kimia bab 1.jadi

24
ACARA I PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARDISASINYA A. Pendahuluan 1.Latar Belakang Dalam bidang kimia, kita akan banyak berhubungan dengan larutan. Larutan pada dasarnya adalah campuran yang homogen, dapat berupa gas, cair maupun padat. Di dalam larutan terdapat 2 komponen penting yaitu pelarut (solvent) yang memiliki proporsi lebih besar dan zat terlarut (solute) yang memiliki proporsi lebih kecil. Dalam ilmu kimia, pengertian larutan itu sangat penting karena hampir semua reaksi kimia terjadi dalam bentuk larutan. Larutan disebut sebagai campuran karena terdapat molekul-molekul, atom-atom, atau ion-ion dari dua zat atau lebih. Larutan dikatakan homogen apabila campuran zat tersebut komponen-komponen penyusunnya tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Dalam praktikum ini akan dilakukan percobaan tentang pembuatan larutan dimana kita dapat mengetahui serta memahami tentang konsentrasi suatu larutan yang ada atau yang akan dibuat. Selain itu, kita dapat mengetahui prosedur dalam

Upload: yumie-nasirotin

Post on 29-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

ACARA I

PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARDISASINYA

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Dalam bidang kimia, kita akan banyak berhubungan dengan larutan.

Larutan pada dasarnya adalah campuran yang homogen, dapat berupa gas,

cair maupun padat. Di dalam larutan terdapat 2 komponen penting yaitu

pelarut (solvent) yang memiliki proporsi lebih besar dan zat terlarut

(solute) yang memiliki proporsi lebih kecil.

Dalam ilmu kimia, pengertian larutan itu sangat penting karena

hampir semua reaksi kimia terjadi dalam bentuk larutan. Larutan disebut

sebagai campuran karena terdapat molekul-molekul, atom-atom, atau ion-

ion dari dua zat atau lebih. Larutan dikatakan homogen apabila campuran

zat tersebut komponen-komponen penyusunnya tidak dapat dibedakan satu

dengan yang lainnya.

Dalam praktikum ini akan dilakukan percobaan tentang pembuatan

larutan dimana kita dapat mengetahui serta memahami tentang konsentrasi

suatu larutan yang ada atau yang akan dibuat. Selain itu, kita dapat

mengetahui prosedur dalam pencampuran suatu larutan yang mana

ukurannya telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam pembuatan larutan

dilakukan dengan teliti dan untuk mengetahui konsentrasi yang tepat dari

larutan tersebut dilakukan suatu standardisasi.

2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari Praktikum acara I Pembuatan Larutan Dan Standardisasinya

ini adalah :

a. Membuat larutan HCl 0,1 N dan larutan NaOH 0,1 N

b. Standardisasi larutan HCl dan NaOH

c. Penentuan kadar Na2CO3 dengan HCl

B. Tinjauan Pustaka

Telah diketahui bahwa setiap zat padat, zat cair, atau setiap gas

memiliki kemampuan melarut berbeda di dalam suatu pelarut. Sifat analisis

yang diterapkan menuntut sediaan pereaksi tertentu agar analisis / eksperimen

itu memberikan hasil yang tepat dan teliti. Berarti, jenis peralatan dan

spesifikasi zat yang dipilih pun harus memenuhi persyaratan agar diperoleh

hasil sediaan yang mendukung tujuan analisis. Molalitas dengan simbol m,

satu molal, atau 1 suatu larutan didefinisikan sebagai 1 mol zat terlarut di

dalam 1000 g pelarut. Molaritas dengan simbol M, satu molar atau 1 M

suatu larutan didefinisikan sbagai 1 mol suatu zat terlarut di dalam 1 liter

larutan, atau 1 mmol zat terlarut dalam 1 ml larutan (Mulyono, 2006).

Reaksi asam dengan logam aktif masuk ke dalam klas substitusi

tunggal yang dibahas. Reaksi asam dengan basa adalah reaksi substitusi

ganda, juga dibahas. Namun reaksi asam dan basa adalah sangat penting

bahwa mereka memiliki istilah khusus yang perlu kita ketahui. Menurut teori

asam yang paling mendasar dan basa teori Arrhenius asam adalah senyawa

yang melengkapi ion hidrogen, untuk larutan berair, dan basa adalah senyawa

yang melengkapi ion hidroksida, untuk larutan berair. Ion hidrogen tidak ada

saja, seperti ion hidrogen, tetapi stabil dalam larutan air dalam bentuk H₃O⁺,

yang sering digambarkan sebagai H⁺, seperti di HCl (Golbreg, 2006).

Kebanyakan asam dan basa organik dan anorganik dapat dititrasi

dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu, terutama senyawa organik

tidak larut dalam air. Untuk menentukan basa digunakan larutan baku asam

kuat (misalnya HCl), sedangkan untuk menentukan asam digunakan larutan

baku basa kuat (misalnya NaOH). Titik akhir titrasi biasanya ditetapkan

dengan bantuan perubahan warna indikator asam-basa yang sesuai atau

dengan bantuan peralatan (misalnya potensiometer, spektrofotometer,

konduktometer) (Rivai, 1995).

Untuk mengetahui sejauh mana warna dari suatu larutan berwarna

atau rasa manis suatu larutan gula, ternyata tergantung pada konsentrasi

larutan. Molaritas (M) adalah jumlah mol solut per liter larutan. Mol fraksi

(X) adalah perbandingan jumlah mol dari salah satu komponen dengan

jumlah mol total dalam larutan. Molalitas (m) adalah jumlah mol solut per

1000 gram solven. Normalitas (N) adalah jumlah gram ekuivalen solut per

liter larutan. Persen berat (%wt) adalah jumlah gram solut per 100 ml larutan.

Persen volume (%vol) adalah jumlah ml solut per 100 ml larutan. Formalitas

adalah jumlah formula berat solut per liter larutan (Sentot, 2000).

Molaritas adalah fungsi siku. Jika suhu ditingkatkan dari 20 o C

menjadi 25 o C, jumlah zat terlarut tetap sama, tetapi volumenya bertambah

sedikit jumlah, mol terlarut per liter (yaitu molaritas) menurun sedikit.

Satuan molalitas menjadi mol terlarut per kilogram pelarut. Satuan

konsentrasi molalitas dan molaritas menyatakan jumlah terlarut dalam mol,

tetapi kuantitas pelarut atau larutan dalam massa atau volume

(Petrucci, 1992).

Volumetri adalah suatu analisa kuantitatif yaitu jumlah suatu zat dicari

dengan mereaksikan suatu volume larutan zat itu dengan larutan suatu zat

standar yang telah diketahui konsentrasinya. Kunci keberhasilan suatu titrasi

adalah mendapatkan secara tepat volume zat mentitrasi yang dapat bereaksi

dengan suatu volume zat dititrasi hingga dari perbandingan volume itu dapat

dihitung konsentrasi zat yang diketahui. Pada tercapainya titik akhir titrasi,

ion mentitrasi akan berlebihan dan dapat dinyatakan dengan indikator yang

sesuai (Handoyo, 2010).

Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH

lingkungannya berubah. Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun basanya

merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik ekivalen akan mempunyai pH=7.

Tetapi bila asamnya ataupun basanya merupakan elektrolit lemah, garam

yang terjadi akan mengalami hidrolisis dan pada titik ekivalen larutan akan

mempunyai pH > 7 atau pH < 7 (Harjanti, 2008).

Analisis asam bebas secara potensiometrik didalam larutan uranil

nitrat murni telah dilakukan menggunakan metoda titrimetri. Asam nitrat

pekat digunakan sebagai larutan induk dari distandardisasinya dengan

menggunakan larutan standar NaOH yang sudah diketahui normalitasnya.

Ammonium oksalat jenuh digunakan sebagai larutan penyangga. Penentuan

asam bebaskeseluruhan ditentukan oleh titrasi stndar sodium hidroksida

secara potensiometrik menggunakan elektroda pH (Yudhi, 2000).

Standardisasi untuk mengetahui konsentrasi yang sebenarnya dari

larutan yang dihasilkan. Larutan standart digunakan dalam proses analisis

kimia dengan metode titrasi asam-basa. Salah satu hal yang dapat

mempengaruhi kesalahan hasil dari konsentrasi HCl adalah tidak

diketahuinya kapan titik titrasi berakhir, padahal hal ini sangat penting karena

mempengaruhi hitungan dan nilai normalitas hitungan (Marianti, 2008).

C. Metode Praktikum

1. Waktu dan Tempat

Praktikum Acara I Pembuatan Larutan dan Standardisasinya

dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 1 Oktober 2012 pada pukul 08.00 –

10.00 WIB bertempat di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan

Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Alat

a. Erlenmeyer

b. Gelas ukur

c. Statif

d. Buret

e. Corong kaca

f. Neraca analitik

g. Pengaduk / Pipet Tetes

3. Bahan

a. Aquades

b. HCl

c. NaOH

d. Borax (Na2B4O7.10H2O) 0,4 gram

e. Asam oksalat (C2H2O4.2H2O) 0,1 gram

f. Na2CO3 0,75 gram

g. Indikator MO

h. Indikator Phenolphtalein

Aquades

HCl Dimasukkan labu takar

Ditambah sampai tanda

Dikocok hingga homogen

Dipindah ke erlenmeyer

4. Cara Kerja

a. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N

0,4 g Borax murni

50 ml aquades

50 ml aquades dan 3 tetes MO

HCl

b. Standardisasi HCl dengan borax

c. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N

NaOH Ditimbang 10 g

Ditambahkan dan diaduk sampai

larut

Diambil 5,4 ml

Ditambahkan sampai 1 L

aquades

10 ml aquades

Dimasukkan ke erlenmeyer

Dilarutkan

Ditambah

Dititrasi hingga terjadi perubahan warna

Dihitung Normalitas HCl

0,1 g asam oksalat

25ml aquades

3 tetes indicator PP

0,75 g Na2CO3

3 tetes indikator MO

d. Standardisasi Larutan NaOH

e. Penentuan kadar Na2CO3

Ditimbang dengan teliti

Dimasukkan ke Erlenmeyer

Daitmbahkan

Ditambahkan

Dititrasi hingga berwarna merah

mudaNaOH standar

Ditimbang dan dimasukkan ke labu

takar

Diberikan sampai tanda

Diambil 10 ml dan dimasukkan ke erlenmeyer

Ditambahkan

Dititrasi dan ditentukan kadarnya

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Percobaan

Tabel 1.1 Standarisasi HCl dengan Boraks

Kelm

Boraks (gr)

Warna awal

Warna prosesWarna akhir

V HCl (ml)

212326

0,4 orange orange-kuning kuning 13,5

159

0,4 Jingga Kuning emas kuning 35

101318

0,4 Jingga Orange orange 25

Sumber: Laporan sementara

Kelompok 21,23,26

N HCl

0,155 N

Kelompok 1,5,9

N HCl

0,0598 N

Kelompok 10,13,18

N HCl

0,084 N

Prinsip dari standardisasi larutan adalah untuk mengetahui konsentrasi

sebenarnya dari larutan yang dihasilkan. Untuk mengecek apakah larutan itu

asam, maka digunakan titran yang bersifat basa. Sedangkan untuk mengecek

larutan basa, maka digunakan titran yang bersifat asam. Larutan standar

tersebut digunakan dalam proses analisis kimia dengan metode titrasi asam

basa.

Dari tabel 1.1 tentang standardisasi HCl dengan borax dari ketiga

kelompok dapat dilihat warna awal setelah ditetesi indikator MO berwarna

jingga, orange dan bening. Pada proses titrasi warna larutan berubah menjadi

kuning emas, orange-kuning, dan orange. Pada tititk akhir tritasi warna

berubah menjadi kuning, kuning, dan orange. Dalam tritasi volume HCl yang

dibutuhkan adalah 35 ml, 13,5 ml, dan 25 ml. Sehingga diperoleh normalitas

NHCl sebesar 0,155 N; 0,0598 N; 0,084 N.

Faktor yang mempengaruhi kesalahan percobaan terutama dalam hal

titrasi yaitu kelebihan maupun kekurangan massa borax. Hal ini akan

berpengaruh pada hasil perhitungan normalitas HCl. Faktor pembacaan skala

pada buret juga menjadi salah satu faktor kesalahan paralaks. Kesalahan

dalam penggunaan buret. Dalam menggunakan buret seharusnya statif dibuka

sekecil mungkin untuk menjamin ketelitian pengukuran sehingga larutan

titran dapat dicek seteliti mungkin karena 1 mililiter dapat sangat berpengaruh

dalam perhitungan.

Reaksi yang terjadi saat standardisasi pada percobaan kelompok kami

antara 0,1 N HCl dengan Borax ( Na2B4O7.10H2O) sebagai berikut,

Na2B4O7(s).10H2O(l) + 2HCl(aq) 2NaCl + 4H3BO3+ 5H2O(l)

Dalam standarisasi HCl digunakan indikator MO dikarenakan HCl

merupakan larutan asam kuat. Sedangkan indikator MO memiliki interval pH

antara 2,1 – 4,4. Dengan begitu, jika suatu larutan memiliki pH sesuai dengan

interval indikator MO, larutan tersebut akan berwarna antara oranye hingga

kuning.

Tabel 1.2 Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat

Kelm Asam Oksalat

(gr)

Warna awal

Warna proses

Warna akhir

V HCl (ml)

202427

0,1 Bening beningMerah muda

15

248

0,1xTdk

berwarna

Merah muda

memudar

Merah muda bening

17,5

1114

0,1Tdk

berwarna

Tdk berwarna

Merah muda

17,3

Sumber: Laporan sementara

Kelompok 20, 24, 27

N NaOH

0,105 N

Kelompok 2, 4, 8

N NaOH

0,091 N

Kelompok 11,14

N NaOH

0,092 N

Dari tabel 1.2 tentang standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat dari

ketiga kelompok dapat dilihat warna awal setelah ditetesi indikator PP

berwarna bening, tidak berwarna, dan tidak berwarna. Pada proses tritasi

warna larutan berubah menjadi bening, merah muda memudar dan tidak

berwarna. Pada tititk akhir tritasi warna berubah menjadi merah muda, merah

muda bening, dan merah muda. Dalam titrasi NaOH volume yang dibutuhkan

adalah 15 ml, 17,5 ml, dan 17,3 ml. Sehingga diperoleh normalitas NaOH

sebesar 0,105 N; 0,091 N; 0,092 N.

Dalam standardisasi NaOH digunakan indikator PP. Karena NaOH

merupakan larutan basa kuat, sehingga bila dicek dengan indikator PP akan

berwarna antara tak berwarna hingga merah. Karena rentang pH dari

indikator PP 8,3 – 10. Oleh karena NaOH merupakan basa kuat maka larutan

akan berwarna antara tak berwarna hingga merah muda.

Pada proses titrasi biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna.

Hal ini terjadi karena indikator merupakan molekul pewarna yang warnanya

tergantung pada konsentrasi larutan. Indikator ini sesungguhnya merupakan

asam lemah atau basa lemah yang konjugasinya menjadi asam-basa dan

menyebabkan perubahan warna.

Aplikasi standardisasi dan penentuan kadar larutan dalam ilmu pangan

yaitu pengalengan daging yaitu untuk mengetahui bagaimana suasana yang

benar agar daging awet lebih lama di dalam kaleng. Selain itu campuran

bahan pengawet dan zat warna makanan. Penentuan kadar larutan sangat

berguna dalam dunia pangan untuk menciptakan produk pangan yang

berkualitas, memiliki nilai dan mutu gizi yang tinggi serta aman untuk

dikonsumsi.

Tabel 1.3 Penentuan Kadar Na2CO3

KelV HCl (ml)

Kadar Na2CO3

(%)Warna awal

Warna proses

Warna akhir

192225

24,2 75,4 orange kuning merah muda

376

26,4 107,1 orange orangeJingga

kemerahan

1215

24,5 132,86 kuning orange Merah bata

Sumber: Laporan sementaraKelompok 19, 22, 25

a =

=

= 0,15

b =

=

= 0,199

Kadar = 100 %

= x 100 %

= 75,4 %

Kelompok 3,7,6

a =

=

= 0,15

b =

=

=0,118

Kadar = 100 %

= x 100 %

= 127,1 %

Kelompok 12,15

a =

=

= 0,15

b =

=

n=0,084

Kadar = 100 %

= x 100 %

= 178,6 %

Dari tabel 1.3 tentang Penentuan Kadar Na2CO3 dari ketiga kelompok

dapat dilihat warna awal setelah ditetesi indikator MO berwarna orange,

orange, dan kuning. Pada proses tritasi warna larutan berubah menjadi

kuning, orange, dan orange. Pada tititk akhir tritasi warna berubah menjadi

merah muda, jingga kemerahan, dan merah bata. Dalam tritasi HCl volume

yang dibutuhkan adalah 24,2 ml, 26,4 ml, dan 24,5 ml. Sehingga diperoleh

Kadar Na2CO3 sebesar 75,4%, 127,1%, dan 178,6%.

Dalam Penentuan Kadar Na2CO3 digunakan indikator MO. Karena HCl

merupakan larutan asam kuat, sehingga bila dicek dengan indikator MO akan

berwarna antara orange hingga kuning. Karena rentang pH dari indikator MO

adalah 2,1 – 4,4.

Pada proses titrasi biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna.

Hal ini terjadi karena indikator merupakan molekul pewarna yang warnanya

tergantung pada konsentrasi larutan. Indikator ini sesungguhnya merupakan

asam lemah atau basa lemah yang konjugasinya menjadi asam-basa dan

menyebabkan perubahan warna.

E. Simpulan dan Saran

1. Simpulan

a. Penentuan konsentrasi larutan dilakukan dengan standardisasi yaitu

dengan cara titrasi.

b. Pada percobaan ini digunakan 2 indikator yaitu indikator MO dan PP

karena larutan HCl bersifat asam dan NaOH bersifat basa.

c. Standarisasi HCl dengan Boraks pada kelas A diperoleh normalitas

HCl sebesar 0,0598 N. Standarisasi HCl dengan Boraks pada kelas B

diperoleh normalitas HCl sebesar 0,084 N. Standarisasi HCl dengan

Boraks pada kelas C diperoleh normalitas HCl sebesar 0,155 N.

d. Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat pada kelas A diperoleh

normalitas HCl sebesar 0,091 N. Standarisasi NaOH dengan Asam

Oksalat pada kelas B diperoleh normalitas HCl sebesar 0,092 N.

Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat pada kelas C diperoleh

normalitas HCl sebesar 0,105 N.

e. Besar kadar Na2CO3 pada percobaan oleh kelas A diperoleh

normalitas HCl sebesar 127,1 %. Besar kadar Na2CO3 pada percobaan

oleh kelas B diperoleh normalitas HCl sebesar 178,6 %. Besar kadar

Na2CO3 pada percobaan oleh kelas C diperoleh normalitas HCl

sebesar 75,4 %.

f. Faktor yang mempengaruhi kesalahan percobaan terutama dalam hal

titrasi yaitu kelebihan massa borax, pembacaan skala pada buret, dan

kurangnya kecermatan dalam menentukan kapan titik titrasi berakhir

menjadi faktor penting penentu keberhasilan perhitungan konsentrasi

HCl dan nilai normalitas hitungan.

2. Saran

Agar memperoleh data yang akurat, penelitian selanjutnya dapat

dilakukan dengan lebih teliti dan cermat. Terutama dalam pembacaan

skala dan hasil praktikum karena terkadang hasil praktikum sudah benar,

tetapi terdapat kesalahan pada saat membaca hasil praktikum. Alat yang

digunakan juga harus dipilih dengan baik. Agar pambacaan hasil tidak

terjadi kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA

Baranauskiene, Lina, Vilma, Jurgita, and Daumantas, 2009, “Titration Calorimetry Standards and the Precision of Isothermal Titration Calorimetry Data”, International Journal of Molecular Sciences. Vol 10 (6):hal 2752–2762.

Golbreg, David E. 2006. Fundamentals of Chemistry Edisi Keempat. Mc graw hill: China.

Setiorini, Santi dan Handoyo. 2010. Analisa Kadar klorida pada kantong teh celup serta pengaruhnya terhadap mutu teh. Vol 1 (2):hal 166.

Harjanti, Ratna Sri. 2008. Pemungutan Kurkumin Dari Kunyit dan Pemakaiannya Sebaqgai Indikator Analisis Volumetri. Vol 2 (2):hal 50. Yogyakarta.

Mulyono. 2009. Membuat Reagen Kimia. Bumi aksara : Jakarta.

Petrucci, Ralph H. 1992. Kimia Dasar Edisi keempat Jilid II. Erlangga : Jakarta.

Rivai, Harrizul. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press : Jakarta.

Sentot. 2000. Kimia Dasar II. UNS : Surakarta.

Yudhi, Noor dan Pranjono. 2000.Analisis Asam Bebas secara Potensiometrik di

dalam Larutan Uranil Nitrat Murni. Vol. 6 (21-22):hal 37.