koagulasi intravaskular diseminata

51
KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA PADA KOMPLIKASI OBSTETRI REFERAT UNIVERSITAS ANDALAS Oleh: Yudo Siswo Utomo PPDS OBSTETRI GINEKOLOGI Pembimbing: DR. Dr. H. Joserizal Serudji, SpOG(K)

Upload: fahlevy

Post on 31-Jan-2016

61 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

PADA KOMPLIKASI OBSTETRI

REFERAT

UNIVERSITAS ANDALAS

Oleh:

Yudo Siswo Utomo

PPDS OBSTETRI GINEKOLOGI

Pembimbing:

DR. Dr. H. Joserizal Serudji, SpOG(K)

BAGIAN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FK. UNAND / RSUP Dr. M. DJAMIL

PADANG

2011

Page 2: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...............................................................................................................i

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................ii

DAFTAR TABEL.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

BAB II HEMOSTASIS NORMAL.............................................................................3

A. Hemostasis Primer..............................................................................3

B. Hemostasis Sekunder..........................................................................5

C. Proses Fibrinolisis................................................................................7

D. Fungsi Hemostasis pada Kehamilan Normal.......................................8

BAB III KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA.....................................12

A. Patogenesis.......................................................................................14

B. Gambaran Klinik................................................................................15

1. Koagulasi Intravaskular Diseminata Akut..........................................16

2. Koagulasi Intravaskular Diseminata Kronik.......................................17

C. Gambaran Laboratorium....................................................................17

D. Diagnosis...........................................................................................18

BAB IV KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA PADA KOMPLIKASI OBSTETRI ..................................................................22

A. Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Solusio Plasenta.............23

B. Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Emboli Cairan Amnion.....24

C. Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Sindrom HELLP...............24

D. Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Missed Abortion...............25

BAB V MANAJEMEN KID PADA KEHAMILAN...................................................26

BAB VI KESIMPULAN..............................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................31

i

Page 3: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sistem Koagulasi, Inhibitor, dan Fibrinolisis...................................6

Gambar 2. Aktivitas Trombin............................................................................7

Gambar 3. Proses Pembentukan D-Dimer.......................................................8

Gambar 4. Kondisi Klinik yang dapat Menyebabkan KID...............................14

ii

Page 4: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perubahan Hemostasis dalam Kehamilan..........................................9

Tabel 2. Sistem Skor untuk KID.....................................................................19

iii

Page 5: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

BAB I

PENDAHULUAN

Koagulasi intravaskular diseminata (KID) merupakan kondisi patologis

terjadinya aktivasi koagulasi di dalam pembuluh darah secara luas dan terus

menerus yang mengakibatkan terbentuknya deposit fibrin dalam pembuluh

darah dan mikrovaskular. Proses tersebut menjadikan aliran darah terganggu

sehingga terjadi kerusakan pada banyak organ tubuh. Pada saat yang

bersamaan, terjadi pemakaian trombosit dan protein dari faktor-faktor

pembekuan sehingga terjadi perdarahan. (Hambleton et al, 2002)

Secara fisiologis pembentukan sumbat hemostasis terlokalisir dan

pembentukan trombin terbatas pada pembuluh darah yang mengalami

kerusakan. Kondisi KID merupakan akibat kegagalan mekanisme pengaturan

dan inhibisi pembentukan trombin serta proses pembekuan darah, sehingga

manifestasi yang timbul pada KID merupakan akibat aktivitas yang berlebihan

dari trombin. (Liebman dan Weitz 2005; Marder et al, 2006)

Banyak penyakit yang dapat mencetuskan terjadinya sindroma ini

sehingga menimbulkan gejala klinis yang bervariasi tergantung penyakit

dasarnya. Oleh karena itu banyak istilah yang dipakai untuk sindroma ini,

yaitu koagulopati konsumtif, sindroma defibrinasi, sindroma hiperfibrinolisis,

dan sindroma trombohemoragik. (Miller dan Hanretty, 1997; Sukrisman, 2006) Namun demikian,

istilah koagulasi intravaskular diseminata dirasa lebih mewakili sindroma

tersebut karena kata koagulasi mencakup proses perdarahan dan trombosis. (Ho et al, 2005)

Kehamilan secara normal menyebabkan peningkatan konsentrasi dari

faktor-faktor koagulasi, seperti faktor I (fibrinogen), VII, VIII, IX, dan X. Hal ini

dapat dilihat pada organ apendiks. Faktor koagulasi lainnya dan trombosit

tidak berubah secara drastis. Walaupun kadar plasminogen dapat dikatakan

meningkat, namun aktivitas plasmin antepartum secara normal menurun bila

dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Pada saat yang sama,

terdapat peningkatan aktivasi dari trombosit, proses pembekuan, dan

1

Page 6: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

mekanisme fibrinolisis. Secara khusus, terdapat peningkatan secara

signifikan dari fibrinopeptida A, tromboglobulin β, platelet faktor 4, dan produk

degradasi fibrinogen-fibrin. Gerbasi dkk (1990) menyimpulkan bahwa hal

tersebut merupakan mekanisme kompensasi dimana peningkatan koagulasi

intravaskular ditujukan untuk mempertahankan sirkulasi uteroplasenta.(Cunningham et al, 2010)

Banyak kasus KID berhubungan dengan kehamilan. KID disebabkan

oleh preeklampsia/eklampsia, perdarahan post partum, sepsis, solusio

plasenta, missed septic abortion, ruptur uterus, emboli air ketuban, intra

uterine fetal death (IUFD), penyakit trofoblas, dan Sickle Cell Crisis. Namun,

penyebab obstetri terbanyak pada KID adalah solusio plasenta. (SOGC, 2001;

Cunningham et al, 2010)

Koagulasi Intravaskular Diseminata selalu berhubungan dengan

tinginya angka morbiditas dan mortalitas. Ahli obstetri kadang gagal mencari

penyebab klinis definitifnya ketika berusaha mengobati KID tersebut. Deteksi

dini penyebab KID penting untuk menatalaksana pasien sehingga dapat

mengurangi angka morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun bayinya. (Ounjai,

2007)

Untuk membahas hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas

tentang penatalaksanaan KID, terutama yang berhubungan dengan

komplikasi obstetri.

2

Page 7: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

BAB II

HEMOSTASIS NORMAL

Hemostasis adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu

banyak bila terjadi luka pada pembuluh darah dan agar darah tetap cair serta

aliran darah berlangsung secara lancar. (Drews dan Weinberger, 2000; Tambunan, 2006) Teori

yang paling diterima mengenai koagulasi darah dipopulerkan oleh Ratnoff dan

Bennett (1973) dan dikenal dengan cascade theory. (Cunningham et al, 2010)

Mekanisme hemostasis normal terdiri atas 3 fase, yaitu hemostasis

primer, hemostasis sekunder dan proses fibrinolisis. Mekanisme hemostasis

tersebut berupa : konstriksi pembuluh darah lokal, pembentukan platelet plug,

pembentukan fibrin dan proses fibrinolisis. Proses vasokontriksi lokal dan

pembentukan platelet plug dinamakan hemostasis primer, sedangkan proses

koagulasi hingga terbentuknya fibrin stabil dinamakan hemostasis sekunder.

Proses fibrinolisis berusaha agar tidak terbentuk trombus berlebihan yang

dapat mengganggu aliran darah. (Drews dan Weinberger, 2000; Tambunan, 2006)

A. Hemostasis Primer

Pada hemostasis primer trombosit memegang peranan yang sangat

penting. Trombosit membentuk platelet plug pada tempat luka dan juga

menghasilkan tromboksan-A2 dan serotonin yang menyebabkan konstriksi

pembuluh darah lokal. (Miller A, 1997)

1. Konstriksi vaskular

Saat dinding pembuluh darah mengalami kerusakan, otot polos

dinding pembuluh darah secara cepat mengalami konstraksi. Proses ini

menyebabkan penurunan aliran darah pada pembuluh darah yang

mengalami kerusakan tersebut. Mekanisme konstraksi ini sebagai hasil

dari spasme miogenik lokal, faktor autakoid lokal dari jaringan trauma

dan platelet, dan adanya refleks saraf. Refleks saraf diinisiasi oleh

impuls saraf nyeri ataupun impuls sensoris lainnya yang berasal dari

3

Page 8: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

pembuluh darah atau jaringan sekitar yang mengalami trauma.

Meskipun demikian, penyebab vasokonstriksi mungkin lebih

dikarenakan adanya kontraksi miogenik lokal dari pembuluh darah

yang diinisiasi oleh kerusakan langsung pada pembuluh darah.

Sedangkan untuk pembuluh darah kapiler, platelet lebih bertanggung

jawab terhadap proses vasokonstriksi dengan melepaskan substansi

vasokonstriktor tromboksan A2. (Guyton dan Hall, 2006)

Semakin parah kerusakan pada pembuluh darah, maka akan

semakin besar pula derajat spasme pembuluh darah. Spasme tersebut

dapat berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa jam,

memberikan waktu untuk terjadinya proses pembentukan platelet plug,

sampai proses koagulasi darah mengambil alih. (Guyton dan Hall, 2006)

2. Pembentukan platelet plug

Trombosit berasal dari fragmentasi sitoplasma-megakariosit di

sumsum tulang. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000

trombosit. Jumlah trombosit di darah tepi 150.000 – 400.000 mm3. (Miller

A, 1997) Umur trombosit di darah tepi berkisar antara 7 sampai 10 hari,

berbentuk cakram, diameternya 1-2 μm, sedangkan volumenya rata-

rata 5-8 fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu

ada di limpa. Jumlah trombosit di darah tepi selalu kurang lebih

konstan. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kontrol oleh bahan

humoral yang disebut trombopoetin. Bila jumlah trombosit menurun,

tubuh akan mengeluarkan trombopoetin lebih banyak yang

merangsang trombopoesis. Tempat pembuatan trombopoetin ini masih

belum diketahui jelas. (Suparman,1993; Drews dan Weinberger, 2000; Tambunan, 2001)

Kerusakan pada dinding pembuluh darah akan menyebabkan

penempelan platelet pada permukaan pembuluh darah yang rusak

tersebut. Platelet tersebut kemudian akan menarik platelet-platelet lain

untuk ikut menempel, sehingga membentuk platelet plug. Formasi ini

pada awalnya merupakan ikatan yang mudah lepas (loose plug),

namun cukup efektif untuk mencegah kehilangan darah apabila

kerusakan dinding pembuluh darah berukuran kecil. Kemudian,

4

Page 9: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

dengan adanya proses hemostasis selanjutnya, terbentuklah anyaman

fibrin. Anyaman ini akan mengikat kuat platelet plug pada dinding. (Guyton

dan Hall, 2006)

B. Hemostasis Sekunder

Proses koagulasi segera terjadi setelah reaksi adhesi dan agregasi

trombosit. Pada luka pembuluh darah yang sangat kecil tidak diperlukan

hemostasis sekunder. Proses koagulasi ini pada dasarnya dibagi atas 3

jalur: (Drews dan Weinberger, 2000; Tambunan,2001)

1. Jalur intrinsik: jalur ini dimulai dengan aktivasi faktor XII sampai

terbentuknya faktor X. Pada jalur ini proses koagulasi dimulai pada

terjadinya kontak antara faktor XII dengan jaringan kolagen atau

komponen subendotelial yang lain. Selanjutnya faktor XII aktif akan

mengubah faktor XI aktif menjadi faktor XI aktif. Kemudian faktor XI

aktif akan mengubah faktor IX menjadi faktor IX aktif. Akhirnya faktor IX

aktif bersama faktor VIIIc, faktor-3-trombosit (PF3), dan kalsium serum

mengubah faktor X menjadi faktor X aktif.

2. Jalur ekstrinsik: jalur ini dimulai dari aktivasi faktor VII sampai

terbentuknya fakktor X aktif. Jalur ini dimulai dengan tromboplastin

jaringan (suatu lipoprotein yang berasal dari sel yang rusak) akan

mengubah faktor VII menjadi faktor VII aktif. Faktor VII aktif ini secara

langsung dapat mengubah faktor X menjadi faktor X aktif.

3. Jalur bersama (common pathway): jalur ini mulai dari aktivasi faktor X

sampai terbentuknya fibrin yang stabil. Pada jalur ini faktor X aktif

bersama dengan PF3, faktor V dan kalsium serum akan mengubah

protrombin menjadi trombin. Selanjutnya trombin akan mengubah

fibrinogen menjadai fibrin dan fibrin ini diubah oleh faktor XIII menjadi

fibrin yang stabil dengan demikian terbentuklah gumpalan darah yang

stabil.

Perlu diketahui pula bahwa jalur intrinsik dan ekstrinsik itu saling

menunjang. Defisiensi salah satu faktor pada jalur intrinsik atau jalur

ekstrinsik mengakibatkan terjadinya diatesis hemoragik. (Levi dan Cate, 1999)

5

Page 10: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

Terhadap hemostasis sekunder ini ada suatu mekanisme kontrol khusus.

Walaupun hemostasis sekunder ini diperlukan untuk menghentikan

perdarahan namun proses koagulasi yang berlebihan akan

mengakibatkan terbentuknya trombosis yang kelebihan pula yang

menggangu lancarnya aliran darah. Untuk menghindari terjadinya

trombosis patologis ini, tubuh mempunyai mekanisme kontrol terhadap

proses koagulasi ini. (Drews dan Weinberger, 2000)

Ada dua mekanisme yang telah dikenal pada saat ini yaitu: (Lee dan Richard, 1993;

Tambunan, 2001)

1. Adanya inhibitor terhadap faktor-faktor pembekuan yang aktif itu. Salah

satu inhibitor terhadap faktor pembekuan aktif yang poten adalah

antitrombin-III. Antirombin-III ini menghambat faktor-faktor aktif seperti

trombin, faktor Xa, faktor VIIa, faktor IXa, faktor XIa dan faktor XIIa.

Dengan demikian koagulasi yang berlebihan dapat dihambat dan

trombosis berlebihan juga dapat dihambat.

2. Adanya clearance dari faktor-faktor aktif oleh sel-sel hati dan retikulo

endotelial. Dengan berkurangnya faktor-faktor aktif ini koagulasi yang

berlebihan juga dapat dihambat.

Gambar 1. Sistem Koagulasi, Inhibitor, dan Fibrinolisis

(Sumber : Sukrisman, 2006)

C. Proses Fibrinolisis

6

Page 11: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

Fibrinolisis adalah proses pelarutan fibrin secara enzimatik oleh

suatu zat yang dinamakan plasmin. Bagan proses ini dapat dilihat pada

gambar (1). (Suharti, 2006; Sukrisman, 2006)

Trombin berperan memecah fibrinogen menjadi fibrinopeptida A

dan B, serta menghasilkan fibrin monomer yang selanjutnya mengalami

polimerisasi membentuk fibrin polimer. Trombin dengan ion kalsium

selanjutnya mengaktifkan faktor XIII menjadi XIII aktif yang mengubah

fibrin polimer menjadi fibrin cross-linked. (Romero, 1983; Setiabudy dan Loho, 2007)

Gambar 2. Aktivitas Trombin

(Sumber: Guyton dan Hall, 2006)

Plasminogen disintesis oleh sel-sel hati. Salah satu aktivator

palsminogen dikeluarkan pula oleh sel-sel endotel yang rusak. Aktivator

tersebut mengubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin merupakan

enzim proteolitik yang dapat memecahkan fibrinogen/fibrin menjadi

fibrinogen/fibrin degradation product (FDP). Plasmin memecahkan

fibrinogen menjadi fragmen X dan selanjutnya menjadi fragmen Y dan

fragmen D. Fragmen Y dipecah lagi menjadi fragmen D dan E. Kerja

plasmin terhadap fibrin adalah pada fibrin yang mengalami cross-link

sehingga menghasikan D-dimer. (Setiabudy dan Loho, 2007) Plasmin inilah yang

menghidrolisis fibrinogen dan fibrin menjadi fibrin degradation product

(FDP). FDP sendiri mempunyai sifat antikoagulan dan dengan demikian

juga dapat menghambat proses koagulasi yang berlebihan. (Foley dan Strong, 1997)

7

Page 12: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

Kelebihan plasmin dapat dinetralisasi oleh antiplasmin yaitu suatu

glikoprotein yang tempat sintesisnya masih belum diketahui dengan jelas.

Dengan dilarutkannya fibrin ini maka hambatan aliran darah dapat

dicegah. (Levi dan Cate, 1999)

Gambar 3. Proses Pembentukan D-Dimer

(Sumber: Dowall, 2006)

D. Fungsi Hemostasis pada Kehamilan Normal

Selama kehamilan, baik proses koagulasi maupun fibrinolisis, terjadi

peningkatan namun keduanya masih seimbang. Hal ini ditujukan untuk

tetap menjaga hemostasis. Kedua proses tersebut akan lebih meningkat

pada kehamilan multifetus. Terjadinya aktivasi faktor-faktor koagulasi

tersebut termasuk peningkatan konsentrasi dari semua faktor pembekuan,

kecuali faktor XI dan XIII, dan peningkatan kadar kompleks high-

molecular-weight fibrinogen. Waktu pembekuan darah tidak berbeda

secara signifikan pada wanita yang hamil. Fibrinogen plasma (faktor I)

pada wanita yang tidak hamil kadarnya sekitar 300 mg/dL dan nilai rujukan

normalnya 200 – 400 mg/dL. Selama kehamilan, kadar fibrinogen

meningkat hingga 50% pada akhir kehamilan, dengan nilai rujukan

8

Page 13: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

normalnya 300 – 600 mg/dL. Persentase high-molecular-weight fibrinogen

tidak berubah. Hal-hal tersebut berperan besar terhadap peningkatan

erythrocyte sedimentation rate. Perubahan karena kehamilan ini bisa

didapatkan juga pada pemberian tablet kontrasepsi estrogen plus

progestin pada wanita yang tidak hamil. (Cunningham et al, 2010)

Tabel 1. Perubahan Hemostasis dalam Kehamilan

(Sumber: Cunningham et al, 2010)

Hasil akhir dari kaskade koagulasi adalah pembentukan formasi

fibrin, dan fungsi utama dari sistem fibrinolitik adalah untuk membuang

kelebihan fibrin. Tissue plasminogen activator (tPA) mengubah

plasminogen menjadi plasmin, menyebabkan proses fibrinolisis berjalan

dan menghasilkan fibrin degradation product (FDP) seperti D-dimer.

Penelitian mengenai sistem fibrinolisis pada kehamilan menghasilkan

kesimpulan yang saling bertentangan. Walaupun demikian, sebagian

besar menyimpulkan bahwa aktivitas fibrinolisis menurun pada saat

kehamilan. Sebagai contoh, aktivitas tPA secara bertahap menurun

selama kehamilan. Terlebih lagi, plasminogen activator inhibitor type 1

(PAI-1) dan type 2 (PAI-2), yang menghambat tPA dan mengatur

degradasi fibrin melalui plasmin, kadarnya meningkat selama kehamilan.

Holmes dan Wallace (2005) dalam penelitiannya menyimpulkan

perubahan tersebut, dimana terlihat bahwa sistem fibrinolisis terganggu, 9

Page 14: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

diimbangi oleh peningkatan kadar plasminogen dan penurunan kadar

inhibitor plasmin lainnya, α2 antiplasmin. Perubahan-perubahan ini

menjaga keseimbangan hemostatik selama kehamilan. (Cunningham et al, 2010)

Jumlah trombosit selama kehamilan juga mengalami perubahan.

Dalam penelitian terhadap 7000 wanita sehat yang hamil aterm, Boehlen

bersama rekannya (2000) menemukan bahwa rata-rata jumlah trombosit

sedikit menurun selama kehamilan menjadi 213.000 /mm3 dibandingkan

dengan 250.000 /mm3 pada wanita yang tidak hamil. Mereka

mendefinisikan kondisi trombositopenia apabila jumlahnya di bawah 2.5

persentil, yaitu kurang dari 116.000 /mm3. Penurunan konsentrasi

trombosit ini sebagian dikarenakan oleh hemodilusi. Namun

bagaimanapun juga, penurunan ini juga dikarenakan peningkatan

konsumsi trombosit, sehingga lebih banyak terdapat trombosit muda yang

berukuran lebih besar. Penelitian yang mendukung konsep ini

dikemukakan oleh Hayashi bersama rekan (2002) dimana mereka

menemukan saat awal pertengahan usia kehamilan, produksi tromboksan

A2, yang memicu adanya agregasi trombosit, meningkat secara progresif.(Cunningham et al, 2010)

Koagulasi memiliki beberapa inhibitor alami, yaitu protein C, S, dan

Z, serta antitrombin. Kekurangan protein regulator alami tersebut baik

secara herediter maupun didapat, seringkali menyebabkan tromboemboli

saat kehamilan. (Cunningham et al, 2010)

Protein C teraktivasi, bersama dengan kofaktor protein S dan faktor

V, berfungsi sebagai antikoagulan dengan cara menetralisasi faktor

prokoagulan Va dan faktor VIIIa. Pada saat bersamaan, resistensi

terhadap protein C teraktivasi meningkat secara progresif dan

berhubungan dengan penurunan protein S bebas dan peningkatan faktor

VIII. Antara trimester pertama dan ketiga, kadar protein C teraktivasi

menurun dari 2.4 menjadi 1.9 U/ml, dan protein S bebas menurun dari 0.4

menjadi 0.16 U/ml. Kontrasepsi oral juga menurunkan kadar protein S

bebas. Protein Z adalah glikoprotein-tergantung-vitamin K (vitamin-K

dependent glycoprotein) yang menghambat aktivasi faktor X. Quack

Loetscher beserta rekan (2005) melaporkan peningkatan protein tersebut

10

Page 15: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

sebanyak 20% selama kehamilan. Kadar antitrombin relatif konstan

selama kehamilan dan awal nifas. (Cunningham et al, 2010)

11

Page 16: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

BAB III

KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

Koagulasi intravaskular diseminata (KID) merupakan kondisi patologis

terjadinya aktivasi koagulasi di dalam pembuluh darah secara luas dan terus

menerus yang mengakibatkan terbentuknya deposit fibrin dalam pembuluh

darah dan mikrovaskular. Proses tersebut menjadikan aliran darah terganggu

sehingga terjadi kerusakan pada banyak organ tubuh. Pada saat yang

bersamaan, terjadi pemakaian trombosit dan protein dari faktor-faktor

pembekuan sehingga terjadi perdarahan. (Hambleton et al, 2002)

Pada KID terdapat koagulasi yang berlebihan dan melampaui batas

oleh karena lepasnya tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Hal ini

menyebabkan konsumsi faktor koagulasi berlebihan, menurunkan kadar

faktor pembekuan, sehingga terjadi kecenderungan untuk berdarah. Sebagai

respon terhadap koagulasi yang luas dan penumpukan fibrin pada

mikrovaskular, proses fibrinolisis menjadi teraktivasi. Ini meliputi perubahan

plasminogen menjadi plasmin, yang memecah fibrin menjadi fibrin

degradation products (FDP). FDP mempunyai sifat antikoagulan,

menghambat fungsi trombosit dan kerja trombin, sehingga memperburuk

kelainan koagulasi. (SOGC, 2001) KID ditandai dengan proses aktivasi dari sistem

koagulasi yang menyeluruh yang menyebabkan pembentukan fibrin di dalam

pembuluh darah sehingga terjadi oklusi trombotik di dalam pembuluh darah

berukuran sedang dan kecil. Proses tersebut menjadikan aliran darah

terganggu sehingga terjadi kerusakan pada banyak organ tubuh. Pada saat

yang bersamaan, terjadi pemakaian trombosit dan protein dari faktor-faktor

pembekuan sehingga terjadi perdarahan. (Kusuma dan Schulz, 2009)

Banyak penyakit yang dapat mencetuskan terjadinya sindroma ini

sehingga menimbulkan gejala klinis yang bervariasi tergantung penyakit

dasarnya. Oleh karena itu banyak istilah yang dipakai untuk sindroma ini,

yaitu koagulopati konsumtif, sindroma defibrinasi, sindroma hiperfibrinolisis,

dan sindroma trombohemoragik. (Miller dan Hanretty, 1997; Sukrisman, 2006) Namun demikian,

12

Page 17: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

istilah koagulasi intravaskular diseminata dirasa lebih mewakili sindroma

tersebut karena kata koagulasi mencakup proses perdarahan dan trombosis. (Ho et al, 2005)

KID merupakan keadaan yang termasuk dalam kategori kedaruratan

medik, sehingga memerlukan tindakan medis dan penanganan segera.

Tindakan dan penanganan yang diberikan tergantung dari patofisiologi

penyakit yang mendasarinya, apakah terjadi secara akut atau memang sudah

ada penyakit yang sudah lama diderita. Namun yang utama dalam

memberikan penanganan tersebut adalah mengetahui proses patologi KID itu

sendiri, sepeti telah disebutkan sebelumnya, yakni terjadinya proses

trombosis mikrovaskular dan kemungkinan terjadi perdarahan (diatesa

hemoragik) secara bersamaan. (Kusuma dan Schulz, 2009)

Tanda-tanda yang dapat dilihat pada penderita KID yang disertai

dengan perdarahan misalnya: petekie, ekimosis, hematuria, melena,

epistaksis, hemoptisis, perdarahan gusi, penurunan kesadaran hingga terjadi

koma yang disebabkan oleh perdarahan otak. Sementara tanda-tanda yang

dapat dilihat pada trombosis mikrovaskular adalah gangguan aliran darah

yang mengakibatkan terjadi iskemia pada organ dan berakibat pada

kegagalan fungsi organ tersebut, seperti: gagal ginjal akut, gagal nafas akut,

iskemia fokal, gangren pada kulit. (Kusuma dan Schulz, 2009)

Berikut ini adalah kondisi klinik yang dapat menyebabkan terjadinya

KID: (Guidelines DIC, 2009; Kusuma dan Schulz, 2009) 1. Sepsis2. Trauma : Cedera jaringan berat, cedera kepala, emboli lemak3. Kanker : Myeloproliferative disorder, tumor padat4. Komplikasi Obstetrik : Emboli cairan amnion, abruptio placentae,

preeclampsia/eklampsia, abortus5. Kelainan pembuluh darah : Giant hemangioma, aneurisma aorta6. Reaksi terhadap toksin7. Gagal hepar berat8. Kelainan Imunologik : Reaksi alergi yang berat, reaksi hemolitik pada

transfuse, rejeksi pada transplant, gigitan ular

13

Page 18: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

MASSIVE TRAUMABURNS

GIANTHEMANGIOMAS

MASSIVEENDOTHELIALCELL INJURY

OR ACTIVATION

ABRUTIOPLACENTAE

INTRAUTERINEFETAL DEATH

PROMYELOCYTICLEULEMIA

AMNIOTIC FLUIDEMBOLISM

NEOPLASMS

ENDOTOXINS

SNAKE VENOMS

TISSUEINJURY

TissueFactor

PlateletAdhesion &aggregation

Contactactivation

PlateletFactor 3

X

XII

XI

IX

VIII

V

Prothrombin

Fibrinogen

Fibrin

Gambar 4. Kondisi Klinik yang dapat Menyebabkan KID

(Sumber: Lee dan Richard, 1993)

A. Patogenesis

Pada pasien dengan KID, terjadi pembentukan fibrin oleh trombin

yang diaktivasi oleh faktor jaringan. Faktor jaringan, berupa sel

mononuklear dan sel endotel yang teraktivasi, mengaktivasi faktor VII.

Kompleks antara faktor jaringan dan faktor VII yang teraktivasi tersebut

14

Page 19: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

akan mengaktivasi faktor X baik secara langsung maupun tidak langsung

dengan cara mengaktivasi faktor IX dan VIII. Faktor X yang teraktivasi

bersama dengan faktor V akan mengubah protrombin menjadi trombin. Di

saat yang bersamaan terjadi konsumsi faktor antikoagulan seperti

antitrombin III, protein C dan jalur penghambat-faktor jaringan,

mengakibatkan kurangnya faktor-faktor tersebut. (Kusuma dan Schulz, 2009)

Patogenesis terjadinya KID meliputi peningkatan pembentukan

trombin, penurunan mekanisme fisiologis antikoagulan, dan terhambatnya

proses fibrinolisis. Antikoagulan fisiologis meliputi antitrombin III, protein C

dan TFPI (tissue factor pathway inhibitor). Pada KID kadar antitrombin III,

yang merupakan inhibitor trombin utama menurun sebagai respon

terhadap proses koagulasi yang sedang berlangsung, degradasi oleh

elastase yang dikeluarkan oleh neutrofil aktif, dan gangguan sintesis

antitrombin III. (Foley dan Strong, 1997)

Pembentukan fibrin yang terjadi tidak diimbangi dengan

penghancuran fibrin yang adekuat, karena sistem fibrinolisis endogen

(plasmin) tertekan oleh penghambat-aktivasi plasminogen tipe 1 yang

kadarnya tinggi di dalam plasma menghambat pembentukan plasmin dari

plasminogen. Kombinasi antara meningkatnya pembentukan fibrin dan

tidak adekuatnya penghancuran fibrin menyebabkan terjadinya trombosis

intravaskular yang menyeluruh. (Kusuma dan Schulz, 2009)

Penurunan fungsi sistem protein C disebabkan oleh penurunan

aktifitas trombomodulin, penurunan kadar fraksi bebas protein S (kofaktor

esensial protein C), disamping penurunan sintesis. Penurunan aktivitas

fibrinolitik diperantarai oleh peningkatan inhibitor aktivator plasminogen

tipe 1, penghambat utama sistem fibrinolitik, dan penelitian klinik

menunjukkan meskipun terdapat aktivitas fibrinolitik, pada KID aktivitasnya

terlalu lemah dibandingkan aktivitas pembentukan fibrin. (Levi dan Cate,1999)

B. Gambaran Klinik

Manifestasi klinik yang terjadi berupa kelainan akibat KID, penyakit

dasar, atau keduanya. Pasien datang dengan gejala dan simptom akibat

sekunder kerusakan organ yaitu trombosis mikrovaskular atau sebagai

15

Page 20: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

tendensi perdarahan. Pola yang sering dari KID sesuai dengan

karakteristik penyakit sistemik yang mendasari. Sebagai contoh, pasien

dengan keganasan terjadi peningkatan risiko tromboemboli dan KID

kronik derajat rendah. Sebaliknya pada pasien sepsis atau pada wanita

dengan solusio plasenta atau emboli cairan amnion lebih menunjukkan

gejala akut, KID berat dan diatesis perdarahan. Evaluasi pasien dengan

kedua manifestasi trombosis atau perdarahan adalah sangat penting. (Hilman et al, 2005; Kusuma dan Schulzt, 2009) Manifestasi klinik tergantung kepada proses

proteolitik yang dominan (koagulasi atau fibrinolisis). Faktor penting yang

menentukan gejala klinik, termasuk besar dan lamanya cetusan

rangsangan, kemampuan fungsi retikuloendotelial terutama hati

memproduksi faktor koagulasi, perubahan aktivitas faktor-faktor koagulasi,

fibrinogen/fibrin, kompleks imun, kemampuan sumsum tulang

memproduksi trombosit. (Lazarchick, 2002)

1. Koagulasi Intravaskular Diseminata Akut

Perdarahan merupakan manifestasi klinik yang hampir selalu

terjadi. Secara umum ekimosis, petekie, dan perdarahan dari tempat

punksi vena yang sebelumnya intak atau sekitar jarum intravena, atau

kateter pasien. Perdarahan pada gingiva, epistaksis, perdarahan

gastrointestinal, perdarahan paru, dan hematuria dapat terjadi. Jika

pasien sedang menjalani operasi terjadi perdarahan pada luka sayatan

operasi. (Labelle dan Kitchens, 2005; Nash et al, 2005)

Oklusi trombosis terjadi sebagai akibat mikrotrombi dari fibrin

dan trombosit yang menyumbat mikrosikulasi dari organ. Trombi

terbentuk pada sirkulasi atau in situ pada arteriol, kapiler dan venula.

Obstruksi sirkulasi mengakibatkan hipoperfusi ke organ dan

menimbulkan iskemik, infark, dan nekrosis organ. Prosesnya terjadi

menyeluruh sepanjang mikrosirkulasi sehingga semua organ

berpotensi untuk terkena. (Hambleton et al, 2002)

Disfungsi ginjal pada pasien KID penyebabnya sering

multifaktorial, biasanya dihubungkan dengan komplikasi KID dan

16

Page 21: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

hipovolemia yang mengakibatkan azotemia pre renal. Kejadian gagal

ginjal yang terjadi adalah berupa nekrosis tubular akut. (Nash et al, 2005)

Disfungsi serebral terjadi lebih sering sebagai manifestasi

perubahan nonspesifik seperti gangguan kesadaran, kejang, koma,

daripada lesi fokal. Lesi patologik mempengaruhi fungsi serebral,

termasuk oklusi pembuluh darah besar, perdarahan subarakhnoid,

perdarahan korteks multipel, dan batang otak mengikuti oklusi

mikrovaskular. (Marder et al, 2006)

2. Koagulasi Intravaskular Diseminata Kronik

Koagulasi intravaskular diseminata kronik dikenal juga sebagai

KID kompensata, akibat aktivitas stimulus yang lemah persisten dan

intermiten. Pada KID kronis gejala yang muncul ringan. Hal ini terjadi

karena mekanisme kompensasi tubuh mampu mengatasi peningkatan

pemakaian faktor koagulasi dan trombosis. Pada kondisi ini kelainan

laboratorium sudah mulai ditemukan. (Setiabudy, 2007; Somashekhar, 2008)

Pada ekstremitas terjadi ekimosis superfisial tapi luas, sering

tanpa ptekie, dapat berkembang secara intermiten atau persisten.

Episode yang berulang dari epistaksis atau menjadi perdarahan

mukosa yang serius terjadi pada kelainan ini. Tromboplebitis dapat

terjadi pada lokasi yang tidak biasa seperti pada vena axilaris, dan

dapat terjadi berulang setelah penghentian terapi antikoagulan. (Rodgers,

2004)

Koagulasi intravaskular kronik terjadi pada retensi janin mati,

karsinomatosis, penyakit hati, aneurisma atau hemangioma, hematom

hepar, hematom subdural, dan post biopsi hematom renal. (Somashekhar,

2008)

C. Gambaran Laboratorium

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoriumnya Owen dkk (1973)

dan Cooper dkk (1974) membagi KID dalam tiga tipe, yaitu: (Lazarchick, 2002;

Setiabudy, 2007)

17

Page 22: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

1. Dekompensata

Ditandai dengan keadaan deplesi yaitu turunnya jumlah trombosit,

faktor V, faktor VIII, dan meningginya FDP disertai tes protamin dan

etanol glasial yang positif.

2. Kompensata

Semua kriteria diatas terpenuhi, tetapi salah satu faktor pembekuan

yang seharusnya turun didapati normal. Hal ini terjadi akibat

kompensasi tubuh terhadap berkurangnya faktor tersebut. Nilai yang

tersering normal didapat pada fibrinogen, faktor VIII, atau trombosit.

3. Over kompensata

Pada keadaan ini terjadi reaksi kompensasi yang berlebihan terhadap

proses KID yang berlangsung, sehingga didapat paling sedikit satu

faktor berikut kadarnya meninggi yaitu fibrinogen, faktor V, faktor VIII,

atau trombosit.

D. Diagnosis

Diagnosis KID tidak dapat ditegakan hanya berdasarkan satu tes

laboratorium, karena itu biasanya digunakan beberapa hasil pemeriksaan

laboratorium yang dilakukan berdasarkan kondisi klinik pasien. Dalam

praktik klinik diagnosis KID dapat ditentukan atas dasar temuan sebagai

berikut: (Sukrisman, 2006)

1. Adanya penyakit yang mendasari terjadinya KID.

2. Pemeriksaan trombosit kurang dari 100.000/mm³.

3. Pemanjangan waktu pembekuan (PT, APTT).

4. Adanya hasil degradasi fibrin di dalam plasma (ditandai dengan

peningkatan D-dimer).

5. Rendahnya kadar penghambat koagulasi (Antitrombin III)

Rendahnya trombosit pada KID menandakan adanya aktivasi

trombin yang terinduksi dan penggunaan trombosit. Memanjangnya waktu

pembekuan menandakan menurunnya jumlah faktor pembekuan yang

18

Page 23: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

tersedia seperti vitamin K. Pemeriksaan kadar penghambat pembekuan

(AT III atau protein C) berguna untuk memberikan informasi prognostik.

Pemeriksaan hasil degradasi fibrin seperti D-dimer, akan membantu untuk

membedakan KID dengan kondisi lain yang memiliki gejala serupa,

pemanjangan waktu pembekuan dan turunnya trombosit, seperti pada

penyakit hati kronik. (Sukrisman, 2006)

Pada KID berat semua hasil laboratorium untuk menilai fungsi

koagulasi dan fibrinolisis menjadi abnormal, sedangkan pada kasus yang

lebih ringan hasilnya bervariasi. Uji laboratorium untuk diagnosis KID

terdiri atas uji tapis dan uji penentu. Uji tapis meliputi hitung trombosit,

prothrombin time (PT), partial thromboplastin time, masa trombin,

fibrinogen, sedangkan uji penentu adalah pemeriksaan fibrin monomer

terlarut (soluble fibrin monomer), D-dimer, fibrin degradation product dan

anti trombin. Dalam pertemuan Scientific and Standardization Comittee

International Society on Thrombosis and Haemostasis ke-47, Juli 2001 di

Paris disusun sistem skor untuk KID. (Tambunan, 2006)

Tabel 2. Sistem Skor untuk KID

1. Penilaian resiko : Apakah terdapat kelainan dasar / etiologi yang berkaitan dengan KID? (jika tidak, penilaian tidak dilanjutkan)

2. Uji koagulasi : hitung trombosit, protrombin time, fibrinogen, FDP / D-dimer

SkorTrombosit

> 100.000 / mm3 : 050.000 – 100.000 / mm3 : 1< 50.000 /mm3 : 2

Peningkatan FDPTidak meningkat : 0500 – 1000 μg/L : meningkat sedang : 2> 1000 μg/L : meningkat kuat : 3

Pemanjangan prothrombin time (PT)< 3 detik : 04 – 6 detik : 1> 6 detik : 2

19

Page 24: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

Fibrinogen > 100 mg/dl : 0 < 100 mg/dl : 1

3. Jumlah skor ≥ 5 sesuai KID, skor diulang tiap hari Jumlah skor < 5 sugestif KID, skor diulang dalam 1-2 hari

(Sumber: Tambunan, 2006)

Angka trombosit rendah, atau turun sangat rendah, hal ini

disebabkan kadar faktor VII dari sel endotelial sering meningkat. Partial

thromboplastin time bervariasi dan mungkin hanya memanjang pada

proses akhir, ketika faktor pembekuan turun sangat rendah. Prothrombin

time menjadi memanjang, oleh karena hampir semua faktor koagulasi

ekstrinsik turun (terutama II, V, VII, dan X). (Foley dan Strong, 1997) Thrombin time

biasanya memanjang. Kadar fibrinogen pada kondisi kehamilan normal

meningkat 400 – 650 mg/dl, pada KID kadarnya turun seperti pada kadar

normal orang tidak hamil. Pada KID berat kadar fibrinogen biasanya

kurang dari 150 mg/dl. Kadar FDP 80 ë/ml mendukung diagnosis KID,

kadar ini akan menetap tinggi selama 24 – 48 jam setelah KID terkontrol.

Sediaan apus darah akan menunjukkan bentuk abnormal, dan sel darah

merah yang pecah (Schistocytes), yang terbentuk akibat melalui lubang

fibrin pada kapiler yang tersumbat. (Sukrisman, 2006)

Kriteria minimal untuk diagnosis KID adalah didapatkan keadaan

atau gambaran klinik yang dapat menyebabkan KID dengan manifestasi

perdarahan, tromboemboli atau keduanya, disertai dengan pemeriksaan

laboratorium trombositopenia dan gambaran eritrosit sel Burr atau D-dimer

positif. Jika fasilitas laboratorium memungkinkan dapat digunakan kriteria

menurut Bick atau berdasarkan skor KID dari ISTH 2001. Kriteria

laboratorium KID menurut Konsensus Nasional Tatalaksana KID pada

Sepsis tahun 2001: (Sukrisman, 2006)

1. Hitung trombosit: trombositopeni pada 98% KID

2. PT: memanjang pada 50 – 70% KID

3. APTT: memanjang pada 50 – 60% KID

4. Masa trombin : memanjang

20

Page 25: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

5. Fibrinogen

6. sFM (soluble fibrin monomer)

7. D-dimer: meningkat

8. FDP: meningkat

9. Antitrombin: menurun

Kriteria Laboratorium KID menurut Bick: (Sukrisman, 2006)

1. Aktivasi prokoagualan: PF1+2, TAT, D-dimer, fibrinopeptide

2. Aktivasi fibrinolitik: D-dimer, FDP, plasmin, PAP

3. Konsumsi inhibitor: AT III, TAT, PAP, Protein C & S

4. Kerusakan/kegagalan organ: LDH, kreatinin, pH, pO2

21

Page 26: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

BAB IV

KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA PADA

KOMPLIKASI OBSTETRI

Komplikasi obstetri dapat menimbulkan KID baik akut maupun kronik.

Beberapa komplikasi obstetri yang menyebabkan KID akut dapat terjadi pada

solusio plasenta, emboli cairan amnion, dan sindrom HELLP, sedangkan

yang kronik dapat terjadi pada retensi janin mati intrauterin. (Selighson dan Hoot, 2004)

Pada kasus obstetri KID selalu merupakan akibat adanya proses yang

lain. Aktifasi sistem koagulasi terjadi dengan cara: (Miller dan Hanretty, 1997)

1. Pelepasan sistem tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal dari plasenta

dan jaringan desidua. Mekanisme ini terjadi secara cepat pada kasus

solusio plasenta, emboli air ketuban, ruptur uteri, dan terjadi secara

perlahan dan membahayakan pada kasus IUFD dan missed abortion.

2. Kerusakan pada sel endotelial membuka kolagen utama ke dalam plasma

dan mengaktifkan faktor koagulasi. Eklampsia dan preeklampsia termasuk

dalam kategori ini.

3. Kerusakan pada sel darah merah dan trombosit melepaskan pospolipid.

Hal ini terjadi pada reaksi transfusi.

Kesalahan memperkirakan jumlah perdarahan pada persalinan dengan

cairan pengganti yang tidak adekuat dengan kristaloid atau koloid

menyebabkan terjadinya vasospasme, menyebabkan kerusakan endotel, dan

memicu terjadinya KID. Hipotensi menurunkan perfusi sehingga terjadi

hipoksia lokal dan asidosis pada tingkat jaringan memicu terjadinya KID. KID

bisa dihindari dengan mengganti cairan yang cukup, meskipun pada anemia

yang berat. (Foley dan Strong, 1997)

Gambaran klinis KID pada kehamilan seringkali gejala dan tanda

komplikasi obstetri yang mendasari terjadinya KID. Manifestasi perdarahan

yang muncul bisa berupa hematom, purpura, epistaksis, bekas injeksi yang

22

Page 27: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

berdarah, atau yang lebih dramatis terjadinya perdarahan aktif dari luka

operasi dan perdarahan post partum. Perdarahan bisa berupa hematuria,

perdarahan gastrointestinal, intrakranial dan internal bleeding. (Miller dan Hanretty, 1997)

Gejala sisa adanya trombosis jarang ada pada KID yang terjadi secara akut,

gejala lebih banyak ditutupi oleh kecenderungan terjadinya perdarahan.

Manifestasi adanya trombosis adalah disfungsi ginjal, hepar, dan paru. (Kusuma

dan Schulz, 2009)

A. Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Solusio Plasenta

Plasenta merupakan organ yang kaya dengan

tromboplastin /Tissue Factor (TF). (Liebman dan Weitz, 2004) Pada saat plasenta

terlepas, terjadi perdarahan retroplasenta. Hematom retroplasenta yang

terbentuk mengakibatkan pelepasan tromboplastin ke dalam pembuluh

darah ibu, yang dapat mengaktifkan faktor koagulasi. Jika aktivasi faktor

koagulasi terjadi berlebihan maka akan menimbulkan KID. Terjadinya KID

pada solusio plasenta adalah dengan masuknya tromboplastin yang

terdapat pada plasenta yang terlepas ke sirkulasi darah ibu mengaktifkan

faktor VII sehingga terjadi aktivasi koagulasi jalur ekstrinsik. (Selighson dan Hoot,

2004)

Selama terjadi proses koagulasi, trombin banyak terbentuk,

sehingga terjadi peningkatan perubahan fibrinogen menjadi fibrin oleh

trombin, akibatnya berkurang fibrinogen dalam sirkulasi dan terjadi kondisi

hipofibrinogenemia. Pada saat terbentuknya bekuan retroplasenta faktor

koagulasi banyak terpakai, sehingga juga menimbulkan kondisi

hipofibrinogenemia. (Cunningham et al, 2010)

Koagulopati kemungkinan lebih sering pada solusio yang

tersembunyi karena tekanan intrauterin lebih tinggi, sehingga lebih banyak

tromboplastin masuk ke sistem vena ibu. Pada kasus dengan janin masih

bertahan, defek koagulopati berat jarang terlihat. Suatu penelitian

menunjukkan jika terjadi perkembangan koagulopati yang berat, gambaran

solusio plasenta jelas terlihat. Dengan solusio plasenta berat akan

menyebabkan kematian janin, yang ditemukan peningkatan kadar FDP

23

Page 28: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

dan D-dimer pada serum ibu. Kadar faktor koagulasi menurun karena

terpakai. (DeCherney et al, 2006)

B. Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Emboli Cairan Amnion

Emboli cairan amnion hampir selalu dihubungkan dengan KID.

Etiologi koagulopati dihubungkan dengan emboli cairan amnion belum

diketahui secara jelas. (DeCherney et al, 2006) Pada emboli cairan amnion pencetus

timbulnya KID kemungkinan adalah substansi yang ada pada cairan

amnion yang berefek sebagai tromboplastin. Cairan amnion saja tidak

berefek sebagai tromboplastin, tetapi substansi yang terdapat di dalamnya

seperti verniks kaseosa, lanugo, debris janin yang masuk ke sirkulasi ibu

berperan sebagai TF merangsang aktivasi faktor koagulasi jalur ekstrinsik.

Sejumlah besar partikel masuk ke sirkulasi secara mendadak. Cairan

amnion mengandung plasminogen proaktivator dengan konsentrasi tinggi,

tetapi kurang plasminogen aktivator inhibitor. Obstruksi mekanik

pembuluh darah paru oleh debris janin, mekonium, dan bahan partikel lain

pada cairan amnion meningkatkan pembentukan trombus trombosit-fibrin

lokal dan proses fibrinolisis. Diagnosis koagulopati bermakna dengan

adanya hipofibrinemia, waktu pembekuan memanjang, peningkatan FDP,

dan hemolisis mikroangiopati. (Selighson dan Hoots, 2004)

C. Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Sindrom HELLP

Kerusakan endotel pembuluh darah dan aktivasi trombosit,

hemolisis dan kerusakan hati merupakan gambaran patofisiologi dasar

dari sindrom HELLP, masing-masing menjadi predisposisi terjadi KID.

Patofisiologi sindrom HELLP menimbulkan KID adalah akibat kerusakan

endotel, yang mengaktifkan faktor koagulasi (melalui jalur intrinsik) dan

meningkatkan pemakaian trombosit. (Selighson dan Hoots, 2004)

Pada studi cohort retrospektif 38% kehamilan dengan sindrom

HELLP berkembang jadi KID dengan jumlah trombosit <100.000/mm3,

fibrinogen serum menurun < 3 g/L, kadar FDP >40 µg/dl. Konsentrasi

antitrombin menurun karena disfungsi hepar sehingga sintesisnya

24

Page 29: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

menurun, dan meningkatnya pemakaian akibat proses koagulasi yang

terus menerus. (Haram et al, 2009)

Koagulasi intravaskular diseminata bukanlah merupakan bentuk

lain dari sindrom HELLP, meskipun sama-sama menimbulkan anemia

hemolitik mikroangiopati, namun terdapat perbedaan yang bermakna

diantara keduanya. Pada sindrom HELLP ditemukan nilai normal

pemeriksaan Prothrombin Time (PT), Activated Partial Thromboplastin

Time (APTT), dan kadar fibrinogen, tetapi pada KID ditemukan PT dan

APTT memanjang dan fibrinogen menurun. Penilaian penanda yang lebih

sensitif pada KID adalah seperti plasminogen, fibrin monomer, D-dimer,

fibrinopeptida A, antitrombin III, alfa-2 antiplasmin, ditemukan nilai berbeda

antara KID dan sindrom HELLP. (Pokharel et al, 2008)

D. Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Missed Abortion

Mekanisme yang mencetuskan timbulnya KID pada sindrom ini

adalah pelepasan faktor jaringan (TF) dari janin mati yang memasuki

sirkulasi darah ibu yang semakin hari semakin meningkat. Prosesnya

berlangsung lambat dan kronik yang mengakibatkan penurunan faktor

koagulasi secara bertahap. Sindrom janin mati terjadi jika konsentrasi

fibrinogen turun di bawah normal pada kehamilan saat janin mati dalam

uterus. Sindrom ini berkembang lambat, terkompensasi atau dalam bentuk

KID derajat rendah. Insidensi meningkat dengan lamanya janin tertahan

dalam uterus selama lima minggu atau lebih. (Rodgers, 2004)

Koagulopati terjadi dengan pelepasan secara lambat faktor jaringan

dari unit fetoplasenta ke sirkulasi ibu. Aktivasi jalur ekstrinsik dari

koagulasi menimbulkan pembentukan trombin yang berlebihan sebagai

kondisi yang mendasari KID. Proses patologi ini diawali dengan derajat

rendah, kemudian berkembang lebih berat dan pembentukan trombin

terus menerus yang dapat mengubah KID kompensata menjadi kondisi

dekompensata. (Romero, 1983)

Kejadian KID berhubungan dengan lamanya kematian janin

tertahan pada kavum uteri. Penelitian Pritcard lebih dari 100 pasien yang

janinnya mati lebih dari satu minggu tidak ditemukan penurunan

25

Page 30: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

fibrinogen <150 mg/dl. Dengan kematian lebih dari 5 minggu, sepertiga

dari pasien memiliki konsentrasi fibrinogen <150 mg/dl. (Romero,1983)

26

Page 31: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

BAB V

MANAJEMEN KID PADA KEHAMILAN

Pada kehamilan KID berlangsung sangat cepat. Terapi harus

diutamakan. Proses dan perkembangan KID sangat dinamis sehingga hasil

laboratorium mungkin tidak menggambarkan situasi yang sebenarnya.

Namun ini tidak berarti tidak harus mengikuti hasil laboratorium dan

pertolongan dari ahli hematologi bila memang tersedia. Bagaimanapun tanpa

hasil hematologi yang lengkap, harus punya rencana manajemen yang dapat

mengatasi masalah yang bisa menimbulkan komplikasi yang membahayakan. (Kusuma dan Schulz, 2009)

Prinsip utama dalam penanganan KID adalah mengatasi penyakit

dasar (underlying disease) dari KID tersebut. Semakin cepat penyakit dasar

diatasi maka kemungkinan KID teratasi juga akan semakin besar. Apabila

infeksi merupakan penyakit dasar dari KID, pemberian antibiotik yang tepat

merupakan terapi utama. Pada kasus dimana masalah obstetri merupakan

kausa dari KID, manajemen yang utama adalah dengan jalan melahirkan

produk kehamilan, (Ho et al, 2005) kemudian dilanjutkan dengan menjaga perfusi

organ. (Foley dan Strong,1997)

Pada pasien yang direncanakan dilakukan terminasi secara seksio

sesarea pada kondisi trombositopeni berat terdapat beberapa saran. Jika

secara klinis terdapat tanda-tanda perdarahan nyata dilakukan insisi linea

mediana, namun jika tidak dapat dilakukan insisi pfanensteal, penggunaan

kauter boleh dilakukan lebih bebas, tutup uterus dengan 2 lapis, membiarkan

plika vesikouterina tetap terbuka, peritoneum ditutup untuk mencegah

perdarahan dari pembuluh darah yang kadang tidak terlihat dan memberikan

tempat untuk pemasangan drain, pemakaian skin staples, tutup luka dengan

balut tekan pada tempat insisi. Selain hal diatas Sibai menambahkan

perlunya dipilih anestesi secara general anestesi, pemberian trombosit 10 unit

sebelum operasi bila angka trombosit <50.000/µL, penutupan luka secara

sekunder atau pemasangan drain subkutan, transfusi diberikan sesuai

27

Page 32: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

kebutuhan dan monitoring intensif dilakukan selama 48 jam sesudah

persalinan. (Foley dan Strong, 1997)

Pada pasien dimana penyebab dan gejala KID adalah perdarahan,

perfusi organ merupakan hal yang sangat penting, infus cepat dengan ringer

laktat atau NaCl, dan mengganti perdarahan dengan whole blood. Fresh

whole blood merupakan yang terbaik karena mengandung faktor koagulasi

dan trombosit. Oksigenasi dengan sungkup atau intubasi endotracheal

diberikan untuk mencapai oksigenasi arterial yang memuaskan. Monitoring

dengan pemasangan CVP untuk menjaga produksi urin 30-60 ml/jam dan

hematokrit >30%. (SOGC, 2001) Penggantian faktor koagulasi sebaiknya dilakukan

oleh ahli hematologi. Fresh frozen plasma (FFP) mengganti hampir semua

faktor pembekuan dan mempunyai risiko paling rendah menularkan hepatitis.

Satu unit diberikan setelah 4-6 unit whole blood, dilanjutkan 1 unit tiap 2 unit

whole blood yang diperlukan. FFP diberikan dengan indikasi perdarahan

masif, defisiensi faktor koagulasi tertentu, melawan pemberian warfarin

sebelumnya, defisiensi antitrombin III, imunodefisiensi dan purpura

trombositopeni. (Cunninghum FG et al, 2010) FFP diberikan bila prothrombin time lebih

dari 1,5 kali nilai kontrol normal. Tujuan transfusi FFP sampai menjaga angka

prothrombin time dalam selisih 2-3 detik dari kontrol FFP mengandung semua

faktor koagulan, tidak mengandung trombosit. (Miller dan Hanretty, 1997)

Cryoprecipitates mungkin diperlukan bila fibrinogen sangat rendah

(fibrinogen <100 mg/dl). Sepuluh unit cryopresipitat biasanya diberikan

sesudah pemberian 2-3 unit plasma. (Foley dan Strong, 1997) Cryopresipitates

mengandung fibrinogen, faktor VIII, XIII. (Miller dan Hanretty, 1997) Trombosit dapat

ditransfusi pada kondisi trombositopenia berat, dimana satu unit dapat

menaikkan angka trombosit 5.000 /µL – 10.000/µL. Transfusi trombosit

diberikan apabila terdapat perdarahan aktif dengan angka trombosit < 50.000

/µL, atau pada kondisi angka trombosit <50.000 /µL pada pasien dengan

rencana dilakukan tindakan operasi (seksio sesarea), dan sebagai tindakan

profilaktik dengan angka trombosit 20.000 /µL -30.000 /µL. Trombosit

biasanya diberikan 1-3 unit/10 kg/hari. (Cunningham et al, 2010) Vitamin K dan folat

diberikan mengingat pasien dengan KID seringkali kekurangan kedua vitamin

ini. Sedang berkembang bukti pemberian antitrombin III konsentrat pada

28

Page 33: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

pasien KID dapat memperbaiki kondisi dan mempercepat penyembuhan.(Kusuma

dan Schulz, 2009)

Penggunaan heparin merupakan metode untuk menghentikan proses

KID. Heparin dipertimbangkan apabila terdapat disfungsi ginjal berat,

gangrene jari-jari. Heparin diberikan pada dosis 5000-10.000 unit per jam

intravena, dengan dosis awal 5000 unit. Kontrol untuk terapi heparin sulit

dilakukan, namun kecuali jika fibrinogen sangat rendah dan terapi adekuat

diperoleh dengan melihat peningkatan thrombin time atau partial

thromboplastin time satu sampai satu setengah kali dari kontrol. (Miller dan Hanretty,

1997)

Heparin merupakan suatu mukopolisakarida sulfat yang mampu

mengikatkan diri dengan antitrombin III, sehingga sifat antikoagulan molekul

Antitrombin III dilipatgandakan (dipercepat sampai 2000 kali). (Suparman,1993)

Heparin barangkali tidak selalu bermanfaat pada pasien dengan KID, oleh

karena kadar antitrombin III bervariasi pada tiap pasien, bahkan kadarnya

bisa berkurang, terutama pada KID yang terjadi secara akut. Penelitian lebih

lanjut pemakain terapi pengganti antitrombin III secara randomisasi sedang

berlangsung. (Drews dan Weinberger, 2000)

Pemberian heparin terutama direkomendasikan pada kasus KID kronik

seperti IUFD, dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan perdarahan

yang masif. Epsilon aminocaproic acid (EACA) menghambat perubahan

plasminogen menjadi plasmin, dan digunakan untuk mencegah proses

sekunder fibrinolisis. Namun pemakaiannya tidak direkomendasikan. Masih

diragukan penggunaan kedua agen itu dibenarkan atau tidak untuk mengatasi

KID. Pemakaiannya hanya pada tingkatan teori, pemakaian praktis

penggunaannya masih kurang. (Kusuma dan Schulz, 2009)

Terapi logis ke depan yang bisa dipikirkan pada kasus KID adalah

penghambatan aktifitas faktor jaringan. Salah satu penghambatnya adalah

nematode rekombinan antikoagulan protein C2, yang merupakan inhibitor

spesifik yang kuat terhadap pembentukan komplek dari faktor jaringan dan

faktor VII a dengan faktor Xa. Pemberian TFPI juga dapat menghambat

aktivitas faktor jaringan sehingga dapat mencegah aktifasi sistem koagulasi.

29

Page 34: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

Pemberian protein C mungkin juga akan memberikan manfaat, seperti yang

ditemukan pada binatang dengan kelainan ini. (Levi dan Cate, 1999)

30

Page 35: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

BAB VI

KESIMPULAN

1. KID merupakan akibat kegagalan mekanisme pengaturan dan inhibisi

pembentukan trombin serta proses pembekuan darah, sehingga

menimbulkan manifestasi klinik berupa trombosis dan perdarahan

2. Kewaspadaan terhadap kondisi obstetri yang dapat menimbulkan KID

penting dilakukan.

3. Prinsip utama dalam penanganan KID adalah mengatasi penyakit dasar

(underlying disease) dari KID tersebut.

4. Pemberian Heparin terutama direkomendasikan pada kasus KID kronik

seperti IUFD, dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan

perdarahan yang masif.

31

Page 36: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham et al. Williams Obstetrics 23rd Ed, McGraw-Hill Companies, 2010.

DeCherney et al. “Critical Care” in Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, 8thEd, editor: DeCherney AH, Nathan L, Murphy Goodwin, Laufer, N. McGraw Hill Fibrotek. 2006.

Drews, R.E., Weinberger, S.E., Thrombocytopenic Disorder in Critically Ill Patients. Am J Respir Crit Care Med: 2000; 162: 347-351.

Foley, M.R., Strong, T.H., Obstetric Intensive Care, WB Saunders, 1997

Guyton AC, Hall JE. Hemostasis and Blood Coagulation in Textbook of Medical Physiology. Editor: Hall JE. 11th edition. 2006: 457 - 468

Guidelines for the Diagnosis and Management of Disseminated Intravascular Coagulation. British Journal of Haematology. Blackwell Publishing Ltd. 2009, 154 : 24-33

Hambleton J, Leung LL, Levi M. Coagulation : Consultative Hemostasis. American Society of hematology. 2002: 335-339.

Haram K, Svensen E, and Abildgaard, U. The HELLP Syndrome: Clinical issues and Management. BMC Pregnancy and Childbirth. 2009: 11-13.

Ho LWW, Kam PCA, Thong CL. Disseminated Intravascular Coagulation. Current Anaesthesia and Critical Care. 2005 : 151 – 161.

Kusuma, B. Schulz, TK. Acute Disseminated Intravascular Coagulation. Hospital Physician. Turner White Communication Inc. Wayne, PA March/April 2009 : 35-40

Lee. G., Richard. M. D. Acquired Coagulation Disorders. In : Wintrobe’s Clinical Hematology 9th ed. Editor: Lee. G., Richard. M. D. Philadelphia; 1993; 1473 – 1502.

32

Page 37: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

Levi, M., Cate, H.T., Disseminated intravascular coagulation. Nejm:1999;341:586-91.

Liebman, HA & Weitz IC. Disseminated Intravascular Coagulation in Hematology Basic Principle and Practice, editor: Hoffman, R, Benz, EJ, Shattil, J, Furie, B, Cohen, HJ, Mcglave, P, 5th eds, 2004 : 2169-2175.

Marder VJ, Feinstein DI, Colman RW, Levi M. Consumptive Thrombohaemorrhagic Disorders, in Hemostasis and Thrombosis Basic Principles and Clinical Practice. Editor: Coldman, RW, Clowes, AW, Goldhaber SZ, Marder, VJ, George, JM. 5th eds, Lippincott William & Wilkins, Philadelphia. 2006: 1571-1581.

Miller A, Hanretty K. Coagulation Failure In Pregnancy, In Obstetrics Illustrted Fifth Edition , Churcill Lvingstone, 1997 : 122-24.

Ounjai, K, Arnuparp, L. Overt Disseminated Intravascular Coagulation in Obstetric Patients. Journal Medicine Association Thailand. Vol 90, No 5. 2007 : 857-62

Pokharel SM, Chattopadhyay, SK, Jaiswal, R, and Shakya, P. HELLP Syndrome a Pregnancy Disorder with Poor Prognosis, in Nepal Medical College Journal. vol.10, no.4. 2008 : 260-203.

Rodgers GM. Acquired Coagulation Disorders’ in Wintrobe’S Clinical Hematology, editor Greer, JP, Foester J, Luken JN, Rodgers, GM, Paraskevas, F, Glader, B. 11edth Lippincott Williams & Wilkins. 2004: 1676-1687.

Romero, R. The Management of Acquired Hemostatic Failure during Pregnancy in Critical Care of the Obstetric Patient, editor: Berkowitz, RL, Churchill Livingstone, 1983: 247-253.

Seligsohn U, Hoots, WK. Disseminated Intravascular Coagulation in William Hematology 7th editor: Licthnam, MA, Beutler, E, Kipss, TJ, Seligsohn, Kaushanky K,Prchal JT. Mc Graw Hill. New York. 2004: 2189-2196.

Setiabudy RD, Loho T. Pemeriksaan Laboratorium Pada DIC dan Fibrinolisis dalam Hemostasis dan Trombosis, editor: Setiabudy, RD, edisi 3, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007: 120-126.

Suharti, C. Dasar-dasar Hemostasis. Sudoyo, AW (ed). Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006 : 759 - 64.

33

Page 38: KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA

Sukrisman, L. Koagulasi Intravaskuler Diseminata. Sudoyo, AW (ed). Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006 : 777 - 9.

Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia, cetakan III, Jakarta, 1993.

Tambunan, KL. Patogenesis Trombosis. Sudoyo, AW (ed). Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006 : 765 - 8

The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada, Alarm International, second edition, Ontario, 2001.

34