klorfeniramin

13
Alergi pada dasarnya merupakan reaksi hipersensitivitas dari sistem kekebalan tubuh terhadap makanan tertentu, iritasi lingkungan, obat- obatan, atau zat-zat lain yang dianggap sebagai ancaman. Ketika zat penyebab alergi memasuki tubuh, sistem kekebalan tubuh mengaktifkan sel-sel khusus yang disebut sel mast. Sel mast adalah sel-sel yang terletak di bawah jaringan ikat yang terletak tepat di bawah kulit. Substansi alergi selanjutnya menempel pada antibodi imunoglobulin E (IgE) yang hadir pada sel mast. Sel-sel mast melepaskan bahan kimia yang disebut histamin untuk menyerang zat alergi. Pelepasan histamin meningkatkan permeabilitas struktur vaskuler sehingga cairan dari pembuluh darah akan mulai mengalir keluar. Respon inflamasi yang disebabkan karena sekresi histamin juga akan menimbulkan berbagai gejala tidak menguntungkan. Ketika seluruh tubuh dipengaruhi oleh reaksi alergi, situasi yang mengancam jiwa dapat terjadi. Kondisi ini secara medis disebut sebagai anafilaksis (anaphylaxis). Anafilaksis bisa menjadi fatal jika penderita tidak menerima perawatan medis tepat waktu. Penyebab Anafilaksis Zat yang menjadi penyebab paling umum anafilaksis adalah makanan seperti kacang tanah, biji wijen, kerang, susu, dan telur. Penisilin dan obat tertentu dan sengatan serangga seperti lebah, tawon, serta semut api adalah penyebab lain yang bertanggung jawab untuk syok anafilaksis. Selain ini, anafilaksis juga bisa disebabkan oleh lateks alam (karet), relaksan otot, dan latihan fisik. Gejala Anafilaksis Penyebab anafilaksis dibagi menjadi dua jenis: IgE mediated dan non IgE mediated. IgE mediated menyebabkan sensitivitas anafilaksis pada paparan pertama dan kemudian menginduksi reaksi parah pada eksposur kedua. Penyebab IgE mediated termasuk obat (Penisilin, Sefalosporin, Anestesia, dll), sengatan serangga, makanan (kacang, kerang, kedelai, gandum, telur, dll), dan vaksin berbasis gelatin, produk karet, protein hewani, dll. Penyebab non IgE mediated disebut sebagai anaphylactoid (“seperti anafilaksis”). Paparan pertama terhadap penyebab alergi dapat langsung mengakibatkan reaksi parah karena anafilaksis jenis ini tidak memerlukan sensitisasi sistem kekebalan tubuh. Penyebab mungkin termasuk obat (anti-inflamasi non-steroid, relaksan otot, gamma globulin, dll), pewarna sinar-X, pengawet, latihan fisik, dan beberapa penyebab yang tidak diketahui. Gejala-gejala anafilaksis dapat diamati dalam beberapa detik, menit, atau bahkan jam.

Upload: naayloviana

Post on 17-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Alergi pada dasarnya merupakan reaksi hipersensitivitas dari sistem kekebalan tubuh terhadap makanan tertentu, iritasi lingkungan, obat-obatan, atau zat-zat lain yang dianggap sebagai ancaman.Ketika zat penyebab alergi memasuki tubuh, sistem kekebalan tubuh mengaktifkan sel-sel khusus yang disebut sel mast.Sel mast adalah sel-sel yang terletak di bawah jaringan ikat yang terletak tepat di bawah kulit.Substansi alergi selanjutnya menempel pada antibodi imunoglobulin E (IgE) yang hadir pada sel mast.Sel-sel mast melepaskan bahan kimia yang disebut histamin untuk menyerang zat alergi.Pelepasan histamin meningkatkan permeabilitas struktur vaskuler sehingga cairan dari pembuluh darah akan mulai mengalir keluar.Respon inflamasi yang disebabkan karena sekresi histamin juga akan menimbulkan berbagai gejala tidak menguntungkan.Ketika seluruh tubuh dipengaruhi oleh reaksi alergi, situasi yang mengancam jiwa dapat terjadi. Kondisi ini secara medis disebut sebagai anafilaksis (anaphylaxis).Anafilaksis bisa menjadi fatal jika penderita tidak menerima perawatan medis tepat waktu.Penyebab AnafilaksisZat yang menjadi penyebab paling umum anafilaksis adalah makanan seperti kacang tanah, biji wijen, kerang, susu, dan telur.Penisilin dan obat tertentu dan sengatan serangga seperti lebah, tawon, serta semut api adalah penyebab lain yang bertanggung jawab untuk syok anafilaksis.Selain ini, anafilaksis juga bisa disebabkan oleh lateks alam (karet), relaksan otot, dan latihan fisik.Gejala AnafilaksisPenyebab anafilaksis dibagi menjadi dua jenis: IgE mediated dan non IgE mediated.IgE mediated menyebabkan sensitivitas anafilaksis pada paparan pertama dan kemudian menginduksi reaksi parah pada eksposur kedua.Penyebab IgE mediated termasuk obat (Penisilin, Sefalosporin, Anestesia, dll), sengatan serangga, makanan (kacang, kerang, kedelai, gandum, telur, dll), dan vaksin berbasis gelatin, produk karet, protein hewani, dll.Penyebab non IgE mediated disebut sebagai anaphylactoid (seperti anafilaksis).Paparan pertama terhadap penyebab alergi dapat langsung mengakibatkan reaksi parah karena anafilaksis jenis ini tidak memerlukan sensitisasi sistem kekebalan tubuh.Penyebab mungkin termasuk obat (anti-inflamasi non-steroid, relaksan otot, gamma globulin, dll), pewarna sinar-X, pengawet, latihan fisik, dan beberapa penyebab yang tidak diketahui.Gejala-gejala anafilaksis dapat diamati dalam beberapa detik, menit, atau bahkan jam.Semakin cepat gejala yang diamati, semakin sensitif dan berat konsekuensinya.Berikut ini adalah beberapa gejala paling umum anafilaksis.1.Kemerahan pada kulit. Kulit juga mungkin terasa hangat dan lunak saat disentuh.2.Gatal yang terjadi pada pangkal paha atau ketiak atau di seluruh tubuh.3.Kegelisahan dan kehilangan kesadaran.4.Bengkak di lidah yang mengakibatkan suara serak, kesulitan menelan, dan bernapas.5.Pembengkakan pada saluran napas dan tenggorokan, yang menyebabkan kesulitan bernapas parah dan bahkan dapat menghentikan pernapasan.6.Hidung berair, bersin, dan mengi terutama pada orang dengan asma.7.Muntah, diare, kram perut, dan mual.8.Tekanan darah rendah dan denyut nadi tidak teratur.9.Dalam kondisi sangat parah jantung mungkin akan berhenti berfungsi.10.Pusing dan muntah.Pengobatan AnafilaksisMereka yang mengalami asma atau eksim, berada pada risiko lebih besar terkena syok anafilaksis.Seseorang yang telah mengalami anafilaksis sebelumnya harus mengikuti pedoman untuk pencegahan anafilaksis.Menghindari alergen adalah cara terbaik untuk mencegah syok anafilaksis.Berikut adalah alternatif pengobatan anafilaksis:1. Manajemen Gangguan PernapasanSistem kardiovaskular yang dipengaruhi oleh reaksi alergi yang parah akan membuat penderitanya mengalami gangguan pernapasan.Saat pernapasan pasien berhenti, cardiopulmonary resuscitation (CPR) harus dilakukan. CPR adalah bagian integral dari manajemen jalan nafas.Untuk alasan yang sama, suplementasi oksigen merupakan bagian penting dari perawatan anafilaksis di rumah sakit.Harus dipastikan pasien tidak menderita komplikasi karena kadar oksigen yang rendah dalam darah.2. Cairan IntravenaAnafilaksis menyebabkan pembengkakan tenggorokan sehingga pasien tidak dapat menelan makanan atau minuman.Dalam keadaan seperti itu, cairan harus diberikan secara intravena.3. Suntikan EpinefrinKarena pelepasan histamin menyebabkan cairan bocor (keluar) dari pembuluh darah, epinefrin diberikan sehingga dapat menyempitkan pembuluh darah.Epinefrin adalah hormon yang bertindak menginduksi proses melawan atau melarikan diri saat seseorang berada di bawah ancaman.Pemberian epinefrin menyebabkan jantung memompa darah lebih cepat, dan juga membantu dalam pelebaran saluran udara ke paru-paru.Epinefrin membalikkan efek dari zat dilepaskan selama syok anafilaksis dan digunakan sebagai bagian dari pengobatan darurat.4. Terapi ObatObat diberikan untuk menghentikan pelepasan histamin.Obat tersebut disebut sebagai antihistamin yang berfungsi membalikkan efek histamin dan karena itu digunakan untuk mengurangi gejala alergi.Kortikosteroid atau obat anti-inflamasi mungkin juga diresepkan untuk menurunkan peradangan.Karena anafilaksis (anaphylaxis) menyebabkan penurunan tekanan darah, obat-obatan untuk menstabilkan tekanan darah pasien juga bisa diberikan.[]

Anafilaksis adalah suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut, berat dan menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu reaksi hipersensitivitas tipe cepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara antigen spesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan basofil akan mengeluarkan mediator yang mempunyai efek farmakologik terhadap berbagai macam organ tersebut. Selain itu dikenal pula istilah reaksi anafilaktoid yang secara klinis sama dengan anafilaksis, akan tetapi tidak disebabkan oleh interaksi antara antigen dan antibodi. Reaksi anafilaktoid disebabkan oleh zat yang bekerja langsung pada sel mast dan basofil sehingga menyebabkan terlepasnya mediatorETIOLOGIPenyebab anafilaksis sangat beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen, serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal, makanan, enzim, hormon, dan lain-lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, terasiklin, streptomisin, sulfonamid, dan lain-lain. Ekstrak alergen biasanya berupa rumput-rumputan atau jamur, atau serum ATS, ADS dan anti bisa ular.Beberapa bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis dan dapat menimbulkan anafilaksis misalnya adalah zat radioopak, bromsulfalein, benzilpenisiloil-polilisin. Demikian pula dengan anestetikum lokal seperti prokain atau lidokain. Bisa yang dapat menimbulkan anafilasik misalnya bisa ular, semut, dan sengatan lebah. Darah lengkap atau produk darah seperti gamaglobulin dan kriopresipitat dapat pula menyebabkan anafilaksis. Makanan yang telah dikenal sebagai penyebab anafilaksis seperti misalnya susu sapi, kerang, kacang-kacangan, ikan, telur dan udang.Patofisiologi anafilaksis akan lebih jelas kalau kita lihat pengaruh mediator pada organ target seperti sistem kardiovaskular, traktus respiratorius, traktus gastrointestinalis, dan kulit.Mediator anafilaksis Rangsangan alergen pada sel mast menyebabkan dilepaskannya mediator kimia yang sangat kuat yang memacu sel peristiwa fisiologik yang menghasilkan gejala anafilaksis. Aksi histidin dekarboksilase pada histidin akan menghasilkan histamin. Dalam tubuh kita sel yang mengandung histamin dalam jumlah besar adalah sel gaster, trombosit, sel mast, dan basofil. Pada sel mast dan basofil, histamin disimpan dalam lisosom dan dilepaskan melalui degranulasi setelah perangsang yang cukup. Pengaruh histamin biasanya berlangsung selama l0 menit dan inaktivasi histamin in vivo oleh histaminase terjadi sangat cepat. Histamin bereaksi pada banyak organ target melalui reseptor H1 dan H2. Reseptor H1 terdapat terutama pada sel otot polos bronkioli dan vaskular, sedangkan reseptor H2 terdapat pada sel parietal gaster. Beberapa tipe antihistamin menyukai reseptor H1 (misalnya klorfeniramin) dan antistamin lain menyukai reseptor H2 (misalnya simetidin). Reseptor histamin terdapat pada beberapa limfosit (terutama Ts) dan basofil. Pengaruh fisiologik histamin pada manusia dapat dilihat pada berbagai organ. Histamin dapat menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang menyebabkan bronkokonstriksi. Pada sistem vaskular menyebabkan dilatasi venula kecil, sel dangkan pada pembuluh darah yang lebih besar menyebabkan konstriksi karena kontraksi otot polos. Selanjutnya histamin meninggikan permeabilitas kapiler dan venula pasca kapiler. Perubahan vaskular ini menyebabkan responswheal-flare(triple respons dari Lewis), dan bila terjadi sel sistemik dapat menimbulkan hipotensi, urtikaria, dan angioedema. Pada traktus gastrointestinalis histamin meninggikan sekresi mukosa lambung, dan bila pelepasan histamin terjadi sistemik maka aktivitas polos usus dapat meningkat menyebabkan diare dan hipermotilitas.Berbeda dengan histamin, heparin dan ECF-A, SRS-A tidak ditemukan sebelumnya dalam granula sel mast. Rangsangan degranulasi sel mast memulai sintesis SRS-A, yang kemudian muncul dalam lisosom sel mast dan selanjutnya dalam cairan paru sehingga terjadi kontraksi otot bronkioli yang hebat dan lama. Pengaruh SRS-A tidak dijalankan melalui reseptor histamin dan tidak dihambat oleh histamin. Epinefrin dapat menghalangi dan mengembalikan kontraksi yang disebabkan oleh SRS-A.ECF-A telah terbentuk sebelumnya dalam granula sel mast dan dilepaskan segera waktu degranulasi. ECF-A menarik eosinofil ke daerah tempat reaksi anafilaksis. Pada daerah tersebut eosinofil dapat memecah kompleks antigen-antibodi yang ada dan menghalangi aksi SRS-A dan histamin.Secara imunopatologik reaksi anafilaksis dan reaksi anafilaktoid dibagi menjadi 1) reaksi anafilaksis yang diperankan oleh IgE atau IgG, reaksi anafilaktoid karena lepasnya mediator secara langsung misalnya oleh obat, makanan, agregasi kompleks imun seperti reaksi terhadap globulin , IgG antiIgA, reaksi transfusi karena pembentukan antibodi terhadap eritrosit atau leukosit, dan reaksi yang diinduksi prostaglandin oleh pengaruh aspirin atau obat lain.GAMBARAN KLINISSecara klinis gejala anafilaksis dapat berupa reaksi lokal dan reaksi sistemik. Reaksi lokal terdiri dari urtikaria dan angioedema pada daerah yang kontak dengan antigen. Reaksi lokal dapat berat tetapi jarang sekali fatal. Reaksi sistemik terjadi pada oragan target seperti traktus respiratorius, sistem kardiovaskular, traktus gastrointestinalis, dan kulit. Reaksi ini biasanya terjadi dalam waktu 30 menit sesudah kontak dengan penyebab.Gejala awal reaksi sistemik ringan adalah rasa gatal dan panas di bagian perifer tubuh, biasanya disertai perasaan penuh dalam mulut dan tenggorokan. Gejala permulaan ini dapat disertai dengan hidung tersumbat dan pembengkakan peri orbita. Dapat juga disertai rasa gatal pada membran mukosa, keluarnya air mata, dan bersin. Gejala ini biasanya timbul dalam 2 jam sesudah kontak dengan antigen. Lamanya gejala bergantung pada pengobatan, umumnya berjalan 1-2 hari atau lebih pada kasus kronik.

PENYEBABAnafilaksis bisa tejadi sebagai respon terhadap berbagai alergen.Penyebab yang sering ditemukan adalah: Gigitan/sengatan serangga Serum kuda (digunakan pada beberapa jenisvaksin) Alergi makanan Alergi obat.Serbuk sari dan alergen lainnya jarang menyebabkan anafilaksis.

Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke dalam aliran darah dan bereaksi denganantibodi IgE. Reaksi ini merangsang sel-sel untuk melepaskanhistamindan zat lainnya yang terlibat dalam reaksi peradangan kekebalan.

Beberapa jenis obat-obatan (misalnya polymyxin, morfin, zat warna untuk rontgen), pada pemaparan pertama bisa menyebabkanreaksi anafilaktoid(reaksi yang menyerupai anafilaksis).Hal ini biasanya merupakanreaksi idiosinkratikatau reaksi racun dan bukan merupakan mekanismesistem kekebalanseperti yang terjadi pada anafilaksis sesungguhnya.

GEJALASistem kekebalan melepaskan antibodi. Jaringan melepaskan histamin dan zat lainnya.Hal ini menyebabkan penyempitan saluran udara, sehingga terdengar bunyi mengi (bengek), gangguan pernafasan; dan timbul gejala-gejala saluran pencernaan berupa nyeri perut, kram, muntah dan diare.

Histamin menyebabkan pelebaran pembuluh darah (yang akan menyebabkan penurunan tekanan darah) dan perembesan cairan dari pembuluh darah ke dalam jaringan (yang akan menyebabkan penurunan volume darah), sehingga terjadisyok.Cairan bisa merembes ke dalam kantung udara di paru-paru dan menyebabkanedema pulmoner.

Seringkali terjadi kaligata (urtikaria) danangioedema. Angioedema bisa cukup berat sehingga menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan.Anafilaksis yang berlangsung lama bisa menyebabkanaritimiajantung.

Gejala-gejala yang bisa ditemui pada suatu anafilaksis adalah:- kaligata- gatal di seluruh tubuh- hidung tersumbat- kesulitan dalam bernafas- batuk- kulit kebiruan (sianosis), juga bibir dan kuku- pusing, pingsan- kecemasan- berbicara tidak jelas- denyut nadi yang cepat atau lemah- jantung berdebar-debar (palpitasi)- mual, muntah- diare- nyeri atau kram perut- bengek- kulit kemerahan.

DIAGNOSAPemeriksaan fisik menunjukkan:- kaligata di kulit dan angioedema (pembengkakan mata atau wajah)- kulit kebiruan karena kekurangan oksigen atau pucat karena syok.- denyut nadi cepat- tekanan darah rendah.Pemeriksaan paru-paru denganstetoskopakan terdengar bunyi mengi (bengek) dan terdapat cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner).

PENGOBATANAnafilaksis merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.Bila perlu, segera lakukanresusitasi kardiopulmonal,intubasi endotrakeal(pemasangan selang melalui hidung atau mulut ke saluran pernafasan) atautrakeostomi/krikotirotomi(pembuatan lubang ditrakeauntuk membantu pernafasan).

Epinefrindiberikan dalam bentuk suntikan atau obat hirup, untuk membuka saluran pernafasan dan meningkatkan tekanan darah.Untuk mengatasi syok, diberikan cairan melalui infus dan obat-obatan untuk menyokong fungsi jantung dan peredaran darah.

Antihistamin (contohnyadiphenhydramine) dan kortikosteroid (misalnyaprednison) diberikan untuk meringankan gejala lainnya (setelah dilakukan tindakan penyelamatan dan pemberianepinefrin).

PENCEGAHANHindari alergen penyebab reaksi alergi.

Untuk mencegah anafilaksis akibat alergi obat, kadang sebelum obat penyebab alergi diberikan, terlebih dahulu diberikan kortikosteroid, antihistamin atauepinefrin.

Klorfeniramin maleat adalah turunan alkilamin yang merupakan antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah (Siswandono, 1995).Klorfeniramin maleat merupakan obat golongan antihistamin penghambat reseptor H1(AH1) (Siswandono, 1995). Pemasukan gugus klor pada posisi para cincin aromatik feniramin maleat akan meningkatkan aktifitas antihistamin. Berdasarkan struktur molekulnya, memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin benzen, dan ikatan C=C- yang mengandung elektron pi () terkonjugasi yang dapat mengabsorpsi sinar pada panjang gelombang tertentu di daerah UV (200-400 nm), sehingga dapat memberikan nilai serapan (Silverstein, 1986;Rohman, 2007).Spektrum serapan UV klorfeniramin maleat bergantung kepada pelarutnya. Pada suasana netral klorfeniramin maleat memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 261 nm, sedangkan dalam metanol klorfeniramin maleat memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 250-275 nm (Florey, 1983).

Klorfeniramin maleat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H19ClN2.C4H4O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan dan memiliki berat molekul 390,67. Klorfeniramin maleat berupa serbuk hablur, putih; tidak berbau, larutan mempunyai pH antara 4 dan 5, mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam benzena (Farmakope IV, 1995).Mekanisme kerja klorfeniramin maleat adalah sebagai antagonis reseptor H1, klorfeniramin maleat akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos; selain itu klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan saraf pusat (Tjay, 2002; Siswandono, 1995).Klorfeniramin maleat memberikan efek samping walaupun juga bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang sering terjadi adalah sedatif, gangguan saluran cerna, mulut kering, kesukaran miksi. Kontraindikasi dari klorfeniramin maleat ini menimbulkan aktivitas antikolinergik yang dapat memperburuk asma bronkial, retensi urin, glaukoma. Klorfeniramin memiliki interaksi dengan alkohol, depresan syaraf pusat, anti kolinergik (IONI, 2001; Tjay, 2002).

Anda di siniDepan KLORFENIRAMIN MALEATKLORFENIRAMIN MALEATIndikasi:gejala alergi seperti hay fever, urtikaria; pengobatan darurat reaksi anafilaktikPeringatan:lihat keterangan di atas; glaukoma sudut sempit, kehamilan (lihat Lampiran 4), menyusui (lihat Lampiran 5), retensi urin, hipertropi prostat, pasien dengan lesi vokal vorteks serebrum; hindari mengemudi dan menjalankan mesin, sensitivitas silang dengan obat sejenis; penyuntikan dapat menimbulkan iritasi dan menyebabkan hipotensi sekilas atau stimulasi SSPInteraksi:alkohol, depresan SSP, anti kolinergik, penghambat MAOKontraindikasi:lihat keterangan di atas; serangan asma akut, bayi prematurEfek Samping:lihat keterangan di atas; sedasi, gangguan saluran cerna, efek antimuskarinik, hipotensi, kelemahan otot, tinnitus, euforia, nyeri kepala, stimulasi SSP, reaksi alergi, kelainan darahDosis:oral: 4 mg tiap 4-6 jam; maksimal 24 mg/hari. ANAK di bawah 1 tahun tidak dianjurkan; 1-2 tahun 1 mg 2 kali sehari; 2-5 tahun 1 mg tiap 4-6 jam, maksimal 6 mg/hari; 6-12 tahun 2 mg tiap 4-6 jam, maksimal 12 mg/hari. Injeksi subkutan atau intramuskular: 10-20 mg, diulang bila perlu maksimal 40 mg dalam 24 jam.Injeksi intravena lambat, lebih dari 1 menit: 10-20 mg dilarutkan dalam spuit dengan 5-10 ml darah atau dengan NaCl steril 0,9% atau air khusus untuk injeksi

PENDAHULUANAntihistamin secara umum digunakan untuk menghilangkan gejala alergi yang disebabkan oleh pelepasan histamin. Obat-obat ini tidak bersifat kuratif, hanya digunakan untuk terapi paliatif. Antihistamin hanya digunakan sebagai terapi tambahan dengan epinefrin dan tindakan standar lainnya dalam pengobatan reaksi anafilaksis.

Klorfeniramin maleat adalah turunan alkilamin yang merupakan antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah.Klorfeniramin (C16H19ClN2) secara luas dipasarkan dalam bentuk chlorpheniramine maleate (Histop, Chlor-Trimeton, Piriton, Chlor-Tripolon, HISTA-12) adalah antihistamin alkilamin generasi pertama yang digunakan untuk mencegah gejala pada kondisi alergi seperti rhinitis dan urtikaria.

Klorfeniramin maleat merupakan obat golongan antihistamin penghambat reseptor H1(AH1). Pemasukan gugus klor pada posisi para cincin aromatik feniramin maleat akan meningkatkan aktifitas antihistamin. Berdasarkan struktur molekulnya, memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin benzen, dan ikatan C=C- yang mengandung elektron pi () terkonjugasi yang dapat mengabsorpsi sinar pada panjang gelombang tertentu di daerah UV (200-400 nm), sehingga dapat memberikan nilai serapan.

Spektrum serapan UV klorfeniramin maleat bergantung kepada pelarutnya. Pada suasana netral klorfeniramin maleat memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 261 nm, sedangkan dalam metanol klorfeniramin maleat memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 250-275 nm.

Klorfeniramin maleat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H19ClN2.C4H4O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan dan memiliki berat molekul 390,67. Klorfeniramin maleat berupa serbuk hablur, putih; tidak berbau, larutan mempunyai pH antara 4 dan 5, mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam benzena.

Mekanisme kerja klorfeniramin maleat adalah sebagai antagonis reseptor H1, klorfeniramin maleat akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos; selain itu klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan saraf pusat.

Klorfeniramin maleat memberikan efek samping walaupun juga bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang sering terjadi adalah sedatif, gangguan saluran cerna, mulut kering, kesukaran miksi. Kontraindikasi dari klorfeniramin maleat ini menimbulkan aktivitas antikolinergik yang dapat memperburuk asma bronkial, retensi urin, glaukoma. Klorfeniramin memiliki interaksi dengan alkohol, depresan syaraf pusat, anti kolinergik.

Profil FarmakokinetikBioavailabilitas : 20-50%Ikatan protein : 72%Waktu paruh : 21-27 jamMetabolisme : HepatikEkskresi : RenalKelarutan dalam air: 0.55 g/100 mL, liquid mg/mL (20 C)

SINTESISChlorpheniramine, 3-(p-chlorophenyl)-3-(2-pyridyl)propyldimethylamine (16.1.12) disintesis melalui 2 jalur.Jalur pertama: dari 4- klorbenzilcyanid yang direaksikan dengan 2-klorpiridin dengan kehadiran Natrium amida membentuk 4-klorofenil (2-piridil) asetonitril (16.1.10). Alkilasi produk ini dengan 2-dimetilaminoetilklorida dalam Natrium amida menghasilkan -(4-klorofenil)--siano-N,N-dimetil-2-piridinpropanamin (16.1.11), hidrolisis dan dekarboksilasi produk ini menghasilkan klorfeniramin (16.1.12)

Jalur kedua: dari piridin, melalui alkilasi oleh 4-klorobenzilklorida, menghasilkan 2-(4-klorobenzil) piridin (16.1.13). Alkilasi produk ini dengan 2-dimetilaminoetilklorida dalam natrium amida menghasilkan klorfeniramin (16.1.12)

Antihistamin adalah obat dengan efek antagonis terhadap histamin. Di pasaran banyak dijumpai berbagai jenis antihistamin dengan berbagai macam indikasinya. Antihistamin terutama dipergunakan untuk terapi simtomatik terhadap reaksi alergi atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin berlebih. Penggunaan antihistamin secara rasional perlu dipelajari untuk lebih menjelaskan perannya dalam terapi karena pada saat ini banyak antihistamin generasi baru yang diajukan sebagai obat yang banyak menjanjikan keuntungan. Di Indonesia,Chlorpheniramin maleatatau lebih dikenal dengan CTM merupakan salah satu antihistaminika yang memiliki efek sedative atau menimbulkan rasa kantuk. Namun, dalam penggunaannya di masyarakat lebih sering sebagai obat tidur dibanding antihistamin sendiri. Keberadaanya sebagai obat tunggal maupun campuran dalam obat sakit kepala maupun influenza lebih ditujukan untuk rasa kantuk yang ditimbulkan sehingga pengguna dapat beristirahat.CTM mengandung chlorpheniramine maleate. Chlorpheniramine maleate termasuk dalam kategori agen antialergi, yaitu histamin (H1-receptor antagonist). Chlorpheniramine maleate memiliki nama kimia 2-Pyridinepropanamine, b-(4-chlorophenyl)-N,N-dimethyl.Obat ini biasa digunakan untuk meredakan bersin, gatal, mata berair, hidung atau tenggorokan gatal, dan pilek yang disebabkan oleh hay fever (rinitis alergi), atau alergi pernapasan lainnya.Penelitian pada hewan pada obat ini tidak menunjukkan risiko pada janin tetapi tidak ada studi terkontrol pada wanita hamil. Penelitian pada hewan telah menunjukkan efek samping (selain penurunan fertilitas) yang tidak dikonfirmasi dalam studi terkontrol pada wanita dalam 1 trimester, serta tidak ada bukti risiko pada trimester berikutnya.Obat golongan ini memiliki efek penenang yang relatif lemah dibandingkan dengan antihistamin generasi pertama. Chlorphenamine sering dikombinasikan dengan fenilpropanolamin untuk membentuk suatu obat alergi dengan antihistamin dan dekongestan. Antihistamin sangat membantu dalam kasus di mana alergi merupakan penyebab batuk atau pilek.CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga dapat menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia. Menurut Dinamika Obat (ITB,1991), CTM merupakan salah satu antihistaminika H1 (AH1) yang mampu mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan demikian mampu meniadakan kerja histamin.Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1 dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot (bronkus, usus, uterus), kontraksi sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamin mencapai kulit misal pada gigitan serangga, maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler atau terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem imun.CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas dan keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih. Dalam Farmakologi dan Terapi edisi IV (FK-UI,1995) disebutkan bahwa histamin endogen bersumber dari daging dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang membentuk histamin dari histidin.Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek samping ini menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa menggangu bagi mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu, pengguna CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang mengendarai kendaraan.Jadi sebenarnya rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek samping dari obat tersebut. CTM adalah sebagai antihistamin yang menghambat pengikatan histamin pada resaptor histamin.Indikasi Kondisi alergi Bersin, gatal, mata berair, hidung atau tenggorokan gatal, dan pilek yang disebabkan oleh hay fever (rinitis alergi), atau alergi pernapasan lainnya. Syok anafilaktikKontraindikasi : Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap obat antihistamin