kisah sukses pengusaha

12
Peter Firmansyah: Lewat Petersaysdenim Menembus Dunia Sewaktu masih duduk di bangku SMA, Peter Firmansyah, pria kelahiran Sumedang 4 Februari terbiasa mengubek-ubek tumpukan baju di pedagang kaki lima !ini, ia adalah pemilik usah mempr"duksi busana yang sudah dieksp"r ke beberapa negara #ak butuh waktu relati$ lama Semua itu mampu di%apai Peter hanya dalam waktu 1,& tahun membuka usahanya pada '"(ember )**8 !ini, jins, kaus, dan t"pi yang mengguna Petersaysdenim, bahkan, dikenakan para pers"nel kel"mp"k musik di luar negeri Sejumlah kel"mp"k musik itu seperti +$ Mi%e Man, e Sh"t #he M""n, dan .e$"re #heir /y dari Amerika Serikat, 0 am "mmitting A Sin, dan Sil(erstein dari !anada, serta '"t a 2erman sudah mengenal pr"duksiPeter Para pers"nel kel"mp"k musik itu bertubi-tubi menyampaikan pujiannya dalam situs Petersaysdenim Pada situs-situs internet kel"mp"k musik itu, label Petersaysdenim juga ter%antum sebaga Petersaysdenim pun bersanding dengan merek-merek kelas dunia yang menjadi sp"ns ibs"n, Fender, Pea(ey, dan Ma%beth Peter memasang harga jins mulai 5p 68&***, t"pi mulai 5p )*****, tas mulai 5p )6&***, mulai 5p )***** 7asrat Peter terhadap busana bermutu tumbuh saat ia masih SMA Peter y menjadi pegawai t"k" pada tahun )**6 kenal dengan banyak k"nsumennya dari kalangan berad sering kumpul-kumpul 0a kerap melihat teman-temannya mengenakan busana mahal Saya hanya bisa menahan keinginan punya baju bagus Mereka juga sering ke kelab, mabuk ngebut pakai m"bil, tapi saya tidak ikutan agi pula, duit dari mana, ujarnya Peter melihat, mereka tampak bangga, bahkan s"mb"ng dengan baju, %elana, dan sepatu yang dipakai 7arga %elana jins saja, misalnya, bisa 5p 6 juta Perasaan bangga seperti itu saya mun%ulkan kalau k"nsumen mengenakan busana pr"duk saya, ujarnya Peter ke%il akrab dengan kemiskinan Sewaktu masih kanak-kanak, perusahaan temp bekerja bangkrut sehingga ayahnya harus bekerja serabutan Peter pun mengalami +rangtuanya harus berutang untuk membeli makanan Pernah mereka tak mampu membeli beras sehingga keluarga Peter hanya bergantung pada bela kasihan kerabatnya aktu itu k"ndisi ek"n"mi keluarga sangat sulit Saya masih duduk SMP Al Ma:s"em, !abupaten .andung, kata Peter Sewaktu masih SMA, Peter terbiasa pergi ke kawasan perdagangan pakaian di ibadak, yang warga .andung di pelesetkan sebagai im"l alias ibadak Mall, .andung ;i k berupaya mendapatkan pr"duk bermerek, tetapi murah im"l saat ini sudah tid terkenal sebagai tempat menjajakan busana yang dijual dalam tumpukan Selepas SMA, ia melanjutkan pendidikan ke <ni(ersitas idyatama, .andung 'amun, biaya perguruan tinggi dirasakan sangat berat, hingga 5p & juta <ang itu pemberian wa$at #etapi, tak sampai sebulan Peter memutuskan keluar karena kekurangan biaya 0a be dengan "rangtuanya=perselisihan yang sempat disesali Peter=karena sudah menghabiskan bia besar 0a benar-benar memulai usahanya dari n"l Pendapatan selama menjadi pegawai t"k" disisih mengumpulkan m"dal ;i sela-sela pekerjaannya, ia juga mengerjakan pesanan membuat busan ;alam sebulan, Peter rata-rata membuat 1** p"t"ng jaket, sweter, atau kaus ! diper"leh antara 5p 1****- 5p )**** per p"t"ng

Upload: anggik-pratama

Post on 04-Oct-2015

35 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Teknik Kimia POLSRI

TRANSCRIPT

Peter Firmansyah: Lewat Petersaysdenim Menembus DuniaSewaktu masih duduk di bangku SMA, Peter Firmansyah, pria kelahiran Sumedang 4 Februari 1984, terbiasa mengubek-ubek tumpukan baju di pedagang kaki lima. Kini, ia adalah pemilik usaha yang memproduksi busana yang sudah diekspor ke beberapa negara.Tak butuh waktu relatif lama. Semua itu mampu dicapai Peter hanya dalam waktu 1,5 tahun sejak ia membuka usahanya pada November 2008. Kini, jins, kaus, dan topi yang menggunakan merek Petersaysdenim, bahkan, dikenakan para personel kelompok musik di luar negeri.Sejumlah kelompok musik itu seperti Of Mice & Man, We Shot The Moon, dan Before Their Eyes, dari Amerika Serikat, I am Committing A Sin, dan Silverstein dari Kanada, serta Not Called Jinx dari Jerman sudah mengenal produksi Peter. Para personel kelompok musik itu bertubi-tubi menyampaikan pujiannya dalam situs Petersaysdenim.Pada situs-situs internet kelompok musik itu, label Petersaysdenim juga tercantum sebagai sponsor. Petersaysdenim pun bersanding dengan merek-merek kelas dunia yang menjadi sponsor, seperti Gibson, Fender, Peavey, dan Macbeth.Peter memasang harga jins mulai Rp 385.000, topi mulai Rp 200.000, tas mulai Rp 235.000, dan kaus mulai Rp 200.000. Hasrat Peter terhadap busana bermutu tumbuh saat ia masih SMA. Peter yang lalu menjadi pegawai toko pada tahun 2003 kenal dengan banyak konsumennya dari kalangan berada dan sering kumpul-kumpul. Ia kerap melihat teman-temannya mengenakan busana mahal.Saya hanya bisa menahan keinginan punya baju bagus. Mereka juga sering ke kelab, mabuk, dan ngebut pakai mobil, tapi saya tidak ikutan. Lagi pula, duit dari mana, ujarnya.Peter melihat, mereka tampak bangga, bahkan sombong dengan baju, celana, dan sepatu yang mereka dipakai. Harga celana jins saja, misalnya, bisa Rp 3 juta. Perasaan bangga seperti itulah yang ingin saya munculkan kalau konsumen mengenakan busana produk saya, ujarnya.Peter kecil akrab dengan kemiskinan. Sewaktu masih kanak-kanak, perusahaan tempat ayahnya bekerja bangkrut sehingga ayahnya harus bekerja serabutan. Peter pun mengalami masa suram. Orangtuanya harus berutang untuk membeli makanan.Pernah mereka tak mampu membeli beras sehingga keluarga Peter hanya bergantung pada belas kasihan kerabatnya. Waktu itu kondisi ekonomi keluarga sangat sulit. Saya masih duduk di bangku SMP Al Masoem, Kabupaten Bandung, kata Peter.Sewaktu masih SMA, Peter terbiasa pergi ke kawasan perdagangan pakaian di Cibadak, yang oleh warga Bandung di pelesetkan sebagai Cimol alias Cibadak Mall, Bandung. Di kawasan itu dia berupaya mendapatkan produk bermerek, tetapi murah. Cimol saat ini sudah tidak ada lagi. Dulu terkenal sebagai tempat menjajakan busana yang dijual dalam tumpukan.Selepas SMA, ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Widyatama, Bandung. Namun, biaya masuk perguruan tinggi dirasakan sangat berat, hingga Rp 5 juta. Uang itu pemberian kakeknya sebelum wafat. Tetapi, tak sampai sebulan Peter memutuskan keluar karena kekurangan biaya. Ia berselisih dengan orangtuanyaperselisihan yang sempat disesali Peterkarena sudah menghabiskan biaya besar.Ia benar-benar memulai usahanya dari nol. Pendapatan selama menjadi pegawai toko disisihkan untuk mengumpulkan modal. Di sela-sela pekerjaannya, ia juga mengerjakan pesanan membuat busana. Dalam sebulan, Peter rata-rata membuat 100 potong jaket, sweter, atau kaus. Keuntungan yang diperoleh antara Rp 10.000- Rp 20.000 per potong.Gaji saya hanya sekitar Rp 1 juta per bulan, tetapi hasil dari pekerjaan sampingan bisa mencapai Rp 2 juta, he-he-he, kata Peter. Penghasilan sampingan itu ia dapatkan selama dua tahun waktu menjadi pegawai toko hingga 2005.Pengalaman pahit juga pernah dialami Peter. Pada tahun 2008, misalnya, ia pernah ditipu temannya sendiri yang menyanggupi mengerjakan pesanan senilai Rp 14 juta. Pesanannya tak dikerjakan, sementara uang muka Rp 7 juta dibawa kabur. Pada 2007, Peter juga mengerjakan pesanan jins senilai Rp 30 juta, tetapi pemesan menolak membayar dengan alasan jins itu tak sesuai keinginannya.Akhirnya saya terpaksa nombok. Jins dijual murah daripada tidak jadi apa-apa. Tetapi, saya berusaha untuk tidak patah semangat, ujarnya.Belajar menjahit, memotong, dan membuat desain juga dilakukan sendiri. Sewaktu masih sekolah di SMA Negeri 1 Cicalengka, Kabupaten Bandung, Peter juga sempat belajar menyablon. Ia berprinsip, siapa pun yang tahu cara membuat pakaian bisa dijadikan guru.Saya banyak belajar sejak lima tahun lalu saat sering keliling ke toko, pabrik, atau penjahit,katanya. Ia juga banyak bertanya cara mengirim produk ke luar negeri. Proses ekspor dipelajari sendiri dengan bertanya ke agen-agen pengiriman paket.Sejak 2007, Peter sudah sanggup membiayai pendidikan tiga adiknya. Seorang di antaranya sudah lulus dari perguruan tinggi dan bekerja. Peter bertekad mendorong dua adiknya yang lain untuk menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana. Ia, bahkan, bisa membelikan mobil untuk orangtuanya dan merenovasi rumah mereka di Jalan Padasuka, Bandung.Kerja keras dan doa orangtua, kedua faktor itulah yang mendorong saya bisa sukses. Saya memang ingin membuat senang orangtua, katanya. Jika dananya sudah mencukupi, ia ingin orangtuanya juga bisa menunaikan ibadah haji.Meski kuliahnya tak rampung, Peter kini sering mengisi seminar-seminar di kampus. Ia ingin memberikan semangat kepada mereka yang berniat membuka usaha. Mau anak kuli, buruh, atau petani, kalau punya keinginan dan bekerja keras, pasti ada jalan seperti saya menjalankan usaha ini, ujarnya.Merek Petersaysdenim berasal dari Peter Says Sorry, nama kelompok musik. Posisi Peter dalam kelompok musik itu sebagai vokalis. Saya sebenarnya bingung mencari nama. Ya, sudah karena saya menjual produk denim, nama mereknya jadi Petersaysdenim, ujarnya tertawa.Peter memanfaatkan fungsi jejaring sosial di internet, seperti Facebook, Twitter, dan surat elektronik untuk promosi dan berkomunikasi dengan pengguna Petersaysdenim. Juli nanti saya rencana mau ke Kanada untuk bisnis. Teman-teman musisi di sana mau ketemu, katanya.Akan tetapi, ajakan bertemu itu baru dipenuhi jika urusan bisnis selesai. Ajakan itu juga bukan main-main karena Peter diperbolehkan ikut berkeliling tur dengan bus khusus mereka. Personel kelompok musik lainnya menuturkan, jika sempat berkunjung ke Indonesia ia sangat ingin bertemu Peter. Ia melebarkan sayap bisnis untuk memperlihatkan eksistensi Petersaysdenim terhadap konsumen asing.Pokoknya, saya mau menjajah negara-negara lain. Saya ingin tunjukkan bahwa Indonesia, khususnya Bandung, punya produk berkualitas, ujarnya.Sumber: Kompas

Kisah Sukses Bob Sadino, Memilih Miskin Sebelum Kaya

Intrepreneur sukses yang satu ini menjalani jalan hidup yang panjang dan berliku sebelum meraih sukses. Dia sempat menjadi supir taksi hingga kuli bangunan yang hanya berpenghasilan Rp100.

Penampilannya eksentrik. Bercelana pendek jins, kemeja lengan pendek yang ujung lengannya tidak dijahit, dan kerap menyelipkan cangklong di mulutnya. Ya, itulah sosok pengusaha ternama Bob Sadino, seorang entrepreneur sukses yang merintis usahanya benar-benar dari bawah dan bukan berasal dari keluarga wirausaha. Siapa sangka, pendiri dan pemilik tunggal Kem Chicks (supermarket) ini pernah menjadi sopir taksi dan kuli bangunan dengan upah harian Rp100.

Celana pendek memang menjadi pakaian dinas Om Bob begitu dia biasa disapa dalam setiap aktivitasnya. Pria kelahiran Lampung, 9 Maret 1933, yang mempunyai nama asli Bambang Mustari Sadino, hampir tidak pernah melewatkan penampilan ini. Baik ketika santai, mengisi seminar entrepreneur, maupun bertemu pejabat pemerintah seperti presiden. Aneh, namun itulah Bob Sadino.

Keanehan juga terlihat dari perjalanan hidupnya. Kemapanan yang diterimanya pernah dianggap sebagai hal yang membosankan yang harus ditinggalkan. Anak bungsu dari keluarga berkecukupan ini mungkin tidak akan menjadi seorang entrepreneur yang menjadi rujukan semua orang seperti sekarang jika dulu tidak memilih untuk menjadi orang miskin.

Sewaktu orangtuanya meninggal, Bob yang kala itu berusia 19 tahun mewarisi seluruh hartake kayaan keluarganya karena semua saudara kandungnya kala itu sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih sembilan tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam, Belanda, juga di Hamburg, Jerman. Di Eropa ini dia bertemu Soelami Soejoed yang kemudian menjadi istrinya.

Sebelumnya dia sempat bekerja di Unilever Indonesia. Namun, hidup dengan tanpa tantangan baginya merupakan hal yang membosankan. Ketika semua sudah pasti didapat dan sumbernya ada menjadikannya tidak lagi menarik. Dengan besaran gaji waktu itu kerja di Eropa, ya enaklah kerja di sana. Siang kerja, malamnya pesta dan dansa. Begitu-begitu saja, terus menikmati hidup, tulis Bob Sadino dalam bukunya Bob Sadino: Mereka Bilang Saya Gila.

Pada 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Kala itu dia membawa serta dua mobil Mercedes miliknya. Satu mobil dijual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri. Satu mobil Mercedes yang tersisa dijadikan senjata pertama oleh Bob yang memilih menjalani profesi sebagai sopir taksi gelap. Tetapi, kecelakaan membuatnya tidak berdaya. Mobilnya hancur tanpa bisa diperbaiki.

Setelah itu Bob beralih pekerjaan menjadi kuli bangunan. Gajinya ketika itu hanya Rp100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya. Bob merasakan bagaimana pahitnya menghadapi hidup tanpa memiliki uang. Untuk membeli beras saja dia kesulitan. Karena itu, dia memilih untuk tidak merokok. Jika dia membeli rokok, besok keluarganya tidak akan mampu membeli beras.

Kalau kamu masih merokok, malam ini besok kita tidak bisa membeli beras, ucap istrinya memperingati.

Kondisi tersebut ternyata diketahui teman-temannya di Eropa. Mereka prihatin. Bagaimana Bob yang dulu hidup mapan dalam menikmati hidup harus terpuruk dalam kemiskinan. Keprihatinan juga datang dari saudara-saudaranya. Mereka menawarkan berbagai bantuan agar Bob bisa keluar dari keadaan tersebut. Namun, Bob menolaknya.

Dia sempat depresi, tetapi bukan berarti harus menyerah. Baginya, kondisi tersebut adalah tantangan yang harus dihadapi. Menyerah berarti sebuah kegagalan. Mungkin waktu itu saya anggap tantangan. Ternyata ketika saya tidak punya uang dan saya punya keluarga, saya bisa merasakan kekuatan sebagai orang miskin. Itu tantangan, powerfull. Seperti magma yang sedang bergejolak di dalam gunung berapi, papar Bob.

Jalan terang mulai terbuka ketika seorang teman menyarankan Bob memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresinya. Pada awal berjualan, Bob bersama istrinya hanya menjual telur beberapa kilogram. Akhirnya dia tertarik mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu. Padahal saat itu telur ayam negeri belum populer di Indonesia sehingga barang dagangannya tersebut hanya dibeli ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di daerah Kemang.

Ketika bisnis telur ayam terus berkembang Bob melanjutkan usahanya dengan berjualan daging ayam. Kini Bob mempunyai PT Kem Foods (pabrik sosis dan daging). Bob juga kini memiliki usaha agrobisnis dengan sistem hidroponik di bawah PT Kem Farms. Pergaulan Bob dengan ekspatriat rupanya menjadi salah satu kunci sukses. Ekspatriat merupakan salah satu konsumen inti dari supermarketnya, Kem Chick. Daerah Kemang pun kini identik dengan Bob Sadino.

Kalau saja saya terima bantuan kakak-kakak saya waktu itu, mungkin saya tidak bisa bicara seperti ini kepada Anda. Mungkin saja Kemstick tidak akan pernah ada, ujar Bob.

Pengalaman hidup Bob yang panjang dan berliku menjadikan dirinya sebagai salah satu ikon entrepreneur Indonesia. Kemauan keras, tidak takut risiko, dan berani menjadi miskin merupakan hal-hal yang tidak dipisahkan dari resepnya dalam menjalani tantangan hidup. Menjadi seorang entrepreneur menurutnya harus bersentuhan langsung dengan realitas, tidak hanya berteori.

Karena itu, menurutnya, menjadi sarjana saja tidak cukup untuk melakukan berbagai hal karena dunia akademik tanpa praktik hanya membuat orang menjadi sekadar tahu dan belum beranjak pada taraf bisa. Kita punya ratusan ribu sarjana yang menghidupi dirinya sendiri saja tidak mampu, apalagi menghidupi orang lain, jelas Bob.

Bob membuat rumusan kesuksesan dengan membagi dalam empat hal yaitu tahu, bisa, terampil, dan ahli.

Tahu merupakan hal yang ada di dunia kampus, di sana banyak diajarkan berbagai hal namun tidak menjamin mereka bisa. Sedangkan bisa ada di dalam masyarakat. Mereka bisa melakukan sesuatu ketika terbiasa dengan mencoba berbagai hal walaupun awalnya tidak bisa sama sekali. Sedangkan terampil adalah perpaduan keduanya. Dalam hal ini orang bisa melakukan hal dengan kesalahan yang sangat sedikit. Sementara ahli menurut Bob tidak jauh berbeda dengan terampil. Namun, predikat ahli harus mendapatkan pengakuan dari orang lain, tidak hanya klaim pribadi.

Kisah Sukses Mantan Seorang Petugas Keamanan

Fauzi Saleh, contoh seorang pengusaha sukses sekaligus dermawan. Ini berkat kompak dengan karyawannya. Derai tawa dan langgam bicaranya khas betawi. Itulah gaya H. Fauzi Saleh dalam meladeni tamunya.

Pengusaha perumahan mewah Pesona Depok dan Pesona Khayangan yang hanya lulusan SMP tersebut memang lahir dan dibesarkan di kawasan Tanah Abang, Jakarta. Setamat dari SMP pada tahun 1966, beliau telah merasakan kerasnya kehidupan di ibukota.

Saat itu Fauzi terpaksa bekerja sebagai pencuci mobil di sebuah bengkel dengan gaji Rp 700 per minggu. Bahkan delapan tahun silam, dia masih dikenal sebagai penjaga gudang di sebuah perusahaan. Tapi, kehidupan ibarat roda yang berputar.>Sekarang posisi ayah 6 anak yang berusia 45 tahun ini sedang berada diatas. Pada hari ulang tahunnya itu, pria bertubuh kecil ini memberikan 50 unit mobil kepada 50 dari sekitar 100 karyawan tetapnya. Selain itu para karyawan tetap dan sekitar 2.000 buruh mendapat bonus sebulan gaji. Total Dalam setahun, karyawan dan buruhnya mendapat 22 kali gaji sebagai tambahan, 3 bulan gaji saat Idul Fitri, 2 bulan gaji saat bulan Ramadhan dan Hari Raya Haji, dan 1 bulan gaji saat 17 Agustus, tahun baru dan hari ulang tahun Fauzi. Selain itu, setiap karyawan dan buruh mendapat Rp 5.000 saat selesai shalat Jumat dari masjid miliknya di kompleks perumahan Pesona Depok.

Sikap dermawan ini tampaknya tak lepas dari pandangan Fauzi, yang menilai orang-orang yang bekerja padanya sebagai kekasih. Karena mereka bekerjalah saya mendapat rezeki., katanya. Manajemen kasih sayang yang diterapkan Fauzi ternyata ampuh untukmemajukan perusahaan. Seluruh karyawan bekerja bahu-membahu. Mereka seperti bekerja di perusahaan sendiri. Katanya.

Prinsip manajemen Bismillah itu telah dilakukan ketika mulai berusaha pada tahun 1989 silam, yaitu setelah dia berhenti bekerja sebagai petugas keamanan. Berbekal uang simpanan dari hasil ngobyek sebagai tukang taman,sebesar 30 juta, beliau kemudian membeli tanah 6 x 15 meter sekaligus membangun rumah di jalan jatipadang, jakarta selatan.

Untuk menyiapkan rumah itu secara utuh diperlukan tambahan dana sebesar 10 juta. Meski demikian, Fauzi tidak berputus asa. Setiap malam jumat, Fauzi dan pekerjanya sebanyak 12 orang, selalu melakukan wirid Yasiin, zikir dan memanjatkan doa agar usaha yang sedang mereka rintis bisa berhasil. Mungkin karena usaha itu dimulai dengan sikap pasrah, rumah itupun siap juga. Nasib baik memihak Fauzi. Rumah yang beliau bangun itu laku Rp 51 juta. Uang hasil penjualan itu selanjutnya digunakan untuk membeli tanah,membangun rumah, dan menjual kembali. Begitu seterusnya, hingga pada 1992 usaha Fauzi membesar. Tahun itu, lewat PT. Pedoman Tata Bangun yang beliau dirikan, Fauzi mulai membangun 470 unit rumah mewah Pesona Depok 1 dan dilanjutkan dengan 360 unit rumah pesona Depok 2. Selanjutnya dibangun pula Pesona Khayangan yang juga di Depok. Kini telah dibangun Pesona Khayangan 1 sebanyak 500 unit rumah dan pesona khayangan 2 sebanyak 1100 unit rumah. Sedangkan pesona khayangan 3 dan 4 masih dalam tahap pematangan tanah.

Harga rumah group pesona milik Fauzi tersebut antara 200 juta hingga 600 juta per unit. Yang menarik tradisi pengajian setiap malam jumat yang dilakukannya sejak awal, tidak ditinggalkan. Sekali dalam sebulan, dia menggelar pengajian akbar yang disebut dengan pesona dzikir yang dihadiri seluruh buruh, keluarga dan kerabat di komplek pesona khayangan pertengahan september lalu, ada sekitar 4.000 orang yang hadir. Setiap orang yang hadir mendapatkan sarung dan 3 stel gamis untuk shalat. Setelah itu, ketikaberanjak pulang, setiap orang tanpa kecuali, diberi nasi kotak dan uang Rp 10.000. tidak mengherankan, suasana berlangsung sangat akrab. Mereka saling bersalaman dan berpelukan. Tidak ada perbedaan antara bawahan dan atasan. Menurut Fauzi, beliau sendiri tidak pernah membayangkan akan menjadi seperti ini.

Ini semua dari Alloh. Saya tidak ada apa2nya. Kata pria yang sehari-hari berpenampilan sederhana ini. Karena menyadari bahwa semua harta itu pemberian Alloh, Fauzi tidak lupa mengembalikannya dalam bentuk infak dan shadaqoh kepada yang membutuhkan. Tercatat, beberapa masjid telah dia bangun dan sejumlah kaum dhuafa dan janda telah disantuninya. Usaha yang dijalankannya tersebut, menurut Fauzi ibarat menanam padi. Dengan bertanam padi, rumput dan ilalang akan tumbuh. Ini berbeda kalau kita bertanam rumput, padi tidak akan tumbuh. Kata Fauzi.

Artinya, Fauzi tidak menginginkan hasil usaha untuk dirinya sendiri. Saya hanya mengambil, sekedarnya, selebihnya digunakan untuk kesejahteraan karyawan dan sosial. Katanya.

Sekitar 60 % keuntungan digunakan untuk kegiatan sosial, sedangkan selebihnya dipakai sebagai modal usaha. Sejak empat tahun lalu, ada Rp 70 milyar yang digunakan untuk kegiatan sosial.

Jadi, keuntungan perusahaan ini adalah nol. Kata Fauzi. Jika setiap bangun pagi , kita bisa mensyukuri dengan tulus apa yangtelah kita miliki hari ini, niscaya sepanjang hari kita bisa menikmati hidup ini dengan bahagia

Kisah Andi Nata "Pengusaha Muda Sukses Ternak Domba"Andi Nata merupakan salah satu pengusaha muda di Indonesia yang berhasil menambah kisah sukses pengusaha muda Indonesia melalui bisnis yang ia mulai dari nol dan sukses berkat domba dombanya. Andi Nata baru berusia 24 tahun, tetapi omset yang ia dapatkan bisa mencapai puluhan juta rupiah per bulan. Usaha domba yang ia geluti dimulai pada tahun 2008 dengan modal uang Rp 8 juta yang ia pinjam dari kerabatnya. Dengan uang pinjaman tersebut, Andi membeli lima ekor kambing, yaitu 4 kambing betina dan 1 kambing jantan. Dari situlah kisah entrepreneurnya dimulai. Bisnis itu sebenarnya dimulai ketika ayahnya mengalami kecelakaan dan memerlukan biaya pengobatan yang cukup besar yaitu Rp 30 juta. Biaya pengobatan yang mahal tersebut membuat Andi memutar otak untuk mendapatkan biaya untuk pengobatan ayahnya.Awal Bisnis Tidak Berjalan MulusMenurut kisah yang ia ceritakan, ketika ia baru saja masuk kuliah, Andi langsung berusaha mencari pekerjaan dengan memberi les privat pada murid murid SMA. Andi membantu mereka belajar Matematika dan Fisika karena dua mata pelajaran itu yang ia kuasai dengan baik. Selama 3 bulan memberi les, ia menghasilkan uang Rp 12 juta. Tentu biaya tersebut tidak cukup untuk membiayai ayahnya. Andi yang masih muda dan memiliki sifat mudah bergaul membawanya pada seorang perternak kambing dari Jawa Tengah yang akhirnya mengantarkan kisah sukses pengusaha muda Indonesia ini. Ia menjadi terinspirasi untuk menjadi pengusaha kambing yang sukses di Indonesia.

Pengusaha kambing tersebut mengajari Andi tentang cara bagaimana berternak kambing dan domba. Dari peternak tersebut, Andi terinspirasi untuk menjadi peternak kambing dan domba dan ingin mengukir kisah sukses pengusaha muda Indonesia seperti pebisnis muda di Indonesia lainnya. Untuk meningkatkan usahanya itu, ia bekerjasama dengan beberapa peternak di Garut, Cirebon, Wonosobo, dan di beberapa wilayah di pulau Jawa. Ia mencoba melakukan pendekatan pendekatan kekeluargaan untuk menumbuhkan rasa saling percaya. Apalagi Andi sudah beberapa kali rugi sampai jutaan rupiah karena dibohongi oleh beberapa petani rekannya. Andi hanya berusaha untuk mengembangkan kambing kambingnya. Pada awal usaha, beberapa anak kambingnya ada yang mati. Sisa kambing lainnya kemudian dijual saat menjelang Idul Adha. Kemudian hasil penjualan ia belikan kambing lagi, begitu seterusnya sehingga membuat kisah usahanya terus berlanjut

Andi Terus Belajar Untuk Meraih KesuksesannyaAndi terus berusaha dalam mengembangkan bisnis dombanya dan berusaha mengejar ketinggalannya di bidang akademis. Andi tidak mau kalah dan pantang untuk rugi. Ia terus menimba ilmu tentang usaha mulai dari mengikuti lokakarya, kuliah singkat dan kursus ia ikuti. Salah satu rahasia yang berperan dalam cerita sukses pebisnis belia Indonesia ini adalah kemampuannya melobi. Bagi Andi, percuma jika seorang pengusaha hanya pintar berinovasi tetapi juga harus dapat menjalin relasi.Andi menyerap ilmu di sekitarnya tak peduli dari siapa ia belajar. Dari seorang ibu penjual gulai, ia mendapat inspirasi untuk memulai usaha katering untuk acara acara yang memerlukan sate atau gulai kambing. kisah sukses pengusaha muda Indonesia ini merupakan kisah yang sangat inspiratif bagi kaum muda untuk mau berusaha dan bekerja keras agar bisa menjadi orang yang berhasil.

Kisah Seorang Tukang Sapu yang Sukses menjadi PengusahaTidak terbayangkan saat orang seperti Pak Tri Sumono yang hanya seorang tukang sapu, sekarang menjadi pengusaha sukses, mempunyai pendapatan per bulan hingga ratusan juta. Kita pasti salut dan kagum dengan perjuangannya demi menggapai mimpi. CV 3 Jaya yang dirintisnya, serta usaha lain seperti peternakan burung, jahe dan pertanian padi, dan masih banyak lagi yang lain berkembang pesat. Omzet yang diterima Pak Tri saat ini mencapai Rp 500 juta per bulan.

Luar biasa Mungkin benar kata pepatah roda itu berputar-kadang diatas kadang juga dibawah. Berikut kita simak Kisah Sukses nya.TransientPengusaha Sukses yang satu ini dulunya adalah seorang tukang sapu. Tri Sumono begitu nama aslinya. Seorang pria kelahiran Gunung Kidul 7 Mei 1973 ini sekarang menjadi pengusaha sukses dengan omset ratusan juta rupiah tiap bulannya.

Tri Sumono hanyalah seorang lulusan SMA tanpa keahlian. Pada tahun 1993 ia nekad merantau ke Kota Jakarta meskipun hanya berbekal tas berisi kaos dan ijazah SMA yang baru diperolehnya. Sesampai di Jakarta Tri Sumono mulai mencari pekerjaan apa saja tanpa milih-milih. Hal ini ia lakukan demi untuk bertahan hidup.

Melalui Perusahaan CV 3 Jaya, Tri Sumono mengelola banyak cabang usaha, antara lain, produksi kopi jahe sachet merek Hootri, toko sembako, peternakan burung, serta pertanian padi dan jahe. Bisnis lainnya, penyediaan jasa pengadaan alat tulis kantor (ATK) ke berbagai perusahaan, serta menjadi franchise produk Ice Cream Campina. Saya juga aktif jual beli properti, katanya.

Pekerjaan pertama yang ia dapat adalah menjadi buruh bangunan di Ciledug Jakarta Selatan. Selang beberapa bulan ia akhirnya dapat tawaran untuk jadi tukang sapu di sebuah kantor di Palmerah Jakarta Barat.

Tawaran untuk jadi tukang sapu langsung diambilnya tanpa pikir panjang. Dengan anggapan bahwa menjadi tukang sapu akan lebih mudah dibanding jadi kuli bangunan. Dari tukang sapu kemudian diangkat menjadi office boy. Hal ini ia dapat lantaran kinerjanya yang sangat baik.

Dari office boy, ia kembali mendapat tawaran menjadi tenaga pemasar hingga karirnya menajak sampai menjadi penanggung jawab gudang.

Selama bekerja di kantor, Tri Sumono juga coba-coba mencari penghasilan tambahan. Pada saat libur kantor atau setiap hari Sabtu dan minggu ia berjualan pernak pernik aksesori seperti jepit rambut, kalung dan lain-lain di Stadion Gelora Bung Karno. Usahanya ini ia lakoni selama 4 tahun dengan modal 100 ribu rupiah.

Dari pengalaman jualan ini kemudian ia berpikir, bahwa usaha sendiri ternyata lebih menjanjikan daripada jadi karyawan dengan gaji pas-pasan. Pada tahun 1997 ia nekad mundur dari pekerjaan kantor dan menekuni jualan aksesorinya hingga memiliki kios di Mall Graha Cijantung.

Tahun 1999, ia membeli rumah di Perumahan Pondok Ungu Bekasi Utara hasil dari hasil penjualan kios di Mall Graha Cijantung karena ditawar orang dengan harga mahal. Di tempat baru inilah, perjalanan bisnis Tri dimulai.

Saat itu, ia langsung membuka toko sembako. Menurutnya bisnis ini lumayan menjanjikan karena ke depan, Perumahan Pondok Ungu tempatnya bermukim itu bakal berkembang dan menjadi ramai.

Pada saat itu Pondok Ungu masih terbilang sepi. Demi meramaikan kawasan tempatnya tinggal, ia kemudian membangun sebanyak 10 rumah kontrakan yang di pasarkan dengan harga miring. Rumah kontrakan ini kebanyakan disewa oleh pedagang keliling, seperti penjual bakso,dan gorengan.

Cerdas sekali Tri Sumono, selain mendapat hasil dari rumah kontrakan, para pedagang itu juga meramaikan toko sembako miliknya. Melihat took sembako Tri mulai ramai, banyak warga di luar tempat tinggalnya mulai mengenal tokonya.

Seiring waktu berjalan, naluri usahanya semakin menjadi. Pada tahun 2006, Tri mulai tertarik dengan bisnis pembuatan sari kelapa. Dari beberapa kabar yang diperolehnya diketahui bahwa untuk membuat sari kelapa adalah proses dari fermentasi air kelapa murni dengan bantuan bakteri Acetobacter xylium.

Tapi Tri tidak patah semangat, ia terus belajar bagaimana untuk menghasilkan sari kelapa yang baik dan berkualitas standar yang ditetapkan perusahaan. Seorang dosen di IPB ditemuinya dengan maksud untuk belajar fermentasi. Sang dosen awalnya enggan mengajari mengingat Tri yang hanya lulusan SMA pasti akan kesulitan menerima penjelasannya.

Keseriusan Tri untuk belajar dan kecerdikannya merayu, Pak dosen pun akhirnya mau mengajarinya selama dua bulan. Setelah banyak mengantongi ilmu, Tri pun memulai kembali produksi sari kelapanya.

Setelah produk sari kelapanya lumayan memuaskan, ia langsung memproduksi 10.000 nampan dan bisa lolos ke perusahaan. Produksi pertamanya ini senilai Rp 70 juta. Sekarang terbalik, beberapa perusahaan antri mengambil olahan sari kelapanya. Nah sejak saat itulah perjalanan bisnis Tri Sumono terus maju dan berkembang.

Anak Pedagang Kaki Lima Jadi Pengusaha Muda di Tanah RantauKehidupan itu ibarat roda yang berputar, kadang di bawah kadang pula di atas. Berangkat dari kalimat itulah membuat Rahmat Latief Bialangi membentengi dirinya untuk terus berusaha mengubah kehidupannya. Siapa sangka, anak dari seorang pedagang kaki lima kini telah menjadi pengusaha muda dengan omset 1,5 miliyar dalam setahun. Simak kisahnya berikut ini :

Rahmat Latief Bialangi (24), pemilik Biro Perjalanan Wisata yang bernama Andrasta Tour & Travel yang berkantor di Pinrang, Sulawesi Selatan lahir di sebuah Desa kecil di Limboto. Di usianya yang masih muda, Rahmat berhasil menjadi seorang pengusaha muda di rantau orang. Anak sulung dari empat bersaudara ini sejak kecil bercita-cita ingin jadi seorang pengusaha. Sayangnya cita-cita mulia itu jadi bahan olok-olok sebagian orang. Bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan Ia hanya anak dari seorang pedagang kami lima. Sementara ibunya merupakan pegawai di Kementerian Agama di Kabupaten Gorontalo. Olok-olokan itu tak membuatnya patah arang.

Setelah tamat dari jenjang Sekolah Menegah Atas di Pondok Pesantren Al Falah Limboto Barat, Rahmat memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di luar daerah. Keputusan itu ternyata tidak semudah yang dia bayangkan. Bapaknya menentang keras niatnya. Bukan tanpa alasan, penghasilan orangtuanya yang pas-pasan menjadi biang permasalahannya. Apalagi adik-adiknya yang masih duduk di bangku sekolah juga butuh biaya. Anak yang pernah Juara I lomba pidato Bahasa Inggris tingkat MA se Provinsi Gorontalo tahun 2005 itu tak lantas putus asa. Ia berusaha meyakinkan kedua orangtuanya dan akhirnya orangtuanya pun luluh. Ia pun melanjutkan pendidikan di Kota Makassar, tepatnya di Universitas Muslim Indonesia.

Hidup di rantau orang ternyata tidak mudah. Berbagai rintangan yang harus dihadapi. Berbekal cita-cita yang tertanam dalam hati, Rahmat tak pernah mengeluh meski harus jalan kaki setiap hari ke kampus. Di Kota Makassar, Ia bertemu dengan teman-teman yang berasal dari Gorontalo. Berbeda dengan Rahmat, sebagian mereka punya fasilitas lengkap, dari kost yang nyaman, ada tv, meja belajar, hingga falitas sepeda motor. Meski demikian Ia tidak minder, karena ia yakin semua akan indah pada waktunya selagi berusaha. Dengan penuh kesabaran Ia melewati getirnya hidup sendiri di tanah rantau. Cucuran keringat yang membasahi bajunya dikala panasnya matahari membuatnya tambah bersemangat.

Seiring berjalannya waktu, Rahmat berinisiatif mencari kerja sampingan dengan tujuan agar bisa meringankan beban orangtuanya. Lagi-lagi niatnya tersebut malah dijadikan bahan tertawaan teman-temannya. Namun ia tak mengindahkan tertawaan itu. Baginya itu ibarat api yang membakar semangatnya. Alhasil pemuda kelahiran 28 Maret 1989 ini pun diterima sebagai Wartawan bagian pendidikan di Harian Fajar Makassar.Sejak bergabung di Fajar, Ia mengaku banyak mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Diantaranya, bisa bergaul dengan para pejabat Kota Makassar bahkan pejabat Provinsi Sulsel. Tak hanya itu, dengan mudahnya ia bisa bertemu dan bercanda ria dengan para artis Indonesia. Pengalaman yang tidak pernah terbayang sebelumnya. Di tengah kesibukkannya, pemuda yang pernah mewakili Provinsi Sulsel di Jambore Penganugerahan Pemuda Berprestasi 2010 di Jawa Barat ini juga aktif dibeberapa organisasi kepemudaan diantaranya sebagai Pengurus KNPI Provinsi Sulsel periode 2010-2013 dan HIPMI Pinrang. Satu hal yang paling ia syukuri adalah saat ia menyelesaikan studi sarjananya dalam kurun waktu tiga tahun empat bulan dengan predikat cumlaude.

Setelah meraih gelar sarjana, Rahmat menyudahi karirnya di dunia jurnalistik, dan beralih ke perbankan. Kebetulan Ia diterima di salah satu Bank dan di tempatkan di Pinrang, Sulawesi Selatan. Namun baru enam bulan berkiprah di perbankkan, Ia mulai bosan dengan rutinitas yang Ia jalani. Dari sinilah cikal-bakal Rahmat menjadi seorang pengusaha. Kebosanannya kerja di Bank, membawa Ia melihat peluang untuk berbisnis travelling. Ia pun nekat resign dari Bank dan membuka usaha Biro Perjalanan Wisata yang diberi nama Andrasta Tour & Travel . Sepak terjangnya di bisnis travelling masih tergolong muda. Namun demikian usaha yang Ia geluti mulai membuahkan hasil yang mengejutkan. Walaupun baru berdiri satu tahun, Ia berhasil meraup omset yang fantastis sebanyak 1,5 milyar rupiah. Predikat pengusaha muda yang melekat pada dirinya, tak lantas membuatnya sombong. Rahmat tetap menjadi pribadi yang rendah hati.*