kisah sang pendusta

7
KISAH SANG PENDUSTA Sore ini entah mengapa saya merasakan sesuatu yang janggal dalam diri saya, banyak pertanyaan-pertanyaan aneh bermunculan dipikiran saya. Siapakah saya, Apakah saya ini, Mengapa saya hidup, Bagaimana caranya menjalani hidup, dan masih banyak lagi pertanyaan aneh yang melintas. Lalu saya mencoba merenung sejenak, menapak tilas kejadian-kejadian masa lampau. Akhirnya saya mendapat satu kesimpulan yang pas, yaitu saya ini hanya sebuah sampah yang tidak berguna yang seharusnya dibuang jauh-jauh. Mengingat kembali masa kecil ku, aku ini anak yang nakal, tidak pernah nurut orang tua, selalu menjahili teman, dan suka BERBOHONG. Kenapa kata BERBOHONG ini saya perbesar? Karena disitulah awal titik saya menjadi seorang sampah. Aku dari kecil memang terlahir orang yang tidak pernah mau kalah dalam hal apapun, dan aku ingat awal aku mulai BERBOHONG adalah ketika bermain ke rumah teman baikku Christian. Di rumahnya kami bermain komputer, di sana aku memulai keBOHONGanku dengan bercerita kalau aku juga punya komputer. Tetapi namanya anak kecil ketika pulang, aku dijemput orang tuaku, lalu aku merengek pada orang tuaku untuk dibelikan komputer, tetapi orang tuaku menolaknya dan aku menangis sejadinya, tapi hal itu tak merubah apapun dan orang tuaku tetap pada pendiriannya. Sejak saat itu juga aku mungkin menganggap ke 2 orang tuaku merupakan orang tua terpelit yang pernah ada. Namun karena waktu aku menangis itu Christian tahu alasanku menangis ke esokan harinya ketika di sekolah(waktu itu kelas 2) dia mengejekku di depan teman-temanku bahwa aku tukang BOHONG. Dalam hatiku aku menyalahkan ke dua orang tuaku karena hal itu. Lalu singkat cerita ketika itu sedang booming rental Play Station One, aku yang sudah men-cap orang tuaku sebagai orang tua paling pelit sedunia pun, sembunyi-sembunyi pulang sekolah bermain di rentalan yang kebetulan jaraknya tidak jauh dari sekolah. Namun lambat laun orang tuaku sadar, dan mulai bertanya kenapa selalu pulang telat, ku keluarkan ucapan-ucapan DUSTA yang seadanya, tapi sepertinya orang tuaku tidak percaya dan bertanya pada guruku, yang berujung aku dimarahi dan disiksa habis-habisan. Semenjak itu pula aku mulai mengetahui yang namanya rasa takut, takut akan dimarahi, di pukul sapu dan lain-lain. Tapi seperti biasa aku ke sekolah selalu tersenyum, entah sejak kapan kemampuan ku untuk tersenyum

Upload: rainerus-alva-jati

Post on 04-Aug-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kisah Sang Pendusta

KISAH SANG PENDUSTA

Sore ini entah mengapa saya merasakan sesuatu yang janggal dalam diri saya, banyak pertanyaan-pertanyaan aneh bermunculan dipikiran saya. Siapakah saya, Apakah saya ini, Mengapa saya hidup, Bagaimana caranya menjalani hidup, dan masih banyak lagi pertanyaan aneh yang melintas. Lalu saya mencoba merenung sejenak, menapak tilas kejadian-kejadian masa lampau. Akhirnya saya mendapat satu kesimpulan yang pas, yaitu saya ini hanya sebuah sampah yang tidak berguna yang seharusnya dibuang jauh-jauh. Mengingat kembali masa kecil ku, aku ini anak yang nakal, tidak pernah nurut orang tua, selalu menjahili teman, dan suka BERBOHONG. Kenapa kata BERBOHONG ini saya perbesar? Karena disitulah awal titik saya menjadi seorang sampah. Aku dari kecil memang terlahir orang yang tidak pernah mau kalah dalam hal apapun, dan aku ingat awal aku mulai BERBOHONG adalah ketika bermain ke rumah teman baikku Christian. Di rumahnya kami bermain komputer, di sana aku memulai keBOHONGanku dengan bercerita kalau aku juga punya komputer. Tetapi namanya anak kecil ketika pulang, aku dijemput orang tuaku, lalu aku merengek pada orang tuaku untuk dibelikan komputer, tetapi orang tuaku menolaknya dan aku menangis sejadinya, tapi hal itu tak merubah apapun dan orang tuaku tetap pada pendiriannya. Sejak saat itu juga aku mungkin menganggap ke 2 orang tuaku merupakan orang tua terpelit yang pernah ada. Namun karena waktu aku menangis itu Christian tahu alasanku menangis ke esokan harinya ketika di sekolah(waktu itu kelas 2) dia mengejekku di depan teman-temanku bahwa aku tukang BOHONG.

Dalam hatiku aku menyalahkan ke dua orang tuaku karena hal itu. Lalu singkat cerita ketika itu sedang booming rental Play Station One, aku yang sudah men-cap orang tuaku sebagai orang tua paling pelit sedunia pun, sembunyi-sembunyi pulang sekolah bermain di rentalan yang kebetulan jaraknya tidak jauh dari sekolah. Namun lambat laun orang tuaku sadar, dan mulai bertanya kenapa selalu pulang telat, ku keluarkan ucapan-ucapan DUSTA yang seadanya, tapi sepertinya orang tuaku tidak percaya dan bertanya pada guruku, yang berujung aku dimarahi dan disiksa habis-habisan. Semenjak itu pula aku mulai mengetahui yang namanya rasa takut, takut akan dimarahi, di pukul sapu dan lain-lain. Tapi seperti biasa aku ke sekolah selalu tersenyum, entah sejak kapan kemampuan ku untuk tersenyum dalam berbagai suasana itu bisa terjadi, yang jelas aku merupakan badut kelas ketika SD karena lebih mudah bagiku merelakan diriku di-konyolkan yang lain dan membuat yang lain tertawa karena saat itu senyum palsuku tak kan pernah diketahui yang lain. Aku berjuang mati-matian di SD belajar sampai masuk ranking terus, tapi tidak hanya akademik yang kulatih kemampuanku dalam BERBOHONG pun semakin cantik, tak pernah ketahuan, tidak hanya berhenti disitu aku juga mulai mengenal yang namanya MENCURI, hasratku untuk bermain game sangat tinggi sampai terkadang uang bekalku terasa kurang, hal itu memancingku untuk MENCURI uang ibuku yang biasanya tergeletak di atas kulkas, lemari dan sebagainya. Hingga suatu saat aku mulai berani MENCURI uang yang ada di dompet ibuku dan uang yang kuambil waktu itu hanya yang kecil-kecil saja. Lalu ada satu kejadian yang tak pernah bisa kulupakan hingga saat ini yaitu aku mengajari adikku hal terburuk yang pernah diajarkan seorang kakak yaitu MENCURI. Aku menyuruh adikku untuk mengambil uang dari dompet ibuku, kami bersekongkol dalam mengambil uang, aku bertugas mengawasi dan adikku yang mengambil. Sore harinya ketika hendak pergi ke rental, aku terkejut karena yang diambil adikku bukan uang yang sedikit, 50rb besarnya, aku memarahinya dan menyuruhnya mengembalikannya ke dompet ibuku, karena aku tak tahu harus dikemanakan kembaliannya. Tapi skenario terburuk terjadi, adikku ketahuan oleh ibuku, dan aku yang menunggu

Page 2: Kisah Sang Pendusta

di luar rumah tak berani pulang. Aku menunggu sampai cukup malam jam 7 kurang lebih aku pulang. Kulihat ibuku masih menangis begitu pula dengan adikku, aku khawatir apakah adikku akan bercerita tentangku yang mengajaknya. Ternyata tidak ibukku hanya berkata adikku bandel, aku menghela nafas dalam hati. Malamnya kutanyakan adikku, dia menyalahkanku meskipun begitu dia tetap tidak mengadukanku, semenjak itu aku merasa berhutang padanya, dan berpikir ternyata masih ada anggota keluarga yang melindungiku. Meskipun telah terjadi hal itu aku tetap tak berhenti BERBOHONG, namun untuk sementara aku tidak mencuri lagi, aku memenangkan lomba-lomba tapi rasanya setiap usahaku tidak dihargai oleh orang tuaku, jarang sekali aku mendapat hadiah, memang aku tak pernah meminta, tapi apakah mereka tidak sadar bahwa seorang anak juga butuh penghargaan. Alhasil menjelang UN yang lain sibuk belajar aku malah setiap selesai UN bermain ke rental PS atau komputer. Tapi entah kenapa nasibku sangat beruntung nilaiku paling kecil ketika masuk sekolah menengah pertama favorit di kotaku. Awal-awal masa SMP aku masih biasa saja, anak pintar dan rajin yang keliatannya baik-baik. Tapi karena nilaiku di SMP ini mengalami penurunan orang tuaku terus mengeluh saja, sampai kadang-kadang aku berpikir kalau dulu aku anak biasa-biasa aja, apakah orang tuaku akan terus menuntut seperti ini, setiap kali melihat teman-temanku yang biasa saja bisa mendapatkan kebahagian luar biasa dari keluarganya, aku merasa tidak adil, apalagi ketika cewek pertama yang aku sukai ternyata lebih memilih temanku yang biasa saja, rasanya sakit sekali. Aku sempat berpikir kalau aku jadi orang biasa aja mungkin hidupku bisa berubah. Awal SMP kelas 2 aku mulai BERBOHONG lagi, aku pergi main ke rentalan bersama teman-temanku sepulang sekolah, bolos sekolah, dan lain-lain. Hingga kelas 3 SMP akhirnya aku benar-benar hancur, pergaulan yang salah, gengsi gede-gedean.

SMA, aku masuk SMA favorit, kalo orang bilang hokiku emang gede, tapi sifatku memang tidak bisa dirubah, tersenyum dalam keadaan apapun, dan menyebarkan KEBOHONGAN ke yang lain. SMA aku mulai meninggalkan agama, sering aku pura-pura kegereja bareng teman padahal pergi ke Rentalan atau main gak jelas. Di SMA mulai kambuh lagi satu kebiasaan burukku, namun dengan otak lebih canggih dan mental yang terlatih semua kebusukanku tersembunyi dengan rapi. Tapi kejatuhan nilai masih saja terjadi, bahkan bisa masuk ke jurusan IPA pun karena nilaiku nge pas se pas-pasnya. Kelas 2 SMA tidak ada bedanya semua berlangsung seperti biasa, rental komputer, game online, MenCURI dan Menipu sudah seperti makanan sehari-hari. Apalagi ketika SMA LKS dan buku pelajaran harus beli sendiri aku jadi dapet lahan untuk UNIKO(Usaha Nipu Kolot/Berusaha Menipu Orang Tua) dengan me-Mark Up harga buku setinggi-tingginya. Di kelas 2 aku juga ikut less, meskipun aku sering bolos dan beberapa pernah ketahuan. Di kelas 3 bisa dibilang titik paling radikal dalam hidupku, tak tahu lagi berapa jumlah uang yang kuCURI dan kuhabiskan untuk ke senangan dan kecanduanku terhadap game online, sudah berapa kali kubohongi ke dua orang tuaku. Aku juga pernah bertengkar dan memarahi orang tuaku, karena aku tidak meminjamkan adikku motor. Ketika itu orang tuaku memihak adikku dan memojokkanku, aku membela diri dengan berkata, “Kenapa ibu sama bapak dari dulu selalu memihak adek, apa-apa dibeli buat adek, Komputer di beliin pas hari ulang tahun adek, adek minta apa di kasih, adek minta laptop dibeliin, HP adek udah gonta-ganti, padahal adek menang lomba aja gak pernah, masuk rangking aja gak pernah, dulu aja aku less jalan kaki naik umum gak masalah, sekarang gantian aku yang mau make motor juga buat less malah di marahin, klo ibu sama bapak gak senang sama aku juga kenapa masih melihara aku terus.” Aku selalu ingin menangis jika aku mengingat pernah mengucapkan hal itu, betapa bodohnya aku dulu. Tapi semua tak berhenti disitu, aku di cap guru-guruku kalo masuk universitas negeri sudah susah bagiku. Hingga akhirnya diakhir-akhir semester 1 aku mencuri dalam jumlah yang cukup banyak, 700

Page 3: Kisah Sang Pendusta

ribu kalau aku tidak salah ingat, ibuku sadar dan membongkar tasku, lalu dia menemukannya dan memarahiku habis-habisan. Sambil menangis dan memarahiku dia berkata “Mas, kamu itu anak paling gede, kamu itu yang jadi contoh buat adik-adikmu, kalau kamu begini kasihan adik-adikmu, adikmu aja yang kayak gitu bisa bepikir dewasa kamu malah yang kakaknya berpikir masih kayak anak kecil, kamu tahu bapakmu itu kerja banting tulang buat siapa? Bukan buat ibu tapi buat kalian kamu sama adek, apa kamu gak sadar badan bapakmu dulu kayak apa sekarang kayak apa, bapakmu sampe sakit-sakit sampe pulang malem cuman buat cari uang lebih buat kamu sama adek. Coba kamu bayangin gimana perasaan bapak kalau tahu uang yang dia kumpulin susah payah buat kamu sama adek malah kamu habisin buat hal yang gak berguna. Selain itu ibu juga kecewa sama kamu semua kepercayaan yang ibu kasih ke kamu kayak percuma, capek ibu marahin kamu terus.” Saat itu aku hanya bisa termenung, lalu aku masuk ke kamarku dan kata-kata ibuku terus berdengung di kepalaku, aku mulai memikirkan baik-baik kataku, aku tersadar kalau selama ini aku salah, aku harus berubah, gak salah banyak orang men-capku sebagai pemBOHONG karena memang itulah aku selama ini. Malamnya aku masuk ke kamar ibuku dan menceritakan semua kejadian dari awal sampai akhir sampai gak ada lagi ganjalan-ganjalan yang kurasakan dalam hati dan beliau hanya tersenyum, kalau kamu memang sepenuhnya sadar buktikanlah itu dengan masa depanmu.

Semenjak kejadian itu aku berubah, aku jadi pendiam dan berusaha mencapai segala sesuatunya sendiri, rasanya lebih baik diam daripada menceritakan keBOHONGan karena aku tak pernah tahu kapan hal tersebut datang lagi. Aku menjadi orang yang rendah diri, karena aku merasa diriku ini tak ada baiknya. Tapi ada satu hal yang selalu ku gunakan sebagai pegangan waktu itu, Janjiku pada Ibuku kalau aku bisa berubah. Akhirnya ada ujian STT Telkom, sebuah Univ Swasta terpandang dan favorit, aku pun mencoba mendaftar melalu lesan tempatku belajar. Aku mendaftar 5 prodi terbaik di sana. Semalam sebelum tes, aku berdoa pada Tuhan kalau hasil telkom nanti akan kujadikan hadiah untuk ayahku yang sedang bekerja di China. Dan diluar dugaan baik diriku dan teman-temanku Alva yang bodoh ini bisa di terima di S1 Teknik Telekomunikasi. Ayahku yang mendengar kabar itu pun awalnya agak meragukan kalau itu yang terbaik, tapi aku sempat melihat senyum diwajahnya begitu juga ibuku, namun karena aku merasa selama ini sudah menjadi beban bagi ke 2 orang tuaku dan mengetahui kalau swasta itu mahal serta biaya hidup di bandung juga tinggi aku memutuskan untuk melepasnya. Walaupun sepertinya hal itu bertolak belakang dengan keinginan guru-guruku tapi aku tetap maju, sekalipun ada guru yang mencela aku habis-habisan gara-gara hal itu aku tetap yakin dan percaya. Akhirnya SNMPTN yang dinantikan pun tiba, aku yang sudah jenuh belajar ketika di camp aku hanya sedikit sekali berlatih soal-soal, yang kulakukan sisanya hanya tidur dan berdoa. SNMPTN pun lewat, aku menghabiskan hari-hariku dengan kegiatan rumah biasa, meskipun aku pernah jatuh gara-gara game online, tapi niatku untuk tetap bermain permainan tersebut tak kunjung surut, meskipun begitu aku memainkannya sebatas hanya untuk mengisi waktu saja, dan tidak se radikal dulu, karena aku sudah berjanji akan berubah. Akhirnya malam pengumuman SNMPTN pun datang, ketika itu aku sedang di bus, dan tak bisa mengakses internet, dengan panik aku bertanya ke teman-temanku yang lain, aku kaget ketika banyak juga dari mereka yang pintar tidak diterima di manapun. Aku sempat putus asa karenanya, lalu sepanjang perjalanan aku berdoa pada Tuhan, dan hanya beberapa kata yang ku ulang-ulang setiap waktu, “Tuhan selama ini aku sudah banyak berdosa dan menjadi beban bagi orang tuaku, setidaknya berikanlah mukjizatmu padaku tunjukan kalau beban seperti ku ini bisa menjadi sumber bahagia bagi orang tuaku.” Kalimat itu ku ulang-ulang sampai tibanya di rumah. Dengan tergesa-gesa aku membuka komputerku lalu di sana terpampang dengan jelas “SELAMAT RAINERUS ALVA JATI P

Page 4: Kisah Sang Pendusta

ANDA LOLOS MASUK TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS DIPONEGORO”, sontak layaknya menonton sebuah final piala dunia, se-isi rumahku yang kebetulan sedang berkumpul karena hendak merayakan natal bersorak penuh suka cita. Semenjak itu aku berubah, aku mulai rajin kembali pada Tuhan, mulai banyak mempelajari apa makna hidup.

Sekarang aku berjuang bukan hanya untuk orang tuaku, tapi juga untuk mimpi dan cita-citaku. Awal-awal kuliah juga tidaklah mudah banyak penyesuaian diri yang perlu kulakukan. Kaderisasi yang sepertinya hanya sampah belaka, hingga praktikum yang sangat menyita waktu dan biaya. Tapi di sini aku mulai mengerti makna hidup, bertemu dengan anak-anak PRMK FT Undip sangat berperan besar pada perubahanku. Berbeda dengan omongan-omongan mahasiswa di jurusanku yang gak jelas di sini aku mendapat banyak sekali masukan, dari sini aku mulai mengerti apa itu makna dari pengorbanan dan pelayanan yang sesungguhnya. Aku mulai mendekati dunia ke-Tuhanan yang sudah lama sekali kutinggalkan. Apalagi saat mengenal dirinya, dia merupakan panutan dalam hidupku, dia bukan berasal dari keluarga sederhana, tapi sikapnya yang rendah hati, dan semangatnya dalam melayani yang lain sangat aku saluti. Tapi memang banyak kejadian yang sering membuatku down di tengah semangat sedang naik-naiknya, motorku baru 1 tahun dan baru 1 bulan di semarang harus raib di tangan orang berdosa. Mungkin ini adalah hukuman Tuhan bagiku, aku sempat khawatir kalau aku telah merusak kepercayaan orang tuaku. Tapi ternyata mereka tetap mensupportku dan mendorongku untuk bangkit lagi. Saat nilai semester 1 keluar aku agak sedikit kaget dan kecewa karena ada nilai D di KRS ku. Semester 2 pun dimulai praktikum agak berat pertama dimulai waktu habis sepertinya hanya untuk praktikum saja apalagi ada 2 praktikum saat itu aku hampir kehabisan nafas dalam menjalaninya syukurlah aku masih bisa mengimbanginya, di semester ini aku juga makin aktif dalam kegiatan di PRMK FT Undip, acara demi acara aku lalui, dan begitu juga perasaanku padanya yang awalnya hanya mengagumi sekarang mulai tertarik padanya, kenapa dia harus satu bidang denganku pikirku, mungkin bisa dibilang aku dekat dengannya saat eksposure dan live in Ansos dulu. Yah itu hanya sedikit motivasi, di tengah memuncaknya semangat tiba-tiba nilai semester 2 keluar, aku terkejut dengan nilainya, bisa dibilang aku sangat kecewa dan depresi, jadi yang selama ini kulakukan percuma, begitu pikirku. Sempat down beberapa minggu aku bangkit lagi di awal-awal semester 3.

Retret, merupakan acara besar pertama yang pernah aku alami seumur hidup sebagai panitia. Aku tak mau mengecewakan yang lain begitu pikirku, aku yang sempat vakum selama liburan gara-gara down melihat nilai semester 2 sekarang maju dan bangkit dengan pola pikir yang baru. Untuk menutupi kekurang tahuan saya dalam acara tersebut, saya mencoba mengikuti rapat beberapa bidang terutama acara. Saya belajar banyak hal dari situ, saya mulai mengenal rekan kerja saya, saya mulai bisa berkomunikasi dengan yang lain setelah sekian lama saya menjadi orang pendiam. Aku mulai mengetahui banyak hal yang salah, baik dari diriku dan orang lain. Aku mulai mendalami dan memahami karakteristik setiap orang. Dan ternyata benar saja, acara retret itu pun terkesan gagal, meskipun gak total banget, tapi masih banyak yang harus dibenahi. Hal itu menumbuhkan semangat tersendiri dalam diri ini, bagaimana kalau aku membuat retret yang lebih baik dari retret-retret sebelumnya untuk menebus kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi sebelumnya. Bersamaan dengan jalannya proses dari pra hingga pasca retret sepertinya mulai menumbuhkan rasa cinta dalam hatiku yang sudah lama hilang dalam diri ini. Aku semakin gak bisa melepaskan perasaan sukaku padanya. Tapi belakangan ini aku merasa aku ini siapa? Dia itu sempurna luar dalam, dia cerdas, dia pemberani, dia bisa bernyanyi dengan merdu, dia mau melayani dan berkorban dengan yang lain, sementara aku ini, cuman sampah, beban, pembohong

Page 5: Kisah Sang Pendusta

dan orang paling gak berguna, aku merasa salah tempat jika harus menyukai dan mencintainya. Mengetahuinya menyukai temanku yang memang juga sempurna aku merasa hal itu wajar. Mungkin memang benar manusia hanya bisa bermimpi dan berusaha keputusan tetap di tangan Tuhan. Tapi aku tak menyerah begitu saja, seperti orang tuaku yang tak pernah menyerah akan harapan dan kepercayaannya padaku, aku juga tak menyerah begitu saja untuk mencintaimu. Semangat dan Tekad adalah 2 hal yang aku dapat di semarang ini, biar Motor hilang, HP hilang, Laptop Pecah, kerabat meninggal dan kejadian buruk lainnya menimpaku semangat dan tekadku tak pernah padam. Dan aku juga tahu mimpi bukanlah sesuatu yang hampa, kalau PAHLAWAN itu memang ada. Secara tidak langsung kedua orang tuaku dan kawan-kawan PRMK FT Undip sudah menjadi PAHLAWAN dalam hidupku, berkali-kali kubuat kecewa mereka, kubuat mereka menangis tetapi mereka tidak pernah melepaskan harapan dan kepercayaannya padaku. 3 Praktikum menantiku secara berantai di depanku, UTS yang sudah lewat juga cukup mengkhawatirkanku, aku bermimpi ingin merubah negara ini, aku tidak akan menyerah pada harapan dan kepercayaan bahwa bangsa ini bisa maju seperti orang tuaku yang percaya aku bisa berubah. Bahwa dengan kemampuanku yang terbatas saat ini aku bisa menularkan sifat ke PAHLAWANAN kepada yang lain. Semoga melalui ceritaku ini banyak anak muda yang sedang salah jalan untuk segera menyadari bahwa negara ini membutuhkan kalian. Tanpa kita sadari bahwa PAHLAWAN sesungguhnya ada disekitar kita bukan mereka yang berdasi dan berjaz saja tapi juga mereka yang mengerti apa arti hidup sesungguhnya.