klt spektrofotodensitometri finish

28
PENETAPAN KADAR DENGAN KLT-SPEKTRODENSITOMETRI I. TUJUAN 1. Memahami metode penetapan kadar paracetamol dengan KLT- spektrofotodensitometer. II. DASAR TEORI Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, yang mana fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Rohman, 2007). Kromatografi lapis tipis (disingkat KLT) atau dalam bahasa inggris disebut thin layer chromatography (TLC) merupakan salah satu contoh kromatografi planar disamping kromatografi kertas. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya dikemas dalam kolom, maka pada kromatografi lapis tipis (TLC), fase diamnya adalah berupa lapisan seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik (Rohman, 2007). Metode ini dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang tidak volatil atau

Upload: maya-jollind

Post on 01-Dec-2015

529 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

PENETAPAN KADAR DENGAN KLT-SPEKTRODENSITOMETRI

I. TUJUAN

1. Memahami metode penetapan kadar paracetamol dengan KLT-

spektrofotodensitometer.

II. DASAR TEORI

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun

1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, yang mana fase diamnya berupa lapisan

yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat

aluminium atau plat plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan

bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik

(ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending)

(Rohman, 2007).

Kromatografi lapis tipis (disingkat KLT) atau dalam bahasa inggris disebut thin layer

chromatography (TLC) merupakan salah satu contoh kromatografi planar disamping

kromatografi kertas. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya dikemas

dalam kolom, maka pada kromatografi lapis tipis (TLC), fase diamnya adalah berupa lapisan

seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium,

atau pelat plastik (Rohman, 2007). Metode ini dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-

senyawa yang tidak volatil atau senyawa yang sifat volatilitasnya rendah, senyawa dengan

polaritas rendah hingga tinggi, bahkan untuk memisahkan senyawa-senyawa ionik (Hahn-

Deinstrop, 2007).

Fase gerak atau pelarut pengembang akan bergerak naik sepanjang fase diam karena

adanya gaya kapilaritas pada sistem pengembangan menaik (ascending). Pemilihan fase gerak

baik untuk TLC maupun HPTLC didasarkan pada keterpisahan senyawa-senyawa dalam

analit yang didasarkan pada nilai Rf atau hRf (100Rf). Nilai Rf diperoleh dari membagi jarak

pusat kromatografik dari titik awal dengan jarak pergerakan pelarut dari titik awal.

Penghitungan nilai hRf ditunjukkan dengan persamaan dibawah ini.

KLT digunakan secara luas untuk analisis solut-solut organik terutama dalam bidang

biokimia, farmasi, klinik dan forensik, baik untuk analisis kualitatif dengan cara

membandingkan nilai Rf solut dengan nilai Rf senyawa baku atau untuk analisis kualitatif.

Penggunaan KLT dapat berupa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Pada analisis

kualitatif, KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT

yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatakan identik jika

mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Untuk meyakinkan

identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 fase gerak dan jenis pereaksi

semprot (Rohman, 2007).

Untuk analisis kuantitatif pada KLT dapat digunakan dua cara. Pertama, bercak pada plat

KLT diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik

densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa

yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan dengan

metode spektrofotometri (Rohman, 2007).

Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya

dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng KLT (atau secara in situ).

Densitometer dapat bekerja secara serapan atau flouresensi, dimana kebanyakan densitometer

mempunyai sumber cahaya yang diarahkan menuju monokromator (untuk memilih rentang

panjang gelombang yang cocok antara 200-800), sistem untuk memfokuskan sinar pada

lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Rohman, 2007).

Suatu campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik KLT berdasarkan perbedaan afinitas

masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diamnya. Komponen yang telah

terpisah, besar serapannya dapat diukur dengan spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel

dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan dan bakunya (Widjaja dan Laksmiani,

2010).

Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik

dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi elektromagnetik

yang datang pada plat diabsorpsi oleh analit, ditransmisi atau diteruskan jika plat yang

digunakan transparan. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indikator plat

dapat diemisikan berupa flouresensi dan fosforesensi (Sherma and Fried 1994). Pemadaman

flouresensi indikator F-254 dapat terjadi akibat adanya noda pada plat sehingga teramati di

bawah lampu UV sebagai noda hitam (Mulja dan Sukarman, 1995).

Analisis KLT dengan menggunakan spektrofotodensitometri dapat dilakukan dengan

menggunakan mode absorbsi atau flouresensi. Pada umumnya yang paling sering digunakan

adalah mode absorbsi dengan menggunakan sinar UV pada λ 190-300 nm. Oleh karena

kebanyakan plat KLT menggunakan silika gel yang bersifat opaque (tidak tembus cahaya),

maka pengukuran dengan mode transmitan tidak cocok digunakan. Penentuan absorpsi analit

pada plat KLT opaque didasarkan pada rasio intensitas antara radiasi elektromagnetik yang

datang dengan intensitas radiasi elektromagnetik yang dipantulkan/direfleksikan. Pengukuran

flouresensi merupakan metode pengukuran langsung yang peka untuk senyawa dalam daerah

ultraviolet dapat ditentukan melalui emisi penyinaran sekunder. Intensitas cahaya flouresensi

setelah dipancarkan melalui suatu monokromator, diukur secara selektif dalam kondisi yang

sesuai, berbanding lurus dengan berat senyawa yang ada dalam noda (Sherma and Fried,

1994).

Densitometer dapat bekerja secara serapan atau flouresensi. Kebanyakan densitometer

mempunyai sumber cahaya monokromator (rentang panjang gelombang 190 s/d 800 nm)

untuk memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada

lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Rohman, 2007). Output detektor dikonversikan

menjadi signal dan diamplifikasi. Sebagai tambahan untuk scanning instrumen densitometer

dilengkapi dengan digital konverter, dan data akan diproses secara digitalisasi oleh komputer.

Analis dapat bekerja dengan densitometri pada jangkauan panjang gelombang 190 s/d 800

nm. Terjadinya penyimpangan baseline yang disebabkan oleh variasi ketebalan dan

ketidakseragaman lapisan pada densitometer sangat kecil dan level signalnya relatif tinggi.

Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan TLC biasanya dilakukan

dengan densitometer langsung pada lempeng TLC (atau secara in situ).

.

Gambar 2. Skema instrumen spektrofotodensitometer

Keterangan: L (light); SL (slit); MC (monokromator); PM (photomultiplier); FF (filter

fluorescens); P (plat); SCS (sistem for circular scanning).

Gambar 3. Spektrofotodensitometer yang dihubungkan ke PC (Camag, 1999)

Metode TLC/HPTLC-Spektrofotodensitometri dapat digunakan untuk analisis kualitatif,

yaitu dengan membandingkan Rf senyawa analit dengan Rf pada literatur atau dengan Rf

standar yang ikut ditotolkan.

Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan TLC/HPTLC

biasanya dilakukan dengan densitometri langsung pada plat TLC/HPTLC secara in situ. Alat

ini digunakan untuk menentukan kadar suatu senyawa sampel (Schunack et al., 1990). Hal ini

dapat dilakukan dengan cara noda-noda yang telah terpisah pada pelat TLC/HPTLC

dimasukkan ke dalam alat ini, kemudian ditentukan kadarnya berdasarkan hubungan antara

Area Under Curve (AUC) noda dengan konsentrasi senyawa dalam noda.

Beberapa keunggulan metode kromatografi lapis tipis atau lebih dikenal dengan TLC

(thin layer chromatography) maupun kromatografi lapis tipis kinerja tinggi yang dikenal

dengan HPTLC (high performance thin layer chromatography) dengan kombinasi

spektrofotodensitometri dibandingkan dengan metode HPLC maupun GC (Sherma and Fried,

2003) diantaranya adalah:

1. Cepat, karena penggunaannya biasanya tidak membutuhkan preparasi khusus.

2. Dapat digunakan untuk analisis sampel dengan jumlah mencapai 30 sampel pada satu

pelat dan dapat memisahkan sampel-sampel tersebut secara bersamaan.

3. Adanya instrumen scanning modern yang dikontrol dengan komputer, instrumen

aplikasi sampel semi otomatis maupun otomatis, serta instrumen pengembangan dapat

membantu memberikan akurasi dan presisi yang setara dengan metode HPLC maupun

GC.

4. Terdapat berbagai pilihan pelarut pengembang (fase gerak) untuk memisahkan sampel

seperti basa, asam, aqua-organik.

5. Setiap sampel dapat dipisahkan dengan pelat baru sehingga dapat menghindari

masalah kontaminasi silang sampel dan tidak perlu melakukan regenerasi sorben.

6. Dalam hal konsumsi pelarut pengembang, metode TLC maupun HPTLC tergolong

hemat, sehingga dapat meminimalkan biaya untuk pembelian pelarut.

7. Kombinasi TLC/HPTLC dengan densitometer adalah dapat dilakukan pengulangan

pada tahap scanning tanpa mengkhawatirkan gangguan pada proses lanjutan, ini

dikarenakan semua proses berjalan secara independen.

III. ALAT DAN BAHAN

ALAT :

Chamber

Oven

Spite

Plat KLT silica GF 254

Penotol nanomat

Spektrofotodensitometer

BAHAN :

Larutan sampel

Metanol

Larutan baku pembanding

IV. PELAKSANAAN PERCOBAAN

1. Larutan baku dan larutan sampel (sediaan parasetamol) disiapkan oleh asisten.

2. Larutan sampel dan larutan baku ditotolkan dengan volume tertentu pada plat

KLT.

3. Plat dielusi menggunakan fase gerak yang cocok sampai jarak elusi sekitar 8

cm di dalam chamber.

4. Plat diambil, dikeringkan, dan diaktivasi pada suhu sekitar 100o selama 30

menit.

5. Serapan masing-masing komponen ditentukan pada panjang gelombang

tertentu dengan spektrodensitometer.

V. HASIL DAN PERHITUNGAN

Diketahui :

Larutan baku

Konsentrasi larutan baku 1 ( C1 ) = 50 ng

Konsentrasi larutan baku 2 ( C2 ) = 100 ng

Konsentrasi larutan baku 3 ( C3 ) = 200 ng

Konsentrasi larutan baku 4 ( C4 ) = 200 ng

Konsentrasi larutan baku 5 ( C5 ) = 400 ng

Konsentrasi larutan baku 6 ( C6 ) = 300 ng

Konsentrasi larutan baku 7 ( C7 ) = 400 ng

Konsentrasi larutan baku 8 ( C8 ) = 375 ng

Konsentrasi larutan baku 9 ( C9 ) = 750 ng

AUC larutan baku 1 ( AUC1 ) = 717,3

AUC larutan baku 2 ( AUC2 ) = 1327,3

AUC larutan baku 3 ( AUC3 ) = 2355,1

AUC larutan baku 4 ( AUC4 ) = 4050,0

AUC larutan baku 5 ( AUC5 ) = 6507,3

AUC larutan baku 6 ( AUC6 ) = 12566,5

AUC larutan baku 7 ( AUC7 ) = 14286,6

AUC larutan baku 8 ( AUC8 ) = 19187,7

AUC larutan baku 9 ( AUC9 ) = 22914,8

Larutan sampel

AUC larutan sampel 1 ( AUCs1 ) = 19032,7

AUC larutan sampel 2 ( AUCs2 ) = 19776,3

Ditanya :

a. Kurva kalibrasi larutan baku = …?

b. Persamaan regresi linier antara konsentrasi dan AUC =…?

c. Konsentrasi sampel 1 ( Cs1 ) =…?

Konsentrasi sampel 2 ( Cs2 ) =…?

Jawab :

a. Kurva Kalibrasi Larutan Baku

b. Persamaan Regresi Linier antara Konsentrasi dan AUC

Persamaan regresi linear ini diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan

Microsoft Excel. Jika x adalah konsentrasi (C) dan y adalah Area Under Curve

(AUC), maka diperoleh persamaan regresi linear larutan baku parasetamol yaitu y =

16,95x – 28,63 dengan r² = 0,969

c. Konsentrasi Sampel

Larutan Sampel 1

y = 16,95x – 28,63

AUCs1 = 16,95Cs1 – 28,63

19032,7 = 16,95Cs1 – 28,63

19061,33= 16,95Cs1

Cs1 = 1124,56 ng

Jadi, konsentrasi larutan sampel 1 adalah 1124,56 ng

Larutan Sampel 2

y = 16,95x – 28,63

AUCs2 = 16,95Cs2 – 28,63

19776,3 = 16,95Cs2 – 28,63

19804,93= 16,95 Cs2

20004,8 = 16,79Cs2

Cs2 = 1168,43 ng

Jadi, konsentrasi larutan sampel 2 adalah 1168,43 ng

d. Perolehan Kembali

Larutan Sampel 1

Perolehan Kembali = x 100 %

=

= 56,228 %

Larutan Sampel 2

Perolehan Kembali = x 100 %

=

= 58,4215 %

VI. PEMBAHASAN

Percobaan Penetapan Kadar dengan KLT-Spektrodensitometri adalah untuk

memahami metode penetapan kadar paracetamol secara kuantitatif dengan KLT-

spektrodensitometer. Suatu campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik KLT

berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diamnya.

Komponen yang telah terpisah, besar serapannya dapat diukur dengan

spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara

serapan sampel dan bakunya.

Secara garis besar, ada dua hal yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu memisahkan

senyawa-senyawa pengotor dari senyawa yang ingin dideteksi, yaitu paracetamol dengan

menggunakan metode KLT dan pengukuran absorbansi paracetamol dengan alat

spektrofotodensitometer.. Pembacaan hasil pemisahan dengan metode KLT dilakukan

melalui proses scanning menggunakan CAMAG TLC-SCANNER. Dari proses

pengukuran absorbansi dari paracetamol menghasikan data kualitatif berupa suatu

kromatogram dan spektrum dari paracetamol, dimana kadar dari paracetamol dapat

dihitung dengan AUC (Area Under Curve) yang didapat. Jika absorbansi suatu seri larutan

diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama, dan absorbansi masing-

masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka suatu garis lurus akan teramati

sesuai dengan persamaan A= εbc.

Kromatografi lapis tipis (TLC) adalah suatu pemisahan campuran analit berdasarkan

afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diam dengan cara elusi

melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. Fase diam dalam KLT adalah berupa

silika gel pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat

aluminium, atau pelat plastik. Sedangkan untuk fase gerak digunakan metanol yang

merupakan senyawa semipolar karena memiliki gugus –OH yang bersifat polar dan gugus

–CH3 yang bersifat non polar.

Hal pertama yang dilakukan untuk memulai proses pemisahan senyawa secara KLT

adalah proses pencucian plat KLT dengan cara dielusi dengan larutan metanol. Proses

pencucian bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengotor yang terkandung di

dalam plat KLT tersebut. Pada ujung plat KLT diletakkan tissue yang berfungsi untuk

menyerap fase gerak apabila telah terelusi melewati plat sehingga pengotor yang telah

larut pada metanol langsung dapat diserap dan tidak menempel di bagian atas plat. Alasan

digunakannya metanol sebagai pencuci dikarenakan adanya sifat metanol yang mudah

menguap sehingga mudah dipisahkan dari plat.

Setelah elusi selesai, dilakukan proses aktivasi plat KLT dengan cara dikeringkan pada

oven dengan suhu 100oC selama 30 menit. Proses aktivasi bertujuan untuk menghilangkan

sisa air yang terdapat fase diam dan untuk memindahkan pengotor agar berada pada ujung

plat KLT sehingga tidak mengganggu proses pemisahan (Kusmardiyani dan Nawawi,

1992).

Selanjutnya dilakukan proses penjenuhan chamber hingga mencapai jarak rambat 10

cm. Hal ini bertujuan untuk menyamakan tekanan dalam chamber sehingga dapat proses

pengembangan fase gerak dapat berlangsung dengan efektif. Penjenuhan chamber

dilakukan dengan menambahkan 10 ml larutan metanol ke dalam chamber dan

menempatkan kertas tissue di ujung atas chamber. Penambahan kertas tissue berfungsi

agar penguapan yang terjadi dalam chamber merata sehingga udara di dalam chamber

tetap jenuh pelarut. Chamber ditutup dengan baik dan dijaga agar tidak mengalami

pergeseran sehingga larutan metanol di dalamnya tidak menguap dan tidak mengganggu

jalannya proses penjenuhan chamber.

Proses penotolan sampel pada plat KLT dilakukan menggunakan penotol linomat pada

dua titik di plat KLT yang berjarak 1 cm dengan sampel sebanyak 2 µL. Penotolan

dilakukan secara seksama karena penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan

bercak yang menyebar ke puncak ganda. Pelebaran bercak dapat mengganggu proses

scanning dengan alat spektrodensitometer karena memungkinkan terjadinya himpitan

puncak.

Sampel yang ditotolkan pada plat harus memiliki ukuran bercak sekecil dan sesempit

mungkin. Sampel dengan bercak yang terlalu besar dan terlalu banyak dapat menurunkan

resolusi serta efektivitas dari proses pemisahan. Konsentrasi senyawa yang terlalu tinggi

pada plat juga dapat menyebabkan gangguan pada proses scanning dengan TLAC-

CAMAG SCANNER, dimana konsentrasi senyawa yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan sinar yang mengenai sampel akan diabsorbsi oleh lapisan pertama larutan

dan hanya sedikit radiasi yang diserap oleh bagian lain sampel pada jarak yang lebih jauh

sehingga fluoresensi sampel yang berkonsentrasi tinggi ini tidak seragam dan tidak

proporsional dengan konsentrasi senyawa.

Plat yang telah ditotolkan kemudian dielusi pada chamber yang telah dijenuhkan.

Chamber ditutup rapat dan volume fase gerak dibuat sedikit mungkin namun dapat

mengelusi lempeng sampai pada batas jarak pengembangan. Hal ini bertujuan agar tidak

terjadi kontaminasi dari kontaminan selama proses elusi. Plat yang telah melalui proses

elusi selanjutnya melalui proses pengeringan yang bertujuan untuk menguapkan sisa

pelarut yang masih terdapat pada plat KLT sehingga tidak mengganggu proses scanning

dengan spektrofotodensitometer. Dalam proses pengeringan harus diperhatikan titik uap

pelarut dan titik uap senyawa agar senyawa yang akan dideteksi tidak rusak serta agar

pelarut dapat dipisahkan dari senyawa dengan baik.

Selanjutnya dilakukan proses scanning pada permukaan lempeng KLT dengan alat

spektrofotodensitometer yaitu suatu instrumen atau alat yang dapat mengukur intensitas

radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau

lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak

(peak) oleh pencatat (recorder). Melalui deteksi dengan alat spektrofotodensitometer,

diperoleh konsentrasi zat aktif dari sampel paracetamol berdasarkan sifat absorpsi yang

dimiliki oleh paracetamol. Intensitas absorbansi berbanding langsung dengan absorptivitas

molar sehingga pada analisis fluorometri disarankan penggunaan panjang gelombang yang

memberikan absorpsi maksimal.

Sebelum menentukan puncak, terlebih dahulu dilakukan pengukuran pada spektrum

dengan rentang tertentu sampai diperoleh puncak dari larutan baku paracetamol. Puncak

dari larutan baku paracetamol diperoleh dengan mengukur spektrum pada panjang

gelombang 200-800 nm dikarenakan paracetamol memiliki kemampuan menyerap secara

kuat di panjang gelombang 200-800 nm pada radiasi elektromagnetik. Dalam larutan

asam, paracetamol menunjukkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 245 nm.

Kurva absorbansi larutan baku paracetamol

Setelah praktikum dilakukan, diketahui bahwa paracetamol menunjukkan absorbansi

maksimum pada panjang gelombang 248 nm. Hasil ini menunjukkan perbedaan dengan

panjang gelombang maksimum pada literatur, dimana pada literatur dicantumkan bahwa

paracetamol menunjukkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 245 nm.

Perbedaan data ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan kondisi penyimpanan

larutan paracetamol dan juga perbedaan kondisi percobaan yang digunakan pada

praktikum dan saat penetapan panjang gelombang maksimum pada literatur.

Melalui deteksi dengan alat spektrofotodensitometer diperoleh konsentrasi zat aktif

dari sampel paracetamol. Paracetamol mampu berabsorbansi karena terdiri dari inti cincin

benzena, satu grup hidroksil, dan atom nitrogen dari grup amida pada posisi para. Hal ini

menyebabkan konjugasi yang luas pada gugus-gugus yang terdapat pada paracetamol.

Setelah diperoleh kurva baku paracetamol kemudian dilakukan pengukuran absorbansi

sampel paracetamol.

Berikut ini merupakan spektrum absorbansi dari sampel paracetamol:

Sampel 1

Sampel 2

Salah satu cara untuk memastikan bahwa senyawa yang terukur absorbansinya

merupakan senyawa parasetamol maka dilakukan perbandingan antara kurva baku

paracetamol dengan kurva sampel paracetamol yang diperoleh. Dari dua kurva di atas terlihat

bahwa kurva yang terbentuk hampir sama dengan kurva baku paracetamol sehingga dapat

dipastikan bahwa senyawa yang dibaca absorbansinya adalah paracetamol. Kurva baku yang

didapat kemudian dibandingkan dengan membaca absorbansi paracetamol pada berbagai

konsentrasi. Setelah itu kurva absorbansi dicari persamaan garisnya dengan menggunakan

regresi linier. Dari proses perhitungan didapatkan persamaan regresi sebagai berikut:

Keterangan :

y = nilai AUC

x = konsentrasi paracetamol

Persamaan ini diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan Microsoft Excel. Kadar

dari sampel paracetamol ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya.

Dari hasil perhitungan diperoleh kadar paracetamol sampel 1 adalah 1124,56 ng dan kadar

paracetamol sampel 2 yaitu 1168,43 ng. Sedangkan perolehan kembali yang didapat pada

kedua sampel adalah sebesar 56,228 % dan 58,4215 %.

y = 16,95x – 28,63

VII. KESIMPULAN

1. Metode penetapan kadar paracetamol dengan KLT-Spektrodensitometer didasarkan

pada suatu campuran zat yang dapat dipisahkan dengan teknik KLT berdasarkan

perbedaan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diamnya.

Kadar dari sampel dapat diukur dengan spektrodensitometer. Adapun prinsip dari

spektrodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik UV-Vis

dengan analit yang merupakan noda pada plat.

2. Persamaan regresi linier larutan paracetamol yaitu : y = 16,95x – 28,63.

3. Kadar paracetamol yang didapat pada sampel I yaitu 1124,56 ng, sedangkan pada

sampel II yaitu 1168,43 ng.

4. Perolehan kembali pada sampel I yaitu 56,228 % dan pada sampel II yaitu 58,4215%.

LAMPIRAN TUGAS

1. Buat spektrum (puncak absorbsi) dari masing-masing komponen sampel dan baku!

2. Tentukan serapan (luas area di bawah puncak) tiap spektrum!

3. Hitung kadar tiap komponen sampel!

Jawab:

1. Spektrum (puncak absorbsi) komponen sampel :

a. Larutan Komponen Sampel 1

b. Larutan Komponen Sampel 2

c. Komponen Larutan Baku

2. Serapan (Luas Area di Bawah Puncak ) tiap spektrum, yaitu:

AUC larutan baku 1 ( AUC1 ) = 717,3

AUC larutan baku 2 ( AUC2 ) = 1327,3

AUC larutan baku 3 ( AUC3 ) = 2355,1

AUC larutan baku 4 ( AUC4 ) = 4050,0

AUC larutan baku 5 ( AUC5 ) = 6507,3

AUC larutan baku 6 ( AUC6 ) = 12566,5

AUC larutan baku 7 ( AUC7 ) = 14286,6

AUC larutan baku 8 ( AUC8 ) = 19187,7

AUC larutan baku 9 ( AUC9 ) = 22914,8

Untuk larutan sampel, yaitu :

AUC larutan sampel 1 ( AUCs1 ) = 19032,7

AUC larutan sampel 2 ( AUCs2 ) = 19776,3

3. Kadar tiap komponen sampel

Persamaan regresi linier larutan baku parasetamol yaitu, y = 16,95x – 28,63 dengan

nilai r2 = 0,969.

Konsentrasi Sampel

Larutan Sampel 1

y = 16,95x – 28,63

AUCs1 = 16,95Cs1 – 28,63

19032,7 = 16,95Cs1 – 28,63

19061,33= 16,95Cs1

Cs1 = 1124,56 ng

Jadi, konsentrasi larutan sampel 1 adalah 1124,56 ng

Larutan Sampel 2

y = 16,95x – 28,63

AUCs2 = 16,95Cs2 – 28,63

19776,3 = 16,95Cs2 – 28,63

19804,93= 16,95 Cs2

20004,8 = 16,79Cs2

Cs2 = 1168,43 ng

Jadi, konsentrasi larutan sampel 2 adalah 1168,43 ng

DAFTAR PUSTAKA

Camag. 1999. Welcome to the CAMAG Wincats tutorial: Wincats planar chromatography.

Switzerland: CAMAG.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Analisis Farmasi . Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Hahn-Deinstrop,E. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography Best Practice and Avoidance

of Mistakes, Second, Revised and Enlarged Edition. New York: John Wiley and

Sons.

Kusmardiyani, S. dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Universitas Bidang Ilmu

Hayati.

Mulja, M. dan Sukarman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.

Schunack, W., Mayer K., and Haaeke M. 1990. Buku Pelajaran Kimia Farmasi Edisi 2.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sherma, J. and B. Fried. 1996. Handbook of Thin-Layer Chromatography. Third Edition. New

York: Marcel Dekker Inc. P.147-149.

Widjaja,I.N.K. dan N.P.L.Laksmiani. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Bukit-

Jimbaran : Jurusan Farmasi F.MIPA Unud.