kir ipa (tepung belalang kayu)

43
PROSPEK TEPUNG BELALANG KAYU (MELANOPLUS CINEREUS) SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI BAGI KESEHATAN MASYARAKAT D I S U S U N OLEH: DENNY CORNELIUS XI IA 4 SMAN 2 BALIGE 1

Upload: deca-ice

Post on 12-Jun-2015

10.619 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Makalah berupa Karya Ilmiah Remaja Ilmu Pengetahuan Alam. Prospek tepung belalang kayu (melanoplus cinereus) Sebagai alternatif sumber protein hewani bagi kesehatan masyarakat.

TRANSCRIPT

Page 1: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

PROSPEK TEPUNG BELALANG KAYU (MELANOPLUS CINEREUS)

SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI BAGI KESEHATAN MASYARAKAT

D

I

S

U

S

U

N

OLEH:

DENNY CORNELIUS

XI IA 4

SMAN 2 BALIGE

TOBASA

2008/2009

1

Page 2: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Hormat saya berikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah yang berjudul:“PROSPEK TEPUNG

BELALANG KAYU (MELANOPLUS CINEREUS) SEBAGAI ALTERNATIF

SUMBER PROTEIN HEWANI BAGI KESEHATAN MASYARAKAT" dapat selesai.

Oleh karena itu dengankerendahan hati disampaikan terima kasih kepada:

1. Orang Tua yang memberikan dukungan kepada saya baik dalam materil maupun moril.

2. Narasumber yang memberikan penjelasan secara jelas dan terperinci.

3. Teman – teman yang memberikan semangat yang luar biasa.

Dalam pembuatan Karya Ilmiah ini saya menemukan beberapa kendala yang berarti,

yaitu:

1. Keterbatasan waktu bereksperimen.

2. Keterbatasan sarana praktikum

3. Penentuan Persen AKG

Bapak / Ibu pembaca diharapkan dapat mempergunakan Karya Ilmiah ini untuk

menjadi dasar peningkatan kesehatan masyarakat di daerah masing – masing. Dengan

kerendahan hati saya sebagai penulis menerima kritik dan saran untuk membangun serta

memperbaiki karya tulis ini pada waktu depan.

Kiranya Karya Ilmiah yang berjudul : “PROSPEK TEPUNG BELALANG KAYU

(MELANOPLUS CINEREUS) SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN

HEWANI BAGI KESEHATAN MASYARAKAT" dapat berguna bagi para pembaca

sekalian.

Balige, 8 April 2009

Tim Penyusun

2

Page 3: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1

Daftar Isi 2

Bab I- Latar Belakang Penulisan 3- Rumusan Masalah 4- Tujuan Penulisan 5- Metode Pengumpulan Data 5- Ruang lingkup Penelitian 5

Bab II- Keadaan yang diinginkan 6- Keadaan sekarang 6

BAB III- Analisis Masalah 7- Pembahasan Masalah 7

BAB IV- Populasi Penelitian 19- Sampel Penelitian 19- Variabel 19- Rancangan Penelitian 19- Teknik Pengambilan Data 20- Prosedur Penelitian 20- Analisis Data 22

BAB V - Deskripsi Data 24- Hasil Penelitian 24- Pembahasan Hasil 24

BAB VI- Kesimpulan 26- Saran 26

Daftar Pustaka 27 - 28

3

Page 4: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang PenulisanPenyakit-penyakit gizi di Indonesia yang utama, tergolong ke dalam kelompok

penyakit defisiensi. Salah satu penyakit gizi tersebut adalah penyakit Kekurangan Kalori dan

Protein (KKP). Berdasarkan data dari UNICEF, penyakit busung marasmus (kekurangan

kalori) dan kwashiorkor (busung lapar akibat (kurang protein) telah mengakibatkan kematian

balita di berbagai daerah di Indonesia. Di Pulau Jawa saja terdapat 4,5 juta wanita dan 8 juta

anak-anak usia pra sekolah yang kurang gizi. Diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat

bila krisis ekonomi tidak juga berlalu (PdPersi, 2005). Manusia idealnya mendapat makanan

bergizi, yakni mengandung hidrat arang, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Bahan

makanan bergizi tersebut yang sering menjadi masalah adalah protein. Selain harganya mahal,

banyak orang tidak tahu seberapa banyak yang dibutuhkan dan apa saja sumber-sumber

protein.

Protein, berasal dari bahasa Yunani proteios, yang berarti "barisan pertama". Kata

yang diciptakan oleh Johns J. Berzelius pada tahun 1938 untuk menekankan pentingnya

golongan ini (Stryer, Lubert, 2000:17). Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan

pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan

proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran, pada masa kehamilan proteinlah

yang membentuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio. Protein juga mengganti jaringan

tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk

membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Kekurangan protein

dalam waktu lama dapat mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan menurunkan daya

tahan tubuh terhadap penyakit (Winarno, 2002:50).

Jumlah konsumsi protein bagi setiap orang berbeda, tergantung pada umur, berat

badan, jenis kelamin, dan mutu protein. Pada waktu mengandung, menyusui, serta waktu

pertumbuhan anak, protein yang diperlukan harus juga diperhitungkan bersama kebutuhan

protein untuk pertumbuhan jaringan janin, produksi susu, dan produksi jaringan baru pada

masa pertumbuhan anak. Kebutuhan protein pada laki-laki dewasa sekitar 0,57 g/kg berat

badan per hari dan pada wanita dewasa adalah 0,54 g/kg berat badan per hari. Jumlah tersebut

diharapkan sudah cukup untuk memenuhi keperluan menjaga keseimbangan nitrogen dalam

tubuh, dengan syarat protein yang dikonsumsi mempunyai mutuyang tinggi (Winarno:

2002:71). Menurut PdPersi (2005), protein yang banyak diketahui dan dikonsumsi orang

selama ini adalah protein hewani. Protein yang berasal dari hewan ialah daging, ikan, ayam,

telur, dan susu. Protein ini disebut protein lengkap, karena memiliki semua asam amino

esensial. Selain itu, protein juga dapat ditemukan pada padi-padian, biji-bijian dan kacang-

kacangan. Tetapi karena protein jenis ini (nabati) tidak lengkap, maka dalam

4

Page 5: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

mengkonsumsinya harus dikombinasikan agar bisa saling melengkapi. Perbedaan

kelengkapan itu mengakibatkan ia hanya mampu memelihara jaringan tubuh, sedangkan

protein hewani mampu memelihara jaringan tubuh dan menjamin pertumbuhannya. Protein

hewani sangat penting bagi tubuh dan tidak dapat digantikan seratus persen oleh protein

nabati.

Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan alternatif penganekaragaman sumber

bahan pangan dari bahan makanan lokal yang mempunyai nilai proteintinggi terutama protein

hewani. Penganekaragaman sumber bahan pangan berprotein yang sudah dikembangkan di

Indonesia adalah pembuatan tepung dari udang. Udang kering mengandung protein 62,4

persen tiap 100 gram. Sedangkan penganekaragaman sumber protein yang sudah

dikembangkan di luar negeri, salah satunya ialah pemanfaatan belalang, baik sebagai lauk

maupun sebagai makanan ringan. Di Indonesia terutama di Kabupaten Gunung Kidul,

belalang yang sudah biasa dikonsumsi oleh masyarakat adalah belalang kayu. Belalang

dikonsumsi masyarakat selain karena mudah didapat atau ada di setiap saat, beraroma khas,

mengandung protein yang tinggi yaitu 62,2 persen tiap 100 gramnya, juga tidak menimbulkan

efek yang beracun atau berbahaya (Sutrisno Kusworo, 2002).

Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan,

karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi

(difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang

serba praktis (Winarno, 2000 dalam Widowati, 2003). Pembuatan tepung belalang diharapkan

dapat meningkatkan nilai gizi khususnya protein hewani pada berbagai produk makanan

olahan tepung.

Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengadakan penelitian dengan judul

"Prospek Tepung Belalang Kayu (Melanoplus cinereus) sebagai Alternatif Sumber Protein

bagi Kesehatan Masyarakat ".

1.2 Rumusan Masalah

Tepung penambah protein yang sudah dikembangkan di masyarakat umumnya

terbuat dari udang. Penulis mencoba membuat tepung dari belalang, yang belum pernah ada

di masyarakat. Oleh karena itu dirumuskan suatu permasalahan yaitu adakah perbedaan antara

kadar protein tepung belalang kayu dan tepung udang windu?

1.3 Tujuan PenulisanTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara

kadar protein tepung belalang kayu dan tepung udang windu.

5

Page 6: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

1.4 Metode Pengumpulan Data

1.4.1 Kadar Protein Tepung Belalang KayuKadar ialah jumlah hasil pengukuran dipersentase mengenai gejala tertentu yang

terdapat pada populasi tertentu di keadaan dan jangka waktu tertentu (Tim Penyusun Kamus

Besar Bahasa Indonesia, 2001:488). Menurut Deman (1997:103) protein merupakan polimer

dari sekitar 21 asam amino yang berlainan disambungkan dengan ikatan peptida. Tepung

ialah barang yang lumat-lumat (karena ditumbuk, digiling, dan sebagainya); serbuk yang

lumat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:124).

Tepung belalang adalah tepung yang dibuat dari belalang, belalang yang dimaksud di

sini ialah belalang kayu (Melanoplus cinereus). Kadar protein tepung belalang kayu ialah

persentase massa protein yang terdapat pada tepung belalang kayu.

1.4.4 Kadar Protein Tepung Udang WinduMenurut Prahesti (1997) dalam Elvy Syukriyati Muchtar (2000:29) tepung

udang adalah tepung yang dibuat dari udang yang sudah dibersihkan dari kulit dan

sungutnya kemudian dicuci bersih, ditiriskan, direbus, dan dikeringkan sampai kering

kemudian digiling dan diayak sampai halus.

Kadar protein tepung udang windu ialah prosentase massa protein yang terdapat pada

tepung udang windu.

1.5 Ruang Lingkup PenelitianRuang lingkup dari penelitian terhadap tepung belalang adalah untuk menambah

pengetahuan saya sebagai penulis dan memberikan solusi atas penyakit gizi buruk yang

diderita banyak warga kurang mampu. Karena tepung belalang mengandung gizi yang cukup

tinggi dan hampir menyamai kandungan gizi dari tepung udang. Dalam penelitian ini saya

akan memaparkan kegunaan tepung belalang ini pada kehidupan sehari – hari. Berikut

kegunaannya:

Kegunaan Bagi Masyarakat1) Memanfaatkan belalang kayu sebagai bahan pembuatan tepung, mengingatkandungan gizi dalam belalang cukup tinggi.

2) Sebagai alternatif pemenuhan protein hewani terutama bagi golonganekonomi lemah.

3) Memberi informasi kepada masyarakat mengenai pembuatan tepung daribelalang kayu.

6

Page 7: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

BAB II KEADAAN YANG DIINGINKAN DAN KEADAAN SEKARANG

2.1 Keadaan yang DinginkanJika melihat kesehatan masyarakat sekarang yang masih dibawah normal. Saya

mengharapkan banyak masyarakat yang menerapkan ilmu dari makalah ini, karena saya

berpengharapan masyarakat Indonesia dapat hidup sehat dan terlepas dari masalah penyakit

gizi buruk yang menimpa Negara ini.

2.2 Keadaan Sekarang

Keadaan sekarang banyak warga yang masuk Rumah Sakit untuk mendapat

perawatan secara intensif hal ini hanya berlaku bagi keadaan masyarakat yang mau

mengambil sebuah resiko terlilit hutang yang besar, karena biaya untuk pengobatan Rumah

Sakit. Namun bagaimana bagi masyarakat yang tidak mau mengambil resiko biaya yang

tinggi? Inilah yang saya coba untuk memperbaiki cara pandang yang mengatakan bahwa

hidup untuk sehat itu mahal melalui Karya Ilmiah yang berjudul : “PROSPEK TEPUNG

BELALANG KAYU (MELANOPLUS CINEREUS) SEBAGAI ALTERNATIF

SUMBER PROTEIN HEWANI BAGI KESEHATAN MASYARAKAT".

7

Page 8: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

BAB IIIANALISIS MASALAH DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Masalah

Masalah kesehatan pada masyarakat Indonesia saat ini adalah masalah yang

kompleks karena berhubungan dari berbagai aspek kehidupan yang berperan penting, yaitu

ekonomi masyarakat dan kesadaran akan kesehatan. Maka dari masalah yang ada tersebut

saya berinisiatif untuk melakukan eksperimen ini yang pertama kali saya membaca artikel

tepung Belalang pada suatu situs internet. Didalam makalah ini saya memaparkan secara jelas

tentang tepung belalang ini.

B. Pembahasan Masalah

3.1 Protein3.1.1 Struktur Protein

Menurut Deman (1997:103) protein merupakan polimer dari sekitar 21 asam amino

yang berlainan disambungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein merupakan rantai

panjang yang tersusun oleh matarantai asam-asam amino.

Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil (-COOH)

dan satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya terletak pada atom C tepat di

sebelah gugus karboksil. Asam-asam amino yang berbeda-beda bersambung melalui ikatan

peptida yaitu ikatan antara gugus karboksil satu asam amino dengan gugus amino dari asam

amino yang disampingnya. Apabila protein murni dianalisis unsur-unsur penyusunnya, maka

akan dapat dilihat penyusun protein sebagai berikut: C = 50 – 55%; O = 20 – 25%; N = 15 –

18%; H = 5 – 7%; S = 0,4 – 2,5%; P = sedikit; Fe = sedikit; Cu = sedikit (Slamet Sudarmadji,

dkk, 1996:121).

Menurut Winarno (2002:65-67) struktur protein dapat dibagi menjadi beberapa

bentuk yaitu:

1) Struktur PrimerSusunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan

tersebut merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menentukan sifat dasar dari

berbagai protein, dan secara umum menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier.

2) Struktur SekunderBila hanya struktur primer yang ada dalam protein, maka molekul protein tersebut

akan merupakan bentuk yang sangat panjang dan tipis. Struktur tersebut memungkinkan

terjadinya banyak sekali reaksi dengan senyawa yang lain, yang kenyataannya hal tersebut

tidak terjadi di alam. Struktur protein biasanya merupakan polipeptida yang berlipat-lipat,

8

Page 9: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

merupakan bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptidanya tersusun saling

berdekatan. Struktur yang demikian disebut struktur sekunder

.3) Struktur Tersier

Bentuk penyusunan bagian terbesar rantai cabang disebut struktur tersier,

artinya adalah susunan dari struktur sekunder yang satu dengan struktur sekunder

bentuk lain.

4) Struktur KuartenerStruktur primer, sekunder, dan tersier umumnya hanya melibatkan satu rantai

polipeptida. Tetapi bila struktur ini melibatkan beberapa polipeptida dalam membentuk suatu

protein, maka disebut struktur kuartener. Pada umumnya ikatan – ikatan yang terjadi sampai

terbentuknya protein sama dengan ikatan-ikatan yang terjadi pada struktur tersier.

3.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sifat ProteinMenurut Gaman dan Sherrington (1994:92-93), sifat substansi protein

ditentukan oleh strukturnya, karena struktur protein sangat banyak, maka sifatnya pun

juga sangat bervarisasi. Protein dapat mengalami suatu proses denaturasi , yaitu jika struktur

sekundernya berubah tetapi struktur primernya tetap. Bentuk molekulnya mengalami

perubahan, biasanya karena terpecah atau terbentuknya ikatan-ikatan silang tanpa

mengganggu urutan asam aminonya. Proses ini biasanya tidak dapat berlangsung balik

(irreversible), sehingga tidak mungkin untuk mendapatkan kembali struktur asal protein itu.

NH2

R1 – C – HC – OH

ONH2

R2 – C – H –C – OH

OIkatan Peptida Asam Amino I

NH2

R1 – C – HCO

NHR2 – C – H

CO OH

Ikatan Peptida Asam Amino II

9

Page 10: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

Denaturasi dapat merubah sifat protein, menjadi lebih sukar larut dan makin kental. Keadaan

ini disebut koagulasi.

Koagulasi protein dipengaruhi berbagai hal, antara lain:

1) PemanasanBanyak protein mengkoagulasi jika dipanaskan. Misalnya, jika telur dimasak, protein

dalam bagian putih dan kuning telur mengkoagulasi. Protein

dalam putih telur mengkoagulasi lebih awal pada suhu 600C dan bagian kuning

pada suhu antara 650C dan 680C.

2) AsamJika susu menjadi asam, bakteri dalam susu memfermentasi laktosa, menghasilkan

asam laktat. Derajat keasaman susu menurun menyebabkan protein susu, yaitu kasein

mengkoagulasi.

3) Enzim-EnzimRennin yang dikenal sebagai rennet adalah enzim yang mengkoagulasi protein.

Rennet digunakan untuk membuat susu kental manis (junket) yaitu susu yang digumpalkan

atau dikoagulasikan. Rennet juga digunakan bersama-sama dengan startar bakteri untuk

membentuk dadih dalam pembuatan keju.

4) Perlakuan MekanisPerlakuan mekanis seperti mengocok putih telur menyebabkan terjadinya koagulasi

parsial pada protein. Ini digunakan dalam penyiapan makanan seperti dalam pembuatan

“meringue” (sejenis kembang gula dengan putih telur).

5) Penambahan GaramGaram-garam tertentu seperti natrium klorida, dapat mengkoagulasi protein. Jika

garam ditambahkan pada air yang digunakan untuk merebus telur, putih telur tidak akan

hilang jika kulit telurnya pecah. Dalam pembuatan keju, garam sering ditambahkan pada

dadih untuk mengeraskan dan juga menekan pertumbuhan mikroorganisme.

3.1.3 Fungsi ProteinFungsi protein menurut Stryer, Lubert (2000:17-18) dan Sunita Almatsier (2001:96-

97) ialah sebagai berikut:

1) Katalis EnzimatikHampir semua reaksi kimia dalam sistem biologi dikatalisis oleh makromolekul

spesifik yang disebut enzim. Enzim mempunyai daya katalitik yang besar, umumnya

meningkatkan kecepatan reaksi sampai jutaan kali. Fakta menunjukkan bahwa hampir semua

enzim yang dikenal adalah protein. Jadi protein merupakan pusat dalam menetapkan pola

transformasi kimia dalam system biologi.

2) Transport dan PenyimpananBerbagai molekul kecil dan ion ditransport oleh protein spesifik. Misalnya transport

oksigen dalam eritrosit oleh hemoglobin dan mioglobin suatu protein sejenis mentransport

oksigen dalam otot.

10

Page 11: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

3) Koordinasi GerakProtein merupakan komponen utama dalam otot. Kontraksi otot berlangsung akibat

pergeseran dua jenis filamen protein. Contoh lain adalah pergerakan kromosom pada proses

mitosis dan gerak sperma oleh flagel.

4) Penunjang MekanisKetegangan kulit dan tulang disebabkan oleh adanya kolagen yang merupakan

protein fibrosa.

5) Proteksi ImunAntibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan dapat mengenal serta

berkombinasi dengan benda asing seperti virus, bakteri dan sel yang berasal dari organisme

lain. Protein berperan penting untuk membedakan antara antobodi dan antigen.

6) Membangkitkan dan Menghantar Impuls SarafRespons sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh protein reseptor.

Misalnya rodopsin suatu protein yaitu antibodi terhadap cahaya yang ditemukan pada sel

batang retina. Protein reseptor yang dapat dipicu oleh molekul kecil spesifik seperti

asetilkolin, berperan dalam transmisi impuls saraf pada sinaps yang menghubungkan sel-sel

saraf.

7) Pengaturan Pertumbuhan dan DiferensiasiPengaturan urutan ekspersi informasi antibodi sangat penting bagi pertumbuhan yang

beraturan serta diferensiasi sel.

8) Pertumbuhan dan PemeliharaanPertumbuhan dan penambahan otot hanya mungkin bila tersedia cukup campuran

asam amino yang sesuai termasuk untuk pemeliharaan dan perbaikan. Beberapa jenis jaringan

tubuh membutuhkan asam-asam amino tertentu dalam jumlah lebih besar. Rambut, kulit, dan

kuku membutuhkan lebih banyak asam amino yang mengandung sulfur. Protein kolagen

merupakan protein utama otot urat-urat dan jaringan ikat. Fibrin dan antibodi adalah protein

lain yang terdapat di dalam otot-otot.

9) Pembentukan Ikatan-Ikatan Esensial TubuhHormon-hormon seperti tiroid dan insulin adalah protein, demikian pula pada

berbagai enzim. Ikatan-ikatan ini bertindak sebagai katalisator atau membantu perubahan-

perubahan biokimia yang terjadi di dalam tubuh. Hemoglobin, pigmen darah yang berwarna

merah dan berfungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbon dioksida adalah ikatan protein.

Begitu pula bahan-bahan lain yang berperan dalam penggumpalan darah.

10) Pengatur Keseimbangan AirCairan tubuh terdapat di dalam tiga kompartemen yaitu intraselular (di dalam sel),

ekstraselular atau interselular (di antara sel), intravaskular (di dalam pembuluh darah).

Kompartemen-kompartemen ini dipisahkan satu sama lain oleh membran sel. Distribusi

cairan di dalam kompartemen-kompartemen ini harus dijaga dalam keadaan seimbang atau

homeostasis. Keseimbangan ini diperoleh melalui antibodi kompleks yang melibatkan protein

11

Page 12: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

dan elektrolit. Penumpukan cairan di dalam jaringan dinamakan oedema dan merupakan

tanda awal kekurangan protein.

11) Pemelihara Netralitas TubuhProtein tubuh bertindak sebagai buffer, yaitu bereaksi dengan asam dan basa untuk menjaga

pH pada taraf konstan. Sebagian besar jaringan tubuh berfungsi dalam keadaan pH netral atau

sedikit alkali (pH 7,35 – 7,45).

12) Sumber EnergiSebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat, karena menghasilkan 4

Kal/gram protein. Namun, protein sebagai sumber energi relative lebih mahal. Baik dalam

harga maupun dalam jumlah energi yang dibutuhkan untuk metabolisme energi.

3.1.4 Kebutuhan ProteinKebutuhan protein perorangan tergantung pada laju pertumbuhan dan berat badan.

Orang dewasa memerlukan kira-kira 1 gram protein untuk setiap kg berat badan. Selama

periode pertumbuhan lebih banyak protein diperlukan secara proporsional, misalnya untuk

anak-anak usia 5 – 6 tahun dibutuhkan kira-kira 2 gram protein untuk tiap kg berat badan.

Selama hamil dan menyusui anak, wanita memerlukan lebih banyak protein dalam susunan

makanannya, karena harus memenuhi kebutuhan bayinya di samping keperluan tubuhnya

sendiri. Sehabis sakit atau menjalani operasi, tubuh kehilangan sejumlah protein, misalnya

retaknya tulang paha menyebabkan tubuh kehilangan kira-kira 800 gram protein. Karena itu,

selama penyembuhan kandungan protein dalam susunan makanan harus dinaikkan menjadi 14

persen dari seluruh suapan energi (Gaman dan Sherrington, 1994:101).

12

Page 13: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

Tabel 1Angka Kecukupan Protein yang Dianjurkan (per orang per hari)Golongan Umur Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) Protein (g)1 2 3 4

UmurBerat Badan

(Kg)Tinggi Badan

(Cm) Protein0 – 6 bulan 5,5 30 127 – 12 bulan 8,5 45 151 – 3 tahun 12 56 234 – 6 tahun 18 62 327 – 9 tahun 24 62 37Pria:      10 – 12 tahun 30 60 4513 – 15 tahun 45 71 6416 – 19 tahun 56 160 6620 – 45 tahun 62 165 5546 – 59 tahun 62 165 5560 tahun 62 165 55Wanita:      10 – 12 tahun 35 140 5413 – 15 tahun 46 153 6216 – 19 tahun 50 154 5120 – 45 tahun 54 156 4846 – 59 tahun 54 154 4860 tahun 54 154 48Hamil      Menyusui:      0 – 6 bulan 60   167 – 12 bulan 71   12

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 1998 dalam Sunita Almatsier

(2001:99)

3.1.5 Sumber ProteinMenurut Sunita Almatsier (2001:100-101) bahan makanan hewani merupakan

sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas,

ikan, dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe

dan tahu, serta kacang-kacangan lainnya.

Tabel 2

13

Page 14: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

Bahan Makanan Sumber Protein

No. Nama Bahan MakananKadar Protein

(%)1 Daging ayam 18,22 Daging sapi 18,83 Telur ayam 12,84 Susu sapi segar 3,25 Keju 22,86 Bandeng 207 Udang segar 218 Kerang 89 Beras tumbuk merah 7,9

10 Beras giling 6,811 Kacang hijau 22,212 Kedelai basah 30,213 Tepung terigu 8,914 Jagung kuning (butir) 7,915 Pisang ambon 1,216 Durian 2,5

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan 1981 dalam Anna P. (1994:82)

3.1.6 Akibat Kekurangan ProteinKekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah.

Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di

bawah lima tahun (balita). Istilah kwashiorkor pertama diperkenalkan oleh Dr. Cecily

Williams pada tahun 1933 ketika ia menemukan keadaan ini di Ghana, Afrika (Sunita

Almatsier, 2001:101).

Kwashiorkor seringkali dinyatakan sebagai busung lapar atau hongeroedem-HO.

Penderita penyakit ini sangat khas, terutama bagian perut yang buncit. Penyakit yang akhir-

akhir ini telah menghipnotis semua komponen bangsa. Seluruh media massa, baik cetak,

elektronik maupun radio telah menjadikan busung lapar ini sebagai komoditas utamanya

(Dadan Rohdiana:2005).Selama periode Januari hingga Juni 2005, sebanyak 48 anak

penderita gizi buruk meninggal dunia. Secara keseluruhan, pada 2005 ini ada 13.449 kasus

gizi buruk di Jawa Tengah (Jateng), dari kasus gizi buruk ini, yang berhasil disembuhkan baru

3.875 anak. Secara umum, kasus gizi buruk ini dialami warga hampir di setiap kabupaten dan

kota di Jawa Tengah. Kasus gizi buruk paling banyak, dialami penduduk Kabupaten

Grobogan, yakni sebanyak 892 kasus penderita, berikutnya disusul Kabupaten Blora yang

jumlahnya mencapai 859 kasus, Rembang 710 kasus, Wonogiri 622 kasus, dan Pekalongan

yang mencapai 653 kasus, yang paling sedikit di Kota Tegal 29 kasus, Kota Salatiga 39 kasus,

Kota Pemalang 6 kasus, dan Kota Magelang 73 kasus (Siswono:2005).

Tanda-tanda klinis pada penderita kwashiorkor menurut Supariasa, dkk (2002:131)

ialah sebagai berikut:

14

Page 15: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

1) Oedem umumnya di seluruh tubuh dan terutama pada kaki.

2) Wajah membulat (moon face) dan sembab.

3) Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri danduduk, anak berbaring terus-menerus.4) Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis.

5) Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia).

6) Pembesaran hati.

7) Sering disertai infeksi, anemia, dan diare.

8) Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut.

9) Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitamterkelupas.

10) Pandangan mata anak nampak sayu.

3.1.7 Akibat Kelebihan ProteinProtein yang berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein

biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Kelebihan protein dapat

menimbulkan masalah lain, terutama pada bayi. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal

dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Kelebihan protein

akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan ureum darah,

dan demam. Batas yang dianjurkan untuk konsumsi protein adalah dua kali angka kecukupan

gizi untuk protein (Sunita Almatsier, 2001:104).

3.1.8 Analisis Kuantitatif ProteinMenurut Winarno (2002:76-77), salah satu cara untuk menganalisis kuantitatif

protein adalah dengan cara Kjeldahl. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar

protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara

ini adalah kadar nitrogennya, dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka

konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Angka 6,25 berasal dari

angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16 persen nitrogen.

Tabel 3Konversi dari Kadar N menjadi Kadar Protein Berbagai Macam Bahan

15

Page 16: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

No. Bahan Faktor Konversi1 Bir, sirup, biki-bijian, ragi, makanan ternak, 6,252 buah-buahan, teh, anggur 5,953 Beras 5,74 Roti, gandum, makaroni, bakmi 5,465 Kacang tanah 5,756 Kedelai 5,187 Kenari 6,388 Susu kental manis 6,38Slamet Sudarmadji, dkk. (1997:70).

3.2 Belalang KayuBelalang adalah serangga yang bersayap dua lapis dan mempunyai sepasang kaki

belakang yang panjang, makanannya rumput-rumputan atau daun – daunan (Tim Penyusun

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:124).

3.2.1 Klasifikasi Belalang KayuMenurut Borror, Triplehorn, dan Johnson (1992:273-274) klasifikasi belalang kayu

adalah sebagai berikut:

1) Divisi : Arthropoda

2) Klass : Insecta

3) Ordo : Orthoptera

4) Subordo : Caelifera

5) Superfamili: Acridoidea

6) Famili : Acrididae

7) Subfamili : Cyrtacanthacridinae

8) Genus : Melanoplus

9) Spesies : Melanoplus cinereus.

Belalang kayu memiliki wajah tegak atau hampir demikian. Pinggir ekor mengarah

ke belakang dan bersudut di bagian tengah. Sayap panjang mencapai atau melewati abdomen.

3.2.2 Daur Hidup BelalangBerdasarkan data dari Hasegawa (1996:4-5) belalang mengalami metamorfosis tidak

sempurna, yaitu dari telur menjadi nimpa, dan akhirnya menjadi imago atau belalang dewasa.

Telur belalang kecil, bentuknya seperti pisang, panjangnya + 0,25 cm. Telur yang berwarna

kuning atau coklat akan semakin cerah ketika nimpa tumbuh di dalamnya. Kurang lebih

seminggu, telur akan menetas. Tubuh nimpa yang sedang tumbuh dapat dilihat melalui

dinding telur. Ketika nimpa mencapai permukaan tanah, ia menunggu sampai kaki dan

16

Page 17: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

antenanya mengeras. Ketika nimpa menetas, tubuhnya menyimpan makanan yang cukup

sampai mereka dapat mencari makanan sendiri. Nimpa makan secara terusmenerus dan

tumbuh dengan pesat. Akan tetapi, kulit luarnya yang keras (eksoskeleton) tidak ikut tumbuh,

sehingga ia harus membuang kulitnya yang lama. Di bawah kulitnya yang lama terdapat kulit

baru yang lebih besar. Pergantian kulit terjadi seminggu sekali. Nimpa bisa berganti kulit

sampai enam kali sebelum menjadi belalang dewasa (Hasegawa, 1996:6-14). Setelah berganti

kulit yang terakhir, nimpa berubah menjadi belalang dewasa. Belalang membengkokkan

abdomennya dan menarik ovipositornya yang panjang dari kulitnya yang lama. Belalang

dewasa yang baru saja muncul dari kulitnya yang lama merentangkan sayapnya dan memanjat

daun rumput kembali. Seperti nimpa, belalang dewasa juga memakan kulitnya yang lama

(Hasegawa, 1996:20).

3.2.3 Kandungan Gizi BelalangKandungan gizi belalang per 100 gram bagian yang dapat dimakan adalah sebagai

berikut:

Tabel 4

Kandungan Gizi Belalang per 100 g

BelalangEnergi (Kal) Air (%) Protein Lemak Karbohidrat

Mentah 17062 26 83 85 5Kering 4207 62 210 415 8

Sumber: Sutrisno Kusworo (2002)3.2.4 Pemanfaatan Belalang

Berdasarkan data dari Sutrisno Koswara (2002) pemanfaatan belalang di beberapa

Negara adalah sebagai berikut di Zimbabwe, locustana atau belalang dikumpulkan sebelum

fajar tiba, di mana serangga tersebut dalam keadaan tidak aktif. Kemudian direbus dalam air

mendidih, lalu dijemur sampai kering selama satu sampai dua hari. Jika akan diolah, sayap

dan kakinya dilepaskan dan locustana kering kemudian direndam dalam air hingga air

terserap, dimasak dengan bawang merah, tomat, dan hancuran kacang tanah bumbu. Di

Etiopia, locustana ditumbuk dan direbus dengan susu, atau dikeringkan dan digiling menjadi

tepung. Tepung locustana atau belalang ini kemudian dicampur dengan minyak sayur dan

dipanggang menghasilkan makanan sejenis cake. Di banyak Negara Afrika, belalang segar

disangrai, diberi garam dan dikonsumsi sebagai snack. Produk ini tinggi kandungan

proteinnya dan mengandung lemak dalam jumlah yang cukup. Di Papua Nugini belalang dan

jangkrik juga disangrai dan digoreng.

3.3 Udang Windu

17

Page 18: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

Udang segar terdiri dari cephalothorax yang merupakan 36-49 persen, daging 24-41

persen dan kulit abdominal 17-23 persen. Daging mengandung carotenoid yang cukup tinggi.

Udang mengandung lisin dan histidin rendah, tetapi kaya akan tirosin, triptofan, dan sistin.

3.3.1 Klasifikasi Udang WinduMenurut IPTEKnet (2005) klasifikasi udang windu ialah sebagai berikut :

1) Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)

2) Subklas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)

3) Superordo : Eucarida

4) Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)

5) Sub-ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)

6) Famili : Palaemonidae, Penaeidae

7) Genus : Panaeous

8) Spesies : Panaeous monodon.

3.3.2 Kandungan Gizi UdangKandungan gizi udang per 100 gram bagian yang dapat dimakan adalah sebagai

berikut:

Tabel 5

Kandungan Gizi Udang per 100 g

UdangEnergi (Kal) Air (%) Protein Lemak

Karbohidrat

Segar 91 75 21 0,2 0,1Kering 295,2 76,2 42,3 3 1,8

Sumber: Hardinsyah dan Briawan (2000:9).3.3.3 Manfaat Udang

Beberapa manfaat udang dalam IPTEKnet (2005) adalah sebagai berikut:

1) Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dan lain-lain.

2) Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.

3) Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang,sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.

4) Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25 persen dan di negaramaju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dan lain-lain.

5) Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalamindustri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna

18

Page 19: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.

3.4 Tepung UdangMenurut Prahesti (1997:4) dalam Elvy Syukriyati Muchtar (2000:31) tepung udang

adalah tepung yang dibuat dari udang yang sudah dibersihkan dari kulit dan sungutnya

kemudian dicuci bersih, ditiriskan, direbus, dan dikeringkan sampai kering kemudian

ditumbuk dan diayak sampai halus. Kandungan gizi tepung udang tiap 100 g adalah sebagai

berikut air 17,28 persen, lemak 6,65 persen, protein 53,74 persen, dan serat kasar 14,67

persen.

3.4.1 Cara Pembuatan Tepung UdangCara pembuatan tepung udang dalam Elvy Syukriyati Muchtar (2000:31- 32) adalah

sebagai berikut:

1) Tahap PembersihanPada tahap ini udang dibersihkan dengan cara memisahkan cangkang dari bagian

daging, kemudian udang dikupas dan dibuang sungutnya, yang diambil hanya bagian daging

udang. Setelah dibersihkan, udang dicuci dengan air bersih.

2) Tahap PerebusanUdang yang sudah bersih harus direbus terlebih dahulu. Perebusan dilakukan selama

+ 10-15 menit, dengan tujuan supaya udang menjadi lunak dan mengurangi bau amis.

3) Tahap PengeringanSetelah direbus udang ditiriskan, kemudian dikeringkan. Pengeringan menggunakan

alat pengering berkisar antara 5-6 jam dengan suhu pengeringan 55-600C. Bila pengeringan

dengan sinar matahari lama pengeringan tergantung cuaca. Pada udara yang cerah, lama

pengeringan sekitar 1-2 hari. Pengeringan ini dilakukan untuk mengurangi kadar air dari

udang.

4) Tahap PenggilinganUdang yang sudah kering, digiling dengan penggilingan tepung sampai halus. Tujuan

penggilingan adalah untuk menghancurkan udang sehingga mempermudah proses

selanjutnya.

5) Tahap PengayakanUdang yang sudah digiling, kemudian disaring atau diayak dengan menggunakan

ayakan tepung. Pengayakan untuk mendapatkan tepung udang yang halus dan bersih.

6) Tahap PenyimpananTepung udang yang sudah halus perlu disimpan dengan kemasan yang dapat ditutup

rapat. Tujuannya untuk mencegah menguapnya aroma khas udang, keadaan tempat

penyimpanan tidak terlalu panas dan tidak terlalu basah.

BAB IV

19

Page 20: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

METODE PENELITIAN4.1 Populasi Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2002:79) populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian

atau objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah tepung belalang kayu dan tepung

udang windu yang dibuat dengan cara yang sama.

4.2 Sampel PenelitianSampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002:79). Sampel dalam penelitian

ini tepung belalang kayu (Melanoplus cinereus) dan tepung udang windu (Panaeneous

monodon). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah random sampling. Hal ini

berarti setiap populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel.

Besar sampel yang diambil yaitu 10 kelompok tepung belalang kayu dan 10 kelompok tepung

udang windu yang masing-masing sebanyak satu gram, hal ini dikarenakan besar sampel yang

diperlukan untuk setiap pengambilan data dengan metode Kjeldahl adalah satu gram.

4.3 Variabel

4.3.1 Variabel BebasVariabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau variabel yang diteliti

pengaruhnya. Variabel bebas dalam penelitian ini ialah jenis tepung, yaitu tepung belalang

kayu (Melanoplus cinereus) dan tepung udang windu (Panaeneous monodon).

4.3.2 Variabel TerikatVariabel terikat ialah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah kadar protein pada tepung belalang kayu dan tepung udang windu.

4.4 Rancangan PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian observasional untuk melihat perbedaan antara

kadar protein tepung belalang kayu dan tepung udang windu dengan pendekatan cross

sectional yaitu melakukan pengumpulan data yang menyangkut variabel bebas dan variabel

terikat pada suatu saat.

Jenis TepungTepung Belalang dan Tepung UdangKadar ProteinKadar Protein Tepung Belalang dan Tepung Udang

4.5 Teknik Pengambilan Data

20

Page 21: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

Data yang diambil berupa data primer yang diperoleh dari sampel secara langsung,

yaitu kadar protein tepung belalang kayu dan kadar protein tepung udang windu yang diukur

dengan metode Kjeldahl.

4.6 Prosedur Penelitian4.6.1 Persiapan Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

1) Belalang kayu 1 kg

2) Udang windu 1 kg

3) H2SO4 pekat 25 ml

4) H2SO4 26,3% 50 ml

5) KHSO4 1 g

6) CuSO4 3 g

7) NaOH 30% 100ml

8) NaOH 0,1 N

9) Metil orange.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:1) Baskom

2) Panci

3) Alat ukur yaitu timbangan dan jam

4) Kompor

5) Penggiling tepung yaitu blender

6) Ayakan tepung

7) Cawan

8) Timbangan analitik

9) Oven listrik

10) Pemanas Kjeldahl

11) Labu Kjeldahl berukuran 30 ml

12) Alat distilasi

13) Buret 25 ml.

4.6.2 Pembuatan Tepung Belalang dan Tepung Udang

21

Page 22: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

Pembuatan tepung belalang kayu dan tepung udang windu dilakukan di Laboratorium

Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada

tanggal 13-16 Oktober 2005. Cara pembuatan tepung belalang kayu dan tepung udang windu

adalah sama, yaitu melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1) Tahap PembersihanPada tahap ini belalang kayu dibersihkan dengan cara membuang sungut, sayap, dan

kotorannya, sedangkan udang windu dibersihkan dengan cara memisahkan cangkang dari

bagian daging, kemudian udang windu dikupas dan dibuang sungutnya, yang diambil hanya

bagian daging udang windu. Setelah dibersihkan belalang kayu dan udang windu dicuci

dengan air bersih.

2) Tahap PerebusanBelalang kayu dan udang windu yang sudah bersih kemudian direbus. Perebusan

dilakukan selama 10 menit.

3) Tahap PengeringanSetelah direbus belalang kayu dan udang windu ditiriskan, kemudian dikeringkan.

Pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat pengering oven listrik selama 6 jam dengan

suhu pengeringan 600C.

4) Tahap PenggilinganBelalang kayu dan udang windu yang sudah kering, digiling sampai halus dengan

menggunakan blender.

5) Tahap PengayakanBelalang kayu dan udang windu yang sudah digiling, kemudian diayak dengan

ayakan tepung dengan ukuran 114 mash.

6) Tahap PenyimpananTepung belalang kayu dan udang windu yang sudah halus disimpan dengan kemasan

plastik dan ditutup rapat.

4.5.1 Analisis Kadar AirAnalisis kadar air dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada tanggal 17-18 Oktober 2005. Cara

pengukuran kadar air adalah sebagai berikut: timbang bahan sebanyak 1 gr, kemudian

panaskan ke dalam oven listrik dengan suhu 1000C selama 3 jam, setelah itu timbang bahan

kembali hingga dicapai berat konstan. Setelah proses selesai dilakukan perhitungan kadar

protein dengan rumus sebagai berikut:

4.5.2 Analisis Kadar ProteinUji kadar protein dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada tanggal 19-21 Oktober 2005. Cara

pengukuran kadar protein adalah sebagai berikut:

1) Timbang sejumlah kecil sampel 1 g, pindahkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml.

22

Page 23: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

2) Tambahkan 1 g K2SO4, 3 g CuSO4, dan 25 ml H2SO4 pekat, kemudiandipanaskan sampai larutan berwarna jernih.

3) Tambahkan sedikit air secara perlahan-lahan, kemudian dinginkan.

4) Tambahkan 100 ml larutan NaOH 30% dan 50 ml H2SO4 26,5%, kemudiandilakukan distilasi sampai tertampung 10 ml destilat dalam Erlenmeyer.

5) Kemudian titrasi 10 ml destilat dengan NaOH 0,1 N dan metil merah sampaiterjadi perubahan warna menjadi orange, kemudian dilakukan penetapanblanko.

6) Setelah proses selesai dilakukan perhitungan kadar protein dengan rumussebagai berikut:(ml NaOH blanko – mL NaOH sampel) x 100% x 14,008 x NaOH g sampel x 1000%N =% protein = % N x faktor% Kadar Air =Kehilangan berat (gram)Berat sampel setelah dikeringkan (gram)X 100

4.7 Instrumen PenelitianInstrumen yang digunakan untuk pengambilan data ialah alat timbangan, yaitu

timbangan elektronik merk Sartorius yang mempunyai kepekaan 0,001 dan kapasitas 200

gram.

4.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi PenelitianFaktor-faktor yang mempengaruhi penelitian ini adalah faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kadar protein tepung belalang kayu dan tepung udang windu, yaitu:

4.8.1 Kualitas BahanKualitas bahan pembuatan tepung berpengaruh terhadap kadar protein. Kualitas

bahan yang baik akan memperoleh kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan bahan yang

berkualitas kurang baik. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah belalang kayu

yang segar atau dalam keadaan masih hidup dan udang yang juga masih dalam keadaan segar,

sehingga diharapkan kualitas bahan tidak menjadi faktor penganggu dalam penelitian ini.

4.8.2 Proses Pembuatan TepungDenaturasi protein dapat terjadi beberapa diantaranya karena proses pemanasan dan

perlakuan mekanik. Proses pembuatan tepung belalang kayu dan tepung udang windu melalui

tahapan tersebut. Proses pemanasan yaitu perebusan dalam air mendidih selama 10 menit dan

pengeringan dengan oven listrik selama 6 jam pada suhu 600C, kemudian perlakuan mekanik

berupa penggilingan dengan mengunakan blender dan pengayakan menggunakan ayakan

tepung dengan ukuran 114 mash. Proses pembuatan tepung dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara yang sama, sehingga proses pembuatan tepung bukan merupakan variabel

pengganggu dalam penelitian ini.

4.9 Analisis Data4.9.1 Uji Normalitas Data

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang akan diteliti

berdistribusi normal atau tidak. Objek penelitian yang baik adalah yang berdistribusi normal.

Uji normalitas data yang digunakan adalah uji liliefors. Untuk menerima atau menolak

23

Page 24: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

hipotesis nol, Lo dibandingkan dengan nilai kritis L untuk taraf nyata yang dipilih.

Kriterianya adalah tolak hipotesis nol bahwa populasi berdistribusi normal jika Lo yang

diperoleh dari data pengamatan melebihi L dari daftar, dalam hal lainnya hipotesis nol

diterima (Sudjana, 1996:466-467).

4.9.2 Uji Kesamaan Dua VariansPopulasi-populasi dengan varians yang sama besar dinamakan populasi dengan

varians yang homogen. Uji kesamaan varians dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

F = Ho ditolak hanya jika F > F ½ (v1,v2) dengan F ½ (v1,v2) didapat daftar distribusi F dengan peluang ½ , sedangkan derajat kebebasan v1 dan v2 masing-masing sesuai dengan dk pembilang dan penyebut dalam rumus, dengan = taraf nyata (Sudjana, 1996:250). varians terbesar varians terkecil4.9.3 Analisis Perbedaan Kandungan Protein

Pengujian perbedaan kandungan protein menggunakan uji t, dengan rumus sebagai

berikut:

Simpulan uji tersebut dapat ditentukan, bila t hitung lebih kecil dari tabel pada taraf

signifikansi 5% berarti pengujian signifikan sehingga hasil tersebut berarti Ha dalam

penelitian ini diterima dan Ho ditolak, bila t hitung lebih besar dari t tabel pada taraf

signifikansi 5% berarti pengujian tidak signifikan sehingga hasil tersebut berarti Ha dalam

penelitian ini ditolak dan Ho diterima (Agresti, 1999:222-223).

M1 – M2

(x1 – x1)2 + (x2 – x2)2

t = n1 + n2 – 2

24

Page 25: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

BAB VHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi DataData yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data numerik yang berupa data rasio,

yaitu kadar protein dalam persen (%). Pengukuran yang dilakukan ialah pengukuran kadar air

tepung belalang kayu dan tepung udang windu yang dilakukan dengan metode oven serta

pengukuran kadar protein tepung belalang kayu dan tepung udang yang dilakukan dengan

metode Kjeldahl. Kadar protein yang diperoleh dari pengukuran tersebut adalah kadar protein

dalam berat basah. Untuk membandingkan kadar protein antara dua sampel yang berbeda

harus dilakukan pada basis kadar air yang sama.

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Uji Normalitas DataUji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang akan diteliti berdistribusi normal atau tidak. Objek penelitian yang baik ialah yang berdistribusi normal. Uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji liliefors

5.3 Pembahasan HasilBerdasarkan hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa kadar protein,tepung

belalang kayu dan tepung udang windu berbeda secara signifikan, yaitu p = 0,000 (p < 0,05).

Belalang kayu yang selama ini hanya dimanfaatkan sebagai makanan burung dan dikonsumsi

oleh masyarakat tertentu saja, ternyata mengandung protein yang lebih tinggi daripada udang

windu (tepung belalang kayu 17,922 persen dan tepung udang windu 9,846 persen). Hal ini

menunjukkan bahwa tepung belalang kayu dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternative

sumber protein hewani bagi masyarakat, sebagaimana udang windu. Prospek pemanfaatan

belalang kayu sebagai sumber protein hewani terbuka luas, selain murah, belalang kayu selalu

ada di setiap musim sehingga mudah didapatkan. Tepung belalang kayu dapat dimanfaatkan

sebagaimana tepung udang, yaitu sebagai penambah protein hewani pada makanan olahan,

seperti kerupuk, snack, dan lain sebagainya. Belalang kayu mudah didapatkan di berbagai

tempat, terutama di daerah pertanian, berbeda dengan udang windu, udang windu mudah

didapatkan namun hanya di daerah perairan saja, itupun apabila dibudidayakan. Penelitian ini

hanya menguji kadar protein secara kuantitatif saja, belum sampai pada uji kualitatif.

Berdasarkan penelitian ini kadar protein tepung belalang kayu lebih tinggi daripada tepung

udang windu, namun apabila diuji secara kualitatif belum tentu menunjukkan hasil yang

sama. Uji kadar protein secara kualitatif diperlukan untuk mengetahui kualitas protein yang

terdapat pada tepung belalang kayu maupun tepung udang windu. Apabila kualitas protein

baik maka protein yang terdapat pada tepung tersebut mudah dicerna oleh tubuh, namun bila

25

Page 26: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

kualitas protein kurang baik maka kuantitas kadar protein yang besar menjadi kurang berarti

karena sulit dicerna oleh tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan varians sampel tidak homogen, hal ini dapat

disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain ialah bahan yang diolah, peralatan yang

digunakan, proses pembuatan tepung, ataupun proses uji kadar protein. Bahan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah belalang kayu dalam keadaan masih hidup dan udang

windu dalam keadaan hidup dan segar juga. Bahan yang diolah dalam penelitian dalam

kualitas baik, sehingga kadar protein belalang dan udang dalam keadaan sesungguhnya.

Sedangkan peralatan yang digunakan ialah peralatan yang masih layak digunakan dan dalam

keadaan bersih. Proses pembuatan tepung dapat berpengaruh terhadap kadar protein, yang

pertama tahap pembersihan, pada tahap ini tidak berpengaruh terhadap kadar protein. Tahap

kedua ialah perebusan, pada tahap ini bahan direbus dalam air mendidih selama 10 menit,

proses ini dapat menurunkan kadar protein, karena sifat protein yang mengkoagulasi bila

dipanaskan. Tahap ketiga adalah pengeringan, tahap ini juga dapat menurunkan kadar protein

dalam tepung belalang maupun tepung udang karena proses pemanasan. Tahap keempat yaitu

penggilingan, pada proses penggilingan molekul protein dihancurkan, hal ini dapat

menurunkan kadar protein juga. Tahap kelima ialah pengayakan, pengayakan dilakukan untuk

mendapatkan tepung yang homogen kehalusannya,sehingga proses ini juga tidak berpengaruh

terhadap kadar protein.

Tahap yang terakhir adalah penyimpanan, proses ini tidak berpengaruh terhadap

kadar protein karena sampel dalam penelitian ini langsung diuji setelah proses pembuatan

tepung dilakukan. Prospek pemanfaatan belalang kayu sebagai sumber protein hewani bagi

masyarakat terbuka luas. Kebutuhan konsumsi belalang kayu bisa ditingkatkan dengan

kampanye penyadaran, sedangkan sediaan belalang kayu di alam masih sangat besar dan

biaya investasi yang diperlukan relatif kecil. Pada kondisi krisis ekonomi seperti saat ini,

mengkonsumsi belalang kayu merupakan salah satu alternatif yang baik. Persoalannya, masih

banyak warga masyarakat yang belum terbiasa melakukannya. Penduduk pada beberapa

daerah mengkonsumsi belalang kayu, namun tidak populer di daerah lain meski justru

terdapat belalang kayu di daerah tersebut. Maka perlu memasyarakatkan cara memasaknya

untuk mendapatkan cita rasa yang nikmat. Dari sudut pandang agama, mengkonsumsi

belalang bukanlah suatu hal yang diharamkan.

Konsumsi belalang kayu dapat meningkatkan asupan protein hewani yang bermanfaat

bagi kesehatan masyarakat, sehingga kasus kekurangan protein pada masyarakat terutama

masyarakat ekonomi lemah dapat dihindari.

26

Page 27: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

BAB VIPENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang saya ambil adalah tepung belalang dapat digunakan untuk

memenuhi asupan gizi. Tepung ini mempunyai tingkat atau kadar protein yang hampir sama

dengan kadar protein dari tepung Udang Windu yang di mana mempunyai harga lebih mahal

daripada harga tepung Belalang. Tepung Belalang ini selain murah juga mudah di temui pada

kebun rumah kita masing – masing.

B. Saran

Saya menyarankan bagi para pembaca untuk mempublikasikan hal ini kepada

masyarakat agar dapat tersosialisasi dengan baik. Sehingga masyarakat Indonesia dapat

mengutip materi ini dan berusaha untuk terlepas dari masalah kesehatan.

27

Page 28: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

DAFTAR PUSTAKA

Agresti, Alan. 1999. Statistical Methods for Social Sciences. 3th. Ed. New Jersey:

Prontice Hall Inc Upper Saddle River.

Anna Poedjiadi. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Borror, triplehorn, dan Johnson. 1992. Serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Dadan Rohdiana. 2005. Perut Membulat, Nestapa Menerpa. Sayas, 23 Juni 2005.

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0605//cakrawala/penelitian.htm

Deman, M. john. 1997. Kimia Makanan. Bandung: ITB.

Elvy Syukriyati Muchtar. 2000. Substitusi Tepung Udang dalam Pembuatan

Prawn Stick dari Tepung Kasava. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Gaman dan Sherrington. 1994. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan

Mikro Biologi. Edisi II. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hardinsyah dan Briawan. 2000. Daftar Kandungan Zat Gizi Bahan Makanan.

Bogor: Fakultas Pertanian-IPB.

Hasegawa. 1996. Belalang. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

http://www.exhibits.pacsci.org/metamorphosis.html. Diakses 20 Desember 2005.

http://www.mun.ca/biology/scarr/Arthropoda.htm. Diakses 20 Desember 2005.

IPTEKnet. 2005. Budidaya Udang Windu. 31 Juli 2005. http://www.iptek.net.

PdPersi. 2005. Kiat Mencegah Anak Terkena Busung Lapar. 10 Juni 2005.

http://www.pdpersi.co.id.

Siswono. 2005. 48 Anak Kekurangan Gizi di Jawa Tengah Meninggal Dunia.

http://www.mediaindo.co.id/

Slamet Sudarmajdi, Bambang Haryono, dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan

Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty yogyakarta.

Soekidjo Notoatmojo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

50

51

Stryer, Lubert. 2000. Biokimia. Volume 1. Alih bahasa: Mohamad Sodikin, dkk.

Jakarta: EGC.

Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Bandung: Transito.

Sunita Almatsier. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Supariasa, Bachyar Bakri, dan Ibnu Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

28

Page 29: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

Sutrisno Koswara. 2002. Serangga sebagai Bahan Makanan. Senin 8 April 2002.

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0204/08/iptek/SERA29.htm.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2001. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Widowati. 2003. Prospek Tepung Sukun sebagai Produk Makanan Olahan dalam

Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan. http://www.rudyct.tripod.com/

pps702 _71034/ papers71034.htm.

Winarno, FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

utama.

29

Page 30: KIR IPA (Tepung Belalang Kayu)

30