50 persen kasus meliputi
kelahiran dengan komplikasi perinatal non psikiatrik.
52
Gejala dari psikosis postpartum biasanya dimulai sejak kelahiran. Tetapi rata-rata gejala
muncul mulai dari minggu ke-2 sampai 3 dan hampir selalu pada minggu ke 8 dari kelahiran.
Pasien mulai dengan komplain kelelahan, insomnia, dan tidak dapat beristirahat dan mereka bisa
mengalami episode menangis terus dan emosi yang labil. Terakhir muncul gejala berupa
kecurigaan, bingung, bicara yang ngawur, pendapat yang irasional dan perhatian obesesif tentang
kesehatan bayi. Delusi yang muncul bisa berupa pikiran bahwa bayi yang dimiliknya telah mati.
Awal dari gejala psikotik yang sempurna biasanya didahului oleh tanda-tanda prodormal
seperti insomnia, tidak bisa istirahat, agitasi, mood yang labil dan defisit kognitif ringan. Satu
kali saja gejala psikosis tersebut muncul maka pasien bisa membahayakan dirinya sendiri dan
bayinya, dan tergantung dengan isi dari wahamnya dan derajat agitasinya. Pada sebuah
penelitian, 5% pasien memutuskan bunuh diri dan 4% memutuskan membunuh bayinya.
Klinisi juga harus memikirkan dari kemungkinan dari sebab klinis yang dapat
menimbulkan gangguan seperti hipotiroidisme dan chusing syndrome. Zat-zat yang dapat
menginduksi juga dapat berupa penggunaan medikasi rasa sakit seperti pentazocine atau
penggunaan antihipertensive drugs selama kehamilan. Beberapa penyebab potensial dapat
berupa infeksi, toxemia dan neoplasma.
Psikosis post partum merupakan kegawatdaruratan psikiatri, pilihan pengobatan berupa
antipsikotik dan lithium, dan sering di kombinasi dengan anti depresan. Apabila sedang
menyusui tidak seharusnya diresepkan dengan obat-obatan. Apabila pasien dalam keadaan akan
bunuh diri, maka diperlukan transfer ke unit psikiatri.
Ibu biasanya terbantu dengan mempertemukannnya dengan bayinya apabila jika ia sangat
menginginkannya, tetapi harus dalam pengawasan yang ketat terutama pada ibu dengan
preokupasi menyakiti bayinya. Psikoterapi diindikasikan setelah periode dari psikosis akutnya
dan terapi biasanya dirancang untuk membantu ibu menerima kenyataan dan membuatnya
merasa nyaman dengan perannya sebagai seorang ibu. Perubahaan dalam lingkungan juga
diindikasikan dalam bentuk dukungan dari seorang suami. Banyak studi melaporkan tingginya
tingkat kesembuhan dari sakit yang akut.
3. GANGGUAN PSIKOTIK AKUT
Kriteria Diagnostik Gangguan Psikotik Akut
- Minimal ada 1 dari kategori dibawah:
a. delusi/ waham
53
b. halusinasi
c. bicara yang tidak terkoordinasi
d. tingkah laku katatonik
- Durasi gejala berlangsung selama 1 hari – 1 bulan
- Gangguan bukan disebabkan oleh gangguan mood yang berkaitan dengan gejala psikotik,
penyalahgunaan zat, gangguan schizoaffective, schizophrenia, dan kondisi medis yang
lain
Gejala Klinis Gangguan Psikotik Akut
- Perubahan emosi dan bingung
- Suasana hati labil
- Timbulnya gejala biasanya tiba-tiba dan berangsur- angsur berkurang seperti awal kembali
“polimorfik” � beraneka ragam dan berubah cepat
- Deficit konsentrasi
- Gejala psikotik biasanya terjadi di awal (beberapa hari )
Epidemiologi
- Gangguan ini jarang terjadi, dan bisanya mengenai usia muda( akhir umur 20 tahun atau
awal 30 tahun )
- Pasien dengan gangguan kepribadian memiliki resiko tinggi
Klasifikasi
- Gangguan Psikotik Akut dengan Stressor yang terindentifikasi
Gangguan terjadi karena stressor yang dapat diidentifikasi (missal: kematian orang yang
disayangi)
- Gangguan Psikotik Akut Tanpa Stressor yang Terindentifikasi
Gangguan terjadi karena stressor, namun tidak dapat diketahui stressor yang mana
- Gangggun Psikotik Akut dengan onset Post partum
Gangguan terjadi dalam kurun waktu 4 minggu setelah melahirkan
Differensial Diagnosis
- Gangguan psikotik karena zat tertentu
54
- Gangguan psikotik karena kondisi medis
- Gangguan schizopheniform
- Gangguan mood dengan gejala psikotik
Penatalaksaan
- Dirawat di rumah sakit, terutama untuk pasien yang disertai usaha bunuh diri
- Farmako:
Neuroleptik/ antipsikosis
Risperidone (risperdal) 2-4mg/hari
Anti anxietas
Lorazepam 1-2 mg/4-6 jam
- Psikoterapi
Syarat: gejala psikosis sudah tidak ada.
4. DELUSIONAL DISORDERS
• Sebelumnya disebut paranoid disorder,suatu jenis penyakit mental serius “psikosis” dimana
seseorang tidak dapat menyatakan apa yang nyata dari apa yang dibayangkan.
• Gejala utama:delusi, keyakinan yang tak tergoyahkan dalam sesuatu yang tidak benar.
• Delusion logis, menyangkut sensasi yang terjadi di kehidupan nyata, seperti diikuti,
diracuni,di infeksi,dicintai oleh orang yang dekat,memiliki penyakit serius�min 1 bln.
• Delusi biasanya akibat salah tafsir persepsi/pengalaman namun dalam kenyataan situasi
dibesar-besarkan atau tidak benar.
• Fungsinya tidak rusak secara nyata dan tingkah lakunya tidak aneh.
• Gangguan ini tidak disebabkan secara langsung oleh general medication condition
Penyebab dan Psikodinamika
Penyebab belum diketahui pasti.
Beberapa teori yang berusaha menjelaskan terjadinya:
1. Teori Psikogenik Sigmund Freud: timbul karena digunakannya mekanisme pembelaan ego
jenis proyeksi, denial, dan reaction formation.
55
2. Teori Sosiologik Cammeron: akibat tujuh situasi lingkungan yang mendorong timbulnya
gangguan, yaitu iri hati, cemburu, curiga, terisolasi, kurang dihargai, situasi sadis dan situasi
baru.
Specific type
1. Erotomanic:
Seseorang dengan gangguan delusi percaya bahwa orang lain, sering orang
penting&terkenal,jatuh cinta dengan nya. Penderita mungkin berusaha untuk menghubungi
obyek khayalan dan melakukan perilaku menguntit tidak biasa.
2. Grandiose:
Seseorang dengan tipe ini memiliki gangguan delusi, berlebihan melambungkan harga
diri,kekuasaan,pengetahuan,atau identitas. penderita mungkin percaya ia memiliki bakat
besar/telah membuat penemuan penting.
3. Jealous:
Percaya bahwa mitra seksual atau pasangan nya tidak bisa dipercaya atau tidak setia.
a) Conjugal Paranoia � waham ketidaksetiaan
b) Othello syndrome � waham cemburu terhadap pasangan
4. Persecutory type:
Percaya bahwa mereka/seseorang yang dekat dengan merka sedang dianiyaya atau bahwa
seseorang memata-matai atau berencana untuk menyakiti mereka.
5. Somatic:
Percaya bahwa ia memiliki cacat fisik atau masalah medis.
6. Campuran:
Memiliki 2 atau lebih dari jenis delusi diatas.
7. Undifferentiated:
Gejala dominan tidak dapat digolongkan atau digambarkan pada specific type
Terapi:
• Psikoterapi individu
• Terapi perilaku kognitif
• Terapi keluarga
56
• Neuroleptic
• Atypical anti-psikotik
• Anti depressant.
Schizotipal
DEFINISI
Penderita gangguan ini sama seperti penderita kepribadian skizoid, secara sosial dan
emosi memisahkan diri. Ditambah, mereka berkomunikasi, merasa, dan berpikir yang aneh.
Sementara itu keanehan tersebut mirip dengan penderita skizoprenia, dan kadang-kadang
kepribadian ini ditemukan pada penderita skizoprenia. Sebelum mereka sakit. Beberapa
penderita menunjukkan tanda berupa pemikiran magis- berkeyakinan bahwa aksi tertentu dapat
mengontrol sesuatu yang jelas-jelas tidak ada hubungannya. Sebagai contoh, penderita mungkin
percaya bahwa nasib jelek akan benar-benar terjadi jika mereka berjalan di bawah tangga atau
dia dapat menyebabkan bahaya bagi orang lain dengan berpikir untuk marah. Penderita
gangguan ini mungkin juga memiliki pemikiran paranoid.
DIAGNOSA
Untuk diagnosis, tiga atau empat gejala khas berikut ini harus sudah ada, secara terus
menerus atau secara episodic, sedikitnya untuk 2 tahun lamanya :
� Afek yang tidak wajar atau yang menyempit / “constricted” (individu tampak dingin dan
acuh tak acuh)
� Perilaku atau penampilan yang aneh, eksentrik atau ganjil
� Hubungan social yang buruk dengan orang lain dan tendensi menarik diri dari pergaulan
social
� Kepercayaan yang aneh atau bersifat magik yang mempengaruhi perilaku dan tidak serasi
dengan norma-norma budaya setempat
� Kecurigaan atau ide-ide paranoid
� Pikiran obsesif berulang-ulang yang tak terkendali, sering dengan isi yang bersifat
“dysmorphophobic” (keyakinan tentang bentuk tubuh yang tidak normal / buruk dan tidak
terlihat secara objectif oleh orang lain), seksual atau agresif
57
� Persepsi-persepsi pancaindera yang tidak lazim termasuk mengenai tubuh (somatosensory)
atau ilusi-ilusi lain, depersonalisasi atau derealisasi
� Pikiran yang bersifat samar-samar (vague), berputar-putar (circumstansial), penuh kiasan
(metaphorical), sangat terinci dan ruwet (overelaborate), atau stereotipik, yang
bermanifestasi dalam pembicaraan yang aneh atau cara lain, tanpa inkoherensi yang jelas
dan nyata
� Sewaktu-waktu ada episode menyerupai keadaan psikotik yang bersifat sementara dengan
ilusi, halusinasi auditorik atau yang lainnya yang bertubi-tubi, dan gagasan yang mirip
waham, biasanya terjadi tanpa provokasi dari luar.
Individu harus tidak pernah memenuhi kriteria skizophrenia dalam stadium manapun.
Suatu riwayat skizophrenia pada salah seorang anggota keluarga terdekat memberikan
bobot tambahan untuk diagnosis ini, tetapi bukan merupakan suatu prasyarat.
GANGGUAN MOOD
(1) Bipolar
Definisi
Gangguan bipolar atau Manic-Depressive Illness (MDI) merupakan salah
satu gangguan jiwa tersering yang berat dan persisten. Gangguan bipolar ditandai
oleh suatu periode depresi yang dalam dan lama, serta dapat berubah menjadi
suatu periode yang meningkat secara cepat dan/atau dapat menimbulkan amarah
yang dikenal sebagai mania.
Gejala-gejala mania meliputi kurangnya tidur, nada suara tinggi,
peningkatan libido, perilaku yang cenderung kacau tanpa mempertimbangkan
konsekuensinya, dan gangguan pikiran berat yang mungkin/tidak termasuk
psikosis. Di antara kedua periode tersebut, penderita gangguan bipolar memasuki
periode yang baik dan dapat hidup secara produktif.
Gangguan bipolar merupakan suatu gangguan yang lama dan jangka
panjang. Gangguan bipolar mendasari satu spektrum kutub dari gangguan
mood/suasana perasaan meliputi Bipolar I (BP I), Bipolar II (BP II), Siklotimia
(periode manic dan depresif yang bergantian/naik-turun), dan depresi yang hebat.
58
Epidemiologi
Di dunia, tingkat prevalensi gangguan bipolar sebagai gangguan yang
lama dan menetap sebesar 0,3 – 1,5 %. Di Amerika Serikat, tingkat prevalensi ini
dapat mencapai 1 – 1,6 %, dimana dua jenis gangguan bipolar ini berbeda pada
populasi dewasa, yaitu sekitar 0,8 % populasi mengalami BP I dan 0,5 % populasi
mengalami BP II. Morbiditas dan Mortalitas dari gangguan bipolar sangat
signifikan. Banyaknya angka kehilangan pekerjaan, kerugian yang ditimbulkan
sebagai akibat dari gangguan tingkat produktivitas yang disebabkan gangguan ini
di Amerika serikat sepanjang periode awal tahun 1990an diperkirakan sebesar
15,5 miliar dolar Amerika. Perkiraan lainnya, sekitar 25 – 50 % individu dengan
gangguan bipolar melakukan percobaan bunuh diri dan 11 % benar-benar tewas
karena bunuh diri.
Etiologi
Etiologi dari gangguan bipolar memang belum dapat diketahui secara pasti, dan
tidak ada penanda biologis (biological marker) yang objektif yang berhubungan
secara pasti dengan keadaan penyakit ini.
Faktor Resiko
• Ras :
Tidak ada kelompok ras tertentu yang memiliki predileksi kecenderungan
terjadinya gangguan ini. Namun, berdasarkan sejarah kejadian yang ada, para
klinisi menyatakan bahwa kecenderungan tersering dari gangguan ini terjadi pada
populasi Afrika-Amerika.
• Jenis Kelamin :
Angka kejadian dari BP I, sama pada kedua jenis kelamin, namun rapid-
cycling bipolar disorder (gangguan bipolar dengan 4 atau lebih episode dalam
setahun) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Insiden BP II lebih
tinggi pada wanita daripada pria.
59
• Usia
Usia individu yang mengalami gangguan bipolar ini bervariasi cukup
besar. Rentang usia dari keduanya, BP I dan BP II adalah antara anak-anak hingga
50 tahun, dengan perkiraan rata-rata usia 21 tahun. Kasus ini terbanyak pada usia
15 – 19 tahun, dan rentang usia terbanyak kedua adalah pada usia 20 – 24 tahun.
Sebagian penderita yang didiagnosa dengan depresi hebat berulang mungkin saja
juga mengalami gangguan bipolar dan baru berkembang mengalami episode
manic yang pertama saat usia mereka lebih dari 50 tahun.
Mereka mungkin memiliki riwayat keluarga yang juga menderita gangguan
bipolar. Sebagian besar penderita dengan onset manic pada usia lebih dari 50
tahun harus dilakukan penelusuran terhadap adanya gangguan neurologis seperti
penyakit serebrovaskular. Gangguan bipolar juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor, meliputi genetik, biokimiawi, psikodinamik dan lingkungan.
• Genetik
Gangguan bipolar, terutama BP I, memiliki komponen genetik utama.
Bukti yang mengindikasikan adanya peran dari faktor genetik dari gangguan
bipolar terdapat beberapa bentuk, antara lain :
1. Hubungan keluarga inti dengan orang yang menderita BP I diperkirakan 7 kali
lebih sering mengalami BP I dibandingkan populasi umum. Perlu digaris-
bawahi, keturunan dari orang tua yang menderita gangguan bipolar memiliki
kemungkinan 50 % menderita gangguan psikiatrik lain.
Penelitian pada orang yang kembar menunjukkan hubungan 33 – 90 %
menderita BP I dari saudara kembar yang identik.
Penelitian pada keluarga adopsi, membuktikan bahwa lingkungan umum
bukanlah satu-satunya faktor yang membuat gangguan bipolar terjadi dalam
keluarga. Anak dengan hubungan biologis pada orang tua yang menderita BP I
atau gangguan depresif hebat memiliki resiko yang lebih tinggi dari
perkembangan gangguan afektif, bahkan meskipun mereka bertempat tinggal dan
dibesarkan oleh orang tua yang mengadopsi dan tidak menderita gangguan.
Cardno dan kawan-kawan di London menunjukkan bahwa skizofrenia,
skizoafektif, dan sindrom manic berbagi faktor resiko genetik dan genetik yang
60
bertanggung jawab terhadap gangguan skizoafektif seluruhnya secara umum juga
terdapat pada dua sindrom yang lain tadi. Penemuan ini menimbulkan dugaan
suatu genetik tersendiri bertanggungjawab pada psikosis berbagi dengan
gangguan mood dan skizofrenia. Tsuang dan kawan-kawan mengindikasikan
adanya kontribusi genetik pada MDI dengan gambaran psikotik, serta
menunjukkan adanya hubungan antara skizofrenia dan gangguan bipolar.
Studi tentang ekspresi gen juga menunjukkan orang dengan gangguan
bipolar, depresif berat, dan skizofrenia mengalami penurunan yang sama dalam
ekspresi dari gen hubungan oligodendrosit-myelin dan abnormalitas substansia
nigra pada bermacam daerah otak.
2. Biokimiawi
Multipel jalur biokimiawi mungkin berperan pada gangguan bipolar, hal
ini yang menyebabkan sulitnya mendeteksi suatu abnormalitas tertentu.
Beberapa neurotransmitter berhubungan dengan gangguan ini, sebagian besar
didasrkan pada respon pasien terhadap agen-agen psikoaktif.
3. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara glutamat dengan
gangguan bipolar dan depresi berat. Studi postmortem dari lobus frontal
dengan kedua gangguan menunjukkan peningkatan level glutamat.
4. Obat tekanan darah reserpin, yang menghabiskan/mendeplesikan katekolamin
pada saraf terminal telah tercatat menyebabkan depresi. Ini berpedoman pada
hipotesis katekolamin yang berpegang pada peningkatan epinefrin dan
norepinefrin menyebabkan manic dan penurunan epinefrin dan norepinefrin
menyebabkan depresi.
5. Obat-obatan seperti kokain, yang juga bekerja pada sistem neurotransmitter
ini mengeksaserbasi terjadinya manic. Agen lain yang dapat mengeksaserbasi
manic termasuk L-dopa, yang menginhibisi reuptake dopamin dan serotonin.
6. Gangguan dan ketidakseimbangan hormonal dari aksis hipotalamus-pituitari-
adrenal, menggangu homeostasis dan menimbulkan respon stres yang juga
berperan pada gambaran klinis gangguan bipolar.
7. Antidepresan trisiklik dapat memicu terjadinya manic.
8. Psikodinamik
61
Banyak praktisi melihat dinamika MDI sebagai suatu hal yang
berhubungan melalui suatu jalur.
Mereka melihat depresi sebagai manifestasi dari suatu kehilangan,
contohnya hilangnya pegertian terhadap diri dan adanya perasaan harga diri
rendah. Oleh karena itu, manik timbul sebagai mekanisme defens dalam melawan
rasa depresi (Melanie Klein)
9. Lingkungan
Pada beberapa kejadian, suatu siklus hidup mungkin berkaitan langsung
dengan stres eksternal atau tekanan eksternal yang dapat memperburuk
berulangnya gangguan pada beberapa kasus yang memang sudah memiliki
predisposisi genetik atau biokimiawi.
Kehamilan merupakan stres tertentu bagi wanita dengan riwayat MDI dan
meningkatkan kemungkinan psikosis postpartum. Contoh lain, oleh karena sifat
pekerjaan, beberapa orang memiliki periode permintaan yang tinggi diikuti
periode kebutuhan yang sedikit. Hal ini didapati pada seorang petani, dimana ia
akan sangat sibuk pada musim semi, panas, dan gugur, namun selama musim
dingin akan relatif inaktif kecuali membersihkan salju, sehingga ia akan tampak
manic pada hampir sepanjang tahun dan tenang selama musim dingin. Hal ini
menunjukkan lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap keadaan psikiatri
seseorang.
Klasifikasi
Bipolar I : ditandai dengan terjadinya satu atau lebih episode manik
atauepisode campuran, dan biasanya diikuti dengan episode depresi
mayorumumnya cukup parah dan perlu perawatan di rumah sakit.
Bipolar II : dikarakterisir oleh satu atau lebih episode depresi mayor
dandiikuti sedikitnya satu episode hipomanik.
Siklotimik : ditandai dengan adanya sejumlah episodehipomanik atau gejala
depresi, tetapi gejala itu belum termasuk dalam kriteria manik atau depresi
mayormasih ringan tetapi mungkin bisa berkembang menjadi bipolar I atau II
pada 15-50% pasien.
Diagnosis
62
• Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik
Diagnosis pasti :
- Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomania, manic,
depresi atau campuran) di masa lampau
• Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
Diagnosis pasti :
- Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk mania tanpa gejala
psikotik
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomania, manic,
depresif, atau campuran) di masa lampau
• Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala Psikotik
Diagnosis pasti :
- Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk mania dengan gejala
psikotik
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomania, manic,
depresif, atau campuran) di masa lampau
• Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
Diagnosis pasti :
- Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk episode depresi ringan
atau sedang
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomania, manic,
depresif, atau campuran) di masa lampau
• Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Tanpa Gejala Psikotik
Diagnosis pasti :
- Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk episode depresi berat
tanpa gejala psikotik
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomania, manic,
depresif, atau campuran) di masa lampau
• Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Dengan Gejala
Psikotik
63
Diagnosis pasti :
- Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk episode depresi berat
dengan gejala psikotik
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomania, manic,
depresif, atau campuran) di masa lampau
• Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
Diagnosis pasti :
- Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manic, hipomania, dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari
episode penyakit yang sekarang dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomania, manic,
depresif, atau campuran) di masa lampau
• Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Dalam Remisi
Diagnosis pasti :
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan
terakhir, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomania, manic, depresif, atau campuran di masa lampau dan ditambah
sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomania, manic, depresif, atau
campuran)
Pemeriksaan Fisik
Menggunakan Mental Status Examination (MSE) untuk mendiagnosis
adanya gangguan bipolar. Status mental penderita tergantung pada keadaan
depresi, hipomanic, manic, atau campuran, dengan variasi area MSE ditandai
sesuai dengan fase tertentu dari penderita.
Penampilan
Periode depresi : Orang yang menunjukkan suatu periode depresi mungkin
menunjukkan sedikit sampai tidak ada kontak mata. Pakaian mereka mungkin
tidak terawat, kotor, berlubang, kumal, serta tidak cocok dengan ukuran badan.
64
Bila seseorang kehilangan berat badan secara signifikan, ukuran pakaiannya tidak
akan cocok. Kebersihan diri tercermin dari mood mereka yang rendah, yang
ditunjukkan dengan badan yang kurus, tidak bercukur, dan tidak membersihkan
diri. Pada wanita, kuku jari tangannya mungkin terdapat lapisan warna yang
berbeda atau sebagian warna yang rusak pada kuku mereka, bahkan cenderung
kotor juga pada tangannya. Rambut mereka juga tidak terurus. Bila orang ini
bergerak, afek depresi jelas terlihat. Mereka bergerak dengan lambat dan sangat
sedikit yang menunjukkan retardasi psikomotor. Mereka juga berbicara dengan
suara yang pelan atau suara yang monoton.
Episode hipomanic : Penderita ini sangat sibuk dan aktif. Mereka memiliki energi
dan selalu kemana-mana. Mereka selalu berencana melakukan sesuatu, sebagian
mengalami perubahan tingakat energi dan suasana hati (Keck, 2003).
Episode manic : Pada banyak kasus, perilaku penderita dengan fase manic
menunjukkan perilaku yang berlawanan dengan penderita dengan fase depresi.
Penderita fase manic menunjukkan keadaan hiperaktif dan hipervigilasi. Mereka
kurang istirahat, bertenaga, aktif, serta berbicara dan bertindak cepat. Pakaian
mereka mencerminkan keadaan itu, dimana terlihat dikenakan dengan tergesa-
gesa dan kacau. Pakaian mereka biasanya terlalu terang, penuh warna, serta
mencolok. Mereka berdiri di keramaian dan menjadi menonjol karena pakaian
mereka yang sering menarik perhatian.
Afek/Suasana Hati
Episode depresi: Kesedihan mendominasi suasana hati seseorang dalam episode
depresi. Penderita merasa sedih, tertekan, kehilangan, kosong dan terisolasi. “2
Hs” sering menyertai suasana hati penderita, tanpa pengahrapan dan semua terasa
sia-sia.
Episode hipomanik: Suasana hati penderita meningkat, meluas dan peka.
Episode manik: Suasana hati penderita tampak menggembirakan, dan bahkan
berlebihan. Euphoria. Penderita sangat mudah marah.
Episode campuran: penderita menunjukkan gejala kedua episode (depresi dan
manic) dalam suatu periode singkat (1 minggu atau kurang).
PIKIRAN
65
Episode Depresi: Penderita mempunyai pemikiran yang mencerminkan kesedihan
mereka. Gagasan yang negatif, perhatian nihilistik, dan mereka mempunyai suatu
istilah bahwa “ mereka bagaikan gelas yang separuh kosong”. Pemikiran mereka
lebih berfokus tentang kematian dan tentang bunuh diri.
Episode Hipomanik: Penderita mempunyai pemikiran yang optimis, berpikir ke
depan dan mempunyai sikap yang positif.
Episode Manic: Penderita mempunyai pemikiran yang sangat opimis dan luas.
Percaya diri yang berlebihan. Mereka dapat dengan cepat membuat
pemikiran/gagasan. Mereka merasa pemikiran mereka sangat aktif dan aktif.
Episode Campuran: Penderita dapat berubah secara cepat antara depresi dan
euforia dan meraka juga mudah marah.
PERSEPSI
Episode Depresi: Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan
psikotik dan tanpa psikotik. Dengan psikotik, penderita mempunyai khayalan dan
halusinasi yang sesuai atau tidak dengan suasana hati. Penderita merasa telah
berdosa, bersalah, dan merasakan penyesalan yang snagat dalam.
Episode Hipomanik: Penderita tidak mengalami gangguan persepsi.
Episode Manic: 3 dari 4 penderita dalam tahap ini mengalami halusinasi.
Khayalan manic menunjukkan persepsi gengsi dan kemuliaan.
Episode Campuran: Penderita menunjukkan khayalan dan halusinasi yang
konsisten dengan depresi atau manic atau keduanya.
BUNUH DIRI
Episode Depresi: Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita
depresi. Mereka adalah individu yang mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh
diri.
Episode Hipomanik: Angka bunuh diri rendah.
Episode Manik: Angka bunuh diri rendah.
Episode Campuran: Pada tahap depresi pasien memiliki resiko untuk bunuh diri.
PEMBUNUHAN/KEKERASAN
66
Episode Depresi: Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti
dengan bunuh diri. Pada beberapa penderita depresi biasanya merasa dunia sudah
tidak berguna lagi untuknya dan untuk orang terdekatnya/orang lain.
Episode Hipomanic: Penderita menunjukkan sifat mudah marah dan agresif.
Mereka dapat menjadi tidak sabar terhadap orang lain.
Episode Manik: Penderita agresif. Mereka tidak memiliki sifat sabar atau toleransi
dengan orang lain tidak ada. Mereka dapat menjadi sangat menuntut, kasar, sangat
mudah marah. Pembunuhan terjadi jika penderita mempunyai suatu khayalan
terhadap kesenangan penderita.
Episode Campuran: Penderita dapat menjadi sangat agresif terutama dalam tahap
manic.
PENGERTIAN DIRI/INSIGHT
Episode Depresi: Depresi dapat mempengaruhi penilaian seseorang mengenai
dirinya sendiri. Penderita biasanya gagal dalam melakukan tindakan yang penting
sebab mereka sangat jatuh dan menurun dalam mengenali diri mereka sendiri.
Meraka memeiliki sedikit pengertian terhadap diri mereka sendiri.
Episode Hipomanik: Biasanya penderita memiliki penegrtian yang baik mengenai
diri mereka. Namun sangat luas. Mereka menilai diri mereka sangat produktif dan
teliti, bukan sebagai hipomanik.
Episode Manic: Dalam tahap ini pengertian diri/insight sangat lemah. Penderita
tidak mempunyai pengertian yang jelas mengenai kebutuhan, rencana dan
perilaku mereka.
Episode Campuran: Pergeseran/perubahan dalam afek dapat merusak pengertian
pasien tentang dirinya dan bertentangan dengan insight mereka.
KOGNITIF : Kemunduran/kelemahan dalam orientasi dan daya ingat sangat
jarang diamati pada pasien dengan gangguan afek bipolar kecuali mereka
psikotik. Mereka mengetahui waktu dan temapt mereka berada.mereka dapat
mengingat kejadian yang lampau dan terbaru. Pada beberapa kasus hipomanic dan
kadang hipomanic, kemampuan penderita untuk mengingat informasi dapat
sangat luas. Pada dpresi dan manic yang berat, penderita dapat mengalami
kesulutan dalam berkonsentrasi dan memusatkan perhatiannya.
67
Penatalaksanaan
1. Penentuan Kegawatdaruratan Penderita
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari
episodenya, seperti depresi atau manic, dan derajat keparahan fase tersebut.
Contoh, seseorang dengan depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh
diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang
dengan depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai pasien rawat
jalan.
2. Pengobatan pasien rawat inap :
indikasi seseorang dengan gangguan bipolar untuk dirawat inap adalah sebagai
berikut :
� Berbahaya untuk diri sendiri : Pasien yang terutama dengan episode depresif,
dapat terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan
bunuh diri yang serius dan ideasi spesifik dengan rencana menghilangkan
bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan.
Namun, bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit,
contohnya seorang penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko
kematian, sejalan dengan itu, penderita dengan manic yang ekstrim yang tidak
mau tidur atau makan mungkin mengalami kelelahan yang hebat.
� Berbahaya bagi orang lain : Penderita gangguan bipolar dapat mengancam
nyawa ornag lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang
berat meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana
untuk membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan
dunia.
� Ketidakmampuan total dari fungsi : Adakalanya depresi yang dialami terlalu
dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali,
meninggalkan orang seperti ini sendirian sanagt berbahaya dan tidak
menyembuhkannya.
68
� Tidak dapat diarahkan sama sekali : Hal ini benar-benar terjadi selama
episode manic. Dalam situasi ini, perilaku penderita sangat di luar batas,
mereka menghancurkan karir dan berbahaya bagi orang di sekitarnya.
� Kondisi medis yang harus dimonitor : Contohnya penderita gangguan jiwa
yang disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan medi, dimana obat
psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.
Rawat Inap Parsial atau Program Perawatan Sehari
� Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki
tingkat pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil.
� Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi
tidak berencana untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi
yang tinggi bila diberi banyak dukungan interpersonal, terutama sepanjang
hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari keluarga. Keluarga harus selalu
berada di rumah setiap malamdan harus peduli terhadap penderita. Rawat inap
parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali secara
langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang
berat, dan rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.
Pengobatan Rawat Jalan : Pengobatan Rawat Jalan Memiliki 4 Tujuan Utama.
� Pertama, lihat stresornya dan cari cara untuk menanganinya. Stres ini bisa
berasal dari keluarga atau pekerjaan, namun bila terakumulasi, mereka
mendorong penderita menjadi manic atau depresi. Hal ini merupakan bagian
dari psikoterapi.
� Kedua, memonitor dan mendukung pengobatan. Pengobatan membuat
perubahan yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan
mencegah efek samping. Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan
pengobatan mereka. Mereka mengetahui bahwa obat membantu dan
mencegah mereka untuk dirawat inap, namun mereka juga menyangkal
memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk mengarahkan perasaan
mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan pengobatan.
69
� Ketiga, membangun dan memelihara sekumpulan orang yang peduli. Hal ini
merupakan satu dari banyak alasan bagi para praktisi setuju dengan
ambivalensi penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu, kekuatan
sekumpulan orang yang peduli membantu mempertahnkan gejala penderita
dalam keadaan minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima di
masyarakat.
� Keempat, aspek yang melibatkan edukasi. Klinisi harus membantu edukasi
bagi penderita dan keluarga tentang penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan
waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu
kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi
penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa.
� Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan
oleh para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah
endokrin, infeksi, komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan
elektrolit.
Terapi
Tujuan terapi
• Mengurangi gejala bipolar
• Mencegah episode berikutnya
• Meningkatkan kepatuhan pasien pada pengobatan
• Menghindari stressor yang dapat memicu kejadian episode
• mengembalikan fungsi-fungsi kehidupan menjadi normal
TERAPI FARMAKOLOGI
• Menggunakan obat-obat mood stabilizer, contoh:
Lini pertama :Lithium, Valproat.
Lini kedua/alternatif: Carbamazepin, Gabapentin, lamotrigin,topiramat
(antikonsvulsan), nimodipin, verapamil (Ca bloker),olanzapin, risperidon
(antipsikotik atipikal).
70
• Sebenarnya pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar
yang dialami penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak,
seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur. Antipsikosis
atipikal meningkat penggunaannya untuk kedua hal yaitu manic akut dan
mood stabilization. Rentang yang luas dari antidepresan dan ECT digunakan
untuk episode depresi akut (contoh, depresi berat). Selanjutnya, suatu
medikasi lain dipilih untuk terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan.
• Pengalaman klinik menunjukkan bahwa bila diterapi dengan obat mood
stabilizer, penderita gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode
manic dan depresi. Medikasi ini bekerja menstabilkan mood penderita sesuai
namanya, juga menstabilakn manic dan depresi yang ekstrim. Antipsikosis
atipikal kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manic akut, bahkan
untuk mengobati beberapa kasus depresi bipolar untukmenstabilkan mood,
seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone, aripiprazole and olanzapine.
Berdasarkan konsensus yang sekarang, pengobatan yang paling efektif untuk
manic akut adalah kombinasi dari generasi kedua antipsikosis dan medikasi
mood stabilizing. Tabel berikut menunjukkan FDA-approved bipolar
treatment regimens.
TERAPI NON FARMAKOLOGI
• Konsultasi
Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai
bila penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan
medikasi.
• Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak
ada diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah
asupan garam, karena peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum
menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat
meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.
• Aktivitas
71
Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas
fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan
jadwal yang reguler meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun,
bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan peningkatan perspirasi dapat
meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas litium.
• Edukasi Penderita
Pengobatan penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi penderita awal dan
lanjutan. Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita,
namun juga melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Lagipula, fakta
menunjukkan peningkatan dari tujuan edukasi ini, tidak hanya meningkatkan
ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga kualitas
hidupnya.
• Pertama, penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini
mengurangi perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
• Kedua, memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit
terkait apresiasi tanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan
terhadap adanya perubahan memudahkan langkah-langkah pencegahan yang
baik.
• Kelompok pengobatan yang adekuat tinggal suatu bagian yang penting dari
perawatan dan edukasi.
• Edukasi juga harus memperhatikan bahaya dari stresor. Membantu identifikasi
individu dan bekerja dengan stresor yang ada menyediakan aspek kritis
penderita dan kewaspadaan keluarga.
• Akhirnya, informasikan kepada penderita tentang kekambuhan dalam konteks
gangguan.
• Cerita-cerita tentang individu membantu penderita dan keluarga, terutama
cerita tentang individu dengan MDI dapat membantu penderita untuk
berusaha menghadapi tantangan dari perspektif lain.
Pencegahan
72
Prevensi merupakan kunci dari terapi jangka panjang dari gangguan bipolar. hal
ini mencakup beberapa hal sebagai berikut :
• Pertama, medikasi seperti litium bertindak sebagai mood stabilizers.
• Kedua, psikoedukasi dimulai dari penderita dan keluarga penderita. Keduanya
harus memahami dan mengetahui pentingnya pengobatan adekuat dan tanda-
tanda awal dari manic dan depresi, ini merupakan hal yang penting.
Komplikasi
Komplikasi dari gangguan ini antara lain bunuh diri, pembunuhan, dan adiksi.
Prognosa
Penderita dengan BP I lebih buruk daripada penderita depresi berat. Dalam 2
tahun pertama setelah episode awal, 40 – 50 % penderita mengalami serangan
manic lain.
� Hanya 50 – 60 % penderita BP I dapat dikontrol dengan litium terhadap
gejalanya. Pada 7 % penderita, gejala tidak kembali/mengalami
penyembuhan, 45 % penderita mengalami episode berulang, dan 40 %
mengalami gangguan yang menetap.
� Seringkali perputaran episode depresif dan manic berhubungan dengan usia.
� Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi lebih buruk antara lain :
Riwayat kerja yang buruk; penyalahgunaan alkohol; gambaran psikotik;
gambaran depresif diantara episode manic dan depresi; adanya bukti keadaan
depresif, jenis kelamin laki-laki.
� Indikator prognosis yang baik adalah sebagai berikut : fase manic (dalam
durasi pendek); Onset terjadi pada usia yang lanjut; pemikiran untuk bunuh
diri yang rendah; gambaran psikotik yang rendah; masalah kesehatan
(organik) yang rendah.
Bipolar type I
Merupakan gangguan yang paling tidak hadir gejala satu episode mania atau
episode campuran.
73
DSM-IV Criteria
a) Satu atau lebih episode mania atau campuran.
b) Gangguan ini biasanya disertai riwayat satu atau lebih major
depressive episodes, tapi major depressive episode tidak dibutuhkan untuk
diagnosis.
c) Episode mania atau campuran tidak dikarenakan medical condition,
medication, drugs of abuse, toxins, atau treatment untuk depression.
d) Gejala-gejala tidak disebabkan oleh psychotic disorder.
Clinical Features
a) 90% pasien dengan satu single episode mania dapat mengalami
recurrence.
b) Mixed episodes lebih sering pada pasien yang lebih muda.
c) Frekuensi episode-episode meningkat seiring dengan umur.
d) Manic episodes dapat menghasilkan violence, child abuse, excessive
debt, job loss, atau divorce.
e) Rata-rata tindakan bunuh diri pada pasien bipolar adalah 10-15%.
f) Biasanya gejala yang menyertai diagnosis termasuk substance-related disorders,
eating disorders, dan attention deficit hyperactivity disorder.
g) Bipolar I disorder dengan rapid cycling pattern memiliki poor
prognosis dan mungkin mempengaruhi 20% pasien bipolar.
Epidemiology
a) Prevalensi bipolar disorder hampir 0.5-1.5%.
b) Rasio pria dan wanita adalah 1:1
c) Episode pertama pada pria cenderung pada manic episode, sedangkan
episode pertama pada wanita cenderung pada depressive episode.
d) First-degree relatives have higher rates of mood disorder. Bipolar
disorder has a 70% concordance rate among monozygotic twins.
Classification
a) Klasifikasi dari bipolar I disorder melibatkan involves deskripsi dari
mood episode yang baru terjadi atau yang paling sering terjadi seperti manic,
74
hypomanic, mixed or depressive (Bipolar I disorder-most recent episode
mixed).
b) Episode yang paling sering terjadi diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Without psychotic features.
2. With psychotic features.
3. With catatonic features.
4. With postpartum onset.
c) Bipolar I Disorder with Rapid Cycling
1. Diagnosis membutuhkan adanya paling tidak 4 mood episode dalam satu
tahun.
2. Rapid cycling mood episodes mungkin meliputi major depressive, manic,
hypomanic, atau mixed episodes
3. Pasien harus memiliki symptom-free untuk paling tidak dua bulan antar
episode atau pasien harus berganti ke episode berlawanan.
Differential Diagnosis
1. Cyclothymic Disorder
2. Psychotic Disorders
3. Substance-Induced Mood Disorder
4. Mood Disorder Due to a General Medical Condition
Treatment
A. Hospitalization mungkin dibutuhkan untuk Manic atau Depressive mood
episodes.
B. Assessment of suicidality is essential; suicidal ideation and intentshould be
evaluated.
C. Pharmacotherapy
1. Mood stabilizers, such as lithium and the anticonvulsants, efektif untuk acute
treatment dan baik juga sebagai prophylaxis dari mood episodes.
2. ECT sangat effective untuk bipolar disorder (depressed atau manic episodes),
tapi biasanya digunakan setelah pengobatan konvensional gagal atau ada
kontraindikasi.
75
3. Antidepressants digunakan untuk treatment dari major depressiveepisodes,
tapi sebaiknya digunakan bersama mood stabilizer untuk mencegah presipitasi
manic episode. Antidepressants menyebabkan rapid cycling.
D. Psychotherapy
Bipolar type II
DSM-IV Diagnostic Criteria
a. Satu atau lebih majordepressiveepisodes dan paling tidak satu hypomanic
episode.
b. Mood episodes tidak disebabkan oleh medical condition, medication, drugs of
abuse, toxins, or treatment for depression.
c. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh psychotic disorder.
Clinical Features
A. Hypomanic episodes cenderung terjadi mendekati depressiveepisodes, and
episodes cenderung terjadi seiring umur.
B. Konsekuensi social dan pekerjaan meliputi kehilangan pekerjaan dan
perceraian. Pasien ini memiliki rata-rata ingin bunuh diri 10-15%.
C. Biasanya gejala yang menyertai diagnosis termasuk substance-related
disorders, eating disorders, attention deficit hyperactivity disorder, and
borderline personality disorder.
D. Rapid cycling pattern memiliki poor prognosis.
Epidemiology
Prevalensi bipolar II adalah 0.5%. Lebih sering pada wanita.
Classification
A. Klasifikasi bipolar II disorder memerlukan evaluasi dari mood episode yang
baru terjadi atau yang paling sering terjadi, bisa merupakan hypomanic or
depressive.
B. Episode yang paling sering terjadi diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Episodes without psychotic features.
2. Episodes with psychotic features.
3. Episodes with catatonic features.
76
4. Episodes with post partum onset.
C. Bipolar IIDisorder with Rapid Cycling
1. Diagnosis ini membutuhkan adanya paling tidak 4 mood episodes dalam 1
tahun. Episodes meliputi major depressive, manic, hypomanic, or mixed type
episodes.
2. Pasien harus memiliki symptom-free untuk paling tidak dua bulan antar
episode atau pasien harus berganti ke episode berlawanan.
Differential Diagnosis
A. Cyclothymic Disorder.
B. Substance-Induced Mood Disorder.
C. Mood Disorder Due to a General Medical Condition.
Treatment
Meliputi mood stabilizer dan antidepressant jikaada depression. Treatment mirip
dengan Bipolar I disorder.
(2) Unipolar
Unipolar merupakan gangguan mood yang terdiri dari fase depresi dan fase
normal.
Fase Depressive terdiri dari :
Major Depressive Disorder
Dysthymic Disorder
Single Episode
Recurrent
a) MAJOR DEPRESIF DISORDER
Kriteria Diagnosis DSM IV:
• Ada riwayat Major Depresif Episode sebanyak satu atau lebih
• Tak ada riwayat manik, hipomanik, atau episode campuran
Gambaran Klinis
77
• Angka kematiannya tinggi. 15% kasus berujung bunuh diri. Biasanya ada
gajala penyerta berupa panik disorder, gangguan makan. Gejala penyerta ini
harus dibedakan dengan riwayat klinisnya.
• Major Depresif Disorder sering kali bersamaan dengan kondisi-kondisi medis
tertentu, seperti infark miokard, stroke, dan diabetes mellitus
• Gangguan ini Sering kali mengikuti satu rangkaian stress yang amat parah,
seperti kehilangan orang yang dicintai.
• Semua pasien harus ditanya secara intensif tentang adanya keinginan untuk
bunuh diri. Bagi pasien yang memiliki keinginan untuk bunuh diri, lebih baik
jika dirawat di Rumah Sakit saja.
• Resiko bunuh diri berhubungan erat dengan derajat ketidakberdayaan pasien
yang sedang mengalaminya dan tak berhubungan dengan tingkat keparahan
depresi
Farmakoterapi
• Gunakan antidepresan
• Pemilihan antidepresan :
� Semua obat antidepresan telah menunjukkan efikasi yang seimbang, tapi agen
yang bermacam ini punya profil Efek Samping yang beda.
� Tak ada metode yang sesuai untuk prediksi pasien mana yang akan merespon
terhadap obat antidepresan tertentu berdasar pada gejala klinisnya.
� SSRI jauh lebih aman pada pasien dengan riwayat penyakit jantung
� SSRI lebih aman daripada heterolitik jika sampai ada overdosis.
b) DYSTHYMIC DISORDER
Kriteria Diagnosis DSM IV:
• Mood yang tertekan ini terjadi hampir setiap hari, dan sudah terjadi selama 2
tahun
• Adanya minimal 2 gejala dari hal-hal berikut :
• Tidak ada episode depresif ringan yang terjadi selama 2 tahun pertama
gangguan ini.
• Tak ada gejala manik, hipomanik, ataupun campuran.
78
• Gejala-gejala tak terjadi dengan psikotik kronis
• Gejala-gejala ini bukan karena penggunaan substan atau kondisi medis secara
umum.
• Gejala-gejala ini sebabkan disfungsi social yang significant dan juga tekanan
subyektif yang cukup mencolok.
Terapi
• Perawatan Rumah Sakit tak dibutuhkan, kecuali jika ada keingina untuk
bunuh diri
• Antidepresan. Banyak pasien yang merespon baik terhadap antidepresan,
terutama penggunaan SSRI
c) SINGLE EPISODE
Gejala utama (derajat ringan, sedang, berat) :
1. Afek depresif
2. Kehilangan minat dan kegembiraan
3. Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
Gejala lainnya :
1. Konsentrasi dan perhatian yang berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri yamg berkurang
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan / perbuatan yang membahayakan diri / bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minngu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat
79
A. Episode depresif ringan
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
4) Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang
dilakukannya
B. Episode depresif sedang
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti episode
depresi ringan
2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 ( dan sebaiknya 4 ) dari gejala lainnya
3) Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social, pekerjaan, dan
urusan rumah tangga
C. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada
2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat
3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi / retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau / tidak mampu untuk melaporkan
banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara
menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan
4) Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu,
akan tetapi jika gejala mat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu
5) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social,
pekerjaan / urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas
80
D. Episode depresif berat dengan gejala psikotik
1) Episode depresi berat yang memenuhi criteria episode depresif berat tanpa
gejala psikotik
2) Disertai waham, halusinasi, stupor depresif.
Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan / malapetaka
yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik / olfatorik biasanya berupa suara yang menghina, atau menuduh, atau
bau kotoran atau daging yang membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan ,waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood congruent)
d) RECURRENT
Gangguan Depresif Berulang
Pedoman diagnostik
1. Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :
o episode depresi ringan (F32.0)
o episode depresi sedang (F32.1)
o episode depresi berat (F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan. Akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
1. Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan
hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode
singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria
hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang
tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi)
2. Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian
kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap,terutama pada
usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori harus tetap digunakan).
81
3. Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental lain
(adanya stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosis).
F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan
Pedoman Diagnostik
� Untuk diagnosis pasti
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0) dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna
F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang
Pedoman diagnostic
� Untuk diagnosis pasti:
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi sedang(F32.1) dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
� Untuk diagnosis pasti:
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala
psikotik (F32.2) dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik
82
Pedoman diagnostik
� Untuk diagnosis pasti:
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala
psikotik (F32.3) dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi
Pedoman diagnostik
� Untuk diagnosis pasti:
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi di
masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria
untuk episode depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain
apapun (F30-F39) dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama 2
minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna
F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya
PEMERIKSAAN FISIK
Menggunakan Mental Status Examination (MSE) untuk mendiagnosis adanya gangguan
bipolar. Status mental penderita tergantung pada keadaan depresi, hipomanic, manic, atau
campuran, dengan variasi area MSE ditandai sesuai dengan fase tertentu dari penderita.
Penampilan
Periode depresi : Orang yang menunjukkan suatu periode depresi mungkin
menunjukkan sedikit sampai tidak ada kontak mata. Pakaian mereka mungkin tidak terawat,
kotor, berlubang, kumal, serta tidak cocok dengan ukuran badan. Bila seseorang kehilangan berat
badan secara signifikan, ukuran pakaiannya tidak akan cocok. Kebersihan diri tercermin dari
mood mereka yang rendah, yang ditunjukkan dengan badan yang kurus, tidak bercukur, dan
tidak membersihkan diri. Pada wanita, kuku jari tangannya mungkin terdapat lapisan warna yang
berbeda atau sebagian warna yang rusak pada kuku mereka, bahkan cenderung kotor juga pada
83
tangannya. Rambut mereka juga tidak terurus. Bila orang ini bergerak, afek depresi jelas terlihat.
Mereka bergerak dengan lambat dan sangat sedikit yang menunjukkan retardasi psikomotor.
Mereka juga berbicara dengan suara yang pelan atau suara yang monoton.
Episode hipomanic : Penderita ini sangat sibuk dan aktif. Mereka memiliki energi dan
selalu kemana-mana. Mereka selalu berencana melakukan sesuatu, sebagian mengalami
perubahan tingakat energi dan suasana hati (Keck, 2003).
Episode manic : Pada banyak kasus, perilaku penderita dengan fase manic menunjukkan
perilaku yang berlawanan dengan penderita dengan fase depresi. Penderita fase manic
menunjukkan keadaan hiperaktif dan hipervigilasi. Mereka kurang istirahat, bertenaga, aktif,
serta berbicara dan bertindak cepat. Pakaian mereka mencerminkan keadaan itu, dimana terlihat
dikenakan dengan tergesa-gesa dan kacau. Pakaian mereka biasanya terlalu terang, penuh warna,
serta mencolok. Mereka berdiri di keramaian dan menjadi menonjol karena pakaian mereka yang
sering menarik perhatian.
Afek/Suasana Hati
Episode depresi: Kesedihan mendominasi suasana hati seseorang dalam episode
depresi. Penderita merasa sedih, tertekan, kehilangan, kosong dan terisolasi. “2 Hs” sering
menyertai suasana hati penderita, tanpa pengahrapan dan semua terasa sia-sia.
Episode hipomanik: Suasana hati penderita meningkat, meluas dan peka.
Episode manik: Suasana hati penderita tampak menggembirakan, dan bahkan
berlebihan. Euphoria. Penderita sangat mudah marah.
Episode campuran: penderita menunjukkan gejala kedua episode (depresi dan manic)
dalam suatu periode singkat (1 minggu atau kurang).
PIKIRAN
Episode Depresi: Penderita mempunyai pemikiran yang mencerminkan kesedihan
mereka. Gagasan yang negatif, perhatian nihilistik, dan mereka mempunyai suatu istilah bahwa “
mereka bagaikan gelas yang separuh kosong”. Pemikiran mereka lebih berfokus tentang
kematian dan tentang bunuh diri.
Episode Hipomanik: Penderita mempunyai pemikiran yang optimis, berpikir ke depan
dan mempunyai sikap yang positif.
84
Episode Manic: Penderita mempunyai pemikiran yang sangat opimis dan luas. Percaya
diri yang berlebihan. Mereka dapat dengan cepat membuat pemikiran/gagasan. Mereka merasa
pemikiran mereka sangat aktif dan aktif.
Episode Campuran: Penderita dapat berubah secara cepat antara depresi dan euforia dan
meraka juga mudah marah.
PERSEPSI
Episode Depresi: Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan psikotik
dan tanpa psikotik. Dengan psikotik, penderita mempunyai khayalan dan halusinasi yang sesuai
atau tidak dengan suasana hati. Penderita merasa telah berdosa, bersalah, dan merasakan
penyesalan yang snagat dalam.
Episode Hipomanik: Penderita tidak mengalami gangguan persepsi.
Episode Manic: 3 dari 4 penderita dalam tahap ini mengalami halusinasi. Khayalan
manic menunjukkan persepsi gengsi dan kemuliaan.
Episode Campuran: Penderita menunjukkan khayalan dan halusinasi yang konsisten
dengan depresi atau manic atau keduanya.
BUNUH DIRI
Episode Depresi: Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita depresi.
Mereka adalah individu yang mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh diri.
Episode Hipomanik: Angka bunuh diri rendah.
Episode Manik: Angka bunuh diri rendah.
Episode Campuran: Pada tahap depresi pasien memiliki resiko untuk bunuh diri.
PEMBUNUHAN/KEKERASAN
Episode Depresi: Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti dengan
bunuh diri. Pada beberapa penderita depresi biasanya merasa dunia sudah tidak berguna lagi
untuknya dan untuk orang terdekatnya/orang lain.
Episode Hipomanic: Penderita menunjukkan sifat mudah marah dan agresif. Mereka
dapat menjadi tidak sabar terhadap orang lain.
Episode Manik: Penderita agresif. Mereka tidak memiliki sifat sabar atau toleransi
dengan orang lain tidak ada. Mereka dapat menjadi sangat menuntut, kasar, sangat mudah marah.
Pembunuhan terjadi jika penderita mempunyai suatu khayalan terhadap kesenangan penderita.
85
Episode Campuran: Penderita dapat menjadi sangat agresif terutama dalam tahap
manic.
PENGERTIAN DIRI/INSIGHT
Episode Depresi: Depresi dapat mempengaruhi penilaian seseorang mengenai dirinya
sendiri. Penderita biasanya gagal dalam melakukan tindakan yang penting sebab mereka sangat
jatuh dan menurun dalam mengenali diri mereka sendiri. Meraka memeiliki sedikit pengertian
terhadap diri mereka sendiri.
Episode Hipomanik: Biasanya penderita memiliki penegrtian yang baik mengenai diri
mereka. Namun sangat luas. Mereka menilai diri mereka sangat produktif dan teliti, bukan
sebagai hipomanik.
Episode Manic: Dalam tahap ini pengertian diri/insight sangat lemah. Penderita tidak
mempunyai pengertian yang jelas mengenai kebutuhan, rencana dan perilaku mereka.
Episode Campuran: Pergeseran/perubahan dalam afek dapat merusak pengertian pasien
tentang dirinya dan bertentangan dengan insight mereka.
KOGNITIF : Kemunduran/kelemahan dalam orientasi dan daya ingat sangat jarang diamati
pada pasien dengan gangguan afek bipolar kecuali mereka psikotik. Mereka mengetahui waktu
dan temapt mereka berada.mereka dapat mengingat kejadian yang lampau dan terbaru. Pada
beberapa kasus hipomanic dan kadang hipomanic, kemampuan penderita untuk mengingat
informasi dapat sangat luas. Pada dpresi dan manic yang berat, penderita dapat mengalami
kesulutan dalam berkonsentrasi dan memusatkan perhatianny
Syclothymi disorder
Berupa ketidakstabilan menetap dari afek, meliputi banyak periode depresi ringan dan
hipomania ringan, di antaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi
kriteria gangguan afektif bipolar atau gangguan depresif berulang.
Cyclothymic disorder terdiri dari chronic cyclical episodes of mild depression and symptoms of
mild mania.
DSM-IV Diagnostic Criteria
86
A. Periode-periode depression dan hypomania, terjadi paling tidak 2 tahun. Episode depresi
tidak mencapai keparahan major depression.
B. Selama periode 2 tahun, pasientidak symptom-free untuk lebih dari dua bulan.
C. Selama periode 2 tahun, tidak ada episodes dari major depression, mania or mixed states.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan schizoaffective disorder dan tidak bersamaan dengan
schizophrenia, schizophreniform disorder, delusional disorder, atau psychotic disorder
lainnya.
E. Gejala-gejala tidak disebabkan substance use or a general medical condition.
F. Gejala-gejala menyebabkan significant distress or functional impairment.
Clinical Features
A. Gejala-gejala tersebut mirip dengan bipolar I disorder, tapi pada ukuran lebih kecil dan
cycles occur at a faster rate.
B. Pasien juga sering mengalami substance abuse.
C. Sepertiga pasien berkembang menjadi mood disorder yang parah (biasanya bipolar II).
D. Gangguan interpersonal dan pekerjaan sering terjadi dan biasanya merupakan
konsekuensi dari hypomanic states.
E. Cyclothymic disorder sering dibarengi dengan borderline personality disorder.
Epidemiology
A. Prevalensi 1%, tapi cyclothymic disorder merupakan 5-10% of psychiatric outpatients.
B. Onset terjadi antara 15 sampai 25 tahun, dan perempuan terkena lebih banyak daripada
pri sebesar 3:2.
C. 30% pasien memiliki family history of bipolar disorder.
Differential Diagnosis
A. Bipolar II Disorder
B. Substance-Induced Mood Disorder/Mood Disorder Due to a General Medical Condition
C. Personality Disorders (antisocial, borderline, histrionic, narcissistic)
Treatment
87
A. Mood stabilizers merupakan terap pilihan dan lithium efektif pada 60% pasien.
Penggunaan klinis mood stabilizers mirip dengan bipolar disorder.
B. Episode depresi harus diterapi secara berhati-hati karena risikp presipitasi manic
symptoms dengan antidepressants (terjadi dalam 50% pasien).Antidepressants juga dapat
meningkatkan rate of cycling. Pasien sering diobati dengan antimanics dan
antidepressants bersamaan.
C. Pasien sering membutuhkan terapi suportif untuk meningkatkan kesadaran dari
penyakitnya dan untuk mengkompensasi dengan konsekuensi fungsional dari
perilakunya.
GANGGUAN PSIKOAKTIF
1. ALKOHOLIK(alkoholisme dan psikosis alkoholik)
Alhokolisme merupakan gangguan perilaku menahun yang jadi manifestasi dengan
preokupasi tentang alkohol serta pemakaiannya dan yang mengganggu kesehatan fisik dan
mental serta mengganggu lingkungan sosial sekitarnya dan keluarga penderita. Penderita punya
kecenderungan kehilangan pengawasan diri sehingga merusak diri sendiri dalam menghadapi
hubungan antarmanusia dan keadaaan hidupnya.
Intoxikasi alkohol merupakan keadaan gangguan koordinasi, cara bicara yang terganggu,
dan perilaku yang berubah karena alkohol.
• Minum episodik secara berlebihan (”episodic excessive drinking”) � alkoholisme dan
intoksikasi 4x/tahun.
• Kebiasaan minum secara berlebihan (”habitual excessive drinking”) � intoxikasi >
12x/tahun atau di bawah pengaruh alkohol >12x/tahun atau di bawah pengaruh alkohol
>1x/minggu.
Ketagihan alkohol tergantung pada alkohol, terjadi gejala abstinensi bila ia berhenti
minum alkohol atau minum berlebihan selama 3 bulan atau lebih secara terus-menerus.
o Intoxikasi alkohol akut � psikosa karena sindrom otak organik berhubungan dengan
alkohol
88
o Deteriorasi alkoholik � sindrom otak organik menahun dengan gangguan ingatan dan
penilaian, serta disorientasi dengan amnesia total yang timbul pada individu dengan
alkoholisme menahun.
o Intoxikasi patologis � tiba-tiba kesadaran menurun, bingung dan gelisah serta terdapat
disorintasi, ilusi, halusinasi optik, dan waham.
o Delirium tremens � sesudah periode minum yang lama dan berlebihan lalu dihentikan
(jarang di bawah 30 tahun dan biasanya sesudah 3-5 tahun alkoholisme yang berat).
Terdapat kegelisahan, tremor, gangguan tidur, ilusi, halusinasi visual, taktil, dan
penciuman (halusinasi akustik tidak didapatkan disorientasi), nadi cepat, suhu badan
meninggi, kulit basah serta bicara tidak jelas.
o Halusinosis alkoholik � halusinasi akustik yang mengancam dengan kesadaran yang
tidak menurun.
Penanganan
� Klordiazepoxid
� Diazepam
� Masuk RS � jika sangat gelisah, kesadaran menurun, psikosis alkoholik lain
� Psikoterapi
� Terapi perilaku
� Terapi antagonisme
� Bimbingan
� Penyuluhan
Prognosis
� Dipengaruhi besar-kecilnya predisposisi (pengaruh faktor kepribadian, sosiobudaya, dan
fisik), mudah sukarnya mendapatkan obat itu, sering jarantgnya kesempatan memakai obat
tersebut serta lamanya ketergantungan
� Makin mudah faktor ini ditangani � makin baik prognosisnya
� Meninggal dunia karena dosis berlebihan, kecelakaan di bawah pengaruh obat atau karena
infeksi sekunder
89
Pencegahan
� Melalui penerangan berupa pendidikan berhubungan dengan ketergantungan obat dan
mengenal gejalanya.
2. PSIKOTROPIKA
Merupakan suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika menurut tujuan penggunaan dan tingkatan risiko ketergantungannya terbagi dalam 4
golongan, yaitu:
• Golongan I, psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi serta memiliki potensi kuat mengakibatkan sindrom
ketergantungan, misal: ekstasi
• Golongan II, psikotropika yang berkhasiat sebagai obat dan dapat digunakan dalam terapi
dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi kuat mengakibatkan sindrom
ketergantungan, misalnya: Amphetamine, Dexamphetamine, Dexamphetamine, shabu-
shabu
• Golongan III, psikotropika yang berkhasiat sebagai obat dan banyak digunakan dalam
terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi sedang mengakibatkan
sindrom ketergantungan, missal: Amobarbital, Pentobarbital, Cyclobarbital
• Golongan IV, psikotropika yang berkhasiat sebagai obat dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan. Zat adiktif hampir semuanya termasuk ke dalam psikotropika, tetapi
tidak semua psikotropika menimbulkan ketergantungan, missal: Allobarbital, Diazepam,
Fenproporex, Flurazepam,
Dampak negative penggunaan psikotopika:
Zat atau obat psikotropika ini dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang
susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya
halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan
dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi
90
para pemakainya.
Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan
pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan
ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik
maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.
� KETERGANTUNGAN OBAT
Definisi
- Menurut WHO, definisi ketagihan adalah sebagai berikut: ketagihan obat ialah suatu
keadaan keracunan yang periodik atau menahun, yang merugikan individu sendiri dan
masyarakat dan yang disebabkan oleh penggunaan suatu obat (asli atau sintetis) yang
berulang-ulang dengan ciri-ciri sebagai berikut, yaitu adanya:
• Keinginan atau kebutuhan yang luar biasa untuk meneruskan pengguannaan obat itu dan
usaha mendapatkannya dengan segala cara.
• Kecenderungan menaikkan dosis
• Ketergantungan psikologik atau emosional dan juga kadang-kadang ketergantungan fisik
pada obat itu.
Beberapa istilah yang berhubungan dengan ketergantungan obat, yaitu:
1. Penyalah-manfaatan (misuse) obat ialah pemakaian obat yang berlebihan oleh dokter
untuk pasiennya, ataupun oleh orang lain untuk mengobati diri sendiri.
2. Penyalah-gunaan (abuse) obat ialah pemakaian obat oleh seseorang yang dipilihnya
sendiri bukan untuk tujuan kedokteran.
3. Ketergantungan psikologik berarti terdapat kebutuhan untuk memakai suatu obat yang
berulang-ulang, tanpa memperdulikan akibatnya.
4. Kepembiasaan (habituation) berarti tergantung pada suatu obat tanpa timbulnya gejala-
gejala fisik bila obat itu dihentikan.
5. Ketagihan atau adiksi berarti tergantung pada suatu obat dengan gejala-gejala seperti
dalam definisi WHO di atas ini.
6. Ketergantungan fisik menunjuk hanya pada keadaan lepas-obat dengan gejala-gejala
fisik.
91
7. Sindroma lepas-obat (abstinensi) ialah gejala-gejala psikologik atau fisik, yang timbul
bila obat yang telah terjadi ketergantungan padanya, dihentikan. Gejala-gejala itu
dinamakan gejala lepas obat (abstinensi).
8. Toleransi ialah berkurangnya efek dengan dosis yang sama sesudah pemakaian berkali-
kali; dosis perlu dinaikkan sesudah beberapa waktu untuk mencapai efek yang
dikehendaki.
Etiologi
Faktor kepribadian seseorang mempengaruhi apakah ia akan tergantung pada suatu obat atau
tidak. Orang yang merasa tidak mantap serta mempunyai sifat tergantung dan pasif lebih
cenderung menjadi tergantung pada obat.
Faktor sosiobudaya juga tidak kalah penting dan saling mempengaruhi dengan faktor
kepribadian. Faktor fisik atau badaniah seseorang menentukan efek fisik obat itu seperti:
hilangnya rasa nyeri dan ketidakenakkan badaniah yang lain, berkurangnya dorongan sexual,
rasa lapar, dan mengantuk atau justru berkurangnya hambatan terhadap dorongan-dorongan.
Faktor kebiasaan yang dikemukakan dalam ”hipotesa kebiasaan” bekerja sebagai berikut:
karena obat itu mengurangi ketegangan dan perasaan tidak enak, maka kebiasaan diperkuat
dengan tiap kali pemakaian. Ketergantungan obat merupakan hasil saling pengaruh
memperngaruhi yang kompleks berbagai faktor tadi ditambah dengan mudah sukarnya obat itu
diperoleh dan kesempatan untuk menggunakannya. Pemberian obat oleh dokter dapat
menimbulkan ketergantungan juga.
Pedoman Diagnostik
Berdasarkan PPDGJ 3, diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau
lebih gejala di bawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya :
a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk menggunakan
zat psikoaktif
b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak mulainya, usaha
penghentian, atau pada tingkat sedang menggunakan
92
c. Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan zat atau pengurangan,
terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas, atau orang tersebut menggunakan zat atau
golongan zat yang sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya
gejala putus zat
d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan guna
memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah
e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain disebabkan
penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan
atau menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya
f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan
kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum alcohol berlebihan
GANGGUAN WAHAM MENETAP
DEFINISI
Adalah gangguan psikotik fungsional dengan gejala utamanya adanya waham
yang berlangsung lama sebagai satu-satunya gejala klinik yang khas atau
menonjol,tapi tidak bisa digolongkan sebagai gangguan mental
organik,skizofrenia,gangguan afektif atau gangguan jiwa yang lain.
ETIOLOGI
Belum diketahui dengan pasti
PSIKODINAMIKA (TEORI TERJADINYA GANGGUAN WAHAM INI) :
1. Teori psikogenik Sigmound Freud
Gangguan waham timbul karena digunakannya mekanisme pembelaan ego jenis
proyeksi,denial,dan reaction formation.
2. Teori sosiologik Cammeran
Akibat 7 situasi lingkungan yang mendorong timbulnya gangguan waham yaitu iri
hati,cemburu,curiga,terisolasi,kurang dihargai,situasi sadis dan situasi baru.
GEJALA KLINIS
- Gejala utama :
93
Waham yang menonjol dan tidak bizarre artinya waham tentang situasi yang
dapat terjadi pada kehidupan nyata dan dikembangkan secara logis dan
sistematis.
- Respon emosi dan perilaku sangat cocok dengan wahamnya
- Ada halusinasi tapi tidak menonjol
Jenis – jenis waham :
1. Tipe erotomonic : waham dicintai
2. Tipe grandios : waham kebesaran
3. Tipe jealous : waham cemburu ; cemburu pada pasangan : othello syndrome
4. Tipe presekutori : waham dianiaya,disiksa
5. Tipe somatik
6. Tipe campuran : kalau mempunyai tema waham 2 atau lebih atau tidak
spesifik
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
• Anamnesis : autoanamnesis dan heteroanamnesis
• Pemeriksaan fisik : neurologik,laboratorium,urine toksikologi,test psikologi
• Kunjungan rumah,sekolah,tempat kerja.
DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ III
• Waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis.Waham tersebut baik yang
tunggal ataupun suatu sistem waham harus ada sedikitnya 3 bulan (menurut
DSM 4 ; 1 bulan) lamanya dan harus bersifat khas pribadi dan bukan budaya
setempat
• Gejala depresif atau bahkan episode depresif mungkin terjadi secara
intermitten dengan syarat waham-waham tersebut tetap ada pada saat-saat
tidak terdapat gangguan afektif itu.
• Tidak ada penyakit organik/otak
• Tidak ada halusinasi auditorik/hanya kadang-kadang saja dan bersifat
sementara
• Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia.
DIAGNOSIS BANDING
94
• Gangguan kepribadian paranoid
• Gangguan skizofrenia paranoid
• Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham
• Gangguan mental organik
• Gangguan waham induksi
PENATALAKSANAAN
Penanganan dilakukan secara holistik : somatoterapi,psikoterapi,dan manipulasi
lingkungan. Rawat inap perlu kalau potensial berbahaya / agresif, ada rencana bunuh
diri.
1. Somatoterapi
- Perbaiki KU
- Beri obat golongan neuroleptika,antagonis reseptor dopamine khususnya
pimozide per oral sehari 2x 4-8 minggu/antagonis serotonin-dopamine.
2. Psikoterapi
- Psikoterapi insight-oriented biasanya kontraindikasi
- Sebaiknya dilakukan psikoterapi suportif dan intervensi kognitif – behaviour à
tidak menjelekkan atau membantah wahamnya,tetapi mendorong perilaku yang
positif.
3. Manipulasi lingkungan
Membimbing keluarga bagaimana mereka harus bersikap.
GANGGUAN PSIKOTIK AKUT DAN SEMENTARA
Gangguan psikosis akut dan sementara adalah sekelompok gangguan jiwa yang :
� Onsetnya akut (£ 2 minggu)
� Sindrom polimorfik
� Ada stresor yang jelas
� Tidak memenuhi kriteria episode manik atau depresif
� Tidak ada penyebab organik
B. Beberapa Gangguan Jiwa Gangguan Psikosis Akut atau Sementara
1. Gangguan Psikotik Polimorfik Akut tanpa Gejala Skizofrenia
95
(a). Onset harus akut (dari suatu keadaan non psikotik sampai keadaan
psikotik yang jelas dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang);
(b). Harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham yang berubah dalam jenis
dan intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang sama ;
(c). Harus ada keadaan emosional yang beranekaragamnya ;
(c). Walaupun gejala-gejalanya beraneka ragam, tidak satupun dari gejala itu
ada secara cukup konsisten dapat memenuhi kriteria skizofrenia atau
episode manik atau episode depresif.
2. Gangguan Psikotik Polimorfik Akut dengan Gejala Skizofrenia
� Memenuhi kriteria yang khas untuk gangguan psikotik polimorfik akut.
� Disertai gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis Skizofrenia
yang harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran
klinis psikotik itu secara jelas.
� Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka
diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia.
3. Gangguan Psikotik Lir – Skizofrenia Akut
Suatu gangguan psikotik akut dengan gejala yang stabil dan memenuhi kriteria
skizofrenia, tetapi hanya berlangsung kurang dari satu bulan lamanya.
Pedoman Diagnosis
� (1).Onset psikotiknya akut (dua minggu atau kurang)
� (2). Memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi lamanya kurang 1 bulan.
� (3).Tidak memenuhi kriteria psikosis pilimorfik akut.
4. Gangguan Psikotik Akut Lainnya dengan Predominan Waham
Gambaran klinis berupa waham dan halusinasi yang cukup stabil, tetapi tidak memenuhi
skizofrenia. Sering berupa waham kejaran dan waham rujukan, dan
AMNESTIC SYNDROME
Amnestic syndrome adalah gangguan yang berhubungan dengan memori dan
kehilangan memori. Ini berasal dari nama Amnesia yang berarti kehilangan memori
parsial.
96
Ada beberapa istilah yang penting untuk pemahaman gangguan amnestic.
Penyebab Gangguan amnestic :
Ada banyak penyebab Gangguan amnestic yang berkisar dari trauma gangguan
mental lainnya.Sejumlah gangguan otak dapat menyebabkan gangguan amnestic,
termasuk berikut:
• Berbagai jenis demensia (seperti penyakit Alzheimer),
• Cedera otak traumatis (seperti gegar otak),
• Stroke Pukulan
• Kecelakaan yang melibatkan kekurangan oksigen ke otak atau gangguan aliran
darah ke otak (seperti aneurisma pecah)
• Radang otak
• Tumor di talamus dan / atau hipotalamus
• Sindroma Wernicke-Korsakoff (sebuah gejala sisa kekurangan tiamin biasanya
akibat alkoholisme parah),
• Kejang
• Penyakit serebrovaskular (penyakit yang mempengaruhi pembuluh darah di otak)
• Alkoholisme
Gangguan psikologis juga dapat menyebabkan jenis amnesia yang disebut "amnesia
psikogenik.
Gejala Gangguan amnestic
Gejala utama dari gangguan amnestic adalah kemampuan untuk mengingat hal-
hal dan mengambilnya pada saat yang tepat. Gejala gangguan amnestic dapat
mencakup sebagai berikut:
1. Kesulitan mengingat peristiwa remote atau informasi
2. Kesulitan belajar dan kemudian mengingat informasi baru.
1. Pasien dalam beberapa kasus sepenuhnya menyadari gangguan memori, dan
frustrasi
2. Dalam beberapa kasus lain, pasien mungkin tampak sama sekali tidak menyadari
gangguan memori atau bahkan mungkin mencoba untuk mengisi defisit dalam
memori dengan konfabulasi.
97
3. Tergantung pada kondisi yang mendasari bertanggung jawab untuk amnesia,
sejumlah gejala lain mungkin hadir juga.
Pengobatan Gangguan amnestic
Karena penyebab amnestic Disorder adalah kondisi otak lainnya bervariasi dan
cedera, dalam beberapa kasus, pengobatan gangguan yang mendasari dapat
membantu meningkatkan amnesia yang menyertainya.
Banyak pasien sembuh perlahan-lahan dari waktu ke waktu, dan kadang-kadang
kembali kenangan yang dibentuk sebelum terjadinya gangguan amnestic.
• Ada beberapa pilihan pengobatan untuk kasus-kasus lainnya avalilable ringan dari
amnesia seperti rehabilitasi yang mungkin melibatkan mengajar teknik memori
dan mendorong penggunaan alat-alat memori, seperti teknik asosiasi, daftar,
catatan, kalender, timer, dll
• Pengobatan terbaru untuk penyakit Alzheimer dan demensia lainnya telah
melibatkan obat-obat yang mengganggu metabolisme bahan kimia otak
(neurotransmitter) yang disebut asetilkolin, sehingga meningkatkan jumlah
asetilkolin yang tersedia.
FARMAKOLOGI
1. ANTIDEPRESAN
Klasifikasi obat
1) Antidepresan klasik:
a) Trisiklik : aimitriptilin, doksepin, imipramin, desipramin
b) Tetrasiklik : amoksapin. maprotiline
2) SSRI : Fluvoxamin, fluoxetine, paroxetin, sertralin
3) MAOI:Fenelzin, tranylcypromine,
Indikasi
98
Unipolar and bipolar depression, organic mood disorders, anxiety disorders (panic disorder,
generalized anxiety disorder, obsessive-compulsive disorder, social phobia), schizoaffective
disorder, eating disorder, and impulse control disorders.
Teori Monoamin : Depresi diakibatkan oleh kekurangan serotonin dan / atau noradreneralin
Mekanisme
Antidepresi bekerja meningkatkan jumlah serotonin di synapse dengan jalan menghambat re-
uptake serotonin dan adrenalin dan atau menghambat enzim yang menghancurkan serotonin.
99
• MAOI� obat lini ke dua
Jarang digunakan � interaksi berbahaya dg obat dan makanan
MAOI A selektif � memiliki efek samping yang lebih sedikit � Moklobemid
Obat yang hambat re-uptake amin
• Trisiklik dan tetrasiklik
Efek sedatif
Efek otonom
Blokade reseptor muskarinik kolinergik� efek seperti atropin � penglihatan kabur,
mulut kering, konstipasi, sulit berkemih
Blokade reseptor α1 adrenergik� hipotensi postural, takikardia
Dosis tinggi � aritmia � kematian
Obat-obat trisiklik kontraindikasi pasien jantung
• SSRI� lini pertama
Tidak ada efek otonom atau stimulasi nafsu makan
Dipakai pada pasien kardiovaskular
Tidak boleh dipakai pada pasien dibawah 18 th
Efek samping : mual, muntah, konstipasi, diare
100
2. ANTIPSIKOSIS
Sinonim: Neuroleptik, major tranquillizers, ataractics antipsychotics
Obat acuan: Chlorpromazine (CPZ)
Penggolongan
I. Obat anti-psikosis tipikal (typical anti psychotics)
1. phenotiazine
• rantai aliphatic : chlorpromazine (largactil)
• rantai piperazine : perphenazine (trilafon)
trifluoperazine (stelazine)
fluphenazine (anatensol)
• rantai piperidine : thioridazine (melleril)
2. butyrophenone : haloperidol (haldol, serenace, dll)
3. diphenyl-butyl-piperidine : pimozide (orap)
II. Obat anti-psikosis atipikal (atypical anti psychotics)
1. benzamide : supiride (dogmatil)
2. dibenzodiazepin : clozapine (clozaril)
olanzapine (zyprexa)
quetiapine (seroquel)
zotepine (ludopin)
3. benzisoxazole : risperidon (rispedal)
aripiprazole (abilify)
Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran: Sindrom Psikosis
Butir-butir diagnosis Sindrom Psikosis
- hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability), bermanifestasi
dalam gejala: kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya nilai norma sosial
(judgement) terganggu, dan daya tilikan (insight) diri terganggu
101
- hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala positif: gangguan
asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi
(halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi), perilaku yang aneh atau tidak
terkendali (disorganized); dan gejala negatif: gangguan perasaan (afek tumpul, respon emosi
minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif, apatis), gangguan proses pikir
(lambat, terhambat), isi pikiran yang stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat
terbatas dan cenderung menyendiri (abulia)
- hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala: tidak mampu
bekerja, menjalin hubungan sosial, dan melakukan kegiatan rutin
Sindrom Psikosis dapat terjadi pada:
- sindrom psikosis fungsional = skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif, psikosis
reaktif singkat, dll
- sindrom psikosis organik = sindrom delirium, dementia, intoksikasi alkohol, dll
Mekanisme Kerja
Hipotesis: sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter Dopamine yang
meningkat
Obat anti-psikosis tipkal � mem-blokade Dopamine pada reseptor pasca-sinapti neuron di otak,
khususnya sistem limbik dan ekstrapiramidal (dopamine D2
receptor antagonists) � efektif untuk gejala positif
Obat anti-psikosis atipikal � berafinitas terhadap ”dopamine D2 receptors”, ”serotonin 5 HT2
receptors” (serotonin-dopamine antagonists) � efektif juga untuk
gejala negatif
Eek Samping
- Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, kemampuan kognitif menurun)
102
- Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan
miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan
irama jantung)
- Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom Parkinson: tremor, bradikinesia,
rigiditas)
- Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik
(agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang
- Tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan
anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang) � ireversible, biasanya
terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut,
efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis
Bila terjadi gejala tersebut � obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa dicoba
pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h (dopamine depleting agent), pemberian obat antiparkinson
atau I-dopa dapat memperburuk keadaan, obat pengganti anti-psikosis yang paling baik adalah
Clozapine 50-100 mg/h
Penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang � harus dilakukan pemeriksaan laboratorium:
darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek
samping obat
Untuk menghindari akibat yang kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan ”lavage lambung”
bila obat belum lama dimakan.
Interaksi Obat
- Antipsikosis + antipsikosis lain = potensiasi efek samping obat dan tidak ada bukti lebih
efektif (tidak ada efek sinergis antara 2 obat anti-psikosis), misalnya CPZ + reserpine =
potensiasi efek hipotensif
103
- Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-hati pada
pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung)
- Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan gejala
dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy)
- Antipsikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi hari
sebelum dilakukan ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka mortalitas yang
tinggi
- Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan kejang
meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-related), yang paling
minimal menurunkan ambang kejang adalah obat anti-psikosis Haldol
- Antipsikosis + antasida = efektivitas obat anti-psikosis menurun disebabkan gangguan
absorpsi
Cara Penggunaan
Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertyimbangkan:
1. Onset primer (efek klinis): sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping): sekitar 2-6 jam
2. Waktu paruh: 12-14 jam (pemberian obat 1-2x sehari)
3. dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosis
pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu menganggu kualitas hidup
pasien.
Mulai dengan ”dosis awal” sesuai dengan ”dosis anjuran”, dinaikkan setiap 2-3 hari � sampai
mencapai ”dosis efektif” (mulai timbul peredaran Sindrom Psikosis) n� dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan � ”dosis optimal” � dipertahankan sekitar 8-12 minggu
(stabilisasi) � diturunkan setiap 2 minggu � ”dosis maintenance” � dipertahankan 6 bulan
sampai 2 tahun (diselingi ”drug holiday” 1-2 hari/minggu)tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu) � stop.
Lama Pemberian
104
Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang ”multiepisode”, terapi
pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian yang cukup
lama dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5-5 kali.
Efek obat anti psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah
dosis terkahir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan kekambuhan
setelah obat dihentikan, biasanya satu bulam kemudian baru gejala Sindrom Psikosis kambuh
kembali.
Hal tersebut disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat, metabolit-
metabolit masih memunyai keaktifan anti-psikosis.
Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk ”Psikosis Reaktif
Singkat” penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu-
2 bulan.
Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan
dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala ”Cholinergic Rebound”: gangguan
lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan
pemberian ”anticholinergik agent” (injeksi Sulfas Atropin) 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidil
3x2 mg/h).
Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat antipsikosis +antiparkinson, bila sudah
tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru menyusul
obat antiparkinson.
Penggunaan Parenteral
Obat antipsikosius ”long acting” (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau Halop[eridol
Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2-4 minggu, sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau
sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral.
Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan per oral lebih dahulu beberapa
minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.
Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pada bulan pertama kemudian baru
ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan.
105
Pemberian obat antipsikosis ”long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan
(maintenance therapy) terhadap kasus skizofrenia. 15-25% kasus menunjukkan toleransi yang
baik terhadap efek samping ekstrapiramidal.
PERHATIAN KHUSUS
� Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasi-nya:
Penggunaan Chlorpromazine injeksi (im): sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada
waktu peribahan posisi tubuh (efek alfa adrenergik blockade). Tindakan mengatasinya
dengan injeksi nor-adrenaline (nor-epinephrine) sebagai ”alfa adrenergic stimulator".
Dalam keadaan ini tidak diberikan adrenalin oleh karena bersifat ”alfa dan beta
adrenergik stimulator” sehingga efek beta adrenergic tetap ada dan dapat terjadi syok.
Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun setelah
mendapat suntiukan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5-10 menit.
Bila dibutuhkan dapat diberikan norepinephrine bitartrate (LEVOPHED-Abbot atau
RAIVAS – Dexa medica atau VASCON – Fahrenheit) ampul 4 mg/4cc dalam infus 1000 ml
dextrose 5% dengan kecepatan infus 2-3 cc/menit.
Obat antipsikosis yang kuat (haloperidol) sering menimbulkan gejala ekstrapiramidal/
sindrom parkinson. Tindakan mengatasinya dengan tablet trihexyphenidyl (artane) 3-4 x 2
mg/hari, sulfas atropin 0,50-0,75 mg (im).
Apabila sindrom parkinson sudah terjendali diusahakan penurunan dosis secara bertahap,
untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat antiparkinson.
Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama dari 3 bulan
(risiko timbul atropine toxic syndrome). Tidak dianjurkan pemberian ”antiparkinson
profilaksis”, oleh karena dapat mempengaruhi penyerapan/absorbsi obat anti-psikosis
sehingga kadarnya dalam plasma rendah, dan dapat menghalangi manifestasi gejala
psikopatologis yang dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat anti-psikosis agar tercapai
dosis efektif.
� Rapid Neuroleptizattion: haloperidol 5-10 mg (im) dapat diulangi setiap 2 jam, dosis
maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6 jam sudah dapat mengatasi
gejala-gejala akut dari sindrom psikosis (agitasi, hiperaktivitas psikomotor, impulsif,
menyerang, gaduh-gelisah, perilaku destruktif dll).
106
� Kontraindikasi: penyakit hati (hepatotoksik), penyakit darah (hematotoksik), epilepsi
(menurunkan ambang kejang), kelainan jantung (memperlambat irama jantung), febris yang
tinggai (thermoregular SSP meningkat), penyakit SSP (parkinson, tumor otak dll), dan
gangguan lesadaran disebabkan ”CNS-deppresant” (kesadaran makin memburuk).
� Pemakaian khusus
o Thioridazine dosis kecil sering digunakan untuk pasien anak dengan hiperkatif,
emosional labil dan perilaku destruktif. Juga sering digunakan pada pasien usia lanjut
dengan gangguan emosional (anxietas, depresi, agitasi) dengan dosis 20-200 mg/hari.
Hal ini disebabkan Thioridazine lebih cenderung ke blokade reseptor dopamin di sistem
limbik daripada di sistem ekstrapiramidal pada SSP (sebaliknya dari Haloperidol).
o Haloperidol dosis kecil untuk ”Gilles de la Tourette’s Syndrome” sangat efektif.
Gangguan ini biasanya timbul mulai antara umur 2 sampai 15 tahun. Terdapat gerakan-
gerakan involunter, berulang, cepat dan tanpa tujuan, yang melibatkan banyak kelompok
otot (tics). Disertai tics vocal yang multiple (misalnya suara ”klik”, dengusan, batuk,
menggeram, menyalak, atau kata-kata/kata kotor/korpolalia). Pasien mampu menahan
tics secara volunter selama beberapa menit sampai beberapa jam.
� Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) merupakan kondisi yang mengancam kehidupan akibat
reaksi idiosinkrasi terhadap obat antipsikosis (khususnya pada long acting di mana risiko ini
lebih besar). Semua pasien yang diberikan obat antipsikosis memunyai risiko untuk
terjadinya SNM tetapi dengan kondisi dehidrasi, kelelahan atau malnutrisi, risiko ini akan
menjadi lebih tinggi.
o Diagnostik SNM:
� Suhu badan lebih dari 380C (hyperpyrexia)
� Terdapat sindrom ekstrapiramidal berat (rigidity)
� Terdapat gejala disfungsi otonomik (incontinensia urinae)
� Perubahan status mental
� Perubahan tingkat kesadaran
� Gejala tersebut timbul dan berkembang dengan cepat
o Pengobatan:
� Hentikan segera obat antipsikosa
� Perawatan suportif
107
� Obat dopamin agonist (bromokriptin 7,5-60 mg/h 3dd, l-dopa 2 x 100 mg/h, atau
amantadin 200 mg/h)
� Pada pasien usia lanjut atau dengan Sindrom Psikosis Organik, obat antipsikosis diberikan
dalam dosis kecil dan minimal efek samping otonomik (hipotensi ortostatik) dan sedasi-nya
yaitu golongan ”high potency neuroleptics”, misalnya haloperidol, trifluoperazine,
fluphenazine, atau antipsikosis tipikal. Penggunaan pada wanita hamil, berisiko tinggi anak
yang dilahirkan menderita gangguan saraf ekstrapiramidal.
3. ANTIKONVULSAN
Antikonvulsan adalah obat untuk mengurangi frekuensi kejang dan mengurangi efek samping
potensial.
Idealnya, tujuannya adalah untuk sepenuhnya mengendalikan semua kejang. Sebuah obat tunggal
pada dosis serendah mungkin digunakan pertama. Jika terapi obat tunggal gagal, maka beberapa
terapi obat dengan dosis rendah digunakan.
1) Efek Samping Umum untuk Agen anticonvulsant
• depresi SSP mungkin merupakan efek samping yang paling umum dari antikonvulsan.
• efek depresan SSP termasuk pusing, sedasi, gangguan belajar dan kemampuan kognitif,
dan rangsangan.
• efek samping gastrointestinal meliputi anoreksia, mual, muntah, dan marah GI.
• efek yang merugikan Dermatologic berkisar dari ruam ringan sampai sindrom Stevens-
Johnson, yang jarang terjadi.
2) Interaksi Obat
Banyak interaksi obat dapat terjadi dengan obat-obatan antikonvulsan.
Obat ini meningkatkan atau menurunkan metabolisme satu sama lain dalam hati.
interaksi obat yang terjadi satu sama lain yang lebih penting dibandingkan obat lain karena
indeks terapi yang sempit mereka.
Plasma pemantauan obat anticonvulsant diperlukan.
108
- Fenitoin
Adverse Effects
• Fenitoin dapat menyebabkan hirsutisme yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan pada
wanita muda.
• Beberapa pasien mungkin mengalami kekurangan vitamin D atau asam folat. perubahan
mukosa oral seperti ulserasi atau glossitis adalah indikasi kekurangan folat.
• Teratogenisitas juga telah dilaporkan.
• Pembesaran gingiva
Ini terjadi pada 50% dari semua pengguna kronis. Hal ini dapat muncul hanya dalam beberapa
minggu setelah terapi dimulai atau setelah beberapa tahun terapi. Penyebabnya tidak diketahui.
Semakin baik kebersihan mulut, semakin kecil kemungkinan itu akan terjadi atau yang kurang
parah akan lesi.
- Karbamazepin
Karbamazepin blok saluran sodium yang menghambat perambatan impuls saraf.
Karbamazepin adalah derivatif iminostilbene berkaitan dengan antidepresan trisiklik yang
digunakan dalam pengobatan kejang umum tonik-klonik (grand mal), parsial atau sekunder
Aktivitas anti kejang dari karbamazepin berhubungan dengan kemampuannya untuk
mengurangi penularan dalam inti ventralis bagian anterior thalamus, sebuah daerah dari otak
dianggap terlibat dengan generalisasi dan propagasi pelepasan epilepsi.
-Valproate
Obat ini dapat memberi efek antikonvulsan dengan meningkatkan kadar GABA.Obat ini telah
dilaporkan menyebabkan hipersalivasi.Hepatotoksisitas juga telah dilaporkan.
Valproate menghambat tahap kedua agregasi trombosit. Sebagai hasilnya, waktu perdarahan
mungkin berkepanjangan.
-Antikonvulsan Baru
• Gabapentin adalah unik dalam hal itu tampaknya tidak memiliki interaksi obat.
• Felbamate terbatas kepada mereka yang refrakter terhadap antikonvulsan lain.
• Felbamate telah dikaitkan dengan anemia aplastik dan kegagalan hati akut.
109
Antianxietas
Ansietas merupakan hiperaktivitas sistem limbik (neuron dopaminergik,
noradrenergik, serotonergik) yang dikendalikan oleh sistem GABA. Gejala-gejala
ansietas adalah cemas, keluhan somatik, insomnia, letih, iritabel, peningkatan tonus
otot, gangguan otonom
Obat yang digunakan untuk pengobatan ansietas adalah sedatif, atau obat yang
secara umum memiliki sifat yang sama dengan sedatif. Antiansietas yang terutama
adalah golongan benzodiazepine. Benzodiazepine yang dianjurkan adalah
klordiazepoksid, diazepam, oksazepam, klorazepat, lorazepam, prazepam,
alprazolam, dan halozepam. Mekanisme kerja benzodiazepine merupakan potensial
inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediatornya.
Penggunaan
Beberapa spesifikasi:
Klobazam : untuk pasien dewasa dan lanjut usia yang ingin tetap aktif
Lorazepam : untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati atau ginjal
Alprazolam: untuk anxietas antisipatorik, mula kerja lebih cepat dan mempunyai
komponen efek antidepresan
110
Sulprid-50: untuk meredakan gejala somatic dari sindrom ansietas dan paling kecil
resiko ketergantungan obat.
Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) kemudian naikkan dosis setiap 3-5 hari
sampai mencapai dosis optimal. Dosis ini dipertahankan 2-3 minggu, kemudian
diturunkan 1/8 kali dosis awal setiap 2-4 minggu sehingga tercapai dosis
pemeliharaan. Bila kambuh, dinaikkan lagi dan bila tetap efektif dipertahankan 4-8
minggu. Terakhir lakukan tapering off. Pemberian obat tidak lebih dari 1-3 bulan
pada sindrom ansietas yang disebabkan factor eksternal.
Mood stabilizer
Mood stabilizer merupakan agen yang digunakan untuk menangani bipolar
disorder. Ini merupakan suatu kelainan di mana munculnya episode peningkatan
mood (mania/hipomania), fungsi kognitif dan enerjik dengan atau tanpa suatu atau
lebih episode depresi. Antara episode mania dan depresi dapat diselingi mood normal,
walau pada keadaan tertentu antara mania dan depresi dapat berubah-ubah
(alternating) dengan cepat.
Litium
Litium karbonat dikenal sebagai antimania atau sebagai mood stabilizer karena
mencegah naik-turunnya mood pada pasien bipolar disorder (manik-depresif).
Farmakodinamik
Mekanisme kerja pasti dari litium masih dalam penelitian, tetapi diperkirakan bekerja
atas dasar:
• Efek pada elektrolit dan transpor ion. Litium dapat mengganti natrium dalam
membantu suatu potensial aksi neuron. Tetapi litium bukan substrat adekuat untuk
pompa Na.
• Efek pada neurotransmiter. Litium menurunkan pengeluaran norepinefrin dan
dopamin, menghambat supersensitivitas dopamin, meningkatkan sintesis
asetilkolin
• Efek pada second messenger. Litium menghambat konversi IP2 menjadi IP1,
konversi IP menjadi inositol.
Farmakokinetik
111
Absorpsi lengkap dalam 6-8 jam, kadar plasma dicapai dalam 30 menit-2 jam. Vd
0,5L/kg, ekskresi terutama lewat urin dengan waktu paruh eliminasi 20 jam.
Efek samping
Efek samping pada sistem saraf yaitu tremor, koreatosis, hiperaktivitas motorik,
ataksia, disartria, afasia.
Asam Valproat
Farmakodinamik
Asam valproat selain sebagai antiepilepsi juga menunjukkan efek antimania.
Efikasinya pada minggu pertama pengobatan seperti litium, tetapi asam valproat
ternyata efektif untuk pasien yang gagal dengan terapi litium. Valproat menyebabkan
hiperpolarisasi potensial istirahat membran neuron akibat peningkatan daya konduksi
membran untuk kalium.
Farmakokinetik
Pemberian valproat peroral cepat diabsorpsi dan kadar maksimal serum tercapai
setelah 1-3 jam. Bersifat asam dan diikat protein sebesar 90%. Vd 10,5L/70 kg .Masa
paruh 8-10 jam, kadar darah stabil setelah 48 jam terapi. Keceptana klirens 0,5-2,1
L/jam, kira-kira 70% dari dosis valproat diekskresi di urin dalam 24 jam.
Efek samping
Efek samping tersering adalah: mual. Efek pada SSP berupa kantuk, ataksia, tremor.
Toksisitas valproat berupa ganggan saluran cerna, sistem saraf, hati, ruam kulit, dan
alopesia.
Karbamazepin
Farmakodinamik
Karbamazepin selain sebagai antiepilepsi juga menunjukkan efek nyata pada
perbaikan psikis yaitu perbaikan kewaspadaan dan perasaan, sehingga dipakai juga
untuk mengobati kelainan psikiatri seperti mania/bipolar. Karbamazepin diduga
bekerja dengan menstabilisasi kanal sodium pada neuron sehingga menjadi kurang
dapat tereksitasi. Karbamazepin juga mempotensiasi reseptor GABA pada subunit
α1, β2 dan γ2.
Farmakokinetik
112
Karbamazepin memiliki bioavailabilitas 80% dengan ikatan protein 76%.
Karbamazepin dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 hati menghasilkan metabolit aktif
epoxide (karbamazepine 10,11 epoxide). Waktu paruh 25-65 jam dan ekskresi
melalui urine. Karbamazepin menurunkan kadar asam valproat, fenobarbital, dan
fenitoin.
Efek samping
Pusing, vertigo, ataksia, diplopia dan penglihatan kabur. Efek samping lainnya
berupa mual, muntah, anemia aplastik, agranulositosis, dan reaksi alergi berupa
dermatitis, eosinofilia, limfadenopati, dan splenomegali. Gejala intoksikasi akut dapat
berupa stupor/koma, iritabel, kejang dan depresi napas.
Indikasi dan pemilihan untuk mood stabilizer
Sampai saat ini prototip obat untuk gangguan bipoar terutama pada fase manik
dan penunjang adalah litium. Pengobatan jangka panjang terbukti menurunkan risiko
bunuh diri. Belakangan sering dikombinasikan dengan valproat karena mula kerja
yang lama dari litium sehingga membutuhkan kombinasi dengan obat lain. Biasanya
setelah keadaan manik terkontrol, antipsikosis bisa perlahan dihentikan dilanjutkan
dengan litium sebagai terapi pemeliharaan.
Litium diberikan dalam dosis terbagi untuk mencapai kadar aman (0,8-1,25
mEq/liter). Pemberian 900-1500 mg/hari pada pasien berobat jalan dan 1200-2400
mg/hari untuk pasien dirawat.
Pada fase depresif gangguan bipolar, litium sering dikombinasikan dengan
antidepresan