keteladanan guru

25
8 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori 1. Keteladanan Guru a. Pengertian Keteladanan Guru 1) Pengertian Keteladanan Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa "keteladanan" adalah kata dasar dari keteladanan ialah "teladan" yang artinya perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh. 1 Dalam bahasa Arab "keteladanan" diungkapkan dengan kata "uswah" dan "qudwah". Kata "uswah" terbentuk dari huruf-huruf hamzah, as-sin, dan al-waw. Secara etimologi, setiap kata bahasa Arab yang terbentuk dari ketiga huruf tersebut memiliki persamaan arti yaitu pengobatan dan perbaikan. Ibn Zakaria mendefinisikan bahwa "uswah" berarti "qudwah" yang artinya ikutan, mengikuti dan yang diikuti. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. 2 Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam yaitu keteladanan yang baik, sesuai dengan pengertian "uswah" dalam ayat-ayat yang telah disebutkan sebelumnya. 3 Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak didalam moral, spiritual dan sosial. 4 Dalam hal ini pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak, karena segala tindak tanduknya, sopan santunnya, cara berpakaiannya dan tutur katanya akan selalu diperhatikan oleh peserta didik. 5 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), Edisi ke II, hlm. 1025 2 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Jakarta Pers, 2002), hlm. 117 3 Ibid., hlm. 117 4 Abdullah Nashih Ulwan, "Tarbiyatu 'l-Aulad fi 'l-Islam Juz II", Terjemah Saifullah Kamalie, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung : Asy Shifa', 1988), hlm. 2 5 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatu'l Aulad Fi'l-Islam, Terj. Ahmas Masjkur Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 3

Upload: hosnol-hidayat

Post on 20-Oct-2015

198 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

    A. Deskripsi Teori

    1. Keteladanan Guru

    a. Pengertian Keteladanan Guru

    1) Pengertian Keteladanan

    Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa "keteladanan" adalah kata dasar dari keteladanan ialah "teladan" yang artinya perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh.1 Dalam bahasa Arab "keteladanan" diungkapkan dengan kata "uswah" dan "qudwah". Kata "uswah" terbentuk dari huruf-huruf hamzah, as-sin, dan al-waw. Secara etimologi, setiap kata bahasa Arab yang terbentuk dari ketiga huruf tersebut memiliki persamaan arti yaitu pengobatan dan perbaikan. Ibn Zakaria mendefinisikan bahwa "uswah" berarti "qudwah" yang artinya ikutan, mengikuti dan yang diikuti. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain.2 Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam yaitu keteladanan yang baik, sesuai dengan pengertian "uswah" dalam ayat-ayat yang telah disebutkan sebelumnya.3

    Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang

    paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan

    membentuk anak didalam moral, spiritual dan sosial.4 Dalam hal

    ini pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak, karena

    segala tindak tanduknya, sopan santunnya, cara berpakaiannya dan

    tutur katanya akan selalu diperhatikan oleh peserta didik.5

    1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :

    Balai Pustaka, 1994), Edisi ke II, hlm. 1025 2 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Jakarta Pers,

    2002), hlm. 117 3 Ibid., hlm. 117 4 Abdullah Nashih Ulwan, "Tarbiyatu 'l-Aulad fi 'l-Islam Juz II", Terjemah Saifullah

    Kamalie, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung : Asy Shifa', 1988), hlm. 2 5 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatu'l Aulad Fi'l-Islam, Terj. Ahmas Masjkur Hakim,

    Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 3

  • 9

    2) Pengertian Guru

    Menurut Ahmad Syar'i, pendidik dalam pendidikan Islam pada hakekatnya adalah mereka yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab mendidik, mendidik tidak hanya dibatasi pada terjadinya interaksi pendidikan dan pembelajaran antara guru dan peserta didik di muka kelas, tetapi mengajak, mendorong dan membimbing orang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaran Islam. 6

    Menurut Kamal Muhammad Isa, guru atau pendidik adalah

    pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang bijaksana,

    pencetak para tokoh dan pemimpin umat.7 Menurut Ahmad D.

    Marimba, pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab

    untuk mendidik.8

    Jadi keteladanan guru adalah contoh yang baik dari guru baik

    tingkah laku, tindak tanduk, sopan santun, sikap dan sifat untuk ditiru

    dan dicontoh oleh peserta didiknya.

    Earl V Pullians and James D Young berpendapat :

    Of the many jobs the teacher has, one of the most basic is that of being an example or model to this students and to all who think of him a teacher.9 "Dari banyaknya pekerjaan yang dimiliki seorang guru, tugas yang

    paling mendasar adalah menjadi contoh (teladan) atau model bagi

    peserta didiknya dan untuk semua orang yang berfikir seperti

    seorang guru."

    6 Ahmad Syar'i, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2005), hlm. 31-32 7 Kamal Muhammad Isa, "Khashaish Madrasatin Nubuwwah", Terj. Chairul Halim,

    Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Fikahati Anesta, 1994), cet. I, hlm. 64 8 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : PT al-Ma'arif,

    1980), hlm. 37 9 Earl V Pullians and James D Young, A Techer is Many Things, (America : Indiana

    Press, 1968), hlm. 52

  • 10

    b. Landasan Dasar Psikologis Keteladanan

    Kebutuhan manusia akan keteladanan lahir dari gharizah (naluri)

    yang bersemayam dalam jiwa manusia yaitu taqlid (peniruan).

    Gharizah dimaksud adalah hasrat yang mendorong anak, orang yang

    dipimpin untuk meniru perilaku orang dewasa, orang kuat dan

    pemimpin.10

    Demikian juga ghazirah untuk tunduk dan patuh yang dimiliki

    oleh anggota kelompok untuk mengikuti / mencontoh pemimpinnya.

    Islam telah menjadikan pribadi rasul sebagai suri teladan yang

    terus menerus bagi seluruh pendidik, bagi generasi demi generasi,

    tercantum dalam firman Allah :

    ) :21(

    "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah". (QS al-Ahzab 21)11

    Pada ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah mengutus Nabi

    Muhammad SAW ke permukaan bumi adalah sebagai contoh atau

    teladan yang baik bagi umatnya. Beliau selalu terlebih dahulu

    mempraktekkan yang baik bagi umatnya. Beliau selalu terlebih dahulu

    mempraktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah sebelum

    menyampaikannya kepada umatnya, sehingga tidak ada celah bagi

    orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa

    Rasulullah SAW hanya pandai bicara dan tidak pandai

    mengamalkan.12

    Pada dasarnya, kebutuhan manusia akan figur teladan bersumber

    dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia.

    10 Abdurrahman an-Nahwali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Dalam

    Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung : CV Diponegoro, 1992), hlm. 367-368 11 Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang : CV Toha Putra, 1989), hlm. 670 12 Armai Arief, op.cit., hlm. 119

  • 11

    Peniruan bersumber dari kondisi mental seseorang yang senantiasa

    merasa bahwa dirinya berada dalam perasaan yang sama dengan

    kelompok lain (empati), sehingga dalam peniruan ini, anak-anak

    cenderung meniru orang dewasa, kaum lemah cenderung meniru kaum

    kuat serta bawahan cenderung meniru atasannya.13

    Pada hakekatnya, peniruan ini berpusat pada tiga unsur yaitu : 14

    Pertama, kesenangan untuk meniru dan mengikuti. Hal ini

    terjadi pada anak-anak dan remaja. Mereka terdorong oleh keinginan

    samar yang tanpa disadari membawa mereka pada peniruan gaya

    bicara, cara bergerak, cara bergaul atau perilaku-perilaku lain dari

    orang yang mereka kagumi. Mereka bisa jadi meniru bukan pada hal-

    hal yang positif tetapi pada hal-hal yang negatif juga. Pendidik (guru)

    semaksimal mungkin harus berusaha untuk memelihara kedudukannya

    sebagai sosok teladan bagi peserta didiknya.

    Kedua, kesiapan untuk meniru. Setiap periode usia manusia

    memiliki kesiapan dan potensi yang terbatas untuk periode tersebut.

    Karena itulah Islam mengenakan kewajiban shalat pada anak yang

    usianya belum mencapai 7 tahun dengan tetap menganjurkan kepada

    orangtuanya untuk mengajak anaknya meniru gerakan-gerakan dalam

    shalat. Biasanya, kesiapan untuk meniru muncul ketika manusia

    tengah mengalami berbagai krisis, kepedihan sosial, dan kepedihan

    lainnya.

    Ketiga, setiap peniruan terkadang memiliki tujuan yang sudah

    diketahui oleh si peniru atau bisa jadi tujuan itu tidak jelas, bahkan

    tidak ada. Dari penerimaan ini dia merasa memperoleh kekuatan dan

    keperkasaan, yaitu sejenis kekuatan individu yang menjadikan orang

    lain kagum sehingga meniru dalam segala hal. Melalui konsep

    peniruan yang Islami, peserta/anak didik kita akan memahami bahwa

    13 Abdurrahman an-Nahlawi, "Ushuluf Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fi Baiti wal

    Madrasah wal Mujtama", Terjemah Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta : Gema Insani Pers, 1995), hlm. 263.

    14 Ibid., hlm. 263-266

  • 12

    meniru dan mengikuti jejak para pemimpin kaum muslimin akan

    memberikan kebahagiaan, kekuatan, kegagahan, dan ketaatan kepada

    Allah SWT, sehingga mereka akan tetap meniru dan mengikuti

    mereka.

    c. Sifat-sifat Guru

    Menjadi guru berdasarkan tuntutan hati nurani tidaklah semua

    orang dapat melakukannya, karena orang harus merelakan sebagian

    besar dari seluruh hidup dan kehidupannya mengabdi kepada negara

    dan bangsa guna mendidik peserta didik menjadi manusia yang

    berkepribadian muslim.

    Agar dapat melaksanakan tugas dan kewajiban guru dengan

    baik, menurut Mohamad Athiyah al-Abrosi sebagaimana dikutip oleh

    Ahmad Syar'i menyebutkan tujuh sifat yang harus dimiliki guru,

    yaitu :15

    1. Bersifat zuhud, dalam arti tidak mengutamakan kepentingan

    materi dalam pelaksanaan tugasnya, namun lebih mementingkan

    perolehan keridhaan Allah. Ini tidak berarti mereka harus miskin,

    tidak kaya atau tidak boleh menerima gaji, tetapi menekankan niat

    dan motivasi mendidik didasarkan atas keikhlasan.

    2. Berjiwa bersih dan terhindar dari sifat / akhlak buruk, dalam arti

    bersih secara fisik / jasmani dan bersih secara mental / rohani,

    sehingga dengan sendirinya terhindar dari sifat / perilaku buruk.

    3. Bersikap ikhlas dalam melaksanakan tugas mendidik. Ikhlas dalam

    kaitan ini termasuk pula sikap terbuka, mau menerima kritik dan

    saran tidak terkecuali dari peserta didik sehingga dalam

    pembelajaran tercipta interaksi antara guru dan murid.

    4. Bersifat pemaaf, peserta didik sebagai manusia berpotensi tentu

    penuh dinamika. Terjadinya interaksi antara guru dengan peserta

    didik sebagai konsekuensi dinamika dan kreativitas, tidak jarang

    15 Ahmad Syar'i, op.cit., hlm. 36-38

  • 13

    dapat membuat rasa jengkel, kurang puas, menyinggung perasaan

    dan tidak menyenangkan guru.

    5. Bersifat kebapaan, dalam arti ia harus memposisikan diri sebagai

    pelindung yang mencintai muridnya serta selalu masa depan

    mereka.

    6. Berkemampuan memahami bakat, tabiat dan watak peserta didik.

    Dalam konteks ini, seorang guru harus memiliki pengetahuan dan

    keterampilan psikologi, agar mampu memahami tabiat, watak,

    pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sebagai landasan

    dasar pengembangan potensi mereka.

    Robert F. McNereney berpendapat bahwa :

    Knowledge of the characteristics of teachers is important to teacher educators for three reasons. It provides a foundation upon which teacher educator can diagnose personal needs and abilities, it offers a guide for ways for ways to support teachers, and it helps to select teacher developmental objectives that focus in short-term or long term personal growth.16 "Pengetahuan karakter para guru penting bagi pendidik untuk 3

    alasan, hal itu memberikan dasar bagi pendidik untuk dapat

    mengenal kebutuhan, kecakapan masing-masing individu,

    memberikan pedoman / petunjuk cara-cara untuk mendukung guru

    dan membantu guru untuk menyeleksi perkembangan tujuan-

    tujuan yang memusatkan pada pertumbuhan individu dalam

    jangka pendek atau jangka panjang."

    7. Menguasai bidang studi / bidang pengetahuan yang akan

    dikembangkan / diajarkan. Ini berarti guru harus lebih dahulu

    membekali diri dengan pengetahuan dan ketrampilan muatan

    materi yang diajarkan kepada peserta didik.

    16 Robert F. Mc Nergney, Teacher Development, (New York : Macmillan Publishers,

    1981), hlm. 120

  • 14

    d. Bentuk-bentuk keteladanan

    Secara psikologis ternyata manusia memang memerlukan tokoh

    teladan dalam hidupnya. Peserta didik cenderung meneladani pendidik

    / gurunya, peserta didik meniru baik dalam perilaku yang baik maupun

    yang jelek sekalipun.

    Pengaruh yang kuat dalam memberikan pendidikan terhadap

    anak adalah teladan orang tua. Anak akan meniru apa saja yang

    dilakukan orang lain. Oleh karena itu perlu disadari dan diperhatikan

    agar orang tua (guru) dapat memberikan teladan yang baik dan benar,

    dengan cara :17

    1. Menunjukkan sikap baik

    Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :

    a. Sikap menghadapi problema dengan baik

    dalam menghadapi berbagai masalah seharusnya guru dapat

    menjadi contoh bagaimana mengatasi problema dengan cara

    yang baik.

    b. Sikap pengendalian diri

    Sebagai seorang guru seharusnya dapat mengendalikan diri

    dan emosi karena seorang guru harus bisa bersikap sabar

    dalam menghadapi peserta didiknya yang mempunyai banyak

    karakter.

    c. Sikap komunikasi dengan peserta didik

    Mempererat dengan peserta didik merupakan faktor yang

    paling penting demi tercapainya interaksi belajar mengajar

    dengan baik.

    2. Mengurangi sikap yang tidak baik

    Sebagai seorang guru seharusnya berbuat dan berperilaku yang

    baik sehingga dia harus seminimal mungkin melakukan sikap yang

    tidak baik.

    17 Charles Schaefer, Bagaimana Mempengaruhi Anak, (Semarang : Dahara Prize, 1994),

    cet. 5, hlm. 16-18

  • 15

    3. Menunjukkan kasih sayang

    Kasih sayang merupakan kelemahan hati dan kepekaan perasaan

    sayang terhadap orang lain, merasa sependeritaan dan mengasihi

    mereka.

    Islam tidak menyajikan keteladanan ini sekedar untuk dikagumi

    atau sekedar untuk merenungkan dalam lautan hayat yang serba

    abstrak. Islam menyajikan riwayat keteladanan itu semata-mata untuk

    diterapkan dalam diri mereka sendiri, setiap orang diharapkan

    meneladaninya sesuai dengan kemampuannya untuk bersabar.18

    Adapun bentuk-bentuk keteladanan ada 2 macam yaitu :19

    1. Keteladanan yang disengaja

    Ialah keteladanan yang memang disertai penjelasan atau perintah

    agar meneladani. Keteladanan ini dilakukan secara formal,

    sebagaimana pendidik harus meneladani peserta didiknya dengan

    teladan yang baik. Misalnya seorang pendidik menyampaikan

    model bacaan yang diikuti oleh peserta didik. Seorang imam

    membaguskan sahalatnya untuk mengerjakan shalat yang

    sempurna. Dalam hal ini Rasulullah SAW telah memberikan

    teladan langsung kepada para sahabat sehingga mereka telah

    banyak mempelajari masalah keagamaan sesuai dengan

    permintaan Rasulullah SAW agar mereka meneladani beliau.20

    2. Keteladanan yang tidak disengaja

    Ialah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat dan

    keikhlasan. Dalam hal ini adalah guru, bagaimana sosok guru

    dapat hadir dihadapkan peserta didiknya, walaupun keteladanan

    ini tidak formal tetapi pendidik selalu saja menjadi perhatian

    peserta didiknya. Pengaruh keteladanan ini terjadi secara spontan

    18 Abdurrahman an-Nahwali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Dalam

    Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, op.cit., hlm. 367 19 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja

    Rosdakarya, 1994), hlm. 143-144 20 Abdurrahman an-Nahlawi, "Ushuluf Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fi Baiti wal

    Madrasah wal Mujtama", Terjemah Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, op.cit., hlm. 267

  • 16

    dan tidak disengaja, ini berarti bahwa setiap orang yang ingin

    dijadikan panutan oleh orang lain harus senantiasa mengontrol

    perilakunya dan menyadari bahwa dia akan dimintai

    pertanggungjawaban dihadapan Allah atas segala tindak tanduk

    yang diikuti oleh khalayak atau ditiru oleh orang-orang yang

    mengaguminya.21 Jadi semakin dia waspada dan tulus utuh

    berbuat baik semakin bertambah pula kekaguman orang pada

    dirinya.

    Bentuk-bentuk keteladanan tidak dapat terwujud dengan

    sendirinya, dalam sekolah gurulah yang harus terwujud semua itu.

    Oleh sebab itu, seorang guru / pendidik dituntut harus memiliki

    berbagai sifat dan sikap antara lain sebagai berikut :22

    a. Seorang guru haruslah manusia pilihan, siap memikul amanah dan

    menunaikan tanggung jawab dalam pendidikan generasi muda.

    b. Seorang guru, hendaklah mampu mempersiapkan dirinya

    sesempurna mungkin, tidak hanya berperan sebagai pendidik

    tetapi membina agar peserta didik selalu dijalan Allah SWT.

    c. Hendaknya tidak tamak dan batil dalam melaksanakan tugasnya

    sehari-hari, sehingga seorang guru, semata-mata hanya

    mengharapkan pahala dari Allah SWT.

    d. Harus dapat memiliki sikap yang terpuji, berhati lembut, berjiwa

    mulia dan takwa kepada Allah SWT.

    e. Penampilan guru, hendaklah selalu sopan dan rapi.

    f. Seorang guru seyogyanya mampu menjadi pemimpin yang shalih,

    contoh teladan yang baik bagi peserta didiknya karena jika

    seorang guru mampu menawan hati para peserta didiknya maka

    hampir dapat dipastikan bahwa merekapun akan meniru tingkah

    laku gurunya.

    g. Seruan dan anjuran seorang guru, hendaklah tercermin pula dalam

    sikap keluarganya dan para sahabatnya dan merupakan konsep

    kehidupan nyata yang dapat dilaksanakan dan diamalkan

    21 Ibid. 22 Kamal Muhammad Isa, op.cit., hlm. 64-67

  • 17

    h. Seorang guru harus menyukai dan mencintai peserta didiknya

    tidak boleh angkuh.

    Demikianlah sifat dan sikap guru yang harus dimilikinya agar

    anak dapat berkepribadian muslim. Meskipun anak berpotensi besar

    untuk meraih sifat-sifat baik dan menerima dasar-dasar pendidikan

    yang mulia, ia akan jauh dari kenyataan positif dan terpuji jika dengan

    kedua matanya ia melihat langsung pendidik yang tidak bermoral.

    Memang yang mudah bagi pendidik adalah mengajarkan berbagai

    teori tersebut jika orang yang mengajar dan mendidiknya tidak pernah

    melakukannya, atau perbuatannya berbeda dengan ucapannya.23

    Karena itulah Allah mengutus Nabi Muhammad SAW menjadi

    tokoh ideal dan panutan bagi umat Islam sepanjang masa. Adapun

    keteladanan yang beliau berikan dalam lapangan ibadah dan akhlak

    sungguh telah mencapai puncak tertinggi, keteladanan tersebut antara

    lain :24

    a. Keteladanan dalam beribadah

    Perihal keteladanan dalam ibadah, nabi selalu taat kepada Allah,

    selalu rindu beribadah dan bermunajat kepada-Nya. Beliau

    senantiasa bangun untuk salat malam, lebih-lebih pada siang hari.

    b. Keteladanan bermurah hati

    Rasulullah SAW selalu menyantuni orang papa tanpa merasa takut

    kekurangan dan kemiskinan, lebih-lebih pada bulan Ramadhan.

    c. Keteladanan dengan sikap zuhud

    Dengan sikap zuhud dan kesederhanaan sebenarnya beliau

    menghendaki beberapa hal, antara lain :

    1. Dengan Zuhud yaitu, beliau bermaksud mengajarkan kepada

    seluruh generasi muslim akan arti tolong menolong,

    pengorbanan dan mendahulukan orang lain.

    23 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatu'l Aulad Fi'l-Islam, Terj. Ahmas Masjkur Hakim,

    Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar, op.cit., hlm. 2 24 Ibid, hlm. 5-24

  • 18

    2. Dengan zuhud dan kesederhanaannya itu beliau bermaksud

    agar generasi muslim hidup dan merasa puas dengan rizki

    yang ada, karena dikhawatirkan kemewahan dan kemegahan

    hidup di dunia akan melalaikan kewajiban kita kepada Allah

    SWT.

    3. Juga dimaksudkan agar beliau dapat memberikan kesadaran

    kepada orang-orang yang sakit hati, seperti orang-orang

    munafik, musuh-musuh dan orang-orang kafir. Beliau

    mengumpulkan harta, kenikmatan dan kemewahan dunia yang

    berkedokkan agama.

    d. Keteladanan dengan sifat tawadhu-nya

    Misalnya beliau memberi contoh dengan selalu mulai memberi

    salam kepada para sahabatnya, setiap pembicaraan selalu disertai

    dengan penuh perhatian, baik dengan anak kecil maupun orang

    dewasa, Nabi selalu memenuhi undangan siapa saja baik orang

    merdeka, budak laki-laki, budak perempuan dan memenuhi hajat

    orang lemah dan papa, serta duduk di tanah.

    Begitu juga kesabarannya dalam memperlakukan musuh-musuh

    Islam disaat kaum muslimin sudah meraih kemenangan. Terutama

    dalam memperlakukan penduduk Mekah yang pernah keterlaluan

    menyakitinya, mengusirnya dari Mekah, bahkan mau

    membunuhnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

    :

    . ) (25 "Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : seorang muslim yang tertempa musibah kecelakaan, kemelaratan, kegundahan, kesedihan, kesakitan maupun duka cita, sampai-sampai pada tertusuk duri niscaya Allah akan mengampuni dosanya dengan apa yang menimpanya itu". (HR. Bukhari)

    25 Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardazbah

    al-Bukhori al-Jafi, Shahih Bukhori, Juz 7, (Beirut : Dar al Kutub al-Ilmiyah, 1992), hlm.3

  • 19

    e. Keteladanan dalam hal keberanian

    Rasulullah adalah orang yang tak tertandingi dalam hal kekuatan

    fisik, telah beliau buktikan di medan pertempuran.

    f. Keteladanan dalam berpolitik yang baik

    Berkat akhlak mulia inilah beliau sukses dalam setiap bidang, dan

    berkat cara berpolitiknya yang piawai inilah beliau mampu

    menempatkan segala persoalan secara proporsional.

    g. Keteladanan berpegang teguh pada prinsip

    Keteladanan ini merupakan salah satu sifat rasul yang sangat

    menonjol, bahkan merupakan salah satu sifat dan moral dasar

    beliau.

    Dalam pribadinya, umat manusia akan mendapatkan keteladanan

    yang sempurna dan contoh ideal dalam beberapa aspek hidup dan

    kehidupan keagamaan, keduniawian dan sosial kemasyarakatan.

    Orang yang pernah hidup sezaman dengan Nabi, orang yang

    pernah berkumpul dengan nabi merupakan orang-orang yang

    terdalam iman dan cintanya kepada beliau. Seringkali mereka

    tidak sabar dan rindu untuk segera menemui Nabi untuk sekedar

    untuk melihat beliau.

    Dengan cara inilah keteladanan yang baik akan begitu berbekas

    pada jiwa para sahabat, serta akan berpengaruh positif dalam

    proses pembentukan, pendidikan dan pembinaan.

    e. Urgensi keteladanan guru dalam pendidikan

    Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas

    maupun diluar dinas, dalam bentuk pengabdian. Guru merupakan

    profesi / jabatan untuk pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus

    sebagai guru.

  • 20

    Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan

    melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai

    hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu

    pengetahuan dan teknologi. Dan melatih berarti mengembangkan

    ketrampilan-ketrampilan pada siswa.

    Dalam kehidupan masyarakat, masyarakat menempatkan guru

    pada tempat yang lebih terhormat yakni di depan memberi suri

    tauladan, di tengah-tengah membangun karsa dan dibelakang memberi

    dorongan dan motivasi (ing ngarso sung tulada, ing madya mangun

    karsa, tut wuri handayani).26

    Keteladanan merupakan suatu metode untuk merealisasikan

    tujuan pendidikan dengan memberi contoh yang baik kepada peserta

    didik agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan

    memiliki akhlak dan kepribadian yang baik dan benar.

    Untuk menciptakan anak yang saleh, pendidik tidak cukup

    hanya memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa

    adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip

    tersebut, karena berapapun banyaknya prinsip tanpa disertai contoh

    teladan, itu akan menjadi kumpulan resep yang tak bermakna.27

    Guru tidak hanya memberi teori kepada peserta didiknya tetapi

    dia harus mampu menjadi panutan bagi peserta didiknya, sehingga

    peserta didik dapat mencontoh dan mengikutinya tanpa adanya unsur

    paksaan.

    Oleh karena itu keteladanan merupakan faktor dominan dan sangat

    menentukan bagi keberhasilan pendidikan.28

    2. Kepribadian Muslim

    a. Pengertian Kepribadian Muslim

    - Secara etimologi

    Istilah kepribadian berasal dari bahasa Inggris "personality" dan

    juga ada yang menyebut "individuality". Kepribadian berasal dari

    26 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000),

    cet. II, hlm. 6-8. 27 Armai Arief, op.cit., hlm. 121 28 Ibid., hlm. 122

  • 21

    kata "pribadi", yaitu manusia sebagai perseorangan, kemudian

    mendapat awalan ke dan akhiran an, sehingga menjadi

    kepribadian yaitu keadaan manusia sebagai perseorangan dan

    keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak.29

    - Secara terminologi

    Secara terminologi definisi tentang kepribadian ini akan

    dikemukakan beberapa pendapat ahli antara lain :

    Menurut Utsman Najati, yang dikutip oleh Totok Jumantoro,

    kepribadian sebagai keseluruhan komplementer yang bertindak

    dan memberi respons sebagai suatu kesatuan dimana terjadi

    pengorganisasian dan interaksi semua peralatan fisik maupun

    psikisnya dan membentuk tingkah laku dan responsnya dengan

    suatu cara yang membedakannya dari orang lain.30

    Sedangkan J.F Dashile, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin

    menyebutkan bahwa kepribadian merupakan cermin dari seluruh

    tingkah laku seseorang.31

    Kepribadian adalah sistem-sistem psikofisik yang dinamis dari diri

    individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik (khas)

    dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.32

    Kepribadian dari segi agama / biasa disebut kepribadian muslim

    adalah identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari

    keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik tingkah laku secara

    lahiriyah maupun batiniah. Tingkah laku lahiriyah seperti cara

    berkata, berjalan, berpakaian, makan, minum, berhadapan dengan

    teman, tamu dan lain-lain sikap batinah seperti penyabar, ikhlas,

    tidak dengki, tidak dendam, dan lain-lain.

    Muslim adalah orang yang memeluk agama-agama yang

    diturunkan kepada seluruh nabi, dari Nabi Adam sampai Nabi

    29 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit., hlm. 788 30 Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah, Dengan Aspek-aspek Kejiwaan yang Qur'ani,

    (Jakarta : Sinar Grafika, 2001), hlm. 139 31 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 172 32 Gerungan, "Psychology Sosial", dalam Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam,

    (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hlm. 187

  • 22

    Muhammad, atau orang yang memeluk agama yang diturunkan

    kepada Nabi Muhammad SAW.33

    Menurut Ahmad D Marimba bahwa kepribadian muslim adalah

    kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku

    luarnya kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan

    kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan,

    penyerahan diri kepada-Nya.34

    Jadi kepribadian muslim adalah kepribadian seseorang yang

    mencerminkan suatu ciri khas seorang muslim yang sesuai dengan

    ajaran-ajaran Islam.

    b. Aspek-aspek kepribadian

    Secara garis besar aspek-aspek kepribadian itu dapat

    digolongkan dalam 3 hal :35

    2. Aspek-aspek kejasmaniahan, meliputi tingkah laku luar yang

    mudah nampak dan ketahuan dari luar, misalnya cara-caranya

    berbuat, cara-caranya berbicara. Aspek kejasmaniahan

    dipengaruhi dan dibentuk oleh tenaga-tenaga kejasmaniahan.

    3. Aspek-aspek kejiwaan, meliputi aspek-aspek yang tidak segera

    dapat dilihat dan ketahuan dari luar, misalnya cara-caranya

    berfikir, sikap36 dan minat. Aspek ini dipengaruhi oleh tenaga-

    tenaga kejiwaan (karsa, rasa, cipta).

    Berikut adalah perihal dasar-dasar kejiwaan yang selalu

    diupayakan Islam penanamannya antara lain :37

    a. Takwa

    b. Ukhuwah (persaudaraan muslim)

    c. Kasih sayang (rohmah)

    d. Itsar (mementingkan orang lain daripada diri sendiri)

    e. Memaafkan

    f. Al-Jurah (berani karena benar)

    33 Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta :

    Djambatan, 1992), hlm. 701 34 Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 68 35 Ibid., hlm. 67-71 36 Sikap dalam pengertian disini bukan dimaksudkan apa yang tampak dari luar,

    melainkan yang berada didalam berupa pendirian atau pandangan seseorang dalam menghadapi seseorang atau sesuatu hal.

    37 Abdullah Nashih Ulwan, "Tarbiyatu'l-Aulad fi'l-Islam, Terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, Pendidikan Anak Menurut Islam, Pendidikan Sosial Anak, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1990), cet. I, hlm. 2-23

  • 23

    4. Aspek-aspek kerohanian yang luhur, meliputi aspek-aspek

    kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan.

    Ini meliputi sistem nilai yang telah meresap didalam kepribadian

    itu, yang telah menjadi bagian dan mendarah daging dalam

    kepribadian yang mengarahkan dan memberi corak seluruh

    kehidupan individu itu. Aspek-aspek kerohanian yang luhur

    dibentuk dan dipengaruhi oleh budi.

    Aspek ini memungkinkan seseorang untuk berhubungan dengan

    Yang Maha Agung dan hal-hal yang ghaib. Misalnya meyakini

    adanya Tuhan, adanya malaikat, rasul, hari kiamat, kitab-kitab dan

    taqdir.

    c. Ciri-ciri Kepribadian Muslim

    Orang yang mendalami pendidikan Islam akan melihat tujuan

    tertinggi ialah pembentukan moral, akhlak dan pendidikan rohani.

    Setiap pelajaran harus menyebut soal moral, tiap guru haruslah orang

    yang bermoral, dan setiap pendidik pun haruslah mengutamakan

    moral agama dari hal-hal lainnya.38 Akhlak yang sempurna adalah

    tiang dalam pendidikan Islam. Nabi Muhammad adalah penyempurna

    akhlak bagi umatnya. Sebagaimana sabda Nabi SAW :

    : : ) (39

    "Dari Abu Hurairah berkata : telah bersabda Rasulullah SAW, "sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang baik" (HR Ahmad bin Hanbal)

    Menurut Abdullah al-Darraz, pendidikan akhlak dalam

    pembentukan kepribadian muslim berfungsi sebagai pengisi nilai-nilai

    keislaman. Pemberian nilai-nilai keislaman dalam upaya membentuk

    38 Muhammad 'Athiyah al-Abrasyi, "At-Tarbiyyah al-Islamiyyah", Terj. Abdullah Zakiy

    al-Kaaf, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2003), cet. ke-1, hlm. 122

    39 Imam Ahmad Ibn Hanbal, Musnad, Jilid II, (Beirut : Darul Kutub al-Ilmiyah, t.th), hlm. 504

  • 24

    kepribadian muslim seperti dikemukakan al Darraz, pada dasarnya

    merupakan cara untuk memberi tuntunan dalam mengarahkan

    perubahan dan sikap manusia umumnya ke sikap-sikap yang

    dikehendaki oleh Islam. Muhammad Darraz menilai materi akhlak

    merupakan bagian dari nilai-nilai yang harus dipelajari dan

    dilaksanakan, hingga terbentuk kecenderungan sikap yang menjadi ciri

    kepribadian muslim. Usaha dimaksud menurut Darraz dapat dilakukan

    melalui cara memberikan materi pendidikan akhlak berupa :40

    1. Penyucian jiwa

    2. Kejujuran dan benar

    3. Menguasai hawa nafsu

    4. Sifat lemah lembut dan rendah hari

    5. Berhati-hati dalam mengambil keputusan

    6. Menjauhi buruk sangka

    7. Mantap dan sabar

    8. Menjadi Teladan yang baik

    9. Beramal saleh dan berlomba-lomba berbuat baik

    10. Menjaga diri (iffah)

    11. Ikhlas

    12. Hidup sederhana

    13. Pintar mendengar dan kemudian mengikutinya (yang baik)

    Ajaran-ajaran Islam tentu harus ditanamkan dan diajarkan kepada

    setiap individu muslim agar mereka mempunyai kepribadian, tingkah

    laku dan budi pekerti seorang muslim dan dapat membekas dalam diri

    pribadi muslim.

    Wasoal Dja'far menerangkan sifat seorang muslim adalah sebagai

    berikut :41

    2. Sidiq, lurus didalam perkataan dan perbuatan

    3. Amanah, jujur, dapat dipercaya tentang apa saja

    40 Jalaluddin, op.cit., hlm. 179 41 Wasoal Dja'far, "Ad-Dien", dalam Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta :

    Bumi Aksara, 1995), hlm. 202

  • 25

    4. Sabar, takkan menanggung barang atau perkataan yang

    menyusahkan, tahan uji

    5. Ittihad, bersatu didalam mengerjakan kebaikan dan keperluan.

    6. Ihsan, berbuat baik kepada orang tuanya, kepada keluarganya dan

    kepada siapapun

    7. Ri'ayatul Jiwar, menjaga kehormatan tetangga-tetangga

    8. Wafa' bil ahdi, memenuhi dan menepati kesanggupan atau

    perjanjian

    9. Tasau bil haq, pesan memesan, menepati dan memegang barang

    haq kebenaran

    10. Ta'awun, tolong menolong atas segala kebaikan

    11. Athi' alad-dla'if, sayang hati kepada orang-orang yang lemah dan

    papa

    12. Muwasafil Faqier, menghiburkan hati orang fakir dan miskin

    13. Rifqi, berhati belas kasihan kepada hewan sekalipun

    Makin lengkap sifat-sifat di atas menghiasi dirinya, yang berarti

    makin banyak ajaran-ajaran Islam dijalankan, berarti makin sempurna

    pribadi muslimnya. Pribadi yang demikian, adalah pribadi yang

    menggambarkan terwujudnya keseluruhan esensi manusia secara

    kodrati yaitu sebagai makhluk individual, makhluk sosial, makhluk

    moralitas dan makhluk Tuhan.42

    d. Proses pembentukan kepribadian

    Pembentukan kepribadian itu, berlangsung secara berangsur-

    angsur, bukanlah hal yang sekali jadi, melainkan sesuatu yang

    berkembang. Proses pembentukan kepribadian terdiri atas 3 taraf

    yaitu : 43

    1. Pembiasaan

    Pembagian ini sesuai pula dengan salah satu dasar-dasar

    perkembangan manusia, bahwa pembinaan yang lebih dahulu

    42 Ibid., hlm. 203 43 Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 76-81

  • 26

    banyak memerlukan tenaga-tenaga kepribadian yang lebih

    "rendah" (jasmaniah) akan lebih mudah dan lebih dahulu dapat

    mulai dilaksanakan daripada tenaga yang lebih tinggi (rohaniah).

    Tujuannya terutama membentuk aspek kejasmanian dari

    kepribadian atau memberi kecakapan berbuat dan mengucapkan

    sesuatu (pengetahuan hafalan). Contohnya melakukan shalat,

    dengan jalan mengontrol gerakan-gerakan anak-anak44

    2. Pembentukan, pengertian, minat dan sikap

    Kalau pada taraf pertama baru merupakan pembentukan

    kebiasaan-kebiasaan (drill) dengan tujuan agar cara-cara yang

    dilakukannya tepat, maka pada taraf kedua ini diberi pengetahuan

    dan pengertian tentang amalan-amalan yang dikerjakan dan

    diucapkan. Dalam taraf ini perlu ditanamkan dasar-dasar

    kesusilaan yang rapat hubungannya dengan kepercayaan.

    3. Pembentukan kepribadian yang luhur

    Pembentukan ini menanamkan kepercayaan yang terdiri atas :

    a. Iman kepada Allah SWT

    b. Iman kepada malaikat-malaikat-Nya

    c. Iman kepada kitab-kitab-Nya

    d. Iman kepada rasul-rasul-Nya

    e. Iman kepada qadha dan qadar

    f. Iman kepada hari berkesudahan / akhir

    Hasilnya ialah adanya kesadaran dan pengertian yang mendalam.

    Segala apa yang dipikirkannya, dipilihnya dan diputuskannya,

    serta dilakukannya adalah berdasarkan keinsyafannya sendiri

    dengan penuh rasa tanggung jawab. Pembentukan taraf ini

    sebagian besar disebut pembentukan sendiri (pendidikan sendiri).

    Ketiga jenis taraf usaha pembentukan kepribadian terutama tertuju

    kepada usaha-usaha mempersubur berkembangnya tenaga-tenaga

    44 Pada anak-anak terdapat sifat ingin selalu bergerak. Dalam shalat, gerakan-gerakan ini

    diatur sesuai dengan kebutuhan dan syarat-syarat gerakan shalat.

  • 27

    kepribadian yang sifatnya positif membantu usaha pembentukan

    kepribadian muslim.

    e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian

    Kepribadian seseorang secara garis besar dipengaruhi oleh 2 faktor

    yaitu :45

    1. Faktor Intern (pembawaan)

    Yaitu segala sesuatu yang dibawa anak sejak lahir yakni fitrah yaitu suci dan merupakan bakat bawaan yang merupakan ciri khas masing-masing individu. Selain itu individu (orang per orang) setiap muslim memiliki latar belakang pembawaan yang berbeda.46 Namun perbedaan itu terbatas pada seluruh potensi yang mereka miliki berdasarkan faktor bawaan masing-masing, meliputi aspek jasmani dan rohani. Aspek jasmani seperti bentuk fisik, warna kulit dan lain-lain. Aspek rohani seperti sikap mental, bakat, tingkah kecerdasan maupun sikap emosional.47

    2. Faktor ekstern (lingkungan)

    Adalah segala sesuatu yang ada di luar pribadi manusia dan dapat

    mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Meliputi :

    a. Keluarga

    Bagi anak keluarga merupakan tempat pertama menerima pendidikan dan pengarahan dari orang tua. Di dalam keluarga inilah dasar-dasar kepribadian anak di berikan orang tua menjadi faktor penting menanamkan dasar-dasar kepribadian muslim yang kuat menentukan corak dan gambaran kepribadian muslim seseorang setelah dewasa. Disinilah letak tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanah Allah yang diberikan kepada kedua orang tuanya yang kelak akan di minta pertanggung jawaban atas pendidikan anak-anaknya.48 Para ahli sependapat betapa pentingnya pendidikan dalam keluarga, bahwa apa-apa yang terjadi dalam pendidikan itu membawa pengaruh terhadap kehidupan si terdidik (anak),

    45 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung :

    Sinar Baru Algensindo, 2001), cet. Ke 4, hlm. 84 46 Jalaluddin, op.cit., hlm. 175 47 Ibid., hlm. 177 48 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), cet. Ke-2,

    hlm. 179

  • 28

    demikian pula terhadap pendidikan yang akan dialaminya di sekolah dan di masyarakat.49 Pada umumnya hubungan antar anggota keluarga menimbulkan kasih sayang. Namun kasih sayang yang keterlaluan dapat menimbulkan sifat manja keterlaluan, dapat menghambat pola perkembangan kepribadian si anak.50

    b. Sekolah

    Sekolah merupakan lembaga pendidikan ke dua setelah

    keluarga, di sekolah anak akan dididik dan dibimbing oleh

    para guru.

    Tugas guru selain memberikan ilmu pengetahuan,

    keterampilan, tetapi juga harus mendidik anak beragama

    sesuai dengan ajaran agama Islam agar peserta didik dapat

    berkepribadian muslim.

    Pendidikan budi pekerti dan keagamaan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah haruslah merupakan kelanjutan, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga.51 Sekolah harus dapat membantu keluarga dalam usaha pembentukan kepribadian, budi pekerti dan keagamaan. Kalau diperhatikan, betapa lama sekolah-sekolah memegang peranan dalam pembentukan kepribadian seseorang, mulai dari taman kanak-kanak sampai sekolah tinggi (bagi mereka yang berkesempatan), maka dapatlah disimpulkan bahwa sebagian besar pembentukan kecerdasan (pengertian), sikap dan minat sebagai bagian dari pembentukan kepribadian dilaksanakan di sekolah.52

    c. Masyarakat

    Pendidikan dalam masyarakat ini boleh dikatakan pendidikan

    secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan dengan

    tidak sadar oleh masyarakat. Dan peserta didik sendiri secara

    sadar atau tidak mendidik dirinya sendiri, mempertebal

    49 Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 58-59 50 Ibid., hlm. 59 51 Ibid., hlm. 179 52 Ahmad D. Marimba, op.cit. hlm. 63

  • 29

    keimanan serta keyakinan sendiri akan nilai-nilai kesusilaan

    dan keagamaan didalam masyarakat.53 Masyarakat sangat

    berpengaruh dalam kepribadian anak, karena bagaimana dia

    bergaul dan dengan siapa dia berteman akan mempengaruhi

    perilakunya.

    Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian (pengetahuan) sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Kalau kita berpegang teguh pada batas kita semula bahwa pendidikan ialah bimbingan secara sadar, maka sebagian dari pengalaman yang diperoleh dalam masyarakat tidak dapat dimasukkan kategori pendidikan. Ini hanya dapat dimasukkan dalam kategori pergaulan.54

    3. Pengaruh keteladanan guru terhadap kepribadian muslim

    Dalam pendidikan formal, gurulah yang seharusnya membimbing

    dan mengarahkannya, selain mengajar tingkah laku, cara berbuat dan

    berbicara akan ditiru oleh peserta didik. Dengan teladan ini timbullah

    gejala identifikasi positif yaitu penyamaan diri dengan orang yang akan

    ditiru. Identifikasi positif itu penting sekali dalam pembentukan

    kepribadian.55

    Seperti dikatakan di atas, nilai-nilai yang dikenal peserta didik masih

    melekat pada orang-orang yang disenanginya dan dikaguminya, jadi pada

    orang-orang dimana ia beridentifikasi.

    Inilah salah satu proses yang ditempuh anak-anak dalam mengenal nilai. Sesuatu itu disebutkan baik karena dilakukan juga oleh ayah, ibu atau guru. Lambat laun nilai-nilai yang dimilikinya sendiri, tanpa membayangkan lagi orang-orang tempat nilai mula-mula "diambilnya" (transfer). Akhirnya peserta didik memilikinya sendiri, sehingga ia melakukan shalat (misalnya), karena keinsyafan sendiri bukan karena demikian diperbuat oleh orang tuanya. Dengan demikian maka motif-motif (alasan-alasan) peserta didik berbuat kebajikan bukan lagi karena

    53 Zuhairini, dkk, op.cit, hlm. 180 54 Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 63-64 55 Ahmad D. Marimba, op.cit., hlm. 85

  • 30

    ingin berbuat seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang disenanginya melainkan karena ia memahami nilai perbuatan itu.56

    Secara tidak langsung hal tersebut dapat dimengerti bahwa para

    pendidik mempunyai pengaruh yang besar terhadap anak didiknya dalam

    menjalankan tugasnya sebagai pendidik.57

    Peserta didik memiliki tugas menerima konsep pendidikan, agar

    dirinya terbentuk insan muslim. Yang kenal dan tahu akan Tuhan dan

    agamanya memiliki akhlak al-Quran, bersifat, bersikap dan bertindak

    sesuai dengan kaidah al-Quran.58

    Oleh sebab itu, keteladanan dan tingkah laku yang mulia dari

    seorang guru adalah faktor penentu sangat kuat pengaruhnya dalam

    memperbaiki dan membantu ahklak seseorang. Tingkah laku seorang

    guru, harus merupakan realisasi dari apa yang di ucapkan dan apa yang di

    anjurkan untuk dilakukan.59 Sebagaimana firman Allah SWT :

    "Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?" (Q.S. al-Baqarah (2) :44)60

    Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menjadi

    suri teladan bagi seluruh manusia dan seluruh generasi. Suri teladan buat

    semua orang adalah kepribadian Rasul yang didalamnya terdapat segala

    norma, nilai dan ajaran Islam.

    B. Kajian Penelitian yang Relevan

    Untuk menghindari terjadinya pengulangan hasil penelitian yang

    membahas permasalahan yang sama dari seseorang dalam bentuk buku, kitab

    56 Ibid., hlm. 85. 57 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), cet. II, hlm 170. 58 Kamal Muhammad Isa, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Fihakati Aneska,

    1994), hlm. 79. 59 Ibid., hlm. 66 60 Departemen Agama RI, op.cit., hlm 16

  • 31

    ataupun skripsi, maka penulisan akan memaparkan beberapa buku atau skripsi

    yang sudah ada sebagai bandingan dalam mengupas permasalahan tersebut

    sehingga di harapkan akan muncul penemuan baru. Beberapa buku atau

    skripsi diantaranya sebagai berikut :

    Pertama : Skripsi dengan judul "Studi Komparatif Tentang Kepribadian

    Muslim pada Anak dari Keluarga yang Sakinah dan Keluarga yang tidak

    Sakinah di kelas II dan III MTs Miftahul Huda Pulo Kulon Grobogan", ditulis

    olah Imam Taufiq Hidayah NIM 3199074 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

    Semarang, pada tahun 2005. Membahas tentang keluarga sakinah, tujuan

    keluarga sakinah, ciri-ciri keluarga sakinah, materi pokok keluarga sakinah,

    dan keluarga tidak sakinah, faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian

    muslim dan ciri-ciri kepribadian muslim.

    Kedua : Skripsi dengan judul "Relevansi Tradisi Keguruan Rasulullah

    dalam Pendidikan Islam Modern", ditulis oleh Yolha Ulfana, NIM 3100202,

    Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, pada tahun 2004. Membahas

    tentang kepribadian Rasulullah sebagai guru (pendidik), Rasulullah sebagai

    pendidik perspektif pendidikan Islam modern dan keteladanan Rasul dalam

    bidang pendidikan.

    Ketiga, Skripsi dengan judul "Pendidikan Tasawuf dan Pembentukan

    Kepribadian Muslim (Analisis Pemikiran Tasawuf Prof. Dr. Hamka)", ditulis

    oleh Suntaryadi, NIM 3198016, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang

    pada tahun 2003. Membahas tentang pemikiran tasawuf Hamka dan

    pembentukan kepribadian muslim, analisis pemikiran Hamka tentang tasawuf

    dalam perspektif pendidikan muslim.

    Dari masing-masing judul di atas ada perbedaan dalam segi pembahasan

    dengan skripsi penulis. Adapun yang menjadi perbedaan antara skripsi penulis

    dengan skripsi di atas tentang bentuk-bentuk keteladanan, syarat dan sifat

    guru sebagai teladan, bentuk-bentuk keteladanan Rasulullah dan urgensi

    keteladanan guru dalam pendidikan. Sedang kepribadian muslim peserta didik

    yang dibahas adalah aspek-aspek kepribadian, ciri-ciri kepribadian, dan proses

    pembentukan kepribadian.

  • 32

    C. Pengajuan Hipotesis

    Istilah Hipotesis sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo

    yang artinya dibawah dan These yaitu kebenaran.61 Hipotesis dapat

    diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

    permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.62

    Secara teknik hipotesis adalah pernyataan mengenai keadaan populasi

    yang akan diuji kebenarannya melalui data yang diperoleh dari sampel

    penelitian, secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan keadaan parameter

    yang akan di uji melalui statistik sampel.63 Jadi hipotesis adalah jawaban

    sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling

    mungkin atau paling tinggi kebenarannya.

    Adapun hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah ada

    pengaruh positif keteladanan guru terhadap kepribadian muslim peserta didik

    di MTs N Planjan Kesugihan Kabupaten Cilacap

    61 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta :

    PT Rineka Cipta, 2002), hlm. 64 62 Ibid., hlm. 67 63 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000),

    hlm. 68.