kib-zamrina.docx

7
E-book Kelas Inspirasi Bali 11 Juni 2013 By: dr. Zamrina Adilafatma Kelompok 7 SD N 3 Kayubihi Saya tertegun sekaligus merinding setiap mendengar teriakan semangat para siswa di SD negeri tempat saya menjadi relawan pendidikan ini. Sudah tidak soal lagi siapa menginspirasi siapa karena hari ini setiap orang—guru, siswa, relawan, staf sekolah, orang tua siswa, dan tim KIB—dengan perannya masing-masing, mampu saling menginspirasi dan membuka mata yang selama ini “tertutup”. Tertutup oleh kepentingan pribadi, golongan, politik, adat, agama, dan lain sebagainya. Hari ini, tirai yang menutup hati nurani kami perlahan-lahan mulai tersingkap. Menyadarkan kami akan pentingnya pendidikan sebagai modal dasar dan utama kebangkitan bangsa, berhak dienyam oleh semua anak dimanapun di negeri ini, dan merupakan tanggung jawab bersama setiap warga negara terdidik. Tidak soal siapa kamu dan apa profesimu. ... Baru satu bulan (dari satu tahun masa tugas) saya di Bali, hati saya seketika membelalak ketika secara tidak sengaja membaca informasi dibukanya rekruitmen relawan

Upload: muhammad-ihsan-nugraha

Post on 03-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

E-book Kelas Inspirasi Bali11 Juni 2013

By: dr. Zamrina AdilafatmaKelompok 7 SD N 3 Kayubihi

Saya tertegun sekaligus merinding setiap mendengar teriakan semangat para siswa di SD negeri tempat saya menjadi relawan pendidikan ini. Sudah tidak soal lagi siapa menginspirasi siapa karena hari ini setiap orang—guru, siswa, relawan, staf sekolah, orang tua siswa, dan tim KIB—dengan perannya masing-masing, mampu saling menginspirasi dan membuka mata yang selama ini “tertutup”. Tertutup oleh kepentingan pribadi, golongan, politik, adat, agama, dan lain sebagainya. Hari ini, tirai yang menutup hati nurani kami perlahan-lahan mulai tersingkap. Menyadarkan kami akan pentingnya pendidikan sebagai modal dasar dan utama kebangkitan bangsa, berhak dienyam oleh semua anak dimanapun di negeri ini, dan merupakan tanggung jawab bersama setiap warga negara terdidik. Tidak soal siapa kamu dan apa profesimu.

...

Baru satu bulan (dari satu tahun masa tugas) saya di Bali, hati saya seketika membelalak ketika secara tidak sengaja membaca informasi dibukanya rekruitmen relawan pendidikan Kelas Inspirasi Bali (KIB) melalui sebuah media sosial. Passion saya yang lebih untuk dunia pendidikan dan kesehatan membuat saya sangat semangat dengan program-program inspiratif dan membangun seperti ini. Application approved dan saya, bersama enam orang relawan pendidikan lainnya, dengan segala upaya meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran di sela-sela rutinitas wajib sehari-hari semata-mata hanya untuk dapat bertemu dan hadir di depan kelas adik-adik yang telah ditentukan. Membawa apa yang bisa kami bawa. Berbagi. Dan saling belajar.

Latar belakang saya bukanlah seorang guru atau pendidik yang ahli dalam hal mengajar (apalagi ini anak SD!), sehingga muncul kecemasan tersendiri akan hal ini. Namun dengan judul ‘Kelas Inspirasi’ saya yakin (meyakinkan diri sendiri) bahwa ini bukanlah kelas biasa, bukan pelajaran seperti biasa, dan bukan guru biasa! Kelas hari ini adalah bagaimana saya hadir, bermain sambil saling berbagi, menggali potensi, dan bermimpi bersama-sama mereka. Kelas (di)luar biasa(nya). Melalui tulisan ini saya mencoba berbagi sedikit pengalaman yang saya alami dan rasakan ketika mengikuti dan menjadi relawan KIB kemarin.

Dimulai dari rombel (rombongan belajar) pertama yang saya masuki, gabungan kelas 1 dan 2. Berbeda dari kebanyakan relawan KIB di tempat lain, kecemasan yang membayang-bayangi bagaimana susahnya

mengatur, menarik perhatian, serta mempertahankan perhatian anak-anak kelas 1 dan 2 SD sekejap sirna sejak pertama saya melangkah memasuki kelas. Tergantikan dengan semangat anak-anak tersebut yang—terus terang saja—menular dan memberikan optimisme serta meningkatkan kepercayaan diri saya. Di luar dugaan mereka sangat kooperatif, aktif, dan responsif akan segala kegiatan yang kami lakukan di dalam kelas.Mulai dari bernyanyi, games, mendengarkan cerita, sampai aktif tanya-jawab.Hal berkesandari rombel ini : baru saja hadir di kelas pertama saya menemukan ternyata “rumor” tentang‘dokter merupakan cita-cita klasik paling populer di kalangan anak SD’sangat benar adanya. Seluruh—yak benar, semua—siswa mengangkat tangan ketika ditanya siapa yang ingin menjadi dokter. Mereka belum mengerti profesi macam apa itu sebenarnya :p hehe. Untuk saat ini saya berpikir tak apalah meng-iya-kan dan menyemangati dulu tanpa penjelasan panjang lebar plus-minus dokter yang sebenarnya. Yang mereka perlu tahu saat ini, milikilah cita-cita menembus langit, harus bisa bermanfaat buat orang banyak, dan cara mencapainya adalah dengan terus semangat sekolah dan rajin belajar.

Merasa cukup berhasil di rombel pertama, saya memasuki rombel kedua yang merupakan gabungan anak kelas 3 dan 4. Di rombel ini ada seorang anak spesial dengan segala kelebihan keterbatasannya. Semangatnya untuk sekolah mengalahkan segala keterbatasan fisik yang tidak menjadi penghalang untuknya berprestasi dan memiliki

cita-cita tinggi. Di rombel kedua ini antusiasme yang tinggi juga tampak dari sorot mata anak-anak dengan kehadiran kami, “guru sehari”. Hal berkesan di rombel kedua ini : percaya diri dan inisiatif mereka tinggi terbukti saat games—sesuai kesepakatan bersama—kenang-kenangan bagi teman mereka yang kalah adalah joget di depan kelas, sementara teman-temannya yang lain justru “menawarkan” diri untuk bernyanyi bersama demi mengiringi teman mereka di depan yang berjoget. Tidak ada malu-malu. Selain itu, ada seorang anak yang senang menari bali yang hanya dengan sekali ajakan anak ini langsung maju dan mempraktekkan sedikit gerakan tari tersebut.

Rombel ke-3 terdiri dari anak-anak kelas 5 SD yang berjumlah 34 siswa (kelas paling banyak di SD ini). Saya melihat suatu sisi kedewasaan sekaligus dalam dunia kanak-kanak mereka. Tidak hanya bersemangat pada saat bermain namun juga saat waktunya “berdiskusi aktif”. Diskusi aktif yang saya maksud adalah dengan latar belakang saya dari dunia kedokteran dan sebagai dokter lulusan baru, saya dapat mengajak mereka untuk berdiskusi seputar kesehatan yang terjadi di dunia mereka, dunia sekolah dasar, dan dunia anak-anak. Bagaimana dalam meramu dan menggapai cita-cita tidak hanya membutuhkan usaha dan kerja keras dalam hal belajar namun yang paling penting lainnya adalah butuh kesehatan, yang tidak ternilai dengan apapun. Hal berkesan dari rombel ke-3 ini : di setiap kelas (termasuk rombel ini) saya selalu mengajak anak-anak untuk entah itu menggambar, melukis, ataupun menuliskan mimpi dan cita-cita mereka, kemudian dipajang disuatu tempat agar dapat mereka lihat, baca, resapi, dan doakan setiaphari. Belum selesai kelas inspirasi ini ternyata ada seorang anak yang karena intuisi atau keinginannya yang besar “menyelipkan” mimpi, doa, dan cita-cita nya tersebut ke dalam buku tulis sekolah yang ia bawa dan buka setiap hari.

Di rombel ke-4 sekaligus rombel terakhir berisi anak-anak kelas akhir sekolah dasar, yakni kelas 6. Saya seperti mendapat tantangan yang lain dari rombel-rombel sebelumnya. Kesan pertama yang saya tangkap adalah semangat mereka sangat baik ketika bersama-sama namun keberanian individu untuk berekspresi dan mengungkapkan ‘siapa saya’

tampak masih kurang. Mereka bisa menjawab secara serempak setelah SD semua akan meneruskan ke SMP (entah memang mereka semua merasa penting sekolah tinggi, entah hanya biar kompak dengan teman-teman yang lain). Berbeda dengan kelas-kelas sebelumnya yang dengan lantang dapat menyebutkan cita-cita masa depan mereka—entah itu dokter, dosen, perawat, guru tari, pemain bola—anak-anak kelas 6 justru terlihat lebih tidak yakin akan cita-cita mereka.

Saya membuka kelas dengan menayangkan sebuah video yang menggambarkan bagaimana bayi berusia 6 minggu dapat menyelam selama beberapa menit di dalam air tanpa menggunakan alat atau bantuan apapun. Saya ingin menunjukkan kepada mereka bahwa sesuatu luar biasa sebenarnya tersimpan di dalam diri setiap anak. Dan terkadang hanya dalam kondisi tertentu kualitas tersebut baru akan muncul. Ibarat seorang anak burung harus didorong untuk jatuh dari atas pohon untuk dapat terbang dengan baik. Begitu pula mereka.

Hal berkesan di rombel terakhir ini : diantara 29 siswa lainnya, ada seorang anak laki-laki duduk paling depan dengan sorotan mata lebih terang dari yang lain, Santika. Seperti biasa, saya bertanya ‘Siapa yang cita-cita nya menjadi dokter?’. Hanya segelintir yang mengangkat tangan, termasuk Santika. Ia diminta berbicara tentang cita-citanya tersebut di depan semua teman-temannya. Tidak perlu berkali dan bersusah memintanya, Santika langsung berjalan dan berdiri di depan kelas. Dengan lantang, kepercayaan diri, dan penuh optimisme iya “berbicara”. ‘Kenapa santika ingin menjadi dokter?’ pertanyaan standar saya. ‘Bayangkan akan berapa banyak orang orang yang meninggal tiap detiknya jika tidak ada dokter’ jawab Santika diplomatis. ‘Memang Santika mau jadi dokter apa?’. ‘Dokter ahli jantung’ jawabnya mantap. ‘Kenapa?’. ‘Menurut penelitian, penyakit jantung merupakan salah satu penyebab terbanyak yang mengakibatkan kematian’ dengan lancar kalimat tersebut keluar diiringi dengan gerak tangan dan bahasa tubuhnya yang sesuai.

Atas keberanian dan optimismenya saya hadiahkan Santika ‘suara jantung’ yang didengarnya langsung untuk pertama kali melalui stetoskop

*catatan kaki:Saya sangat senang dapat berpartisipasi aktif turun tangan sekaligus sebagai upaya nyata kepedulian terhadap pengembangan pendidikan di Indonesia. Meskipun kecil, besar harapan saya apa yang kami lakukan hari ini tertanam barang sekecil biji jagung yang terus tumbuh dan berkembang dalam hati dan pikiran anak-anak. Semoga program semacam ini dapat terus menyala sebagai milyaran lilin-lilin kecil yang menerangi nusantaraNamun demikian evaluasi dari kegiatan ini perlu dilakukan dalam segala bidang: fasilitas sekolah, metode pengajaran, sarana pembelajaran yang tersedia, jumlah tenaga pengajar, dan lain sebagainya.