komparasi makrozoobenthos di ekosistem …jurnal.umrah.ac.id/.../2017/08/pdf-skripsi.pdf · penulis...

Download KOMPARASI MAKROZOOBENTHOS DI EKOSISTEM …jurnal.umrah.ac.id/.../2017/08/PDF-SKRIPSI.pdf · Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna ... dikelola

If you can't read please download the document

Upload: hahanh

Post on 09-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • KOMPARASI MAKROZOOBENTHOS DI EKOSISTEM

    LAMUN DESA MALANG RAPAT DAN KELURAHAN

    KAWAL

    CYNTHIA MAYANG SARI

    JURUSAN ILMU KELAUTAN

    FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

    UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

    TANJUNGPINANG

    2017

  • ABSTRAK

    SARI MAYANG, CYNTHIA. Komparasi Makrozoobenthos Di Ekosistem

    Lamun Desa Malang Rapat dan Kelurahan Kawal. Tanjungpinang Jurusan Ilmu

    Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali

    Haji. Pembimbing oleh Risandi Dwirama Putra S.T., M.Eng dan Ita Karlina S.Pi.,

    M.Si.

    Penelitian ini mengenai perbedaan keanekaragaman makrozoobenthos di dua

    ekosistem lamun yang berbeda yaitu Desa Malang Rapat yang berstatus sebagai

    Kawasan Konservasi Perairan dan Kelurahan Kawal yang merupakan kawasan

    bebas aktivitas masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis

    kerapatan lamun di dua ekosistem berbeda dan mengetahui perbedaan

    keanekaragaman makrozoobenthos di dua ekosistem lamun berbeda. Penelitian ini

    menggunakan metode acak dengan sebanyak 60 titik menggunakan plot

    berukuran 1x1 meter. Hasil penelitian ditemukan jenis lamun yang dominan di

    dua ekosistem yaitu Enhalus Acoroides. Perbedaan keanekaragaman

    makrozoobenthos menggunakan analisis One Way-Anova. Dari grafik anova

    didapatkan bahwa keanekaragaman makrozoobenthos antara dua ekosistem

    tersebut berbeda secara signifikan. Makrozoobenthos jenis gastropoda yang

    mendominan di ekosistem padang lamun Desa Malang Rapat dengan nilai

    komposisi 97%. Sedangkan untuk ekosistem lamun Kelurahan Kawal

    makrozoobenthos yang dominan adalah jenis bivalvia dengan komposisi sebesar

    67%.

    Kata kunci : makrozoobenthos, lamun, keanekaragaman, konservasi

  • ABSTRACT

    SARI MAYANG, CYNTHIA. Macrozoobenthos Comparison In Seagrass

    Ecosystems Desa Malang Rapat and Kelurahan Kawal. Tanjungpinang Marine

    Sciences department, Faculty of Marine Sciences and Fisheries, Raja Ali Haji

    Maritime University. Supervisor Risandi Dwirama Putra, ST., M.Eng and Ita

    Karlina, S.Pi.,M.Si.

    This research is about of difference in macrozoobenthos diversity in two

    seagrass ecosystems is Desa Malang Rapat has status as Water Conservation Area

    and Kelurahan Kawal is a free area of activity. The purpose of this study was to

    analisys densyti of seagrass and to investigate diversity of macrozoobenthos in

    two seagrass ecosystem.This research was conducted by the method of random

    sample of 30 points using a plot measuring 1x1 meters. The results of the study is

    found the dominant seagrass species in two seagrass ecosystem, its Enhalus

    Acoroides. Differences of macrozoobenthos diversity use One Way-Anova

    analysis. anova graph it was found the macrozoobenthos diversity between the

    two ecosystems was significantly different. The dominant of Macrozoobenthos in

    the Desa Malang Rapat seagrass ecosystem is gastropoda with 97% composition

    value. As for of the dominant makrozoobenthos in Kelurahan Kawal seagrass

    ecosystem is bivalvia with composition of 67%.

    Keyword: macrozoobenthos, seagrass, diversity, conservation

  • KOMPARASI MAKROZOOBENTHOS DI EKOSISTEM

    LAMUN DESA MALANG RAPAT DAN KELURAHAN

    KAWAL

    CYNTHIA MAYANG SARI

    NIM. 130254241019

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Perikanan pada

    Program Studi Ilmu Kelautan

    JURUSAN ILMU KELAUTAN

    FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

    UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

    TANJUNGPINANG

    2017

  • Hak cipta milik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tahun 2017

    Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

    Universitas Maritim Raja Ali Haji, sebagian atau seluruhnya dalam

    bentuk apa pun, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

  • PRAKATA

    Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

    berkat, rahmat, dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi dengan judul Komparasi

    Makrozoobenthos di Ekosistem Lamun Desa Malang Rapat dan Kelurahan

    Kawal ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

    Sarjana Perikanan di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim

    Raja Ali Haji.

    Penulis juga Mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

    memberikan masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini..Risandi

    Dwirama Putra, ST., M.Eng. selaku pembimbing utama. Ita Karlina, S.Pi., M.Si.

    selaku pembimbing pendamping. Arief Pratomo, ST., M.Si. selaku ketua penguji.

    Chandra Joei Koenawan, S.Pi., M.Si.selaku anggota penguji.

    Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari

    sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari

    pembaca sangat diperlukan.

    Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

    Tanjungpinang, Agustus 2017

    Cynthia Mayang Sari

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Batam pada tangga 23 September 1995 dari ayah Edi

    Susanto dan Ibu Inah. Penulis merupakan putrid kedua dari tiga bersaudara.

    Tahun 2007 penulis menamatkan pendidikan formal di SD Negeri 001

    Sekupang Kota Batam, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 20 Batam dari VII

    sampai dengan kelas VIII, sedangkan kelas IX penulis pindah ke SMP Negeri 11

    Batam dan lulus tahun 2010, pada tahun 2013 menamatkan pendidikan SMA

    Negeri 5 Batam.

    Pada tahun yang sama penuis diterima di universitas maritim raja ali haji

    (UMRAH) melalui jalur SNMPTN. Penulis diterima di jurusan Ilmu Kelautan,

    Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

    Penulis pernah melaksanakan magang di Kantor Dinas Kelautan Dan

    Perikanan Lingga bersama COREMAP-CTI Kabupaten Lingga sebagai salah satu

    syarat memperloleh gelar sarjana pada program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas

    Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH).

    Penulis menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul Komparasi

    Makrozoobenthos di Ekosistem Lamun Desa Malang Rapat dan Kelurahan

    Kawal.

  • DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... i

    DAFTAR TABEL ............................................................................................. ii

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii

    DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv

    DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah........................................................................................ 2 1.3. Tujuan .......................................................................................................... 2 1.4. Manfaat ........................................................................................................ 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4

    2.1. Kawasan Konservasi Perairan ..................................................................... 4

    2.2. Lamun .......................................................................................................... 5 2.3. Makrozoobenthos ........................................................................................ 6

    2.3.1. Habitat ............................................................................................... 7 2.3.2. Morfologi .......................................................................................... 8

    2.4.Keanekaragaman Makrozoobenthos ............................................................. 9

    2.5.Makrozoobenthos Sebagai Indikator Kualitas Perairan ................................ 10

    2.6.Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Makrozoobenthos ........... 11

    2.7.Keanekaragaman, Kesaragaman dan Dominasi ............................................ 12

    BAB III METODE ............................................................................................ 14

    3.1.Waktu dan Tempat ....................................................................................... 14

    3.2.Alat dan Bahan .............................................................................................. 14

    3.3.Metode Penelitian.......................................................................................... 15

    3.4.Prosedur Penelitian........................................................................................ 15

    3.4.1. Penentuan Stasiun Penelitian ............................................................ 16 3.4.2. Pengamatan Lamun Dan Pengambilan Sampel Makrozoobentos .... 16 3.4.3. Pengamatan Parameter Lingkungan .................................................. 16

    3.5.Pengolahan Data............................................................................................ 17

    3.5.1. Kerapatan Jenis lamun dan Tingkat Penutupan ................................ 18 3.5.2. Makrozoobenthos .............................................................................. 18

    3.6. Analisis Data................................................................................................ 19

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 20

    4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian .............................................................. 20

    4.2. Komposisi Jenis Dan Kerapatan Lamun ..................................................... 20 4.3. Keanekaragaman Jenis Makrozobenthos ..................................................... 23 4.4. Indeks Ekologi ............................................................................................. 27

    4.5. Kondisi Perairan ........................................................................................... 30

    4.5.1. Suhu ................................................................................................... 30

    4.5.2. Salinitas ............................................................................................. 31

    4.5.3. Kecepatan Arus .................................................................................. 32

    4.5.4. Kedalaman ......................................................................................... 32

  • BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 34

    4.4. Kesimpulan .................................................................................................. 34 4.5. Saran ............................................................................................................ 34

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35

    LAMPIRAN ....................................................................................................... 40

  • DAFTAR TABEL

    1. Alat Dan Bahan.......................................................................................... 16 2. Jenis Lamun Yang Dominan Di Desa Malang Rapat ................................ 21 3. Jenis Lamun Yang Dominan Di Desa Kelurahan Kawal .......................... 22 4. Status Padang Lamun ................................................................................ 16 5. Hasil Identifikasi Jenis Lamun Desa Malang Rapat .................................. 18 6. Hasil Identifikasi Jenis Lamun Kelurahan Kawal ..................................... 24 7. Indeks Ekologi Makrozoobenthos Di Perairan Desa Malang Rapat ......... 29 8. Indeks Ekologi Makrozoobenthos Di Perairan Kelurahan Kawal ............. 30

  • DAFTAR GAMBAR

    1. Morfologi Makrozoobenthos Jenis Gastropoda......................................... 13 2. Peta Lokasi dan Titik Pengamatan ............................................................ 15 3. Perbandingan kerapatan lamun Desa Malang Rapat dan Kawal ............... 23 4. Grafik Tingkat Keanekaragaman Jenis Makrozoobenthos Di Perairan

    Desa Malang Rapat .................................................................................... 25

    5. Perbandingan Keanekaragaman Makrozoobenthos Desa Malang Rapat Dan Kelurahan Kawal................................................................................ 26

    6. Grafik Tingkat Keanekaragaman Jenis Makrozoobenthos Di Perairan .... 26 7. Hubungan Kerapatan Jenis Lamun dan Keanekragaman

    Makrozoobenthos Di Desa Malang Rapat ................................................. 28

    8. Hubungan Kerapatan Jenis Lamun dan Keanekragaman Makrozoobenthos di Kelurahan Kawal ..................................................... 28

    9. Grafik Suhu Perairan Kelurahan Kawal Dan Desa Malang Rapat ............ 32 10. Grafik Salinitas Perairan Kelurahan Kawal Dan Desa Malang Rapat ...... 33 11. Grafik Kec.Arus Perairan Kelurahan Kawal Dan Desa Malang Rapat ..... 34 12. Grafik Kedalaman Perairan Kelurahan Kawal Dan Desa Malang Rapat .. 34

  • DAFTAR LAMPIRAN

    1. Titik Koordinat Penelitian Desa Malang Rapat ........................................... 38 2. Titik Koordinat Penelitian Kelurahan Kawal .............................................. 39 3. Kondisi Parameter Perairan Desa Malang Rapat ......................................... 40 4. Kondisi Parameter Peraiaran Kelurahan Kawal ........................................... 41 5. Komposisi Makrozoobenthos Desa Malang Rapat ...................................... 42 6. Komposisi Makrozoobenthos Kelurahan Kawal .......................................... 43 7. Tabel Granova Kerapatan Lamun Desa Malang Rapat Dan

    Kelurahan Kawal............................................................................................ 44

    8. Tabel granova keanekaragaman makrozoobenthos Desa Malang Rapat Dan Kelurahan Kawal .................................................................................... 44

    9. Regresi Hubungan Kerapatan Lamun Dan Keanekaragaman Makrozoobenthos ......................................................................................... 44

    10. Jenis Makrozoobenthos Yang Ditemukan Di Desa Malang Rapat ............... 45 11. Jenis Makrozoobenthos Yang Ditemukan Di Kelurahan Kawal .................. 47 12. Tutupan Lamun Perairan Desa Malang Rapat .............................................. 48 13. Tutupan Lamun Perairan Kelurahan Kawal ................................................. 49 14.

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Lamun umumnya tersebar di daerah perairan dangkal zona intertidal yang

    dipengaruhi pasang surut hingga daerah subtidal dengan kedalaman

    tertentu.Komunitas lamun memiliki fungsi ekologis yang penting di daerah

    pesisir.Tegakan daun lamun yang rapat berperan penting untuk mengurangi energi

    gelombang, mengendapkan partikel organik dan nutrien serta menjadi tempat

    berlindung bagi berbagai jenis biota laut.

    Perairan ekosistem padang lamun tersebar cukup luas di Bintan Pesisir Timur.

    Salahsatunya di perairan Desa Malang Rapat dan perairan Kelurahan Kawal.

    Ekosistem padang lamun Desa Malang Rapat termasuk dalam Marine Protect

    Area (MPA) atau yang lebih dikenal Kawasan Konservasi Perairan (KKP).

    Kawasan Konservasi Perairan didefinisikan sebagai kawasan perairan yang

    dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber

    daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan (Peraturan Pemerintah No. 60

    Tahun 2007).Berbeda dengan Desa Malang Rapat yang termasuk dalam Kawasan

    Konservasi Perairan, perairan Kelurahan Kawal tidak termasuk dalam zona

    Kawasan Konservasi Perairan sehingga perairan ini terdapat berbagai macam

    aktivitas masyarakat yang lebih bebas,salah satunya pengeksploitasian biota yang

    berlebihan.

    MPA bukan hanya tentang melindungi dan melestarikan keanekaragaman

    hayati laut, tetapi juga untuk mendukung perikanan berkelanjutan, ekowisata

    bahari, dan keperluan lainnya untuk kesejahteraan masyarakat pesisir .Biota-biota

    yang terdapat di ekosistem Perairan Desa Malang Rapat yang tergolong dalam

    keanekaragaman hayati yang dilindungi, namun masih terjadi pengeksploitasian

    dengan tidak memperhitungkan kelangsungan hidup dari biota-biota tersebut.

    Yang kemudian dapat juga menurunkan tingkat biodiversitas.Tidak ada lagi

    keberagaman dalam suatu lingkungan.Sehingga keseimbangan dalam suatu

    ekosistem tidak terjaga.

    Keberadaan makrozoobentos yang mendiami daerah padang lamun

    menunjukan bahwa adanya kehidupan yang dinamik yaitu terjadi interaksi antar

  • 2

    lamun dan biota-biota laut, terutama saling memanfaatkan dan saling

    membutuhkan dalam proses pertumbuhan dan berkembang biak. Makrozoobentos

    berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran indikator dan

    siklus dari alga sampai konsumen tingkat tinggi.Keberadaan hewan bentos pada

    suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik

    maupun abiotik (Melati, 2007).

    Beberapa jenis dari makrozoobenthos memiliki nilai ekonomis tinggi karena

    daging nya merupakan makanan yang enak seperti spesies dari moluska dan

    gastropoda.Beberapa jenis dari makrozoobenthos juga bisa diolah menjadi obat

    tradisional dan cangkang nya diambil sebagai bahan perhiasan.Apalagi

    masyarakat pesisir yang makin terhimpit secara ekonomi.Keadaan ini membuat

    kesadaran mengelola lingkungan pesisir semakin rendah.Dari pemahaman diatas

    perlu dilakukan penelitian komparasi makrozoobenthos di ekosistem padang

    lamun Desa Malang Rapat dan Kelurahan Kawal.

    1.2. Rumusan Masalah

    Masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

    1. Bagaimana kerapatan jenis lamun di ekosistem padang lamun Desa Malang

    Rapat dan Kelurahan Kawal

    2. Bagaimana perbedaan keanekaragaman jenis makrozoobenthos yang mendiami

    ekosistem padang lamun Desa Malang Rapat dan Kelurahan Kawal

    1.3. Tujuan

    Tujuan dari penelitian ini :

    1. Menganalisis kerapatan jenis lamun di ekosistem padang lamun Desa Malang

    Rapat dan Kelurahan Kawal.

    2. Mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis makrozoobenthos yang

    mendiami ekosistem padang lamun Desa Malang Rapat dan Kelurahan Kawal.

    1.4. Manfaat

    Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai media informasi terkait dengan

    perbedaan keanekaragaman makrozoobenthos di Desa Malang Rapat dan

  • 3

    Kelurahan Kawal. Memberikaninformasi yang dapat dijadikan sebagai

    pengelolaan lingkungan. Sehingga dapat diambil langkah-langkah untuk

    menanggani masalah tersebut.

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

    Kawasan Konservasi Perairan menurut (IUCN. 1994), adalah perairan pasang

    surut, dan wilayah sekitarnya, termasuk flora dan fauna di dalamnya, dan

    penampakan sejarah serta budaya, yang dilindungi secara hukum atau cara lain

    yang efektif, untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan di

    sekitarnya.Kawasan yang dilindungi tidak hanya mencakup kawasan laut namun

    juga perairan secara umum, termasuk sungai dan danau. KKP ini merupakan

    bagian dari kawasan konservasi perairan, pesisir,dan pulau-pulau kecil (Peraturan

    Menteri Kelautan dan Perikanan No.17 Tahun 2008). Zonasi KKP terdiri dari

    zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya.

    Indrajaya et al., (2011), menyebutkan bahwa terdapat beberapa manfaat

    keberadaan KKP dalam sistem alam dan sosial, yaitu:

    a. Perlindungan biota laut pada tahap tertentu dalam siklus hidupnya,

    b. Perlindungan habitat yang kritis dan tetap (misal terumbu karang, estuari),

    c. Perlindungan budaya dan lokasi arkeologi,

    d. Perlindungan terhadap budaya lokal dan nilai tradisional pengelolaan laut

    berkelanjutan,

    e. Menjamin tersedianya tempat yang memungkinkan bagi perubahan

    distribusi spesies sebagai respon perubahan iklim atau linkungan lainnya,

    f. Menjamin suatu tempat perlindungan (refugia) bagi pengkayaan stok ikan-

    ikan ekonomis penting

    g. Menyediakan suatu kerangka kerja untuk penyelesaian konflik multi

    stakeholders,

    h. Menyediakan model pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu,

    i. Menyediakan sumber pendapatan dan lapangan kerja,

    j. Menjamin area untuk penelitian ilmiah, pendidikan dan rekreasi

  • 5

    2.2. Lamun

    Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh

    proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal (Susetiono,

    2004).

    Lamun merupakan satu satunya tumbuhan angiospermae atau tumbuhan

    berbunga yang memiliki daun, batang, dan akar sejati yang telah beradaptasi

    untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut (Tuwo, 2011).

    Komunitas lamun memegang peranan penting baik secara ekologis, maupun

    biologis di daerah pantai dan estuaria.Disamping itu juga mendukung aktifitas

    perikanan, komunitas kerang-kerangan dan biota avertebrata lainnya (Bastyan dan

    Cambridge, 2008).

    Gambar 1 Morfologi Umum Lamun (Dokumentasi Pribadi)

    Bagi perikanan sendiri, lamun merupakan tempat hidup banyak ikan, kepiting,

    udang, bulu babi dan hewan lain yang juga mencari makan dan melakukan

    perkembang biakan di padang lamun. Tingginya peran lamun sebagai penunjang

    kehidupan banyak organisme membuat ekosistem ini perlu dijaga dan dilestarikan

    (Trialfhianty, 2013).Satu jenis lamun atau beberapa jenis lamun umumnya

    membentuk hamparan luas yang disebut Komunitas Padang Lamun. Kemudian,

    komunitas padang lamun berinteraksi dengan biota yang hidup didalamnya dan

    dengan lingkungan sekitarnya membentuk Ekosistem Padang Lamun (Rahmawati

    et al., 2014).

    Menurut Rahmawati et al., (2014) bahwa Dalam ekosistemnya, padang lamun

    memiliki berbagai macam fungsi, antara lain:

    1. Sebagai media untuk filtrasi atau menjernihkan perairan laut dangkal.

  • 6

    2. Sebagai tempat tinggal berbagai biota laut, termasuk biota laut yang bernilai

    ekonomis, seperti ikan baronang/lingkis, berbagai macam kerang, rajungan

    atau kepiting, teripang dll. Keberadaan biota tersebut bermanfaat bagi

    manusia sebagai sumber bahan makanan.

    3. Sebagai tempat pemeliharaan anakan berbagai jenis biota laut. Pada saat

    dewasa, anakan tersebut akan bermigrasi, misalnya ke daerah karang.

    4. Sebagai tempat mencari makanan bagi berbagai macam biota laut, terutama

    duyung (Dugong ) dan penyu yang hampir punah.

    5. Mengurangi besarnya energi gelombang di pantai dan berperan sebagai

    penstabil sedimen sehingga mampu mencegah erosi di pesisir pantai.

    6. Berperan dalam Berperan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

    Padang lamun menjadi habitat bagi banyak organisme laut, banyaknya epifit

    yang menempel pada daun lamun, yang juga berkonstribusi dalam meningkatkan

    produktifitas primer di habitat tersebut. Adanya jaring-jaring makanan yang lebih

    kompleks dan lebih panjang menjadikan padang lamun sebagai habitat utama

    yang sangat penting bagi organisme laut untuk mencari makan, kawin, memijah,

    berlindung dan berkembang. Selain itu lamun juga memberikan jasa perlindungan

    (mitigasi) dari ancaman abrasi pantai, jasa pendukung kehidupan dan kenyamanan

    bagi manusia serta jasa penyedia sumberdaya alam (Hafidz et al., 2014).

    Asosiasi biota laut dengan ekosistem lamun akan membentuk suatu sistem

    ekologi dan bila ekosistem lamun mengalami penurunan maka akan terjadi

    gangguan terhadap sumberdaya lamun tersebut sehingga keseimbangan sistem

    ekologis pun dapat terganggu pula dan pada akhirnya akan menurunkan fungsi

    ekologis dari sumberdaya tersebut. Gangguan lingkungan ini dapat mempengaruhi

    kehidupan biota yang berasosisasi dengan lamun baik dalam jumlah maupun

    keanekaragamannya (Wisnubudi dan Wahyuningsih, 2012).

    2.3. Makrozoobenthos

    Makrozoobentos adalah organisme yang sering digunakan sebagai indikator

    pencemaran (Minggawati, 2013) dan berperan juga dalam biomonitoring dari

    suatu perairan (Roy dan Gupta, 2010). Karena hidupnya yang cenderung menetap

    (Trisnawaty et al., 2013) pada sedimen dasar perairan (Purnami et al., 2010) baik

  • 7

    substrat lunak maupun substrat keras (Lumingas et al., 2011), memiliki sifat

    kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang rendah (Sharma et

    al., 2013), mudah di tangkap dan memiliki kelangsungan hidup yang panjang

    (Purnami et al., 2010).Makrozoobentos sering digunakan dalam menilai kualitas

    lingkungan perairan (Vyas et al., 2012).

    Kehidupan bentos dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Adapun faktor

    yang mempengaruhi yaitu tipe sedimen, salinitas dan kedalaman di bawah

    permukaan sehingga tercipta keanekaragaman jenis bentos yang menghuni

    perairan (Susanto, 2000).Umumnya benthos yang sering di temui di suatu perairan

    adalah dari taksa crustacean, moluska, insect, chaetopoda. Benthos tidak saja

    berperan sebagai komunitas perairan ( Barus, 2004 ).

    Makrozoobentos berkontribusi sangat besar terhadap fungsi ekosistem perairan

    (Vyas dan Bhawsar, 2013) dan memegang peranan penting seperti proses

    mineralisasi dalam sedimen dan siklus material organik (Vyas et al., 2012), serta

    berperan dalam transfer energi melalui bentuk rantai makanan (Roy dan Gupta.,

    2010), sehingga hewan ini berfungsi sebagai penyeimbang nutrisi dalam

    lingkungan perairan (Minggawati, 2013). Komposisi makrozoobentos dapat

    merespon perubahan variasi karakteristik fisika kimia air diatasnya (Stamenkovic

    et al., 2010). Demikian pentingnya peranan makrozoobentos dalam ekosistem

    perairan sehingga jika komunitas makrozoobentos terganggu, pasti akan

    menyebabkan terganggunya ekosistem (Irmawan et al., 2010).

    2.3.1. Habitat

    Makrozoobentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan (substrat) baik

    yang sesil, merayap maupun menggali lubang.Makrozoobentos hidup di pasir,

    lumpur, batuan, patahan karang atau karang yang sudah mati.Substrat perairan dan

    kedalaman mempengaruhi pola penyebaran dan morfologi fungsional serta

    tingkah laku hewan bentik.Hal tersebut berkaitan dengan karakteristik serta jenis

    makanan bentos (Melati, 2007). Keberadaan makrozoobentos yang mendiami

    daerah padang lamun menunjukan bahwa adanya kehidupan yang dinamik terjadi

    interaksi antar lamun dan biota-biota laut, terutama saling memanfaatkan dan

    saling membutuhkan dalam proses pertumbuhan dan berkembang biak. Adapula

    komunitas benthos yang memiliki peranan penting bagi kepentingan manusia

  • 8

    misalnya sebagai makanan manusia, sebagai mata rantai makan di laut dan

    sebagai indikator suatu perairan

    Menurut Pratiwi, Astuti. (2012), makrozoobenthos merupakan organisme yang

    hidup menetap (sesile) dan memiliki daya adaptasi yang bervariasi terhadap

    kondisi lingkungan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang terdapat di

    lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran.

    2.3.2. Morfologi

    Menurut Lalli, Parsons. (1993), hewan bentos dapat dikelompokkan

    berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk

    memisahkan hewan dari sedimennya. Berdasarkan kategori tersebut bentos dapat

    dibagi atas:

    a. Makrozoobenthos , kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm.

    kelompok ini adalah hewan bentos yang terbesar.

    b. Mesobentos, kelompok bentos yang berukuran antara 0.1 mm 1.0 mm.

    hewan ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur.

    Hewan yang termasuk kelompok ini adalah moluska kecil, cacing kecil dan

    crustacean kecil.

    c. Mikrobentos,kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari 0.1 mm.

    kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk

    keadalamnya adalah protozoa.

    Selanjutnya Rosenberg, Resh. (1993) menyatakan bahwa makrozoobentos

    merupakan organisme yang tertahan pada saringan yang berukuran besar dan

    sama dengan 200 sampai 500 mikrometer.

    Nybakken. (1988), menyatakan bahwa hewan benthos dapat dibagi tiga

    menurut ukurannya, yaitu makrozoobenthos berukuran > 1,0 mm, meiobenthos

    berukuran 0,1- 1,0 mm, dan mikrozoobenthos berukuran < 0,1 mm. Ukuran

    makrozoobenthos untuk Asia Tenggara adalah lebih besar dari 0,55 mm, karena

    ukuran organisme benthik di daerah ini lebih kecil dari pada di daerah sedang dan

    kutub. Organisme yang termasuk ke dalam zoobenthos antara alin Insekta,

    Annelida, Bivalvia, dan Gastropoda (Odum, 1993).

    Makrozoobenthos seperti jenis moluska dan gastropoda umumnya lebih

    dikenaldengan sebutan siput atau keong.Tubuh nya sangat bervariasi dalam

  • 9

    bentukdan ukurannya.Gastropoda memiliki cangkang tunggal berulir, kepala yang

    berkembang baik, dilengkapi dengan tentakel dan mata (Pechenik, 2000).

    Gambar 2 Morfologi Makrozoobenthos Jenis Gastropoda (Dokumentasi

    Pribadi)

    2.4. Keanekaragaman Makrozoobenthos

    Odum. (1993), menyatakan bahwa baik buruknya kondisi suatu ekosistem

    tidak dapat ditentukan hanya dari hubungan kenekaragaman dan kestabilan

    komunitasnya.Suatu ekosistem yang dikatakan stabil dapat saja memiliki

    keanekaragaman yang rendah atau tinggi, tergantung pada perubahan lingkungan

    daerah tersebut. Namun pada kenyataannya, ekosistem yang wajar dicirikan oleh

    keanekaragaman komunitas yang tinggi, tidak ada dominansi spesies serta jumlah

    individu tiap spesies terbagi secara merata.

    Keanekaragaman yang tinggi dari suatu ekosistem yang seimbang akan

    memberikan timbal balik atau peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan

    terhadap kejadian yang merusak ekosistem. Oleh karena itu, setiap masukan yang

    berlebihan (buangan sampah dan limbah) yang tidak selalu hanya terdiri dari

    unsur hara tetapi terdapat pula senyawa beracun di dalamnya tetap akan

    berpengaruh buruk terhadap kehidupan organisme makrozoobenthos.

    Menurut Sinaga et al., (1986), pengaruh buruk tersebut berupa mengecilnya

    keanekaragamanorganisme makrozoobenthos. Dengan kata lain, perubahan-

    perubahan kualitas airsangat mempengaruhi kehidupan makrozoobenthos, baik

    komposisi maupun besar populasinya.

  • 10

    2.5. Makrozoobenthos Sebagai Indikator Kualitas Perairan

    Dalam mengkaji kondisi perairan, selain ikan, penggunaan struktur komunitas

    avertebrata seperti makrozoobenthos untuk menggambarkan kondisi ekosistem

    akuatik yang terintegrasi sudah mulai berkembang. Untuk dapat menduga kualitas

    perairan secara tepat melalui penggunaan komunitas biota perlu memperhatikan

    hal-hal sebagai berikut :

    1. Keberadaan atau ketiadaan organisme harus lebih merupakan fungsi

    kualitasair daripada faktor ekologis.

    2. Metode yang digunakan harus diyakini dapat menduga kualitas air

    sehinggadapat diperbandingkan.

    3. Pendugaan harus terkait dengan kualitas air untuk jangka waktu yang

    cukuplama, bukan hanya pada saat sampling.

    4. Perlu diperhatikan bahwa pendugaan harus lebih dikaitkan dengan

    tujuansampling.

    5. Sampling, penyortiran, identifikasi dan pengolahan data harus dilakukan

    secarabaik dan benar.

    Tim Peneliti Dosen Muda. (1991), menyatakan bahwa peran makrozoobenthos

    dalam kesinambungan dinamis ekosistem perairan sangat penting karena

    merupakan salah satu mata rantai makanan. Selain itu, keberadaan

    makrozoobenthos juga menunjukkan keadaan lingkungan dimana komunitas

    tersebut berada yang selanjutnya dapat digunakan sebagai indicator pencemaran

    suatu lingkungan perairan. Adapun beberapa pertimbangan penting yang perlu

    diperhatikan dalam membicarakan indikator-indikator ekologi, yaitu (Odum,

    1993) :

    a. Pada umumnya jenis steno merupakan indikator yang lebih baik

    daripadajenis eury.

    b. Jenis besar biasanya merupakan indikator yang lebih baik daripada jenis kecil

    karena biomassa atau standing crop yang lebih besar dan lebih mantap dapat

    ditunjang dengan arus energi tertentu.

    c. Sebelum meyakini satu jenis tunggal atau golongan jenis sebagai

    indikator,diperlukan banyak bukti lapangan dimana bukti-bukti tersebut

    adalah factor yang bersangkutan dan membatasi.

  • 11

    d. Banyak hubungan diantara jenis, populasi dan seluruh komunitas sering kali

    memberikan indikator yang lebih dapat dipercaya daripada satu jenis tunggal

    karena integrasi keadaan yang lebih baik dicerminkan oleh keseluruhan

    daripada sebagian.

    2.6. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Makrozoobenthos

    Keanekaragaman jenis dan populasi komunitas makrozoobentos di pengaruhi

    oleh beberapa faktor fisika dan kimia perairan.Sifat fisika perairan seperti suhu,

    kedalaman, kecepatan arus dan salinitas. Sifat kimia antara lain pH dan DO.Sifat-

    sifat fisika-kimia air berpengaruh langsung maupun tidak langsung bagi

    kehidupan makrozoobentos. Perubahan kondisi fisika-kimia suatu perairan dapat

    menimbulkan akibat yang merugikan terhadap populasi bentosyang hidup di

    ekosistem perairan (Setyobudiandi, 1997).

    Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme di perairan

    khususnya lautan, karena pengaruhnya terhadap aktivitas metabolisme ataupun

    perkembangbiakan dari organisme tersebut. Suhu mempengaruhi proses fisiologi

    yaitu fotosintesis, laju respirasi, dan pertumbuhan ( Djunaidi, 2015).

    Sedangkan salinitas penting artinya bagi kelangsungan hidup organisme,

    hampir semua organisme laut hanya dapat hidup pada daerah yang mempunyai

    perubahan salinitas yang kecil (Hutabarat dan Evans, 2001).

    Sebaran salinitas dilaut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi

    air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai.Tinggi rendahnya salinitas air laut

    salah satu penyebabnya yaitu dipengaruhi oleh faktor cuaca, pada saat musim

    panas salinitas akan meningkat dan sebaliknya salinitas dapat turun dratis apabila

    tingginya curah hujan yang terjadi. Seperti yang terjadi di laut Mediterania dan

    laut merah salinitasnya akan mencapai 390/0 hingga 40

    0/0 (Sukandarrumidi, 2009).

    Oksigen adalah gas yang amat penting bagi hewan.Perubahan kandungan

    oksigen terlarut di lingkungan sangat berpengaruh terhadap hewan air.Kebutuhan

    oksigen bervariasi, tergantung oleh jenis, stadia, dan aktivitas.Kandungan oksigen

    terlarut mempengaruhi jumlah dan jenis makrobentos di perairan. Semakin tinggi

    kadar O2 terlarut maka jumlah makrozoobentos semakin besar.

  • 12

    Nilai pH menunjukkan derajad keasaman atau kebasaan suatu perairan yang

    dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan air.pH tanah atau substrat

    akan mempengaruhi perkembangan dan aktivitas organisme lain. Bagi hewan

    bentos pH berpengaruh terhadap menurunnya daya stress.

    Penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air,

    membatasi zona fotosintesis dimana habitat akuatik dibatasi oleh

    kedalaman.Kedalaman air mempunyai pengaruh terhadap jumlah dan jenis hewan

    makrozoobentos.Faktor kedalaman berpengaruh terhadap hewan makrozoobentos

    pada jumlah jenis, jumlah individu, dan biomass.

    2.7. Keanekaragaman , Keseragaman dan Dominansi

    Dalam struktur komunitas terdapat 5 karateristik yang dapat diukur, yaitu

    keanekaragaman, keseragaman, dominansi, kelimpahan, relative dan pola

    pertumbuhan ( Odum, 1971).Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi

    sealain merupakan kekayaan jenis, juga keseimbangan pembagian jumlah individu

    tiap jenis.Pengertian keanekaragaman jenis bukan hanya sinonim dari banyaknya

    jenis, melainkan sifat komunitas yang ditentukan oleh banyaknya jenis serta

    kemerataan hidup individu tiap jenis.

    Untuk keanekaragaman jenis adalah dengan menghitung kelimpahan relative

    masing-masing jenis atau genera dalam suatu komunitas. Selanjutnya dikatakan

    bahwa nilai indeks keanekragaman (H) terbesar didapatkan jika semua individu

    yang didapatkan berasal dari jenis berbeda-beda dan keanekragaman mempunyai

    nilai kecil atau sama dengan 0, jika suatu individu berasal dari suatu atau hanya

    beberapa jenis.

    Komposisi hewan makrozoobenthos yang meliputi keanekargaman,

    keseragaman dan kelimpahan, erat hubungannya dengan kualitas suatu peraitran.

    Hubungan ini didasarkan atas kenyataan bahwa tidak seimbnagnya lingkungan

    tidak akan turut mempengaruhi kehidupan suatu organisme yang hidup suatu

    perairan, dimana dengan melimpahnya jumlah spesies tertentu dalam perairan,

    menunjukkan telah tercemarnya sutu perairan yang dapat dibuktikan dengan

    menurunnya tingkat keragaman jenis organisme yang hidup didalamnya (Wilhm,

    1975).

  • 13

    1. H : Keragaman spesiesnya rendah, pertebaran jumlah individu tiap

    spesies rendah, kestabilan komunitas rendah dan keadaan perairan

    telah tercemar berat.

    2. 1

  • 14

    BAB III

    METODE

    3.1. Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2017 sampai bulan Juni

    2017.Pengambilan sampel dilakukan di perairan Desa Malang Rapat sebagai

    wilayah marine protect area dan perairan Kelurahan Kawal yaitu wilayah non

    marine protect area. Peta lokasi dan titik penelitan ini dapat di lihat pada gambar

    berikut.

    Desa Malang Rapat Kelurahan Kawal

    Gambar 3 Peta Lokasi dan Titik Pengamatan

    Sumber : Dokumentasi Pribadi

    3.2. Alat Dan Bahan

    Tabel 1 Alat dan Bahan yang Digunakan Dalam Penelitian

    No Nama alat Kegunaan

    1 GPS Menentukan titik lokasi

    2 Water quality checker Mengukur Suhu, DO dan pH

    3 Handrefractometer Mengukur Salinitas

  • 15

    4 Tonggak kayu Mengukur kedalaman

    5 Transek 1x1 m Transek lamun dan pengambilan

    sampel makrozoobenthos

    6 Kantong plastic Sebagai wadah sampel

    makrozoobenthos

    7 Kertas label Untuk label sampel

    8 Alat tulis Mencatat hasil pengamatan

    9 Underwater camera Dokumentasi

    10 Aquades dan tisu Kalibrasi alat

    11 Perahu

    Sumber : COREMAP-CTI, LINGGA (2016) dengan modifikasi.

    3.3. Metode Penelitian

    Penelitian ini dilakukan secara survey dan sampling dengan melakukan

    pengamatan secara langsung di perairan Desa Malang Rapat sebagai lokasi

    pengamatan dan pengambilan data serta variable variabel terkait wilayah marine

    protect area, dan perairan Kelurahan Kawal yang berstatus non marine protect

    area.

    Sampel dan data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.Data

    primer diperoleh langsung dari lapangan. Pengumpulan data sekunder dilakukan

    dengan cara mengumpulkan informasi atau dokumen-dokumen dari hasil

    studi/penelitian sebelumnya yang telah dilakukan di wilayah tersebut. Data yang

    diperoleh diolah dan dianalisa secara deskriptif.

    3.4. Prosedur Penelitian

    3.4.1. Penentuan Stasiun Penelitian

    Metode penentuan lokasi yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

    menggunakan metode purposive sampling, yaitu pemilihan lokasi sampling

    dilakukan berdasarkan tujuan tertentu. Tujuan tersebut dilakukan pada daerah

    yang terdapat padang lamun sebagai lokasi pengambilan sampel. Sedangkan

    penentuan sebaran titik sampling menggunakan metode random

    sampling.Pemilihan stasiun berdasarkan survey pendahuluan untuk melihat

    kondisi lokasi penelitian dan melihat kepadatan lamun.

  • 16

    3.4.2. Pengamatan Lamun Dan Pengambilan Sampel Makrozoobenthos

    Pengamatan lamun dengan menggunakan metode kuadran transek lamun yaitu

    dengan mengukur kerapatan lamun berdasarkan jumlah masing-masing jenis lamun

    yang ada dalam setiap kuadran.Transek dan petak contoh suatu komunitas dengan

    pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah

    ekosistem tersebut. Dimana pada setiap stasiun Tarik garis transek tegak lurus garis

    pantai, mulai dari pasang tertinggi hinga surut terendah.

    Pengambilan sampel makrozoobentos tiap stasiun dilakukan pada tiap titik dengan

    menggunakan transek kuadrat 1 m x 1 m dan dilakukan penggalian pada setiap plot

    dengan bantuan trovol. Sampel dibersihkan dari substrat dan di masukan ke dalam

    kantong plastik yang sudah diberi tanda atau label untuk kemudian diidentifikasi.

    Identifikasi biota air terbatas pada karakter morfologi eksternal dari suatu spesies yang

    diperiksa.

    3.4.3. Pengamatan Parameter Lingkungan

    3.4.3.1. Suhu

    Pengukuransuhu dilakukan dengan 3 kali pengulangan disetiap kali

    pengambilan sampel makrozoobenthos disemua titik pengamatan.Pengukuran

    suhu perairan yang diukur di permukaan dasar dimana permukaan dasar perairan

    merupakan habitat dari makrozoobenthos.

    3.4.3.2. Kecepatan Arus

    Kecepatan arus di lakukan di atas permukaan perairan.Dengan menggunakan

    tali sepanjang 2 meter dan pelampung ke permukaan perairan dan dibiarkan tali

    pelampung menegang sampai jarak tertentu dengan menggunakan

    stopwatch.Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan 3 kali pengulangan

    disetiap kali pengambilan sampel makrozoobenthos disemua titik pengamatan.

    Dan dinyatakan dalam meter/detik (m/t), dengan rumus :

    V = s/t

    Keterangan :

    V = kecepatan arus

    s = jarak

    t = waktu

  • 17

    3.4.3.3. Kedalaman

    Pengukuran kedalaman air dapat diukur dengan menggunakan tonggak kayu

    yang sudah di beri ukuran untuk menentukan kedalaman perairan.Dilakukan 2 kali

    pengulangan pada saat pasang dan surut.

    3.4.3.4. Salinitas

    Pengukuran salinitas dilakukan pada setiap stasiun dengan menggunakan hand

    refractometer dengan 3 kali pengulangan. Air sampel diambil dari permukaan

    dasar perairan dimana permukaan dasar perairan merupakan habitat dari

    makrozoobenthos.

    3.4.3.5. pH dan DO

    Derajat keasaman (pH) dan DO di ukur dengan menggunakan alatwater quality

    checker. Dilakukan setiap kali pengambilan sampel makrozoobenthos dengan 3

    kali pengulangan.Pengukuran pH dan Do diambil di permukaan dasar perairan

    karena merupakan habitat dari makrozoobenthos.

    3.5. Pengolahan Data

    3.5.1. Kerapatan Jenis Lamun dan Tingkat Penutupan

    Kerapatan dihitung dengan jumlah koloni dari setiap jenis lamun yang terdapat

    dalam area transek.Menurut Brower et al., (1990) rumus yang digunakan dalam

    perhitungan kerapatan lamun sebagai berikut:

    Di=ni / A

    Keterangan:

    Di = Kerapatan jenis (ind/m2)

    ni =Jumlah total tegakan dari jenis ke-i

    A = luas transek (m2)

    3.5.2. Makrozoobenthos

    3.5.2.1. Indeks Keanekaragaman Jenis Makrozoobenthos

    Keanekaragaman makrozoobentos dapat dihitung dengan menggunakan Indeks

    Shannon-Wiener (Odum 1993):

    H = - Pi ln Pi ; Pi= ni/N

  • 18

    Keterangan :

    H = Indeks keanekaragaman jenis

    Pi = ni/N (Proporsi spesies ke-i)

    Ni =Jumlah individu jenis

    N = Jumlah total individu

    Semakin besar nilai indeks keanekaragaman maka semakin tinggi

    keanekaragaman jenisnya, berarti komunitas biota di perairan tersebut makin

    beragam dan tidak didominasi oleh satu atau dua jenis.

    3.5.2.2. Indeks Keseragaman

    Indeks keseragaman organisme makrozoobentos dihitung dengan

    menggunakan rumus Evennes Indeks (Odum, 1993):

    E = H / LnS

    Keterangan:

    E = Indeks keseragaman jenis

    H = Indeks keaneka ragaman jenis

    S = Jumlah jenis organisme

    3.5.2.3. Indeks dominan

    Indeks dominasi organisme makrozoobentos dihitung dengan menggunakan

    rumus Odum 1993:

    C = (ni/N)2

    Keterangan :

    C = indeks dominasi

    ni =jumlah individu setiap spesies

    N =jumlah total individu

    Legendre and Legendre (1983), membagi kriteria dominansi ke dalam tiga

    kategori,yaitu :

    D < 0,4 : Dominansi rendah

    0,4

  • 19

    3.6. Analisi Data

    Kepadatan dan jumlah jenis makrozoobentos akan dibandingkan antar plot

    pengamatan yang mewakili jenis pada ekosistem padang lamun yang berbeda

    dengan uji one-way ANOVAuntuk membandingkan dua variabel.Sedangkan

    hubungan antara kerapatan lamun dengan keanekaragaman makrozoobenthos

    akan disajikan dengan grafik hubungan regresi. Keanekaragaman jenis

    makrozoobentos antar plot pengamatan akan disajikan dalam bentuk histogram

    dan dibandingkan secara deskriptif.

  • 20

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

    Secara administrasi Desa Malang Rapat dan KelurahanKawal termasuk dalam

    wilayah Kecamatan Gunung Kijang, Kebupaten Bintan.Wilayah Desa Malang

    Rapat secara administratif memiliki batas sebagai berikut :

    Sebelah utara : Desa Berakit

    Sebelah selatan : Desa Teluk Bakau

    Sebelah barat : Desa Toapaya Utara

    Sebelah timur : Laut Cina Selatan

    Wilayah desa malang rapat memiliki luas sebesar 771.255 ha dan Kawal

    memiliki luas sebesar 166.000 ha yang diperuntukkan untuk fasilitas umum,

    pemukiman, pertanian, kegiatan ekonomi, hutan pantai dan lain-lain. Jumlah

    penduduk di wilayah desa malang rapat sebanyak 1.635 jiwa dan kelurahan kawal

    sebanyak 4.721 jiwa. Secara geologis , wilayah ini terdapat lahan berpasir yang

    dimanfaatkan oleh masyakat sebagai tambang pasir , namun ada juga menjadikan

    lahan ini sebagai lahan bercocok tanam yang dikelola oleh masyarakat setempat

    maupun pihak lain.

    4.2. Komposisi Jenis Dan Kerapatan Lamun

    Dari hasil pengamatan lamun di perairan Desa Malang Rapat dan di perairan

    Kelurahan Kawal, jenis lamun yang diambil hanya jenis yang dominan di

    ekosistem tersebut hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3 di

    bawah ini :

    Tabel 2 Jenis Lamun Yang Dominan Di Desa Malang Rapat

    No Jenis Ordo Kelas Rata - rata

    kerapatan

    1

    Enhalus acoroides

    Hydrocharitales

    Liliopsida

    52,16

  • 21

    Tabel 3 Jenis Lamun Yang DominanDi Kelurahan Kawal

    No Jenis Ordo Kelas Rata rata

    kerapatan

    1

    Enhalus acoroides

    Hydrocharitales

    Liliopsida

    1.9

    Enhalus acoroides

    Ujung daun membulat kadang-kadang terdapat serat-serat kecil yang menonjol

    pada waktu muda,tepi daun seluruhnya jelas, bentuk garis tepinya seperti melilit,

    tumbuh diperairan dangkal dengan substrat berpasir dan berlumpur atau kadang-

    kadang diterumbu karang.

    Klasifikasi Enhalus acoroides (Den Hartog,1970).

    Kingdom:Plantae

    Divisi: Spermatophyta

    Class: Liliopsida

    Ordo: Hydrocharitales

    Family: Hydrocharitaceae

    Genus: Enhalus

    Spesies: Enhalus acoroides

    Dari tabel 2 dan tabel 3 dapat dilihat bahwa jenis lamun dominan yang

    ditemukan sama antara perairan Desa Malang Rapat dan perairan Kelurahan

    Kawal adalah jenis E.acoroides. Menurut Tomascik et al, (1997) Enhalus

    acoroides merupakan spesies yang paling umum ditemukan di perairan dan hidup

    tersebar di sepanjang pantai tropis di Indonesia.E.acoroides hidup pada sedimen

    kasar, pasir hingga lumpur.Berdasarkan penelitian Bayu (2015) Diantara 12 jenis

    yang ditemukan di Pulau Bintan , Di perairanMalang Rapat ditemukan 9 jenis

    lamun diantaranya Cymodoceae serrulata, Cymodoceae rotundata, Syringodium

  • 22

    isotifolium, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Thalassodendron ciliatum,

    Halodule pinifolia, Halodule uninervis, dan Halophila ovalis.Namun dalam

    penelitian ini jenis lamun yang diambil hanya jenis lamun yang dominan yaitu

    jenis E.acoroides, hanya sebagai faktor pembanding antar dua eksosistem

    tersebut.Sedangkan pada perairan Kelurahan Kawal jenis lamun yang ditemukan

    hanya satu jenis yaitu E. acoroides.Sedikitnya jenis lamun yang ditemukan di

    perairan ini diduga disebabkan oleh aktivitas dari masyarakat sekitar yang tidak

    terkontrol.Jika dilihat dari rata-rata kerapatan lamun jenis E.acoroidesterlihat

    sangat berbeda signifikan antara kerapatan lamun jenis E.acoroides di perairan

    Desa Malang Rapat dan kerapatan lamun jenis E.acoroides di Kelurahan

    Kawal.Perbandingan antara kerapatan lamun jenis E.acoroides Desa Malang

    Rapat dan kerapatan lamun jenis E.acoroides Kelurahan Kawal dapat dilihat pada

    gambar 3 dibawah ini.

    Gambar 4 Perbandingan Kerapatn Lamun Jenis E.acoroides Desa Malang

    Rapat Dan Kelurahan Kawal

    Dari grafik anova (granova) gambar 4 diatas,tampak perbedaan garis linier

    yang sangat signifikan dari kedua wilayah ekosistem padang lamun Desa Malang

    Rapat dan ekosistem padang lamun Kelurahan Kawal. Dari granova tersebut

    didapatkan jumlah rata-rata dari kerapatan lamun jenis E.acoroidesyang diambil

    dari 30 titik sampling Desa Malang Rapat dan 30 titik sampling yang berada

    padaKelurahan Kawalmemiliki rata-rata kerapatan lamun sebesar yang ditandai

    One-way ANOVA displaying 2 groups

    30 30

    Kaw

    al

    Mal

    ang.

    Rap

    at

    Group Sizes:

    | |

    -25.

    13

    25.1

    3

    0

    270

    80

    1.9

    52.2

    15.7

    38.3

    gm-s

    dwgm

    +sdw

    Contrast coefficients based on group means and sizes

    Dep

    ende

    nt v

    aria

    ble

    (resp

    onse

    )

    Group Means

    Grand Mean

    MS-withinMS-between

    F-statistic = 296.63

  • 23

    dengan titik hijau (green point).Grafik Anova (granova) bertujuan untuk

    membandingkan kerapatan lamun jenis E.acoroides yang berada pada dua lokasi

    yang berbeda yaitu Desa Malang Rapat dan Kelurahan Kawal. Analisis variansi

    dari gambar diatas menunjukan bahwa kerapatan lamun yang berada pada daerah

    Desa Malang Rapat dan Kelurahan Kawal memiliki tingkat perbedaan yang

    signifikan dibuktikan dengan perbandingan perbedaan garis linier di granova

    tersebut dengan diperoleh nilai rata-rata dari kerapatan lamun jenis E.acoroides

    yang berada di Desa Malang Rapat dengan nilai kerapatan lamun sebesar 52,2dan

    rata-rata kerapatan lamun E.acoroidesyang berada di Kelurahan Kawalmemiliki

    kerapatan rata-rata sebesar 1,9. Granova juga menunjukan bahwa nilai F tabel dan

    F hitung berada pada posisi nilai F table jauh lebih besar dari F hitung dengan

    nilai F hitung sebesar 296.63 dan F table sebesar 4.007 yang menunjukan bahwa

    kerapatan lamun yang berada pada Desa Malang Rapat dan Kelurahan Kawal

    memiliki perbedaan yang signifikan dari jumlah rataan lamun E. Acroides.

    Rendahnya kerapatan lamun jenis E.acoroides di Kelurahan Kawal diduga akibat

    tinggi nya pengaruh kegiatan masyarakat di sekitar ekosistem tersebut.

    4.3. Keanekaragaman Jenis Makrozoobenthos

    Keanekaragaman jenis makrozoobenthos dalam pengamatan di perairan Desa

    Malang Rapat dan di perairan Kelurahan Kawal dapat dilihat pada gambar 4 dan

    gambar 5 di bawah ini.

    Gambar 5 Grafik Tingkat Keanekaragaman Jenis Makrozoobenthos Di

    Perairan Desa Malang Rapat

    91%

    6%

    2%

    1%

    Gastropoda

    Bivalvia

    Holothuroidea

    Crustacea

  • 24

    Dari grafik diatas tingkat keanekaragaman jenis makrozoobenthos yang paling

    tinggi adalah kelas gastropoda, spesiesgastropoda yang mendominan di ekosistem

    padang lamun Desa Malang Rapat ini dengan nilai kepadatan 91%, jenis yang

    ditemukan yaitu strombus sp, chicoreus capucinus dan cerithidea obtuse. Jailani,

    Nur. (2012), menyatakan kemampuan Gastropoda bertahan pada suatu lingkungan

    disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung seperti tipe substrat dan

    kandungan bahan organik yang relatif tinggi serta kemampuan adaptasi yang

    sangat baik untuk hidup diberbagai tempat. Menurut Hutagalung. (1991),

    Gastropoda memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengakumulasi bahan-bahan

    tercemar tanpa mati terbunuh, terdapat dalam jumlah banyak, terikat dalam suatu

    tempat yang keras dan hidup dalam jangka waktu yang lama.Bivalvia (6%) jenis

    yang ditemukan pada ekosistem padang lamun Desa Malang Rapat adalah

    polymesoda expansa, isognoman ephippium, dan paphia textile. Holothureidhea (

    2%) dan jenis yang ditemukan adalah jenis deuterostomia, sedangkan jenis

    crustacean ( 1%) hampir tidak ditemukan, spesies yang hanya ditemukan adalah

    liocarcinus vernalis.

    Gambar 6 Grafik Tingkat Keanekaragaman Jenis Makrozoobenthos Di

    Perairan Kelurahan Kawal

    Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa tingkat keanekaragaman yang tinggi

    adalah kelas bivalvia ( 67% ), yaitu jenis tapes literatus dan anomalocardia

    squamasa. Keanekaragaman gastropoda ( 23% ) yang ditemukan adalah jenis

    cerithidea cingulata dan nassarius pullus dan keanekargaman crustacean (10 %)

    23%

    67%

    10%

    Gastropoda

    Bivalvia

    Crustace

  • 25

    yang ditemukan atelecyclus rotundatus. Sedangkan holothureidea tidak ditemukan

    sama sekali di ekosistem padang lamun kelurahan kawal ini.

    Gambar 7 Perbandingan Keanekaragaman Makrozoobenthos Desa Malang

    Rapat Dan Kelurahan Kawal

    Perbandingan keanekaragaman makrozoobenthos di ekosistem padang lamun

    Desa Malang Rapat dan Kelurahan Kawal dapat dilihat pada gambar 7 yaitu

    dengan menggunakan perbandingan granova. Dari granova tampak terdapat

    perbedaan yang signifikan antara kedua wilayah tersebut.Desa Malang Rapat

    sebagai kawasan konservasi perairan yang dikelola dan terkontrol memiliki

    tingkat keanekaragaman makrozoobenthos yang tinggi dengan nilai rata-rat 8.

    Sedangkan tingkat keanekaragaman makrozoobenthos di ekosistem padang lamun

    Kelurahan Kawal sangat rendah dengan nilai 1. Hal tersebut membuktikan bahwa

    faktor kontrol dari suatu ekosistem yang sangat mempengaruhi terhadap suatu

    ekosistem terhadap suatu keanekaragaman jenis makrozoobenthos.Pengelolaan

    suatu ekosistem diperlukan untuk menjaga keseimbangan biodiversitas di suatu

    ekosistem tersebut, seperti ekosistem padang lamun di perairan Desa Malang

    Rapat yang mendapat pengelolaan dari pemerintah secara terkontrol hingga

    ekosistem padang lamun serta biota yang berasosiasi di ekosistem tersebut tetap

    terjaga.

    One-way ANOVA displaying 2 groups

    30 30

    Kaw

    al

    Mal

    angr

    apat

    Group Sizes:

    | |

    -3.5 3.5

    0

    4.5

    014

    1

    8

    1.8

    7.2

    gm-s

    dwgm

    +sdw

    Contrast coefficients based on group means and sizes

    Dep

    ende

    nt v

    aria

    ble

    (resp

    onse

    )

    Group Means

    Grand Mean

    MS-withinMS-between

    F-statistic = 102.97

  • 26

    Kerapatan suatu jenis lamun juga berpengaruh terhadap biota-biota yang

    berasosiasi di suatu ekosistem tersebut.Dari hasil perbandingan kerapatan jenis

    lamun pada gambar 3 yaitu perbandingan kerapatan jenis lamun Desa Malang

    Rapat dan Kelurahan Kawal berbeda sangat signifikan.Hal tersebut yang

    berpengaruh terhadap keanekaragaman makrozoobenthos di ekosistem

    tersebut.Grafik hubungan kerapatan jenis lamun dan keanekaragaman

    makrozoobenthos dapat dilihat pada gambar 8 dan gambar 9 di bawah ini.

    Gambar 8 Hubungan Kerapatan Jenis Lamun Dan Keanekragaman

    Makrozoobenthos Di Desa Malang Rapat

    Gambar 9 Hubungan Kerapatan Jenis Lamun Dan Keanekragaman

    Makrozoobenthos Di Kelurahan Kawal

  • 27

    Dari gambar 7 dan gambar 8 dapat dilihat bahwa kerapatan jenis lamun dan

    keanekaragaman makrozoobenthos berhubungankuat . Pada grafik perairan Desa

    Malang Rapat dapat dilihat semakin tinggi kerapatan lamun maka

    keanekaragaman makrozoobenthos menurun.Sedangkan pada perairan Kelurahan

    Kawal terdapat peningkatan garis linier yaitu kerapatan jenis lamun yang rendah

    namun keanekaragaman makrozoobenthos nya meningkat.Hal ini menjelaskan

    tinggi nya tingkat kerapatan jenis lamun suatu ekosistem maka suatu ekosistem

    tersebut juga memiliki tingkat ketersediaan makanan yang tinggi bagi biota-biota

    lain nya yang menjadi ancaman bagi makrozoobenthos yang berasosiasi di

    ekosistem padang lamun tersebut. Menurut Noortiningsih et al., (2008)

    Makrozoobenthos adalah organisme yang hiduppada dasar perairan, dan

    merupakan bagian dari rantai makanan yangkeberadaannya bergantung pada

    populasi organisme yang tingkatnya lebih rendah.Makrozoobenthos juga

    merupakan sumber makanan utama bagi organisme lainnya seperti ikan demersal

    (Zaleha et al., 2009).

    Dari hasil perhitungan korelasi diatas diektahui nilai korelasi determinasi (r2)

    dari hubungan kerapatan jenis lamun dan keanekragaman makrozoobenthos di

    perairan Desa Malang Rapat yaitu 0.1619 sedangkan nilai korelasi perairan

    Kelurahan Kawal yaitu 0.0172. Menurut kategori Korelasi determinasi jika r2 = 0

    atau mendekati 0 maka hubungan antara kedua variable lemah, jika r2 = (-1) maka

    hubungan sangat kuat dan bersifat tidak searah dan jika r2 = (+1) maka

    hubungannya sangat kuat bersifat searah. Dari data tersebut didapatkan nilai

    r=(+1) , diketahui jika r = (1) maka hubungan antara dua variable sangat kuat dan

    bersifat searah.

    4.4. Indeks Ekologi

    Indeks ekologi dalam pengamatan makrozoobenthos di perairan Desa Malang

    Rapat dan Kelurahan Kawal dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5 dibawah ini.

  • 28

    Tabel 4 Indeks Ekologi Makrozoobenthos Di Perairan Desa Malang Rapat

    No Indeks Baku mutu Kategori Nilai

    1 Keanekaragaman (H) H

  • 29

    Hal ini diindikasikan dengan semakin kecil jumlah spesies dan adanya

    beberapa individu yang jumlah nya lebih besar atau mendominasi mengakibatkan

    terjadinya ketidakseimbangan ekosistem yang kemungkinan disebabkan adanya

    gangguan dari lingkungan sekitarnya, seperti kegiatan masyarakat pesisir setempat

    yang bermata pencarian sebagai nelayan yang bisa menyebabkan pencemaran di

    ekosistem tersebut dan disebabkan kurang terlindungnya kawasan ekosistem di

    perairan Kelurahan Kawal tersebut. Fitriana. (2006) menemukan rendahnya

    keanekaragaman makrozoobenthos disebabkan oleh tekanan ekologi yang berat

    dan ekosistem yang tidak stabil di kawasan tersebut.Takarina, Adiwibowo. (2011)

    juga menemukan keragaman benthos yang rendah terutama di kawasan yang

    tingkat pencemarannya tinggi.

    Menurut Odum. (1971), keanekaragaman mencakup dua hal penting yaitu

    banyaknya jenis yang ada dalam suatu komunitas dan kelimpahan dari masing-

    masing jenis tersebut, sehingga semakin kecil jumlah jenis dan variasi jumlah

    individu tiap jenis atau ada beberapa individu yang jumlah nya jauh lebih besar

    dan penyebarannya tidak merata, maka keanekaragaman suatu ekosistem akan

    mengecil.

    Indeks keseragaman merupakan sutu pola sebaran biota laut, yaitu merata atau

    tidak. Menurut Krebs. (1985) nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1.Nilai

    indeks ini menunujukan penyebaran individu, apabila nilai indeks keseragaman

    mendekati 0 berarti keseragaman nya rendah karena ada jenis yang

    mendominansi. Bila nilali mendekati 1, maka keseragaman tinggi yang berarti

    kondisi ekosistem realtif baik karena pembagian jumlah individu pada masing-

    masing jenis relative sama atau seragam dan tidak jenis yang mendomansi.

    Berdasarkan tabel 4 dan tabel 5 indeks keseragaman di perairan Desa Malang

    Rapat dan Kelurahan Kawal dikategorikan rendah. Hal itu disebabkan tidak

    tersebar merata atau tidak seragam suatu organisme di perairan tersebut yang

    disebabkan faktor biotik maupun abiotik .

    Dari hasil yang didapat pada pengamatan makrozoobenthos diperairan Desa

    Malang Rapat dan Kelurahan Kawal untuk nilai dominansi dikategorikan tinggi,

    artinya makrozoobenthos yang mendominansi di ekosistem tersebut adalah jenis

    yang sama. Tinggi atau rendah nya nilai dominansi dipengaruhi oleh indeks

  • 30

    keseragaman atau merata nya suatu komunitas individu dalam setiap jenis.

    Berdasarkan hasil indeks keseragaman menunjukkan keseragaman spesies yang

    rendah sehingga nilai dominansi yang didapat rendah ( spesies yang sama

    dominan).

    4.5. Kondisi Perairan

    4.5.1. Suhu

    Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa suhu di peraiaran Desa Malang

    Rapat yaitu 26-27oC. Suhu tersebut cukup baik untuk pertumbuhan

    makrozoobenthos. Kisaran suhu seperti ini merupakan kondisi yang optimum bagi

    lamun untuk melakukan fotosintesis, karena suhu yang optimal bagi lamun untuk

    berfotosintesis menurut Marsh et al., (1986) berkisar 25,0 oC 30,0 C.Sedangkan

    suhu di perairan Kelurahan Kawal yaitu berkisar 31 33oC.Tinggi nya suhu Di

    Perairan Kelurahan Kawal diduga disebabkan oleh rendah nya tingkat kerapatan

    lamun di ekosistem tersebut.Cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan

    produksi lamun di perairan pantai yang keruh (Hutomo., 1997).Dari hasil tersebut

    menunujukkan rata-rata suhu yang berbeda nyata anatara kedua wilayah masing-

    masing. Suhu merupakan faktor pembatas bagi kerapatan lamun dan pertumbuhan

    hewan benthos. Cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi

    lamun di perairan pantai yang keruh (Hutomo., 1997).Umumnya suhu diatas 30oC

    dapat menekan pertumbuhan populasi hewan benthos (Nybakken, 1992).

    Gambar 10 Grafik Suhu Perairan Kelurahan Kawal Dan Desa Malang Rapat

    1

    1.05

    1.1

    1.15

    1.2

    1.25

    1.3

    Kawal Malang Rapat

    Suhu 1.12 1.27

    Suhu (oC)

  • 31

    4.5.2. Salinitas

    Salinitas merupakan kadar garam yang terdapat dalam perairan yang dapat

    berubah sesuai dengan pasang surut air laut. Semakin dekat dengan muara sungai

    maka salinitasnya akan semakin rendah. Salinitas dinyatakan dalam permil

    ().Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik secara

    horizontal maupun vertical.Secara tidak langsung mengakibatkan adanya

    perubahan komposisi organism dalam suatu ekosistem (Odum., 1993).Salinitas

    yang didapat pada perairan Desa Malang Rapat yaitu berkisar 31-

    33.Sedangkan pada Kelurahan Kawal berkisar antara 28-31. Secara umum

    gastropoda adalah organism yang paling banyak ditemukan karena merupakan

    organisme yang mampu bertahan dengan baik terhadap perubahan salinitas,

    sehingga dapat dikatakan bahwa salinitas yang diperoleh masih mendukung

    kehidupan makrozoobenthos karena masih berada di bawah nilai optimum

    toleransi terhadap salinitas air laut.

    Padang lamun memiliki toleransi terhadap salinitas yang berbeda-beda,

    sebagian besar memiliki kisaran yang lebar terhadap salinitas antara 10-40

    dimana nilai optimum toleransi terhadap salinitas 35.Sedangkan berdasarkan

    LH nomor 51 tahun 2004 bahwa nilai salinitas yang baik untuk biota perairan di

    ekosistem lamun bekisar 33-34 .

    Gambar 11 Grafik Salinitas Perairan Kelurahan Kawal Dan Desa Malang

    Rapat

    27

    28

    29

    30

    31

    32

    33

    Kawal Malang Rapat

    Salinitas 32.1 29.3

    Salinitas ()

  • 32

    4.5.3. Kecepatan arus

    Arus adalah suatu gerakan air yang menyebabkan air permukaan berpindah

    secara horizontal.kecepatan arus mempengaruhi bentuk adaptasi makrozoobenthos

    terhadap perubahan kondisi lingkungan.Hasil kecepatan arus yeng telah diukur

    pada perairan Desa Malang Rapat yaitu (0.0132 0.0178 m/det) maka kecepatan

    arus di perairan Desa Malang Rapat ini tergolong cukup rendah.Sedangkan

    kecepatan arus di perairan Kelurahan Kawal berkisar antara (0.0176 -0.0199

    m/det).Menurut Gosling. (2003) arus menjadi salah satu faktor pembatas

    penyebaran makrozoobenthos. Arus yang kuat dapat mengurangi kepadatan

    benthos di sebuah kawasan.

    Kecepatan arus dipengaruhi oleh keadaan angin selain itu juga dipengaruhi

    oleh pasang surut suatu perairan tersebut.Kecepatan arus suatu perairan dikatakan

    rendah apabila

  • 33

    Gambar 13 Grafik Kedalaman Perairan Kelurahan Kawal Dan Desa Malang

    Rapat

    Nilai suatu kondisi perairan sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman

    makrozoobenthos di ekosistem lamun. Suhu merupakan faktor penting yang

    berpengaruh dalam keanekaragaman makrozoobenthos karena suhu salah satu

    faktor yang mengatur proses kehidupan dan penyebaran suatu organisme, selain

    itu suhu juga mempengaruhi dalam proses metabolisme dan proses

    perkembangbiakan suatu organisme.Jika nilai suhu perairan rendah maka nilai

    salinitas sutu perairan tersebut meningkat.Menurut Nybakken. (1988) sebagian

    besar biota laut bersifat poikilometrik (suhu tubuh dipengaruhi lingkungan).

    1

    1.05

    1.1

    1.15

    1.2

    1.25

    1.3

    Kawal Malang Rapat

    Kedalaman 1.12 1.27

    Kedalaman (m)

  • 34

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. KESIMPULAN

    1. Jenis lamundominan yang ditemukan di perairan Desa Malang Rapat dan

    perairan Kelurahan Kawal yaitu jenis E.acoroides. Dari kedua ekosistem

    padang lamun tersebut kerapatan jenis lamun E.acoroides sangat berbeda

    nyata (signifikan).

    2. Keanekaragaman makrozoobenthos yang ditemukan di ekosistem padang

    lamun Desa Malang Rapat dikategorikan tinggi.Jenis makrozoobenthos yang

    dominan ditemukan diperairan ini adalah jenis gastropoda. Keanekaragaman

    makrozoobenthos di ekosistem padang lamun Kelurahan Kawal miskin akan

    jenis makrozoobenthos. Dapat disimpulkan perbedaan keanekaragaman jenis

    makrozoobenthos yang mendiami ekosistem padang lamun marine protect

    area dan non marine protect area sangat berbeda nyata (signifikan).

    5.2. SARAN

    Saran untuk penyempurnaan penelitian ini:

    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keanekaragaman

    makrozoobenthos di ekosistem padang lamun marine protect area yang lain nya.

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA.

    Barus, T.A., 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.

    Medan: USU Press.

    Bastyan, G.R., M.L. Cambridge., 2008. Transplantation as a method for restoring

    the seagrass Posidonia australis. Estuarine, Coastal and Shelf Science , 79:

    289299.

    Brower, J., J. Zar, C.V. Ende, K. Kane., 1990. Field and laboratory methods for

    general ecology. Edisi ke-3. America: Wm. C. Brown Publishers.

    Den Hartog, C. 1970., "Seagrasses of the world" North Holland Publishing c o. ,

    Amsterdam, London. 272 .

    Djunaidi, Hulonthalo, 2015.Ekosistem lamun. Makalah.

    Fitriana, Y. R., 2006. Keanekaragaman dan Kemelimpahan Makrozoobentos di

    Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali.

    Biodiversitas, (7): 67-72.

    Gosling, E., 2003. Bivalve Molluscs. Biology, Ecology and Culture. Fishing

    News Books, Blackwell Publishing. Great Britain. 455.

    Hafidz, A. Olii, Muhlis, M. S. Djau., 2014. Laporan akhir penelitian fundamental

    ekosistem dan organisme yang berasosiasi di perairan kwandang kabupaten

    gorontalo utara.Universitas Negeri Gorontalo

    Hutagalung, H. P., 1991. Pencemaran laut oleh logam berat. Oseana 5. P3O-

    LIPI.Jakarta.

    Hutabarat., Evans., 2001. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia. Jakarta.

    Hutomo, H., 1997. Padang Lamun Indonesia : Salah Satu Ekosistem Laut

    Dangkal yang belum banyak dikenal. Jurnal Puslitbang Oseanologi LIPI.

    Jakarta, Indonesia.

    Indrajaya, A.A. Taurusmasn, B. Wiryawan, I. Yulianto., 2011. Integrasi

    Horisontal Jejaring Kawasan Konservasi Perairan dan Pengelolaan Perikanan

    Tangkap. Coral Triangle Support Partnership. Jakarta

    Irmawan RN, Zulkifli H, Hendri M., 2010. Struktur komunitas makrozoobentos di

    Estuari Kuala Sugihan, Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal, 1: 53-58.

    IUCN., 1994. Guidelines for Protected Area Management Catagories, IUCN

    Commision in National Parks and Protected Areas With the Assistance of the

    World Conservation Monitoring Centre. IUCN, Gland, Swistzerland, 259p.

  • 36

    Jailani., M. Nur., 2012. Studi Biodiversiti Bentos di Krueng Daroy Kecamatan

    Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Rona Lingkungan Hidup, 5 (1) :8

    15.

    Krebs, C.J., 1985. Experimental Analysis of Distrbution of Abudance. Thrid

    edition. New York: Harper & Row Publisher.

    Kepmen LH, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Baku Mutu

    Air Laut untuk Biota Laut Nomor. 51. Jakarta.

    Lalli, CM., Parsons TR., 1993. Biological Oceanography and

    Introduction. Pergamon Press, New York

    Legendre, L., P. Legendre., 1983. Numerical Ecology. Elseveir Scienific

    Publishing Company. New York.

    Lumingas LJL, Moningkey RD, Alex DK., 2011. Efekstres anthropogenic terhdap

    struktur komunitas makrozoobentik substrat lunak Perairan Laut Dangkal di

    Teluk Buyat, Teluk Totok dan Selat Likupang (Semenanjung Minahasa,

    Sulawesi Utara).Jurnal Matematika dan Sains, 16 (2):95-105.

    Marsh J. A, Dennison, W. C., Alberte, R. C., 1986. Effects of Temperature on

    Photosynthesis and Respiration in Eelgrass (Zostera marina L.) Journal Exp

    Marine Biology Ecology, 101: 257267.

    McKenzie, L.J., R.L. Yoshida., 2009. Seagrass Watch: Proceedings of a

    Workshop for Monitoring Seagrass Habitats in Indonesia. The Nature

    Conservancy, Coral Triange Center, Sanur, Bali, 9th May 2009.

    Minggawati, I., 2013. Struktur komunitas makrozoobentos di Perairan Rawa

    Banjiran Sungai Rungan, Kota Palangka Raya. Ilmu Hewani Tropika, 2 (2):

    64-67.

    Melati, F., 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

    Noortiningsih, I.S., S. Jalip, Handayani., 2008. Keanekaragaman

    Makrozoobenthos , Meiofauna Dan Foraminifera Di Pantai Pasir Putih Barat

    Dan Muara Sungai Cikamal Pangandaran , Jawa Barat. Vis Vitalis, 1 (1):34-

    42.

    Nybakken., 1988. Biologi laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia.

    Nybakken, J. W., 1992, Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerjemah:

    H. Muhammad Eidman. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.

    Oemarjati, B.S., W. Wardhana., 1990. Taksonomi avertebrata: Pengantar

    praktikum laboratorium. UI Press, Jakarta: vii + 177.

  • 37

    Odum, E. P., 1971. Fundamentals of Ecology. W.B . Sounders Company Ltd.

    Philadelphia.

    Odum, E. P., 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh T.

    Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697.

    Pechenik, J. A., 2000. Biology of The Invertebrates. McGraw-Hill Book

    Company,Inc.

    Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Kawasan Konservasi Perairan.

    Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.17 Tahun 2008

    Purnami AT, Sunarto, Setyono P., 2010. Study of bentos community based on

    diversity and similarity index in Cengklik DAM Boyolali. Ekologi Sains, 2 (2):

    50-65.

    Pratiwi, R., Astuti, O., 2012. Biodiversitas krustasea (Decapoda, Brachyura,

    macrura) dari ekspedisi perairan Kendari 2011. Jurnal Ilmu Kelautan, 17(1), 8-

    14.

    Rahmawati., Susi, A., Irawan, I. H., Supriyadi, M.H., Azkab., 2014. Panduan

    monitoring padang lamun. LIPI: Jakarta

    Rosenberg, D.M., V.R. Resh., 1993. Introduction to freshwater biomonitoring and

    benthic macroinvertebrates. Pp. 1-9 in: Rosenberg, D.M. (Ed.), Freshwater

    Biomonitoring and Benthic Macroinvertebrates. Kluwer, London.

    Roy S, Gupta A., 2010. Molluscan diversity in River Barak and its Tributaries,

    Assam, India. Biology Environment Science, 5 (1): 109-113.

    Setyobudiandi, I., 1997. Makrozoobentos. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

    Shannon, C. E., Wiener, W., 1949. The Mathematical Theory of Communication.

    University Illinois Press IL. Urbana, US.

    Sharma R. Kumar A, Vyas V., 2013. Diversity of macrozoobenthos in Morand

    River-A Tributary of Ganjal River in Narmada Basin. International Journal

    Adv Fish Aquatic Science, 1 (1): 57-65.

    Sinaga, T. P., S. Martodigdo, S. Ningsih, R. Susiana, dan E. Widyastuti., 1986.

    Komunitas Fauna Makrozoobenthos Sebagai Indikator Biologi Ekosistem

    Lotik di Sungai Banjaran, Purwokerto. Laporan Penelitian. Fakultas Biologi.

    Universitas Soedirman. Purwokerto.

    Stamenkovic VS, Smiljkov S, Prelic D, Paunovic M, Atanackovic A, Rimcheska

    B., 2010. Structural characteristic of benthic macroinvertebrate in The Mantovo

  • 38

    Reservoir (South-East Part of theR. Macedonia).Balwois 2010-Ohrid, Republic

    of Macedonia-25,29May 2010.

    Sukandarrumidi., 2009 (B), Geologi Mineral Logam, Cetakan Kedua,

    Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 272.

    Susetiono., 2004. Fauna Padang Lamun Tanjung Merah Selat Lembeh. Jakarta:

    Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI.

    Susanto, P., 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan

    Nasional.

    Takarina, N.D., A. Adiwibowo., 2011. Impact of Heavy Metals Contamination on

    the Biodiversity of Marine Benthic Organism in Jakarta Bay. Journal of Coastal

    Development, 14(2): 168-171.

    Tim Peneliti Dosen Muda., 1991. Identifikasi dan Koleksi Fauna DAS Ciliwung

    serta Prospek Pemanfaatannya (Plankton dan Benthos). Laporan Akhir

    Penelitian. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

    Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Tomascik, T., A. Nontji., M. K. Moosa., 1997. The Ecology of the Indonesian

    Seas. Periplus Edition (Hk) Ltd. Singapore.

    Trialfhianty, I. Tyas., 2013.Kondisi padang lamun pulau serangan Bali. Jurnal.

    09/286337/PN/11826. Bali.

    Trisnawaty FN, Emiyarti, Afu LOA., 2013. Hubungannya kadar logam berat

    merkuri (Hg) padasedimen dengan struktur komunitas makrozoobenthos di

    Perairan Sungai TahiIte, Kecamatan Rarowatu, Kabupaten Bombana. Mina

    Laut Indonesia, 3 (12): 68-80.

    Tuwo, A., 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut Suatu Pendekatan

    Ekologi, Sosial-Ekonomi, Kelembangaan, dan Sarana Wilayah. Brilian

    Internasional. Surabaya.

    Vyas V, Bharose S, Yousuf S, Kumar A., 2012. Distribution of makrozoobenthos

    in River Narmada near water intake point. National Science Res, 2 (3): 18-25.

    Vyas V, Bhawsar A., 2013. Benthic community structure in Barna Stream

    network of Narmada River Basin. Internationall Journal Environment Biology,

    3 (2): 57-63.

    Wilhm, J. F., 1975. Biological Indicators of Pollution. p 375 in B. A. Whitton.

    Studies in Ecology Volume 2 River Ecology. Blackwell Scientific Publications,

    Oxford. 725p.Yurika, M. 2003. Karakteristik Komunitas Makrozoobenthos di

    Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya

    Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

  • 39

    Wisnubudi, gautama, E.Wahyuningsih., 2012. Kajian ekologis ekosistem

    sumberdaya lamun dan biota laut asosiasinya di pulau pramuka, taman nasional

    laut kepulauan seribu (TNKPS). Jurnal. Universitas Nasional : Jakarta.

    Zaleha, K., D.M.F.Farah, S.R. Amira, A. Amirudin., 2009. Benthic Community

    Of The Sungai Pulai Seagrass Bed, Malaysia. Malaysian Journal of

    Science,28(2):143 159.

  • 40

    LAMPIRAN

  • 41

    Lampiran 1 Titik Koordinat Penelitian Desa Malang Rapat

    X Coord Y Coord Type

    104.6136 1.1188 Random

    104.6082 1.1224 Random

    104.6177 1.118 Random

    104.6047 1.124 Random

    104.6128 1.122 Random

    104.6182 1.1196 Random

    104.6108 1.1221 Random

    104.6162 1.1197 Random

    104.6202 1.1181 Random

    104.6023 1.1265 Random

    104.6131 1.1205 Random

    104.6077 1.1241 Random

    104.6118 1.121 Random

    104.6064 1.1246 Random

    104.6172 1.1186 Random

    104.6003 1.127 Random

    104.6043 1.1254 Random

    104.6152 1.1194 Random

    104.6097 1.123 Random

    104.6004 1.126 Random

    104.6112 1.1199 Random

    104.6058 1.1236 Random

    104.6139 1.1215 Random

    104.6194 1.1191 Random

    104.6038 1.1244 Random

    104.6034 1.1261 Random

    104.6143 1.1201 Random

    104.6089 1.1237 Random

    104.6109 1.1217 Random

    104.6163 1.1193 Random

  • 42

    Lampiran 2. Titik Koordinat Penelitian Kelurahan Kawal

    X Coord Y Coord Type

    104.6523 1.015 Random

    104.6563 1.0217 Random

    104.6491 1.0045 Random

    104.6531 1.0112 Random

    104.654 1.0202 Random

    104.6521 1.009 Random

    104.6516 1.012 Random

    104.6555 1.0187 Random

    104.6506 1.0075 Random

    104.651 1.0033 Random

    104.6519 1.0123 Random

    104.6534 1.0146 Random

    104.6544 1.0176 Random

    104.6512 1.0153 Random

    104.6552 1.0221 Random

    104.6502 1.0048 Random

    104.6537 1.0206 Random

    104.6517 1.0093 Random

    104.6527 1.0103 Random

    104.6528 1.0126 Random

    104.6538 1.0216 Random

    104.6513 1.0133 Random

    104.6552 1.0201 Random

    104.6503 1.0088 Random

    104.6543 1.0156 Random

    104.653 1.0186 Random

    104.6511 1.0073 Random

    104.652 1.0163 Random

    104.6496 1.0038 Random

    104.6545 1.0196 Random

  • 43

    Lampiran 3 Kondisi Parameter Perairan Desa Malang Rapat

    Titik Suhu Salinitas Kec.Arus Kedalaman

    SM1 26.3 32.33 0.0178 1.02

    SM2 26.32 32 0.0143 1.02

    SM3 26.3 32.09 0.0144 1.02

    SM4 26.47 31.67 0.0132 1.02

    SM5 26.19 31.67 0.0176 1.1

    SM6 27 31.67 0.0172 1.1

    SM7 27.03 32.33 0.0144 1.1

    SM8 27 32.31 0.0166 1.2

    SM9 26.6 33 0.0153 1.2

    SM10 26.8 32.78 0.0136 1.01

    SM11 26.47 32.67 0.0177 1.02

    SM12 26 32.33 0.0138 1.23

    SM13 26.3 31.89 0.0179 1.2

    SM14 26.2 31.78 0.0178 1.2

    SM15 26.3 32.33 0.0134 1.14

    SM16 27.01 32.2 0.0148 1.14

    SM17 26.2 32.33 0.0152 1.14

    SM18 26.3 32.2 0.0152 1.17

    SM19 26.89 32.78 0.0151 1.14

    SM20 26.9 32.63 0.0147 1.17

    SM21 26.72 31.19 0.0133 1.17

    SM22 26.3 31.37 0.0163 1.2

    SM23 26.3 31 0.0162 1.19

    SM24 27 31.67 0.0173 1.1

    SM25 27.12 32 0.0156 1.1

    SM26 27.48 32.31 0.0135 1.14

    SM27 26.72 32 0.0137 1.11

    SM28 26.09 32 0.0133 1.1

    SM29 26.61 33.02 0.0173 1.14

    SM30 26.9 32.79 0.0152 1.14

  • 44

    Lampiran 4 Kondisi Parameter Peraiaran Kelurahan Kawal

    Titik Suhu Salinitas Kec Arus Kedalaman

    SK1 31 29 0.018 1.22

    SK2 31 29 0.0213 1.31

    SK3 31.2 29 0.0189 1.33

    SK4 30 28.87 0.0191 1.33

    SK5 33.12 29.01 0.198 1.31

    SK6 33 30.3 0.0192 1.23

    SK7 33 29.17 0.0178 1.2

    SK8 32.3 29 0.0189 1.31

    SK9 31.32 30.2 0.0168 1.27

    SK10 32 30 0.021 1.27

    SK11 32 31.02 0.0191 1.17

    SK12 31.78 28.97 0.019 1.17

    SK13 31.5 29.25 0.0182 1.34

    SK14 33.17 28 0.0179 1.33

    SK15 33.23 27.78 0.0188 1.29

    SK16 32.56 30.17 0.0179 1.2

    SK17 33.18 28.87 0.0188 1.2

    SK18 31.2 28.8 0.0199 1.4

    SK19 32.11 29.07 0.0179 1.32

    SK20 33.19 31.02 0.0186 1.29

    SK21 31.36 30.2 0.0186 1.31

    SK22 31.3 29.1 0.0191 1.27

    SK23 32.21 29 0.0185 1.2

    SK24 33 28.67 0.0183 1.23

    SK25 31.87 30 0.018 1.2

    SK26 31.87 27.9 0.0192 1.3

    SK27 32 31.6 0.0189 1.32

    SK28 31.57 28 0.018 1.25

    SK29 31.09 29.12 0.0176 1.24

    SK30 31.29 29 0.087 1.31

  • 45

    Lampiran 5 Komposisi Makrozoobenthos Desa Malang Rapat

    Gastropoda Bivalvia Holothuroidea Crustacea

    SM1 7 0 0 0

    SM2 9 1 0 0

    SM3 10 0 0 0

    SM4 8 0 0 0

    SM5 4 2 1 0

    SM6 9 1 0 0

    SM7 13 0 0 0

    SM8 13 1 0 0

    SM9 3 0 0 0

    SM10 4 0 0 0

    SM11 3 0 1 0

    SM12 10 0 0 0

    SM13 10 1 0 1

    SM14 10 0 0 1

    SM15 10 1 0 0

    SM16 14 0 0 0

    SM17 8 1 0 0

    SM18 4 1 1 0

    SM19 10 0 0 0

    SM20 1 0 0 0

    SM21 12 1 0 0

    SM22 8 0 0 0

    SM23 3 1 0 0

    SM24 5 1 0 0

    SM25 1 2 0 0

    SM26 9 0 1 0

    SM27 7 0 0 0

    SM28 5 0 1 1

    SM29 3 0 0 0

    SM30 5 0 0 0

  • 46

    Lampiran 6 Komposisi Makrozoobenthos Kelurahan Kawal

    Gastropoda Bivalvia Crustace Holothuroidea

    SK1 0 2 0 0

    SK2 0 0 0 0

    SK3 0 1 0 0

    SK4 0 0 0 0

    SK5 0 0 1 0

    SK6 0 0 0 0

    SK7 0 1 0 0

    SK8 1 1 0 0

    SK9 0 0 0 0

    SK10 1 0 0 0

    SK11 0 0 0 0

    SK12 0 3 0 0

    SK13 0 1 0 0

    SK14 0 2 0 0

    SK15 0 0 0 0

    SK16 0 0 0 0

    SK17 1 4 0 0

    SK18 1 0 0 0

    SK19 0 1 0 0

    SK20 0 0 0 0

    SK21 0 0 0 0

    SK22 0 1 1 0

    SK23 0 0 0 0

    SK24 1 0 0 0

    SK25 0 0 0 0

    SK26 0 0 0 0

    SK27 0 0 0 0

    SK28 0 2 0 0

    SK29 1 0 1 0

    SK30 1 1 0 0

  • 47

    Lampiran 7 Tabel Granova Kerapatan Lamun Desa Malang Rapat Dan Kelurahan

    Kawal

    Size

    Contrast

    Coef Wt'd Mean Mean

    Trim'd

    Mean Var. St. Dev.

    Kawal 30 -25.13 1.9 1.9 0.89 11.27 3.36

    Malang.Rapat 30 25.13 52.17 52.17 52.78 44.28 15.63

    Grandmean df.bet df.with MS.bet MS.with

    27.03 1 58 37901.07 127.77

    F.stat F.crit SS.bet/SS.tot

    296.63 4.007 0.84

    Lampiran 8 Tabel granova keanekaragaman makrozoobenthos Desa Malang

    Rapat dan Kelurahan Kawal

    Size

    Contrast

    Coef Wtd Mean Mean

    Trimd

    Mean Var.

    St.

    Dev.

    Kawal 30 -3.5 1 1 0.78 1.38 1.17

    Malangrapat 30 3.5 8 8 8.06 12.9 3.59

    Grandmean df.bet df.with MS.bet MS.with

    4.5 1 58 735 7.14

    F.stat F.prob SS.bet/SS.tot

    102.97 4.007 0.64

    Lampiran 9 Regresi Hubungan Kerapatan Lamun Dan Keanekaragaman

    Makrozoobenthos

    Regression StatisticsMalang Rapat

    Multiple R 0.402403

    R Square 0.161928

    Adjusted R Square 0.131997

    Standard Error 3.34578

    Observations 30

  • 48

    Lampiran 10 J enis Makrozoobenthos Yang Ditemukan Di Desa Malang Rapat

  • 49

  • 50

    Lampiran 11 Jenis Makrozoobenthos Yang Ditemukan Di Kelurahan Kawal

  • 51

    Lampiran 12 Tutupan Lamun Perairan Desa Malang Rapat

  • 52

    Lampiran 13 Tutupan Lamun Perairan Kelurahan Kawal

  • 53

    HALAMAN SAMPULPERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASIABSTRAKABSTRACTHALAMAN PEMBUKAHALAMAN PENEGSAHANHak CiptaPrakataRiwayat HidupDAFTAR ISIDAFTAR TABELDAFTAR GAMBARDAFTAR LAMPIRANBAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang1.2. Rumusan Masalah1.3. Tujuan1.4. ManfaatBAB II TINJAUN PUSTAKA2.1. Kawasan Konservasi Perairan (KKP)2.2. Lamun2.3. Makrozoobenthos2.3.1. Habitat2.3.2. Morfologi

    2.4. Keanekaragaman makrozoobenthos2.5. Makrozoobenthos sebagai indikator kualitas perairan2.6. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi makrozoobenthos2.7. Keanekaragaman, keseragaman, dan dominansiBAB III METODE3.1. Waktu dan tempat3.2. Alat dan Bahan3.3. Metode penelitian3.4. Prosedur Penelitian3.4.1. Penentuan Stasiun penelitian3.4.2. Pengamatan lamun dan pengambilan sampel makrozoobenthos3.4.3. Pengamatan Parameter Lingkungan3.4.3.1. Suhu3.4.3.2. Kecepatan Arus3.4.3.3. Kedalaman3.4.3.4. Salinitas3.4.3.5. pH dan DO

    3.5. Pengolahan data3.5.1. Kerapatan Jenis lamun dan tingkat penutupan3.5.2. Makrozoobenthos3.5.2.1. Indeks keanekaragaman jenis makrozoobenthos3.5.2.2. Indeks Keseragaman3.5.2.3. indeks dominan

    3.6. Analisis dataBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Kondisi umum lokasi penelitian4.2. Komposisi Jenis dan kerapatan lamun4.3. Keanekaragaman Jenis makrozoobenthos4.4. Indeks ekologi4.5. Kondisi perairan4.5.1. Suhu4.5.2. Salinitas4.5.3. Kecepatan arus4.5.4. Kedalaman

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN5.1. Kesimpulan5.2. SaranDAFTAR PUSTAKASAMPUL LAMPIRANLampiran 1 Titik koordinat penelitian desa malang rapatLampiran 2 Titik koordinat penelitian kelurahan kawalLampiran 3 Kondisi parameter perairan desa malang rapatLampiran 4 Kondisi parameter perairan kelurahan kawalLampiran 5 Komposisi makrozoobenthos desa malang rapatLampiran 6 Komposisi Makrozoobenthos Kelurahan KawalLampiran 7 Tabel granova kerapatan lamun desa malang rapat dan kelurahan kawalLampiran 8 Tabel granova keanekaragaman makrozoobenthos desa malang rapat dan kelurahan kawalLampiran 9 Regresi hubungan kerapatan lamun dan keanekaragaman makrozoobenthosLampiran 10 Jenis makrozoobenthos yang ditemukan di desa malng rapatLampiran 11 Jenis Makrozoobenthos yang ditemukan di kelurahan kawalLampiran 12 Tutupan Lamun Perairan Desa Malang RpatLampiran 13 Tutupan lamun perairan kelurahan kawal