ketikan ke2 pertemuan4 abses otak

17
1. Definisi Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa. 2. Epidemiologi Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun. 3. Etiologi dan Faktor Predisposisi 3.1. Penyebaran abses: 3.1.1. Langsung : infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries). 3.1.2. hematogen : a. infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia) b. endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). c. Hematogen : sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.

Upload: aprila-c-dara

Post on 30-Jan-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

abses

TRANSCRIPT

Page 1: Ketikan Ke2 Pertemuan4 Abses Otak

1. Definisi

Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang

terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam

variasi bakteri, fungus dan protozoa.

2. Epidemiologi

Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai

pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang

umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.

3. Etiologi dan Faktor Predisposisi

3.1. Penyebaran abses:

3.1.1. Langsung : infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis,

sphenoidalis dan maxillaries).

3.1.2. hematogen :

a. infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase,

pneumonia)

b. endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit

jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada

substansi putih dan abu dari jaringan otak).  

c. Hematogen : sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi

oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau

cerebellum dan batang otak.

3.1.3. penyakit immunologik :

a. AIDS

b. penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid

c. Osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses

tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi

gigi luka tembak di kepala, septicemia(jarang)

3.1.4. Bakteri penyebabnya antara lain :

a. Streptococcus aureus

b. Streptococci (viridians, pneumococci, microaerophilic),

c. bakteri anaerob

d. Basil aerob gram-negatif (enteric rods, Proteus spp

Page 2: Ketikan Ke2 Pertemuan4 Abses Otak

e. Pseudomonas aeruginosa

Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba)

Fungus (Actinomycosis, Candida albicans) namun jarang

a. Patofisiologi

4. Patofisiologi Abses Otak

Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :

4.1. Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)

Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit,

limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai

pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat

pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah

nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini

terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena

pembesaran abses.

4.2. Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)

Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat

nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan

pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di

tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar

dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi

reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema

otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar

4.3. Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan

fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast

membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah

ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya

vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu.

Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan

abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat

robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat

Page 3: Ketikan Ke2 Pertemuan4 Abses Otak

daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen,

reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.

4.4. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)

Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran

histologis sebagai berikut:

Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.

Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.

Kapsul kolagen yang tebal.

Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.

Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

2.7 Manifestasi Klinis

Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi

seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan intrakranial

berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak

gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi,

peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.2,7

Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik

seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang

menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi

herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.2,5,7

Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan

mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan

hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas

dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik,

berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala

sensorimotorik.7 Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan

menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan

nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen

dan berakibat fatal.

2.8 Diagnosis

Page 4: Ketikan Ke2 Pertemuan4 Abses Otak

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan

laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga

untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan

infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor

resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah

diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.2,7

Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental,

derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan

juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.2

Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem

musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota

gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.2

Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu

pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju

endap darah.2,7. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan

gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan

sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang.2,7,12 kecuali

bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.2,7

Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat

pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan

ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting

untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan

perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik

pada lokasi abses.2,7,13 Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik

abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer.

Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan

pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak

menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses

memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan

biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi

Page 5: Ketikan Ke2 Pertemuan4 Abses Otak

abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.2,13 Magnetic

Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang

lebih cepat juga lebih akurat.

Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan (Sumber:

http://emedicine.medscape.com)

Gambaran CT-scan pada abses :

Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.

Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona

central inflamasi.

Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi

pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat

gambaran ring enhancement.

Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral

abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)

Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik,

dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses

serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk

suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan

tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan

granuloma.2,3,7

Page 6: Ketikan Ke2 Pertemuan4 Abses Otak

Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis)

dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan

keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm)

dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½ kasus, kapsul

bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya

vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess

biasanya berkembang di medial.

Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang

tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media

di daerah perbatasan massaputih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang

tinggi.

Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density

tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang

luas.2,3,7,8

2.9 Penatalaksanaan

Terapi definitif untuk abses melibatkan :

1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat

mengancam jiwa

2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses

3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)

4. Pengobatan terhadap infeksi primer

5. Pencegahan kejang

6. Neurorehabilitasi2,3,4,9

Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan

antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan

terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi

dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika terdapat riwayat cedera

Page 7: Ketikan Ke2 Pertemuan4 Abses Otak

kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline

atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole.

Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah

tersedia. Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis

dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime

atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengna meropenem yang

terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan

streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif. Sementara itu pada abses yang

terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan

metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi

dengan vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits

yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus

pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang

merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi

ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada

pasien dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas

dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.

Tabel 2.1 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak

Drug Dose Frekwensi dan rute

Cefotaxime (Claforan) 50-

100 mg/KgBBt/Hari

2-3 kali per hari,

IV

Ceftriaxone (Rocephin)

50-100 mg/KgBBt/Hari

2-3 kali per hari,

IV

Metronidazole (Flagyl)

35-50 mg/KgBB/Hari

3 kali per hari,

IV

Nafcillin (Unipen, Nafcil)

2 grams

setiap 4 jam,

IV

Page 8: Ketikan Ke2 Pertemuan4 Abses Otak

Vancomycin

15 mg/KgBB/Hari

setiap 12 jam,

IV

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat

mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan

kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus

dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis

yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering

dalam 3-7 hari.

Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan

intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta

midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu

di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada

pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil

edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan

menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan

peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel.

Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara

antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase

abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center

tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration

and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang

otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.

Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti:

small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.

Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara

penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam

mengurangi risiko kejang.

Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi mengingat

proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa baik oleh

Page 9: Ketikan Ke2 Pertemuan4 Abses Otak

edema maupun abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran abses yang

cukup besar, tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.

Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses berkapsul

dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek

terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan dengan

kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.

Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini

dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik

aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm,

adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa

posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis,

sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi

kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap

penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.

Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya

terhadap korteks.Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari

kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya

abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging). 3

Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah mengalami

kejang dengan frekuensi yang cukup sering. Penghentian antikonvulsan ini

ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita selanjutnya.

2.10 Komplikasi

Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya

adalah:

1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid

2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus

3. Edema otak

Page 10: Ketikan Ke2 Pertemuan4 Abses Otak

4. Herniasi oleh massa Abses otak

2.11 Prognosis

Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan

berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic

yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan

dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses

mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang

terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang,

hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran

lainnya.

Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:

1) Cepatnya diagnosis ditegakkan

2) Derajat perubahan patologis

3) Soliter atau multipel

4) Penanganan yang adekuat.

Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat

didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan

mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50%

penderita.3,4

DAFTAR PUSTAKA

1. Robert H. A. Haslam. Brain Abscess. In Nelson Textbook of Pediatrics

17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p: 2047-2048.

Page 11: Ketikan Ke2 Pertemuan4 Abses Otak

2. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of Pediatrics

17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982.

3. Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC

4. Adams RD, Victor Maurice. Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th

ed. USA:McGraw-Hill Inc, 1993:612-616.