ketikan ke2 pertemuan4 abses otak
DESCRIPTION
absesTRANSCRIPT
1. Definisi
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang
terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam
variasi bakteri, fungus dan protozoa.
2. Epidemiologi
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai
pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang
umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.
3. Etiologi dan Faktor Predisposisi
3.1. Penyebaran abses:
3.1.1. Langsung : infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis,
sphenoidalis dan maxillaries).
3.1.2. hematogen :
a. infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase,
pneumonia)
b. endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit
jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada
substansi putih dan abu dari jaringan otak).
c. Hematogen : sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi
oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau
cerebellum dan batang otak.
3.1.3. penyakit immunologik :
a. AIDS
b. penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid
c. Osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses
tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi
gigi luka tembak di kepala, septicemia(jarang)
3.1.4. Bakteri penyebabnya antara lain :
a. Streptococcus aureus
b. Streptococci (viridians, pneumococci, microaerophilic),
c. bakteri anaerob
d. Basil aerob gram-negatif (enteric rods, Proteus spp
e. Pseudomonas aeruginosa
Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba)
Fungus (Actinomycosis, Candida albicans) namun jarang
a. Patofisiologi
4. Patofisiologi Abses Otak
Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
4.1. Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit,
limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai
pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat
pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah
nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini
terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena
pembesaran abses.
4.2. Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat
nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan
pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di
tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar
dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi
reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema
otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar
4.3. Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan
fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast
membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah
ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya
vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu.
Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan
abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat
robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat
daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen,
reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
4.4. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
2.7 Manifestasi Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi
seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan intrakranial
berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak
gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi,
peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.2,7
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik
seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang
menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi
herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.2,5,7
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan
mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan
hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas
dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik,
berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala
sensorimotorik.7 Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan
menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan
nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen
dan berakibat fatal.
2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan
laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga
untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan
infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor
resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah
diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.2,7
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental,
derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan
juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.2
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem
musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota
gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.2
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu
pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju
endap darah.2,7. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan
gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan
sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang.2,7,12 kecuali
bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.2,7
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat
pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan
ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting
untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan
perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik
pada lokasi abses.2,7,13 Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik
abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer.
Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan
pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak
menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses
memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan
biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi
abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.2,13 Magnetic
Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang
lebih cepat juga lebih akurat.
Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan (Sumber:
http://emedicine.medscape.com)
Gambaran CT-scan pada abses :
Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.
Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona
central inflamasi.
Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi
pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat
gambaran ring enhancement.
Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral
abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)
Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik,
dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses
serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk
suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan
tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan
granuloma.2,3,7
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis)
dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan
keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm)
dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½ kasus, kapsul
bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya
vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess
biasanya berkembang di medial.
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang
tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media
di daerah perbatasan massaputih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang
tinggi.
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density
tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang
luas.2,3,7,8
2.9 Penatalaksanaan
Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat
mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi2,3,4,9
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan
antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan
terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi
dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika terdapat riwayat cedera
kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline
atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole.
Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah
tersedia. Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis
dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime
atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengna meropenem yang
terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan
streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif. Sementara itu pada abses yang
terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan
metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi
dengan vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits
yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus
pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang
merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi
ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada
pasien dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas
dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.
Tabel 2.1 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
Drug Dose Frekwensi dan rute
Cefotaxime (Claforan) 50-
100 mg/KgBBt/Hari
2-3 kali per hari,
IV
Ceftriaxone (Rocephin)
50-100 mg/KgBBt/Hari
2-3 kali per hari,
IV
Metronidazole (Flagyl)
35-50 mg/KgBB/Hari
3 kali per hari,
IV
Nafcillin (Unipen, Nafcil)
2 grams
setiap 4 jam,
IV
Vancomycin
15 mg/KgBB/Hari
setiap 12 jam,
IV
Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat
mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan
kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus
dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis
yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering
dalam 3-7 hari.
Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan
intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta
midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu
di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada
pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil
edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan
menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan
peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel.
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara
antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase
abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center
tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration
and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang
otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti:
small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara
penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam
mengurangi risiko kejang.
Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi mengingat
proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa baik oleh
edema maupun abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran abses yang
cukup besar, tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.
Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses berkapsul
dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan dengan
kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini
dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik
aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm,
adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa
posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis,
sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi
kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap
penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya
terhadap korteks.Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari
kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya
abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging). 3
Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah mengalami
kejang dengan frekuensi yang cukup sering. Penghentian antikonvulsan ini
ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita selanjutnya.
2.10 Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya
adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
2.11 Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan
berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic
yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan
dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses
mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang
terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang,
hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran
lainnya.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1) Cepatnya diagnosis ditegakkan
2) Derajat perubahan patologis
3) Soliter atau multipel
4) Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat
didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan
mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50%
penderita.3,4
DAFTAR PUSTAKA
1. Robert H. A. Haslam. Brain Abscess. In Nelson Textbook of Pediatrics
17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p: 2047-2048.
2. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of Pediatrics
17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982.
3. Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC
4. Adams RD, Victor Maurice. Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th
ed. USA:McGraw-Hill Inc, 1993:612-616.