komisi yudisial ri pasca putusan mahkamah konstitusi...

118
1 LEMBAR PERYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 12 Desember, 2008. Urwatul Wutsqah

Upload: phungquynh

Post on 17-Aug-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

1

LEMBAR PERYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 12 Desember, 2008.

Urwatul Wutsqah

Page 2: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

1

KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI RI NOMOR 005/PUU-IV/2006

(TINJAUAN KETATANEGRAAN ISLAM)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

Urwatul Wutsqah

NIM: 104045201533

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Jaenal Aripin, MA Drs. Abu Thamrin, SH, M. Hum.

NIP: 150 289 202 NIP: 150 274 761

KOSENTRASI SIYASAH SYARIYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/ 2008 M

Page 3: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

1

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI RI NOMOR 005/PUU-IV/2006 (TINJAUAN

KETATANEGARAAN ISLAM) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah

Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta pada 12 Desember 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program

Studi Siyasah Syariyyah.

Jakarta, 12 Desember 2008

Mengesahkan,

Dekan fakultas Syar’ah dan Hukum

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Asmawi, M. Ag.

NIP: 150 282 394 (..........................)

2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag.

NIP: 150 282 403 (...........................)

3. Pembimbing I : Dr. Jaenal Aripin, MA

NIP: 150 289 202 (........................)

4. Pembimbing II : Drs. Abu Thamrin, SH, M. Hum

NIP: 150 274 761 (..........................)

5. Penguji I : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA.

NIP: 150 169 102 (..........................)

6. Penguji II : Kamarusdiana, S. Ag, MH.

NIP: 150 285 972 (………………..)

Page 4: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

i

KATA PENGANTAR

������ �� �� �������

��������

Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah

SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan karuniannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini, shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada

Rasulullah SAW. Serta keluarganya dan sahabatnya serta kepada kita semua

seluruh umatnya, mudah-mudahan kita semua mendapatkan syafa’at beliau di hari

akhir nanti. Amin.

Salah satu syarat untuk menyelesaikan studi untuk mencapai Gelar

Sarjana Starata Satu (S1) di perguruan tinggi termaksud di Universitas Islam

Negeri “Syarif Hidayatullah” Jakarta adalah membuat karya ilmiah dalam bentuk

skripsi. Dalam rangka itu penulis membuat skripsi ini dengan judul : KOMISI

YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 005/PUU-IV/2006

(TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM).

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang

penulis hadapi. Namun syukur Alhamdulillah berkat Rahmat dan hidayah Nya,

kesungguhan dan kerja keras disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak

baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan serta hambatan dapat

diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Page 5: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

ii

Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada yth. :

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA. MM. Dekan Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Asmawi, M. Ag., dan ibu Sri Hidayati, M. Ag,. Ketua Program Study

dan Sekertaris Program Study Jinayah Siyasah Faultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Jaenal Aripin, MA. Dan Bapak Drs. Abu Tamrin, SH, M. Hum,.

Selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan inspirasi, saran

dan arahannya dalam membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan

skripsi ini.

4. Teristimewa ucapan terimakasih ini dihaturkan untuk kedua orang tua ku;

Ayahanda M. Shaleh Jamaludin dan Ibunda Siti. Kamlah, yang tak henti-

hentinya selalu memberikan dukungan moril, dan doanya.

5. Untuk Uswatun Hasanah, Khairunnisa, M. Natsir adik-adik ku dan fatimah

tante ku yang selalu memberi dukungan dan doa nya.

6. Bapak Nur Habibi Ihya’ SHI., Mh., yang selalu memberikan masukan saran

dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak/Ibu pimpinan Persputakaan Utama dan Perpustakan Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah memberikan kesempatan dan fasilitasnya kepada penulis untuk

menunjang penelitian dalam mengadakan studi perpustakaan.

Page 6: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

iii

8. Untuk sahabat-sahabat ku Vivi Fitiani, Ida Faridha, Ela Nurhalalah, Bilqis

Eljilnar, dan Fera yang selalu memberi saran dan dorongan yang baik moril

maupun intelektualitas dalam menunjang skripsi.

9. Untuk Sahabat ku Rini Wulandari dan Hutwatul Fauziyah yang selalu

memberi dukungan dan semangat dan juga selalu menemaniku dalam

pencarian data dan selalu menghibur ku thanks banget untuk kalian berdua.

10. Untuk teman-teman seperjuangan di Siyasah Syariyyah (SS) Angkatan 2004

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Yang banyak sekali saran

dan dorongan yang diberikan baik moril maupun intelektualitas dalam

menunjang skripsi ini.

Semoga amal serta kebaikan mereka senantiasa mendapatkan balasan

rahmat dari Allah SWT. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi pembahasan persoalan

yang ada maupun dipenyajian materi. Oleh karena itu penulis mengharapkan

segala kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. Akhirnya

harapan penulis tidak lain adalah agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khusunya dan pembaca umumnya.

Ciputut, 12 Desember 2008.

Penulis,

Urwatul Wutsqah

Page 7: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................... 8

D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 9

E. Metode Penelitian ....................................................................... 13

F. Sistematika Penulisan ................................................................. 16

BAB II. KEKUASAAN YUDIKATIF DI INDONESIA DAN KEKUASAAN

YUDIKATIF DALAM PRESPEKTIF ISLAM

A. Pengertian Kekuasaan Yudikatif .................................................. 19

B. Kekuasaan Yudikatif sebelum Amandemen Undang-undang

Dasar 1945 ................................................................................. 27

C. Kekuasaan Yudikatif setelah Amandemen Undang-undang

Dasar 1945 ................................................................................. 36

D. Kekuasaan Yudikatif menurut ketatanegaraan Islam (Sulthah

Qadhaaaiyyah)............................................................................. 48

1. Sejarah terbentuknya Sulthah Qadhaaiya................................ 48

Page 8: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

v

2. Tugas dan kewenangan Sulthah Qadhaaiyyah ........................ 56

BAB III. HUBUNGAN ANTARA KOMISI YUDISIAL RI DENGAN

MAHKAMAH AGUNG RI DAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI

A. Hubungan Komisi Yudisial RI Dengan Mahkamah Agunga RI.... 62

B. Hubungan Komisi Yudisial RI Dengan Mahkamah Konstitusi RI. 65

BAB V. KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG KOMISI YUDISIAL

RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI NOMOR

005/PUU-IV/2006 (TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM)

A. Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi

Yudisial RI oleh Mahkamah Konstitusi RI. .................................. 70

B. Kedudukan Komisi Yudisial RI Pasca Putusan Makamah

Konsitusi .................................................................................... 77

C. Tugas dan Kewenangan Komisi Yudisial RI pasca putusan

Mahkamah Konstitusi RI. ............................................................ 84

D. Komisi Yudisial RI Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI

Ditinjau dalam Ketatanegaraan Islam........................................... 93

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 102

B. Saran ........................................................................................... 105

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 106

Page 9: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(selanjutnya disebut dengan UUD 1945) (1999-2002) telah membawa perubahan

besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, baik dalam pelembagaan kekuasaan

legislatif, eksekutif, maupun yudisial (kekuasaan kehakiman). Dalam sistem

kekuasaan kehakiman (yudisial), disamping Mahkamah Agung (MA) dan badan-

badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata

usaha negara, telah muncul Mahkamah Konstitusi RI (MK) dan Komisi Yudisial

RI (KY).1

Berdasarkan ketentuan Pasal 24 UUD 1945 setelah perubahan, Mahkamah

Konstitusi RI adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping

Mahkamah Agung RI dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan

militer, dan lingkungan peradilan tata usaha Negara.

Mahkamah Konstitusi RI sesuai ketentuan pasal 24C ayat (1) UUD 1945

yang dirinci dalam pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun

1. Abdul Muktie Fadjar, Hukum Konstitusi & Mahkamah Konstiusi, (Jakarta: Konpress &

Citra Media, 2006), Cet. Pertama. h. 109.

Page 10: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

2

2003 tentang Mahkamah Konstitusi RI, mempunyai wewenang menguji undang-

undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan konstitutional

lembaga negara, memutuskan pembubaran partai politik, memutuskan

perselisihan hasil pemilihan umum, dan memutuskan pendapat DPR mengenai

dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/ Wakil Presiden 2.

Sedangkan Komisi Yudisial RI, disebut sebagai lembaga pembantu

(auxiliary institution) didalam rumpun kekuasaan kehakiman. Kehadirannya,

merupakan refleksi filosofis dari cita-cita hukum yang terkandung dalam

pembukaan UUD 1945, sejalan dengan munculnya kesadaran sejarah akan masa

depan kekuasaan kehakiman yang merdeka, independent, dan martabat.3

Sebagai lembaga Negara, Komisi Yudisial RI mendapatkan tugas dan

kewenangannya dalam UUD dan dituangkan / dijabarkan lebih lanjut dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 20044. Adapun Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial RI ini dijelaskan dalam Pasal 13 tentang

wewenang dan tugas dari Komisi Yudisial RI yakni, mengusulkan pengangkatan

Hakim Agung dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta

menjaga perilaku hakim.

2. Fajlurrahman Jurdi. Komisi Yudisial dari Delegitimasi hingga Revitalisasi Moral Hakim,

(Jakarta: PUKAP, 2007), Cet. Pertama, h, 183

3. Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2008), Cet. Pertama, h, 201.

4. Ibid., h. 137.

Page 11: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

3

Komisi Yudisial RI sebagai salah satu lembaga Negara yang baru

terbentuk sebagai akibat dari amandemen ketiga UUD 1945, tentu saja dituntut

bekerja maksimal dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran moral

hakim. Dimana hakim sebagai aparatur hukum yang sudah sekian lama tidak bisa

keluar dari perangkap kekuasaan yang mendominasi keputusannya selama

berpuluh-puluh tahun juga diharapkan agar lebih adil dalam mengambil

keputusan dan menjatuhkan palu dalam rangka menghukum hakim.

Keberadaan Komisi Yudisial RI tentu saja tidak bisa dipungkiri akan

mengancam prilaku hakim yang bertindak sebagai aparatur hukum tadi, yang di

dalamnya hakim diharapkan akan menjalankan mekanisme putusan yang berpihak

pada publik, akan tetapi hakim akan menjatuhkan putusan berdasarkan pesanan

dari kelompok-kelompok tertentu dari luar institusi peradilan seperti kepentingan

politik dan pengusaha. Komisi Yudisial RI adalah pengawas eksternal terhadap

perilaku hakim, yang sebelumnya memang tetap ada pengawas perilaku hakim,

akan tetapi hanya di internal saja, sehingga pengawasan internal itu dirasakan

tidak efektif untuk menegakkan moral dan integritas para hakim.5

Kehadiran Komisi Yudisial dalam sistem ketatanegaraan RI bisa

mendatangkan harapan dan kecemasan. Komisi Yudisial RI mendatangkan

harapan karena lembaga ini dianggap menjadi secercah cahaya bagi upaya

pemberantasan mafia peradilan yang telah memporak-porandakan posisi

5. Fajlurrahman Jurdi, Komisi Yudisial, h, 140.

Page 12: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

4

Indonesia sebagai Negara Hukum. Sebaliknya, Komisi Yudisial RI juga

mendatangkan kecemasan karena dianggap mengganggu pihak-pihak yang

menikmati keuntungan dari carut marutnya sistem dan praktik hukum di

Indonesia. Karena itu, Komisi Yudisial RI selalu berada dalam tarikan berbagai

kepentingan yang berbeda satu sama yang lain.6

Dalam Naskah Akademis, Mahkamah Agung RI melihat Komisi Yudisial

RI mempunyai wewenang untuk mengawasi semua hakim diberbagai

tingkatannnya, sesuai dengan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan

bahwa Komisi Yudisial RI berfungsi untuk menjaga dan menegakkan

kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim. Kata “menjaga”

diwujudkan dalam bentuk pengawasan. Kata “menegakkan” diwujudkan dalam

bentuk pendisiplinan atau pemberian sanksi disiplin, sedangkan kata “hakim”

berarti hakim diseluruh tingkatannya termasuk Hakim Agung. Sebab dalam UUD

1945, kata “hakim” yang tidak ditunjukkan kepada hakim secara keseluruhan,

redaksi yang digunakan adalah “Hakim Agung“ atau “Hakim Konstitusi”.

Dalam alasan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2004 tentang Komisi Yudisial RI, Mahkamah Agung RI berpandangan bahwa

Komisi Yudisial RI tidak mempunyai wewenang untuk mengawasi perilakuan

dan menegakkan kehormatan Hakim Agung, karena berbagai alasan, antara lain

bahwa bunyi Pasal 24B ayat (1) harus dibaca dalam satu nafas dan konteksnya

6. Ahmad Kurdi Moekri, Negara Hukum dalam Ujian, (Jakarta: Ka-tulis-tiwa Press, 2007),

Cet. Pertama, h, 53.

Page 13: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

5

satu sama lain, sehingga bermakna bahwa “Komisi Yudisial RI bersifat mandiri

yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai

wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran

martabat serta perilaku hakim adalah dalam rangka melaksanakan kewenangan

Komisi Yudisial RI untuk mengusulkan pengangkatan Hakim Agung.” Akhirnya,

melalui putusan Mahkamah Kontitusi RI Nomor 005/PUU-IV/2006, Mahkamah

Konstitusi RI mengabulkan sebagian permohonan, sehingga Komisi Yudisial RI

kehilangan beberapa kewenangan.7

Dalam Islam, sebagaimana kita ketahui bahwa dalam salah satu prinsip

dasar dari sistem Negara Islam adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum,

maka tegaknya keadilan merupakan suatu kewajiban yang harus diwujudkan di

dalam kehidupan bernegara, ketentuan masalah ini telah diatur dalam Al-Qur’an

surat An Nisa ayat 58, yakni :

� ���� �� ��� �"#$%& �'(

)'*�⌧,-. �/ �0 %"12 345��

67�8�9'( ,:���' �1<☺,>6� %?�@%A

��0� �'( )�C☺�>D%'" �E<F6-D��A G ���� ��

HI�-�J A�>KL�-%& MN���A > ����

�� %�O⌧ ☺-P�M⌧Q 0R�ST%A

��UV

Artinya :

7. Ibid., h. 54.

Page 14: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

6

“ Seungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum

diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah

memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah

maha mendengar lagi maha melihat”. (Q. S. An Nisa : 58).

Sedangkan untuk mewujudkan hukum yang adil, tidak mungkin dapat

dicapai tanpa adanya lembaga peradilan (yudikatif) yang berfungsi untuk

melaksanakan semua ketentuan hukum secara konsekuen. Karenanya kehadiran

lembaga yudikatif dalam sistem Negara Islam merupakan syarat mutlak yang

harus dipenuhi. Oleh karena itu, sejak awal kehadiran Negara Islam, lembaga

yudikatif ini telah ada dan berfungsi sebagaimana mestinya.

Dengan adanya permasalahan antara lembaga yudikatif di atas, maka

penulis memilih judul : “Komisi Yudisial RI Pasca Putusan Mahkamah

Konstitusi RI Nomor 005/PUU-IV/2006 (Tinjauan KetataNegaraan Islam)”.

Agar dapat meneliti tentang Putusan Mahkamah Konstitusi RI terhadap

kewenangan Komisi Yudisial RI, dan peranan Komisi Yudisial RI terhadap

lembaga yudikatif di Indonesia pasca adanya putusan Mahkama Konstitusi

tersebut, dan bagaimana tinjauan yudisial (kekuasaan kehakiman) dalam

ketatanegaraan Islam

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Page 15: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

7

Melihat begitu banyaknya permasalahan yang ada dalam lembaga

kehakiman di negeri ini, maka penulis ingin mengkaji dan menelaah salah satu

dari masalah lembaga kehakiman tersebut dan difokuskan hanya dalam

pembahasan mengenai Komisi Yudisial RI pasca putusan Mahkamah Konstitusi

RI Nomor 005/PUU-IV/2006 (Tinjauan Ketatanegaraan Islam).

2. Perumusan Masalah.

Melihat dari pembahasan skripsi ini maka perumusan masalahnya sbb:

a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

bertentangan dengan UUD 1945.

b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang

Mahkamah Agung.

c. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman.

Berdasarkan latar belakang di atas, studi ini dilakukan untuk mengkaji

lebih jauh tentang:

Page 16: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

8

1. Bagaimana status dan kedudukan Komisi Yudisial RI sebelum dan sesudah

kelahiran putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 005/PUU-IV/2006 ?

2. Apa kewenangan Komisi Yudisial RI sebelum dan sesudah putusan

Mahkamah Konstitusi RI Nomor 005/PUU-IV/2006 ?

3. Bagaimana peranan Komisi Yudisial RI setelah adanya putusan Mahkamah

Konstitusi RI bila dilihat dari segi teori Ketatanegaraan Islam / peradilan

Islam ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Masalah Komisi Yudisial RI pasca putusan Mahkamah Konstitusi RI

Nomor 005/PUU-IV/2006 (tinjauan Ketatanegaraan Islam) ini diangkat bertujuan

untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui status dan kedudukan Komisi Yudisial RI sesudah dan

sebelum lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 005/PUU-

IV/2006.

2. Untuk mengetahui kewenangan Komisi Yudisial RI sesudah dan sebelum

putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 005/PUU-IV/2006.

Page 17: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

9

3. Untuk mengetahui peranan Komisi Yudisial RI setelah adanya putusan

Mahkamah Konstitusi RI Nomor 005/PUU-IV/2006 bila dilihat dari sisi teori

ketatanegaraan Islam / peradilan Islam .

Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Menambah pengetahuan penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya

tentang Komisi Yudisial RI.

2. Manfaat praktis :

Manfaat praktis bagi penulis, pembaca, serta masyarakat adalah mengetahui

apa saja kewenangan dari pada Komisi Yudisial RI pasca putusan Mahkamah

Konstitusi RI.

3. Manfaat Akademis :

Manfaat akademis bagi Fakultas Syari’ah dan Hukum pada umumnya serta

kosentrasi Siyasah Syar’iyyah pada khususnya, adalah untuk penambahan

referensi tentang Komisi Yudisial RI pasca putusan Mahkamah Konstitusi RI.

D. Tinjauan Pustaka

Disini buku/bahan yang diambil sebagai pedoman oleh penulis dalam

skripsi ini, adalah :

Skripsi oleh Nani Kurniasih, Al-sulthah Al-qadhaiyyah Membandingkan

Kewenangan Mengadili antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, di

dalam skripsi ini dibahas tentang Al-sulthah Al-qadhaiyyah dalam hal pengertian,

Page 18: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

10

sejarah dan kewenangannya. Di jelaskan pula tentang Al-sultah Al-qadhaiyyah di

Indonesia yakni lembaga yudikatif sebelum di amandemen UUD 1945 dan

lembaga yudikatif setelah di amandemen UUD 1945. selanjutnya didalam skripsi

ini dijelaskan tentang kewenangan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah

Konstitusi dan kewenangan mengadili bagi Mahkamah Agung dan Mahkamah

Konstitusi serta relevansi Al-sulthah Al-qadhaiyyah dengan Mahkamah Agung

dan Mahkamah Konstitusi.8

Skripsi oleh M. Andri M, Kekuasaan Eksekutif Dalam Prespektif Islam

Dan Prespektif Barat, di dalam skripsi ini di bahas tentang pembagian kekuasaan

dan kekuasaan eksekutif di Indonesia dalam pengertian dan teori, dijelaskan pula

tentang konsep kekuasaan eksekutif dalam prespekrif Islam dalam hal eksistensi,

pengisian jabatan dan kewenangan maupun tugasnya, dijelaskan pula tentang

konsep kekuasaan eksekutif dalam prespektif barat dalam hal esisitensi, pengisian

jabatan, kewenangan maupun tugasnya.9

Fajlurrahman Jurdi “ Komisi Yudisal dari Delegitimasi hingga Revitalisasi

Moral Hakim”10

. Di mana Buku ini menjelaskan tentang Negara hukum

Indonesia, Reformasi parlement Indonesia dan pengaruhnya, otonomi moral

8. Skripsi oleh Nani Kurniasih, Al-sulthah Al-qadaiyyah Membandingkan Kewenangan

Mengadili antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. (Jakarta: 1426H/2006M), h, i.

9. Skripsi oleh M. Andri M, Kekuasaan Eksekutif Dalam Prespektif Islam Dan barat. (Jakarta:

1424H/2004M), h. i.

10. Fajlurrahman, Jurdi. Komisi Yudisial dari Delegitimasi hingga Revitalisasi Moral Hakim,

(Jakarta: PUKAP, 2007), Cet. Pertama.h. i.

Page 19: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

11

hakim Mahkamah Agung dan kehadiran Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi

dan Komisi Yudisial, delegitimasi atas Komisi Yudisial, menuju revisi Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2004, dan Komisi Yudisial atau Mahkamah Yudisial.

Imam Al Mawardi “Hukum Tatanegara dan Kepemimpinan dalam

Takaran Islam”11

. Di mana Buku ini menjelaskan tentang pengangkatan kepala

Negara, tentang pengangkatan menteri, tentang pengangkatan pimpinan jihad,

tentang pengangkatan qadhi (hakim), tentang jabatan madzalim, tentang

perwakilan keluarga terhormat, tentang imam-imam sholat, tentang pimpinan

pelaksanaan ibadah haji, tentang petugas pemungut zakat, tentang pembagian fa’i

dan rampasan perang, dll.

Pemikiran Jimly Asshidiqie, dan Para Pakar Hukum. Konstitusi dan

Ketata Negaraan Indonesia Kontemporer12

. Di mana dalam Buku ini di jelaskan

Gagasan dan pemikiran Jimly Asshidiqie, tentang Implikasi perubahan terhadap

pembangunan hukum nasional, evaluasi konsolidasi lembaga negara dan sistem

aturan penyelenggaraan negara. Dan juga diterangkan tentang Konstitusi dan

konstitusionalim. Negara, demokrasi, dan lembaga politik. Seputar amandemen

UUD 1945. Mahkamah Konstitusi dalam berbagai prespektif. Dan terakhir

tinjauan pemikiran Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H. yang berisikan tentang

11. Imam. Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam.

(Jakarta: Gema Insani, 2000), Cet. I. h. i.

12. Pemikiran, Jimly Asshidiqie, dan Para Pakar Hukum, Konstitusi dan KetataNegaraan

Indonesia Kontemporer.( Jakarta: The biography Institute, 2007), Cet. Pertama. vii.

Page 20: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

12

Perkembangan ketatanegaraan dalam pandangan Prof. Dr. Jimly Asshiqie. ‘Jalan

Asshidiqie’ bagi reformasi konstitusi jilid dua.

Ahmad Kurdi Moekri “ Negara Hukum dalam Ujian”13

. dimana Buku ini

menjelaskan mengenai pembantukan UU dalam sorotan, syari’at Islam dalam UU

dan Perda, kenapa DPD gagal galang Amandemen UUD 1945, perubahan

Undang-undang KY dalam tarikan berbagai kepentingan, menggugat perjanjian

pertahanan Indonesia-Singapura, batu sandungan pemberantas korupsi.

Denny Indrayana, “Amandemen UUD 1945 Antara Mitos dan

Pembongkaran”14

. Dimana dalam Buku ini mengkaji masalah mencari konstitusi

yang demokratis. Kerangka teoritis pembuatan konstitusi yang demokratis.

Reformasi Konstitusi Indonesia. Perubahan pertama: membongkar konstitusi

sakral. Perubahan kedua; reformasi berlanjut, politisi tak beringsut. Perubahan

ketiga; perubahan penting, belum juga terjaring,. Perubahan ke empat; krisis

konstitusi atau reformasi konstitusi. Evaluasi, rekomendasi dan kesimpulan dan

terakhir membahas tentang kacau prosesnya, lebih demokratis hasilnya.

Bunga Rampai Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, Komisi

Yudisial Republik Indonesia. Dimana di dalam Buku ini dijelaskan Komisi

13. H. Ahmad Kurdi Moekri, Negara Hukum Dalam Ujian, (Jakarta: Ka-tulis-tiwa Press,

2007), Cet. Pertama. h, iii.

14 . Denny Indrayana. Amandemen UUD 1945 Antara Mitos, (Bandung: Mizan Media Utama,

2007), Cet. Kedua. h, 19.

Page 21: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

13

Yudisial dalam mosaic ketatanegaraan kita, Komisi Yudisial Pengawal reformasi

pengadilan, peran hakim Agung dalam penemuan hukum (Rechtsvinding) dan

penciptaan hukum (Rechtsschepping), hakim agung dan penemuan hukum,

Komisi Yudisial yang dicita-citakan oleh masyarakat, sinkronisasi sistem

perundang-undangan lembaga peradilan dalam menciptakan peradilan yang lebih

baik.15

Buletin Komisi Yudisial RI, Pegelaran Budaya Memeriahkan Refleksi

Akhir Tahun 2007 Komisi Yudisial, di dalamnya terdapat berita atau info

mengenai Pentingnya Komisi Yudisial pada Negara hukum, Peran dan eksisitensi

lembaga Negara dalam perkembangan hukum di Indonesia, Mahkamah Agung

wajib jalankan rekomendasi Komisi Yudisial disini dijelaskan bahwa dalam revisi

Undang-undang Komisi Yudisial, Partai Amanat Nasional (PAN), mengusulkan

agara rekomendasi sanksi dari Komisi Yudisial wajib dilaksanakan oleh

Mahkamah Agung.16

E. Metode Penelitian

Metode merupakan strategi utama dalam pengumpulan data-data yang

diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi.17

Pada dasarnya sesuatu

15.Komisi Yudisial Republik Indonesia, Bunga Rampai Komisi Yudisial dan Reformasi

Peradilan, (Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2007), Cet. Pertama, h. xiii.

16. Buletin Komisi Yudisial, Pegelaran Budaya Memeriahkan Refleksi Akhir Tahun 2007

Komisi Yudisial , Tanggal 03 Desember 2007.

17. Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), Cet. Ke-3, h. 8.

Page 22: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

14

yang dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah “pengetahuan” atau lebih

tepatnya “pengetahuan yang benar”, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya

dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu.18

Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali hal-hal apa saja yang melatar

belakangi munculnya putusan Mahkamah Konstitusi RI terhadap kewenangan

Komisi Yudisial RI didalam Lembaga kehakiman di Indonesia.

1. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian skripsi ini adalah sudi kepustakaan yang berusaha

mengkombinasikan pendekatan normatife dan empiris, adapun dengan

pendekatan normatife diharapkan dapat menemukan data akurat yang di

butuhkan tentang Komisi Yudisial RI terutama yang berkaitan dengan

undang-undang yang ada hubungannya dengan Komisi Yudisial dan

mahkamah Konstitusi, sedangkan empiris diharapkan dapat menggali data dan

informasi sebanyak dan sedetail mungkin tentang Komisi Yudisial RI pasca

putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 005/PUU-IV/2006.

2. Teknik Pengumpulan Data.

Penulis dalam penelitiaan ini menggunakan teknik penulusuran dokumen,

dengan mengadakan kajian, menelaah, dan menelusuri literature yang

berkenaan dengan masalah yaitu berupa buku, majalah, koran, artikel, dan

18 Bambang Sunggono, Metode penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Radagrafindo Persada,

1997), Cetekan Pertama, h, 27.

Page 23: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

15

lain-lain. Dengan metode ini penulis berusaha mengungkap kewenang, tugas,

dan fungsi Komisi Yudisial RI setelah putusan Mahkamah Konstitusi RI.

Sedangkan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan judul

penelitian, penulis menggunakan metode pengumpulan data yang bersumber

sebagai berikut :

a. Data Primer

Data ini dikumpulkan secara langsung dari buku-buku, undang-undang yang

berkaitan juga dengan sumber primer masalah yang ingin dibahas oleh

penulis.

b. Data Skunder

Data ini dikumpulkan dari artikel-artikel, jurnal ilmiah ditambah denga

komentar orang mengenai Komisi Yudisial RI dan Mahkamah Konstitusi RI

yang berkaitan dengan judul penelitian.

c. Teknik Analisis Data.

Dalam menganalisa data peneliti menggunakan metode analisis komparatif.

Peneliti mencoba melakukan perbandingan diantara data-data yang terkumpul

dalam penelitian ini.19

d. Teknik Penulisan.

19. Moleong J. Lexy. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja Rosda Karya,

2004), Cet. Pertama, h. 6.

Page 24: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

16

Dalam penulisan skripsi ini, mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syari’ah dan Hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

F. Sistematika Perumusan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi masalah kedalam beberapa

bab yang pada dasarnya menjadi suatu kesatuan yang saling berkesinambungan

agar lebih memperjelas dan mempertajam arah pembahasan materi yang sedang

diteliti.

Adapun sistematika perumusan dari isi ringkasan bab demi bab dalam

skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Membahas latar belakang masalah diambilnya judul ini, dan penulis

membatasi penulisan ini dengan pembatasan dan perumusan masalah

sehingga membatasi dan merumuskan hal-hal yang akan penulis bahas

dalam skripsi ini sehingga tercapailah tujuan dan manfaat penelitian

dari tulisan/skripsi ini adapun penulisan ini diperoleh data melalui

tinjauan pustaka dengan tekhnik penulisan menggunakan metode

penelitian (jenis penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisa data)

dan diakhiri dengan sistematika perumusan dari pada skripsi ini.

Page 25: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

17

BAB II : Membahas tentang kekuasaan yudikatif di Indonesia dan Yudikatif

dalam islam, yakni penjelasan mengenai pengertian kekuasaan

yudikatif bagaimana pertentangan atau gejolak dari pada kekuasaan

yudikatif itu sendiri dan disini penulis pun menjelaskan mengenai

pengertian dari kekuasaan yudikatif itu sendiri, selain itu penulis pun

membahas mengenai kekuasaan yudikatif sebelum amandemen UUD

1945 dan kekuasaan yudikatif setelah amandemen UUD 1945 agar

pembaca bisa memahami tentang kondisi kekuasaan yudikatif dan

bagaimana keadaan kekuasaan yudikatif itu sendiri sebelum

amandemen UUD 1945 atau pun sesudah amandeman UUD 1945,

agar dapat mengetahui sejauh mana kekuasaan lembaga yudikatif

dalam hal menangani tugas dan kewenangannya apakah independent

dan mandiri atau masih ada campur tangan dari pihak lain (legislatif

dan eksekutif). dan disini juga dibahas mengenai Kekuasaan Yudikatif

menurut ketatanegaraan Islam (Sulthah Qadhaaiyyah) mengenai

sejarah terbentuknya Sulthah Qadhaaiyyah dan dibahas pula tugas dan

kewenangan dari pada Sulthah Qadhaaiyyah agar kita dapat

memahami kekuasaan yudikatif didalam Islam.

BAB III: Membahas tentang hubungan antara Komisi Yudisial RI dengan

Mahkamah Agung RI dan Mahkamah Konstitusi RI. Dimana di sini

penulis membahas tentang hubungan kelembagaan Negara yakni

Page 26: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

18

mengenai hubungan Komisi Yudisial RI dengan Mahkamah Agung RI

dimana kedua lembaga ini memiliki sedikit hubungan dalam hal

mengusulkan pengangkatan dan pengawasan hakim Agung, sedangkan

mengenai hubungan Komisi Yudisial RI dengan Mahkamah Konstitusi

RI hanya dalam segi pengawasan hakim dan mengajukan usul

penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada piminan Mahkamah Agung

RI dan/atau Mahkamah Konstitusi RI (Pasal 21 UU No 22, 2004).

BAB IV: Membahas tentang Kedudukan, Tugas dan Wewenang Komisi Yudisial

RI pasca putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 005/PUU-IV/2006

(tinjauan ke tatanegaraan Islam), yakni tentang pengujian Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial RI oleh

Mahkamah Konstitusi RI tentang apa aja yang melatar belakangi

adanya pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004

sehingga keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor

005/PUU-IV/2006, kedudukan Komisi Yudisial Pasca putusan

Mahkamah Konstitusi RI tersebut, dilanjutkan dengan tugas dan

kewenangan Komisi Yudisial RI Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

RI Nomor 005/PUU-IV/2006, dan diakhiri dengan pembahasan

tentang Komisi Yudisial RI Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI

tinjauan Ke Tatanegaraan Islam.

BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Page 27: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

19

Lampiran Komisi Yudisial RI pasca putusan Mahkamah Konstitusi RI

Nomor 005/IV-PUU/2006.

Page 28: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

20

BAB II

KEKUASAAN YUDIKATIF DI INDONESIA DAN KEKUASAAN

YUDIKATIF DALAM PRESPEKTIF ISLAM

A. Pengertiann Kekuasaan Yudikatif

Menurut Harun Al-Rasyid, kekuasaan kehakiman (kekuasaan yudikatif)

ialah “kekuasaan yang merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.

Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang

kedudukan para hakim”. Jaminan tentunya tidak hanya diberikan kepada hakim,

tetapi juga kepada seluruh kekuasaan kehakiman, teutama lembaga-lembaga

peradilan, dengan tujuan agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai

dengan aturan hukum yang berlaku. 20

Di Indonesia, sebelum adanya perubahan UUD 1945, kekuasaan

kehakiman atau fungsi yudikatif (judicial) hanya terdiri dari badan-badan

peradilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung RI. Lembaga Mahkamah

Agung RI tersebut, sesuai dengan prinsip independent of judiciary diakui bersifat

mandiri dalam arti tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi oleh cabang-cabang

kekuasaan lainnya, terutama pemerintah. Prinsip kemerdekaan hakim ini selain

20. Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia, (Jakarta,

Kencana Prenada Media Group, 2008), Cet. Pertama, h, 137.

Page 29: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

21

diatur dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, juga tercantum

dalam penjelasan Pasal 24 UUD 1945.21

Melihat uraian tersebut, sebenarnya kekuasaan kehakiman, sejak awal

kemerdekaan juga diniatkan sebagai cabang kekuasaan yang terpisah dari

lembaga-lembaga politik atau kekuasaan Negara lainnya seperti MPR/DPR

(legislatif), dan Presiden (eksekutif), Namun UUD 1945 sebelum perubahan tidak

menganut paham pemisahan kekuasaan (separation of power), terutama antara

fungsi eksekutif dan legislatif, akan tetapi menganut sistem pembagian

kekuasaan, dalam istilah jimly division of power. Sehingga, tidak jarang timbul

intervensi terutama yang dilakukan oleh kekuasaan legislatif dan eksekutif

terhadap yudikatif atau kekuasaan kehakiman.22

Adapun independensi kekuasaaan kehakiman diformalkan dan prinsip

dasarnya dipindahkan dari tempatnya semula di bagian Penjelasan dalam Batang

Tubuh UUD 1945. kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung RI

dan sebuah Mahkamah Konstiusi RI. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung

RI dan dipilih oleh dan dari Hakim-Hakim Agung, sedangkan Ketua dan Wakil

Ketua Mahkamah Konstitusi RI dipilih dan dari Hakim-Hakim Konstitusi.23

21 . Ibid., h, 138.

22. Ibid.,

23. Denny Indrayana, Amandemen UUD 1945 Antara Mitos Dan Pembongkaran, (Jakarta:

Mizan, 2007), Cet. Kedua, h. 278.

Page 30: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

22

Sebuah lembaga baru, yaitu Mahkamah Konstitusi dibentuk, setingkat

dengan Mahkamah Agung RI. Mahkamah Konstitusi RI memiliki kewenangan

untuk ‘mengadili untuk tingkat pertama dan terakhir’ dan .... putusannya bersifat

final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa

kewenangan lembaga Negara .... memutus pembubaran partai politik, dan

memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.24

Disamping itu, Mahkamah Konstitusi RI wajib memberikan pertimbangan

hukumnya dalam sebuah proses impeachment. Mahkamah Konstitusi RI

mempunyai sembilan orang anggota Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh

Presiden, yang pencalonannya diajukan masing-masing tiga orang oleh

Mahkamah Agung RI, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden.25

Satu lembaga baru lainnya, yaitu Komisi Yudisal RI, memiliki wewenang

untuk ‘mengusulkan pengangkatan Hakim Agung’ serta ‘menjaga dan

menegakkan, kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim’. Untuk

menjalankan peran yang sedemikian penting, para anggota Komisi tersebut adalah

orang-orang yang ‘memiliki integritas dan keperibadian yang tidak tercela’.

Anggota Komisi ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan

DPR.26

24. Ibid., h. 279.

25. Ibid.,

26. Ibid., h, 279.

Page 31: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

23

Berawal pada Tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan

Penelitian Hakim (MPPH) yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan

dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang

berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan

tindakan? hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak berhasil

dimaksukkan dalam undang-undang tentang kekuasaan kehakiman.

Baru kemudian tahun 1998-an muncul kembali dan menjadi wacana yang

semakin kuat dan solid sejak adanya desakan penyatuan atap bagi hakim, yang

tentunya memerlukan pengawasan eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-

cita untuk mewujudkan peradilan yang jujur, bersih, transparan, dan professional

dapat tercapai.27

Seiring dengan tuntutan reformasi peradilan, pada sidang Tahunan MPR

Tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga UUD 1945, disepakati beberapa

perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan kekuasaan kehakiman,

termasuk didalamnya Komisi Yudisial RI yang berwenang mengusulkan

pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehomatan hakim.28

Kemunculan Komisi Yudisial RI adalah akibat langsung dari amanat

reformasi 1998 untuk menegakan supermasi hukum dan agar para hakim tidak

27. Komisi Yudisial Republik Indonesia. Hukum Sebagai Pelindung Rakyat Bukan Tameng

Penguasa, (Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2007), Cet. Pertama, h. 3.

28. Ibid,.

Page 32: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

24

melakukan pelanggaran atas hukum. Sekaligus agar hakim tidak menjadi aparat

penguasa. Dan ini semua adalah berangkat dari kekecewaan masa lalu, yaitu

dimana kekuasaan kehakiman dikooptasi oleh kekuasaan, sehingga kebebasan

hakim dalam memutus perkara terbelenggu oleh kekuasaan tersebut. Keinginan

kuat untuk keluar dari belenggu kekuasaan inilah yang menyebabkan adanya

keinginan kuat untuk membuat Komisi Yudisial RI.29

Keberadaan Komisi Yudisial RI dalam institusi kekuasaan kehakiman

merupakan implementasi secara langsung atas tuntutan masyarakat terhadap

reformasi peradilan dan sekaligus menjalankan amanah reformasi. Dengan adanya

Komisi Yudisial RI diharapkan hakim dapat mandiri, bebas dan tidak terpengaruh

oleh kekuasaan manapun.30

Menurut Jimly Asshidiqie, maksud dibentuknya Komisi Yudisial RI

dalam struktur kekuasaan kehakiman Indonesia adalah agar warga masyarakat

diluar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses

pengangkatan, penilaian kerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Semua

ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat

serta perilaku hakim dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan

berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Dengan kehormatan dan keluhuran

martabatnya itu kekuasaan kehakiman yang merdeka bersifat imparsial

29. Ibid., h, 4.

30. Fajlurrahman Jurdi, Komisi Yudisial Dari Delegitimas Hingga Revitalisasi Moral Hakim,

(Jakarta: PuKAP, 2007), Cet. Pertama, h. 137.

Page 33: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

25

(independent and impartial judiciary) diharapkan dapat diwujudkan sekaligus

diimbangi oleh prinsip akuntabilitas kekuasaan kehakiman, baik dari segi hukum

maupun dari segi etika. Untuk itu diperlukan institusi pengawasan yang

independent terhadap para hakim itu sendiri.31

Untuk itu, perubahan UUD 1945 merumuskan kewenangan Komisi

Yudisial RI sebagaimana tercantum dalam Pasal 24B dengan rumusan sebagai

berikut.

1. Komisi Yudisial RI bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan

pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku

hakim.

2. Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman

dibidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

3. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan

persetujuan DPR.

4. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan

undang-undang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 24B ayat (4) UUD 1945 di atas,

dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

RI. Menurut ketentuan Pasal I angka I ditegaskan bahwa Komisi Yudisial RI

31. Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

2005), Cet. Pertama, h. 211.

Page 34: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

26

adalah lembaga Negara sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Lebih lanjut,

dalam Pasal 2 ditegaskan, bahwa Komisi Yudisial RI merupakan lembaga Negara

yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur

tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.32

Harus diakui secara jujur bahwa mosaik lembaga peradilan, terutama

kekuasaan kehakiman, menjadi lebih baik setelah perubahan UUD 1945 yang

menegaskan fungsi-fungsi konstitutonal dengan proliferasi kelembagaan dalam

bidang ini. Langkah Komisi Yudisial RI pun sudah mendorong kearah kemajuan,

sebab dengan gebrakannya menyorot dan memeriksa hakim-hakim yang

dilaporkan dan diduga nakal mulai dari hakim peradilan negeri sampai ke Hakim

Agung ternyata meningkatkan gairah masyarakat untuk menyoroti dan

melaporkan hakim-hakim nakal, meski tak semua laporan itu benar adanya.

Banyak hakim yang kemudian lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya.

Dalam melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung pun, terlepas dari kritik

dan kontrovensi atas produknya, Komisi Yudisial RI sudah memberi sumbangan

yang cukup baik terutama untuk memilih yang terbaik dari jelek-jelek serta dalam

membuat kontrak moral agar kalau sudah menjadi Hakim Agung seseorang dapat

melaksanakan tugasnya dengan penuh integritas. Ini sudah tentu jauh berbeda

dengan zaman sebelumnya dimana Hakim Agung diangkat berdasar kontrak

32. Ibid., h. 211.

Page 35: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

27

politik dan ditengarai kuat hanya brdasarkan kedekatan dengan pipinan

Mahkamah Agung.33

Tapi langkah-angkah Komisi Yudisial RI yang cukup memberi harapan

ternyata telah menjadi bumerang yang sama sekali tidak diharapkan baik oleh

Komisi Yudisial sendiri maupun oleh masyarakat. Mahkamah Agung yang

merasa kewibawaannya diobrak-abrik merasa tersinggung, terutama ketika

Komisi Yudisial RI mengundang ketua Mahkamah Agung RI untuk dimintai

keterangan dan ketika Komisi Yudisial RI mengundang beberapa Hakim Agung

untuk diperksa berkenaan dengan masuknya beberapa laporan dari

masyarakat.kalangan hakim banyak yang mengatakan bahwa Komisi Yudisial RI

bukan menjaga martabat hakim melainkan justru menjatuhan martaba hakim,

bahkan mengintervensi kemandirian hakim. 30 orang Hakim Agung kemudian

menggugat judicial review Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang

Komisi Yudisial RI terhadap UUD. Jadi kinerja Komisi Yudisial RI.34

Dan di

karenakan persoalan inilah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi RI yang telah

memangkas habis kewenangan Komisi Yudisial RI dan membuat kewenangan

Komisi Yudisial RI menjadi terbatas.

33. Komisi Yudisial RI, Bunga Rampai Komisi Yudisial Dan Reformasi Peradilan, (Jakarta:

Komisi Yudisial RI, 2007), Cet. Pertam, h. 4.

34. Ibid., h. 5.

Page 36: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

28

B. Kekuasaan Yudikatif Sebelum Amandemen UUD 1945

Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kita sudah kembali kepada UUD

1945. Kepada jiwa proklamasi 17 Agustus 1945. Tetapi kenyataannya selama ini

jiwa dari ketentuan-ketentuan UUD 1945 itu belum dilaksanakan secara murni.

Sebagai contoh dapat diajukan, bahwa Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945 dalam

penjelasannya secara tegas telah menyatakan, bahwa Kekuasaan Kehakiman ialah

kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari praktek dan pelaksanaannya telah

menyimpang dari UUD, antara lain Pasal 19 dalam Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang

memberikan wewenang kepada Presiden untuk dalam “beberapa hal dapat turun

atau campur tangan dalam soal-soal pengadilan”.35

Dikatakan antara lain oleh Pasal 19 dari Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, bahwa:

“Demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan

masyarakat yang mendesak, Presiden dapat turun atau campur tangan dalam soal

pengadilan.” Sedangkan dikatakan dalam Penjelasan mengenai Pasal 19 tersebut

bahwa: “Pengadilan adalah tidak bebas dari pengaruh dari kekuasaan Eksekutif

dan kekuasaan membuat undang-undang.” Sebaliknya, UUD 1945 sendiri dalam

35. C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil. Hukum Tata Negara Republik Indonesia I, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2000), Cet. Ketiga. h. 186.

Page 37: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

29

Penjelasannya: “Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka dan

terlepas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah.”36

Adalah jelas, bahwa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun

1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 1965 menggambarkan adanya suatu pertentangan

konstitutional yang “flagrant”, sedangkan pertentangan dengan UUD 1945.

betapapun ia disertai dengan syarat-syarat tertentu, tidak dapat dibenarkan oleh

hukum “interference” atau turun tangan dari pihak eksekutif dimungkinkan,

sedangkan hal demikian dilarang oleh UUD 1945, yang menghendaki adanya

Kekuasaan Kehakiman yang merdeka, terlepas dari pengaruh Pemerintah.37

Dalam rangka pemurnian pelaksanaan UUD 1945 sesuai dengan ketentuan

ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XIX/MPR/1966

juncto Nomor XXXIX/MPRS/1968 maka Pemerintah bersama-sama Dewan

Perwakilan Rakyat Gotong-Royong telah mengadakan peninjauan Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan

Tidak Berlakunya Berbagai Undang-Undang Dan Peraturan Pemerintah

36. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman. (Jakarta: Sinar Grafika, 2005).

37. C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil. Hukum Tata Negara, h. 187

Page 38: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

30

Pengganti Undang-Undang Pasal 2 Lampiran III Nomor urut 3 yang menghendaki

adanya undang-undang untuk menggantikannya.38

Dengan dicabutnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman tersebut terjadilah suatu

kekosongan, yang akan menghambat jalannya peradilan pada umumnya. Oleh

karena itu perlulah dengan segera dibentuk undang-undang tentang ketentuan

pokok Kekuasaan Kehakiman yang baru sebagai penggantinya. Undang-undang

yang baru ini selain bertujuan untuk mengisi kekosongan tersebut harus pula

menjaga kemurnian pelaksanaan UUD 1945. Untuk itu perlulah dalam undang-

undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang baru ini,

diusahakan tercantumnya dasar-dasar bagi penyelenggaraan peradilan dan

ketentuan-ketentuan pokok mengenai hubungan peradilan dan pencari keadilan,

yang sejiwa dengan UUD 1945 supaya pelaksanaannya nanti sesuai dengan

Pancasila.39

Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman diserahkan kepada badan-badan

peradilan dengan ketentuan bahwa undang-undang tentang ketentuan-ketentuan

pokok Kekuasaan Kehakiman ini akan merupakan induk dan kerangka umum

yang meletakkan dasar serta asas-asas peradilan serta pedoman bagi lingkungan

38. Ibid,. h. 188.

39.Ibid., h. 188.

Page 39: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

31

Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha

Negara yang masing-masing diatur dalam undang-undang tersendiri.40

Dengan melihat mengenai bab dan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang

mengatur mengenai kekuasaan kehakiman masih ada kekuasaan-kekuasaan lain

yang ditentukan dalam UUD 1945. Dari situ pula dapat disimpukan bahwa

kekuasaan-kekuasaan yang ada dalam UUD 1945 tertata dalam suatu tatanan

yang sesuai dengan pandangan jiwa yang menguasai UUD 1945. Dalam konteks

ini, UUD 1945 menempatkan kekuasaan kehakiman dalam kaitannya dengan

susunan. Apa yang merupakan susunan ketatanegaraan itu meliputi segala sesuatu

yang berkaitan dengan peraturan, susunan, dan kedudukan lembaga-lembaga

Negara serta tugas dan kewenangnya. Dalam UUD 1945, susunan ketatanegaraan

dapat dilihat pada ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang enam lembaga

Negara yang terdiri dari sebuah lembaga Negara tertinggi Negara yakni MPR dan

lima buah lembaga tinggi Negara yakni Presiden dan Wakil Presiden, Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA).41

Dengan melihat konstruksi kekuasaan seperti yang terdapat dalam UUD

1945 ini menarik kesimpulan bahwa tatanan kekuasaan dalam Negara RI adalah

sebagai berikut:

40. Ibid., h. 189.

41. Jimly Asshidiqie, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia,

(Jakarta: UI Press, 2005), Cet. Pertama. h. 23.

Page 40: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

32

1. Kekuasaan Primer yang dinamakan kedaulatan. Jika dilihat dari ilmu

hukum positif, kedaulatan itu merupakan sumber dari segala macam

hak atau kekuasaan yang ada dalam tatanan hukum. Sri Soemantri

mengartikan kedaulatan itu sebagai kekuasaan tertinggi. Karena dalam

Negara RI, yang berdaulat rakyat, maka kekuasaan tertinggi tetap

berada di tangan rakyat (Pasal 1 ayat (2)) UUD 1945.

2. Kekuasaan Subsidair, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan kedaulatan

yang lahir dari kedaulatan tersebut. Kekuasaan subsidair ini adalah

kekuasaan yang integral artinya ia meliputi semua jenis kekuasaan

yang akan mewujudkan ketentuan-ketentuan hukum dasar yang

termuat dalam cita hukum (Rechtsidee) dan cita hukum itu tercantum

dalam bagian pembukaan UUD 1945. Dalam praktek kehidupan

bangsa dan negara, kekuasaan subsidair ini merupakan kekuasaan

yang diserahkan atau dilimpahkan oleh kedaulatan rakyat kepada suatu

badan yang disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

3. Kekuasaan melakukan kedaulatan oleh Hukum Dasar atau UUD 1945

dirinci lagi kedalam cabang-cabang kekuasaan untuk melakukan

kedaulatan dengan tetap memperhatikan jalan dan cara-cara yang di

tempuh untuk mewujudkan secara nyata ketentuan hukum dasar

sebagai isu atau kandungan dalam Rechtsidee Negara Republik

Indonesia.42

Ketentuan mengenai Kekuasaan Kehakiman (yudikatif) jelas berbeda

dengan ketentuan yang mengatur tentang kekuasaan-kekuasaan Negara lainnya

seperti kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, kekuasaan eksaminatif (BPK)

dan kekuasaan konsultatif (DPA). Untuk cabang-cabang kekuasaan negara diluar

cabang Kekuasaan Kehakiman, UUD 1945 baik dalam pasal-pasalnya maupun

dalam penjelasannya tidak secara eksplisit menentukan kekuasaan-kekuasaan

tersebut merupakan suatu kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan-

kekuasaan negara lainnya. Lain halnya dengan kekuasaan kehakiman yang secara

42. Moch. Koesno, Konfigurasi Politik dan Kekuasaan Kehakiman di Indonesi, (Jakarta:

ELSAM, 1997), Cet. Pertama, h, 202.

Page 41: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

33

eksplisit disebutkan dalam dua pasal UUD 1945 yaitu Pasal 24 dan Pasal 25

sebagai kekuasaan yang merdeka.43

Dimana Kekuasaan Kehakiman di Indonesia didasarkan atas ketentuan

Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945 sebagai berikut:

Pasal 24:

1. Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung RI dan lain-

lain badan kehakiman menurut undang-undang

2. Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-

undang.

Pasal 25:

Syarat-syarat untuk menjadi hakim dan untuk di berhentikan sebagai

hakim ditetapkan dengan undang-undang.

Penjelasan Pasal 24 dan 25 tersebut berbunyi “Kekuasaan kehakiman ialah

kekuasaan kehakiman yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan

pemerintah berhubungan dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-

undang tentang kedudukan para hakim.”44

Perintah UUD 1945 agar kekuasaan kehakiman itu lebih lanjut diatur

dengan undang-undang telah dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru dengan

43. Abdul Mukthie Fadjar, Hukum Konstitusi Dan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Konstitusi

Press, 2006), Cet., Pertama, h. 109.

44. Ibid., h. 110.

Page 42: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

34

dikeluarkannya beberapa undang-undang yang berkaitan dengan kekuasaan

kehakiman dan sistem peradilan di Indonesia, sebagai berikut:

Pertama, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 1970

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaga Negara

Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 2951) yang memuat ketentuan bahwa:

a. Berdasarkan Penjelasan Umumnya, UU tersebut dimaksudkan sebagai induk

dan kerangka umum yang meletakkan dasar serta asas-asas peradilan sebagai

pedoman bagi lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan

militer, dan peradilan tata usaha negara yang masing-masing akan diatur

dalam undang-undang tersendiri.

b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman mengakhiri berlakunya Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang

telah mereduksi prinsip kebebasan/kemerdekaan kekuasaan kehakiman seperti

diamanatkan oleh Penjelasan UUD 1945. Melalui Pasal 1 dan penjelasannya

dipertegas dan diperjelas prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka sebagai

berikut: “ Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka guna

menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi

terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.” Penjelasannya

berbunyi “ Kekuasaan kehakiman yang merdeka ini mengandung pengertian

di dalamnya kekuasaan yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan

Page 43: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

35

Negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva, atau rekomendasi

yang datang dari pihak extra judicial kecuali dalam hal-hal yang diijinkan

oleh undang-undang.”

c. Melalui Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman telah ditegaskan sistem peradilan

yang akan melaksanakan kekuasaan kehakiman di Indonesia disamping

Mahkamah Agung yakni badan-badan Peradilan Umum, Peradilan Agama,

Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara. Masing-masing badan

peradilan tersebut mempunyai dua tingkatan, yakni peradilan tingkat pertama

dan peradilan tingkat banding, dan semua berpuncak pada Mahkamah Agung

sebagai peradilan tingkat kasasi. 45

Kedua, untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang merupakan

undang-undang pokok telah dikeluarkan beberapa undang-undang

pelaksanaannya, yaitu:

1. Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(Lembaran Negara RI Tahun 1981 No. 76 tentang Hukum Acara Pidana);

2. Undang-Undang RI No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

(Lembaran Negara RI Tahun 1985 No. 73 tentang Mahkamah Agung,

Tambahan Lembaran Negara RI N0. 3316);

45. Ibid., h. 112.

Page 44: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

36

3. Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran

Negara RI Tahun 1986 No. 2 tentang Peradilan Umum, Tambahan Lembaran

Negara RI No. 3327);

4. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

(Lembaran RI Tahun 1986 No. 77 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

Tambahan Lembaran Negara RI No. 3344);

5. Undang-Undang RI No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (lembaran

Negara RI Tahun 1989 No. 49 tentang Peradilan Agama)

6. Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Ketiga, setelah dilaksanakan selama 29 tahun, sebagai usaha memperkuat

kekuasaan kehakiman yang merdeka, sesuai dengan tuntutan reformasi dibidang

hukum dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dengan Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang

intinya berisi kebijakan bahwa segala urusan mengenai peradilan, baik yang

menyangkut teknis yudisial maupun organisasi, administrasi, dan finansial berada

dibawah satu atap dibawah kekuasaan Mahkamah Agung dan paling lambat sudah

harus dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun sejak di undangkannya Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 1999.46

46. Ibid., h. 113.

Page 45: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

37

C. Kekuasaan Yudikatif Setelah Amandemen UUD 1945.

Semenjak reformasi bergulir, tampak realisasi akan perubahan terhadap

UUD 1945 tidak dapat dielakkan. Sebagai salah satu agenda reformasi, perubahan

terhadap UUD 1945 menjadi begitu mendesak sebab perubahan masyarakat

demikian cepat, demikian pula perubahan yang terjadi dalam supra struktur

politik perlu direspon dengan perubahan Konstitusi sebagai hukum dasar Negara

yang akan menjadi pijakan utama dalam menyelenggarakan kehidupan

bernegara.47

Dimana, Amandeman UUD 1945 sebagai amanat reformasi pada akhinya

dapat dituntaskan dalam perubahan keempat dengan nama resmi UUD 1945.

Perubahan empat kali itu dapat diperinci sebagai berikut.48

Perubahan pertama yang ditetapkan pada tanggal 19 Oktober tahun 1999,

berhasil diamandemen sebanyak 9 pasal. Perubahan kedua yang ditetapkan pada

tanggal 18 Agustus 2000 telah amandemen sebanyak 25 pasal. Perubahan ketiga,

yang ditetapkan pada tanggal 9 November tahun 2001 berhasil diamandemen

sebanyak 23 Pasal. Perubahan keempat, yang ditetapkan pada tanggal 10 Agustus

2002 ini telah berhasil diamandemen sebanyak 13 pasal serta 3 pasal Aturan

Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Jadi, jumlah total pasal hasil perubahan

pertama sampai keempat itu adalah 75 pasal, namun demikian, jumlah nomor

47. Jimly Asshidiqie, Aspek-Aspek Perkembangan, h, 25.

48. Taufiqurrohman Syahuri, Hukum Konstitusi Proses dan Prosedur Perubahan UUD 1945-

2002, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), Cet. Pertama, h. 209.

Page 46: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

38

pasalnya tetap sama yaitu 37 (tidak termasuk Aturan Peralihan dan Aturan

Tambahan).49

Perubahan UUD 1945 sebanyak 4 (empat) kali sejak tahun 1999,

merupakan bagian dari proses reformasi yang membawa dampak penting dalam

kehidupan sosial, politik dan terutama dalam kehidupan hukum. Perubahan yang

terjadi yang tampak lebih kasat mata akibat perubahan UUD 1945 tersebut

menyangkut konfigurasi kelembagaan Negara atau organisasi kekuasaan

penyelenggara Negara. Perubahan yang didasari oleh pengalaman masa lalu, ingin

meletakkan konstitutionalisme, sebagai prinsip dan doktrin bernegara, yang dijaga

melalui doktrin checks and balances dan pemisahan kekuasaan (separation of

power). Atas dasar hal itu, maka konfigurasi organisasi kekuasaan telah berubah

secara mendasar, dari sesuatu yang bersifat vertikal hirarkis, dimana kedaulatan

rakyat dipegang oleh sebuah badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat

sebagai penjelma seluruh rakyat Indonesia, dengan kewenangan untuk

menetapkan UUD, menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara dan mengangkat

Kepala Negara (Presiden) / Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden). Perubahan

UUD 1945, merubah posisi MPR sebagai lembaga Negara, yang memegang

kekuasaan tertinggi Negara, menjadi sederajat dan setara dengan lembaga Negara

pemegang kekuasaan lainnya dalam kedudukan yang bersifat horizontal, tetapi

49. Ibid.

Page 47: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

39

secara fungsional melakukan check and balances terhadap lembaga Negara

lainnya.50

Dimana Perlunya perubahan UUD 1945 semata-mata karena kelemahan

yang dimiliki oleh UUD 1945. Kelemahan-kelemahan tersebut menjadi penyebab

tidak demokratisnya Negara Indonesia selama menggunakan UUD 1945. Mahfud

menyebutkan kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya adalah:

1. UUD 1945 membangun sistem politik yang executive heavy dengan memberi

porsi yang sangat besar kepada kekuasaan Presiden tanpa adanya mekanisme

checks and balances yang memadai.

2. UUD 1945 terlalu banyak memberi atribusi dan delegasi kewenangan kepada

Presiden untuk mengatur lagi hal-hal penting dengan UU maupun dengan

Peraturan Pemerintah.

3. UUD 1945 memuat beberapa pasal yamg ambigu atau multi tafsir sehingga

bias ditafsirkan dengan bermacam-macam tafsir, tetapi tafsir yang diterima

adalah tafsir yang dibuat oleh Presiden.

4. UUD 1945 mengutamakan semangat penyelenggaraan Negara dari pada

sistemnya.

Gagasan perubahan UUD 1945 kembali mucul dalam perdebatan

pemikiran ketatanegaraan dan menemukan momentumnya di era reformasi.51

50. Pemikiran Jimly Asshiddiqie, dan Para Pakar Hukum, Konstitusi dan Ketata Negaraan

Indonesia Kontemporer, (Jakarta: The Biografi Institute, 2007), Cet. Pertama, h. 277.

51. Ibid., h. 4.

Page 48: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

40

Adapun mengenai kekuasaan Kehakiman telah mengalami perubahan

yang pesat setelah perubahan ketiga UUD 1945 (9 November tahun 2001) antara

lain telah melakukan perubahan terhadap Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman

dari semula hanya berdiri dari dua pasal (Pasal 24 dan 25) menjadi lima pasal,

yaitu Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal 25. Perubahan tersebut

telah memasukkan tentang kemerdekaan kekuasaan kehakiman yang semula

tercantum dalam Penjelasan dan yang semula tercantum dalam Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1970 mengenai badan-badan peradilan dibawah Mahkamah

Agung ke dalam Pasal 24, sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut.

1 Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

2 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan

peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

3 Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman

diatur dalam undang-undang.

Perubahan tersebut menunjukkan bahwa jaminan konstitutional atas

prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman semakin kuat demikian pula

eksistensi badan-badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung telah

mendapat jaminan konstitutional (semula hanya dimuat dalam undang-undang).

Perubahan Pasal 24 juga tidak lagi menempatkan Mahkamah Agung sebagai

Page 49: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

41

Singel top authority dalam kekuasaan kehakiman karena kehadiran Mahkamah

Konstitusi dengan kewenangan Konstitutional yang diatur dalam Pasal 24C.

Ketentuan Pasal 24 ayat (3) penjabarannya di lakukan oleh Pasal 41 Undang-

undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu bahwa yang

dimaksud dengan badan-badan lain yang funsinya berkaitan kekuasaan

kehakiman meliputi Kepolisian Negara RI, Kejaksaan RI, dan badan-badan lain

yang diatur dalam undang-undang. 52

Begitupun dengan politik hukum dibidang peradilaan dan kekuasaan

kehakiman juga mengalami perubahan menjadi proliferatif (berkembang biak).

Kalau dulu kekuasaan kehakiman hanya diletakkan dan berpuncak pada

Mahkamah Agung (MA), sekarang puncak kekuasaan kehakiman ada dua yakni

Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (MK). Secara sederhana dapat

dikatakan bahwa Mahkama Agung memegang kekuasaan kehakiman dalam

perkara konvensional, sedangkan Mahkamah Konstitusi memegang kekuasaan

kehakiman dalam perkara ketatanegaraan yakni pengujian undang-undang

terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan antar lembaga Negara yang

kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pandapat DPR bahwa

Presiden/Wapres melanggar larangan tertentu yang disebut didalam UUD,

memutus pendapat DPR bahwa Presiden/Wapres tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden/Wapres, memutus perkara pembubaran partai politik, dan

52. Abdul Mukthie Fadjar, Hukum Konstitusi., h. 114.

Page 50: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

42

memutus sengketa tentang hasil pemilu. Selain itu, dalam politik hukum

kekuasaan kehakiman sekarang ini di Indonesia mempunyai Komisi Yudisial

yakni sebuah lembaga Negara yang bersifat penunjang dengan wewenang

mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lainnya dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim.53

Mahkamah Konstitusi berdiri endiri seta terpisah dari Mahkamah Agung

secara duality of jurisdiction. Mahkamah Kontitusi berkedudukan setara dengan

Mahkamah Agung. Keduanya adalah penyelenggara tertinggidari kekuasaan

kehakiman. Namun, ia hanya berkedudukan di ibu kota Negara tidak seperti

halnya Mahkmah Agung yang memiliki benerapa badan peradilan dibawahnya

sampai pada tingkatpertama kabupaten/kota.54

Sebagai buah dari reformasi, yakni telah adanya amandemen terhadap

UUD 1945, maka selain Mahkamah Agungsebagai puncak pelaksana keuasaan

kehakiman dilingkungan peradilan yang berada di bawahnya, juga terdapat

Mahkamah Konstitusi yang secara fungsional sama-sama sebagai pelaksana

keuasaan kehakiman, namun tidak mempunyai hubungan structural dengan

Mahkamah Agung. Kedua lembaga tersebut memiliki fungsi yang sama sebagai

53. Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi,

(Jakarta: LP3ES, 2007), Cet. Pertama, h. 55.

54. Jaenal Aripin, Peradilan Agama, h. 196.

Page 51: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

43

pelaksana kekuasaan kehakiman, akan tetapi di bedakan dalam yurisdiksi dan

kompetensinya.55

Perubahan ketiga UUD 1945 selain menyangkut tentang Mahkamah

Konstitusi, juga memuat tntang Komisi Yudisial. Ia disebut seebagai lembaga

pembantu (auxiliary institution) di dalam rumpun kekuasaan kehakiman.

Kehadirannya, merupakan refleksi filosofis dari cita-cita hukum yang terkandung

dalam pembukaan UUD 1945, sejalan dengan munculnya kesadaran sejarah akan

masa depan kekuasaan kehakiman yan merdeka, independent, dan bermartabat.

Adapun, latar belakang terbentuknya Komisi Yudisial dalam strutur

kekuasaan kehakiman di Indonesia paling tidak terdapat lima hal yaitu: (a)

Komisi Yudisial di bentuk agar dapat melakukan monitoring yang intensif

terhadap kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat dalam

spectrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring internal saja; (b)

komisi Yudisial Menjadi perantara (mediator) atau penghubungantara kekuasaan

pemerintah (executive power) dan kekuasaan kehakiman (judicial power) yang

tujuan utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman dari

pengaruh kekuasaa apa pun juga khususnya kekuasaan pemerintah.56

Latar belakang lainnya; (c) dengan adanya Komisi Yudisal, tingkat

efisiensi dan efektivitas kekuasaan kehakiman (judicial power) akan semakin

55. Ibid., h. 196.

56. Ibid., h. 202

Page 52: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

44

tinggi dalam beberapa hal, baik yang menyangkut rekrutmen maupum monitoring

Hakim Agung maupun pengelola keuangan kekuasaan kehakiman; (d) terjadinya

konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan memperoleh

penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus (Komisi

Yudisal); dan (e) dengan adanya Komisi Yudisial, kemandirian kekuasaan

kehakiman (judicial power) dapat terus terjaga, karena politisasi terhadap

prekrutan terhadap hakim Agung dapat di minimalisasi dengan adanya Komisi

Yudisial yang bukan merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan tidak

memiliki kepentingan politik. 57

Adapun mengenai kinerja Komisi Yudisial itu sendiri seperti yang

dilaporkan oleh ketua Komisi Yudisial ke pada Presiden pada tanggal 12 Juni

2007 yakni, Komisi melaporkan kepada Presiden mengenai pelaksanaan

kewenangan tugas Komisi Ketua dan anggota Komisi Yudisial, hari Senin (11/6)

pagi diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Kantor Kepresidenan.

Pada pertemuan yang berlangsung selama 1 jam tersebut, mereka menyampaikan

laporan kinerja Komisi Yudisial selama setahun, serta menyampaikan rencana

revisi Undang-Undang Komisi Yudisial. Ikut mendampingi Presiden saat

menerima Komisi Yudisial antara lain Mensesneg Hatta Rajasa, Menhuk HAM

57 . ibid., h. 202.

Page 53: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

45

Andi Mattalata, Seskab Sudi Silalahi, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Kapolri

Jenderal Pol. Sutanto dan Jubir Presiden, Andi A. Mallarangeng.58

Menurut Busyro Muqqodas, Ketua Komisi Yudisial, Presiden SBY

memberikan perhatian penuh terhadap reformasi di bidang hukum yang dianggap

sangat penting. "Presiden berharap agar lembaga terkait di bidang law

enforcement bisa bekerja lebih sinergis dan komunikatif, " katanya Yudisial untuk

menyeleksi Hakim Agung. "Sekarang telah selesai menyeleksi dua tahap, dan

menghasilkan 18 calon Hakim Agung yang akan disampaikan ke DPR. Juga kami

sampaikan mengenai kewenangan dan fungsi pengawasan terhadap hakim yang

dilakukan oleh Komisi Yudisial, antara lain merespon laporan dan pengaduan dari

masyarakat serta melakukan proses pemeriksaan berkas pengaduan. Laporan yang

diterima dari bulan Agustus tahun 2005 hingga saat ini berjumlah 1175," kata

Busyro Muqqodas.59

Dilain hal kinerja Komisi Yudisial adalah di Palang karaya Komisi

Yudisial (KY) segera menggandeng keuskupan di seluruh Indonesia guna

mengawasi kinerja lembaga peradilan beserta sekitar 6.578 orang hakim. Kerja

sama serupa juga digagas bersama lembaga keagamaan lainnya, Muhammadiyah

dan Nahdlatul Ulama (NU), juga sejumlah perguruan tinggi. Keuskupan yang

telah digandeng KY adalah Keuskupan Kupang dan Maumere. “Saat ini beberapa

58. http://www presidensby.info/index.php/fokus/2007/06/11/1919.html, jam 21. 30, tgl 02 12

2008.

59. Ibid.

Page 54: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

46

keuskupan telah kita gandeng sebagai semacam ‘perwakilan bayangan’ dari

Komisi Yudisial di daerah. Rencananya semua keuskupan akan kita gandeng

bersama-sama mengawasi lembaga peradilan di Indonesia,” kata Anggota Komisi

Yudisial Zaenal Arifin, di Palangka Raya, Kamis(31/8). 60

1.200 Laporan Komisi Yudisial menilai kinerja mereka tak bisa mencakup

semua pekerjaan pengawasan hakim di Tanah Air. Karenanya, lembaga

keagamaan dan kampus digandeng sebagai mitra untuk mendapatkan laporan

masyarakat soalcarut-marutlembaga peradilan. “KY berharap upaya itu sekaligus

sebagai upaya memasyakatkan peran dan keberadaan lembaga ini yang selama ini

masih banyak belum diketahui msyarakat umum,” imbuhnya.61

Selain berupaya menggandeng lembaga lain dalam mengawasi para

hakim, KY saat ini juga tengah melakukan penyelidikan tentang kinerja lembaga

peradilan di Indonesia secara umum. Termasuk pula mendata berapa banyak

hakimyangdinilaijelekkinerjanya. “Kita tidak bisa ngomong tanpa dasar berapa

banyak hakim yang bagus atau berapa persen yang jelek dan melanggar kode etik,

karena lembaga kita dibentuk berdasarkan UUD45,” jelasnya.

Di sisi lain, Arifin mengakui, dari 1.200-an laporan masyarakat, 800-an di

antaranya tidak bisa ditindaklanjuti karena data dan argumentasinya kurang kuat.

Sementara itu, 400 laporan sudah ditindaklanjuti dan 20 laporan sudah

60. www.sinarharapan.co.id/berita/0708/31/nas03.html - 23k, ,jam 21.35 tgl.02 12

2008. 61. Ibid.

Page 55: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

47

direkomendasi untuk ditindak hakimnya. Rekomendasi itu berupa pemberhentian

bagi delapan orang hakim dan 12 hakim berupa sanksi teguran.62

Di kesempatan berbeda, anggota Komisi Yudisial, Soekotjo Soeparto,

menanggapi positif pembentukan posko pengaduan mafia peradilan yang

didirikan kalangan LSM dalam Koalisi Pemantau Peradilan. Posko itu menurut

Soekotjo, sangat membantu kerja Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan

eksternal terhadap para hakim. 63

Sebelumnya, KPP yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya

masyarakat (LSM) di bidang hukum membuka posko pengaduan terhadap praktik

mafia peradilan. Hal itu dilakukan karena praktik mafia peradilan tersebut hingga

kini tak kunjung reda, sekaligus menjawab klaim Ketua Mahkamah Agung (MA)

Bagir Manan yang menilai praktik mafia peradilan tersebut tidak ada.

Tindakan tegas yang dilakukan MA pun terkesan hanya menyentuh staf atau

pegawai pengadilan, tidak pernah menjerat hakim.64

Sebagai akibat perubahan pengaturan kekuasaan kehakiman dalam UUD

1945, maka telah dikeluarkan beberapa undang-undang yang terkait dengan

kekuasaan kehakiman sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;

62. Ibid.

63. Ibid.

64

. www.sinarharapan.co.id/berita/0708/31/nas03.html - 23k, ,jam 21.35 tgl.02 12

2008.

Page 56: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

48

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

(Lembaran Negara RI Tahun 2003 No. 98, Tambahan Lembaran Negara RI

No. 4316) untuk melaksanakan perintah Pasal 24C ayat (6) UUD 1945;

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

(Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 8, Tambahan Lembaran Negara RI No.

4358) untuk menggantikan Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 1970 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman.

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara

RI Tahun 2004 No. 9, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4359) untuk

melaksanakan ketentuan Pasal 24A ayat (5) UUD 1945;

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara RI

Tahun 2004 No. 34, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4379) untuk

melaksanakan ketentuan pasal 24A ayat (5) UUD 1945;

6. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha negara

(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara

RI No. 4380) untuk melaksanakan ketentuan pasal 24A ayat (5) UUD 1945;

Page 57: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

49

7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (Lembaran

Negara RI Tahun 2004 No. 89, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4415)

untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24B ayat (4) UUD 1945.65

D. Lembaga Yudikatif Dalam Islam ( Al-Sulthah Al-Qadhaaiyyah ).

a. Sejarah Terbentuknya Al-Sulthah Al-Qadhaaiyyah.

Kata sulthatun ( ���� ) sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab yang

berarti pemerintahan. Dalam kamus al-Munawir sama dengan al-Qudrah ( رة ل�� )

yang berarti kekuasaan, kerajaan, pemerintahan.66

Menurut Lois Ma’luf dalam

kamusnya Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam berart al-malik al-qudrah, yakni

kekuasaan pemerintah.67

Sedangkan Al-qadhaiyyah berarti putusan, penyelesaian

perselisihan, atau peradilan. Kekuasaan yang berkaitan dengan peradilan dan

kehakiman. Secara terminology, berarti kekuasaan untuk mengawasi atau

menjamin jalannya proses perundang-undangan sejak penyusunannya sampai

pelaksanaannya serta mengadili perkara perselisihan, baik yang menyangkut

65. Abdul Mukthie Fadjar. Hukum Konstitusi .., h. 118.

66. Ahmad Warsono Munawir, Kamus Al-Munawir: kamus Arab Indonesia Terlengkap.

(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 650.

67. Lois Ma’luf, Kamus Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirat: Dar al-Mashariq, 1997),

h. 1095.

Page 58: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

50

perkara perdata maupun pidana. Dalam bahasa Indonesia, istilah ini dikenal

dengan kekuasaan yudikatif.68

Haji Zaenal Abidin Ahmad memberikan pengertian Al-sulthah Al-

qadhaaiyyah yaitu kekuasaan pengadilan yang memelihara dan melindungi

peraturan-peraturan dan undang-undang (judicial power).69

Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu prinsip dasar dari sistem

Negara Islam adalah Negara Hukum. Sebagai negara hukum, maka tegaknya

keadilan merupakan suatu kewajiban yang harus diwujudkan didalam kehidupan

bernegara, dan untuk mewujudkan hukum yang adil, tidak mungkin dapat dicapai

tanpa adanya lembaga peradilan (yudikatif) yang berfungsi melaksanakan semua

ketentuan hukum secara konsekuen. Karenanya kehadiran lembaga yudikatif

dalam sistem Negara Islam merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Oleh

karena itu, sejak awal kehadiran Negara Islam lembaga yudikatif ini telah ada dan

berfungsi sebagaimana mestinya.70

Dalam sejarah ketatanegaraan Islam, ketiga badan kekuasaan Negara yaitu

Sultah Tanfiziyyah (kekuasaan penyelenggara undang-undang), Sultah

Tasyri’iyyah (kekuasaan pembuat undang-undang), Sulthah Qadhaaiyyah

(kekuasaan kehakiman) itu belum dipisahkan dari wilayah kekuasaan yang ada

tetapi masih berada pada satu tangan yaitu penguasa atau kepala Negara. Pada

68. Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996,

Cet. Pertama, h. 16567.

69. Ibid., h. 16567.

70. Ibid., h. 15658.

Page 59: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

51

masa berikutnya, ketiga badan kekuasaan negara tersebut masing-masing

melembaga dan mandiri.71

Perkembangan As-Sulthah Al-Qadhaaiyyah Dalam Sejarah Islam.

Perkembang kekuasaan peradilan pada dasarnya tidak lepas dari sejarah

perkembangan masyarakat dan politik Islam. oleh karena itu sebagaimana

dijelaskan Muhammad Salam Madkur (Guru Besar Hukum Islam, Universitas

Cairo) para ahli, membagi sejarah peradilan Islam kedalam beberapa masa dengan

ciri-ciri atau tanda-tandanya masing-masing.72

Masa Rasulullah SAW. Kedudukan Rasulullah SAW, di samping sebagai

pemegang kekuasaan eksekutif, juga menangani langsung urusan yang berkaitan

dengan kekuasaan yudikatif; artinya, kekuasaan peradilan belum dipisahkan dari

kekuasaan Nabi SAW sebagai pelaksana perundang-undangan. Segala urusan

yang menjadi kewenangan as-sulthah al-qadahaiyyah semuanya tertumpu

ditangan penguasa. Setelah wilayah kekuasaan Islam semakin luas, penanganan

kekuasaan ini dibantu oleh beberapa orang sahabat yang di kirim ke beberapa

daerah untuk bertindak sebagai penguasa dan sekaligus sebagai pemegang

kekuasaan dalam bidang peradilan. Di samping itu, ada diantara sahabat yang

diperbantukan oleh Rasulullah SAW untuk menangani tugas-tugas peradilan ini,

71. Salim Ali Al-Bahansi, Wawasan Sistem Politik Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996),

Cet. Pertama, h. 53.

72. Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi, h, 16568.

Page 60: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

52

yang ditempatkan dipusat pemerintahan, seperti Umar bin Khatab (w.

23H/644M), atau yang diutus ke daerah atas nama Rasulullah SAW, seperti Ali

bin Abi Thalib (w. 40H/661M) dan Mu’az bin Jabal (w. 18H/639M) ke Yaman.

Sumber hukum bagi lembaga peradilan pada masa ini hanya Al-Qur’an dan hadits

Nabi SAW.73

Masa al-Khulafa ar-Rasyidun (Empat Khalifah Besar: Abu bakar as-

Siddiq (w. 13 H/634M), Umar bin al-Khatab, Usman Bin Affan (w. 35H/656M),

dan Ali bin Abi Thalib). Ketika khalifah di pegang oleh Abu Bakar as-Siddiq,

kekuasaan yudikatif masih ditangan pnguasa atau pihak eksekutif. Mulai masa

khalifah Umar bin al-Khatab dan dua khalifah berikutnya, kekuasaan yudikatif

mulai di pisahkan dari kekuasaan eksekutif. Khalifah hanya memegang kekuasaan

eksekutif, sedangkan urusan-urusan peradilan ditangani langsung oleh petugas

khusus yang memenuhi syarat jabatan tersebut. Untuk keperluan ini Umar bin al-

Khatab mengangkat Abu Darda menjadi hakim di Madinah, Syuraih bin Amer di

Basrah, dan Abu Musa al-Asy’ari di kufah. Pada masa Khalifah Usman bin Affan

mulai di bangun gedung khusus untuk lembaga ini yang semula diselenggarakan

di masjid-masjid. Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, pada masa masing-

masing dalam bidang kekuasaan yudikatif ini, meneruskan kebijakan yang telah

ditetapkan oleh Umar sebagai khalifah pendahulunya. Sumber hukum lembaga

peradilan di masa ini adalah Al-Qur’an, hadits dan ijtihad.74

73. Ibid., h, 16568.

Page 61: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

53

Masa Daulah Umayyah. Kekuasaan yudikatif mengalami kemajuan lagi,

khususnya dalam bidang administrasi peradilan dan proses berpekara (yang

menyangkut hukum acara atau hukum formil), yang sebelumnya belum

diterbitkan. Pada masa ini diadakan pencatatan terhadap putuan pengadilan

sebagai dokumen resmi pemerintah. Meskipun situasi politik pada masa ini baru

saja mengalami perubahan dari sistem demokrasi ke sistem monarki, pemegang

kekuasaan yudikatif dalam menyelesaikan urusannya tidak terpengaruh oleh

kecendrungan-kecendrungan pribadi politik khalifah. Bahkan khalifah dalam hal

ini menegaskan (melalui ancaman pemecatan bagi yang menyelenggarakan

tugasnya) agar pemegang kekuasaan yudikatif melaksanakan tugas dengan

sebaik-baiknya. Sumber hukum untuk masa ini pun adalah Al-Qur’an, hadits, dan

ijtihad.75

Masa Daulah Bani Abbasiyah. Di samping terus meningkatkan pembinaan

yang berkaitan dengan administrasi kelembagaannya, khalifah juga membentuk

lembaga-lembaga yang mendukung dan memiliki kewenangan khusus yang juga

berkaitan dengan kekuasaan yudikatif ini. Tidak hanya pembenahan terhadap

sarana peradialan, akan tetapi sudah mulai hukum materil yang akan disusun oleh

hakim sebagai dasar pengambilan keputusan. Awalnya, yang digunakan adalah

kitab al-Muwatha’ karya imam Malik. Namun Imam Malik sendiri menolak

dengan alas an masih banyak Hadits Raulullah SAW., yang tersebar berbagai

74. Ibid.

75. Ibid., h, 16569.

Page 62: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

54

kota. Kemudian atas usul Ibnu al-Muqaffa’ kepada Khalifah al-Mansur agar

menyusun pedoman tentang penerapan hukum materil, sehingga perbedaan

pendapat dapat di hindari, akhrnya disusunlah kompilasi hukum Islam yang

dijadikan pedoman oleh hakim dalam memutuskan perkara.76

Selain itu, di zaman dinasti Abbasiyah, kekuasaan yudikatif (sulthah

qadhaaiyyah) semakin lengkap. Perkembangan mencampai puncak kesempurnaan

pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid (170-193), saat dia mengangkat Ya’qub

bin Ibrahim al-Anshari yang lebih terkenal dengan Abu Yusuf, sebagai kepala

dari seluruh kepala hakim, yang dinamakan qaadhii qudhaah (Hakim Agung).

Diantara tugas pentingnya dalah menangani perkara-pekara diperadilan umum

dan diiwaan al-madzaalim. Kewenangan lainnya adalah, mengangkat hakim-

hakim yang akan ditetapkan diseluruh provinsi.77

Perkembangan lainnya menyangkut kekuasaan kehakiman periode

keempat ini, terjadi terutama pada masa pemerintahan Sultan az-Zahir Biibars

(665 H/ 1267M), di mana ia membentuk sistem peradilan yang menggabungkan

empat mazhab besar dan dikepalai oleh masing-masing Hakim Agung. Untuk

Hakim Agung mazhab Syafi’I mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari yang

lain. Karena selain menangani urusan yuridiksinya, juga diserahi tanggung jawab

mengawasi penyatunan terhadap yatim piatu, perwakafan, dan menangani

76. Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2008), Cet.pertama, h, 152.

77 . Ibid., h, 152.

Page 63: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

55

masalah baitul mall. Sedangkan Hakim Agung yang lainnya, mengurusi peradilan

dan fatwa bagi rakyat dari masing-masing mazhabnya.78

Dengan demikian pada masa tersebut, Hakim Agung tidak hanya memilik

tugas memutus perkara pada tingkat kasasi, akan tetapi juga memiliki tugas-tugas

lain diluar yuridiksinya. Bahkan menurut Carl F. Petry, semua Hakim Agung

pada masa tersebut, memegang 3 jabatan sekaligus. Temasuk untuk jabatan hakim

ditingkat yang lebih rendah, dapat memegang seluruh jabatan administrasi, tak

terkecuali dilingkungan militer. Meskipun demikian, kedudukan dan

kewenangannya kuat, ia berpegang teguh pada syari’at tanpa dapat dipengaruhi

oleh siapapun.79

Akibat terlalu kuatnya kedudukan dan besarnya kewenagan tersebut,

sampai Hakim Agung diperadilan umum dapat memberhentikan pejabat Negara

dalam menggantikannya dengan yang lain. Dalam kekuasaan modern, preseden

ini dijadikan sebagai salah satu alas an munculnya Mahkamah Konstitusi, dimana

salah satu kewenagannya, seperti yang ada di Indonesia adalah memutus pendapat

DPR tentang dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden dan

memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Namun sayang, independensi dan kemandirian pelaksana kekuasaan

kehakiman terutana qaadhii al-qudhaah/ Mahkamah Agung yang semula sudah

78. Ibid., h. 152.

79. Ibid.,

Page 64: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

56

kuat dan menjalankan fungsinya secara benar, kemudian dikebiri, akibat kuatnya

posisi, kedudukan, dan kepribadian Hakim Agung. Para sultan dan Amirdinasti

Mamlukmerasa terancam kekuasaannya, mengingat para hakim sering

menenytang kebijakan sultan yang tidak adil atau tidak sesuai dengan syari’at

Islam. oleh karena itu, merka melakukan apa saja untuk melemahkan kekuasaan

HakimAgung dan membatasi kewenangannya.80

Masa Khalifah Turki Usmani dan Masa Sesudahnya. Kekuasaan yudikatif

mengalami banyak perubahan, khususnya setelah masa Tanzimat. Pada masa ini,

disamping lembaga peradilan yang khusus mengadili orang-orang islam, juga

didirikan lembaga peradilan yang khusus menangani orang-orang non muslim

(kafir zimi: kafir yang dilindungi) dan orang-orang asing yang tinggal di wilayah

kekuasaannya, yang sumber hukumnya adalah agama masing-masing dan

undang-undang asing. Pemerintah menetapkan mazhab Hanafi sebagai mazhab

resminya. Oleh karena itu, hakim utama diangkat dari mazhab ini. Sumber hukum

pada masa setelah Tanzimat ini kebanyakan diambil dari hukum Eropa, kecuali

dalam masalah-masalah keperdataan. Keadaan ini mempengaruhi Negara-negara

islam lainnya, khususnya negara-negara yang cukup terbuka terhadap pembaruan

dalam bidang hukum dan peradilan seperti Mesir, Suriah, dan Tunisia. Sumber

80. Ibid., h. 153.

Page 65: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

57

hukum lembaga peradilan pada masa ini sudah berubah dan beragam sesuai

dengan beragamnya jenis lembaga peradilan di masa itu.81

b. Tugas dan Wewenang As-Sulthah al-Qadhaaiyyah.

As-Sulthah al-Qadhaaiyyah adalah salah satu dari tiga kekuasaan yang

dimiliki suatu Negara. Dua kekuasaan lainnya ialah kekuasaan membuat undang-

undang (as-sulthah at-tasyri’iyyah atau kekuasaan legislatif) dan kekuasaan

melaksanakan undang-undang (as-sulthah at-tanfiziyyah atau kekuasaan

eksekutif). Secara garis besar tugas dan wewenang as-sulthah al-qadhaaiyyah

terbagi tiga: (1) untuk menjamin pelaksanaan undang-undang oleh pihak

eksekutif; (2) untuk mengontrol atau mengawasi fungsi dan pelaksanaan

kekuasaan legislatif; (3) untuk mengadili dan menyelesaikan berbagai persoalan

hukum dan perselisihan yang diajukan dan yang menjadi kewenangannya.82

Tujuan adanya kekuasaan yudikatif dalam Islam bukannya untuk

membongkar kesalahan agar dapat di hukum, tetapi yang menjadi tujuan pokok

yaitu untuk menegakkan kebenaran; supaya yang benar di nyatakan benar dan

yang salah di nyatakan salah tanpa menghiraukan maslahat.

81. Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi, h. 1658.

82. Ibid., h. 1657.

Page 66: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

58

Selain menegakkan kebenaran dan menjamin terlaksananya keadilan,

kekuasaan yudikatif dalam Islam juga bertujuan untuk menguatkan Negara dan

menstabilkan kedudukan hukum kepala Negara.83

Imam Al-Mawardi dalam bukunya Al-Ahkam as-Sulthaniyyah

menyebutkan sepuluh tugas kekuasaan yudikatif yaitu:

1. Memutuskan atau menyelesaikan perselisihan, pertengkaran dan konflik;

dengan mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara secara sukarela atau

memaksa keduanya berdamai.

2. Membebaskan orang-orang yang tidak bersalah dari sangsi dan hukuman,

serta memberikan sangsi kepada yang salah, baik dengan (dari) pengakuan

maupun dengan dilakukannya sumpah.

3. Menetapkan penguasa harta benda orang-orang yang tidak menguasai sendiri

karena gila, masih kanak-kanak atau idiot.

4. Mengelola harta-harta wakaf dengan menjaga harta pokoknya,

mengembangkan cabang-cabangnya,menahannya dan mengalokasikan ke

posnya.

5. Melaksanakan wasiat-wasiat berdasarkan syarat-syarat pemberian wasiat

dalam hal-hal yang diperbolehkan syariat dan tidak melanggarnya.

6. Menikahkan gadis-gadis dengan orang-orang sekufu’ (selevel), jika merdeka

tidak mempunyai wali dan sudah memasuki usia menikah.

7. Melaksanakan hudud (hukuman syar’i) kepada orang-orang yang berhak

menerimanya. Jika menyangkut hak-hak Allah Ta’ala, ia melaksanakannya

sendiri tanpa menggugat, jika telah terbukti dengan pengakuan dan barang

bukti. Jika menyangkut hak-hak manusia, pelaksanaan hudud (hukuman

syar’i) ditentukan oleh permintaan penggugat.

8. Memikirkan kemaslahatan umum diwilayah kerjanya dengan melarang segala

gangguan dijalan-jalan dan halaman-halaman rumah dan meruntuhkan

bangunan-bangunan illegal.

9. Mengawasi para saksinya dengan pegawainya, serta memilih orang-orang

yang mewakilinya. Jika mereka “bersih” (jujur dan kredibel) dan istiqomah, ia

mengangkatnya. Jika mereka “tidak bersih”, dan berkhianat, ia menggantinya

dengan pejabat baru. Menegakkan persamaan didepan hukum antara orang

83. Imam Al-Mawardi, Terj. Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah: Prinsip-prinsipbPenyelenggaraan

Negara Islam, (Jakarta: Darul Falah, 2000), Cet. Pertama, h. 130.

Page 67: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

59

yang kuat dan yang lemah, dan menegakkan keadilan dalam peradilan baik

bagi orang bangsawan maupun rakyat biasa.84

Hakim diangkat untuk menangani semua perkara disalah satu sudut kota

atau salah satu tempat dikota tersebut, kemudian ia menerapkan semua

keputusannya disudut kota tersebut atau disalah satu tempat di dalamnya.

Ia menerapkan hukum kepada warga asli daerah tersebut dan orang-orang

yang datang kepadanya, karena orang-orang yang datang kepadanya sama

statusnya dengan orang yang berdomisili di dalamnya. Terkecuali kalau ia hanya

ditugaskan untuk menangani perkara penghuni tetap daerah tersebut dan bukan

orang-orang asing di dalamnya atau orang-orang yang datang kepadanya, jika itu

yang terjadi, ia tidak boleh melebihi tugas yang di berikan kepadanya.85

Adapun bentuk-bentuk as-Sulthah al-Qadhaaiyyah dalam sejarah

peradilan Islam, terdapat bentuk kekuasaan kehakiman, baik dilihat dari sudut

hirarki maupun sumbernya. Bentuk-bentuk kekuasaan ini dari satu pemerintahan

ke pemerintahan lain mengalami beberapa pembaruan atau perubahan. Yang

semula di satukan dengan kekuasaan eksekutif, kemudian di pisahkan menjadi

lembaga tersendiri. Yang semula memiliki kewenangan yang terbatas (yaitu pada

masalah-masalah keperdataan), berubah menjadi lebih luas, yakni menyangkut

84. Ibid., h. 132.

85 . Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi, h. 1655.

Page 68: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

60

perdata dan pidana (untuk pribumi dan non pribumi, untuk orang Islam dan non

muslim).86

Pada masa Abbasiyah dibentuk lembaga baru yang disebut wilayah al-

mazalim (kekuasaan pidana dari kalangan penguasa dan kerabatnya) dan wilayah

al-hisbah (kekuasaan peradilan untuk bidang moral dan akhlak). Pembaharuan

yang paling tampak memberikan pengaruh luas kepada Negara-negara Islam

berikutnya, terjadi pada masa pemerintahan Turki Usmani. Pada masa ini bentuk

kekuasaan peradilan dibedakan antara sebelum masa Tanzimat (masa penyusunan

undang-undang baru yang bersumber pada hukum barat) tahun 1299-1839 dan

masa setelah Tanzimat (1840-1924).87

Pada masa sebelumnya Tanzimat, kekuasaan peradilan memiliki beberapa

tingkatan sebagai berikut. (1) Mahkamah al-Isti’naf al-U’luya (Mahkamah

Agung), yang kewenangannya dibatasi oleh kekuasaan sultan. (2) Mahkamah at-

Tamyiz atau an-Naqd wa al-Ibram (Mahkamah Kasasi), yang kewenangannya

mengkaji atau meneliti hukum-hukum produk Mahkamah al-Isti’naf (Mahkamah

Banding). (3) Mahkamah al-Isti’naf, yang kewenangannya meneliti berbagai

masalah peradilan agar sesuai dengan undang-undang yang berlaku. (4)

Mahkamah al-Jaza’ (Peradilan Pidana), yang kewenangannya untuk

86 . Ibid., h. 1656.

87. Ibid.,

Page 69: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

61

menyelesaikan perkara pidana. (5) Mahkamah al-Huquq (Peradilan Perdata),

yang kewenangannya untuk menyelesaikan perkara perdata.88

Pada masa setelah Tanzimat bentuk-bentuk kekuasaan peradilan di Turki

mengalami perubahan dengan istilah atau nama-nama yang berbeda. (1) Al-Qada’

al-Milli, yaitu peradilan untuk mengadili orang-orang non Islam. Sumber

hukumnya adalah undang-undang agama masing-masing. (2) Al-Qada’ al-

Qansuli, yaitu, peradilan untuk mengadili perkara orang-orang non-Turki.

Sumber hukumnya adalah undang-undang Negara masing-masing. (3) Al-Qada’

Mahkamah Jaza’al-Jinayyah, yaitu peradilan untuk mengadili perkara pidana.

Sumber hukumnya adalah Undang-undang Eropa. (4) Al-Qada’ Mahkamah al-

Huquq, yaitu peradilan untuk mengadili perkara perdata. Sumber hukumnya

adalah Majallah al-Ahkam al-Adaliyyah. (5) Al-Qada’ asy-Syar’I, yaitu peradilan

untuk mengadili perkara yang berkaitan dengan al-ahwal asy-syakhsiyyah umat

Islam. Sumber hukumnya adalah kitab-kitab fikih Islam. di Mesir, selain

peradilan asy-Syar’I, al-Milli, dan al-Qansuli, ada peradilan lainnya, yaitu

peradilan campuran yang sumber hukumnya adalah undang-undang asing dan

peradilan ahli (peradilan adat) yang sumber hukumnya adalah Undang-undang

Prancis.89

Berkaitan dengan sumber-sumber hukum yang dijadikan acuan dalam

peradilan-peradilan tersebut, para ahli peradilan membagi sumber hukum secara

88. Ibid., h. 1657.

89. Ibid.

Page 70: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

62

garis besarnya menjadi dua. Pertama, peradilan yang bersumber kepada tradisi

masyarakat dan ‘urf (adapt kebiasaan) jahiliyah serta perundang-undangan buatan

manusia (al-qawanin al-wad’iyyah al-basyariyah) yang disebut al-Qada’ al-

Jahili. Kedua, peradilan yang bersumber dari Allah SWT dan Rasulullah SAW

yang di sebut al-Qada’ asy-Syar’i. peradilan yang kedua ini ada dua macam, yaitu

(1) peradilan at-tahkim (arbitrase), seperti untuk menyelesaikan masalah syikak

(perselisihan suami istri yang sudah memuncak); dan (2) peradilan al-‘adi

(peradilan biasa) dengan berbagai bentuknya.90

90. Ibid, h.1658.

Page 71: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

63

BAB III

HUBUNGAN KOMISI YUDISIAL RI DENGAN

MAHKAMAH AGUNG RI DAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI

A. Hubungan Komisi Yudisial RI Dengan Mahkamah Agung RI.

Ketentuan mengenai Mahkamah Agung RI, Mahkamah Konstitusi RI, dan

Komisi Yudisial RI diatur dalam Bab IX UUD 1945 tentang Kekuasaan

Kehakiman. Ketentuan umum diatur dalam Pasal 24, dilanjutkan ketentuan

mengenai Mahamah Agung RI dalam Pasal 24A yang terdiri atas lima ayat,

Mahkamah Agung RI adalah puncak dari Kekuasaan Kehakiman dalam

lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan

Tata Usaha Negara. Mahkamah ini pada pokoknya merupakan pengawal undang-

undang (the guardian of Indonesian law).91

Dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, ditentukan bahwa “Mahkamah

Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-

undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai

wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.” Dengan kata lain, oleh

UUD 1945, Mahkamah Agung RI secara tegas hanya diamanati dua kewenangan

konstitutional, yaitu (i) mengadili pada tingkat kasasi, dan (ii) menguji peraturan

perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang.

91. Jimly Asshidiqie, Perkembangan dan Kosolidasi lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta,

Sekertariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006. Cet. Kedua, h, 159.

Page 72: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

64

Sedangkan kewenangan lainnya merupakan kewenangan tambahan yang secara

konstitutional didelegasikan kepada pembentukan undang-undang untuk

menentukannya sendiri. Artinya, kewenangan tambahan ini tidak termasuk

kewenangan konstitutional yang diberikan oleh UUD, melainkan diadakan atau

ditiadakan hanya oleh undang-undang.92

Selanjutnya, dalam Pasal 24A ayat (2), (3), (4) dan ayat (5) di tentukan,

(2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,

adil, professional, dan berpengalaman dibidang hukum;

(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk

mendapatkam persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung

oleh Presiden;

(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung;

(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta

badan peradilan dibawahnya diatur dengan undang-undang.93

Adapun Komisi Yudisial RI mempunyai peranan penting dalam usaha

mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim

agung serta pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna

menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta menjaga perilaku hakim.94

92. Ibid., 160.

93. Ibid., 161.

94. Ibid.

Page 73: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

65

Adapun, kewenangan Komisi Yudisial RI dalam Pasal (13), Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial RI, yakni ;

a. Mengusulkan pangangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan

b. Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku

hakim.

Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

huruf a, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial RI

mempunyai tugas:

a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;

b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;

c. Mentapkan calon Hakim Agung;

d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR;

Adapun Pasal 24A ayat (3) dan Pasal 24B ayat (1) menegaskan bahwa

calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat

persetujuan. Keberadaan Komisi Yudisial RI tidak bisa dipisahkan dari

Kekuasaan Kehakiman. Dari ketentuan ini ditegaskan bahwa jabatan hakim

merupakan jabatan kehormatan yang harus dihormati, dijaga dan ditegakkan

kehormatannya oleh suatu lembaga yang juga bersifat mandiri. Dalam hubungan

antara Mahkamah Agung RI, tugas Komisi Yudisial RI hanya dikaitkan dengan

fungsi pengusulan pengangkatan Hakim Agung sedangkan pengusulan

Page 74: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

66

pengangkatan hakim lainnya, seperti Mahkamah konstitusi tidak dikaitkan dengan

Komisi Yudisial.95

Berkaitan dengan hubungan antara Komisi Yudisial RI dan Mahkamah

Agung RI bukan merupakan hubungan dalam konsepsi checks and balance

seperti layaknya hubungan antara cabang-cabang kekuasaan negara (eksekutif,

legislatif, yudikatif). Karena Komisi Yudisial bukan merupakan pelaksana

kekuasaan kehakiman melainkan hanya sebagai supporting organ, yang secara

tegas tidak berwenang melakukan pengawasan yang menyangkut hal-hal yang

bersifat teknis yustisial dan teknis administratif, melainkan hanya meliputi

penegak kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku hakim.96

B. Hubungan Komisi Yudisial RI Dengan Mahkamah Konstitusi RI.

Perubahan UUD 1945 yang dihasilkan pada Sidang Tahunan 2001 yaitu

pada perubahan III salah satu diantaranya menghasilkan rumusan Pasal 24C yang

terdiri atas 6 (enam) ayat. Pasal 24C ini merupakan penjabaran dari pasal 24 ayat

(2) maka terjadilah perubahan yang cukup penting dalam susunan kekuasaan

kehakiman di Indonesia. Pada mulanya di Indonesia hanya dikenal sebuah

Mahkamah Agung dan lain-lain badan kekuasaan kehakiman yang menurut

undang-undang (Pasal 24 ayat (1) UUD sebelum perubahan). Setelah perubahan

95. Komisi Yudisial RI, Bunga Rampai Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, h.194.

96. Ibid., h. 234.

Page 75: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

67

UUD, selain sebuah Mahkamah Agung RI dan badan peradilan yang berada

dibawahnya, kekuasaan juga dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi

RI.97

Mahkamah Konstitusi RI sesuai ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945

yang dirinci dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2003 tentang Mahkamah Konstitusi RI, mempunyai wewenang menguji undang-

undang terhadap UUD 1945.

Hubungan antar lembaga Negara. Menimbang bahwa menurut Mahkamah

Konstitusi RI, UUD 1945 dengan jelas membedakan cabang-cabang kekuasaan

negara dalam bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang tercermin dalam

fungsi-fungsi MPR, DPR, dan DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta

Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Konstitusi

sebagai lembaga-lembaga Negara yang utama (main state organs, principal state

organs). Lembaga-lembaga Negara dimaksud itulah yang secara instrumental

mencerminkan pelembagaan fungsi-fungsi kekuasaan Negara yang utama (main

state functions, principal state functions), sehingga oleh karenanya lembaga-

lembaga Negara itu pula yang dapat disebut sebagai lembaga Negara utama (main

state organs, principal state organs, atau main state institution) yang

hubungannya satu dengan yang lain diikat oleh prinsip check and balance.

Dengan demikian prinsip check and balance itu terkait erat dengan prinsip

97. Agung Susanto, Hukum Acara Perkara Konstitusi Prosedur Berperkara Pada Mahkamah

Konstitusi, Bandung, Mandar Maju, 2006. Cetakan Pertama, h.5.

Page 76: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

68

pemisahan kekuasaan negara (separation of powers), dan tidak dapat dikaitkan

dengan persoalan pola hubungan antar semua jenis lembaga Negara, seperti

misalnya dalam konteks hubungan antara Mahkamah Agung dengan Komisi

Yudisial. Oleh karena itu, memahami hubungan antara lembaga Negara dalam

prespektif check and balance diluar konteks pemisahan fungsi-fungsi kekuasaan

Negara (separation of power), seperti dalam hubungan antara Mahkamah Agung

RI dengan Komisi Yudisial RI, adalah tidak tepat. Walaupun benar bahwa Komisi

Yudisial dapat diberi peran pengawasan, maka pengawasan itu bukanlah dalam

rangka Check and balance dan juga bukan pengawasan terhadap fungsi

kekuasaan peradilan, melainkan hanya pengawasan terhadap perilaku individu-

individu hakim.98

Dalam UUD 1945, ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi RI ini

diatur dalam Pasal 24C yang terdiri atas 6 ayat, yang didahului oleh pengaturan

mengenai Komisi Yudisial pada Pasal 24b. Mengapa urutannya demikan?

Sebabnya ialah bahwa semula, ketentuan mengenai Komisi Yudisial RI tersebut

hanya dimaksud terkait keberadaannya dengan Mahkamah Agung saja, tidak

dengan Mahamah Konstitusi RI. Tetapi dalam perkembangan pembentukan

undang-undang tentang Komisi Yudisial RI, Mahkamah Konstitusi RI juga

98. Fajlurrahman Jurdi. Komisi Yudisial dari Delegitimasi hingga Revitalisasi Moral Hakim,

Jakarta, PuKAP, Cet. Pertama, h. 184.

Page 77: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

69

dijadikan objek yang martabat, kehormatan, dan prilaku hakimnya diawasi oleh

Komisi Yudisial RI.99

Dijadikan Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi RI juga sebagai

pihak yang diawasi perilakunya oleh Komisi Yudisial RI yang ditentukan oleh

undang-undang tentang Komisi Yudisial, bukan oleh undang-undang tentang

Mahkamah Konstitusi. Apabila dikaitkan dengan original intent dan sistematika

Pasal 24, Pasal 24B, dan Pasal 24C, sangat jelas bahwa tugas Konstitutional

Komisi Yudisial RI hanya terkait dengan Mahkamah Agung RI dan hakim

dilingkungan Mahkamah Agung saja. Apalagi hakim konstitusi sangat berbeda

dari hakim biasa yang merupakan hakim karena profesi atau judges by profession.

Sedangkan hakim konstitusi adalah hakim karena jabatan lima tahunan. Karena

itu, etika profesi yang harusnya ditegakkan oleh Komisi Yudisial RI memang

hanya terkait dengan Mahkamah Agung RI.100

Jika dibandingkan dengan sesama lembaga tinggi Negara lainnya,

Mahkamah Konstitusi RI ini mempunyai posisi yang unik. MPR yang

menetapkan UUD, sedangkan Mahkamah Konstitusi yang mengawalnya. DPR

yang membentuk undang-undang, tetapi Mahkamah Kostitusi yang

membatalkannya jika terbukti bertentangan dengan UUD. Mahkamah Agung RI

mengadili semua perkara pelanggaran hukum dibawah undang-undang,

99. Jimly Asshidiqie, Perkembangan dan Kosolidasi lembaga Negara Pasca Reformasi, h, 156

100. Ibid., h, 156

Page 78: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

70

sedangkan Mahkamah Konstitusi mengadili perkara pelanggaran UUD. Jika DPR

ingin mengajukan tuntutan pemberhentian terhadap Presiden /atau Wakil Presiden

dalam masa jabatannya, maka sebelum diajukan ke MPR untuk diambil putusan,

tuntutan tersebut diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah Konstitusi RI untuk

pembuktiannya secara hukum. Semua lembaga negara tersebut saling berselisih

pendapat atau bersengketa dalam melaksanakan kewenangan konstitusionalnya

satu sama lain, maka yang memutus final dan mengikat atas persengketaan itu

adalah Mahkamah Konstitusi RI.101

Adapun Hubungan Kelembagaan Antara

Mahkamah Konstitusi RI dengan Komisi Yudisial RI yakni sama-sama sebagai

lembaga yudikatif didalam Negara Republik Indonesia.

101. Ibid., 159.

Page 79: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

71

BAB IV

KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG KOMISI YUDISIAL RI

PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI

NOMOR 005/PUU-IV/2006

(TINJAUAN KETATANEGARAAN ISLAM)

A. Pengujian Undang-Undang NOMOR 22 Tahun 2004 Tentang Komisi

Yudisial RI Oleh Mahkamah Konstitusi RI.

Menimbang Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa

Komisi Yudisial RI bersifat mandiri, mempunyai kewenangan pokok

mengusulkan pengangkatan Hakim Agung, juga memiliki wewenang lain dalam

rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku

hakim. Dengan frasa “dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,

keluhuran martabat, serta perilaku hakim”, menurut Mahkamah Konstitusi RI,

kewenangan Komisi Yudisial RI sebagaimana dimaksud oleh ketentuan tersebut,

walaupun dalam batas-batas tertentu dapat diartikan sebagai pengawasan,

bukanlah kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga peradilan

melainkan terhadap individu fungsionaris hakim. Sebagai pelaku kekuasaan

kehakiman, baik Mahkamah Agung RI dan peradilan dibawahnya serta

Mahkamah Konstitusi RI merupakan kekuasaan yang merdeka (Pasal 24 UUD

1945) sehingga dalam melaksanakan kewenangan justisialnya lembaga peradilan

tidak dapat diawasi oleh lembaga negara yang lain. Sebagaimana halnya dengan

Page 80: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

72

kebebasan hakim, kebebasan peradilan adalah pilar dari negara hukum yang juga

merupakan salah satu unsur bagi pelindung hak asasi manusia yaitu adanya

peradilan yang bebas (independence of the judiciary). UUD 1945 secara tegas

menyatakan bahwa Komisi Yudisial mempunyai wewenang lain dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku

hakim.102

Sedangkan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Agung RI dan badan peradilan dibawahnya dan lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan

tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi RI. Berdasarkan

ketentuan Pasal 24 ayat (2), ada dua lembaga Negara yang menjalankan

kekuasaan kehakiman dan berkedudukan sederajat satu dengan yang lain, yakni

Mahkamah Agung RI dan Mahkamah Konstitusi RI.103

Mahkamah Agung RI sesuai dengan kedudukan, fungsi dan

kewenangannya membawahi peradilan lainnya yaitu peradilan umum, peradilan

agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. UUD 1945 membatasi

secara limitative jenis dan lingkungan peradilan yang berada dibawahnya. Pada

102 Fajlurrahman Jurdi, Komisi Yudisial Dari Delegitimasi Hingga Revitalisasi Moral Hakim,

(Jakarta: PuKAP, 2007), Cet. Pertama, h.190.

103. O.C Kaligis & Associates, Mahkamah Agung VS Komisi Yudisial Dimahkamah

Konstitusi, (Jakarta: O.C Kaligis & Associates, 2006), Cet. Pertama, h. 80.

Page 81: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

73

masing-masing lingkungan peradilan secara bertingkat dikenal pengadilan tingkat

pertama dan tingkat banding.104

Mahkamah Agung RI berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji

peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang

dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Pasal 24

ayat (1).105

Mahkamah Konstitusi RI sesuai dengan kedudukan, fungsi dan

kewenangan yang tidak membawahi badan peradilan lainnya karena tidak ada

tingkatan peradilan seperti peradilan tingkat pertama dan peradilan tingkat

banding dalam lingkungan peradilan Mahkamah Konstitusi.106

Menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi RI

berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat

final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa

kewenangan lembaga-lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh

UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil

pemilihan umum.107

Dilihat dari sudut fungsi dan kewenangannya ada perbedaan antara

Mahkamah Agung RI dan Mahkamah Konstitusi RI. Mahkamah Agung RI

memutus pada tingkat kasasi segala perkara dari lingkungan peradilan umum,

104. Ibid. 105. Ibid., h. 85.

106. Ibid.

107. Ibid.

Page 82: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

74

peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha Negara serta menguji

peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang

sedangkan Mahkamah Konstitusi RI hanya memutus lima hal, yaitu menguji

undang-undang terhadap UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus

perselisihan hasil pemilihan umum. Kesederajatan kedua lembaga ini ditandai

dengan fungsi dan kewenangan yang berbeda dan tidak saling mempengaruhi satu

dengan yang lain.108

Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi RI yang membuat heboh

dan memunculkan tudingan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak reformis dan

permisif terhadap mafia peradilan adalah putusan judicial review atas beberapa

pasal Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial RI.

Seperti diketahui, putusan Mahkamah Konstitusi RI itu pada pokoknya ada tiga

macam. Pertama, menyatakan bahwa pencakupan Hakim Agung dalam arti hakim

didalam Undang-Undang Komisi Yudisial sudah benar dan tidak bertentangan

dengan UUD 1945. Kedua, pencakupan hakim konstitusi dalam arti hakim yang

dapat diawasi oleh Komisi Yudisial RI adalah tidak benar dan bertentangan

dengan UUD 1945. Ketiga, beberapa pasal yang terkait dengan materi dan cara

pengawasan hampir seluruhnya dinyatakan batal oleh Mahkamah Konstitusi RI

sehingga secara praktis sejak saat itu Komisi Yudisial RI tidak dapat melakukan

108. Ibid., h. 86.

Page 83: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

75

kegiatan pengawasan sebagaimana digariskan oleh Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2004.109

Pada putusan kelompok ketiga inilah masalahnya muncul. Mahkamah

Konstitusi RI memuat dasar pertimbangan yang terlalu teoritis dengan

prespektifnya sendiri, tidak sesuai dengan latar belakang dan politik hukum yang

mengantarkan pencantuman Komisi Yudisial RI sebagai salah satu lembaga

didalam UUD 1945. Secara garis besar, minimal ada dua alasan Mahkamah

Konstitusi RI ketika memotong wewenang-wewenang Komisi Yudisial RI yang

telah dimuat didalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004. Pertama,

Mahkamah Konstitusi RI menyatakan bahwa sebagai lembaga negara Komisi

Yudisial RI hanyalah supporting institution atau auxiliary, bukan lembaga negara

yang sejajar dengan lembaga negara lainnya yang dapat melakukan fungsi checks

and balances. Oleh sebab itu Komisi Yudisial RI, tidak dapat melakukan

pengawasan dengan cara menyejajarkan dirinya dengan lembaga negara lain

seperti Mahkamah Agung RI dan Mahkamah Konstitusi RI. Kedua, ukuran dalam

menilai kehormatan dan keluhuran martabat hakim sebagai pedoman pengawasan

oleh Komisi Yudisial seharusya dirumuskan lebih dulu didalam Undang-Undang

Komisi Yudisial. Dengan begitu, terdapat batasan yang jelas tentang ruang

lingkup tugas Komisi Yudisial RI yang dapat dijadikan pegangan yang pasti

109. Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara, (Jakarta: LP3ES, 2007), Cet.

Pertama, h. 103.

Page 84: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

76

sehingga dapat dihindari adanya kerancuan. Dengan kata lain dapat dikatakan

bahwa Mahkamah Konstitusi RI membatalkan wewenang-wewenang Komisi

Yudisial RI karena ada tumpang tindih pengawasan antara yang dilakukan oleh

Mahkamah Agung RI dan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial RI yang masing-

masing dimuat didalam undang-undangnya sendiri.110

Secara konstitusional putusan Mahkamah Konstitusi RI bersifat final dan

mengikat, lepas dari soal setuju atau tak setuju, bahkan terlepas dari soal benar

atau salah, artinya, seumpama pun putusan Mahkamah Konstitusi RI itu salah,

menurut konstitusi tetap lah ia mengikat. Adapun tentang alasan pertama, bahwa

Komisi Yudisial RI hanya lembaga pembantu dan tak sejajar dengan lembaga

Negara yang lain, hal itu memang benar menurut teori dan prespektif tertentu

dalam studi ketatanegaraan lebih-lebih jika dikaitkan dengan fungsi Komisi

Yudisial RI dalam bidang kekuasaan kehakiman yang memang bersifat

membantu. Tetapi sebagai lembaga pengawas eksternal terhadap hakim-hakim di

lembaga yudikatif menurut Pasal 24B ayat (1), Komisi Yudisial RI itu bersifat

mandiri dan tidak lebih rendah dari Mahkamah Agung RI maupun Mahkamah

Konstitusi RI. Kalau ditelusuri dari latar belakang pembentukan Komisi Yudisial

RI, para pembentuk (pengamandemen) UUD, seperti termuat didalam kesaksian-

kesaksian dipersidangan dan risalah-risalah PAH I MPR, secara tegas telah

menyatakan bahwa Komisi Yudisal RI dibentuk untuk mengawasi hakim karena

pengawasan yang ada sebelumnya tidak mampu mengatasi judicial corruption.

110. Ibid., h. 104.

Page 85: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

77

Jadi pembentukan UUD tidak mempersoalkan posisi Komisi Yudisial RI sebagai

lembaga utama atau pembantu, namun memberi tekanan pada fungsinya. Tanpa

mempersoalkan fungsi dan kesetaraan strukturnya, pembuat UUD telah dengan

nyata menunjuk Komisi Yudisial RI sebagai pengawas hakim yang

pengaturannya lebih lanjut diserahkan kepada undang-undang.111

Selanjutnya, alasan kedua yang dikemukakan oleh Mahkamah Konstitusi

RI, bahwa ketentuan pengawasan yang ada didalam Undang-Undang Komisi

Yudisial bersifat rancu dan tak sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ada

didalam undang-undang lain, juga dapat dipersoalkan. Mahkamah Konstitusi RI

telah menunjuk secara langsung yang mana dari isi Undang-undang Komisi

Yudisial itu yang bertentangan dengan UUD 1945. apa yang ditunjukkan oleh

Mahkamah Konstitusi adalah kerancuan Undang-undang Komisi Yudisial dan

undang-undang lain. Kalau benar ini yang menjadi alasannya, maka putusan

Mahkamah Konstitusi itu melampaui batas alias tidak benar. Sebab, perbenturan

isi satu undang-undang dengan undang-undang yang lain itu tidak dapat

diselesaikan atau diputus dengan judicial review. Judicial review oleh Mahkamah

Konstitusi itu hanya dapat dilakukan jika ada pertentangan antara isi undang-

undang dengan UUD. Kalau pertentangan yang terjadi adalah antara satu undang-

undang dengan undang-undang lainnya maka penyelesaiannya haruslah melalui

legislative review, bukan dengan judicial review. 112

111. Moh. Mahfud MD, Perdebatan , h. 104.

Page 86: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

78

B. Kedudukan Komisi Yudisial RI Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI

Nomor 005/PUU-IV/2006

Harus diakui secara jujur bahwa sejarah lembaga peradilan, terutama

kekuasaan kehakiman, menjadi lebih baik setelah perubahan UUD 1945 yang

menegaskan fungsi-fungsi konstitutional dengan proliferasi kelembagaan dalam

bidang ini. Kita mencatat sampai sekarang Mahkamah Konstitusi sudah

memeriksa dan memutus lebih dari 100 kasus pengujian Undang-undang terhadap

Undang-Undang Dasar. Terlepas dari soal, apakah kita setuju atau tidak setuju

dengan sebagian putusan Mahkamah Konstitusi, ini harus dicatat sebagai

kemajuan karena membuktikan bahwa memang benar banyak Undang-undang

yang dapat dipermasalahkan konstitusionalitasnya dan Mahkamah Konstitusi

telah menjadi lembaga yang tepat untuk melakukan itu. Benar juga ketika ia

menguatkan wewenang Mahkamah Agung untuk melakukan pengujian peraturan

perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap peraturan perundang-

undangan yang derajatnya lebih tinggi, terbukti Mahkamah Agung telah menguji

dan membatalkan beberapa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.113

112.Ibid,, h.105. 113. Komisi Yudisial Republik Indonesia, Bunga Rampai Komisi Yudisial dan Reformasi

Peradilan, (Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2007), Cet. Pertama, hal. 5.

Page 87: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

79

Langkah Komisi Yudisal pun sudah mendorong kearah kemajuan, sebab

dengan gebrakannya menyorot dan memeriksa hakim-hakim yang dilaporkan dan

diduga nakal, mulai dari hakim peradilan negeri sampai hakim agung ternyata

meningkatkan gairah masyarakat untuk menyorot dan melaporkan hakim-hakim

nakal, meski tak semua laporan itu benar adanya. 114

Tetapi langkah-langkah Komisi Yudisial yang cukup memberi harapan

telah menjadi bumerang yang sama sekali tidak diharapkan baik oleh Komisi

Yudisial sendiri maupun oleh masyarakat. Mahkamah Agung merasa

kewibawaannya di obrak-abrik merasa tersinggung, terutama ketika Komisi

Yudisial mengundang ketua Mahkamah Agung untuk dimintai keterangan dan

ketika Komisi Yudisial mengundang berberapa hakim agung untuk diperiksa

berkenaan dengan masuknya beberapa laporan dari masyarakat. Kalangan hakim

banyak yang mengatakan bahwa Komisi Yudisial bukannya menjaga martabat

hakim melainkan justru menjatuhkan martabat hakim, bahkan mengintervensi

kemandirian hakim. 30 orang hakim agung kemudian menggugat Judicial review

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisal terhadap UUD.

Bahwa yang menggugat adalah pribadi-pribadi hakim itu hanyalah taktik saja,

sebab jika dilihat dari suasana dan sikap-sikap petinggi Mahkamah Agung tampak

jelas bahwa Mahkamah Agung memang merasa gerah dengan sepak terjangnya

Komisi Yudisal, hanya saja karena Mahkamah Agung secara institusi tidak

mempunyai legal standing atau tidak dapat dalam menjadi pihak dalam sengketa

114.Ibid.

Page 88: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

80

di Mahkamah Konstitusi maka yang dimajukan (sekurang-kurangnya dibiarkan

dan didorong maju) adalah aparat hakim agung secara perorangan. 115

Isi gugatan itu pada pokoknya berkisar pada tiga hal. Pertama, meminta

Mahkamah Konstitusi memutus bahwa hakim agung bukanlah bagian hakim yang

dapat diawasi oleh Komisi Yudisial sebab menurut pasal 24B ayat (1) untuk

hakim agung sudah disebutkan Komisi Yudisial hanya mengusulkan

pencalonannya, sedangkan untuk mengawasi perilaku disebutkan berlaku untuk

hakim. Jadi bagi para penggugat harus dibedakan pengertian antara hakim agung

dan hakim sehingga isi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 yang

menyamakan keduanya harus dinyatakan bertentangan dengan konstitusi. Kedua,

para penggugat meminta agar hakim konstitusi tidak dijadikan bagian dari

pengertian hakim yang dapat diawasi oleh Komisi Yudisal karena hakim

konstitusi berbeda dari hakim lain dan baru dimasukkan didalam UUD lebih

belakang dari pengaturan tentang Komisi Yudisial. 116

Argumennya, ketika

Komisi Yudisial ditentukan didalam UUD belum ada gagasan tentang hakim

konstitusi, sehingga tidak mungkin ketika Komisi Yudisial dibentuk sudah

terpikir untuk mengawasi hakim konstitusi. Ketiga, wewenang-wewenang Komisi

Yudisial untuk mengawasi para hakim harus dinyatakan bertentangan dengan

115. Ibid,. h.6.

116. Seperti diketahui pengaturan tentang Komisi Yudisial dicantumkan di dalam Pasal 24B

sedangkan pengaturan tentang Mahkamah Konstitusi di cantumkan dalam Pasal 24C di dalam kitab

UUD 1945

Page 89: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

81

undang-undang karena kriterianya tidak jelas dan bersifat eksesif apalagi dalam

prakteknya Komisi Yudisial sering memeriksa hakim dengan mempersoalkan isi

putusan.

Posisi Komisi Yudisial sebagai pengawasan yang bersifat independen,

bertujuan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat

hakim, efektivitas pengawasan hakim seharusnya berjalan sinergis. Temuan

Komisi Yudisial dalam memeriksa perilaku hakim yang menyimpang yang

kemudian direkomendasikan kepada Mahkamah Agung, seharusnya direspon

positif. Jika yang menjadi tujuan adalah tegaknya martabat hakim, kehadiran

Komisi Yudisial tidak perlu dianggap sebagai rival. Justru Mahkamah Agung

dapat memanfaatkan Komisi Yudisial untuk membantu menegakkan martabat

hakim.117

Sayang, kewenangan Komisi Yudisial untuk menjaga dan menegakkan

kehormatan dan keluhuran martabat hakim telah diamputasi oleh putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor: 005/PUU-IV/2006 tanggal 23 Agustus 2006.

kewenangan Komisi Yudisial mengawasi hakim dan hakim konstitusi

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang

Komisi Yudisal, terkesan telah menghancurkan kewenangan Komisi Yudisial

sehingga perlu dipulihkan dengan mensinkronkan Undang-undang Komisi

Yudisial, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-

117. Komisi Yudisial RI, Bunga Rampai, h. 279.

Page 90: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

82

Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2002 tentang Mahkamah Konstitusi. Pemulihan kewenangan

Komisi Yudisial dalam menjaga dan mengawasi perilaku hakim harus

terakomodasi dalam perubahan Undang-Undang Mahkamah Agung dan Undang-

Undang Mahkamah Konstitusi. Sinkoronisasi ketiga undang-undang selain

dimaksudkan untuk memulihkan kewenangan Komisi Yudisial, juga menambal

kekosongan hukum dibidang pengawasan terhadap badan peradilan dan hakim

yang dilakukan Komisi Yudisial seperti diperintahkan Pasal 24B (1) UUD

1945.118

Putusan Mahkamah Konstitusi yang perlu diapresiasi menyangkut

kewenangan Komisi Yudisial pada kamis 23 Agustus 2006 terdiri dari dua

bagian. Pertama, Komisi Yudisial tidak berwenang mengawasi hakim Mahkamah

Konstitusi. Mahkamah Konstitusi secara arogan telah mengabaikan prinsip checks

and ba-lances yang menjadi roh bangunan kelembagaan negara dengan tidak rela

diawasi dan dijaga kehormatan dan perilakunya oleh lembaga lain. Padahal,

pengawasan dari dalam tidak maksimal.119

Keberadaan hakim konstitusi yang tidak termasuk dalam pengertian hakim

yang dapat diawasi perilaku etiknya oleh Komisi Yudisial merupakan putusan

diskriminatif. Para hakim konstitusi tidak digolongkan sebagai hakim Mahkamah

118. Ibid.,

119. Ibid., h. 180.

Page 91: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

83

Agung dengan alasan demi independensi dalam memeriksa dan menjatuhkan

putusan. Saat ini, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang paling steril

dari sentuhan pengawasan dari luar dirinya (pengawasan ekstern). Menurut

Mahkamah Konstitusi, pengawasan atas pelaksanaan kode etik hakim konstitusi

dilakukan Majelis Kehormatan sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-undang

Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana Pasal 24C Undang-Undang Dasar

1945.120

Kedua, Komisi Yudisal tidak berwenang mengawasi hakim yang

berkaitan dengan teknis yudisial, yaitu mengenai putusan hakim atas sesuatu

perkara. Dalam pertimbangan hukumnya, Pasal 24B ayat (1) UUD 1945

menyiratkan bahwa Komisi Yudisial hanya dapat mengawasi pelaksanaan kode

etik dan kode perilaku hakim dalam menjaga dan menegakkan kehormatan hakim.

Makamah Konstitusi menilai, hal tersebut menyebabkan adanya penafsiran yang

tidak tepat, bahwa penilaina perilaku dilakukan dengan penilaian putusan.121

Putusan Mahkamah Konstitusi yang mencabut pengawasan Komisi

Yudisial terhadap dirinya (hakim konstitusi) merupakan tindakan yang

berlebihan. Mahkamah Konstitusi secara sistematis melemahkan fungsi dan

peranan Komisi Yudisial dengan cara “membonsai/menghancuran” kewenangan

Komisi yudisial dalam mengawasi perilau hakim. Praktik mafia peradilan

120. Ibid.

121. Ibid., h. 280.

Page 92: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

84

diperkirakan akan semakin menjadi-jadi karena perilaku hakim tidak lagi diawasi

dan di kontrol oleh lembaga lain (Komisi Yudisial), tetapi hanya diawasi sendiri

oleh temannya secara hakim 122

Namun, setelah putusa mahkamah Konstitusi pada taun 2006, yaitu dalam

perkara pengujian Undang-Undang tentang Komisi Yudisial, maka perilaku

hakim konstitusi tidak lagi menjadi objek pengawasan oleh Komsi Yudisial

sebagai suatu auxilary constitutiojn organ. Padahal, adanya fungsi pengawasan

terhadap hakim oleh Komisi Yudisial tersebut, telah memberikan akses kepada

masyarakat dan pencari keadilan untuk mendapatkan haknya agar di perlakukan

secara adil oleh badan peradilan. Karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan

bahwa putusan Mahkamah Konstitusi telah menutup akses kepada masyarakat

memperoleh keadilan, serta menghambat upaya pemberantas praktik judicial

corruption (mafia peradilan) dan menghambat proses reformasi peradilan.123

Meskipun demikian, Komisi Yudisial tetap merupakan lembaga pengawas

pelaksana kode etik hakim yang diseluruh Indonesia berjumlah dari 6.000 orang,

bukan pengawas fungsi kekuasaan kehakiman. Untuk itu, dibutuhkan adanya

pengertian tentang kaidah materiil (sybstansive) dan kaidah formil (procedural)

dari sistem etik (rules of ethics) yang hendak dibangun dan diterapkan. Kedua

pengertian kaidah materiil dan kaidah formil ini harus di bedakan paralel dengan

122 . Ibid.

123. Jaenal Aripin, Peradilan Agama, h, 209.

Page 93: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

85

pengertian hukum materiil dan hukum formil dengan norma hukum. Hukum

materiil atau (substansive law) mengatur mengenai substansi normanya,

sedangkan hukum formil atau (procedure law) mengatur mengenai penegakan

norma hukum materiil. 124

C. Kewenangan, Tugas Dan Fungsi Komisi Yudisial RI Pasca Putusan

Mahkamah Konstitusi RI.

Dalam sistem konstitusi (Pasal 24 UUD) kekuasaan kehakiman dijalankan

oleh Mahkamah Agung (Pasal 24A UUD Tahun 1945) dan Mahkamah Konstitusi

(Pasal 24C UUD Tahun 1945). Pasal 24B UUD Tahun 1945 mengatur kedudukan

Komisi Yudisial RI dengan wewenang :

“mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain

dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta

perilaku hakim”. Kedudukan ketiga lembaga ini dalam sistem ketatanegaraan

bersifat setara (equal).125

Satu terhadap lainnya tidak bersifat subordinate atau sebaliknya. Komisi

Yudisial juga tidak sebagai state auxiliary body yang tidak berwenang melakukan

fungsi pengawasan (yang merupakan fungsi checks and balances) terhadap aspek-

124 . Ibid.

125. Fajlurrahman Jurdi, Komisi Yudisial, h. 146.

Page 94: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

86

aspek tehnis yudisial. Yang membedakan adalah wewenang dan tugasnya.

Mahkamah Agung RI dan Mahkamah Konstitusi RI adalah pelaksana judisial.126

Sedangkan Komisi Yudisial RI berwenang untuk melakukan pengawasan

terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran

martabat serta menjaga perilaku hakim (Pasal 20 UU Komisi Yudisial No 22 Th

2004). Perilaku hakim mencakup legal behaviour dan ethic behaviour. Menjaga

dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku hakim

merupakan ruh/spirit dan latar belakang (asbabul al wurud) pembentukan Komisi

Yudisial, karena praktik peradilan yang sebelumnya tidak mencerminkan

kehormatan dan martabat badan-badan pengadilan. Perlu ditegaskan, bahwa

kehormatan dan martabat hakim terletak pada dua hal :”putusan hakim dan

perilaku hakim” (legal behaviour dan ethic behaviour). Maka, pada dua hal inilah

pengawasan dilakukan.127

Sebagaimana tuntutan reformasi, maka setiap lembaga Negara berada di

dalam kontrol publik. Demokrasi sebagai pilar dan mekanisme penyelenggaraan

negara, menuntut bahwa setiap lembaga publik bersifat transparan. Transparansi,

merupakan unsur terpenting bagi terwujudnya good governance dan clean

government. 128

126. Ibid. 127. io.ppi-jepang.org/article.php?id=247 - 45k. jam 15.15. tgl 24 0608

128. Ibid.

Page 95: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

87

Ketiadaan transparansi pada lembaga negara, akan menjurus kepada

praktek kekuasaan yang absolut, dan kekuasaan absolut dipastikan berujung pada

kebijakan dan berbagai tindakan korup. Dalam konteks demikian, apa yang

melatar belakangi maksud dari 31 hakim agung mengajukan permohonan judicial

review menjadi menarik. Jika dilihat dari statusnya sebagai hakim pada

Mahkamah Agung yang merupakan badan pengadilan tertinggi, sesungguhnya

mencerminkan sikap lembaganya (MA). Hal ini tampak dari pembiaran pimpinan

Mahkamah Agung terhadap pejabatnya (31 Hakim Agung) untuk mengajukan

judicial review itu. Ketika hendak mengajukan permohonan judicial review,

apakah terbesit pemikiran, seandainya permohonan itu dikabulkan, maka siapa

yang akan mengawasi Hakim Agung.129

Tuntutan reformasi adalah tuntutan perubahan (transformasi) dalam

seluruh tatanan kehidupan bernegara. Diantara yang substansial adalah

pemberantasan korupsi. Data tahun 2004 dari Transparansi Internasional

Indonesia yang menempatkan Indonesia dan badan pengadilannya sebagai yang

terkorup dalam skala dunia, merupakan fakta umum, bahwa ada korelasi positif

antara meningkatnya kualitas dan kuantitas korupsi di Indonesia seiring dengan

judicial corruption/mafia peradilan. Demikian halnya dengan berbagai bentuk

abuse of power.130

129. Ibid.

130. Ibid.

Page 96: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

88

Dalam menjalankan peranannya sebagai penjaga kekuasaan kehakiman,

Komisi Yudisial diberikan beberapa kewenangan, yaitu : 1) melakukan proses

seleksi dan menjaring calon anggota Hakim Agung berkualitas, potensial,

mengerti hukum dan profesional; 2) menjaga dan menegakkan integritas hakim

dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia dan menjaga

agar hakim dapat menjaga hak mereka untuk memutuskan perkara secara mandiri.

Pasal 24B ayat (1) UUD RI Tahun 1945 menjamin Komisi Yudisial untuk bersifat

mandiri yaitu berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung. Namun,

sebaliknya kewewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan

kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim telah dibatalkan oleh

Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Agustus 2006 No.005/PUU-IV/2006.131

Kewenangan tersebut sangat terbatas penguraiannya dalam Undang-

Undang Nomor 22 tahun 2004. Disebutkan bahwa dalam rangka melaksanakan

wewenangnya dalam mengusulkan pengangkatan Hakim Agung, Komisi Yudisal

RI diberi tugas (Pasal 14 UU No. 22, 2004) : melakukan pendaftaran calon Hakim

Agung; melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung; menetapkan calon

Hakim Agung; dan mengajukan calon Hakim Agung ke Dewan Perwakilan

Rakyat. 132

Selanjutnya untuk melaksanakan peranannya menegakkan kehormatan

dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, tugas yang diberikan

131. Ibid,

132. Ibid,

Page 97: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

89

kepada Komisi Yudisial ialah melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim

dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga

perilaku hakim (Pasal 20 UU No 22, 2004) telah dicabut dengan adanya Putusan

Mahkamah Konstitusi. Disamping itu, kewenangan lainnya ialah mengajukan

usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung

dan/atau Mahkamah Konstitusi (Pasal 21 UU No 22, 2004) pun telah dibatalkan

oleh Mahkamah Konstitusi.133

Sebaliknya Komisi Yudisial RI di dalam menjalankan peranannya diberi

kewenangan untuk dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung RI dan/atau

Mahkamah Konstitusi RI untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas

prestasi dan jasanya dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran

matabat serta menjaga perilaku hakim (Pasal 24 UU No 22 tahun 2004). 134

Terhadap pasal ini Mahkamah Konstitusi RI telah membatalkan kata-kata

“dan/atau Mahkamah Konstitusi.” Ini berarti Komisi Yudisial tidak mempunyai

kewenangan untuk mengawasi para Hakim Konstitusi.

Antara lain: pengawasan terhadap perilaku hakim; pengajuan usulan

penjatuhan dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi RI tanggal 16

Agustus 2006 No 005/PUU-IV/2006, kewenangan untuk menegakkan

kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, tidak lagi

133 . Komisi Yudisial RI. Hukum Sebagai Pelindung Rakyat Bukan Tameng Penguasa,

(Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2007), h, 3.

134. Ibid.

Page 98: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

90

dimiliki oleh Komisi Yudisial RI. Dengan kata lain Komisi Yudisial RI tidak lagi

mempunyai kewenangan sanksi terhadap hakim; pengusulan penghargaan kepada

hakim atas prestasi dan jasanya khususnya terhadap Hakim Konstitusi. Semuanya

dikembalikan ke lembaga masing-masing untuk mengawasi perilaku hakim, yang

selama ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dari apa yang terjadi, kita dapat

melihat adanya kerancuan atau benang kusut dalam bidang ketatanegaraan di

Republik Indonesia. 135

Pertama dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang

Mahkamah Konstitusi RI, disebutkan bahwa “Mahkamah Agung RI tidak dapat

menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh UUD RI Tahun 1945, akan tetapi justru para Hakim Agung yang

mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004

tentang Komisi Yudisial RI dan diterima oleh Mahkamah Konstitusi RI. Dengan

menghasilkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI, kewenangan Komisi Yudisial RI

dipangkas.136

Kedua, Komisi Yudisial RI yang diberi kewenangan untuk mengawasi

hakim, Hakim Agung dan termasuk di dalamnya Hakim Konstitusi, dapat menjadi

pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh UUD RI Tahun 1945 Dengan kata lain Komisi Yudisial RI yang

merupakan pengawas Hakim Konstitusi dapat disidang oleh Hakim

135. io.ppi-jepang.org/article.php?id=247 - 45k. jam 15.15. tgl 24 0608

136. Ibid.

Page 99: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

91

Konstitusi. Seharusnya para pembuat undang-undang dalam hal ini Dewan

Perwakilan Rakyat dan Presiden dari jauh hari sudah dapat memprediksi dan

mendeteksi secara dini akan adanya conflict of interest di dalam diri para Hakim

Konstitusi karena mereka merupakan obyek pengawasan dari Komisi Yudisial,

sehingga lahirlah putusan yang kontroversial yang berbunyi bahwa Hakim

Konstitusi tidak bisa diawasi oleh Komisi Yudisial RI. 137

Dari apa yang terjadi ini, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden di masa

yang akan datang harus melakukan perbaikan secara menyeluruh terhadap sistem

peradilan Indonesia yang carut marut. Peranan kedua institusi ini diperlukan

dalam menciptakan harmonisasi dan sinkronisasi terhadap Undang-undang

Mahkamah Agung RI, Mahkamah Konstitusi RI dan Komisi Yudisial RI. 138

Disamping itu, perlu pencantuman salah satu pasal didalam Undang-

Undang Mahkamah Konstitusi RI yang menyatakan bahwa Komisi Yudisial RI

tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Dengan demikian, Komisi Yudisial

RI tidak dapat dimohonkan (menjadi salah satu pihak termohon) di Mahkamah

Konstitusi RI yang notabene para hakimnya diawasi oleh Komisi Yudisial RI.139

137 . Ibid.

138 . Ibid.

139. Ibid.

Page 100: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

92

Walaupun demikian, beberapa peranan Komisi Yudisial RI tersebut di

atas khususnya kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan Hakim Agung

diperkirakan sangat berkaitan dengan proses seleksi yang dilembagakan dalam

suatu lembaga negara. Tentu saja ada dampak positif terhadap hasil kerja yang

diharapkan. Anggota Komisi Yudisial dapat bekerja maksimal dan bersifat

mandiri dalam rangka memilih Hakim Agung yang berkualitas, potensial,

mengerti hukum dan profesional. Anggota Komisi Yudisial lebih mapan dan

terjamin sebab dibentuk berdasarkan UUD dan pelaksanaan tugasnya dipayungi

oleh suatu undang-undang. Sebalikya peranan Komisi Yudisial RI yaitu

melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim secara otomotis beralih kepada

Mahkamah Agung RI sebagai pengawas tertinggi lembaga peradilan dan

dilakukan secara internal (Pasal 32 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004

tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang

Mahkamah Agung).140

Peranan ini tidak berjalan karena antara pengawas dengan yang diawasi

mempunyai hubungan administrasi, struktural, kolegan dan psikologis yang

dapat menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan pengawasan di sebuah

instansi atau lembaga.141

Telah terbukti lembaga peradilan dari tingkat pengadilan

negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung RI menjadi tempat merajalelanya

140. Harian Kompas 26 Agustus, 2006.

141. Ibid.

Page 101: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

93

mafia peradilan. Sedangkan, Mahkamah Konstitusi RI semakin menguatkan

dirinya menjadi lembaga superbody yang tidak dapat disentuh oleh hukum

(untouchable).

Kembalinya pengawasan terhadap Hakim pengadilan negeri, tinggi,

Hakim Agung ke tangan Mahkamah Agung RI dan tidak bisa diawasinya Hakim

Konstitusi, menyebabkan keputusan Mahkamah Konstitusi RI disesalkan banyak

pihak dengan pertimbangan antara lain, 1) bahwa pada prinsipnya tidak ada

lembaga yang tidak bisa dikontrol, 2) Mahkamah Konstitusi RI

mengesampingkan prinsip check and balance yang menjadi roh bangunan

reformasi dan selalu di dengungkan oleh Mahkamah Konstitusi RI dalam

mempromosikan dan mempertahankan keberadaannya, 3) Mahkamah Agung RI

dan Mahkamah Konstitusi RI menjadi lembaga tidak tersentuh dari pengawasan

oleh lembaga luar, 4) Mahkamah Konstitusi RI yang seharusnya sebagai penjaga

konstitusi justru bisa terjebak dalam upaya penyuburan praktek mafia peradilan,

5) putusan Mahkamah Konstitusi RI dianggap inkonstitusional, karena putusan

tersebut bertentangan dengan Pasal 24B Ayat (1) UUD 1945.142

Hal ini tidak sesuai dengan apa yang berlaku di negara yang menganut

paham demokrasi, transparansi dan check and balance seperti Amerika dan

Australia. Sebaliknya peranan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat

serta menjaga perilaku hakim terlihat dari usul penjatuhan sanksi seperti teguran

tertulis, pemberhentian sementara atau pemberhentian yang dilakukan oleh

142. Harian Kompas 29 Agustus, 2006

Page 102: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

94

Komisi Yudisial RI yang bersifat mengikat sebagaimana termaktub dalam pasal

23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 pun telah dibatalkan oleh

Mahkamah Konstitusi RI. Namun, anehnya pasal mengenai usulan tersebut

masih dapat dianulir oleh ketentuan yang berbunyi bahwa hakim yang akan

dijatuhi sanksi diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri dihadapan

Majelis Kehormatan Hakim (Pasal 23 (4) UU No 22, 2004). Pasal ini tidak

dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi RI. 143

C. Komisi Yudisial Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Ditinjau Dalam

Ketatanegaraan Islam

Kehadiran Komisi Yudisial RI telah memperkaya khazanah kita tentang

pembangunan hukum, yang mana dibangun oleh banyaknya kontrovensi atas

langkah-langkah Komisi Yudisial RI yang begitu dibentuk langsung tancap gas

tinggi untuk mengawasi prilaku dan moralitas hakim. Pujian dan cercaan terus

bermunculan sampai saat ini menyebabkan Komisi Yudisial RI berada pada posisi

yang menggantungkan karena setelah wewenangnya untuk melaksanakan fungsi

pengawasan dipangkas melalui putusan Mahkamah Konstitusi RI pada Agustus

2006, praktis pekerjaanya hanya menyeleksi calon hakim agung. 144

Putusan Mahkamah Konstitusi RI tanggal 16 Agustus 2006 No. 005/PUU-

IV/2006 yang memuat tentang pembatalan kewenangan Komisi Yudisial RI

143. Ibid.

144. Komisi Yudisial RI, Bunga Rampai, h. 1.

Page 103: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

95

sangat mengejutkan dan menyentak banyak pihak dan kalangan. Dengan putusan

tersebut di atas, sebanyak 12 pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004

tentang Komisi Yudisial RI yang mengatur tentang kewenangan Komisi Yudisial

RI dinyatakan tidak sesuai dengan UUD 1945. 145

Untuk melaksanakan peranannya mengawasi hakim, Komisi Yudisial RI

dapat melakukan beberapa hal antara lain (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2004) menerima laporan dari masyarakat tentang perilaku hakim; meminta

laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan tentang perilaku hakim;

melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran perilaku hakim; memanggil dan

meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim;

dan membuat hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan

kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi RI, serta tindakannya

disampaikan kepada Presiden dan DPR.146

Walaupun Mahkamah Konstitusi RI tidak membatalkan pasal 22 Ayat

(1a) yang berbunyi “menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim”, yang

sangat terkait dengan pasal 20 yang berbunyi “Dalam melaksanakan wewenang

sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 huruf b Komisi Yudisial RI mempunyai

tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan

kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim”, Mahkamah

Konstitusi RI justru menghapus Pasal 20. Dengan dibatalkannya pasal yang

145, Fajlurrahman Jurdi, Komisi Yudisial, h. 225. 146. Ibid.

Page 104: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

96

merupakan roh eksistensi Komisi Yudisial RI, kewenangan Komisi Yudisial RI

dalam bidang pengawasan tidak ada sama sekali. Komisi Yudisial bagaikan

macan ompong yang bahkan tidak mempunyai cakar. 147

Sebagai dampaknya Komisi Yudisial RI tidak menerima lagi pengaduan

dari masyarakat tentang Perilaku Hakim, baik Hakim Negeri, Hakim Tinggi,

Hakim Agung maupun Hakim Konstitusi. Komisi Yudisial RI menindak lanjuti

547 laporan yang telah masuk dan selebihnya belum ditangani karena

wewenangnya sudah dilucuti. Laporan ini seharusnya disampaikan kepada

Mahkamah Agung, Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat.148

Selanjutnya dampak yang lebih besar adalah kepada siapa pencari

keadilan harus meminta pertanggungjawaban atas pupusnya harapan yang selama

ini mereka harapkan dari Komisi Yudisial RI untuk dapat membasmi atau

mengikis keberadaan mafia peradilan yang merajalela diseluruh tingkat

pengadilan dari pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung RI.149

Adapun dalam sisitem ketatanegaraan Islam kekuasaan yang berkaitan

dengan peradilan atau kehakiman yakni As-sulthah Al-qadhaaiyyah yang secara

terminologi, berarti kekuasaan untuk mengawasi atau menjamin jalannya proses

perundang-undangan sejak penyusunan sampai pelaksanaannya serta mengadili

147 Ibid., h. 226. 148. Ibid.

149. Ibid.

Page 105: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

97

perkara perselisihan, baik yang menyangkut perkara perdata maupun pidana.

Dalam bahasa Indonesia istilah ini dikenal dengan kekuasaan yudikatif.150

As-sulthah Al-qadhaaiyyah adalah salah satu dari tiga kekuasaan yang

dimiliki suatu Negara. Dua kekuasaan lainnya ialah kekuasaan memuat Undang-

undang (as-sulthah at-tasyri’iyyah atau kekuasaan legislatif) dan kekuasaan

melaksanakan Undang-undang (as-sulthah at-tanfiziyyah atau kekuasaan

eksekutif). Secara garis besar tugas dan wewenang As-sulthah Al-qadhaaiyyah

terbagi tiga: (1) untuk menjamin pelaksanaan Undang-undang oleh pihak

eksekutif, (2) untuk mengontrol atau mengawasi fungsi dan pelaksanaan

kekuasaan legislatif. (3) untuk mengadili dan menyelesaikan berbagai persoalan

hukum dan perselisihan yang diajukan dan yang menjadi kewenangannya.151

Dalam sejarah peradilan Islam, terdapat beberapa bentuk kekuasaan

kehakiman, baik dilihat dari sudut hirarki maupun sumbernya. Bentuk-bentuk

kekuasaan ini dari satu pemerintah ke pemeritah yang lain mengalami beberapa

pembaruan atau perubahan. Yang semula disatukan dengan kekuasaan eksekutif,

kemudian dipisahkan menjadi lembaga tersendiri. Yang semula memiliki

kewenangan yang terbatas (yaitu pada masalah-masalah keperdataan), berubah

menjadi lebih luas, yakni menyangkut perdata dan pidana (untuk pribumi dan non

pribumi, untuk orang Islam dan non muslim).152

150. Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

1996), Cet. Pertama, h. 16567 151. Ibid., h. 1656.

Page 106: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

98

Pada masa Abbasiyah di bentuk lembaga baru yang di sebut wilayah al-

mazalim (kekuasaan pidana dari kalangan penguasa dan kerabatnya) dan wilayah

al-hisbah (kekuasaan peradilan untuk bidang moral dan akhlak). Pembaharuan .

yang paling tampak memberikan pengaruh luas kepada Negara-negara Islam

berikutnya, terjadi pada masa pemerintahan Turki Usmani. Pada masa ini bentuk

kekuasaan peradilan di bedakan antara sebelum masa Tanzimat (masa penyusunan

undang-undang baru yang bersumber pada hukum barat) tahun 1299-1839 dan

masa setelah Tanzimat (1840-1924).153

Pada masa sebelumnya Tanzimat, kekuasaan peradilan memiliki beberapa

tingkatan sebagai berikut. (1) Mahkamah al-Isti’naf al-U’luya (Mahkamah

Agung), yang kewenangannya dibatasi oleh kekuasaan sultan. (2) Mahkamah at-

Tamyiz atau an-Naqd wa al-Ibram (Mahkamah Kasasi), yang kewenangannya

mengkaji atau meneliti hukum-hukum produk Mahkamah al-Isti’naf (Mahkamah

Banding). (3) Mahkamah al-Isti’naf, yang kewenangannya meneliti berbagai

masalah peradilan agar sesuai dengan undang-undang yang berlaku. (4)

Mahkamah al-Jaza’ (Peradilan Pidana), yang kewenangannya untuk

menyelesaikan perkara pidana. (5) Mahkamah al-Huquq (Peradilan Perdata),

yang kewenangannya untuk menyelesaikan perkara perdata.154

152. Ibid. 153. Ibid., h. 1657.

154. Ibid

Page 107: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

99

Pada masa setelah Tanzimat bentuk-bentuk kekuasaan peradilan di Turki

mengalami perubahan dengan istilah atau nama-nama yang berbeda. (1) Al-Qada’

al-Milli, yaitu peradilan untuk mengadili orang-orang non Islam. Sumber

hukumnya adalah Undang-undang agama masing-masing. (2) Al-Qada’ al-

Qansuli, yaitu, peradilan untuk mengadili perkara orang-orang non-Turki.

Sumber hukumnya adalah undang-undang Negara masing-masing. (3) Al-Qada’

Mahkamah Jaza’al-Jinayyah, yaitu peradilan untuk mengadili perkara pidana.

Sumber hukumnya adalah Undang-Undang Eropa. (4) Al-Qada’ Mahkamah al-

Huquq, yaitu peradilan untuk mengadili perkara perdata. Sumber hukumnya

adalah Majallah al-Ahkam al-Adaliyyah. (5) Al-Qada’ asy-Syar’I, yaitu peradilan

untuk mengadili perkara yang berkaitan dengan al-ahwal asy-syakhsiyyah umat

Islam. Sumber hukumnya adalah kitab-kitab fikih Islam. di Mesir, selain

peradilan asy-Syar’I, al-Milli, dan al-Qansuli, ada peradilan lainnya, yaitu

peradilan campuran yang sumber hukumnya adalah Undang-Undang asing dan

peradilan ahli (peradilan adat) yang sumber hukumnya adalah Undang-Undang

Prancis.155

Berkaitan dengan sumber-sumber hukum yang dijadikan acuan dalam

peradilan-peradilan tersebut, para ahli peradilan membagi sumber hukum secara

garis besarnya menjadi dua. Pertama, peradilan yang bersumber kepada tradisi

masyarakat dan ‘urf (adat kebiasaan) jahiliyah serta perundang-undangan buatan

155. Ibid., h. 1568.

Page 108: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

100

manusia (al-qawanin al-wad’iyyah al-basyariyah) yang disebut al-Qada’ al-

Jahili. Kedua, peradilan yang bersumber dari Allah SWT dan Rasulullah SAW

yang di sebut al-Qada’ asy-Syar’i. peradilan yang kedua ini ada dua macam, yaitu

(1) peradilan at-tahkim (arbitrase), seperti untuk menyelesaikan masalah syikak

(perselisihan suami istri yang sudah memuncak); dan (2) peradilan al-‘adi

(peradilan biasa) dengan berbagai bentuknya.156

Adapun dilihat dari sisitem ketatanegaraan nya tidak ada bedanya antara

sisitem ketatanegaraan di Indonesia dengan sisitem ketatanegaraan didalam

sisitem kekuasaan Islam dimana di Indonesia mempunyai system ketatanegaraan

selain yudikatif juga ada eksekutif dan legislatif yang mana kedudukan diantara

lembaga-lembaga ini sejajar didalam pemerintahan begitupun dengan

ketatanegaraan Islam selain as-sulthah al-qadhaaiyyah (yudikatif) sistem

pemerintahan Islam juga memiliki as-sulthah at-tasyri’iyyah (kekuasaan

legislative) dan as-sulthah at-tanfiziyyah ( kekuasaan esekutif).157

Yang mana dari

semua lembaga ini sudah mempunyai tugas yang satu dengan yang lain saling

melengkapi.158

Jadi jika Komisi Yudisial (lembaga yudikatif) ditinjau dalam

ketatanegaraan Islam, dilihat itu sama halnya dengan As-sulthah Al-qadhaaiyya

yang mana Komisi Yudisial adalah salah satu dari lembaga yudikatif di Indonesia

156. Ibid, h.1657.

157. Ibid,. h. 1658.

158. Ibid.

Page 109: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

101

sedangkan As-sulthah Al-qadhaaiyyah adalah lembaga yudikatif dalam konteks

Islam walaupun secara kedudukan As-sulthah Al-qadhaaiyyah lebih besar

tingkatannya dari pada Komisi Yudisial dikarenakan As-sulthah Al-qadhaaiyyah

adalah lembaga tertinggi didalam yudikatif Islam sedangkan Komisi Yudisial

hanya salah satu dari pada lembaga yudikatif yang ada di Indonesia. 159

Adapun dalam hal kinerjanya disini setelah keluarnya Putusan No.

005/PUU-IV/2006, wewenang dan tugas dari pada Komisi Yudisial RI lebih

terbatas lagi. Dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi RI tanggal

16 Agustus 2006 No. 005/PUU-IV/2006, kewenangan untuk menegakkan

kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, tidak lagi

dimiliki oleh Komisi Yudisial RI. Dengan kata lain Komisi Yudisial RI tidak lagi

mempunyai kewenangan sanksi terhadap hakim; pengusulan penghargaan kepada

hakim atas prestasi dan jasanya khususnya terhadap Hakim Konstitusi. Semuanya

dikembalikan ke lembaga masing-masing untuk mengawasi perilaku hakim, yang

selama ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dan kewenangan yang dimiliki

Komisi Yudisial RI sekarang yakni : 1) melakukan proses seleksi dan menjaring

calon anggota Hakim Agung berkualitas, potensial, mengerti hukum dan

profesional; 2) menjaga dan menegakkan integritas hakim dan kepercayaan

masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia dan menjaga agar hakim dapat

menjaga hak mereka untuk memutuskan perkara secara mandiri. Pasal 24B ayat

(1) UUD 1945 menjamin Komisi Yudisial untuk bersifat mandiri yaitu berwenang

159. Ibid.

Page 110: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

102

mengusulkan pengangkatan Hakim Agung. Sedangkan dalam hal kewenangan

As-sulthah Al-qadhaaiyyah untuk mengadili dan menyelesaikan berbagai

persoalan hukum dan perselisihan yang diajukan dan yang menjadi

kewenangannya.160

Jadi Komisi Yudisial RI disini walaupun kewenangannya telah dipangkas

oleh Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Putusan yang telah dikeluarkannya

masih tetep sebagai lembaga yudikatif walaupun dengan kewenangan dan tugas

yang terbatas, jadi jika dilihat dalam konteks ketatanegaraan Islam komisi

Yudisial tetep sebagai lembaga As-sulthah Al-qadhaaiyyah walaupun tugas dan

wewenang yang dimiliki oleh lembaga lembaga ini berbeda, jika As-sulthah Al-

qadhaaiyyah mempunyai kewenangan yang sangat luas di negaranya lain halnya

dengan Komisi Yudisial RI yang kewenangannya telah dipangkas habis oleh

Mahkamah Konstitusi RI dan terbatas.

160. Ibid., h. 159.

Page 111: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

103

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Komisi Yudisial RI itu bersifat mandiri dan tidak lebih rendah dari

Mahkamah Agung RI maupun Mahkamah Konstitusi RI. Kalau ditelusuri dari

latar belakang pembentukan Komisi Yudisial RI, para pembentuk

(pengamandemen) UUD, seperti termuat di dalam kesaksian-kesaksian

dipersidangan dan risalah-risalah PAH I MPR, secara tegas telah menyatakan

bahwa Komisi Yudisal RI dibentuk untuk mengawasi hakim karena

pengawasan yang ada sebelumnya tidak mampu mengatasi judicial

corruption. Jadi pembentukan Komisi Yudisial RI sebagai pengawas hakim

untuk menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

Sayang, kewenangan Komisi Yudisial RI untuk menjaga dan menegakkan

kehormatan dan keluhuran martabat hakim telah diamputasi oleh putusan

Mahkamah Konstitusi RI Nomor 005/PUU-IV/2006 tanggal 23 Agustus 2006.

kewenangan Komisi Yudisial RI mengawasi hakim dan hakim konstitusi

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004

tentang Komisi Yudisal RI, jadi kedudukan Komisi Yudisial RI tidak

menjalankan kekuasaan kehakiman tetapi suatu badan yang fungsinya

berkaitan dengan kekuasaan kehakiman khususnya dengan Mahkamah Agung

RI dan Mahkamah Konstitusi RI dalam halal pengawasan Hakim, tetapi

Page 112: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

104

sekarang setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi RI kedudukan Komisi

Yudisial RI sudah bukan lagi sebagai lembaga pengawas hakim tetapi hanya

lembaga yang memonitoring hakim dan di dalam menjalankan peranannya

diberi kewenangan untuk dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung RI

dan/atau Mahkamah Konstitusi RI untuk memberikan penghargaan kepada

hakim atas prestasi dan jasanya dalam rangka menegakkan kehormatan dan

keluhuran matabat serta menjaga perilaku hakim

2. Adapun dalam menjalankan peranananya sebagai penjaga kekuasaan

kehakiman, Komisi Yudisial RI diberikan beberapa tugas dan kewenangan

yang telah di putus melalui Putusan Mahkamah Kostitusi RI Tanggal 16

Agustus No. 005/PUU-IV/2006. dalam hal melaksanakan peranannya

menegakkan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, tugas yang

diberikan kepada Komisi Yudisial ialah melakukan pengawasan terhadap

perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran

martabat serta menjaga perilaku hakim (Pasal 20 UU No. 22, 2004) telah

dihapus dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi RI. Di samping itu,

kewenangan lainnya ialah mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim

kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkam Konstitusi (Pasal 21

UU No 22, 2004) pun telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi RI.

Sebaliknya Komisi Yudisial RI didalam menjalankan peranannya diberi

kewenangan untuk dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung RI dan/atau

Mahkamah Konstitusi RI untuk memberikan penghargaan kepada hakim atau

Page 113: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

105

memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam

rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga

perilaku hakim (Pasal 24 UU No. 22, 2004). Terhadap pasal ini Mahkamah

Konstitusi RI telah membatalkan kata-kata “dan/atau Mahkamah Konstitusi.”

Ini berarti Komisi Yudisial RI tidak mempunyai kewenangan untuk

mengawasi para Hakim Konstitusi.

3. Dengan dikeluarkannaya Putusan Mahkamah Konstitusi RI tanggal 16

Agustus 2006 No. 005/PUU-IV/2006, kewenangan untuk menegakkan

kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, dan tidak

lagi dimiliki oleh Komisi Yudisial RI. Dengan kata lain Komisi Yudisial RI

tidak lagi mempunyai kewenangan sanksi terhadap hakim; pengusulan

penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasa khususnya terhadap Hakim

Konstitusi. Semuanya dikembalikan ke lembaga masing-masing untuk

mengawasi perilaku hakim, yang selama ini tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Jika kita bandingkan dengan As-sulthah Al-qadhaaiyyah yang mana

lembaga ini memiliki dalam hal kewenangan untuk mengadili dan

menyelesaikan berbagai persoalan hukum dan perselisihan yang diajukan dan

yang menjadi kewenangannya dan kewenangan nya ini berlaku untuk segala

pihak yang telah dinyataka bersalah. jadi jika dilihat dalam konteks

ketatanegaraan Islam Komisi Yudisial tetep sebagai lembaga As-sulthah Al-

qadhaaiyyah walaupun tugas dan wewenang yang dimiliki ke dua lembaga ini

berbeda, jika As-sulthah Al-qadhaaiyyah mempunyai kewenangan yang

sangat luas di negaranya lain halnya dengan Komisi Yudisial RI yang

Page 114: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

106

kewenangannya telah di pangkas habis oleh Mahkamah Konstitusi RI dan

terbatas.

B. Saran.

1. Usaha untuk melakukan reformasi ditubuh peradilan sesungguhnya

merupakan perjuangan yang tiada mengenal kata berhenti. Reformasi

merupakan sebuah ideologi untuk membangun seluruh komponen bangsa ke

arah yang lebih baik, oleh karena itu independensi kekuasaan kehakiman

tergantung kepada faktor-faktor internal lembaga peradilan dan political

sphare di sekelilingnya. Politisasi lembaga peradilan mutlak harus diakhiri.

Dukungan publik menciptakan kemandirian lembaga peradilan merupakan

qondision sine qua non. Pemerintah tidak hanya dituntut untuk merespon

tuntutan publik secara cepat tepat dan independen. Akan tetapi kondisi

internal dan eksternalnya sendiri harus pula diperhitungkan, faktor-faktor itu

merupakan variabel yang mempengaruhi kinerja dan hasil yang akan dicapai

oleh pemerintah guna memenuhi ekspetaksi publik.

2. Dengan adanya kejadian seperti ini diharap kan untuk ke depannya Dewan

Perwakilan Rakyat RI dan Presiden RI dapat dengan teliti lagi dalam

membuat atau mensahkan suatu undang-undang agar tidak terjadi kesalahan

multi tafsir seperti yang dialami oleh Komisi Yudisial RI ini dalam

menjalankan tugas dan kewenangan dalam undang-undang tersebut, yang

sekarang kewenangannya telah dipangkas habis oleh Mahkamah Konstitusi RI

dikarenakan di dalam Undang-undang Komisi Yudisal RI itu bersifat multi

tafsir dan rancu isinya yang mana hal tersebut dianggap bertentangan dengan

UUD 1945.

Page 115: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

107

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an nul Karim.

Abidin, Ahmad Zaenal, Membangun Negara Islam, Yogyakarta, Pustaka Iqra, 2001.

Cet. Pertama.

Al-Mawardi, Imam, Terj. Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah: Prinsip-prinsip

Penyelenggaraan Negara Islam, Jakarta, Darul Falah, 2000, Cet. Pertama.

Al-Bahansi, Salim Ali, Wawasan Sistem Politik Islam, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,

1996, Cet. Pertama.

Aripin, Jaenal, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia,

Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008, Cet. Pertama.

Asshidiqie, Jimly, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia,

Jakarta, UI Press, 2005, Cet. Pertama.

Dahlan, Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

1996, Cet. Pertama,

Fadjar, Abdul Mukthie, Hukum Konstitusi Dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta,

Konstitusi Press, 2006, Cet. Pertama

Fadjar, Abdul Muktie, Hukum Konstitusi & Mahkamah Konstiusi, Jakarta, Konpress

& Citra Media, 2006, Cet. Pertama.

Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada,

2005, Cet. Pertama

Indrayana, Denny, Amandemen UUD 1945 Antara Mitos, Bandung, mizan Media

Utama, 2007, Cet. Kedua.

Jurdi, Fajlurrahman, Komisi Yudisial Dari Delegitimas Hingga Revitalisasi Moral

Hakim, Jakarta, PuKAP, 2007, Cet. Pertama

Kansil, C.S.T. Kansil, Christine S.T., Hukum Tata Negara Republik Indonesia I,

Jakarta, Rineka Cipta, 2000, Cet. Ketiga.

Komisi Yudisial Republik Indonesia, Bunga Rampai Komisi yudisial dan reformasi

Peradilan, Jakarta, Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2007, Cet. Pertama.

Page 116: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

108

. Hukum Sebagai Pelindung Rakyat Bukan Tameng Penguasa, Jakarta:

Komisi Yudisial RI, 2007, Cet. Pertama.

Koesno, Moch., Konfigurasi Politik dan Kekuasaan Kehakiman di Indonesi, Jakarta:

ELSAM, 1997,Cet. Pertama.

Lexy, Moleong J., Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

2004, Cet. Pertama.

Munawir, Ahmad Warsono, Kamus Al-Munawir: kamus Arab Indonesia Terlengkap.

Surabaya, Pustaka Progresif, 1997.

Moekri, Ahmad Kurdi, Negara Hukum dalam Ujian, Jakarta, Ka-tulis-tiwa Press,

2007, Cet. Pertama.

Ma’luf, Lois, Kamus Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Beirat: Dar al-Mashariq,

1997.

Mahfud MD, Moh., Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi,

Jakarta: LP3ES, 2007, Cet. Pertama.

Nazir, Mohammad, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998, Bagian

Pengantar, Cet. Ketiga.

O.C Kaligis & Associates, Mahkamah Agung VS Komisi Yudisial Dimahkamah

Konstitusi, Jakarta,O.C Kaligis & Associates, 2006, Cet. Pertama.

Pemikiran Jimly Asshiddiqie, dan Para Pakar Hukum, Konstitusi dan Ketata

Negaraan Indonesia Kontemporer, Jakarta: The Biografi Institute, 2007, Cet.

Pertama.

Susanto, Agung, Hukum Acara Perkara Konstitusi Prosedur Berperkara Pada

Mahkamah Konstuitsi. Bandung: Mandar Maju, 2006, Cet. Pertama,

Syahuri, Taufiqurrohman, Hukum Konstitusi Proses dan Prosedur Perubahan UUD

1945-2002, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004, Cet. Pertama.

Page 117: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

109

Skripsi oleh Nani Kurniasih, Al-sulthah Al-qadaiyyah Membandingkan Kewenangan

Mengadili antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta,

1426H/2006M.

Skrisi oleh M. Andri M, Kekuasaan Eksekutif Dalam Prespektif Islam Dan barat.

Jakarta, 1424H/2004M.

Undang-Undang Dasar Repulik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

BULETIN DAN HARIAN KABAR

Buletin Komisi Yudisial, Pegelaran Budaya Memeriahkan Refleksi Akhir Tahun

2007 Komisi Yudisial , Tanggal 03 Desember 2007

Harian Kompas 26 Agustus, 2006.

Harian Kompas 29 Agustus, 2006.

INTERNET

io.ppi-jepang.org/article.php?id=247 - 45k. ja 1m5.15. tgl 24 0608.

http://www presidensby.info/index.php/fokus/2007/06/11/1919.html, jam 21. 30, tgl

02 12 2008.

www.sinarharapan.co.id/berita/0708/31/nas03.html - 23k, ,jam 21.35 tgl.02 12 2008.

Page 118: KOMISI YUDISIAL RI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18936/1/URWATUL... · 1 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KOMISI

110