kilas balik program kb provinsi bengkulu … terjadi tumpang tindih, duplikasi penjabaran...
TRANSCRIPT
1
KILAS BALIK TIGA PULUH TAHUN PELAKSANAAN PROGRAM KB PROVINSI BENGKULU
(KONSEP) Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Penulisan
1.3. Sumber Data
1.4. Sistematika Penulisan
BAB II KILAS BALIK PROGRAM KB
2.1 Tinjauan Historis Perkembangan Kebijakan dan Strategi Program KB
2.2 Perjalanan Program KB Masa Perintisan, Masa Perkembangan dan Masa
Pelembagaan
2.3 Diversifikasi Pelayanan Untuk Mengintegrasikan Program KB
BAB III KUANTITAS DAN KUALITAS PENDUDUK
3.1 Kuantitas Penduduk ( Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk,
Struktur Umur, Perkembangan TFR dan ASFR )
3.2 Kualitas Penduduk ( MMR, IMR, Indikator Kesejahteraan, Pendidikan,
Kualitas Lingkungan )
BAB IV IMPLEMENTASI PROGRAM KB DI BENGKULU
4.1 Profil Peserta KB ( menurut Tingkat Pendidikan, Menurut Kelompok Umur,
Menurut Tempat Tinggal dan Tahapan Keluarga )
4.2 Tren Pemakaian Kontrasepsi
4.3 Kecenderungan Jumlah Anaka Ideal
4.4 Persentase PUS Yang Punya Akses ke Sarana Pelayanan KB
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
2
5.2 Implikasi Kebijakan
KATA PENGANTAR
Kebutuhan tentang informasi Kependudukan dan Keluarga Berencana secara
lengkap, aktual dan sistematis merupakan kebutuhan yang sangat mendesak terutama
dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan di daerah. Data pencapaian Program
Kependudukan dan Keluarga Berencana sejak tahun 1980 sampai tahun 2010 ini
diharapkan mampu menyajikan data untuk melihat peluang dan tantangan serta upaya
untuk mengantisipasi Pembangunan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana di
Provinsi Bengkulu.
Berbagai aspek pembangunan saat ini tidak terlepas dari keadaan dan
perkembangan kependudukan, sehingga pemahaman tentang konsep pembangunan
berwawasan kependudukan perlu terus disosialisasikan.
Parameter Demografi dan Pembangunan serta proyeksinya yang didasarkan pada
hasil Sensus Penduduk tahun 2000 perlu penyesuaian kembali sesuai hasil Sensus
Penduduk tahun 2010. Untuk itu dari Buku Kilas Balik Program KB ini perlu
ditindaklanjuti dengan analisis tentang “ Hasil Proyeksi dan Perkiraan Parameter
Kependudukan Provinsi Bengkulu Pasca Sensus Penduduk tahun 2010 “ dan Kajian
tentang factor – Faktor Yang Menentukan Pencapaian Sasaran Kependudukan tahun
2014“
Tulisan ini berupaya mendeskripsikan dan mengkaji ulang langkah – langkah
strategis dalam menanggulangi masalah Kependudukan dan Keluarga Berencana dan
ditampilkan data hasil pencapaian Program KB sejak tahun selama tiga puluh tahun
terakhir..
Selain itu Kajian analisis Kuantitas dan Kualitas Penduduk serta Implementasi
Program KB selama 30 tahun ini diharapkan dapat mendukung proses perencanaan
pembangunan di Provinsi Bengkulu, sehingga konsep “ Population Family Center
Development” dapat diterapkan mulai dari proses perencanaan.
Bengkulu, September 2011
Kepala
Drs. Hilaluddin Nasir
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
.
Walaupun secara geografis sebenarnya Provinsi Bengkulu belum menghadapi
masalah kependudukan yang belum begitu mengkhawatirkan dalam arti kemampuan
untuk menampung jumlah penduduknya, namun perlu disadari bahwa dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1,6 dan angka TFR sebesar 2,5 diperkirakan setiap 25
tahun penduduk Bengkulu akan berlipat 2 kali jumlahnya, yang disebabkan antara lain
oleh struktur umur penduduk yang kurang menguntungkan dan tingginya angka
kelahiran PUS muda umur 15-19 tahun.
Variabel tingkat pertumbuhan penduduk sangat erat kaitannya dengan kemampuan
daerah untuk menyediakan lapangan kerja dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat secara kuantitatif dan kualitatif. Menurut Malthus bahwa tingkat
pertumbuhan penduduk berjalan relative lebih cepat dibanding proses penyediaan sumber
daya ( resourses ) yang dibutuhkan, dengan demikian jelas bahwa pertumbuhan penduduk
yang relative tinggi akan menimbulkan masalah yang tidak sederhana terutama masalah
social, ekonomi, stabilitas politik dan lain sebagainya.
Tulisan ini berupaya mendeskripsikan dan mengkaji ulang langkah – langkah
strategis dalam menanggulangi masalah Kependudukan dan Keluarga Berencana dan
ditampilkan data hasil pencapaian Program KB sejak tahun 1980 sampai tahun 2010.
Salah satu persoalan besar abad keduapuluh ini, adalah masalah kependudukan,
pada permulaan abad 19, jumlah penduduk dunia baru 2,1 milyar. Pada tahun 1950-an,
angka itu berkembang menjadi 2,5 milyar. Dua dasawarsa kemudian, jumlah itu
mencapai angka 3,7 milyar. Pada akhir dekade 1980-an, jumlahnya naik menjadi 5,2
milyar. Pada tahun 2011 jumlah penduduk dunia sebesar 7 milyar anak manusia
memadati planet bumi. Dan pada tahun 2025 nanti, angka itu diperkirakan akan
membengkak menjadi 8,5 milyar (BKKBN, 1992:2; BKKBN, 1993:7; Soemardjan,
Breazeale, Chu, 1994:1).
4
Melalui Deklarasi Kependudukan Dunia, pada 1967 sejumlah pemimpin negara
meneguhkan komitmen mereka untuk menempatkan masalah kependudukan "sebagai
unsur yang amat penting bagi tujuan-tujuan nasional suatu bangsa". Ini semua
dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan "harkat manusia agar dapat mencapai
tingkat potensi yang sepenuh-penuhnya sebagai manusia yang utuh" (Suryanmgrat,
1983:4).
Komitmen tersebut dipertegas kembali pada awal November 1989, melalui
pertemuan kependudukan di Amsterdam, Belanda, langkah-langkah untuk menangani
masalah kependudukan lebih serius dirumuskan kembali. Pertemuan menghasilkan
Deklarasi Amsterdam itu memuat, pernyataan tentang (1) peneguhan kembali
komitmen politik negara-negara di dunia untuk memperhatikan persoalan kependudukan;
(2) pengembangan strategi dan program kependudukan secara lebih terpadu; (3)
peningkatan sumber daya dan dana dalam menjalankan program kependudukan; (4)
peningkatan peranserta wanita dalam masalah kependudukan; (5) pengembangan kualitas
dan kuantitas pelayanan program keluarga berencana; dan (6) peningkatan kesadaran dan
partisipasi masyarakat di bidang kependudukan (BKKBN, 1992:2).
Konperensi kependudukan yang diadakan di Kairo, Mesir (1994), pada dasarnya
juga merupakan upaya untuk meneguhkan kembali sikap para pemimpin dunia terhadap
masalah kependudukan secara lebih serius (Time, 1994).
Indonesia juga dihadapkan pada masalah kependudukan baik dilihat dari segi
tingkat pertumbuhan, pesebaran, kepadatan, maupun struktur umur, relatif kurang
menguntungkan. Oleh karena itu, penanganan masalah kependudukan merupakan salah
satu prioritas utama kebijakan pemerintah.
Dasar-dasar pemikiran pembangunan Kependudukan adalah : bangsa Indonesia
dihadapkan pada persoalan kependudukan di satu pihak, dan dinamika perubahan sosial
yang relatif cepat. Dalam konteks persoalan yang pertama, konsep keluarga sejahtera ini
mencakup soal pengendalian reproduksi, dimana keluarga menjadi pengatur reproduksi
keturunan secara sehat dan berencana " . Dalam persoalan yang kedua, konsep keluarga
sejahtera berperan sebagai benteng utama untuk memberikan jawaban seperlunya
terhadap proses perubahan sosial yang tengah terjadi secara pesat
5
1.2. Tujuan Penulisan
Buku Kilas Balik Perjalanan Program KB ini bertujuan untuk memberikan
gambaran secara komprehensif dan akurat tentang perjalanan Program KB di Provinsi
Bengkulu selama fase perintisan, fase perkembangan dan fase pelembagaan. Ada dua
aspek yang menjadi focus bahasan yaitu : (1) Kuantitas dan Kualitas Penduduk; (2)
Implementasi Program KB di Bengkulu.
1.3. Sumber Data
Tulisan dalam buku ini bersifat deskriptif analitis , dengan merekonstruksikan problem
kependudukan yang dihadapi kemudian diletakkan dalam kerangka dasar pemikiran,
kebijakan, dan strategi dalam menangani masalah kependudukan.
Data dan informasi diperoleh dari berbagai sumber antara lain : 1) Badan Pusat
Statistik meliputi Sensus Penduduk, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI
), 2) BKKBN Provinsi Bengkulu meliputi Mini Survei Pemantauan PUS dan Peserta KB,
Survei RPJM, 3) Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu meliputi Riset Kesehatan Dasar
1.4 Sistematika Penulisan
Bab I menjelaskan latar belakang masalah , tujuan penulisan, sumber data dan
sistematika penulisan.
Bab II menguraikan dasar-dasar pemikiran tentang persoalan kependudukan, tinjauan
historis perkembangan kebijakan dan strategi pembangunan kependudukan
dan keluarga berencana, perjalanan Program KB masa peritntisan, masa
pengembangan dan masa pelembagaan diversifikasi pelayanan sebagai upaya
untuk mengintegrasikan program KB dengan agenda-agenda pembangunan
nasional, khususnya yang mempunyai dimensi pengembangan kesejahteraan-
ekonomis
Bab III menggambarkan kuantitas dan kualitas penduduk meliputi jumlah penduduk,
laju pertumbuhan penduduk, struktur umur penduduk, perkembangan TFR dan
ASFR, perkembangan angka kematian Ibu angka kematian Bayi, indikator
kesejahteraan, pendidikan dan kualitas lingkungan.
6
Bab IV merupakan rekapitulasi hasil pelaksanaan Program KB tentang apa yang sudah
dihasilkan.
Bab V merupakan kesimpulan dan penutup.
7
BAB II
KILAS BALIK PROGRAM KB
2.1 Tinjauan Historis Perkembangan Kebijakan dan Strategi Program KB
2.1.1 Tinjauan Historis
Sebelum membahas tentang perkembangan kebijakan dan strategi pembangunan
kependudukan ada baiknya jika kita mendeskripsikan juga tentang makna dan tujuan
pembangunan kependudukan. Dengan demikian, kita dapat mengintegrasikan, dalam
analisis kita, tentang hal-hal yang hendak dicapai serta upaya, atau bagaimana, kita akan
merealisasikan keinginan-keinginan itu.
Tujuan dasar program pembangunan kependudukan adalah untuk menciptakan
keluarga yang bahagia dan sejahtera. Dalam konteks ini, tujuan pembangunan
kependudukan adalah untuk (1) "menurunkan dan mengendalikan pertumbuhan
penduduk," dan (2) "menciptakan atau mewujudkan norma keluarga kecil yang bahagia
dan sejahtera" (BKKBN, 1992:15) meliputi : (!) penurunan tingkat kelahiran, (2)
peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, (3) peningkatan kesadaran (consrienti^atiori)
masyarakat terhadap masalah kependudukan, dan (4) peningkatan sumber daya manusia
sebagai aset pembangunan (BKKBN, 1992:15).
Perkembangan kebijakan pembangunan kependudukan dari periode ke
periode.
Sejalan dengan perhatian pemerintah terhadap persoalan kependudukan, yang
baru dimulai sejak kepemimpinan Orde Baru tampil di panggung politik Indonesia
(1967), pada dasarnya kebijakan pembangunan kependudukan secara terpadu juga baru
dimulai pada awal tahun 1970. Sebagai bagian dari rencana besar pembangunan jangka
panjang, maka kebijakan kependudukan tak teriepas dari keseiuruhan kebijakan
pembangunan nasional. Meskipun sebagai rangkaian kebijakan pembangunan nasional,
kebijakan kependudukan sebagaimana kebijakan-kebijakan di bidang tertentu lainya
memiliki ciri-ciri khusus, terutama yang menyangkut bentuk-Dentuk Kegiatan
operasionai kebijakan kependudukan itu sendiri.
8
Dalam konteks sifat operasionai inilah, pada masa-masa tertentu, terutama di saat
tingkat pertumbuhan penduduk dirasa sangat tinggi, kebijakan pembangunan
kependudukan ini "ditujukan untuk mengurangi angka peitumbuhan penduduk"
(BKKBN, 1994:5). Inilah yang menjadi arah utama implementasi kebijakan
pembangunan kependudukan pada Pelita I, di mana tingkat pertumbuhan penduduk
relatif tinggi, berkisar antara 2,1% sampai 2,3% per tahun.
Secara lebih tegas, kebijakan ini diarahkan untuk menurunkan angka fertilitas.
Untuk itu, pendekatan yang ditempuh adalah dengan cara memasyarakatkan program
penjarangan kelahiran.
Meskipun demikian, pemerintah tetap menyadari arti penting dan makna strategis
masalah kependudukan sebagai aset pembangunan. Jumlah penduduk yang besar
merupakan sumber daya manusia terpenting bagi keberhasilan pembangunan nasional.
Karena-nya, sambil menekan tingkat kelahiran, pemerintah juga merancang berbagai
program aksi guna meningkatkan kualitas penduduk Termasuk di dalamnya adalah
agenda untuk (1) meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak; (2) meningkatkan
kemudahan dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat; (3) meningkatkan gizi, dan
sebagai-nya (BKKBN, 1994:5).
Pada awal tahun 1970-an, jangkauan kebijakan pembangunan kependudukan
masih bersifat terbatas, disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana, dana, dan
jaringan-jaringan yang ada, pelaksanaannya dikonsentrasikan di Jawa dan Bali yang
meliputi propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, JawaTengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur,
dan Ball (BKKBN, 1994:6; BKKBN, 1993:42). Propinsi-propinsi ini merupakan wilayah
padat penduduk dengan tingkat kelahiran yang relatif tinggi dibanding daerah Indonesia
lainnya. Demikian pula, pada masa itu pemerintah belum secara spesifik mengumumkan
target yang hendak dicapai.
Baru pada tahun 1974 pemerintah mulai menetapkan system target "penurunan
tingkat fcrtilitas sebesar 50% pada tahun 1990 dibandmgkan keadaan tahun 1971"
(BKKBN, 1994:6).
Perkembangan ini mempunyai beberapa konsekuensi.menuntut dijabarkannya
kebijakan dasar pembangunan kependudukan dalam bentuknya yang lebih konkrit agar
target yang ditetapkan dapat dicapai. antara lain:
9
Pertama, peningkatan dan intensifikasi pelaksanaan program KB, dimaksudkan
untuk menjaring jumlah peserta KB secara lebih banyak.
Kedua, pengembangan wilayah jangkauan KB. Menurut para pemikir dan aktivis
KB, untuk mengejar target penurunan hingga 50% diperlukan pengembangan wilayah
jangkauan paling tidak meliputi 10 daerah propinsi di luar Jawa/Bali. meliputi DI Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan (BKKBN,
1994:6; BKKBN, 1993:42).
Ketiga, peningkatan organisasi dan administrasi pelaksanaan program KB yang
merupakan konsekuensi logis dari pengembangan wilayah jangkauan program KB.
Keempat, meningkatkan keterpaduan antara program KB dan program
pembangunan lainnya. Hal ini diperlukan karena dua hal: (1) untuk mempercepat
terwujudnya tujuan dasar program kependudukan, yaitu terciptanya keluarga/masyarakat
yang sehat dan sejahtera; dan (2) untuk membuat agar program KB berjalan seiring
dengan program-program pembangunan lainnya. Dengan demikian, diharapkan tidak
akan terjadi tumpang tindih, duplikasi penjabaran program-program pembangunan yang
ada.
Pada periode 1980-1984 ada beberapa hal yang patut dicatat yaitu :.
Pertama, fokus pendekatan terhadap persoalan kependudukan mulai semakin
diperjelas. Hal ini nampak khususnya pada obsesi pemerintah untuk menurunkan angka
fertilitas.
Kedua, meskipun perhatian utama dititik-beratkan pada penurunan angka
fertilitas, pemerintah juga berkepentingan untuk meningkatkan angka harapan hidup (life
expectancy) serta menurunkan angka mortalitas, yang merupakan bagian integral dari
kebijakan pembangunan kependudukan untuk menuju masyarakat yang bahagia dan
sejahtera.
Ketiga, pada periode ini pula perhatian terhadap masalah kepadatan dan tingkat
pesebaran penduduk yang tidak merata mulai semakin terfokus. Dalam hal ini, migrasi
penduduk dari daerah padat penduduk ke wilayah yang masih relatif kurang
10
penduduknya merupakan salah satu pilihan yang sangat memungkinkan untuk dilaku-
kan.
Keempat, perluasan jangkauan yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Karenanya, sejak tahun 1980 cakupan wilayah KB mendapat tambahan 11 propinsi:yaitu
: Riau, Jambi, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Irian Jaya , (BKKBN, 1993:42),
Kelima, melihat luasnya sasaran yang hendak dicapai dalam agenda pembangunan
kependudukan ini, dari periode ke periode pemerintah semakin menyadari perlunya untuk
terus mengembang-kan program pendidikan kependudukan dan meningkatkan
partisipasi masyarakat.
Pada periode tahun 1980-1985 program kependudukan difokuskan pada usaha
(1) penurunan angka kelahiran, (2) peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, (3)
peningkatan angka harapan hidup, dan (4) penurunan angka mortalitas, terutama, bayi
dan anak (BKKBN, 1994:6).
Untuk mencapai sasaran tersebut, pemerintah tetap berupaya untuk meningkatkan
jumlah peserta KB, dan berupaya untuk terus menggalang dukungan dari masyarakat
luas. Dengan demikian, diharapkan partisipasi masyarakat dalam gerakan pembangunan
kependudukan dan KB ini dapat terus ditingkatkan.
Mulai tahun 1985 dilakukan sosialisasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
perwujudan keluarga kecil bahagia dan sejahtera melalui upaya untuk meningkatkan (1)
peran wanita dan remaja dalam pengendalian masalah kependudukan serta, dan (2)
kualitas sumberdaya manusia: Kesemuanya ini dimaksudkan untuk memperkuat dan
melembagakan konsep NKKBS.
Pidato Menteri Negara Kependudukan/ Kepala BKKBN menyatakan bahwa pola
kebijakan dasar pembangunan kependudukan dikembangkan sesuai dengan situasi
partikularistik yang dihadapi masing-masing periode. Kebijakan itu dirumuskan
berdasarkan situasi kependudukan yang dihadapi, baik yang menyangkut tingkat
kelahiran, pola pesebaran dan distribusi, struktur umur, dan sebagainya.
Berdasarkan perkiraan demografis untuk dua puluh lima tahun mendatang,
terdapat beberapa persoalan penting yang menjadi titik-tekan pemerintah dalam
rnerumuskan kebijakan pembangunan kependudukan, sebagai berikut :
11
Pertama, adalah soal jumlah penduduk dan penduduk usia muda. Diperkirakan,
sampai dua puluh lima tahun mendatang tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia relatif
masih tinggi. Dalam kaitan-nya dengan soal ini, adalah wajar jika kebijakan
pembangunan kependudukan pada periode ini masih menekankan musalah pengendalian
(pengaturan) pertumbuhan penduduk.
Sementara itu, pada tahun-tahun itu pula jumlah penduduk usia muda akan tetap
besar, kendatipun proporsinya semakin mcngecil. Dalam dua dekade nanti mereka akan
menempati posisi-posisi awal dari tatanan angkatan kcrja di Indonesia. Karenanya,
mereka merupakan segmen kritis dan strategis yang harus dipersiapkan agar mampu
menyongsong zamannya.
Kedua, jumlah penduduk yang sekolah dari tahun ke tahun semakin tinggi.
Karena sifat integratif dari kebijakan pembangunan kependudukan ini (antara lain
terekspresikan dengan nyata dalam slogan "pembangunan masyarakat sejahtera"), maka
pemerintah juga menaruh perhatian luar biasa untuk meningkatkan dan mcrnpermudah
akses ke dunia pendidikan, baik pada tingkat SD, SLTP/SLTA, ataupun PT.
Ketiga, struktur umur penduduk pada masa-masa itu, dengan scgala implikasi
sosiologis dan ekonomisnya, menyebabkan pemerintah untuk menangani masalah
pemerataan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan secara lebih terpadu.
"Disamping harus sanggup hidup 70 tahun", penduduk Indonesia harus sanggup sekolah
minimum 9 tahun, dan mereka harus bisa hidup dalam suasana dimana suami istri bekerja
di luar rumah, sehingga beban para suami istri menjadi ganda dalam dunia yang tidak lagi
cenderung sebagai petani.
Masyarakat yang akan mereka alami adalah masyarakat modern dan urban dengan
cara berpikir yang makin rasional dan lebih terbuka" (BKKBN, 1995:10). Dalam konteks
sosial seperti inilah, bobot pendekatan harus semakin diperkuat , baik dalam bentuk
peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan maupun pengembangan sasaran
pengembangan'gizi masyarakat yang tidak lagi terfokus pada generasi muda, tetapi juga
kelompok suami istri yang bekerja.
Keempat, proses mobilisasi sosial yang cepat antara lain telah menyebabkan
perkembangan angkatan kerja, termasuk wanita. Dengan semakin meningkatnya jumlah
12
penduduk usia kerja ini, pemerintah juga diharapkan dapat menyediakan lapangan kerja
yang cukup.
Dari uraian tersebut diketahui bahwa kebijakan pembangunan kependudukan
sebenarnya mempunyai pola dasar yang baku sifatnya. Dilihat dari sudut filosofmya,
kebijakan dasar itu diarahkan untuk menciptakan norma keluarga kecil yang bahagia dan
sejahtera. Dalam konteks praktis-operasionalnya, kebijakan itu diarahkan untuk
menangani masalah yang muncul dari soal kependudukan, Program KB merupakan
terjemahan empirik dari kebijakan pembangunan kependudukan tersebut.
2.1.1.2 Strategi Pembangunan Program KB
Sehubungan dengan strategi pendekatan Program KB ada dua hal yang bisa
dicatat. Pertama adalah strategi pendekatan yang sifatnya mendasar dan konseptual.
Kedua adalah strategi pendekatan yang sifatnya operasional (BKKBN, 1992:19-28).
Hal pertama adalah, sebagaimana tampak dalam rumusan kebijakan
pembangunan kependudukan, yakni pendekatan yang sifatnya politis-struktural,
intergratif, dan sosial-kemasyarakatan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa salah satu strategi pembangunan
kependudukan yang ditempuh sejak awal dimulainya pembangunan kependudukan
adalah bersifat politis-struktural setelah dicanangkannya komitmen nasional oleh
Presiden Soeharto pada 1968 di depan sidang DPRGR untuk menangguiangi masalah
kependudukan.
Peristiwa tersebut mempunyai implikasi politis -struktural. Pertama-tama adalah
bahwa masalah kependudukan telah menjadi isu nasional - sebuah modal yang amat
strategis bagi pengembangan agenda-agenda kerja yang ada kaitannya dengan persoalan
kependudukan. Yang lebih penting adalah bahwa hal itu merupakan "modal politik" yang
paling dasar untuk meletakkan agenda pembangunan kependudukan dalam networking
legal/konstitusional (MPR, GBHN, undang-undang, dan sebagainya) dan birokrasi (pusat,
propinsi, kabupaten/kota-madya, kecamatan, desa) negara.
13
Tak dapat dipungkiri, pendekatan politis-struktural ini merupakan sumber
dukungan yang luar biasa besarnya dalam merealisasikan kebijakan pembangunan
kependudukan.
Pendekatan integratif yang ditempuh oleh para pemikir dan aktivis pembangunan
kependudukan dimaksudkan untuk meletakkan' agenda ini dalam konteks pembangunan
nasional yang lebih luas (makro). KB merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional, di sinilah letak integratifnya strategi ini untuk menciptakan keluarga bahagia
dan sejahtera, selain untuk mengendalikan angka kelahiran.
Dengan demikian, sebagaimana sering dinyatakan, pembangunan kependudukan
tidaklah identik dengan "gerakan kondom" atau "mobilisasi akseptor kondom".
(BKKBN, 1992:19). Strategi pendekatan sosial-kemasyarakatan merupakan strategi
untuk memobilisasi dukungan masyarakat dalam Program Kependudukan dan KB.
Karena masalah pembangunan kependudukan mempunyai dimensi-dimensi
moral, maka strategi pendekatan yang sifatnya sosial-kemasyarakatan sangat diperlukan.
Dengan demikiln. dapat terhindar kesan bahwa masalah pembangunan kependudukan dan
KB merupakan sesuatu yang semata-mata dipaksakan dari atas.
Hal kedua, dalam hal yang sifatnya praktis operasional, pembangunan Program
KB menggunakan berbagai pendekatan untuk memperjelas kelompok sasaran dan
meningkatkan sarana yang diperlukan. Aspek yang pertama dikenal dengan sebutan
Strategi Panca Karya. Hal ini untuk memperjelas kategorisasi kelompok sasaran ,
terutama dari segi pengelompokan usia, selain itu, strategi ini juga digunakan untuk
membangun lembaga strategis yang relevan bagi program pembangunan kependudukan.
Strategi pendekatan operasional yang lain mengambil bentuk, dalam nomenklatur
BKKBN yaitu Catur Bhava Utama. Arah dari strategi ini adalah untuk
mengembangkan metoda dan pemantapan sistem, meningkatkan jumlah dan kualitas
tenaga lapangan, meningkatkan jumlah dan kualitas pelayanan gerakan kependudukan,
dan memobilisasi dana agar program ini dapat berjalan dengan baik (BKKBN, 1992:21-
23).
Berdasarkan tinjauan historis tersebut, tampak dengan jelas bahwa kebijakan dan
strategi pembangunan kependudukan bertumpu pada komitmen untuk menciptakan
masyarakat yang bahagta dan sejahtera, kebijakan dan strategi pembangunan Program
14
KB tetap berkembang secara dinamis, tergantung pada situasi sosiologis, ekononiis, dan
politis yang dihadapi pada setiap periode.
2.2 Perjalanan Program KB Masa Perintisan, Masa Perkembangan dan Masa
Pelembagaan
Ada beberapa tahapan sejarah yang dapat digunakan untuk menggambarkan
kilas balik perjalanan gerakan KB. Scbagaimana perjalanan gerakan sosial-
kemasyarakatan lainnya, gerakan KB berjalan melalui periode perintisan, perkembangan,
dan pelembagaan (pcmantapan). Yang pertama merujuk pada suatu masa dimana ide
tentang penanganan masalah kependudukan dimulai dan disosialisasikan ke tengah-
tengah masyarakat. Yang kedua merujuk pada masa ketika pemerintah meneguhkan
komitmen politiknya untuk menangani masalah kependudukan secara lebih serius (by
design dan tidak ad hoc sifatnya). Hal ini ditandai dengan memobilisasikan sumberdaya
yang dimilki untuk memperoleh dukungan masyarakat luas. Yang terakhir merujuk pada
sebuah periode, dimana tahap-tahap kritis gerakan ini telah dilalui.
Dengan demikian, perkembangan itu memungkinkan pemerintah untuk
mcngintegrasikan perogram KB kedalam kebijakan pembangunan kependudukan yang
mengarah pada pencapaian cita-cita masyarakat Indonesia yang sehat dan sejahtera.
1. Masa Perintisan (1950-1970)
Cikal-bakal gerakan KB bermula dari perhatian sejumlah individu tentang
masalah yang mungkin timbul akibat dari pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.
Kalau di Inggris dan Amerika Serikat Marie Slopes dan Marganth Singer muncu! sebagai
tokoh terkemuka gerakan kependudukan, Indonesia pada awal tahun 1950-an mengenal
Dr. Sulianti Saroso dan Ny. Marsidab Soewito sebagai dua orang figur yang ikut merintis
program KB. Dengan cara masing-masing mereka melansir program untuk membatasi
kelahiran. Guna mendukung ide tersebut, mereka mendinkan Yayasan Kesejahteraan
Keluarga (YKK) pada 1952 di Yogyakarta (BKKBN, 1992:6; BKKBN, 1993:21).
Di Jakarta perhatian semacam itu juga berkembang di berbagai individu dan
lembaga kesehatan. Dengan menggunakan - antara lain - bagian kebidanan RSUP
Ciptomangunkusumo sebagai basis utamanya, tokoh-tokoh seperti Prof. Sarwono
15
Pramrohardjo, Dr. H. M. Yudono, Dr. Koen S. Martiono, dan Dr. Soeharto memelopori
usaha pembatasan kelahiran (BKKBN, 1993:21. Selainitu juga dipengaruhi oleh
kegiatan-kegiatan International Planned Parenthood, sejumlah individu memelopori
berdirinya sebuah Klinik Keluarga Berencana pada tahun 1956. Termasuk sebagai
perintis gerakan KB di masa-masa paling awal ini adalah Dr. Hurustiati S., Dr. Hanifa
Wiknyosastro, Ny. Supeni, Ny. Hutasoit, Dr. Z. Kachman Masyhur, My. 0. Admiral, Ny.
Pesik, dan Dr. SatfulAnwar (BKKBN, 1992:6; BKKBN, 1993:21).
Kontak-kontak yang dilakukah secara lebih intensif dengan sejumlah tokoh dan
lembaga luar negeri yang bergerak pada bidang yang sama mendorong terbentuknya
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada akhir 1957. Di antara mereka
yang merintis berdirinya lembaga ini adalah Dr. Soeharto, Nani Soewondo $H, Ny. H.
Syamsuridjal, Ny. Pudjohutomo, danNy. M. Koem.
Walaupun berjalan secara agak lamban (antara lain disebabkan oleh adanya
pelarangan dari pemerintah pra Orde Baru untuk menyebarluaskan gagasan KB - atas
dasar KUHP/283) dalam beberapa tahun lembaga ini telah berhasil meresmikan cabang-
cabangnya di sejumlah daerah, termasuk Bali (1959), Semarang (1963), Medan (1963)
dan lain sebagainya. Pergantian kepemerintahan yang terjadi pada pertengahan 1960-an
tclah ikut mempengaruhi perkembangan PKBI. Titik-balik itu dimulai dengan diakuinya
secara hukum keberadaan organisasi ini sejak tahun 1967.
Sejak awal 1970-an, PKBI telah berkembang menjadi sebuah lembaga perintis
untuk mempengaruhi tingkat kelahiran . dengan KB sebagai agenda utamanya. Gerakan
keluarga berencana ini, berbeda dengan kegiatan-kegiatan serupa yang masih meng-
gunakan pendekatan tradisional, dilakukan secara medikal dengan memanfaatkan alat-
alat kontrasepsi yang tersedia pada waktu itu (BKKBN, 1992:1-7; PKBI, 1982:21-33).
Tak dapat dipungkiri bahwa PKBI mcrupakan pelopor utama kegiatan KB., tetapi
tonggak dari gerakan KB nasional, di mana pemerintah berperan secara aktif dan
langsung, adalah berdirinya Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) pada 17
Oktober 1968. Lembaga ini bersifat semi pemerintah. Proses berdirinya lembaga ini,
antara lain didorong oleh hasil kongres pertama PKBI pada tahun 1957 yang
"bcrkesimpulan bahwa sebaiknya KB dijadikan program pemerintah" (BKKBN,
16
1994:15). Keinginan ini bertemu dengan sikap pemerintah Orde Baru yang mempunyai
komitmen politik untuk dengan segera menangani masalah kependudukan.
Peristiwa sejarah penandatanganan deklarasi kependudukan sedunia oleh 30
kepala negara, termasuk Presiden Soeharto, pada tahun 1967, mempunyai keterikatan
iangsung. Sebab, sejak itulah kemudian persiapan-persiapan untuk mendirikan lembaga
nasional yang menangani masalah kependudukan bergulir terus, antara lain melalui
panitia-panitia ad hoc - yang dibentuk K. H. Idham Chalid selaku Mcnteri Kesejahteraan
Rakyat - yang bertugas mcrumuskan perangkat lunak dari kelembagaan yang dimaksud.
Lembaga ini bersifat pcmula.selama keberadaannya, hingga tahun 1970,
kegiatannya lebih dititik-beratkan pada dua hal: menangani termasuk mengenalkan
keluarga berencana dan mengclola dana. Dengan struktur organisasi kelembagaan yang
ada, LKBN dianggap memadai untuk menangani masalah kependudukan waktu itu.
Dengan perkembangan waktu pemerintah semakin menyadari bahwa persoalan
kependudukan hendaknya ditangani secara lebih integratif. Scbab, pcrlu dipahami bahwa
masalah Keluarga Berencana bukan hanya persoalan medis. tetapi juga menyangkut
tema-tema lain scperti kesejahteraan, kesehatan, dan sebagainya.
Atas pertimbangan tersebut pemerintah merasa perlu dikembangkannya LKBN
menjadi sebuah lembaga yang secara integratif mampu menjalankan kebijakan
kependudukan secara sistematis dan menyeluruh. Atas dasar pemikiran scperti inilah,
LKBN dikcmbangkan menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) pada tahun 1970
Dengan munculnya kepemimpinan Orde Baru, persepsi pemerintah tentang
persoalan kependudukan berubah dari pihak yang berdiri di simpang jalan (by standef)
menjadi pelaku utama program KB. Dalam konteks ini, ada sejumlah peristiwa -
langsung ataupun tidak yang mempengaruhi perubahan sikap ini.
Pertama, adalah se-makin disuarakannya makna strategis pembangunan keluarga
secara berencana dalam konteks pembangunan nasional. Hal seperti ini nampak, antara
lain, dalam simposium tentang kontrasepsi dan kongres PKBI pada 1967. Di dalam
kongresnya yang pertama itu PKBI mengeluarkan beberapa pernyataan penting. Antara
lain tentang (1) perlunya KB dijadikan program pemerintah; dan (2) ke-sanggupan PKBI
untuk membantu pelaksanaan program tersebut.
17
Komitmen pemerintah untuk menjadikan program keluarga berencana sebagai
bagian dari pembangunan, menuntut disempurnakannya kelembagaan LKBN. Atas dasar
itu, pada 1970 lembaga ini diubah menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), melalui Keputusan Presiden No. 8/1970. Keberadaan lembaga -
terutama yang menyangkut aspek kelembagaan, jaringan dan cara kerja serta wilayah
garapan - ini terus disempurnakan melalui Keputusan Presiden No. 33/1972, No. 38/
1978, No. 64/1983, dan No. 109/1993 (BKKBN, 1990: 17-24; BKKBN, 1994:17-29).
Dengan jaringan kelembagaan yang demikian luas, BKKBN berfungsi sebagai
badan pemerintah yang bertanggung jawab atas segala persoalan yang berkaitan dengan
program keluarga berencana khususnya, dan pembangunan kependudukan pada
umumnya
Masa Pengembangan
Ada beberapa hal yang dapat dikemukakan sebagai ciri utama dari gerakan KB
pada periode ini, yang berbeda dengan periode sebelumnya (masa perintisan). Perbedaan
paling utama adalah, kalau pada masa perintisan perhatian terhadap pembangunan
kependudukan (dengan KB sebagai agenda utamanya) masih terfokus pada usaha
mengembangkan kesadaran masyarakat tentang perlunya KB, pada masa perkembangan
perhatian sudah diarahkan pada upaya untuk merealisasikan program kependudukan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa pada masa perkembangan ini operas
ionalisasi gerakan KB diwarnai oleh dua aspek yang menonjol. : yang pertama me-
nyangkut upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang arti penting dari
program keluarga berencana. Aspek yang kedua merupakan pelaksanaan konkrit dari
program KB itu sendiri dengan menggunakan pelayanan-pelayanan medis yang tersedia.
Upaya untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat telah dimulai sejak masa
perintisan gerakan KB. Meskipun demikian, proses penyadaran ini tetap dllakukan ketika
gerakan ini memasuki fase kedua (masa perkembangan). Kalau pada masa perintisan,
upaya untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat masih dilakukan secara diam-diam
dan kurang terencana, pada masa perkembangan proses penyadaran masyarakat ini
dilakukan secara lebih terbuka dan sistematis agar masyarakat, khususnya kelompok
18
sasaran KB, tidak hanya tergerak untuk menjadi peserta program ini, tetapi sekaligus
bertindak sebagai penganjur dan penggerak program kependudukan itu sendiri.
Dalam konteks seperti itu, BKKBN memunculkan berbagai kegiatan penerangan
dan pendidikan, seperti KIE komunikasi, informasi, dan edukasi. Kegiatan ini pada
dasarnya dimaksudkan untuk mendorong terjadinya proses perubahan pengetahuan, sikap
dan tingkah laku masyarakat terhadap program KB nasional, sehingga secara mandiri
dapat mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera sebagai suatu norma yang
melembaga dan membudaya dalam masyarakat. (BKKBN, 1994:31)
Kegiatan KIE ini juga dilaksanakan dengan memperhatikan kesiapan masyarakat
untuk menerima pesan-pesan tentang keluarga berencana. Ide pokoknya adalah bahwa
KIE dimaksudkan untuk menumbuhkan pengertian masyarakat tentang program keluarga
berencana. Secara edukatif dan persuasif, kegiatan ini diarahkan untuk menjelaskan
perlunya membangun keluarga kecil dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut, KIE
dilakukan dengan mengambil bentuk penerangan massa, penerang-an kelompok, dan
wawan muka.
Pada masa ini mulai mengajak para tokoh masyarakat dan pemuka agama untuk
ikut mensosialisasikan arti penting program keluarga berencana dalam konteks
pembangunan nasional secara menyeluruh. Tak kalah pentingnya adalah bahwa pada
masa perkembangan ini KIE telah pula disosialisasikan dengan menggunakan sarana me-
dia yang ada, baik elektronik maupun cetak. Sejak kurun 1970-an kita lihat berbagai
macam KIE tentang program KB yang dilakukan melalui media cetak (koran, majalah,
dan sebagainya), dan elektronik (radio, TV, video).
Menurut catatan BKKBN, tak kurang dari 50-an episode drama TV mengenai KB
telah ditayangkan. Belum lagi penerangan tentang KB melalui RRI, seperti dalam acara
"Butir-Butir Pasir Di Laut" yang memperoleh penghargaan dari luar negeri itu (BKKBN,
1994:32). Makna strategis dari kegiatan penerangan dan pendidikan pada masa
perkembangan ini adalah pematangan kondisi untuk penerimaan norma keluarga kecil
yang mandiri dan sejahtera.
Periode ini juga ditandai dengan upaya-upaya untuk meningkatkan pelayanan di
bidang kontrasepsi, baik dari segi cara maupun sarana. Berbagai macam jenis peralatan
kontrasepsi diperkenalkan agar para peserta KB lebih leluasa memilih alat-alat yang
19
sesuai dengan kebutuhan mereka.
Masa Pelembagaan (sejak tahun 1990)
Salah satu hasil penting yang dicapai pada periode perkembangan (1970-1990)
adalah pematangan kondisi masyarakat untuk menerima konsep keluarga kecil dan
sejahtera. Selama masa perintisan dan pengembangan telah berhasil menanamkan konsep
keluarga kecil di tengah masyarakat dengan menumbuhkan kesadaran dan membina
kcsertaan KB serta pengembangan lembaga pengelola KB, pemerintah dan swasta,
sampai ke tingkat pedesaan dan pedukuhan.
Kemajuan tersebut telah mengantar bangsa Indonesia memasukl tahapan baru,
yaitu pcriode Kebangkitan Gerakan KB Tahap Kedua, yang perlu diisi dengan berbagai
upaya pembangunan keluarga yang sejahtcra, menuju terwujudnya keluarga kecil yang
bahagia dan sejahtera sebagai tujuan akhir gerakan KB nasional.
Pada periode kelembagaan ini Program KB beralih menjadi "gerakan.", yang
membedakan dengan masa-masa sebelumnya adalah bahwa pada tahap pelembagaan ini
spektrum gerakan KB menjadi lebih komplek, kendatipun masih tetap didasarkan atas
dasar-dasar pemikiran (filosofi) yang sama.
Pada periode ini tema-tema yang dikembangkan - selain kegiatan-kegiatan KB
yang bersifat rutin dan konvensional - mencakup ruang lingkup yang lebih luas. Antara
lain, dengan diluncurkannya program "Kampanye Ibu Sehat Sejahtera" (KISS),
"Kampanye Keluarga Kecil Sejahtera" (KKS), "Kampanye Keluarga Kecil Mandiri"
(KKM), dan "Kampanye Peningkatan Koordinasi, Keterpaduan, dan Mutu Pelayanan
Program."
Selain itu, tema-tema "Lingkaran Emas (LIMAS), "Lingkaran Biru" (LIBI),
"Gerakan Ibu Sehat Sejahtera" (GISS), yang sejak 1993 menggantikan fungsi program
KISS, juga mewarnai kegiatan pembangunan Program KB pada periode ini.
20
BAB III
KUANTITAS DAN KUALITAS PENDUDUK
Secara alamiah jumlah penduduk akan mengalami penambahan yang
disebabkan karena kelahiran bayi, tetapi secara bersamaan akan mengalami pengurangan
karena adanya kematian, selain itu aktivitas masyarakat tidak dapat dibatasi lagi oleh
wilayah atau teritorial tertentu, sehingga perpindahan penduduk akan termasuk dalam
faktor yang mempengaruhi perubahan jumlah penduduk disuatu wilayah tertentu.
Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk di Provinsi
Bengkulu sebesar 1.715.518 jiwa dengan kepadatan penduduk 85 dan pada tahun 2015
di proyeksikan jumlah penduduk Provinsi Bengkulu sebesar 1,955,400 jiwa dengan
kepadatan penduduk 98,91 dengan laju pertumbuhan penduduk 1,84 persen.
Dibandingkan dengan luas daerah Provinsi Bengkulu, jumlah penduduk relatif
masih jarang, pada tahun 2010 kepadatan penduduk di Provinsi Bengkulu sebesar 85
jiwa/kilometer persegi, yaitu setiap satu kilometer didiami lebih kurang 85 orang
penduduk. Penyebaran per Kabupaten/Kota tidak merata hal ini terlihat di Kota Bengkulu
sangat padat yaitu 2.135 jiwa/kilometer persegi, sedangkan yang paling rendah kepadatan
penduduknya pada Kabupaten Mukomuko yaitu 39 jiwa/kilometer persegi. Laju
pertumbuhan penduduk total provinsi sebesar 1,67 persen, untuk per kabupaten tertinggi
pada Kabupaten Mukomuko 2,49 persen disusul Kota Bengkulu sebesar 2,48 persen,
Kabupaten Bengkulu Utara 2,03 persen, Bengkulu Tengah 1,74 persen, Lebong 1,58
persen, Kaur sebesar 1,30 persen, Seluma 1,24 persen, Bengkulu Selatan 1,20 persen,
Kepahiang 1,10 persen, Rejang Lebong 0,63 persen (Tabel. 1.1).
21
Tabel.1 Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Provinsi Bengkulu tahun 2004 – 2007
HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010
KABUPATEN/KOTA LAKI-LAKIPEREMPUANJUMLAH SEX KEPADATAN LPPRATIO
1701 BENGKULU SELATAN 72,078 70,862 142,940 101.72 121 1,201702 REJANG LEBONG 125,321 121,466 246,787 103.17 163 0,631703 BENGKULU UTARA 132,583 125,092 257,675 105.99 58 2,031704 KAUR 55,991 51,908 107,899 107.87 46 1,301705 SELUMA 89,354 84,153 173,507 106.18 72 1,241706 MUKOMUKO 81,226 74,527 155,753 108.99 39 2,491707 LEBONG 50,762 48,453 99,215 104.77 51 1,581708 KEPAHIANG 63,996 60,869 124,865 105.14 188 1,101709 BENGKULU TENGAH 50,560 47,773 98,333 105.83 87 1,741771 BENGKULU 155,288 153,256 308,544 101.33 2,135 2,48170X BENGKULU 877,159 838,359 1,715,518 104.63 87 1,67
Untuk penyebaran penduduk Provinsi Bengkulu pada tahun 2010, tertinggi Kota
Bengkulu sebesar 17,99 persen, disusul Kabupaten Bengkulu Utara sebesar 15,02 persen,
Kabupaten Rejang Lebong 14,39 persen, Kabupaten Seluma 10,11 persen, Kabupaten
Mukomuko sebesar 9,08 persen, Kabupaten Bengkulu Selatan 8,33 persen, Kabupaten
Kepahiang 7,28 persen, Kabupaten Kaur sebesar 6,29 persen, Kabupaten Lebong 5,78
persen, Kabupaten Bengkulu Tengah 5,73 persen.
Gambar 1.1 menyajikan struktur umur penduduk dalam sebuah piramida
penduduk. Struktur Umur 0 – 4 tahun sebagai dasar piramida penduduk lebih panjang
dibandingkan denga dasar piramida pada tahun-tahun sebelumnya hal ini menunjukkan
meningkatnya kelahiran atau angka kelahiran pada lima tahun lalu tinggi.
Kelompok umur 0 – 14 tahun lebih panjang dibandingkan dengan kelompok umur
lainnya hal ini menunjukkan bahwa: a) selama 14 tahun fertilitas di propinsi Bengkulu
belum dapat dikendalikan, b) diasumsikan adanya perpindahan masuk ke Propinsi
Bengkulu karena ikut orang tua; c) beban berat bagi pemerintah Propinsi Bengkulu dalam
menyediakan sarana dan prasarana yang menyangkut kesehatan, pendidikan, sosial d)
ketika penduduk muda tersebut mencapai usia reproduksi, penduduk akan tumbuh
dengan cepat untuk beberapa tahun mendatang.
22
Pada kelompok umur 25 – 29 tahun lebih panjang, hal ini akan memberikan
dampak tinggi terhadap fertilitas bila tidak hati-hati, karena pada kelompok tersebut
masa-masa membentuk keluarga baru.
Gambar 1.1. Piramida Penduduk hasil sensus 2010
-10.31
-10.28
-10.15
-9.23
-8.98
-9.22
-8.76
-7.55
-6.55
-5.66
-4.59
-3.04
-2.03
-1.36
-1.02
-1.16
10.17
10.11
10.09
9.35
9.32
9.55
8.72
7.69
6.48
5.46
4.17
2.66
2.01
1.44
1.18
1.53
-15.00 -10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
75+
PIRAMIDA PENDUDUK HASIL SENSUS 2010
Perempuan Laki-Laki
Gambar 1.2 Perkembangan Penduduk di Propinsi Bengkulu 1971 - 2010
Jumlah penduduk hasil sensus penduduk tahun 1971 sebesar 519.316 jiwa, hasil
sensus penduduk 1980 sebesar 767.988, hasil sensus penduduk tahun 1990 sebesar
1.178.951, sensus pertengahan penduduk (Supas) tahun 1995 sebesar 1.409.117 jiwa,
hasil sensus penduduk tahun 2.000 sebesar 1.455.500, hasil supas 2005 sebesar 1.546.286
dan hasil sensus penduduk tahun 2010 sebesar 1.715.518.
Jumlah penduduk Propinsi Bengkulu mengalami kelipatan 2 kali dari tahun dasar
1971 terjadi pada tahun 1990 atau 20 tahun dan 3 kali lipat terjadi pada tahun 2010 atau
yaitu 39 tahun pada tahun 2010 mengalami tiga lipat yaitu sebesar 1.715.518 yang dapat
diartikan bahwa sejak Lembaga Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
23
(BKKBN) di Propinsi Bengkulu tahun 1978 dengan program Keluarga Berencana (KB)
dapat menghambat fertilitas/kelahiran dalam perkembangannya rata-rata 20 tahun
kemudian terjadi perkembangan perkelipatan dari data dasar, diharapkan dengan program
KB pola kelipatan akan lebih panjang dari 20 tahun sekali.
Gambar 1.2 Perkembangan Penduduk di Propinsi Bengkulu 1971 - 2010
1971 1980 1990 1995 2000 2005 2010 2015
Penduduk 519,316 767988 1178951 1409117 1455500 1546286 1715518 1835330
Penduduk Propinsi BengkuluTahun 1971 - 2015
JUMLAHPDK 2 KALI LIPATSELAMA 19 TAHUN
Gambar 1.3 menggambarkan trend Laju Pertumbuhan Penduduk,
Laju Pertumbuhan Penduduk terus mengalami penurunan, hasil sensus penduduk
tahun 1980 Laju Pertambahan Penduduk sebesar 4,59 selanjutnya hasil sensus penduduk
tahun 1990 turun menjadi 4,29, pada sensus penduduk tahun 2000 mengalami penurunan
menjadi 2,23 selanjutnya hasil sensus tahun 2010 mengalami penurunan 1,67 serta tahun
2015 diproyeksikan akan naik menjadi 1,84. Gambar 1.3 menggambarkan trend Laju Pertumbuhan Penduduk,
24
Gambar 1.4 menggambarkan trend antara pertambahan penduduk dengan Laju
Pertambahan Penduduk, menggambarkan adanya hubungan signifikan antara turunnya
Laju Pertambahan Penduduk dengan Jumlah Penduduk, semakin cepatnya turunnya LPP
pertambahan penduduk tidak terlalu tinggi pertambahan penduduk, sehingga diasumsikan
bahwa pertambahan penduduk di Propinsi Bengkulu dialami oleh pertambahan alami,
sedangkan dari Migrasi pengaruhnya sedikit.
Gambar 1.4 menggambarkan trend antara pertambahan penduduk dengan
Laju Pertambahan Penduduk
1990 1995 2000 2005 2010 20151990 1995 2000 2005 2010 2015
Dari gambaran 1.5 dibawah ini hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 dibandingkan
dengan hasil sensus penduduk tahun 2000 belum melebihi dari proyeksi tetapi bila
dibandingkan dengan hasil sensus pertengahan penduduk (SUPAS) tahun 2005 telah
mengalami peledakan penduduk
0 -4 5 -9 1 0 -1 4 1 5 -1 9 2 0 -2 4 2 5 -2 9 3 0 -3 4 3 5 -3 9 4 0 -4 4 4 5 -4 9 5 0 -5 4 5 5 -5 9 6 0 -6 4 6 5 -6 9 7 0 -7 4 7 5 +
S e n su s 2 0 1 0 1 0 ,2 4 1 0 ,2 0 1 0 ,1 2 9 ,2 9 9 ,1 4 9 ,3 8 8 ,7 4 7 ,6 2 6 ,5 2 5 ,5 6 4 ,3 9 2 ,8 6 2 ,0 2 1 ,4 0 1 ,1 0 1 ,4 3
P r o y e k s i s e n su s 2 0 0 0 9 ,4 0 9 ,2 7 9 ,5 5 9 ,2 5 9 ,7 2 9 ,6 1 8 ,7 9 7 ,8 7 6 ,8 5 6 ,0 3 4 ,7 3 3 ,2 2 2 ,1 1 1 ,4 2 1 ,1 0 1 ,0 7
P r o y e k s i S u p a s 2 0 0 5 9 ,9 4 9 ,3 6 9 ,8 2 9 ,0 1 9 ,7 4 9 ,3 8 8 ,7 4 7 ,7 9 6 ,7 7 5 ,9 9 4 ,6 6 3 ,2 1 2 ,1 0 1 ,3 5 1 ,0 9 1 ,0 6
0 ,0 0
2 ,0 0
4 ,0 0
6 ,0 0
8 ,0 0
1 0 ,0 0
1 2 ,0 0
P e n d u d u k B e n g k u lu S e n s u s 2 0 1 0 , P r o y e k s i B e r d a s a r S e n s u s 2 0 0 0 d a n S u p a s 2 0 0 5
S e n s u s 2010
P ro y e k s i d a s a r s u p as 2005
P ro ye k s i d a s ar s e n s u s 2000
25
Tabel.1 Parameter Demografi Bengkulu, 2000-2025 (x 1000)
Parameter 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025
PendudukLaki-Laki 390,102 605,611 711,027 739,400 788,630 877,159 993,200 1,079,600 1,163,100 Perempuan 377,886 573,340 698,090 716,100 757,656 838,359 962,200 1,046,200 1,128,500 Total 767,988 - 1,178,951 1,409,117 1,455,500 1,546,286 1,715,518 1,955,400 2,125,800 2,291,600 Sex Ratio 103.23 105.63 101.85 103.25 104.09 104.63 103.22 103.19 103.07Laju Pertambahan Penduduk 4.59 4.39 4.29 2.97 2.23 1.95 1.67 1.84 1.53 0.84Balita < 3 Tahun 106,966 126,922 127,733 104,700 96,200 140,346 103,500 103,800 104,300 Balita < 5 Tahun 159,554 194,261 195,893 166,800 163,800 211,044 171,200 173,100 173,800
Komposisi Umur0 - 14 Tahun 350,210 487,865 540,919 494,900 491,710 524,225 508,900 518,800 525,200 15 - 64 Tahun 395,952 657,937 795,532 914,900 1,008,430 1,123,905 1,367,200 1,500,100 1,615,200
65 + Tahun 21,826 33,149 72,666 45,700 46,146 65,783 79,300 106,900 151,200 Dependency Ratio 93.96 #DIV/0! 79.19 77.13 59.09 53.34 52.50 43.02 41.71 41.88
FertilitasTFR 5.13 3.97 3.19 2.68 2.45 2.24 2.12 2.04 2 2GRR 1.19 1.09 1.03 1 0.98 0.98NRR 1.11 1.03 0.99 0.96 0.95 0.95CBR 22.3 20.4 18.8 17.3 16 15.1Jumlah Kelahiran(000) 27,010 29,482 29,604 32,500 33,000 34,521 34,735 34,000 34,600
MortalitasEo Laki-Laki 64.9 66.9 68.8 70.3 71.3 71.3Eo Perempuan 68.9 70.9 72.8 74.4 75.6 75.6Eo Laki-laki & Perempuan 66.8 68.9 70.7 72.3 73.4 73.4IMR Laki-laki 46.5 37.8 30.1 24.1 19.6 19.6IMR Perempuan 35.7 28.3 22.1 17.3 13.9 13.9IMR L + P 41.2 33.2 26.2 20.8 16.8 16.8CDR 5.9 5.5 5.3 5.3 5.5 6.5Jumlah Kematian (000) 8,600 8,900 9,500 10,400 11,700 14,900
MigrasiNet Migration Rate 4.8 4.8 4.7 4.7 4.6 4.5
Gambar 1.6 Angka Fertilitas Total (TFR) Angka Fertilitas Total (TFR) di Provinsi Bengkulu yang mengalami fluktuasi tiap
periode pada tahun 1971 TFR di Propinsi Bengkulu sebesar 6,71 per wanita, mengalami
penurunan sampai dengan tahun 1997 menjadi 2,97 per wanita dan pada tahun 2003 hasil
SDKI 2003 naik menjadi 3 per wanita dan turun kembali pada SDKI 2007 menjadi 2,23
per wanita, dari hasil penghitungan sementara terhadap sensus penduduk 2010 diproyeksi
sensus penduduk 2010 sementara ini naik kembali menjadi 2,50 per wanita.
Angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate atau CBR) sebesar 22,30 per 1000
penduduk pada tahun 2000, diproyeksikan turun menjadi 15,10 per 1000 penduduk pada
tahun 2025 menghasilkan rata-rata penurunan sebesar 1,44 persen per periode tahun.
26
Penurunan dari TFR dan CBR memperlihatkan terjadi percepatan dalam penurunan
tingkat fertilitas.
Gambar 1.6 Angka Fertilitas Total (TFR)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
SP 1970 Supas 1975 SP 1980 Supas 1985 SP 1990 SDKI 1994 SDKI 1997 SDKI 2002 SDKI 2007 SP 2010
TFR
Gambar 1.7. Angka Kematian Dari sumber yang sama menunjukkan penurunan nyata dalam angka kematian,
diantaranya penurunan angka kematian bayi (IMR) hasil kegiatan kesehatan dan
pelayanan KB. IMR Provinsi Bengkulu turun dari 74 kematian per 1.000 kelahiran
hidup pada tahun 1994 dan diproyeksi menjadi 28 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun
2010 hasil sensus penduduk . Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate atau CDR)
mengalami kenaikan dari 5,9 kematian per 1.000 penduduk pada tahun 1971 menjadi 6,5
kematian per 1.000 pada tahun 2025.
Gambar 1.7. Angka Kematian
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
SP 1971
SP 1980
SP 1990
1994 1997 1998 1999 2000 2002 2007 2010
IMR
27
Rata-rata Angka Harapan Hidup pada saat lahir (eo) adalah hasil perhitungan
proyeksi yang sering dipakai sebagai salah satu Indikator Kesejahteraan Rakyat. Dengan
asumsi kecenderungan Angka Kematian Bayi (AKB) menurun. Angka Harapan Hidup di
Provinsi Bengkulu (laki-laki dan perempuan) naik dari 66,8 tahun pada periode 2000
menjadi 73,4 pada periode 2020-2025. Angka harapan hidup untuk perempuan di
Provinsi Bengkulu pada tahun 2025 lebih tinggi yaitu 75,6 dibandingkan dengan laki-laki
71,30 secara total 73,40.
Gambar 1.8 masalah migrasi
Migrasi yang merupakan salah satu komponen perubahan penduduk selain tingkat
kelahiran dan tingkat kematian, faktor migrasi mempunyai pengaruh yang tidak terlalu
besar terhadap jumlah penduduk bila dibandingkan dengan pengaruh faktor alamiah.
Gambar 1.8 Masalah Migrasi
4.64
4.66
4.68
4.7
4.72
4.74
4.76
4.78
4.8
4.82
SP 2000 Supas 2005 SP 2010 Proyeksi
Net Migration Rate
28
BAB IV
IMPLEMENTASI PROGRAM KB DI BENGKULU
Pada tahun 2009 suatu paradigma baru dengan Undang-undang nomor 52 tahun
2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga “ penduduk
sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral dalam
pembangunan berkelanjutan karena jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah
dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara
kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Perkembangan kependudukan dilakukan untuk mewujudkan keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan antara kuantitas, kualitas dan persebaran penduduk,
kebijakan pembangunan berkelanjutan adalah kebijakan pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan penduduk saat ini sekaligus mempertimbangkan
kesejahteraan penduduk dimasa mendatang, kebijakan pembangunan untuk
meningkatkan taraf hidup penduduk saat ini tidak boleh mengorbankan kesejahteraan
penduduk generasi mendatang.
Ada tiga hal yang patut menjadi perhatian bersama mengenai kependudukan
yaitu: Pertama, kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi kebijakan
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Kedua, dampak perubahan dinamika
kependudukan baru akan terasa dalam jangka waktu yang lama, sehingga seringkali
kepentingannya diabaikan. Ketiga, karena luasnya cakupan masalah kependudukan, maka
pembangunan kependudukan harus dilakukan secara lintas sektor . Oleh karenanya
dibutuhkan bentuk koordinasi dan pemahaman mengenai konsep secara benar. Hal itu
dapat dilakukan jika ada acuan yang dapat digunakan sebagai dasar bagi semua
“stakeholders” (Tjiptoheriyanto, 2001).
Sebagai institusi yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyukseskan
program KB, BKKBN telah merevitalisasi visi dan misinya dalam rangka lebih
mendukung pencapaian hasil yang optimal pasca terbitnya UU No 52 Tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Visi dan misi
BKKBN sekarang ini adalah “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dan “Mewujudkan
Pembangunan yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil
29
Bahagia Sejahtera” yang merupakan hasil revitalisasi visi misi sebelumnya yakni
“Seluruh Keluarga Ikut KB” dengan “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”.
Tujuan yang ingin dicapai dengan visi misi baru tersebut:
Pertama, untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan
kebijakan kependudukan guna mendorong terlaksananya pembangunan nasional dan
daerah yang berwawasan kependudukan.
Kedua, mewujudkan penduduk tumbuh seimbang melalui pelembagaan keluarga
kecil bahagia sejahtera.
Dengan adanya visi misi yang telah direvitalisasi maka sasaran strategisnya
berubah ke arah yang lebih intensif dan berkualitas. Apabila dalam RPJMN 2005-2009
Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,2 dengan Laju Pertumbuhan Penduduk 1,14 persen
maka dalam RPJMN 2010-2014 TFR diarahkan pada terkendalinya jumlah dan Laju
Pertumbuhan Penduduk (LPP) yang ditandai dengan TFR 2,1 dan Net Reproduction Rate
(NRR) = 1. Kondisi tersebut merupakan pencerminan dari pertumbuhan penduduk
seimbang di mana LPP ada keseimbangan dan keserasian dengan pertumbuhan ekonomi,
pembangunan sosial – budaya dan daya dukung lingkungan.
Sasaran strategis lain adalah :
1. Meningkatnya Contraseptive Prevalence Rate (CPR) menjadi 72,0 persen
2. Menurunnya unmet need dari 6,1 persen menjadi 5,0 persen.
3. Menurunnya Age Spesific Fertility Rate (ASFR) 15-19 tahun dari 35 menjadi 30
per 1000 perempuan
4. Meningkatnya median usia kawin pertama perempuan dari 19,8 menjadi 21 tahun,
5. Menurunnya kehamilan tidak diinginkan dari 19,7 persen menjadi 15 persen,
6. Meningkatnya Peserta KB Baru (PB) pria dari 2,6 persen menjadi 4 persen, j
7. Meningkatnya kesertaan ber-KB PUS Keluarga Pra Sejahtera dan KS I anggota
kelompok usaha ekonomi produktif menjadi 87 persen
8. Bina Keluarga menjadi 70 persen, meningkatnya partisipasi keluarga mempunyai
anak dan remaja dalam Bina Keluarga Balita (BKB) dan Bina Keluarga Keluarga
Remaja (BKR),
9. Menurunnya disparitas TFR, CPR dan unmet need antar wilayah dan antar sosial
ekonomi (tingkat pendidikan dan ekonomi),
30
10.Meningkatnya keserasian kebijakan pengendalian penduduk dengan
pembangunan lainnya,
11.Terbentuknya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) di
10 Kabupaten/Kota
12.Meningkatnya jumlah Klinik KB yang memberikan pelayanan KB sesuai SOP
(informed consent) dari 20 persen menjadi sebesar 85 persen.
Dengan adanya visi misi baru tersebut sudah barang tentu Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yang mengampu program KB di Kabupaten/Kota perlu menyesuaikan,
terutama yang berkaitan dengan tiga fokus prioritas pembangunan kependudukan dan KB
yaitu revitalisasi program KB, penyerasian kebijakan kependudukan dan peningkatan
penyediaan dan kualitas data dan informasi kependudukan.
Gambar 1.9 Hubungan TFR dengan Median Umur
Program KB juga telah memberikan sumbangan yang berarti dalam menekan
laju pertumbuhan penduduk melalui penurunan kelahiran atau fertilitas, sehingga
mempengaruhi dari median umur dari penduduk di Propinsi Bengkulu dimana hasil
sensus penduduk 1980 penduduk propinsi Bengkulu termasuk penduduk muda dengan
Median Umur 17 dan TFR 5,13 per wanita, selanjutnya hasil sensus penduduk 1990 naik
menjadi 19 dengan TFR turun 3,19 per wanita, pada hasil sensus 2010 walaupun TFR
diproyeksi naik menjadi 2,5 tetapi Median Umur naik menjadi 26 sehingga penduduk
Propinsi Bengkulu dikategorikan termasuk dalam intermediate
Gambar 1.9 Hubungan TFR dengan Median Umur
1980 199 0 199 5 2000 200 5 20101980 1990 1995 2000 2005 2010
31
Gambar 1.10 Hubungan Fertilitas dan IMR
Hubungan antara fertilitas dengan angka kematian bayi yang mempengaruhi
perubahan dari struktur penduduk, di Propinsi Bengkulu angka kematian bayi (IMR)
menunjukkan trend sebagai berikut : SDKI 1994 IMR Propinsi Bengkulu sebesar 74 per
seribu kelahiran, dan pada tahun yang sama TFR sebesar 3,45 per wanita, tiga tahun
kemudian dari hasil SDKI tahun 1997 IMR turun menjadi 72 juga diikuti oleh turunnya
TFR yaitu 2,97, selanjutnya Sensus Penduduk Tahun 2000 IMR turun 30 point menjadi
41 per 1000 kelahiran dengan TFR 2,45, hasil SDKI tahun 2002 Trend IMR
menunjukkan kenaikan dari 41 menjadi 53 per 1000 kelahiran keadaan ini diikuti dengan
kenaikannya TFR menjadi 3 dan pada saat yang sama angka kelahiran melebar, IMR
kembali turun pada tahun 2007 menjadi 46 per 1.000 kelahiran dan TFR menunjukkan
keadaan turun dari 3 per wanita menjadi 2,23 per wanita, tiga tahun kemudian melalui
Sensus Penduduk tahun 2010 IMR turun dari 46 menjadi 28 per 1.000 kelahiran tetapi di
proyeksikan pada saat sama TFR naik dari 2,23 per wanita menjadi 2,50 per wanita.
Gambar 1.10 Trend hubungan IMR dan TFR
1994 1997 2000 2002 2007 20101994 1997 2000 2002 2007 2010
Gambar 1.11 Hubungan TFR dan ASFR 15 – 19 tahun
Hubungan TFR dengan ASFR 15 -19 tahun. TFR dan ASFR merupakan ukuran
tingkat kelahiran, Total Fertility Rate (TFR) merupakan ukuran tingkat kelahiran yang
menunjukkan rata-rata jumlah anak yang akan dilahirkan oleh seorang wanita,
seandainya dia dapat hidup sampai akhir masa reproduksinya ( Umur 15 – 49 tahun), Age
Specific Fertility Rate (ASFR) menunjukkan tingkat kelahiran pada masing-masing
kelompok umur wanita.
32
Kelompok yang mempengaruhi tingginya TFR yaitu kelompok pada umur 15 –
19 tahun dimana rentang fertilitas sangat panjang dibandingkan dengan kelompok umur
lainnya, pada tahun 2015 untuk menuju penduduk tumbuh seimbang salah satunya
dipengaruhi oleh ASFR pada kelompok umur 15 – 19 tahun sehingga target
penurunannya tahun 2015 diharapkan sebesar 30.
Penurunan TFR tidak mempunyai hubungan secara signifikan karena adanya
penurunan dari ASFR kelompok umur 15 – 19 tahun, TFR propinsi Bengkulu pada tahun
1968 sebesar 6,38 pada tahun sama ASFR kelompok umur 15 – 19 tahun 114, pada tahun
1977 terjadi kenaikan ASFR dari 68 menjadi 93 tetapi TFR tetap turun dari 1972 sebesar
5,42 menjadi 5,16 dan sebalik kenaikan TFR pada tahun 1997 dari 2,78 menjadi 2,97
tidak disebabkan oleh kelompok ASFR 15 – 19 tahun. Lebih jelasnya dalam lampiran.
Gambar 1.11 hubungan TFR dengan ASFR 15 -19
1968 1972 1977 1982 1987 1992 1997 2002 20071968 1972 1977 1982 1987 1992 1997 2002 2007
Gambar 1.12 Fertilitas menurut karakteristik Tempat Tinggal
Fertilitas menurut karakteristik tempat tinggal, dari hasil SDKI tahun 2007
menunjukkan bahwa kesadaran fertilitas dari orang perdesaan lebih baik dibandingkan
dengan orang dari perkotaan. Pola fertilitas orang perkotaan pada fertilitas diinginkan
sebesar 2,4, tetapi angka fertilitas total sebesar 2,8 hal ini mengikuti dengan pola jumlah
anak ideal diinginkan yaitu 2,8, sedangkan orang perdesaan lebih rasional dalam pola
fertilitas yang diinginkan yaitu 2, angka fertilitas total sebesar 2,3 lebih rendah dari
jumlah anak ideal yaitu 2,8.
33
Gambar 1.12 Fertilitas menurut karakteristik Tempat Tinggal
Gambar 1.13 Fertilitas Menurut Karakteristik Pendidikan
Fertilitas menurut karakteristik pendidikan, wanita kawin yang tidak sekolah
lebih rendah dibandingkan berpendidikan lainnya, wanita kawin dari tidak sekolah
fertilitas yang diinginkan dan fertilitas total sebesar 1,4, sedangkan jumlah anak ideal
sebesar 3,2, yang tidak tamat SD angka fertilitas yang diinginkan, angka fertilias total dan
jumlah anak ideal masing-masing 1,5, dan 1,9 selanjutnya 3,2, sedangkan wanita kawin
berpendidikan Tamat SD masing 2,2 persen, 2,6 persen dan 2,8 persen, berpendidikan
Tamat SLTA angka fertilitas yang diinginkan sebesar 1,8, angka fertilitas total 2 persen
dan tamat SLTA 2,6 persen, tamat SMTA Keatas fertilitas diinginkan sebesar 2,7 persen,
angka fertilitas total sebesar 3,1 persen dan jumlah anak ideal 2,6 persen.
Gambar 1.13 Fertilitas Menurut Karakteristik Pendidikan
34
Gambar 1.14 pola fertilitas wanita kawin menurut Indeks Kekayaan
Angka fertilitas yang diinginkan dari wanita dengan indeks kekayaan terbawah
sebesar 2,1 , angka fertilitas total 2,4, jumlah anak ideal sebesar 2,9, Wanita kawin yang
termasuk dalam indeks kekayaan menengah bawah angka fertilitas diinginkan sebesar
1,9, angka fertilitas total 2,3 dan jumlah anak ideal 2,8, sedangkan termasuk menengah
angka fertilitas diinginkan sebesar 2,2, angka fertilitas total 2,2 dan jumlah anak ideal 2,8,
yang termasuk menengah atas angka fertilitas diinginkan sebesar 2,3, angka fertilitas total
2,7 dan jumlah anak ideal 2,9, yang termasuk dalam indeks kekayaan teratas angka
fertilitas diinginkan sebesar 2,5, angka fertilitas total 2,9 dan jumlah anak ideal 2,7,
Gambar 1.14 pola fertilitas wanita kawin menurut Indeks Kekayaan
Gambar 1.15 Hubungan antara TFR dengan Kesertaan Ber-KB
Menunjukkan turunnya TFR mempengaruhi kesertaan ber KB di Propinsi
Bengkulu dimana kesertaan ber-KB pada tahun 1980 sebagai awal resmi pelaksaan
Program KB di Propinsi Bengkulu sebesar 9,33 dan pada saat itu TFR sebesar 6,2
selanjutnya pada tahun 1985 kesertaan ber-KB sebesar 52,13 dengan TFR 5,13 pada saat
ini terjadi pertemuan ideal antara kesertaan ber-KB dengan TFR, selanjutnya hasil SDKI
tahun 1994 kesertaan KB sebesar 61,60 persen dengan TFR sebesar 3,45 per wanita, tiga
tahun kemudian tahun 1997 CPR menjadi 66,60 persen dan TFR 2,97 per wanita, naiknya
kesertaan ber-KB tidak selalu diikuti oleh turunnya TFR, hal ini terjadi pada tahun 2002
35
dimana TFR naik dari 2,97 per wanita menjadi 3 per wanita tetapi kesertaan ber-KB naik
dari 66,60 persen menjadi 68,20 persen.
Gambar 1.15 Hubungan kesertaan ber-KB dengan TFR
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1970 1975 1980 1985 1990 1994 1997 2002 2007 2010
Gambar 1.16 Perkembangan pencapaian peserta KB Aktif dengan peserta
KB Baru
Pada jaman Orde Baru dimulai tahun 1979/1980 sampai dengan 1996/1997.
Perkembangan dari peserta KB Aktif tidak dipengaruhi oleh perkembangan dari peserta
KB Baru, dimana dalam gambar terlihat bahwa bila peserta KB Baru mengalami
penurunan maka peserta KB Aktif tidak mengalami penurunan, peserta KB Aktif adalah
faktor dominan yang mempengaruhi kondisi dari fertilitas (TFR) sedangkan peserta KB
Aktif berasal dari peserta KB Baru
Pada tahun 1979/1980 peserta KB Baru sebesar 8.736 dan peserta KB Aktif
sebesar 10.168, pada perkembangan tahun-tahun berikutnya peserta KB Baru mengalami
fluktuasi sedangkan peserta KB Aktif terus mengalami kenaikannya.
36
Gambar 1.16 Perkembangan pencapaian peserta KB Aktif dengan peserta
KB Baru
1979/1980
1980/1981
1981/1982
1982/1983
1983/1984
1984/1985
1985/1986
1986/1987
1987/1988
1988/1989
1989/1990
1990/1991
1991/1992
1992/1993
1993/1994
1994/1995
1995/1996
1996/1997
PA 10168 24142 33168 44138 61994 68270 77155 87534 98978 107548 125875 124855 143217 155015 165779 168724 174391 184010
PB 8736 17483 15492 19442 30381 26953 31734 32476 37087 30999 33894 31348 41765 42110 41007 42677 42983 42494
PESERTA KB BARU DAN PESERTA KB AKTIFPADA MASA ORDE BARU
PB PA Gambar 1.17 Hubungan Dampak TFR terhadap Kesertaan ber-KB
Hubungan dampak TFR terhadap kesertaan ber-KB yang menggunakan Mix
Kontrasepsi Jangka Panjang, menunjukkan bahwa TFR salah satunya dipengaruhi
kualitas pemakaian alat kontrasepsi artinya penggunaan alat/cara KB yang Rasional
Efektif dan Efisian jangka panjang, bila peserta KB Mix Kontrasepsi jangka panjang naik
akan mempengaruhi dalam penurunan TFR.
Gambar 1.17 Hubungan Dampak TFR terhadap Kesertaan ber-KB
1994 1997 2002 2007 2010
37
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Aspek Historis Perjalanan Program KB
a. Dasar-dasar pemikiran pembangunan Program KB adalah bahwa bangsa
Indonesia dihadapkan pada persoalan kependudukan di satu pihak, dan
dinamika perubahan sosial yang relatif cepat. Dalam konteks persoalan yang
pertama perlu pengendalian kelahiran melalui Program KB . Dalam persoalan
yang kedua, konsep keluarga sejahtera berperan sebagai benteng utama untuk
meminimalisir efek negatif dari modernisasai dan globalisasi yang
menyebabkan proses perubahan sosial yang terjadi secara pesat
b. Kebijakan dan strategi pembangunan Program KB bertumpu pada komitmen
untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sejahtera., kebijakan dan
strategi pembangunan Program KB tetap berkembang secara dinamis, sesuai
kondisi situasi sosiologis, ekononiis, dan politis yang dihadapi setiap periode.
c. Pola kebijakan dan strategi Pembangunan Kependudukan dan Program KB
dirumuskan sesuai situasi kependudukan yang dihadapi, baik yang
menyangkut tingkat kelahiran, pola pesebaran dan distribusi, struktur umur,
dan sebagainya, yang dibagai menurut periode perintisan, periode
pengembangan dan periode pelembagaan
5.1.2 Aspek Kuantitas dan Kualitas Penduduk
a. Problema yang dapat ditimbulkan dari masalah Kependudukan antara lain
terjadinya migrasi dan struktur umur penduduk yang kurang menguntungkan.
Proses urbanisasi dalam skala yang besar dapat menimbulkan tuntutan-
tuntutan masyarakat yang lebih kompleks, khususnya dalam kaitannya dengan
penyediaan lapangan kerja, sarana lingkungan, pemukiman, dan sumber-
sumber daya yang diperlukan. Problema yang berasal dari faktor struktur
umur penduduk yang kurang menguntungkan berakibat pada masalah
peningkatan jumlah penduduk, dan beban ketergantungan ekonomis.
38
b. Jumlah penduduk menurut kelompok umur tertentu mengalami perubahan
yang cukup berarti namun pada kelompok umur 0-4 tahun data Sensus
Penduduk tahun 2010 meningkat dibanding Sensus Penduduk tahun 2000
c. Perkembangan angka kelahiran total (TFR) yang merupakan komponen utama
demografi mengalami penurunan yang cukup berarti dari 6,8 ( Sensus
Penduduk 1970) menjadi 2,5 ( Sensus Penduduk 2010)
d. Perkembangan laju pertumbuhan penduduk menurun dari 4,39 ( sensus
Penduduk 1970 ) menjadi 1,6 (Sensus Penduduk 2010)
d. Pola kelahirankelompok umur 15-19 tahun mengalami perubahan yang cukup
berarti dari 209 ( Sensus Penduduk 1970 ) menjadi 45 ( Sensus Penduduk
2010 )
e. Perkembangan angka kematian bayi mengalami penurunan yang cukup tajam
dari 168 ( Sensus Penduduk 1970 ) menjadi 35 ( SDKI 2007)
5.1.3 Hasil Pelaksanaan Program KB
1. Profil akseptor .
2. Kualitas pemakaian
3. Penurunan TFR dan laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh pemakaian
kontrasepsi, pendewasaan usia perkawinan, pola menyusui dan selang kelahiran
serta tingkat pendidikan wanita
5.2 Implikasi Kebijakan
1. Parameter Kependudukan dan Pembangunan serta proyeksinya yang didasarkan
pada hasil Sensus Penduduk tahun 2000 perlu penyesuaian kembali berdasarkan
hasil Sensus Penduduk tahun 2010.
2. Perlu dilakukan perhitungan Proyeksi dan Perkiraan Parameter Kependudukan
Provinsi Bengkulu Pasca Sensus Penduduk tahun 2010 “ dan Kajian tentang
faktor – Faktor Yang Menentukan Pencapaian Sasaran Kependudukan tahun
2014“
3. Perlu dilakukan penajaman sasaran program sesuai parameter yang disajikan
pada Bab tentang kuantitas, kualitas dan hasil program
39
4. Perlu upaya untuk meningkatkan efektivitas pemakaian kontrasepsi dan
peningkatan kualitas pelayanan KB selain itu program pendewasaan suai kawin
dan pendidikan wanita juga perlu ditingkatkan