kompetensi jiwa kom

Upload: rde1not

Post on 18-Jul-2015

687 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia No 23 Tahun 1992 dan Undang-undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dalam penjelasan umumnya mengamanatkan pembangunan nasional di semua bidang kehidupan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan terarah. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi semua penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Persaingan di era global dan inflasi global yang membuat seseorang memimpikan sesuatu yang tidak sesuai realita, tekanan kehidupan, tak ada jaminan rasa aman, maraknya bencana alam menjadi faktor penyebab tingginya angka gangguan jiwa. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan tahun 2008 diketahui bahwa prevalensi nasional Gangguan Mental Emosional pada penduduk umur > 15 tahun adalah 11,6% (berdasarkan Self Reported Questionnarie). Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi Gangguan Mental Emosional pada penduduk umur > 15 tahun di atas prevalensi nasional, diantaranya Jawa Timur (12,3%) (Balitbangkes Depkes.2008. http://www.litbang.depkes.go.id). Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern, dan industri. Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan (Mardjono, dalam Hawari, 2001). Menurut Setyonegoro (1980, dalam Hawari, 2001) meskipun gangguan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien. Senada dengan pernyataan di atas, Dr Vijay Chandra, Health and Behaviour Advisor dari WHO Wilayah Asia Tenggara (WHO-SEARO), menyatakan bahwa gangguan jiwa merupakan penyebab utama ketidakmampuan pada kelompok usia paling produktif,

2

yakni antara 15-44 tahun. Dampak sosialnya sangat serius berupa penolakan, pengucilan, dan diskriminasi. Begitu pula dampak ekonomi berupa hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun keluarga yang harus merawat, serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung keluarga maupun masyarakat. Laporan Kesehatan Sedunia (WHO, 2001), berdasarkan studi Bank Dunia, beban yang ditimbulkan oleh gangguan jiwa sangat besar. Laporan itu menyebutkan bahwa global burden of disease akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1 persen, jauh lebih tinggi dari tuberkulosis (7,2 %), kanker (5,8 %), penyakit jantung (4,4 %), atau malaria (2,6 %) (Kompas,http://www.gizi.net). Kemudian laporan WHO tahun 2002 menyebutkan bertambahnya beban global akibat penyakit gangguan mental sebesar 13%. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan penyakit jantung (10%), penyakit saluran pernafasan (6%) dan keganasan (5%)(Pemprov Kalsel, 2005 http://www.kalselprov.go.id). Hingga sekarang penanganan penderita gangguan jiwa belum memuaskan, terutama terjadi di negara-negara sedang berkembang, hal ini disebabkan ketidaktahuan (ignorance) keluarga maupun masyarakat terhadap gangguan jiwa, diantaranya masih terdapatnya pandangan negatif (stigma) (Hawari, 2001). Hambatan penanganan gangguan jiwa juga terjadi karena anggapan bahwa gangguan jiwa pada umumnya bukan penyakit yang dapat diobati dan disembuhkan (Hawari, et. al ). Pandangan ini cukup beralasan, karena sebagian klien gangguan jiwa, khususnya psikosis (skizofrenia) didapatkan pada kondisi kronis, dalam arti mengalami gangguan yang cukup lama dan tingkat ketidakmampuan fungsi yang tinggi (Dabrowski dan Stanoza, 1998, dalam Keliat, 1996). Tingkat kesembuhan klien gangguan jiwa secara nasional adalah 30 % bisa sembuh sempurna, 30 % harus minum obat selama hidupnya, dan 40 % lainnya harus hidup di dalam Rumah Sakit Jiwa (Paelo, www.tabloidjubi.com). Akibat dari gangguan jiwa yang kronis memberi konsekuensi kemunduran pada klien yang ditandai dengan hilangnya motivasi dan tanggung jawab, apatis, menurunnya kemampuan perawatan mandiri, dan aktivitas hidup sehari-hari, serta menghindar dari kegiatan dan hubungan sosial atau isolasi sosial (Keliat, 1996). Hal inilah yang dirasakan perlu adanya peningkatan kepedulian dan kesadaran

3

masyarakat

terhadap

individu

yang

mengalami

gangguan

jiwa.

Desa Siaga yang telah dicanangkan pemerintah, merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat, seperti kurang gizi, kejadian bencana, termasuk didalamnya gangguan jiwa, dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong, menuju Desa Siaga. Desa Siaga Sehat Jiwa merupakan satu bentuk pengembangan dari pencanangan Desa Siaga yang bertujuan agar masyarakat ikut berperan serta dalam mendeteksi pasien gangguan jiwa yang belum terdeteksi, dan membantu pemulihan pasien yang telah dirawat di rumah sakit, serta siaga terhadap munculnya masalah kesehatan jiwa di masyarakat. Keluarga sebagai bagian dari masyarakat dan sistem klien mempunyai arti yang sangat strategis dalam menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas melalui lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan (Friedman, 2001). Bahkan keluarga mempunyai peran pokok dalam menciptakan yang sehat dan produktif. Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien (Keliat, et al). Keluarga yang sehat akan memberikan pengaruh bagi keberlangsungan perkembangan dan sumbangsih penguatan (empowerment) bagi terwujudnya peningkatan derajat kesehatan anggotanya. Keluarga yang sehat mempunyai kemampuan mengatasi masalah yang dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan sekunder) dan memulihkan perilaku adaptif (pencegahan tersier ( Keliat, et al). Pencapaian derajat kesehatan bagi keluarga yang mempunyai masalah kesehatan seperti yang tergambar pada paparan di atas, dapat dilakukan berbagai upaya sesuai dengan program promosi kesehatan Departemen Kesehatan antara lain peningkatan kesehatan kepada masyarakat dalam bentuk pemberdayaan masyarakat melalui program Desa Siaga Sehat Jiwa yang terintegrasi dengan dengan program Desa Siaga. dan memelihara kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan yang optimal sejahtera lahir dan batin sehingga terwujud generasi

4

Perawat sebagai tenaga profesional dalam konteks ini adalah lembaga yang dapat berperan sebagai fasilitator dan penyedia sumber modalitas keperawatan (nursing agency) yang memberikan sumbangsih peningkatan keberdayaan (empowerment) bagi keluarga atau klien yang kurang mampu menolong dirinya (self care deficit) dan mempunyai kebutuhan bantuan kesehatan/perawatan dari keluarga/klien( therapeutic self care demand). Pemberdayaan tersebut dapat berupa upaya peningkatan pengetahuan bagi keluarga atau klien, melalui pendidikan atau penyuluhan kesehatan, sehingga keluarga atau klien akan mendapatkan kembali kapasitas/kemampuan (self care ability/self care agency) ( George, J.B. 1980). Aplikasi peran peran perawat dapat dilakukan di berbagai tatanan pelayanan kesehatan jiwa, terutama di puskesmas atau keluarga dan komunitas dalam bentuk keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Keperawatan kesehatan jiwa komunitas atau dalam istilah lain Community Mental Health Nursing ( CMHN ) di Indonesia pertama kali diaplikasikan secara nyata pada tahun 2005 di Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Program Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ) memberikan dampak yang positif terhadap puskesmas, perawat kesehatan jiwa, masyarakat, dan pasien yang mengalami gangguan jiwa. 1.2. Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan Umum Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui peran perawat dalam kaitannya dengan kompetensi keperawatan jiwa di komunitas (CMHN) sesuai dengan tahap dan jenjang pendidikannya. 1.2.2. Tujuan Khusus 1). Mengetahui kompetensi keperawatan jiwa di komunitas tahap akademik oleh perawat pada jenjang D3 keperawatan. 2). Mengetahui kompetensi keperawatan jiwa pada klien di area komunitas tahap profesi oleh perawat pada jenjang D3 keperawatan. 3). Mengetahui kompetensi keperawatan jiwa pada klien di area komunitas tahap akademik oleh perawat pada jenjang S1 keperawatan. 4). Mengetahui kompetensi keperawatan jiwa pada klien di area komunitas tahap profesi oleh perawat pada jenjang S1 keperawatan.

5

BAB 2 KOMPETENSI KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI KOMUNITAS 2.1.Pengertian Komunitas ( community ) a. Komunitas artinya masyarakat terbatas yang mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geofrafi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga (Effendy N., 1997) b. Menurut Kozier, dkk. (1997) komunitas adalah sekumpulan orang, tempat mereka dapat berbagi atribut dalam kehidupannya. Dapat disebabkan karena mereka tinggal dalam satu lokasi, mempunyai tempat ibadah yang sama, atau adanya kesamaan minat seperti pekerjaan. Komunitas juga merupakan sistem sosial yang setiap anggotanya baik secara formal maupun informal saling berinteraksi dan bekerja sama untuk suatu keuntungan bagi seluruh anggotanya. Kesehatan mental masyarakat ( community mental health ) Menggambarkan sebuah perubahan dalam focus perawatan kesehatan mental psikiatrik dari individual pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Juga menggambarkan tempat dimana perawatan yang komprehensif diberikan (Bloom, 1977). Perawatan kesehatan masyarakat a. Stanhope dan Lancaster (1996) mendefinisikan perawatan kesehatan komunitas sebagai suatu sintesis dari keperawatan dan praktik kesehatan umum yang diaplikasikan untuk promosi dan melindungi kesehatan masyarakat. Praktik yang dilakukan bersifat umum dan komprehensif dengan menitikberatkan pada pertanggungjawaban kepada masyarakat secara keseluruhan. b. Keperawatan kesehatan komunitas adalah sintesis dari praktik keperawatan dan praktik kesehatan masyarakat yang sebagian besar tujuannya adalah menjaga atau memelihara kesehatan komunitas dan penduduk dengan fokus pada promosi kesehatan dan pemeliharaan individu, keluarga dan kelompok dalam komunitas.

6

Mempunyai

orientasi

pada

masalah

kesehatan

yang

akan

datang

serta

mengidentifikasi kebutuhn kelompok terhadap situasi dan kondisi tertentu (Sumijatun, dkk., 2005) 2.2. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (Community Mental Health Nursing) Desa Siaga yang telah dicanangkan pemerintah, merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat, seperti kurang gizi, kejadian bencana, termasuk didalamnya gangguan jiwa, dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong, menuju Desa Siaga. Desa Siaga Sehat Jiwa merupakan satu bentuk pengembangan dari pencanangan Desa Siaga yang bertujuan agar masyarakat ikut berperan serta dalam mendeteksi pasien gangguan jiwa yang belum terdeteksi, dan membantu pemulihan pasien yang telah dirawat di rumah sakit, serta siaga terhadap munculnya masalah kesehatan jiwa di masyarakat melalui kegiatan keperawatan kesehatan jiwa masyarakat atau komunitas (Community Mental Health Nursing). CMHN merupakan bentuk pengelolaan pelayanan asuhan keperawatan jiwa yang mendasarkan pada prinsip prinsip pelayanan keperawatan yang holistik dan komprehensif. Keperawatan jiwa yang holistik dan komprehensif yakni pendekatan pelayanan yang meliputi aspek biologis, psikologis, sosial kultural, dan spiritual dalam hubungannya dengan prevensi primer, sekunder dan tersier. Keperawatan jiwa yang komprehensif memungkinkan aplikasi pelayanan keperawatan spesialistik yang terintegrasi dalam asuhan dan pelayanan kesehatan mental dengan berbagai sumber yang ada di komunitas. Perawat jiwa dapat melakukan kerjasama lintas program maupun lintas sektor dalam upaya memberdayakan (empowerment) anggota masyarakat untuk sadar dan mampu menolong dirinya dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa. Kerjasama lintas program dapat dilakukan dengan sumber-sumber yang ada di masyarakat seperti perawat komunitas, puskesmas, rumah sakit umum sampai rumah

7

sakit jiwa. Sedangkan kerjasama lintas sektor dapat dilakukan dengan berbagai lembaga pemerintah, swasta maupun swadaya masyarakat. Kerjasama dengan Dinas Pendidikan dalam upaya kesehatan jiwa anak sekolah dalam program UKS, dengan Dinas Sosial dalam upaya rehabilitasi psikososial. Sementara itu dengan lembaga swadaya masyarakat atau anggota masyarakat sendiri dapat dilakukan upaya program kader kesehatan jiwa, perhimpunan klien dan keluarga sehat jiwa, kelompok swabantu (Self Help Group), maupun dukungan sosial lainnya. Keperawatan jiwa komunitas dalam aktifitasnya bergabung membentuk tim kesehatan jiwa komunitas yang terdiri dari perawat jiwa (perawat CMHN), psikiater, psikologi klinik, social worker, dan lainnya yang bekerjasama bertanggung jawab atas keberhasilan perawatan klien di keluarga agar mampu merawat anggota keluarganya sehingga dapat berfungsi dalam kehidupan sehari hari. Pada kenyataannya masalah kesehatan jiwa masyarakat merupakan masalah yang sangat sangat kompleks dan berdasarkan kuantitas sebenarnya kondisi kesehatan jiwa masyarakat menduduki tingkat yang paling tinggi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa, hanya sepuluh persennya saja yang memanfaatkan fasilitas institusi kesehatan khususnya rumah sakit jiwa, selebihnya ada di tengah masyarakat dan sebagian dari mereka tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan jiwa yang ada dengan berbagai alasan. Oleh karena itu keperawatan kesehatan jiwa di masyarakat mempunyai makna yang sangat strategis dalam rangka membangkitkan kesadaran masyarakat tentang sehat jiwa dan memberdayakan mereka untuk mampu dan mau menolong dirinya sendiri dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa. Perawat atau calon perawat kesehatan jiwa (vokasional maupun Ners) dapat memberikan sumbangsihnya, yaitu dalam rangka menerapkan konsep ilmu keperawatan kesehatan jiwa guna memberikan penguatan pada anggota masyarakat untuk belajar menolong dirinya sendiri dalam menghadapi masalah kesehatan, khususnya klien dan keluarga yang mengalami masalah kesehatan jiwa. Peta masalah kesehatan jiwa komunitas sangat besar dan kompleks dan menjadi basis pertama timbulnya masalah sebelum seseorang mencari bantuan pada institusi kesehatan yang ada di

8

lingkungannya. Kedudukan masalah kesehatan jiwa seperti tergambar dalam bagan berbentuk piramida di abawah ini. Gambar tersebut memperlihatkan besar dan luasnya masalah kesehatan jiwa di komunitas. Kondisi itu mengecil dalam bentuk kerucut yang menggambarkan sebagian anggota masayarakat yang mengalami gangguan jiwa yang menggunnakan fasilitas institusi kesehatan jiwa mulai puskesmas, bergeser ke unit kesehatan jiwa yang ada di rumah sakit umum dan yang paling kecil adalah di rumah sakit jiwa. Hal ini memberikan arahan pada kita semua insan kesehatan, khususnya perawat jiwa untuk memperhatikan masalah kesehatan jiwa komunitas di tempat basisnya yaitu di tengah-tengah masyarakat.

Low

L evelsof C & Intervention areHigh1

MPKPM n a H it l e t l osp a

Frequency2 3 Psy ia ric u iting n ra ch t n ee l hosp a o it l sp

PICU CLP AC CMHN

Cost

Com m uni ty m ental h ealt h services en tal (outpati en t/ ou tr each ) ent / treach)

4

M ental health care through prim ary health care services I nform al and form al com munity care/ support outside the health sector

IC CMHN BC CMHN

DS J S KKJ S HG UKS J6

5

S elf/F ily care amKualitas Pelayanan yang dibutuhkan Low

High

8 (Keliat, 1997; Maramis A, 2005; adapted from van Ommeren, 2005)

Bagan 2.1. : Tingkat intervensi dan asuhan keperawatan kesehatan di komunitas 2.2.1. Prevensi Primer Di atas telah disebutkan bahwa keperawatan jiwa komunitas yang komprehensif menggunakan pendekatan upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Prevensi primer menekankan pada upaya mencegah, mempertahankan, dan meningkatkan stAtus kesEhatan jiwa masyarakat agar pada posisinya yang

9

adaptif atau seimbang (equilibrium). Target dari prevensi primer adalah anggota masyarakat yang tidak mengalami masalah gangguan jiwa baik individu maupun kelompok sesuai dengan tingkat usia mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia. Aktifitas yang dapat dilakukan adalah kegiatan program pendidikan kesehatan, stimulasi tumbuh kembang, manajemen stres, program sosialisasi kesehatan jiwa, serta kesiapan pola asuh orang tua. Program lainnya seperti dukungan sosial, pencegahan penyalahgunaan obat, dan program pencegahan tindak kekerasan dan percobaan bunuh diri. 2.2.2. Prevensi Sekunder Prevensi sekunder adalah upaya deteksi dini terhadap masalah psikososial dan gangguan jiwa. Fokus penanganannya adalah mengurangi masalah psikososial atau kejadian gangguan jiwa. Sedangkan target sasarannya adalah anggota masyarakat yang mempunyai risiko atau menunjukkan adanya masalah psikososial atau gangguan jiwa. Kegiatannya meliputi penemuan kasus secara dini, screening dan tindak lanjutnya, penanganan tindakan kekerasan atau percobaan bunuh diri, modalitas psikoterapi keperawatan, upaya tindak lanjut dan rujukan kasus. 2.2.3. Prevensi Tersier Prevensi primer mengupayakan peningkatan fungsi jiwa, sosialisasi, dan pencegahan kekambuhan. Sedangkan fokus aktifitasnya adalah mengurangi tingkat disabilitas yang disebabkan oleh masalah gangguan jiwa. Target sasarannya adalah anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa dan dalam proses rehabilitasi. Aktifitas tindakan keperawatannya dapat berupa program dukungan sosial melalui sumber-sumber yang ada di komunitas, program rehabilitasi melalui pemberdayaan kemampuan klien dan keluarga agar mandiri dan program pencegahan stigma yang berkembang di masyarakat terkait gangguan jiwa

10

2.3. Peran dan Fungsi Perawat Komunitas Peran perawat kesehatan jiwa seperti halnya perawat kesehatan yang lainnya yang meliputi empat peran utama yaitu sebagai perawat pelaksana (praktisioner), perawat pengelola (manajer), peran sebagai perawat pendidik (edukator), dan peran perawat peneliti (researcher). Peran tersebut dilaksanakan sesuai dengan tingkat fungsinya baik independen, dependen, maupun interdependen (kolaborasi) sesuai kondisi masalah dan sumber-sumber yang ada di lingkungannya dan bahkan dapat dikembangkan menjadi peran yang lebih luas (expended role) sesuai dengan kebutuhan. Secara umum perawat jiwa komunitas dapat berperan sebagai perawat praktisioner, perawat pendidik, dan peran perawat koordinator. 2.3.1. Perawat Pelaksana Perawat pelaksana (praktisioner = direct nursing care) adalah peran perawat jiwa komunitas yang memungkinkan terjadinya interaksi antara perawat CMHN dan klien/keluarga dalam rangka memberikan asuhan kasus keperawatan secara langsung, melului aktifitas asuhan dengan menggunakan proses keperawatan. Hubungan perawat klien mempunyai tujuan peningkatan kemampuan klien dalam hal penyelesaian masalah dan peningkatan fungsi klien. Aktifitas intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi manajemen kasus kesehatan jiwa, intervensi keperawatan pada individu dan keluarga serta aktivitas kolaborasi dengan tim kesehatan lain. (Kompetensi dan aktifitas manajemen kasus terlampir). 2.3.2. Perawat Pendidik (Edukator) Peran perawat pendidik cukup luas, tetapi secara khusus pada perawat jiwa adalah dalam rangka menjalankan fungsi independen pendidikan kesehatan/keperawatan bagi klien dan keluarga agar mampu menjalankan lima fungsi keluarga sehat jiwa dan mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah. Aktifitas keperawatan yang dapat dijalankan sesuai dengan fungsi keluarga yang meliputi peningkatan kemampuan mengenal masalah, mengambil keputusan, kemampuan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah psikososial atau gangguan jiwa, memodifikasi lingkungan klien dan keluarga yang dapat mendukung penyelesaian masalah dan kemampuan dalam

11

menggunakan fasilitas atau sumber-sumber di lingkungan sekitar klien yang dapat dijadikan sebagi sumber koping dalam menyelesaikan masalah kesehatan jiwa. 2.3.3. Perawat Koordinator Peran perawat koordinator adalah melakukan hubungan dalam rangka koordinasi dan negosiasi kepada pihak-pihak terkait. Aktifitas keperawatan yang dapat dikerjakan meliputi kegiatan penemuan kasus kesehatan jiwa dan menjalankan fungsi rujukan kasus gangguan jiwa maupun masalah psikososial yang menjadi asuhannnya.

12

BAB 3 KESIMPULAN

Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat, termasuk didalamnya gangguan jiwa, dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong. Desa Siaga Sehat Jiwa merupakan satu bentuk pengembangan dari Desa Siaga yang bertujuan agar masyarakat ikut berperan serta dalam mendeteksi pasien gangguan jiwa yang belum terdeteksi, dan membantu pemulihan pasien yang telah dirawat di rumah sakit, serta siaga terhadap munculnya masalah kesehatan jiwa di masyarakat melalui kegiatan keperawatan kesehatan jiwa masyarakat atau komunitas (CMHN). CMHN merupakan bentuk pengelolaan pelayanan asuhan keperawatan jiwa yang mendasarkan pada prinsip prinsip pelayanan keperawatan yang holistik dan komprehensif melalui pendekatan pelayanan yang meliputi aspek biologis, psikologis, sosial kultural, dan spiritual dalam hubungannya dengan prevensi primer, sekunder dan tersier. Perawat atau calon perawat kesehatan jiwa (vokasional maupun Ners) dapat memberikan sumbangsihnya bagi masalah keshatan komunitas dalam rangka menerapkan konsep ilmu keperawatan kesehatan jiwa guna memberikan penguatan pada anggota masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam menghadapi masalah kesehatan, khususnya klien dan keluarga yang mengalami masalah kesehatan jiwa.

Daftar Pustaka

13

Balitbangkes Depkes.2008. http://www.litbang.depkes.go.id/ Nasional.pdf. diperoleh tanggal 11 Juli 2010).

laporan

RKD/Indonesia

Effendy, N.(1998). Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Edisi dua. Jakarta; EGC. Friedman, M.M. (2001). Family nursing: research, theory & practice. Fourth edition. Appleton & Lange. Stamford. Connecticut George, J.B. (1990). Nursing theories the best for professional nursing practice. Third edtion. Appleton & Lange. Norwalk. Connecticut Hawari, D. (2001). Pendekatan holistik pada gangguan jiwa skizoprenia, Jakarta : FKUI Keliat, B.A. & Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Keliat, B.A. (1996). Peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa, EGC. Jakarta. Kompas.(2001).http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/. diperoleh tanggal 14 Mei 2010 Paelo, Y. (2009 ). www.tabloidjubi.com. diperoleh 28 Mei 2010) PemprovKalsel.(2005)://www.kalselprov.go.id/badan-badan/rumah-sakit-jiwa-sambunglihum. Diperoleh 16 Mei 2010 ) Tim CMHN FIK UI dan WHO, 2006 Modul BC CMHN Tim CMHN FIK UI dan WHO, Modul IC CMHN, Manajemen Kasus Gangguan Jiwa Dalam Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas Undang- Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Undang- Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Lampiran 1:

14

MANAJEMEN KASUS KEPERAWATAN JIWA DI DESA SIAGA Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan oleh: A. Perawat CMHN (Ners) B. Kader Kesehatan Jiwa (KKJ) Asuhan keperawatan oleh perawat CMHN, mampu melaksanakan: 1. Asuhan keperawatan a. Sehat jiwa Asuhan keperawatan sehat jiwa Pendidikan kesehatan untuk kelompok keluarga dan asuhan keperawatan untuk sehat jiwa sesuai dengan usia : a) 0 tahun b) 1-3 tahun c) 3-5 tahun d) 5-12 tahun e) 12-18 tahun f) 18-25 tahun g) 25-45 tahun h) >45 tahun b. Risiko masalah psikososial Asuhan keperawatan risiko masalah psikososial : a) Gangguan citra tubuh b) Kehilangan dan berduka c) Ansietas c. Gangguan jiwa Asuhan keperawatan gangguan jiwa a) Pasien anak dengan : o Perilaku kekerasan o Depresi b) o o o o o o o Pasien dewasa dengan : Perilaku kekerasan Halusinasi Waham Isolasi sosial Harga diri rendah Defisit perawatan diri Risiko bunuh diri

c) Pasien lansia dengan: o Demensia o Depresi 2. Pendidikan kesehatan

15

3. Terapi Aktivitas Kelompok 4. Rehabilitasi Kegiatan asuhan keperawatan perawat CMHN: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mendeteksi keluarga sehat jiwa: sehat, risiko, dan sakit Melakukan pendidikan kesehatan pada kelompok sehat jiwa sesuai dengan usia Melakukan pendidikan kesehatan pada kelompok risiko masalah psikososial Melakukan pendidikan kesehatan pada kelompok keluarga dengan gangguan jiwa Melakukan TAK dan terapi rehabilitasi pada kelompok pasien gangguan jiwa Melakukan asuhan keperawatan pada pasien & keluarga dengan cara kunjungan rumah 7. Mendokumentasikan semua kegiatan a) Dokumentasi asuhan keperawatan perawat CMHN o Kartu berobat Puskesmas o Laporan harian pasien di Puskesmas o Evaluasi kemampuan pasien dan keluarga o Jadual aktivitas harian pasien B. Asuhan keperawatan oleh KKJ, mampu melaksanakan 5 asuhan keperawatan 1. Kasus yang akan dirawat oleh KKJ: a) Jenis kasus: o Perilaku kekerasan o Halusinasi o Isolasi sosial o Harga diri rendah o Defisit perawatan diri b) Kondisi kasus: o Mandiri yang telah dirawat oleh perawat CMHN. Mandiri adalah pasien mampu melakukan sendiri aktivitas yang diajarkan selama 2 minggu berturut-turut 2. Kasus yang akan dirujuk oleh KKJ kepada perawat CMHN: a) Jika hasil evaluasi / supervisi kemampuan kurang dari 50% b) Jika ditemukan tanda dan gejala yang kritikal: o Perilaku kekerasan : pasien melukai orang lain, merusak barang-barang o Halusinasi : pasien mengikuti halusinasinya o Isolasi sosial : pasien mengurung diri atau dikurung oleh keluarga o Harga diri rendah : pasien selalu mengatakan dirinya negatif/tidak berguna o Defisit perawatan diri : pasien tidak mau melakukan aktivitas mandi, berhias, makan, bab / bak

16

3. Dokumentasi Lampiran 2: MANAJEMEN KASUS KEPERAWATAN JIWA DI DESA SIAGA Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan oleh: C. Perawat CMHN (Vokasional/D3 Kep) D. Kader Kesehatan Jiwa (KKJ) Asuhan keperawatan oleh perawat CMHN, mampu melaksanakan: a. i. Asuhan keperawatan Sehat jiwa Asuhan keperawatan sehat jiwa Pendidikan kesehatan untuk kelompok keluarga dan asuhan keperawatan untuk sehat jiwa sesuai dengan usia : a) 0 tahun b) 1-3 tahun c) 3-5 tahun d) 5-12 tahun e) 12-18 tahun f) 18-25 tahun g) 25-45 tahun h) >45 tahun Risiko masalah psikososial Asuhan keperawatan risiko masalah psikososial : Ansietas Gangguan jiwa Asuhan keperawatan gangguan jiwa

ii.

iii.

Pasien dewasa dengan : o Perilaku kekerasan o Halusinasi o Waham o Isolasi sosial o Harga diri rendah o Defisit perawatan diri o Risiko bunuh diri ( Target 3 dari 7 diagnosa keperawatan di atas sesuai jenis diagnosa yang paling banyak ditemukan) 5. Pendidikan kesehatan (penyuluhan secara kelompok) 6. Terapi Aktivitas Kelompok ( secara kelompok) 7. Rehabilitasi

17

Kegiatan asuhan keperawatan perawat CMHN: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mendeteksi keluarga sehat jiwa: sehat, risiko, dan sakit Melakukan pendidikan kesehatan pada kelompok sehat jiwa sesuai dengan usia Melakukan pendidikan kesehatan pada kelompok risiko masalah psikososial Melakukan pendidikan kesehatan pada kelompok keluarga dengan gangguan jiwa Melakukan TAK dan terapi rehabilitasi pada kelompok pasien gangguan jiwa Melakukan asuhan keperawatan pada pasien & keluarga dengan cara kunjungan rumah 7. Mendokumentasikan semua kegiatan Dokumentasi asuhan keperawatan perawat CMHN : 1. Kartu berobat Puskesmas 2. Laporan harian pasien di Puskesmas 3. Evaluasi kemampuan pasien dan keluarga 4. Jadual aktivitas harian pasien B. Asuhan keperawatan oleh KKJ, mampu melaksanakan 5 asuhan keperawatan 1. Kasus yang akan dirawat oleh KKJ: a) Jenis kasus: o Perilaku kekerasan o Halusinasi o Isolasi sosial o Harga diri rendah o Defisit perawatan diri b) Kondisi kasus: o Mandiri yang telah dirawat oleh perawat CMHN. Mandiri adalah pasien mampu melakukan sendiri aktivitas yang diajarkan selama 2 minggu berturut-turut 2. Kasus yang akan dirujuk oleh KKJ kepada perawat CMHN: a) Jika hasil evaluasi / supervisi kemampuan kurang dari 50% b) Jika ditemukan tanda dan gejala yang kritikal: o Perilaku kekerasan : pasien melukai orang lain, merusak barang-barang o Halusinasi : pasien mengikuti halusinasinya o Isolasi sosial : pasien mengurung diri atau dikurung oleh keluarga o Harga diri rendah : pasien selalu mengatakan dirinya negatif/tidak berguna o Defisit perawatan diri : pasien tidak mau melakukan aktivitas mandi, berhias, makan, bab / bak

18

3. Dokumentasi

Lampiran 3 : KURIKULUM PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS Kurikulum Program Pendidikan pada program profesi mengacu pada KURNAS (SK Dirjen DIKTI Nomor : 129/U/1999), tentang KIPNI (Kurikulum Inti Pendidikan Ners Indonesia) tanggal 11 Juni 1999. Kurikulum Program Pendidikan Profesi Ners saat ini terdiri dari 2 jalur; yaitu : 1. Jalur Reguler (Lulusan SMU) dengan beban studi 159 SKS ditempuh selama 9 10 semester. Program akademik ditempuh selama 7 8 semester (135 SKS) Program profesi ners ditempuh selama 2 semester (24 SKS) pada smt 9 dan 10 2. Jalur Non Reguler (Lulusan DIII Keperawatan/Akper) dengan beban studi 98 SKS ditempuh selama 4 5 semester Program akademik ditempuh selama 2 3 semester (74 SKS) Program profesi ners ditempuh selama 2 semeter (26 SKS) pada smt 4 dan 5 Besar beban studi program profesi Ners berdasarkan KIPNI, 1999 adalah 26 SKS, sebagai berikut : KELOMPOK ILMU Ilmu Keperawatan Dasar (2 SKS = 10%) Ilmu Keperawatan Klinik (12 SKS = 60 %) LINGKUP/CABANG ILMU Manajemen Keperawatan (2 SKS) 1. Ilmu Keperawatan Anak (3 SKS) 2. Keperawatan Maternitas (3 SKS) 3. Keperawatan Medikal Bedah (4 SKS) 4. Keperawatan Kesehatan Jiwa (2 SKS) Ilmu Keperawatan Komunitas (6 SKS = 60 %) 5. Keperawatan Gawat Darurat (2 SKS) 1. Keperawatan Komunitas (3 SKS) 2. Keperawatan Keluarga (3 SKS) 3. Keperawatan Gerontik (2 SKS)

19

Pengembangan kurikulum profesi Ners tersebut didasarkan pada ketentuan yang tertuang dalam KIPNI yaitu beban studi program profesi maksimal 24-34 SKS. Mata Ajar Yang Dipraktikkan SEMESTER IV No. 1. 2. 3. 4. Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Anak Keperawatan Maternitas Keperawatan Gawat Darurat JUMLAH SKS SKS 4 3 3 2 12

SEMESTER V No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mata Ajar Keperawatan Komunitas Keperawatan Jiwa Keperawatan Gerontik Keperawatan Keluarga Manajemen Keperawatan Praktika Senior JUMLAH SKS SKS 3 2 2 3 2 2 14

20

Lampiran 4 : Silabus Mata Ajar Keperawatan Jiwa Mata Ajar Kode Mata Ajar Beban Studi jalur Non Reguler PJMK Pembimbing dan penguji 1. : Keperawatan Kesehatan Jiwa :: 2 SKS :: TEAM Deskripsi Mata Ajar

Kegiatan profesi keperawatan Kesehatan Jiwa dilaksanakan oleh mehasiswa program profesi dengan cara praktek keperawatan secara langsung dengan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus kedaruratan psikiatrik, asuhan keperawatan pada anak, remaja, dewasa, dan usila yang mengalami gangguan jiwa, serta pelaksanaan terapi modalitas keperawatan. Evaluasi dilakukan dengan cara melihat kemampuan mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan dan responsi klinik. 2. 1) Tujuan Tujuan Instruksional Umum : Setelah melaksanakan praktek klinik dalam program profesi, peserta didik akan mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dan keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa, serta pelaksanaan terapi modalitas keperawatan. Evaluasi dilakukan dengn cara melihat kemampuan mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan dan responsi klinik. 2) Peserta didik akan mampu : a. Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa dengan pendekatan proses keperawatan dan tekhnik komunikasi terapeutik. b. Melaksanakan asuhan keperawatan pada keluarga yang salah satu anggotanya mengalami gangguan jiwa. c. Berperan serta dalam penanganan kedaruratan psikiatri. d. Melaksanakan / memberikan berbagai alternative terapi modalitas dalam keperawatan jiwa sesuai dengan rencana yang telah diterapkan. Tujuan Instruksional Khusus

21

e. Melaksanakan kunjungan rumah dan melaksanakan pendidikan kesehatan / penyuluhan kesehatan pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa. 3. 1) perawat dan klien b. Menerapkan teknik komunikasi terapeutik c. Mengamati reaksi verbal dan non verbal d. Menyusun analisa proses interaksi 2) a. Anak remaja b. Dewasa c. Usila d. Masyarakat 3) a. Somato terapi b. Psikofarma c. ECT d. Psiko terapi suportif e. Terapi okupasi f. Terapi aktivitas kelompok g. Manipulasi lingkungan : Keluarga Masyarakat Pelaksanaan Terapi Modalitas Keperawatan Proses Keperawatan Kompetensi Klinik Yang Harus Dicapai Komunikasi terapeutik : a. Menjalin hubungan interpersonal sesuai tugas-tugas pada tahapan hubungan

22

4. 1) pasien resume. 2) 3)

Evaluasi Bila pasien kelolaan pulang, maka mahasiswa wajib merawat pasien resume yang juga harus dilaporkan dalam bentuk laporan Interaksi Perawat Klien dalam menerapkan Setiap mahasiswa diwajibkan membuat

intervensi keperawatan dilakukan minimal 2X dalam sehari laporan Pendahuluan Strategi Pelaksanan 4) 5) ADL setiap hari 6) Sebelum menjelaskan kegiatan (Pendidikan kesehatan individu, TAK, PKMRSJ, seminar) diharapkan konsultasi ke pembimbing pendidikan dan ruangan dengan melampirkan Laporan Pendahuluan atau SAP (Satuan Acara Penyuluhan) untuk penyuluhan dan proposal untuk TAK (Terapi Aktivitas Kelompok) Ketentuan kelulusan 1) 2) 3) 4) 5) 6) Peran serta pada pre/post conference (F1) : 10% Analisa Proses Interaksi (F2) Proses Keperawatan (F3) Terapi Aktivitas Kelompok (F4) Penampilan di Klinik (F5) Responsi/ujian klinik (F6) : 5% : 20% : 20% : 30% : 15% (LP SP) pada setiap hari yang

disesuaikan dengan Rencana Intervensi Keperawatan yang telah dibuat. Setiap mahasiswa membuat minimal 1 (satu) Setiap mahasiswa diwajibkan membuat jadwal Analisa Proses Interaksi selama praktek.

23

5. Mosby Year Book.

Daftar Pustaka

Fortinash, C.M., & Holloday, P.A. (1991). Psychiatric Nursing Care Plan. St. Louise : Pascualli, E.A., & Arnold, H.N., & De Bassio, N. (1989). Mental Health Nursing : A Psycho : A Holistic Approach. St. Louise : Mosby Year Book. Keltner, N.L., & Schuecke, L.H., & Schuecke, L.H., & Bostom, C.E. (1991). Psychiatric Nursing A Psycho Terapeutic Management Approach. St. Louise : Mosby Year Book. Rawlin, R.P., & Heacock, P.E. (1993). Clinical Manual of Psyciatric Nursing. St. Louise : Mosby Year Book. Stuart, G.W., & Sundeen, S.J. (1995). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St. Louise : Mosby Year Book. Stuart, G.W., & Sundeen, S.J. (1995). Pocket Guide to psychiatric Nursing. St. Louise : Mosby Year Book. Townsend, M.C. (1996). Psychiatric Mental Health Nursing : Concepts of Care. Second Edition. Philadelphia : Davis Company. Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (1998). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St. Louise : Mosby Year Book. Stuart, G.W., & Sundeen, S.J. (1995). Buku saku : Keperawatan Jiwa. (ed. Indonesia). Jakarta : EGC Townsend, M.C. (1995). Buku Saku : Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri : Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan.