kimia bab 1.jadi
TRANSCRIPT
ACARA I
PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARDISASINYA
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam bidang kimia, kita akan banyak berhubungan dengan larutan.
Larutan pada dasarnya adalah campuran yang homogen, dapat berupa gas,
cair maupun padat. Di dalam larutan terdapat 2 komponen penting yaitu
pelarut (solvent) yang memiliki proporsi lebih besar dan zat terlarut
(solute) yang memiliki proporsi lebih kecil.
Dalam ilmu kimia, pengertian larutan itu sangat penting karena
hampir semua reaksi kimia terjadi dalam bentuk larutan. Larutan disebut
sebagai campuran karena terdapat molekul-molekul, atom-atom, atau ion-
ion dari dua zat atau lebih. Larutan dikatakan homogen apabila campuran
zat tersebut komponen-komponen penyusunnya tidak dapat dibedakan satu
dengan yang lainnya.
Dalam praktikum ini akan dilakukan percobaan tentang pembuatan
larutan dimana kita dapat mengetahui serta memahami tentang konsentrasi
suatu larutan yang ada atau yang akan dibuat. Selain itu, kita dapat
mengetahui prosedur dalam pencampuran suatu larutan yang mana
ukurannya telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam pembuatan larutan
dilakukan dengan teliti dan untuk mengetahui konsentrasi yang tepat dari
larutan tersebut dilakukan suatu standardisasi.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari Praktikum acara I Pembuatan Larutan Dan Standardisasinya
ini adalah :
a. Membuat larutan HCl 0,1 N dan larutan NaOH 0,1 N
b. Standardisasi larutan HCl dan NaOH
c. Penentuan kadar Na2CO3 dengan HCl
B. Tinjauan Pustaka
Telah diketahui bahwa setiap zat padat, zat cair, atau setiap gas
memiliki kemampuan melarut berbeda di dalam suatu pelarut. Sifat analisis
yang diterapkan menuntut sediaan pereaksi tertentu agar analisis / eksperimen
itu memberikan hasil yang tepat dan teliti. Berarti, jenis peralatan dan
spesifikasi zat yang dipilih pun harus memenuhi persyaratan agar diperoleh
hasil sediaan yang mendukung tujuan analisis. Molalitas dengan simbol m,
satu molal, atau 1 suatu larutan didefinisikan sebagai 1 mol zat terlarut di
dalam 1000 g pelarut. Molaritas dengan simbol M, satu molar atau 1 M
suatu larutan didefinisikan sbagai 1 mol suatu zat terlarut di dalam 1 liter
larutan, atau 1 mmol zat terlarut dalam 1 ml larutan (Mulyono, 2006).
Reaksi asam dengan logam aktif masuk ke dalam klas substitusi
tunggal yang dibahas. Reaksi asam dengan basa adalah reaksi substitusi
ganda, juga dibahas. Namun reaksi asam dan basa adalah sangat penting
bahwa mereka memiliki istilah khusus yang perlu kita ketahui. Menurut teori
asam yang paling mendasar dan basa teori Arrhenius asam adalah senyawa
yang melengkapi ion hidrogen, untuk larutan berair, dan basa adalah senyawa
yang melengkapi ion hidroksida, untuk larutan berair. Ion hidrogen tidak ada
saja, seperti ion hidrogen, tetapi stabil dalam larutan air dalam bentuk H₃O⁺,
yang sering digambarkan sebagai H⁺, seperti di HCl (Golbreg, 2006).
Kebanyakan asam dan basa organik dan anorganik dapat dititrasi
dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu, terutama senyawa organik
tidak larut dalam air. Untuk menentukan basa digunakan larutan baku asam
kuat (misalnya HCl), sedangkan untuk menentukan asam digunakan larutan
baku basa kuat (misalnya NaOH). Titik akhir titrasi biasanya ditetapkan
dengan bantuan perubahan warna indikator asam-basa yang sesuai atau
dengan bantuan peralatan (misalnya potensiometer, spektrofotometer,
konduktometer) (Rivai, 1995).
Untuk mengetahui sejauh mana warna dari suatu larutan berwarna
atau rasa manis suatu larutan gula, ternyata tergantung pada konsentrasi
larutan. Molaritas (M) adalah jumlah mol solut per liter larutan. Mol fraksi
(X) adalah perbandingan jumlah mol dari salah satu komponen dengan
jumlah mol total dalam larutan. Molalitas (m) adalah jumlah mol solut per
1000 gram solven. Normalitas (N) adalah jumlah gram ekuivalen solut per
liter larutan. Persen berat (%wt) adalah jumlah gram solut per 100 ml larutan.
Persen volume (%vol) adalah jumlah ml solut per 100 ml larutan. Formalitas
adalah jumlah formula berat solut per liter larutan (Sentot, 2000).
Molaritas adalah fungsi siku. Jika suhu ditingkatkan dari 20 o C
menjadi 25 o C, jumlah zat terlarut tetap sama, tetapi volumenya bertambah
sedikit jumlah, mol terlarut per liter (yaitu molaritas) menurun sedikit.
Satuan molalitas menjadi mol terlarut per kilogram pelarut. Satuan
konsentrasi molalitas dan molaritas menyatakan jumlah terlarut dalam mol,
tetapi kuantitas pelarut atau larutan dalam massa atau volume
(Petrucci, 1992).
Volumetri adalah suatu analisa kuantitatif yaitu jumlah suatu zat dicari
dengan mereaksikan suatu volume larutan zat itu dengan larutan suatu zat
standar yang telah diketahui konsentrasinya. Kunci keberhasilan suatu titrasi
adalah mendapatkan secara tepat volume zat mentitrasi yang dapat bereaksi
dengan suatu volume zat dititrasi hingga dari perbandingan volume itu dapat
dihitung konsentrasi zat yang diketahui. Pada tercapainya titik akhir titrasi,
ion mentitrasi akan berlebihan dan dapat dinyatakan dengan indikator yang
sesuai (Handoyo, 2010).
Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun basanya
merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik ekivalen akan mempunyai pH=7.
Tetapi bila asamnya ataupun basanya merupakan elektrolit lemah, garam
yang terjadi akan mengalami hidrolisis dan pada titik ekivalen larutan akan
mempunyai pH > 7 atau pH < 7 (Harjanti, 2008).
Analisis asam bebas secara potensiometrik didalam larutan uranil
nitrat murni telah dilakukan menggunakan metoda titrimetri. Asam nitrat
pekat digunakan sebagai larutan induk dari distandardisasinya dengan
menggunakan larutan standar NaOH yang sudah diketahui normalitasnya.
Ammonium oksalat jenuh digunakan sebagai larutan penyangga. Penentuan
asam bebaskeseluruhan ditentukan oleh titrasi stndar sodium hidroksida
secara potensiometrik menggunakan elektroda pH (Yudhi, 2000).
Standardisasi untuk mengetahui konsentrasi yang sebenarnya dari
larutan yang dihasilkan. Larutan standart digunakan dalam proses analisis
kimia dengan metode titrasi asam-basa. Salah satu hal yang dapat
mempengaruhi kesalahan hasil dari konsentrasi HCl adalah tidak
diketahuinya kapan titik titrasi berakhir, padahal hal ini sangat penting karena
mempengaruhi hitungan dan nilai normalitas hitungan (Marianti, 2008).
C. Metode Praktikum
1. Waktu dan Tempat
Praktikum Acara I Pembuatan Larutan dan Standardisasinya
dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 1 Oktober 2012 pada pukul 08.00 –
10.00 WIB bertempat di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan
Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Alat
a. Erlenmeyer
b. Gelas ukur
c. Statif
d. Buret
e. Corong kaca
f. Neraca analitik
g. Pengaduk / Pipet Tetes
3. Bahan
a. Aquades
b. HCl
c. NaOH
d. Borax (Na2B4O7.10H2O) 0,4 gram
e. Asam oksalat (C2H2O4.2H2O) 0,1 gram
f. Na2CO3 0,75 gram
g. Indikator MO
h. Indikator Phenolphtalein
Aquades
HCl Dimasukkan labu takar
Ditambah sampai tanda
Dikocok hingga homogen
Dipindah ke erlenmeyer
4. Cara Kerja
a. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N
0,4 g Borax murni
50 ml aquades
50 ml aquades dan 3 tetes MO
HCl
b. Standardisasi HCl dengan borax
c. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
NaOH Ditimbang 10 g
Ditambahkan dan diaduk sampai
larut
Diambil 5,4 ml
Ditambahkan sampai 1 L
aquades
10 ml aquades
Dimasukkan ke erlenmeyer
Dilarutkan
Ditambah
Dititrasi hingga terjadi perubahan warna
Dihitung Normalitas HCl
0,1 g asam oksalat
25ml aquades
3 tetes indicator PP
0,75 g Na2CO3
3 tetes indikator MO
d. Standardisasi Larutan NaOH
e. Penentuan kadar Na2CO3
Ditimbang dengan teliti
Dimasukkan ke Erlenmeyer
Daitmbahkan
Ditambahkan
Dititrasi hingga berwarna merah
mudaNaOH standar
Ditimbang dan dimasukkan ke labu
takar
Diberikan sampai tanda
Diambil 10 ml dan dimasukkan ke erlenmeyer
Ditambahkan
Dititrasi dan ditentukan kadarnya
D. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Percobaan
Tabel 1.1 Standarisasi HCl dengan Boraks
Kelm
Boraks (gr)
Warna awal
Warna prosesWarna akhir
V HCl (ml)
212326
0,4 orange orange-kuning kuning 13,5
159
0,4 Jingga Kuning emas kuning 35
101318
0,4 Jingga Orange orange 25
Sumber: Laporan sementara
Kelompok 21,23,26
N HCl
0,155 N
Kelompok 1,5,9
N HCl
0,0598 N
Kelompok 10,13,18
N HCl
0,084 N
Prinsip dari standardisasi larutan adalah untuk mengetahui konsentrasi
sebenarnya dari larutan yang dihasilkan. Untuk mengecek apakah larutan itu
asam, maka digunakan titran yang bersifat basa. Sedangkan untuk mengecek
larutan basa, maka digunakan titran yang bersifat asam. Larutan standar
tersebut digunakan dalam proses analisis kimia dengan metode titrasi asam
basa.
Dari tabel 1.1 tentang standardisasi HCl dengan borax dari ketiga
kelompok dapat dilihat warna awal setelah ditetesi indikator MO berwarna
jingga, orange dan bening. Pada proses titrasi warna larutan berubah menjadi
kuning emas, orange-kuning, dan orange. Pada tititk akhir tritasi warna
berubah menjadi kuning, kuning, dan orange. Dalam tritasi volume HCl yang
dibutuhkan adalah 35 ml, 13,5 ml, dan 25 ml. Sehingga diperoleh normalitas
NHCl sebesar 0,155 N; 0,0598 N; 0,084 N.
Faktor yang mempengaruhi kesalahan percobaan terutama dalam hal
titrasi yaitu kelebihan maupun kekurangan massa borax. Hal ini akan
berpengaruh pada hasil perhitungan normalitas HCl. Faktor pembacaan skala
pada buret juga menjadi salah satu faktor kesalahan paralaks. Kesalahan
dalam penggunaan buret. Dalam menggunakan buret seharusnya statif dibuka
sekecil mungkin untuk menjamin ketelitian pengukuran sehingga larutan
titran dapat dicek seteliti mungkin karena 1 mililiter dapat sangat berpengaruh
dalam perhitungan.
Reaksi yang terjadi saat standardisasi pada percobaan kelompok kami
antara 0,1 N HCl dengan Borax ( Na2B4O7.10H2O) sebagai berikut,
Na2B4O7(s).10H2O(l) + 2HCl(aq) 2NaCl + 4H3BO3+ 5H2O(l)
Dalam standarisasi HCl digunakan indikator MO dikarenakan HCl
merupakan larutan asam kuat. Sedangkan indikator MO memiliki interval pH
antara 2,1 – 4,4. Dengan begitu, jika suatu larutan memiliki pH sesuai dengan
interval indikator MO, larutan tersebut akan berwarna antara oranye hingga
kuning.
Tabel 1.2 Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat
Kelm Asam Oksalat
(gr)
Warna awal
Warna proses
Warna akhir
V HCl (ml)
202427
0,1 Bening beningMerah muda
15
248
0,1xTdk
berwarna
Merah muda
memudar
Merah muda bening
17,5
1114
0,1Tdk
berwarna
Tdk berwarna
Merah muda
17,3
Sumber: Laporan sementara
Kelompok 20, 24, 27
N NaOH
0,105 N
Kelompok 2, 4, 8
N NaOH
0,091 N
Kelompok 11,14
N NaOH
0,092 N
Dari tabel 1.2 tentang standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat dari
ketiga kelompok dapat dilihat warna awal setelah ditetesi indikator PP
berwarna bening, tidak berwarna, dan tidak berwarna. Pada proses tritasi
warna larutan berubah menjadi bening, merah muda memudar dan tidak
berwarna. Pada tititk akhir tritasi warna berubah menjadi merah muda, merah
muda bening, dan merah muda. Dalam titrasi NaOH volume yang dibutuhkan
adalah 15 ml, 17,5 ml, dan 17,3 ml. Sehingga diperoleh normalitas NaOH
sebesar 0,105 N; 0,091 N; 0,092 N.
Dalam standardisasi NaOH digunakan indikator PP. Karena NaOH
merupakan larutan basa kuat, sehingga bila dicek dengan indikator PP akan
berwarna antara tak berwarna hingga merah. Karena rentang pH dari
indikator PP 8,3 – 10. Oleh karena NaOH merupakan basa kuat maka larutan
akan berwarna antara tak berwarna hingga merah muda.
Pada proses titrasi biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna.
Hal ini terjadi karena indikator merupakan molekul pewarna yang warnanya
tergantung pada konsentrasi larutan. Indikator ini sesungguhnya merupakan
asam lemah atau basa lemah yang konjugasinya menjadi asam-basa dan
menyebabkan perubahan warna.
Aplikasi standardisasi dan penentuan kadar larutan dalam ilmu pangan
yaitu pengalengan daging yaitu untuk mengetahui bagaimana suasana yang
benar agar daging awet lebih lama di dalam kaleng. Selain itu campuran
bahan pengawet dan zat warna makanan. Penentuan kadar larutan sangat
berguna dalam dunia pangan untuk menciptakan produk pangan yang
berkualitas, memiliki nilai dan mutu gizi yang tinggi serta aman untuk
dikonsumsi.
Tabel 1.3 Penentuan Kadar Na2CO3
KelV HCl (ml)
Kadar Na2CO3
(%)Warna awal
Warna proses
Warna akhir
192225
24,2 75,4 orange kuning merah muda
376
26,4 107,1 orange orangeJingga
kemerahan
1215
24,5 132,86 kuning orange Merah bata
Sumber: Laporan sementaraKelompok 19, 22, 25
a =
=
= 0,15
b =
=
= 0,199
Kadar = 100 %
= x 100 %
= 75,4 %
Kelompok 3,7,6
a =
=
= 0,15
b =
=
=0,118
Kadar = 100 %
= x 100 %
= 127,1 %
Kelompok 12,15
a =
=
= 0,15
b =
=
n=0,084
Kadar = 100 %
= x 100 %
= 178,6 %
Dari tabel 1.3 tentang Penentuan Kadar Na2CO3 dari ketiga kelompok
dapat dilihat warna awal setelah ditetesi indikator MO berwarna orange,
orange, dan kuning. Pada proses tritasi warna larutan berubah menjadi
kuning, orange, dan orange. Pada tititk akhir tritasi warna berubah menjadi
merah muda, jingga kemerahan, dan merah bata. Dalam tritasi HCl volume
yang dibutuhkan adalah 24,2 ml, 26,4 ml, dan 24,5 ml. Sehingga diperoleh
Kadar Na2CO3 sebesar 75,4%, 127,1%, dan 178,6%.
Dalam Penentuan Kadar Na2CO3 digunakan indikator MO. Karena HCl
merupakan larutan asam kuat, sehingga bila dicek dengan indikator MO akan
berwarna antara orange hingga kuning. Karena rentang pH dari indikator MO
adalah 2,1 – 4,4.
Pada proses titrasi biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna.
Hal ini terjadi karena indikator merupakan molekul pewarna yang warnanya
tergantung pada konsentrasi larutan. Indikator ini sesungguhnya merupakan
asam lemah atau basa lemah yang konjugasinya menjadi asam-basa dan
menyebabkan perubahan warna.
E. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
a. Penentuan konsentrasi larutan dilakukan dengan standardisasi yaitu
dengan cara titrasi.
b. Pada percobaan ini digunakan 2 indikator yaitu indikator MO dan PP
karena larutan HCl bersifat asam dan NaOH bersifat basa.
c. Standarisasi HCl dengan Boraks pada kelas A diperoleh normalitas
HCl sebesar 0,0598 N. Standarisasi HCl dengan Boraks pada kelas B
diperoleh normalitas HCl sebesar 0,084 N. Standarisasi HCl dengan
Boraks pada kelas C diperoleh normalitas HCl sebesar 0,155 N.
d. Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat pada kelas A diperoleh
normalitas HCl sebesar 0,091 N. Standarisasi NaOH dengan Asam
Oksalat pada kelas B diperoleh normalitas HCl sebesar 0,092 N.
Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat pada kelas C diperoleh
normalitas HCl sebesar 0,105 N.
e. Besar kadar Na2CO3 pada percobaan oleh kelas A diperoleh
normalitas HCl sebesar 127,1 %. Besar kadar Na2CO3 pada percobaan
oleh kelas B diperoleh normalitas HCl sebesar 178,6 %. Besar kadar
Na2CO3 pada percobaan oleh kelas C diperoleh normalitas HCl
sebesar 75,4 %.
f. Faktor yang mempengaruhi kesalahan percobaan terutama dalam hal
titrasi yaitu kelebihan massa borax, pembacaan skala pada buret, dan
kurangnya kecermatan dalam menentukan kapan titik titrasi berakhir
menjadi faktor penting penentu keberhasilan perhitungan konsentrasi
HCl dan nilai normalitas hitungan.
2. Saran
Agar memperoleh data yang akurat, penelitian selanjutnya dapat
dilakukan dengan lebih teliti dan cermat. Terutama dalam pembacaan
skala dan hasil praktikum karena terkadang hasil praktikum sudah benar,
tetapi terdapat kesalahan pada saat membaca hasil praktikum. Alat yang
DAFTAR PUSTAKA
Baranauskiene, Lina, Vilma, Jurgita, and Daumantas, 2009, “Titration Calorimetry Standards and the Precision of Isothermal Titration Calorimetry Data”, International Journal of Molecular Sciences. Vol 10 (6):hal 2752–2762.
Golbreg, David E. 2006. Fundamentals of Chemistry Edisi Keempat. Mc graw hill: China.
Setiorini, Santi dan Handoyo. 2010. Analisa Kadar klorida pada kantong teh celup serta pengaruhnya terhadap mutu teh. Vol 1 (2):hal 166.
Harjanti, Ratna Sri. 2008. Pemungutan Kurkumin Dari Kunyit dan Pemakaiannya Sebaqgai Indikator Analisis Volumetri. Vol 2 (2):hal 50. Yogyakarta.
Mulyono. 2009. Membuat Reagen Kimia. Bumi aksara : Jakarta.
Petrucci, Ralph H. 1992. Kimia Dasar Edisi keempat Jilid II. Erlangga : Jakarta.
Rivai, Harrizul. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press : Jakarta.
Sentot. 2000. Kimia Dasar II. UNS : Surakarta.
Yudhi, Noor dan Pranjono. 2000.Analisis Asam Bebas secara Potensiometrik di
dalam Larutan Uranil Nitrat Murni. Vol. 6 (21-22):hal 37.