klasifikasi material
DESCRIPTION
nnnnnTRANSCRIPT
A. Klasifikasi Material
a. Klasifikasi Material
Material-material yang sering digunakan didalam masalah teknik di bagi menjadi
4 bagian besar :
1. Logam
2. Keramik
3. Polimer
4. Komposit
b. Rangkuman sifat-sifat material sesuai klasifikasi
1. LOGAM
Logam yang digunakan sebagai bahan teknik terbagi menjadi 2 yaitu ;
logam berbahan dasar Fe (Ferro) atau besi
Logam yang tidak berbahan dasar Ferro (non Ferro)
Logam berbahan dasar Fe di bagi menjadi :
a) Baja
Baja adalah paduan antara Fe dan C (besi dan karbon), karbon maksimum
dari baja adalah 2,1 %. Karbon didalam baja membentuk karbida besi
(Fe3C atau sementit)
Berdasarkan komposisi kimia baja dapat di bagi :
Baja karbon :
@. Baja karbon rendah = %C < 0.2%
@. Baja Karbon sedang = 0.2 > %C < 0.5
@. Baja karbon Sedang = %C > 0.5%
1
b) Baja Paduan:
Baja terdiri dari unsur Fe+C, tetapi dalam pembuatan baja tersebut
ditambahkan unsur-unsur paduan yang dapat mempengaruhi sifat-sifat dari
baja tersebut. Unsur-unsur paduan yang biasa ditambahkan dalam
pembuatan baja seperti : Mn, Al, Ni, Cr, S, P, Mg, Si, dsb.
Baja paduan di bagi berdasarkan jumlah persentase unsur paduan yang di
tambahkan
@ baja paduan rendah = apabila jumlah unsur paduannya < 5% , jumlah
ini tidak merubah sifat baja secara luas.
@ baja paduan tinggi = apabila jumlah unsur paduannya >5%, jumlah ini
akan mempengaruhi sifat baja secara luas contoh : baja tahan karat dengan
unsur paduan Cr >12%.
Berdasarkan Fungsi baja dapat dibagi :
– baja Konstruksi
– Baja Perkakas
– Baja Temperatur tinggi
c) Besi Cor
Besi cor terdiri dari Fe+C , Komposisi karbon pada besi cor di atas 2,1%.
Karbon bebas dari besi cor berupa Grafit yang memiliki sifat getas.
Dari bentuk grafit besi cor dapat dibagi menjadi :
– Besi cor putih ( tidak memiliki grafit dan sifatnya hampir sama
dengan baja karbon tinggi)
– Besi Cor Kelabu (grafit berbentuk pipih)
– Besi cor nodular (grafit berbentuk bulat)
– Besi cor maliable( grafit berbentuk bunga)
2
Sifat –sifat umum dari LOGAM
– Konduktifitas listrik dan termal yang tinggi
– Sifat-sifat mekanik (kekerasan dan kekuatan) umumnya tinggi
– Masa Jenis relatif tinggi
– Bersifat korosi
– Warna yang khas dan tidak transparan
2. KERAMIK
Klasifikasi dari keramik :
Bahan ORGANIK bukan LOGAM; Penggunaan dan pemakaiannya pada
temperatur tinggi
Bahan dari senyawa LOGAM; (oksida,barida, karbida,dan nitrida)
Penggunaan keramik biasanya untuk Isolator, komponen-komponen
abrasif, dapat digunakan sebagai lapisan penghalang termal contoh Batu
Tahan Api (BTA)
Sifat-sifat umum dari Keramik
– Keras dan getas
– Kekuatan tarik rendah
– Kekuatan Tekan Tinggi
– Isolator yang baik
– Tahan korosi
– Tahan pada temperatur tinggi
3. POLIMER
3
Klasifikasi polimer dapat dibagi berdasarkan :
Sumber atau asal
– Alam : hewan, tumbuhan, dan mineral
– Sintetis : hasil polimerisasi hasil polimer adisi
Sifat termal
– Termoplastik (selulosa, polisterin, Vinil)
– Termoseting plastik (phenol, amino, furan, gemuk)
Sifat-sifat umum dari polimer
– Ringan (masa jenis relatif rendah)
– Tidak tahan temperatur tinggi
– Kekuatan tarik rendah dan keuletan tinggi
– Isolator yang baik
– Modulus elastisitas rendah
4.KOMPOSIT
Merupakan gabungan dua jenis bahan atau lebih yang terdiri dari SERAT
dan MATRIK, digabung dengan konstruksi tertentu tanpa mengubah sifat-
sifat bahan penyusunnya.
Jenis-jenis serat :
– serat gelas
– serat karbon
– serat polimer
– serat logam
4
Klasifikasi dari komposit tergantung kepada bahan-bahan penyusun
seperti :
Beton bertulang
matrik = pasir, semen,
kerikil
serat = batang baja
Pahat karbida
matrik = Perlit
serat = karbida besi
( sementit)
pahat CERMET
matrik = Keramik
serat = logam
Carbonex
matrik = Resin
serat = serat karbon
B. Diagram Fasa Fe-C
a. Gambar diagram fasa dan penjelasannya
Keterangan diagram Fe-Fe3C :
0,008%C : batas kelarutan minimum karbon pada ferit pada temperature kamar
0,025%C : batas kelarutan maksimum karbon pada ferit padatemperatur 723oC
0,083%C : titik eutectoid
2%C : batas kelarutan pada besi delta pada temperature 1130oC
5
4,3%C : titik eutectoid
18%C : batas kelarutan pada besi delta pada temperature 1439oC
Garis A0 :garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic dari sementit
Garis A1 : garis temperature dimana terjadi austenite (gamma) menjadi ferrit
dalam pendinginan
Garis A2 : garis termperatur dimana terjadi transformasi magnetic pada ferit
Garis A3 : garis temperature dimana terjadi perubahan ferit menjadi
austenite(gamma) pada pemanasan
Garis A : garis yang menunjukan kandungan karbon dan transformasi baja
hypoeutectoid
Garis E : garis yang menunjukan transformasi baja eutectoid
Garis B : garis yang menunjukkan kandungan karbon dari baja transformasi
baja hypoeutectoid
Garis liquidus: garis yang menunjukan awal dari proses pendinginan(pembekuan)
Garis solidus: garis yang menunjukan batas antara austenite solid dan austenite
liquid.
6
Transformasi pada diagram fasa Fe-Fe3C
Diagram kesetimbangan fasa Fe-Fe3C adalah alat penting untuk memahami
struktur mikro dan sifat-sifat baja karbon. Suatu jenis logam paduan besi (Fe) dan
karbon (C). diagram fasa Fe-Fe3C juga merupakan dasar pembuatan baja dan besi
cor dalam pembuatan logam. Karbon larut didalam besi dalam bentuk larutan
padat(solid solution) hingga 0,05% berat pada temperature ruangan. Pada kadar
karbon lebih dari 0,055 akan terbentuk endapan karbon dalam bentuk
hard intermetallic stoichiomater compound(Fe3C)yang lebih dikenal sebagai
cementi atau karbid. Dari diagram fasa tersebut dapat diperoleh informasi-
informasi penting lain antara lain:
1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperature yang berbeda dengan
pendinginan lambat.
2. Temperature pembekuan dan daerah daerah pembekuan paduan Fe-C bisa
dilakukan pendinginan lambat
3. Temperature cair masing-masing paduan
4. Batas-batas kelarutan atau atau batas kesetimbangan dari unsur karbon fasa
tertentu.
5. Reaksi – reaksi metalurgi yang terbentuk.
Besi merupakan salah satu logam yang memiliki sifat allotropi, sifat allotropi
dimiliki besi sendiri ada 3 yaitu:
1. Delta iron(δ)mampu melarutkan karbon max 0,1% pada 1500oC
2. Gamma iron(γ)mampu melarutkan karbon max 2% pada 1130oC
3. Alpha iron(α) mampu melarutkan karbon max 0,025% pada 723oC
Transformasi allotropic pada besi, Fe(δ), Fe(γ) dan Fe(α) terjadi secara difusi
sehingga membutuhkan waktu tertentu pada temperature konstan Karena reaksi
mengeluarkan panas laten.
Diagram fasa besi karbon.
b. Proses Pendinginan
A. Heat Treatment dengan pendinginan tak menerus
Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian ditahan
pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan menghasilkan
7
struktur mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada diagram: Isothermal
Tranformation Diagram.
Gambar 6.4 Isothermal transformation diagram for 0.2 C. 0.9% Mn steel
Penjelasan diagram:
Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar karbon
dalam baja.
Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan suhunya dititik
tertentu yang letaknya dibagian atas dari kurva C, akan menghasilkan
strukturperlit dan ferit.
Bila ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C tapi masih disisi
sebelah atas garis horizontal, maka akan mendapatkan struktur mikro Bainit(lebih
keras dari perlit).
Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan
mendapat struktur Martensit (sangat keras dan getas).
8
Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut akan bergeser
kekanan.
Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan, lamanya
pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan timbul butiran yang lebih
besar. Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan ukuran butir yang lebih
kecil.
B. HEAT TREATMENT DENGAN PENDINGINAN MENERUS
Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material baja
dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai dengan suhu
rendah.
Pengaruh kecepatan pendinginan manerus terhadap struktur mikro yang terbentuk
dapat dilihat dari diagram Continuos Cooling Transformation Diagram.
Penjelasan diagram:
9
Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan
menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit.
Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan
menghasilkan struktur mikro perlit dan bainit.
Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan
struktur mikro martensit.
Dalam prakteknya ada 3 heat treatment dalam pembuatan baja:
Pelunakan (Annealing) : pemanasan produk setengah jadi pada suhu 850 -
9500C dalam waktu yang tertentu, lalu didinginkan secara perlahan (seperti garis-a
diagram diatas). Proses ini berlangsung didapur (furnace). Butiran yang dihasilkan
umumnya besar/kasar.
Normalizing : pemanasan produk setengah jadi pada suhu 875 9800C disusul
dengan pendinginan udara terbuka (seperti garis-b diagram diatas). Butiran yang
dihasilkan umumnya berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan penggilingan
kondisi panas (rolling).
Quenching : system pendinginan produk baja secara cepat dengan cara
penyemprotan air pada pencelupan serta perendaman produk yang masih panas
kedalam media air atau oli. Sistem pendinginan ini seperti garis-c diagram diatas.
Selain dari ketiga system heat treatment diatas ada juga heat treatment tahap
kedua pada rentang suhu dibawah austenit yang dinamakan Tempering.
Pemanasan ulang produk baja ini biasa dilakukan untuk produk yang sebelumnya
di quenching. Setelah di temper, maka diharapkan produk tersebut akan lebih
ulet dan liat.
C. Pengerjaan Dingin dan Pengerjaan Panas
a. Pengerjaan dingin vs pengerjaan panas
Proses pengerjaan panas : proses pembentukan yang dilakukan pada
daerah temperature rekristalisasi logam yang diproses. Akibat konkretnya
ialah logam bersifat lunak pada temperature tinggi. Keuntungannya :
bahwa deformasi yang diberikan kepada benda kerja dapat relative besar,
hal ini dikarenakan sifat lunak dan sifat ulet pada benda kerja, sehingga
10
gaya pembentukan yang dibutuhkan relative kecil, serta benda kerja
mampu menerima perubahan bentuk yang besar tanpa retak.
2. Proses pengerjaan dingin : proses pembentukan yang dilakukan pada
daerah temperature dibawah temperature rekristalisasi, pada umumnya
pengerjaan dingin dilakukan pada suhu temperature kamar, atau tanpa
pemanasan. Pada kondisi ini, logam yang dideformasi terjadi peristiwa
pengerasan regangan. Logam akan bersifat makin keras dan makin kuat,
tetapi makin getas bila mengalami deformasi, bila dipaksakan adanya
suatu perubahan bentuk yang besar, maka benda kerja akan retak akibat
sifat getasnya. Keunggulan : kondisi permukaan benda kerja yang lebih
baik dari pada yang diproses dengan pengerjaan panas, hal ini dikarenakan
tidak adanya proses pemanasan yang dapat menimbulkan kerak pada
permukaan. Contoh, proses penarikan kawat, dan pembentukan pelat.
Klasifikasi berdasarkan gaya pembentukan :
1. Pembentukan dengan tekanan, contoh tempa, pengerolan, ekstrusi, pukul
putar.
2. pembentukan dengan tekanan dan tarikan, contoh : penarikan kawat, pipa,
penarikan dalam, dan penipisan dinding tabung.
3. pembentukan dengan tarikan, contoh : tarik regang, ekspansi.
4. pembentukan dengan tekukan, contoh : proses tekuk, proses rol tekuk.
5. pembentukan dengan geseran.
Klasifikasi berdasarkan bentuk benda kerja :
1. pembentukan benda kerja masif atau pejal, ciri : terjadinya perubahan tebal
pada benda kerja secara maksimal, atau mencolok selama diproses.
2. pembentukan benda kerja pelat, ciri : tebal dianggap tetap, karena
perubahan tebal sangat kecil, tetapi perubahan bentuk tertentu saat
dideformasi.
Klasifikasi berdasarkan tahapan produk :
11
1. proses pembentukan primer, proses ini menghasilkan produk setengah jadi.
Contoh : pelat dan profil dari bahan baku berupa ingot, slab dan billet.
2. proses pembentukan sekunder, proses lebih lanjut yang dihasilkan oleh proses
primer, atau proses final. Contoh, penarikan kawat, penarikan dalam, dan
pembuatan pipa dan plat.
Secara makrokopis, deformasi dapat dilihat sebagai perubahan
bentuk dan ukuran. Deformasi dibedakan atas deformasi elastis dan
plastis. Deformasi elastis, perubahan bentuk yang terjadi bila ada gaya
yang berkerja, serta akan hilang bila bebannya ditiadakan (benda akan
kembali kebentuk dan ukuran semula). Deformasi plastis, perubahan
bentuk yang permanen, meskipun bebannya dihilangkan.
Mekanisme deformasi secara mikro. Secara mikro, perubahan
bentuk baik deformasi elastis maupun plastis disebabkan oleh bergesernya
kedudukan atom-atom dari tempatnya semula. Pada deformasi elasitis
adanya tegangan akan menggeser atom-atom ke tempat kedudukannya
yang baru, dan atom-atom tersebut akan kembali ke tempatnya yang
semula bila tegangan tersebut ditiadakan. Jarak pergeseran atom secara
elastis, yaitu tidak kuran dari 0,5%. Pada deformasi plastis, atom-atom
yang bergeser menempati kedudukannya yang baru dan stabil, meskipun
beban (tegangan) dihilangkan, atom-atom tersebut tetap berada pada
kedudukan yang baru. Model pergeseran atom-atom tersebut disebut slip.
Mekanisme slip.Atom-atom logam tersusun secara teratur
mengikuti pola geometris yang tertentu. Adanya tegangan geser yang
cukup besar, maka atom akan bergeser dan berpindah serta menempati
posisinya yang baru. Bidang-bidang atom yang jaraknay berjauhan adalah
yang kerapatan atomnya tinggi. Maka, bidang slip adalah bidang yang
rapat atomnya tinggi. Pergeseran atom-atom ini juga mempunyai arah,
yang disebut arah slip.
Hubungan antara deformasi dengan teori dislokasi.
Dislokasi yaitu, cacat bidang atau cata garis yang mempermudah
terjadinya slip. Dengan demikian adanya dislokasi akan menurunkan
12
kekuatan logam. Hal ini disebabkan adanya tegangan geser. Dislokasi
yang mencapai permukaan luar dapat diartikan menimbulakan suatu
deformasi, dalam skala mikroskopis. Dislokasi dibedaka atas 2 jenis,
secara model ekstrem :
1. dislokasi sisi, (garis dislokasi tegak lurus terhadap vektor slipnya,
dan arah gerakan dislokasi searah dengan vektor Burgernya).
2. dislokasi ulir, (garis dislokasi searah dengan vektor Burger, arah
gerakan dislokasi tegak lurus terhadap vektor Burger).
Pengaruh pengerjaan dingin terhadap sifat logam adalah, deformasi
akan menyebabkan naiknya kekerasan, naiknya kekuatan, tatapi disertai
dengan turunyanya keuletan. Untuk mengembalikan logam kesifat semula
(lunak dan ulet) perlu dilakukan proses pemanasan terhadap benda kerja
yang telah mengalami pengerjaan dingin.
Pengaruh pemanasan setalah pegerjaan dingin, perubahan sifat
akibat pemanasan tergantung pada temperatur dan waktu pemanasan.
Prinsip dasarnya ialah bahawa pemanasan terhadap benda kerja yang telah
mengalami deformasi akan menurunkan kerapatan dislokasinya.
Pemanasan pada daerah yang dibawah temperatur rekristalisasai akan
menyebabkan dua hal :
1. terjadinya gerakan dislokasi difusi yang disebut gerakan memanjat
(climb).
2. adanya pengaturan kembali susunan dislokasi yang tadinya kurang teratur
menajdi lebih teratur. Peristiwa ini disebut poligonisasi.
Pengaruh deformasi terhadap temperatur rekristalisasi. Temperatur
rekristalisasi, yaitu pada mulai terjadinya nukleasi inti-inti baru, bukanlah
suatu titik yang tetap sebagimana halnya titik cair logam. Deformasi
menyebabkan kenaikan energi dalam pada logam, yaitu dalam bentuk
kerapatan dislokasi yang lebih tinggi.
13
b. Proses Recovery
Recovery
Recovery adalah pelepasan energi regangan didalam bahan kerena
gerakan dislokasi (karena gaya yang diberikan) disebabkan oleh difusi
atom yang meningkat pada temperatur yang lebih tinggi. Sebagian energi
regangan dilepaskan dan jumlah diskolasi turun, konduktivitas listrik dan
thermal menjadi lebih baik seperti keadaan sebelum dilakukan pengerjaan
dingin. Pada tahapan ini belum terjadi perubahan sifat mekanik maupun
struktur mikro.
D. Perlakuan Baja
Proses Perlakuan Panas Pada Baja
Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam
dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan
pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi
kimia logam yang bersangkutan. Tujuan proses perlakuan panas untuk
menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam
akibat proses perlakuan panas dapat mencakup keseluruhan bagian dari
logam atau sebagian dari logam.
Adanya sifat alotropik dari besi menyebabkan timbulnya variasi
struktur mikro dari berbagai jenis logam. Alotropik itu sendiri adalah
merupakan transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) ke
bentuk susunan atom yang lain. Pada temperatur dibawah 910 0C sel
satuannya Body Center Cubic (BCC), temperatur antara 910 dan 1392 oC
14
sel satuannya Face Center Cubic (FCC) sedangkan temperatur diatas
1392 sel satuannya kembali menjadi BCC.
Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu :
Softening (Pelunakan) : Adalah usaha untuk menurunkan sifat
mekanik agar menjadi lunak dengan cara mendinginkan material yang
sudah dipanaskan didalam tungku (annealing) atau mendinginkan dalam
udara terbuka (normalizing).
Hardening (Pengerasan) : Adalah usaha untuk meningkatkan sifat
material terutama kekerasan dengan cara selup cepat (quenching) material
yang sudah dipanaskan ke dalam suatu media quenching berupa air, air
garam, maupun oli.
Austenisasi Pada Perlakuan Panas
Tujuan proses austenisasi adalah untuk mendapatkan struktur
austenit yang homogen. Kesetimbangan kadar karbon austenit akan
bertambah dengan naiknya suhu austenisasi, ini mempengaruhi
karakteristik isothermal. Bila kandungan karbon meningkat maka
temperatur Ms menjadi rendah, selain itu kandungan karbon akan
meningkat pula jumlah grafit akan membentuk senyawa karbida yang
semakin banyak. Proses perlakuan panas selalu diawali dengan
transformasi dekomposisi austenit menjadi struktur mikro yang lain.
Struktur mikro yang dihasilkan lewat transformasi tergantung pada
parameter proses perlakuan panas yang diterapkan dan jenis proses proses
perlakuan panas. Struktur mikro yang berubah melalui transformasi
dekomposisi austenit menjadi struktur mikro yang lain, dimaksudkan
untuk memperoleh sifat mekanik dan fisik yang diperlukan untuk suatu
aplikasi proses pengerjaan logam. Proses selanjutnya setelah fasa tunggal
austenit terbentuk adalah pendinginan, dimana mekanismenya dipengaruhi
oleh temperatur, waktu, serta media yang digunakan. Pada pendinginan
secara perlahan-lahan perubahan fasa berdasarkan mekanisme difusi,
dimana kehalusan dan kekasaran struktur yang dihasilkan tergantung pada
kecepatan difusi.
15
Bila pendinginan dilakukan secara cepat, maka perubahan fasanya
berdasarkan mekanisme geser menghasilkan struktur mikro dengan sifat
mekanik yang keras dan getas. Perubahan struktur mikro selama proses
pendinginan dapat merupakan paduan dari mekanisme difusi dan
mekanisme geser. Variasi dari pembentukan struktur mikro yang
merupakan fungsi dari kecepatan pendinginan pada baja dari temperatur
eutektoid,
1.Hardening
Hardening adalah perlakuan panas terhadap logam dengan sasaran
meningkatkan kekerasan alami logam. Perlakuan panas menuntut
pemanasan benda kerja menuju suhu pengerasan, jangka waktu
penghentian yang memadai pada suhu pengerasan dan pendinginan
(pengejutan) berikutnya secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis.
Akibat pengejutan dingin dari daerah suhu pengerasan ini, dicapailah suatu
keadaan paksaan bagi struktur baja yang merangsang kekerasan, oleh
karena itu maka proses pengerasan ini disebut pengerasan kejut.
Karena logam menjadi keras melalui peralihan wujud struktur,
maka perlakuan panas ini disebut juga pengerasan alih wujud.Kekerasan
yang dicapai pada kecepatan pendinginan kritis (martensit) ini diringi
kerapuhan yang besar dan tegangan pengejutan, karena itu pada umumnya
dilakukan pemanasan kembali menuju suhu tertentu dengan pendinginan
lambat.
Kekerasan tertinggi (66-68 HRC) yang dapat dicapai dengan
pengerasan kejut suatu baja, pertama bergantung pada kandungan zat
arang, kedua tebal benda kerja mempunya pengaruh terhadap kekerasan
karena dampak kejutan membutuhkan beberpa waktu untuk menenmbus
kesebelah dalam, dengan demikian maka kekersan menurun kearah inti.
2. Tempering
Dimana logam yang tidak dikeraskan, dipanaskan sampai
temperature dibawah titik kritis kemudian ditahan dalam waktu yang
secukupnya pada temperature ini kemudian didinginkan perlahan-lahan,
16
tujuannya adalah untuk mengurangi internal strees dan menstabilkan
struktur dari logam
3. Anealing
Anealing adalah perlakuan panas logam dengan pendinginan yang
lambat. a) untuk memindahkan tekanan internal atau untuk mengurangi
b) untuk menyuling struktur kristal (melibatkan pemanasan di atas
temperatur kritis bagian atas). logam dipanaskansekitar 25oC di atas
temperatur kritis bagian atas, ditahan dalam beberapa waktu, kemudian
didinginkan pelan-pelan di tungku perapian. Proses ini digunakan untuk
memindahkan tekanan internal penuh sebagai hasil proses pendinginan.
Berikutnya pendinginan logam diatur kembali di dalam sama benar untuk
menurunkan energi bentuk wujud, tegangan yang baru dibebaskan
dibentuk dan pertumbuhan butir dukung. Tujuannya untuk menghilangkan
internal stress pada logam dan untuk menghaluskan grain (batas butir) dari
atom logam, serta mengurangi kekerasan, sehingga menjadi lebih ulet
Annealing terdiri dari 3 proses yaitu :
1. Fase recovery
2. Fase rekristalisasi
3. Fase grain growth ( tumbuhnya butir)
Fase recovery adalah hasil dari pelunakan logam melalui pelepasan cacat kristal
(tipe utama dimana cacat linear disebut dislokasi) dan tegangan dalam.
Fase rekristalisasi adalah fase dimana butir nucleate baru dan tumbuh untuk
menggantikan cacat- cacat oleh tegangan dalam.
Fase grain growth ( tumbuhnya butir) adalah fase dimana mikrostruktur mulai
menjadi kasar dan menyebabkan logam tidak terlalu memuaskan untuk proses
pemesinan.
4. Normalizing
Normalizing adalah perlakuan panas logam di sekitar 40oC di atas
batas kritis . logam kemudian di tahan pada temperatur ini untuk masa
17
waktu yang cukup, kemudian didinginkan dengan udara. Hal ini bisa
menghasilkan temperatur logam terjaga untuk sementara waktu sekitar 2
menit per mm dari ketebalan, tidak melebihi temperatur kritis lebih dari
50oC. Struktur yang diperoleh dalam proses ini adalah perlit
( eutectoid) atauperlit brown ferrite ( hypoeutectoid) atau perlit brown
cementite ( hypereutectoid). Karena baja didinginkan di dalam air, hasil
proses baik dalam formasi perlit dengan ditingkatkan sifat mekanis
dibandingkan proses anealing Normalizing digunakan untuk menyuling
struktur butir dan menciptakan suatu austenite yang lebih homogen ketika
baja dipanaskan kembali,
E. Pengujian Material
Pengujian tarik yaitu pengujian yang bertujuan untuk mendapatkan
gambaran tentang sifat-sifat dan keadaan dari suatu logam. Pengujian tarik
dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan-lahan, kemudian
akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan gaya yang
bekerja. Kesebandingan ini terus berlanjut sampai bahan sampai
titik propotionality limit. Setelah itu pertambahan panjang yang terjadi
sebagai akibat penambahan beban tidak lagi berbanding lurus,
pertambahan beban yang sama akan menghasilkan penambahan panjang
yang lebih besar dan suatu saat terjadi penambahan panjang tanpa ada
penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinya. Hal
ini dikatakan batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini hanya
berlangsung sesaat dan setelah itu akan naik lagi.
1. Pengujian Tarik
Tujuan daripada pengujian ini untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan
perubahan-perubahan dari suatu bahan uji terhadap pembebanan tarik.
Sifat mekanik yang dihasilkan dari pengujian ini adalah :
18
•Kekuatan Tarik Maksimun
•Kekuatan Luluh
•Modulus Elastisitas
•Ketangguhan
•Elongasi / Perpanjangan material
2. Pengujian Kekerasan
Kekerasan adalah kemampuan material menahan deformasi plastis. Kekerasan
material menentukan:
o ketahanan aus.
o ketahanan gores.
Metode Pengujian kekerasan :
• Metode Goresan – Mohs
• Metode Penekanan / Penusukan
• Metode Pantulan – Shore Schleroskop
Macam – macam pengujian dengan cara penusukan :
• Pengujian Rockwell
• Pengujian Brinell
• Pengujian Vickers
• Pengujian Meyer
3. Uji bending
Uji lengkung (bending test) merupakan salah satu bentuk pengujian
untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Selain itu uji
bending digunakan untuk mengukur kekuatan material akibat pembebanan
dan kekenyalan hasil sambungan las baik di weld metal maupun
HAZ. Dalam pemberian beban dan penentuan dimensi mandrel ada
beberapa factor yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Kekuatan tarik (Tensile Strength)
2. Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan C.
Tegangan luluh (yield).
19
Berdasarkan posisi pengambilan spesimen, uji bending dibedakan
menjadi 2 yaitu transversal bending dan longitudinal bending.
Transversal Bending :Pada transversal bending ini, pengambilan spesimen tegak
lurus dengan arah pengelasan.
Longitudinal Bending :Pada longitudinal bending ini, pengambilan spesimen
searah dengan arah pengelasan berdasarkan arah pembebanan dan lokasi
pengamatan
4. Uji Impak
Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun
kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji
impak. Umumnya pengujian impak menggunakan batang bertakik.
Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk
menentukan kecenderungan benda untuk bersifat getas. Dengan jenis uji
ini dapat diketahui perbedaan sifat benda yang tidak teramati dalam uji
tarik. Hasil yang diperoleh dari uji batang bertakik tidak dengan sekaligus
memberikan besaran rancangan yang dibutuhkan, karena tidak mungkin
mengukur komponen tegangan tiga sumbu pada takik.
Para peneliti kepatahan getas logam telah menggunakan bebagai
bentuk benda uji untuk pengujian impak bertakik. Secara umum benda uji
dikelompokkan ke dalam dua golongan standar. Dikenal ada dua metoda
percobaan impak, yaitu;
1. Metoda Charpy
Batang impak biasa, banyak di gunakan di Amerika Serikat. Benda
uji Charpy mempunyai luas penampang lintang bujursangkar (10 x 10
mm) dan mengandung takik V-45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan
kedalaman 2 mm. Benda uji diletakan pada tumpuan dalam posisi
mendatar dan bagian yang tak bertakik diberi beban impak dengan ayunan
bandul (kecepatan impak sekitar 16 ft/detik). Benda uji akan melengkung
dan patah pada laju regangan yang tinggi, kia-kira 103 detik.
20
2. Metoda Izod
Dengan batang impak kontiveler. Benda uji Izod lazim digunakan di
Inggris, namun saat ini jarang digunakan. Benda uji Izod mempunyai
penampang lintang bujursangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat
ujung yang dijepit.
Pemanfaatan utama hasil uji Charpy dalam rekayasa adalah untuk
memilih benda yang tahan terhadap patah getas dengan menggunakan
kurva suhu peralihan. Dasar pemikiran perancangan adalah memilih benda
yang mempunyai ketangguhan takik yang memadai untuk berbagai kondisi
pembebanan yang berat sedemikian hingga kemampuan dukung beban
bagian konstruksi dapat dihitung dengan menggunakan metode kekuatan
standar, tanpa memperhatikan sifat-sifat patah dari benda atau efek
konsentrasi tegangan retak atau cacat.
Suhu peralihan benda dapat digolongkan menjadi 3 kategori,
seperti tampak pada gambar 5. Logam kps (FCC) berkekuatan menengah
dan rendah dan sebagian besar logam heksagonal tumpukan padat
mempunyai ketangguhan takik yang demikian tingginya sehingga
kepatahan getas tidak merupakan persoalan, terkecuali dalam lingkungan
kimiawi khusus yang relatif.
Benda berkekuatan tinggi (σ0 > E/150) mempunyai ketangguhan
takik demikian rendahnya, sehingga patah getas dapat terjadi akibat beban
nominal di daerah elastis pada sembarang suhu dan laju regangan, apabila
terdapat cacat (retakan). Baja berkekuatan tinggi, paduan-paduan titanium
dan aluminium termasuk dalam kategori ini. Pada suhu rendah, terkadi
patah pembelahan getas, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi terjadi
perpatahan energi rendah. Pada kondisi seperti inilah, analisis mekanika
patahan merupakan hal yang berguna dan wajar. Ketangguhan takik logam
kubik pusat ruang (BCC) berkekuatan menengah dan rendah, Be, Zn dan
benda keramik sangat tergantung pada suhu. Pada suhu rendah, patah
21
terjadi secara pembelahan, sedangkan pada suhu tinggi terjadi perpatahan
ulet. Jadi, terdapat peralihan dari takik getas ke takik tangguh, apabila
suhu naik.
Kriteria suhu peralihan demikian dinamakan plastik peralihan
patah (fracture transition plastic,FTP). FTP adalah suhu di mana
perpatahan akan mengalami perubenda dari ulet sempurna menjadi patah
getas. Kemungkinan terjadinya patah getas di atas FTP, dapat diabaikan.
Penggunaan FTPdianggap tua dan pada berbagai penerapan,
kriteria FTP kurang praktis. Kriteria lain yang kurang konservatif adalah
berdasarkan suhu peralihan di mana terjadi perpatahan 50% pembelahan
dan 50% geseran, dan disebut T2. Kriteria ini dinamakan suhu peralihan
penampilan patah (fracture-appearance transition temperature, FATT).
Hubungan antara hasil uji impak Charpy dan kegagalan dalam pemakaian
menunjukkan bahwa bila terjadi patah belah pada batang Charpy kurang
dari 70%, maka besar kemungkinan bahwa tidak terjadi patah pada suhu
peralihan atau diatasnya, jika tegangan tidak melebihi setengah tegangan
luluhnya. Secara garis besarnya, akan diperoleh serupa bila digunakan
definisi suhu peralihan T3. T3 adalah nilai rata-rata bagian atas dan bagian
bawah.
Kriteria umum lainnya adalah definisi, suhu
peralihan T4 berdasarkan sembarang nilai energi serap yang
rendah, CV. T4 ini sering disebut suhu peralihan keuletan (ductility
transition temperature).Sesuai dengan hasil pengujian pada pelat baja
kapal Perang Dunia II, terbukti pada pada pelat tidak akan mengalami
patah getas apabila CV sama dengan 15 ft-lb pada suhu uji. Suhu peralihan
dimanaCV = 15 ft-lb menjadi kriteria umum yang diterima untuk baja kapal
kekuatan rendah. Akan tetapi, perlu ditegasakan di sini bahwa untuk benda
lain, CV 15 tidak berlaku.
Kriteria yang didefinisikan dengan cermat adalah penentuan suhu
transisi berdasarkan suhuT5 dimana terjadi patah belah sempurna atau
100%. Titik ini dikenal sebagai suhu tanpa keuletanatau NDT. NDT adalah
22
suhu dimana patah mulai terjadi tanpa didahului oleh deformasi plastik. Di
bawah NDT, kemungkinan terjadinya patah ulet dapat diabaikan.
23