kesesuaian ekologi mangrove untuk...
TRANSCRIPT
1
KESESUAIAN EKOLOGI MANGROVE UNTUK PENGEMBANGAN
KAWASAN EKOWISATA DI SUNGAI NYIRIH
KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA
PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Thaibatul Mutrika
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Febrianti Lestari
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Fitria Ulfah
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian ekologi mangrove dan mengetahui
potensi sosial masyarakat untuk pengembangan kawasan ekowisata mangrove di Sungai Nyirih.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2016 sampai dengan Januari 2017. Dalam penentuan
stasiun penelitian digunakan metode purposive sampling sehingga dapat mewakili populasi.
Tingkat kesesuaian ekologi mangrove di tiap stasiun sampling di kawasan ekosistem mangrove
Sungai Nyirih termasuk dalam kriteria sangat sesuai (S1) dengan persentase 80-100%. Hasil
wawancara terhadap potensi sosial masyarakat berdasarkan persepsi, sikap dan keterlibatan
masyarakat menunjukkan kawasan ekosistem mangrove Sungai Nyirih sesuai untuk
pengembangan kawasan ekowisata mangrove.
Kata kunci: Kesesuaian Ekologi Mangrove, Potensi Sosial Masyarakat, Pengembangan
Ekowisata Mangrove, Sungai Nyirih
2
CONFORMITY ECOLOGY MANGROVE TO REGIONAL
DEVELOPMENT ECOTOURISM IN A SUNGAI NYIRIH
KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA
THE PROVINCE RIAU ISLANDS
Thaibatul Mutrika
Student of Aquatic Resource Management, FIKP UMRAH, [email protected]
Febrianti Lestari
Lecture of Aquatic Resource Management, FIKP UMRAH, [email protected]
Fitria Ulfah
Lecture of Aquatic Resource Management, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRACT
Research aims to understand conformity ecology mangrove and examine the potential
community social to regional development ecotourism mangrove in a river nyirih. This study was
conducted in july 2016 to january 2017. In the determination of research station used method of
purposive sampling so that it can be represent population. The level of ecology mangrove in every
station sampling in the region ecosystem mangrove river nyirih including on the criteria very
appropriate (an undergraduate degree) with the 80-100%. The results of the interviews about the
potential of community social perceived, attitude and the involvement of people show area
mangrove ecosystem river nyirih appropriate for regional development ecotourism mangrove.
Password: Conformity Ecology Mangrove, Potential Community Social, Mangrove Ecotourism
Development, Sungai Nyirih
3
I. PENDAHULUAN
Sungai Nyirih merupakan kawasan
pesisir yang terletak di Provinsi Kepulauan
Riau tepatnya di kota Tanjungpinang. Secara
administratif, Sungai Nyirih termasuk
bagian dari Kelurahan Kampung Bugis,
Kecamatan Tanjungpinang Kota. Pada
kawasan ini mengalir sungai dengan air yang
tergolong payau (Amin, 2013 dalam Amin,
2015). Di sepanjang kawasan sungai Nyirih
ditumbuhi oleh mangrove.
Ekosistem mangrove yang berada
di Sungai Nyirih memiliki luasan sekitar ±32
Ha. Berdasarkan observasi awal terlihat
ekosistem mangrove di Sungai Nyirih
terbilang masih dalam kondisi cukup baik.
Menurut Amin (2013) dalam Amin (2015),
vegetasi mangrove yang banyak ditemukan
adalah jenis dari family Rhizophoraceae.
Keberadaan ekosistem mangrove di
Sungai Nyirih yang cukup luas dapat
dijadikan sebagai tujuan objek wisata
mangrove. Selain sebagai fungsi ekologi,
keberadaan mangrove juga mampu
menunjang kehidupan masyarakat sekitar
dalam segi perekonomiannya. Hal ini
berkenaan dengan wacana atau isu
pemerintah untuk menjadikan Sungai Nyirih
sebagai kawasan ekowisata. Kegiatan
ekowisata mangrove dapat menjadi salah
satu alternatif untuk melibatkan masyarakat
dalam melestarikan lingkungan pesisir.
Untuk mengetahui sesuai atau
tidaknya ekosistem mangrove Sungai Nyirih
yang akan dijadikan kawasan ekowisata,
maka perlu dilakukan pengkajian mengenai
kesesuaian ekologi mangrove untuk
pengembangan kawasan ekowisata. Hal ini
juga berkaitan dengan tidak tersedianya
referensi mengenai kesesuaian mangrove
yang sangat dibutuhkan untuk
pengembangan ekowisata mangrove di
daerah tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kesesuaian ekologi
mangrove untuk pengembangan
kawasan ekowisata di Sungai
Nyirih.
2. Mengetahui potensi sosial
masyarakat untuk pengembangan
kawasan ekowisata mangrove di
Sungai Nyirih.
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat yaitu :
1. Memberikan informasi mengenai
adanya kawasan mangrove yang
dapat dijadikan sebagai kawasan
ekowisata sekaligus sebagai bahan
pertimbangan bagi pemerintah
dalam pengambilan keputusan
sebagai upaya mempromisikan
pengembangan daerah.
2. Memberikan pemahaman kepada
masyarakat setempat mengenai
dampak positif apabila ada kegiatan
pengembangan kawasan ekowisata
mangrove baik di segi lingkungan,
sosial, dan ekonominya yang dapat
memberikan pendapatan alternatif
untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan
ekosistem utama dalam mendukung
kehidupan di wilayah pesisir karena
memiliki produktifitas dan kompleksitas dari
ekologi lingkungan yang khas, sehingga
menjadikan ekosistem mangrove memiliki
fungsi yang sangat kompleks dari segi fisik,
ekologi, ekonomi dan sosial budaya
(Gufron, 2012 dalam Azkia, 2013).
Ekowisata
Definisi ekowisata pertama kali
diperkenalkan oleh organisasi The
Ecotourism Society pada tahun 1990 sebagai
suatu bentuk perjalan wisata ke area alami
yang dilakukan dengan tujuan
mengkonservasi lingkungan dan
melestarikan kehidupan dan kesejahteraan
penduduk setempat. Semula ekowisata
dilakukan oleh wisatawan pencinta alam
yang menginginkan di daerah tujuan wisata
tetap utuh dan lestari. disamping budaya dan
kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga
(Yulianda, 2007 dalam Djunaedi, 2011).
Namun dalam perkembangannya, bentuk
ekowisata ini terus berkembang karena
banyak digemari oleh wisatawan.
Wisatawan ingin berkunjung ke area alami,
yang dapat menciptakan kegiatan bisnis.
Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai
bentuk dari perjalanan bertanggung jawab ke
area alami dan berpetualang yang dapat
menciptakan industri pariwisata.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juli 2016 sampai dengan Februari
2017. Lokasi penelitian dilakukan di
kawasan mangrove Sungai Nyirih
Kecamatan Tanjungpinang Kota, Provinsi
Kepulauan Riau (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi Penelitian Sungai Nyirih
Alat dan bahan yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel
1 dan 2.
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam
Penelitian
No Alat Kegunaan
1
GPS (Global
Positioning
System)
Mengetahui posisi
stasiun penelitian
atau transek
2 Sampan
Alat transportasi
menuju lokasi
penelitian
3 Tali Rafia Membuat garis
transek dan plot
4
Tali Berskala
yang diberi
Pemberat
Mengukur
kedalaman pasang
surut
5 Roll Meter Mengukur jarak
antar transek
6 Kamera Dokumentasi
7 Alat Tulis Mencatat data
penelitian
8
Buku
identifikasi
mangrove
Panduan
mengindentifikasi
jenis mangrove
9 Parang Memotong kayu
untuk transek
5
10 Kantong
Plastik Wadah sampel
11 Kertas Label Memberi tanda
sampel
12 Lembaran
Kuisioner
Bahan wawancara
masyarakat
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam
Penelitian
No Bahan Kegunaan
1 Mangrove Sebagai sampel
penelitian
2 Biota Asosiasi Sebagai sampel
penelitian
3 Masyarakat Sebagai objek
(tujuan kuesioner)
Stasiun penelitian ditentukan
berdasarkan observasi awal sebelum
penelitian dilakukan. Stasiun penelitian
ditentukan dengan menggunakan metode
purposive sampling, yaitu penentuan lokasi
berdasarkan atas adanya tujuan tertentu dan
sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri
sehingga dapat mewakili populasi (Arikunto,
2006 dalam Rozalina, 2014). Dalam hal ini
tujuan peneliti untuk melihat kesesuaian
ekologi mangrove untuk pengembangan
kawasan ekowisata Sungai Nyirih. Guna
membandingkan kesesuaian kawasan
ditetapkan tiga stasiun pengamatan dengan
rincian sebagai berikut :
1. Stasiun I terletak di kawasan daerah
hulu Sungai Nyirih, dengan titik
koordinat x 104, 474923o dan y 0,
97500o. Daerah yang letaknya jauh
dari permukiman masyarakat dan
terdapat aktivitas penangkapan.
2. Stasiun II terletak di pertengahan
Sungai Nyirih, dengan titik
koordinat x 104, 488246o dan y 0,
981269o. Daerah yang letaknya
berdekatan dengan permukiman
masyarakat.
3. Stasiun III terletak di kawasan
daerah hilir Sungai Nyirih, dengan
titik koordinat x 104, 498506o dan y
0, 978496o.
Pengamatan vegetasi di kawasan
hutan mangrove dilakukan dengan cara
mengambil contoh-contoh bagian tumbuhan,
seperti ranting, daun, dan buahnya kemudian
mencatat nama daerah, ciri-ciri, tempat
tumbuhnya yang kemudian diidentifikasi
dengan melihat buku petunjuk yang ada,
serta menghitung kerapatannya. Dasar
penentuan jenis mangrove beracuan pada
buku Panduan Pengenalan Mangrove
Indonesia (Noor, 2006).
Berdasarkan Kepmeneg LH No.
201 tahun 2004 tentang kriteria baku dan
pedoman penentuan kerusakan mangrove,
metode yang digunakan untuk mengetahui
kondisi mangrove adalah dengan
menggunakan Metode Transek Garis dan
Petak Contoh (Line Transect Plot).
Pengumpulan data biota mangrove
dilakukan dengan cara pengamatan secara
langsung di lapangan, dengan cara
mengambil contoh biota yang ada di
ekosistem mangrove seperti kepiting, ikan
kemudian mencatat kemudian mencatat
nama daerah, ciri-ciri jenis biota tersebut,
dan melakukan wawancara kepada nelayan
yang beraktivitas melakukan penangkapan
ikan di kawasan mangrove tersebut.
Pengumpulan data sosial
masyarakat ditujukan bagi masyarakat
Sungai Nyirih dari kategori kepala keluarga,
6
pelaku usaha, dan kelompok usaha bersama
di Sungai Nyirih yang bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat persepsi,
sikap, dan keterlibatan masyarakat.
Tabel 3. Pengumpulan Data Responden
Sumbe
r
Respon
den
Jumlah
Respon
den
Metod
e
Sampl
ing
Alasan
Masyar
akat
Sungai
Nyirih
dari
kategori
kepala
keluarg
a
30
responde
n
Rando
m
sampli
ng
Berkaitan
dengan
kesempata
n yang
sama
dalam
masyaraka
t.
Pengusa
ha
1. Pelak
u
usaha
(hom
e
indust
ry)
peror
angan
,
terdiri
dari 1
orang
.
Purpo
sive
sampli
ng
Berdasark
an
observasi
awal pada
lokasi
penelitian,
menunjuk
kan bahwa
jumlah
pengusaha
tidak
terlalu
banyak
sehingga
memungki
nkan
untuk
diambil
dari
keseluruha
n total
pengusaha
yang ada
di Sungai
Nyirih
2. Kelo
mpok
usaha
bersa
ma,
terdiri
dari 1
kelo
mpok
usaha
Sumber: Data primer (2016)
Total responden yang diambil
dengan kuesioner sebanyak 30 responden
dianggap cukup memenuhi minimal 30
responden (Gay dan Diehl, 1996 dalam
Setiawan, 2013). Menurut Burn (1993)
dalam Mirawati (2013), jumlah responden
sebanyak 30 orang merupakan dasar
penentuan jumlah sampel bagi peneliti
pemula agar mudah dianalisis, selain itu
pengumpulan sebanyak 30 responden juga
dikarenakan waktu yang terbatas dan data
yang diambil hanya sebagai data pendukung.
Perhitungan kerapatan mangrove
yang dihitung hanya jenis pohon (mangrove
sejati) yang berdiameter 10 cm atau lebih,
dengan ukuran petak atau sub-petak yang
digunakan untuk pohon adalah 10 x 10 m.
Data yang akan diambil terdiri dari 34 plot.
Rumus yang digunakan untuk menghitung
kerapatan mangrove sebagai berikut :
Di = ni
A
Keterangan :
Di = Kerapatan jenis i (pohon/ha)
ni = Jumlah total tegakan dari jenis
i (pohon)
A = Luas area total pengambilan
contoh (ha)
Pengukuran lebar sungai
menggunakan software yaitu google earth.
Sampling lebar sungai yang akan dihitung
dipilih secara acak dari hulu ke hilir.
Pengolahan data untuk lebar sungai yaitu
dengan menghitung nilai rata-rata dari
sampling lebar sungai sebagai berikut :
Lebar sungai =
Nilai persentase responden didapat
menggunakan rumus (Tuwo, 2011), sebagai
berikut.
TPM = n/N x 100
7
Keterangan : TPM = Tingkat Persepsi Masyarakat (%)
n = Jumlah responden Persepsi ke-I
(orang)
N = Jumlah Total Responden (orang)
Kesesuaian ekowisata ekosistem
mangrove untuk pengembangan dalam
kegiatan ekowisata memerlukan analisis
suatu kelayakan, oleh karena itu dalam
penelitian ini mempertimbangkan 11
parameter dengan 4 kategori penilaian yaitu
Kategori S1 (sangat sesuai), kategori S2
(sesuai), kategori S3 cukup sesuai dan
kategori SN (tidak sesuai).
Rumus yang digunakan untuk
kesesuaian wisata pantai dan wisata bahari
adalah :
IKW = Σ (Ni/Nmaks) x 100 %
Keterangan:
IKW = Indeks kesesuaian ekosistem untuk
wisata mangrove
Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)
Nmaks = Nilai maksimum dari kategori wisata
mangrove
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Sungai Nyirih terletak di Kelurahan
Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang
Kota, Provinsi Kepulauan Riau. Jarak dari
pusat pemerintah Kecamatan sekitar 15 km.
Sungai Nyirih memiliki batas wilayah
administrasi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Batas Administrasi Sungai Nyirih
No Letak Desa/Kelurahan
1 Sebelah
Utara
Berbatasan dengan Desa
Tembeling
2 Sebelah Berbatasan dengan
Selatan Kelurahan
Tanjungpinang Kota
3 Sebelah
Barat
Berbatasan dengan
Kelurahan Senggarang
4 Sebelah
Timur
Berbatasan dengan
Kelurahan Air Raja
Sumber: Arsip Sungai Nyirih (2016)
Potensi Biologi Kesesuaian Ekosistem
Mangrove
Ketebalan Mangrove
Gambar 2. Ketebalan Mangrove Sungai
Nyirih
(Sumber: Data Primer (2016))
Kerapatan Mangrove
Gambar 3. Kerapatan Mangrove Sungai
Nyirih
(Sumber: Data Primer (2016))
Jenis Mangrove
Tabel 6. Jenis – jenis Mangrove yang
ditemukan di Sungai Nyirih
N
o Nama Lokal Spesies
Stasiun
1 2 3
1 Teruntun Aegiceras
corniculatum - - +
2 Mange- Aegiceras + + +
8
kasihan floridum
3 Burus Bruguiera
cylindrical + - +
4 Pertut Bruguiera
gymnorrhiza + + +
5 Tengar Ceriops tagal - - +
6 Teruntum
merah
Lumnitzera
littorea + + +
7 Bakau minyak Rhizophora
apiculata + + +
8 Bakau hitam Rhizophora
mucronata + + +
9 Bakau Rhizophora
stylosa + + +
10 Duduk
Scyphiphora
hydrophyllace
ae
+ - +
11 Nyireh Xylocarpus
granatum + + +
12 Nyirih Xylocarpus
moluccensis + + +
Keterangan: (+) ditemukan, (-) tidak ditemukan
Sumber: Data Primer (2016)
Objek Biota
Tabel 7. Jenis Biota yang ditemukan di
Ekosistem Mangrove Sungai Nyirih
Kelom
pok
Fauna
Objek
Biota Jenis Biota
Daratan
/terresti
al
Burung
Elang (Haliaeetus
sp.)
Bangau
(Ciconiidae sp.)
Punai (Treron sp.)
Wallet (Collocalia
sp.)
Reptil
Biawak (Varanus
salvator)
Buaya
(Crocodylus sp.)
Ular bakau
(Chrysopelea sp.)
Mamalia
Monyet (Macaca
fascicularis)
Tupai (Tupaia
javanica)
Peraira
n/akuat
ik
Ikan
Mata kucing
(Psammoperca
waigiensis)
Pinang-pinang
(Upeneus
sulphureus)
Crustacea
Kepiting bakau
(Scylla serrata)
Udang galah
(Macrobrachium
rosenbergii)
Moluska
Siput isap/nenek
(Cerithidea
quadrata)
Siput betina
(Nerita undata)
Sumber: Data Primer (2016)
Potensi Fisik Kesesuaian Ekosistem
Mangrove
Kedalaman Sungai
Tabel 8. Kedalaman Sungai Nyirih
Stasiun Kedalaman (m)
I 4,2
II 4,5
III 3,6
Sumber: Data Primer (2016)
Pasang Surut
Gambar 4. Grafik Pasang Surut
(Sumber: DISHIDROS (2015))
Lebar Sungai
Tabel 9. Lebar Sungai Nyirih
Stasiun Lebar Sungai (m)
I 219
II 85
III 468
Sumber: Data Primer (2016)
Panjang Sungai
Panjang sungai diukur untuk
mengetahui panjang lintasan tour Sungai
9
Nyirih dengan menggunakan tool path pada
google earth. Panjang sungai di perairan
Sungai Nyirih yaitu ±3 km. Panjangnya
sungai di perairan Sungai Nyirih nantinya
dapat dimanfaatkan bagi wisatawan untuk
menikmati telusur sungai dalam kegiatan
kawasan ekowisata mangrove.
Sumber Air Tawar
Tabel 10. Jarak Sumber Air Tawar Sungai
Nyirih
Stasiun Jarak Sumber Air
Tawar (km)
I ± 1 km
II ± 0,24 km
III ± 2 km
Sumber: Data Primer (2016)
Aksesibilitas
Berdasarkan hasil pengamatan,
aksesibilitas untuk menuju Sungai Nyirih
sangatlah mudah. Dua jalur alternatif sudah
disediakan untuk menempuh jalan ke Sungai
Nyirih yaitu jalan darat dan jalan laut. Untuk
jalur darat dapat dilalui dari arah Lintas
Barat ke arah Tanjunguban sedangkan untuk
jalur laut dapat dilalui dari dermaga Desa
Madung.
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di
Sungai Nyirih terbilang masih kondisi cukup
memadai. Tersedianya fasilitas yang
dibutuhkan masyarakat, seperti: fasilitas
kebersihan dan kesehatan meliputi tong
sampah umum, WC umum, kamar mandi
umum, sumur umum), serta fasilitas
pendukung seperti: taman bermain anak-
anak, pondok bersalin, dan rumah ibadah
(masjid).
Potensi Sosial Masyarakat
Persepsi, Sikap, dan Keterlibatan
Masyarakat
Gambar 5. Persepsi masyarakat tentang
mangrove
10
Gambar 6. Persepsi masyarakat tentang
ekowisata
Gambar 7. Persepsi masyarakat tentang
biota asosiasi mangrove
Gambar 8. Sikap responden tentang
ekowisata
Persepsi Pelaku Usaha dan Kelompok
Usaha
Wawancara dilakukan pada satu
pelaku usaha yang menjalani usaha pabrik
tahu dan pada satu kelompok usaha bersama
(KUBE) perikanan yaitu budidaya.
Berdasarkan hasil wawancara, dimana untuk
pelaku usaha yang menjalani usaha pabrik
tahu mengatakan usaha pabrik tahu sudah
11
berjalan >5 tahun dengan melibatkan
masyarakat Sungai Nyirih. Dalam usaha
tahu ini tidak ada campur tangan
pemerintah, yang artinya usaha berdiri dari
modal pribadi tanpa ada campur tangan
pihak lain. Sedangkan untuk kelompok
usaha bersama perikanan yaitu budidaya,
mengatakan usaha yang dijalani sekitar
kurang lebih 5 tahun berjalan. Masyarakat
sungai nyirih pun ikut terlibat dalam KUBE
ini, sekitar 5 orang. Adanya campur tangan
dari pihak pemerintah membuat usaha ini
terus berkembnag pesat, dimana mereka
mendapatkan bibit ikan untuk budidaya ikan
yang mereka jalani.
Mengenai adanya rencana akan
dikembangkannya Sungai Nyirih menjadi
kawasan ekowisata, baik dari pelaku usaha
dan KUBE di Sungai Nyirih ini sangat
setuju. Alasannya usaha mereka dapat ikut
berpartisipasi dalam kuliner yang akan
dijajakan dan mereka sudah lama
mengetahui isu tentang pemerintah yang
akan menjadikan kawasan mangrove Sungai
Nyirih sebagai kawasan ekowisata, dan
mereka sangat diuntungkan dengan
pengembangan itu. Selain itu juga, dari
KUBE sendiri selain hasil pembibitan yang
akan menambah pasokan kuliner, juga
mengatakan keberadaan keramba budidaya
yang ada di perairan Sungai Nyirih juga
dapat dijadikan daya tarik
wisatawan/pengunjung untuk melihatnya.
Bagi pelaku usaha pabrik tahu mereka setuju
terhadap rencana pemerintah mengenai
pengembangan kawasan ekowisata di Sungai
Nyirih, hanya saja mereka membutuhkan
respon baik dari pemerintah, dimana mereka
membutuhkan sosialisasi mengenai tata cara
pengelolaan limbah tahu agar tidak
mencemari lingkungan, karena selama ini
pembuangan limbah hanya sebatas
pembuangan disekitar pabrik saja. Dalam hal
ini masyarakat juga mengatakan, limbah
yang dihasilkan dari tahu sangat
mengganggu aktivitas masyarakat setempat
dikarenakan menimbulkan bau yang tidak
sedap disebabkan tidak adanya penanganan
yang tepat terhadap limbah tahu tersebut.
Kesesuaian Ekowisata Mangrove
Dalam suatu pengembangan
ekowisata diperlukan analisis kesesuaian
terhadap semua kriteria yang berkaitan
dengan ekologi mangrove yang mencakup
potensi biologi (seperti: ketebalan
mangrove, kerapatan mangrove, jenis
mangrove, objek biota), serta potensi
fisiknya (seperti: kedalaman sungai, pasang
surut, aksesibilitas, sumber air tawar, lebar
sungai, panjang sungai, sarana dan
prasarana). Menurut Yulianda (2007) dalam
Rozalina (2014), penentuan kesesuaian
berdasarkan perkalian skor dan bobot yang
diperoleh dari setiap parameter. Kesesuaian
kawasan dilihat dari tingkat persentase
kesesuaian yang diperoleh penjumlah nilai
dari seluruh parameter.
Kesesuaian Ekologi Mangrove Stasiun I
Kesesuaian ekologi mangrove
untuk pengembangan kawasan ekowisata
mangrove pada stasiun I sangat sesuai,
dengan nilai diantara 80 – 100%. Dengan
12
demikian, kondisi ekosistem mangrove
Sungai Nyirih pada stasiun I layak untuk
dijadikan kawasan ekowisata mangrove.
Dilihat dari 11 parameter dalam
penentuan kesesuian ekowisata mangrove,
perhitungan yang mendapat nilai tertinggi
adalah dari parameter jenis mangrove
dengan bobot 4. Dimana bobot 4 merupakan
parameter yang penting dalam menentukan
kesesuaian untuk pengembangan kawasan
ekowisata mangrove.
Kesesuaian Ekologi Mangrove Stasiun II
Pada stasiun II termasuk dalam
kriteria sangat sesuai dengan nilai 86%.
Dengan demikian, kondisi ekosistem
mangrove Sungai Nyirih pada stasiun II
layak untuk dijadikan kawasan ekowisata
mangrove. Sama halnya dengan stasiun I,
perhitungan analisis kesesuaian ekowisata
pada stasiun II dari parameter jenis
mangrove juga mendapat nilai tertinggi
dengan bobot 4 dan skor 4.
Kesesuaian Ekologi Mangrove Stasiun III
Pada stasiun III termasuk dalam
kriteria sangat sesuai dengan nilai 83%.
Dengan demikian, kondisi ekosistem
mangrove Sungai Nyirih pada stasiun III
sesuai untuk dijadikan kawasan ekowisata
mangrove. Perkalian antara bobot dengan
skor untuk stasiun III didapatkan nilai
tertinggi pada parameter jenis mangrove.
Dengan demikian, baik pada stasiun
I, stasiun II, maupun III dikategorikan sangat
sesuai dalam mendukung rencana
pengembangan kawasan ekowisata
mangrove. Hal ini berkaitan dengan potensi
sosial masyarakat, baik mengenai persepsi,
sikap, maupun keterlibatan masyarakat
dalam pengembangan kawasan ekowisata
mangrove. Mayoritas masyarakat sungai
Nyirih mengetahui benar tentang mangrove,
fungsi mangrove, biota asosiasi mangrove.
Menyikapi peredaran isu atau wacana
pemerintah mengenai akan menjadikan
Sungai Nyirih sebagai kawasan ekowisata
mangrove, direspon baik oleh masyarakat.
Mereka pun akan ikut terlibat dalam
kegiatan tersebut. Selain itu juga dilihat dari
beberapa potensi fisik, seperi aksesibilitas
maupun sarana dan prasarana, sumber air
tawar, dan sebagainya turut mendukung
pengembangan kawasan ekowisata
mangrove di Sungai. Dilihat dari akses jalan
yang diberikan. Jalur darat yang sudah di
aspal, sehingga masyarakat dapat mengakses
jalan tersebut dengan baik. Akan tetapi,
untuk jalur laut diperlukan perbaikan
dermaga yang saat ini ada namun tidak layak
lagi digunakan serta alat transportasi laut
yang harusnya dimiliki oleh sungai Nyirih
sendiri untuk memperlancar akses jalan laut,
karena untuk saat ini alat transportasi laut
diharapkan dari dermaga Desa Madung, baik
untuk transportasi anak sekolah ataupun
aktifitas masyarakat lainnya. Alat
transportasi laut saat ini hanya dimiliki oleh
beberapa nelayan, seperti sampan/pompong
yang digunakan untuk aktifitas
penangkapan.
Berdasarkan hasil penelitian, dalam
pertimbangan yang dilihat dari luasan
mangrove, lebar sungai, objek biota, jenis
13
mangrove, serta potensi sosial
masyarakatnya, daerah yang sangat sesuai
untuk dijadikan kawasan ekowisata terletak
pada stasiun III. Mangrove pada stasiun III
cukup luas, dengan luasan sekitar ± 24 ha
yang letaknya berdekatan dengan muara
sungai, yang nantinya pemandangan tersebut
dapat dinikmati pengunjung pertama kali
apabila melalui jalur laut dari dermaga
madung. Berbagai aktivitas dapat dilakukan
disana, misalnya pengunjung dapat
menikmati pemandangan mangrove yang
cukup luas dengan jenis mangrove yang
beranekaragam serta atraksi dari biota
asosiasi mangrove, selain itu juga lebarnya
sungai pada stasiun III dapat dimanfaatkan
pengunjung untuk wisata pemacingan, hal
ini didukung potensi sosial masyarakat yang
mengatakan daerah tersebut seringkali
digunakan sebagai daerah penangkapan.
Berdasarkan pengamatan, stasiun III juga
terdapat ekosistem lamun yang masih dalam
kondisi cukup baik dimana biasanya selain
ekosistem mangrove, ekosistem lamun juga
dimanfaatkan oleh biota perairan untuk
berkembang biak, mencari makan, sehingga
memudahkan pengunjung mendapakan biota
perairan seperti ikan, udang, dan sebagainya.
V. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di Sungai Nyirih, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Hasil penilaian kesesuaian ekologi
mangrove di Sungai Nyirih
menunjukkan baik pada stasiun I,
stasiun II, maupun stasiun III
termasuk dalam kriteria sangat
sesuai (S1) untuk pengembangan
kawasan ekowisata mangrove.
2. Hasil wawancara terhadap potensi
sosial masyarakat berdasarkan
persepsi, sikap dan keterlibatan
masyarakat menunjukkan kawasan
ekosistem mangrove Sungai Nyirih
sesuai untuk pengembangan
kawasan ekowisata mangrove.
Saran
Untuk mewujudkan isu atau
wacana pemerintah mengenai
pengembangan kawasan ekowisata di Sungai
Nyirih, maka diperlukan promosi daerah,
infrastruktur terencana, serta penyediaan
aksesibilitas, pembangunan sarana dan
prasarana yang lebih baik dan memadai.
Selain itu juga, diperlukan penelitian
lanjutan mengenai analisis SWOT dan daya
dukung kawasan untuk mendukung
pengembangan kegiatan ekowisata tersebut.
Dan kajian untuk mengetahui jenis
ekowisata yang akan dilakukan di Sungai
Nyirih, dengan rekomendasi berdasarkan
hasil penelitian berkaitan dengan ekowisata
pemancingan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Amin, D. N, 2013, Kondisi Umum Ekosistem
Mangrove Sungai Nyirih Kelurahan
Kampung Bugis Kecamatan
Tanjungpinang Kota Kota
Tanjungpinang, Laporan Praktik
Lapang, Universitas Maritim Raja Ali
Haji, Tanjungpinang.
Amin, D.N, 2015, Hubungan Jenis
Substarat dengan kerapatan Vegetasi
Rhizopora sp. di Hutan Mangrove
Sungai Nyirih Kecamatan
Tanjungpinang Kota Kota
Tanjungpinang, Skripsi, Universitas
Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang.
Azkia, F. A, 2013, Kesesuaian Ekosistem
Mangrove dan Strategi
Pengembangan Ekowisata di Dukuh
Tambaksari Desa Bedono,
Kecamatan Sayung Kabupaten
Demak, Tesis, Program Magister
Ilmu Lingkungan Universitas
Diponegoro, Semarang.
Bahar, A, 2004, Kajian Kesesuaian dan
Daya Dukung Ekosistem Mangrove
untuk Pengembangan Ekowisata di
Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten
Takalar Sulawesi Selatan, Tesis,
Sekolah Pasca Sarjana Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan, IPB, Bogor.
Budiman, E, 2015, Kajian Kesesuaian
kawasan mangrove untuk Ekowisata
Mangrove di Sungai Bintan Buyu
Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten
Bintan Provinsi Kepulauan Riau,
Skripsi, Universitas Maritim Raja Ali
Haji, Tanjungpinang.
, 2015, Data Pasang Surut Selat
Kijang, Dinas Hidrologi dan
Oseanografi (DISHIDROS)
Darmadi et al., 2005, Struktur Komunitas
Vegetasi Mangrove Berdasarkan
Karakteristik Substrat di Muara
Harmin Desa Cangkring Kecamatan
Cantigi Kabupaten Indramayu,
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Unpad
Desriana, 2015, Kajian Potensi Eksosistem
Mangrove untuk Pengembangan
Ekowisata Mangrove di Desa Kuala
Sempang Kecamatan Seri Kuala
LobamKabupaten Bintan, Skripsi,
Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang.
Djunaedi, O. S, 2011, Sumberdaya Perairan,
Potensi, Masalah dan Pengelolaan,
Widya Padjadjaran, Bandung.
Efriyeldi dan Zulkifli, 2015, Kelimpahan
dan Nisbah Kelamin Siput Bakau
(Telescopium telescopium) di
Ekosistem Mangrove Desa Darul
Aman Kecamatan Rupat Kabupaten
Bengkalis, Jurnal Perikanan dan
Kelautan, Universitas Riau
Feronika R, F, 2011, Studi Kesesuaian
Ekosistem Mangrove Sebagai Objek
Ekowisata di Pulau Kapota Taman
Nasiona Wakatobi Sulawesi
Tenggara, Skripsi, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor : 201 Tahun 2004
Tentang Kriteria Baku dan pedoman
Penentuan Kerusakan Mangrove
Kordi, K.M.G.H, 2012, Ekosistem
Mangrove: Potensi, Fungsi, dan
Pengelolan, PT. Rineka Cipta,
Jakarta.
Kustanti, A, 2011, Manajemen Hutan
Mangrove, IPB Press, Bogor.
Mirawati, 2013, Kajian Potensi Mangrove
Sebagai Daerah Ekowisata Di Desa
Sebong Lagoi, Skripsi, Universitas
Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang.
Muhtadi, A et al., 2016, Status ekologis
mangrove Pulau Sembilan,
Kabupaten Langkat Provinsi
15
Sumatera Utara, Universitas
Sumatera Utara.
Noor, Y.R et al., 2006, Panduan
Pengenalan Mangrove Di Indonesia,
Wetlands International Indonesia
Programme, Bogor.
Nybakken, J.W, 1992, Biologi laut: Suatu
pendekatan ekologis, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Nybakken, 1988, Biologi Laut, PT.
Gramedia, Jakarta.
Putra, A.C et al., 2014, Strategi
Pengembangan Ekowisata Melalui
Kajian Ekosistem Mangrove di Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu, Jurnal
Saintek Perikanan, Universitas
Diponegoro.
Rozalina, N, 2014, Kesesuian Kawasan
Untuk Pengembangan Ekowiasata
Mangrove Berdasarkan Biofiik Di
Desa Tembeling Kecamatan Teluk
Bintan Kabupaten Bintan, Skripsi,
Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang.
Setiawan, E, 2013, Dampak Ekonomi
Ekowisata Keberadaan Taman
Wisata Alam Gunung Tangkuban
Perahu Terhadap Industri Pariwisata
dan Masyarakat Sekitarnya,
ICWRMIP – CWMBC, Bandung.
Setiawan, H, 2013, Status Ekologi Hutan
Mangrove Pada Berbagai Tingkat
Ketebalan, Jurnal Penelitian
Kehutanan Wallacea, Balai Penelitian
Kehutanan Makassar.
Situmorang, E.R, 2015, Kajian Potensi
Ekosistem Lamun untuk
Pengembangan Ekowisata Lamun di
Desa Batu Licin Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau, Skripsi, Universitas
Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang.
Tahmid, M et al., 2015. Kualitas Habitat
Kepiting Bakau (Scylla serrate) pada
Ekosistem Mangrove Teluk Bintan,
Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.,
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis, IPB, Bogor.
Tjandra, E dan Ronaldo, Y, 2011, Mengenal
Hutan mangrove, Pakar Media,
Bogor.
Tuwo, A, 2011, Pengelolaan Ekowisata
Pesisir dan Laut, Pendekatan Sosial
Ekologi, Sosial-Ekonomi,
Kelembagaan, dan sarana Wilayah,
Brillian Internasional, Surabaya.
Usman, L et al., 2012, Analisis Vegetasi
Mangrove di Pulau Dudepo
Kecamatan Anggrek Kabupaten
Gorontalo Utara, Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan, Universitas
Negeri Gorontalo.
Wardhani, M.K, 2014, Analisis Kesesuaian
Lahan Konservasi Hutan Mangrove
di Pesisir Selatan Kabupaten
Bangkalan, Jurnal Kelautan,
Universitas Trunojoyo Madura.
Yulianda, F et al., 2010, Pengelolaan Pesisir
dan Laut Secara Terpadu, KOICA,
Bogor.