kesehatan, keluarga berencana, - … · web viewuntuk meningkatkan pelayanan pengobatan, telah...

83
KESEHATAN, KELUARGA BERENCANA, DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL 511120

Upload: hacong

Post on 11-May-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KESEHATAN, KELUARGA BERENCANA,DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

511120

BAB XVKESEHATAN, KELUARGA BERENCANA, DAN

KESEJAHTERAAN SOSIAL

A. KESEHATAN

1. PendahuluanPembangunan kesehatan dalam Repelita II ditujukan

untuk mengusahakan kesempatan yang lebih luas bagi setiap warga negara guna mendapatkan derajat kesehatan yang sebaik-baiknya. Hal ini adalah salah satu perwujudan dari pada usaha untuk mencapai keadilan sosial.

Kecuali itu pemeliharaan kesehatan rakyat juga dilaksa-nakan dalam rangka peningkatan dan pemupukan kemampuan tenaga kerja bagi keperluan pembangunan.

Untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan kesehat-an dalam Repelita II tersebut, dilakukan kegiatan-kegiatan dengan landasan kebijaksanaan umum sebagai berikut:(1) Pengutamaan pelayanan kesehatan kepada penduduk pe-

desaan dan daerah-daerah pusat kegiatan pembangunan;(2) Pelayanan kesehatan terutama diarahkan bagi golongan

tenaga muda dan tenaga produktif;(3) Pelayanan kesehatan yang diutamakan adalah

pengobatan jalan;(4) Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan diutamakan

usaha kesehatan preventif.Dalam rangka kebijaksanaan-kebijaksanaan umum terse-

but di atas, di bidang pembangunan kesehatan dalam Repelita II dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:(1) Pelayanan kesehatan;(2) Pemberantasan penyakit menular;

661

(3) Peningkatan nilai gizi makanan rakyat;(4) Penyuluhan kesehatan;(5) Pengamanan obat-obatan, makanan dan kosmetika, dan

berbagai kegiatan pembangunan kesehatan lainnya,2. Pelaksanaan kegiatan pembangunan

a. Peningkatan pelayanan kesehatanTujuan utama peningkatan pelayanan kesehatan adalah

untuk menyediakan dan memberikan pemeliharaan kesehatan dalam arti luas kepada setiap anggota masyarakat yang mem-butuhkan, secara efisien dan efektip.

Agar usaha peningkatan pelayanan kesehatan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka seluruh sara-na pelayanan kesehatan diusahakan untuk berada dalam suatu sistim jaringan hubungan yang serasi. Dalam rangka pelayanan kesehatan tersebut, maka Puskesmas merupakan sarana yang utama. Sejalan dengan itu maka baik jumlah, mutu maupun tenaga Puskesmas terus ditingkatkan. Dalam tahun 1974/75 dalam rangka Program Bantuan Pembangunan Sarana Kese-hatan, disediakan bantuan untuk membangun 500 unit gedung Puskesmas, yang diperlengkapi dengan rumah dokter dan tenaga para medis, peralatan non medis, obat-obatan, tenaga dokter dan tenaga para medis serta biaya operasio- nil. Penyebaran pembangunan gedung Puskesmas tersebut dititik beratkan kepada daerah pedesaan. Pada akhir tahun 1974/75 terdapat sejumlah 2.843 buah Puskesmas. Hal ini menunjukkan suatu kenaikan apabila dibandingkan dengan 2.175 buah dalam tahun 1972/73 dan 2.343 buah dalam tahun 1973/74. Di samping pembangunan Puskesmas melalui Pro-gram Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan tersebut, diberikan pula bantuan untuk peningkatan bimbingan, pengawas-an dan pemberian bantuan obat-obatan kepada 450 Puskesmas serta penyediaan biaya operasionil bagi tenaga-tenaga Puskesmas. Kecuali itu telah dilakukan pula rehabilitasi gedunggedung Puskesmas oleh masing-masing daerah yang bersangkutan.

662

Jumlah Puskesmas tersebut menunjukkan bahwa pada akhir Repelita I (1973/74) belum semua kecamatan di Indo-nesia mempunyai Puskesmas. Di daerah-daerah di pulau Jawa masih baru sekitar 60 — 70% dari jumlah kecamatan yang mempunyai Puskesmas, dan diperkirakan setiap Puskesmas rata-rata, melayani sekitar 50.000 penduduk. Sedangkan di daerah lainnya di luar Jawa dan Bali masing-masing Puskes-mas rata-rata harus melayani sekitar 95.000 penduduk.

Dalam tahun 1974/75 sekitar 34% dari seluruh Puskes-mas telah dipimpin oleh tenaga dokter. Hal ini menunjukkan suatu kenaikan apabila dibandingkan dengan tahun 1972/73 di mana hanya 22% dari jumlah Puskesmas dipimpin o1eh tenaga dokter.

Dalam rangka pelaksanaan Program Bantuan Pembangun-an Sarana Kesehatan 1974/75, hingga awal tahun 1975 telah dapat disebarkan sebanyak 432 orang tenaga dokter dan pe-nempatan 2.270 tenaga para medis.

Untuk meningkatkan kesejahteraan Ibu dan Anak dilaku-kan pula kegiatan pengembangan unit-unit Balai Kesejahte-raan Ibu dan Anak (BKIA). Pada permulaan Repelita I ter-catat 5.300 buah BKIA, kemudian meningkat menjadi 6.610 buah dalam tahun 1972/73. Pada akhir Repelita I (1973/74) telah terdapat 6.801 buah BKIA (3.286 buah di pulau Jawa dan 3.515 di luar Jawa) sedangkan 2.163 BKIA di antaranya telah bergabung dengan Puskesmas. Sementara itu ternyata pula bahwa banyak BKIA yang masih belum mempunyai te-naga bidan yang bekerja secara penuh pada BKIA. Pada tahun 1974 jumlah BKIA telah meningkat menjadi 6.909 buah.

Di samping kegiatan-kegiatan tersebut di atas, untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, hingga akhir tahun 1974/75 telah diberikan bantuan susu dan bubuk campuran terigu dan kacang kedele sebanyak 1.585.000 kg kepada ibu, bayi dan anak. Kecuali itu dibagikan pula 1.000 buah peralat-an untuk para dukun, 100 buah peralatan untuk para bidan,

663

50 buah peralatan untuk KIA, 100 timbangan bayi dan dewasa, serta 50 buah alat pengukur tekanan darah.

Untuk meningkatkan pelayanan pengobatan, telah dikem-bangkan pula Balai Pengobatan (BP). Pada akhir tahun 1974/ 75 terdapat 7.124 buah Balai Pengobatan, dan dari jumlah tersebut 2.343 buah di antaranya telah diintegrasikan ke dalam Puskesmas.

Dalam tahun pertama Repelita II (1974/75) telah dire-habilitir 360 buah Balai Pengobatan dan diberikan pula ban-tuan peralatan medis. Perkembangan jumlah Puskesmas, BKIA dan BP dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

TABEL XV — 1

PERKEMBANGAN JUMLAIH PUSKESMAS,BALAI PENGOBATAN DAN BKIA

1972 — 1974

UNIT KESEHATAN 1972 1973 1974

1. PUSKESMAS 2.175 2.343 2.8432. BKIA 6.610 6.801 6.909 2)3. BALAI PENGOBATAN 7.4181) 7.124 6.975 2)

') Angka-angka diperbaiki 2) Angka sementara.

Kebijaksanaan dalam rehabilitasi, perluasan dan pengem-bangan Rumah Sakit, sampai akhir tahun pertama Repelita II, terutama ditujukan kepada rehabilitasi fisik dan perluasan Ru-mah Sakit yang dikelola oleh Pemerintah Pusat (Rumah Sakit Vertikal). Sedangkan Rumah Sakit Propinsi dan Rumah Sakit Ka-bupaten pengelolaannya dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Dalam pada itu kepada Rumah Sakit Propinsi dan Kabupaten diberikan pula bantuan penyediaan obat-obatan, bimbingan

664

GRAFIK XV - 1PERKEMBANGAN JUMLAH PUSKESMAS, B.K.I.A. DAN BALAI PENGOBATAN, 1972- 1974

PUSKESMAS B.K.I.A BALAI PENGOBATAN

665

teknis serta peningkatan pengelolaan Rumah Sakit. Usaha-usa-ha yang telah dilaksanakan dalam tahun pertama Repelita II berupa rehabilitasi atau perluasan bangunan 6 bush Rumah Sa-kit Vertikal, 4 buah Rumah Sakit Propinsi dan 2 buah Rumah Sakit Kabupaten/Kotamadya, rehabilitasi peralatan di 2 buah Rumah Sakit Vertikal, 1 buah Rumah Sakit Propinsi, 3 buah Rumah Sakit Kabupaten/Kotamadya dan 1 buah Rumah Sakit Khusus. Telah dilakukan pula penyempurnaan struktur organisasi dan pengelolaan Rumah Sakit, percobaan peningkatan sistim jaringan (referral system) Rumah Sakit di 18 buah Propinsi, yang akan dijadikan dasar pengembangan sistim jaringan pelayanan kesehatan. Kecuali itu diusahakan pula standarisasi Rumah Sakit yang akan terus dikembangkan dalam Repelita II.

Dalam hal rehabilitasi, perluasan dan pengembangan labo-ratorium-laboratorium, hingga akhir Repelita I, telah dilakukan kegiatan antara lain: pembangunan sebuah Laboratorium Pusat, rehabilitasi 9 Laboratorium Propinsi, pembangunan 16 Labora-torium Propinsi dan pembangunan/rehabilitasi 99 Laboratorium Kabupaten/Kotamadya serta melengkapi 600 Laboratorium Puskesmas.

Usaha tersebut akan dilanjutkan dalam Repelita II dalam rangka memantapkan kemampuan dan fungsi laboratorium baik ditingkat Pusat maupun Daerah. Dalam tahun pertama Repelita II (1974/75) telah diusahakan penambahan-penambahan sarana laboratorium (antara lain sarana listrik, air, bahan-bahan kimia dan alat laboratorium) baik di pusat maupun di daerah serta penataran untuk meningkatkan mutu staf yang bekerja di labo-ratorium.

Dalam rangka peningkatan usaha kesehatan melalui Rumah Sakit Khusus dalam tahun pertama Repelita II, dilakukan ke-bijaksanaan untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan pembangunan dan rehabilitasi Rumah Sakit Jiwa, dan pelaksanaan prinsip integrasi pelayanan kesehatan jiwa ke dalam Puskesmas. Kecuali itu peningkatan kesehatan jiwa dilakukan pula

666

melalui pembinaan tenaga ahli jiwa, peningkatan jumlah tenaga para medis, rehabilitasi penderita, penelitian-penelitian, serta peningkatan perawatan dan pengobatan jalan.

Di dalam usaha peningkatan kesehatan gigi kebijaksanaan yang ditempuh dalam tahun pertama Repelita ke II antara lain melalui perluasan Balai Pengobatan Gigi dan penelitian dibi-dang kesehatan gigi. Dalam tahun 1974/75 telah dilakukan perluasan 20 buah Balai Pengobatan Gigi, penyebaran tenaga-tenaga dokter gigi, peningkatan pengobatan gigi melalui Balai Pengobatan Gigi dan Puskesmas dan telah pula dilakukan berbagai penelitian di bidang kesehatan gigi. Penambahan tenaga-tenaga perawat gigi di Puskesmas juga ditingkatkan.

Usaha penyediaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan dalam tahun pertama Repelita II diarahkan untuk memper-lengkapi bahan obat-obatan dan alat-alat kesehatan antara lain berupa succus liquiritiae, sulfas magnesicus, bicarbonas natricus, acetosalum, alat sinar tembus (X-ray), kertas-kertas untuk keperluan electro cardiografi dan electro-encephalografi (kertas ECG dan EEG), dan lain-lain. Diusahakan pula peng-adaan obat jadi antara lain berupa antibiotica, obat-obat khusus, obat-obat psychotropic, bahan radiologi dan lain-lain. Sejak tahun 1974/75 diusahakan penyediaan obat-obatan jadi di dalam negeri. Pengadaan alat-alat, kedokteran ditujukan terutama untuk penyediaan alat-alat untuk keperluan mende-sak yang memerlukan tindakan secepatnya (emergency set), meja operasi, lampu operasi, pompa pengisap, alat-alat kedok-teran jiwa, alat kedokteran mata dan lain-lain.

b. Pemberantasan Penyakit Menular

Usaha pemberantasan penyakit menular dalam Repelita II sejauh mungkin diintegrasikan dalam rangka kegiatan Pus-kesmas. Hanya beberapa kegiatan saja yang perlu diadakan secara khusus seperti: penyemprotan rumah dengan insektisida yang tidak dilakukan oleh Petugas Puskesmas akan tetapi di-

667

lakukan oleh suatu team khusus. Bagi daerah-daerah di Jawa dan Bali serta tempat-tempat lain yang mempunyai cukup ba-nyak Puskesmas, pemberantasan penyakit menular dilakukan oleh Puskesmas dan bagian-bagiannya. Akan tetapi bagi da-erah-daerah yang sarana kesehatannya belum berkembang dilakukan cara "gugur-gunung" secara terus menerus dan teratur.

Bagi penyakit-penyakit yang menahun seperti kusta dan TBC paru-paru, yang memerlukan pengobatan berkala sedikit-dikitnya selama 1 tahun, pemberantasannya dilakukan secara khusus untuk masing-masing daerah.

Dalam tahun pertama Repelita I I pemberantasan penyakit menular diarahkan terutama kepada usaha-usaha sebagai ber-ikut:1. Pemberantasan penyakit menular bersumber binatang

yang mencakup pemberantasan penyakit malaria, penyakit demam berdarah, demam keong (schistosomiasis), penyakit gila anjing (rabies) dan pes.

2. Pemberantasan penyakit menular langsung yang mencakup penyakit TBC paru-paru, kolera, penyakit kelamin, penyakit patek, penyakit kusta dan penyakit cacar,

3. Epidemiologi dan karantina yang mencakup pengamatan epidemiologi, immunisasi, Karantina/Kesehatan Pelabuhan dan Karantina Haji.

4. Hygiene Sanitasi.Dalam hal pemberantasan penyakit malaria dalam tahun

1974/75 telah dilakukan penyemprotan sejumlah 1,7 juta rumah dengan insektisida dan pengumpulan/pemeriksaan sediaan da-rah sebanyak 7,5 juta sediaan.

Di samping kegiatan-kegiatan di atas, dilakukan pula penyelidikan entomology, survey malariometric, penelitian di bidang anti-larva dan percobaan kepekaan terhadap obat-obatan.

668

Untuk pemberantasan penyakit demam berdarah, yang dilaporkan terdapat adanya penderita pada 12 propinsi, telah dilakukan penyemprotan dengan malathion sebanyak 188.000 rumah, percobaan pemberian abate pada 115.000 rumah, percobaan peniadaan sarang nyamuk melalui pendidikan kesehatan pada 1,2 juta rumah. Diadakan pula survey vektor secara teratur di 20 kota dalam 17 propinsi.

Dalam rangka pemberantasan penyakit Filaria dan Schis-tomiasis dalam tahun pertama Repelita II telah diadakan pem-berantasan/survey micro filaria di 10 propinsi di Sumatera, Ka-limantan dan Nusa Tenggara Timur. Dari pemeriksaan darah terhadap 9.093 orang telah diketemukan 1.078 micro filarila posi-tip serta telah dilakukan pengobatan terhadap penderita. Dila-kukan pula pemberantasan keong penyebar penyakit tersebut dengan racun keong (moluseicide). Untuk meningkatkan ke-trampilan dan pengetahuan telah dilakukan penataran tenaga-tenaga termasuk dokter, perawat, dan tenaga microscopis di 39 Kabupaten dan 1 Kotamadya. Telah pula dilakukan pembe-rantasan penyakit rabies dan peningkatan usaha-usaha pembe-rantasan penyakit pes.

Dalam pemberantasan penyakit TBC paru-paru telah di-obati 7.091 penderita TBC dan telah dilaksanakan vaksinasi BCG terhadap 8,3 juta anak-anak.

Usaha pemberantasan penyakit kolera telah dilakukan dengan mengadakan penanggulangan di daerah-daerah letusan kolera di seluruh Indonesia, antara lain di daerah yang terjadi letusan agak tinggi yaitu: Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Su-lawesi Tengah. Di samping itu diadakan pula pengembangan cara pelaksanaan rehydrasi di daerah-daerah sehingga tenaga-tenaga di Puskesmas dapat menjalankan pencegahan dan pengobatan dehydrasi, yaitu di 140 Pusat-pusat rehydrasi. Bagi daerah-daerah yang terkena wabah mengingat urgensinya dikirim team khusus dari Pusat.

669

Pemberantasan penyakit kelamin dan patek terutama dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pemeriksaan penderita/ sediaan darah dan pengobatan terhadap penderita.

Langkah-langkah dalam pemberantasan penyakit kusta seperti juga tahun-tahun yang lalu, dilaksanakan dengan me-nemukan penderita baru, pengobatan penderita secara teratur dan mengadakan pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

Dalam hal penyakit cacar, Indonesia telah dapat dinyata- kan bebas cacar oleh WHO pada permulaan tahun 1974 dan dalam tahun 1974/75 dapat pula dipertahankan keadaan be-bas cacar tersebut melalui usaha pengamatan epidemiologi dan vaksinasi cacar terhadap 8,5 juta anak-anak.

Di lapangan usaha karantina/kesehatan pelabuhan telah di-lakukan usaha penyempurnaan Dinas Kesehatan Pelabuhan baik di pelabuhan-pelabuhan udara maupun pelabuhan laut. Terus ditingkatkan pula pelayanan dalam karantina bagi Je-maah Haji, terutama karena meningkatnya jumlah Jemaah Haji dari tahun ke tahun.

Pengembangan Hygiene dan Sanitasi mendapatkan perha-tian yang lebih besar mengingat kebutuhan sanitasi sangat mempengaruhi keadaan kesehatan penduduk umumnya. Khu-susnya penyediaan air minum yang cukup, terutama bagi penduduk daerah pedesaan dan penggunaan jamban keluarga yang memenuhi syarat-syarat kesehatan turut menentukan berhasil tidaknya usaha pemberantasan penyakit menular.

Dalam rangka Program Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan tahun 1974/75 dibangun 10.500 sarana penyediaan air minum yang terdiri dari 96 buah penampungan mata air dengan perpipaan, 163 buah penampungan air hujan, 81 buah perlindungan mata air, 33 buah sumur artesis dan 10.127 buah sumur dengan pompa tangan. Kecuali itu dibangun pula 150.000 buah jamban keluarga.

Penyebaran pembangunan sarana penyediaan air minum dan jamban keluarga ke daerah-daerah terutama didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan mengenai angka kejadian

670

wabah kolera dan penyakit perut lainnya, daerah yang sulit memperoleh air bersih, adanya persediaan air cuci, tersedianya tenaga hygiene dan sanitasi serta telah adanya survey pen-dahuluan.c. Pengawasan Obat-obatan, Makanan dan sebagainya

Sejak tahun ke empat Repelita I telah ditingkatkan pen-daftaran dan pengamanan obat-obatan, antara lain dengan jalan pendaftaran semua macam obat yang beredar, penilaian terhadap semua obat yang didaftar, pengawasan obat-obatan yang beredar pada apotik, toko obat, pedagang besar farmasi dan instalasi farmasi. Usaha-usaha tersebut terus ditingkat-kan dalam tahun ke lima Repelita I dan telah berhasil men-daftarkan 2.000 macam obat yang beredar, serta peningkatan pengawasan terhadap obat-obatan. Dalam tahun pertama Repelita II (1974/75), kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam program pengamanan obat, makanan dan narkotika terus di-tingkatkan. Begitu pula laboratorium pemeriksaan obat men-dapat perhatian yang lebih besar. Di dalam pemeriksaan labo-ratorium dalam rangka wajib daftar obat yang akan atau telah beredar, banyak dilakukan kerjasama dengan Universitas-universitas di samping usaha mengadakan suatu integrasi de-ngan Laboratorium Kesehatan Nasional.d. Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pe-ngertian dan kesadaran rakyat terhadap pentingnya peranan keadaan hygiene dan sanitasi yang baik, peranan air minum yang sehat serta makanan yang bernilai gizi tinggi bagi per-wujudan kesehatan dan kesejahteraan hidup perorangan mau-pun keluarga. Usaha penyuluhan kesehatan ini mencakup kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat dan usaha kese-hatan sekolah.

Penyuluhan kesehatan dilakukan melalui pemberian pene-rangan langsung, penggunaan mass media, pengembangan me-

671

dia komunikasi melalui Puskesmas-puskesmas, Lembaga-lembaga Pemerintah/Swasta, serta pemuka masyarakat dan lain sebagainya.

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dimaksudkan untuk lebih memperhatikan kesehatan anak-anak sekolah serta ling-kungan hidupnya sehingga dapat memberikan kesempatan belajar yang lebih baik dan pertumbuhan yang wajar. Untuk me-nunjang kegiatan itu, telah dilakukan penataran guru-guru Sekolah Dasar, penyediaan buku pedoman Usaha Kesehatan Se-kolah (UKS) dan pemberian bimbingan tehnis. Dalam tahun 1974/1975 telah disediakan juga 1.500.000 set alat-alat pemerik-saan kesehatan sekolah.

Untuk memperkuat aparatur pelaksanaan penyuluhan telah dilakukan pula pengiriman tenaga spesiailis kesehatan sekolah untuk belajar pada lembaga-lembaga pendidikan baik di dalam maupun di luar negeri.

e. Penelitian dan Pengembangan

Kegiatan penelitian dan pengembangan dibidang kesehatan dalam Repelita II ditujukan untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai macam dan sifat masalah-masalah kesehatan yang dihadapi serta menemukan dan mengembangkan cara-cara pemecahan yang efektip. Masalah yang mendapat perhatian dalam penelitian selama Repelita II meliputi masalah penyakit dan gangguan kesehatan lainnya, masalah lingkungan hidup, masalah teknis kesehatan, penentuan berbagai standard, penemuan cara-cara pemberian pelayanan kesehatan yang efektip dan efisien, penelitian segi-segi ekonomis dan ketatalaksanaan, masalah obat-obatan, makanan, kosmetika dan lain-lain serta penelitian tentang segi-segi sosial budaya dan psikologi masyarakat.

Untuk pelaksanaannya telah dilakukan kerjasama dengan Departemen/Lembaga-lembaga, universitas dan lembaga riset

672

internasional seperti lembaga penelitian di lingkungan WHO, dan lain-lain.

Untuk meningkatkan kemampuan tenaga penelitian, dila-kukan seminar-seminar, penataran dan peningkatan perpusta-kaan pada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.f. Pendidikan dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan

Usaha pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan meliputi kegiatan-kegiatan penataran tenaga-tenaga kese-hatan, peningkatan jaringan informasi dan dokumentasi ilmiah bidang kesehatan dan kedokteran, peningkatan pendayagunaan tenaga kesehatan dan peningkatan fasilitas pendidikan tenaga kesehatan.

Dalam lapangan tenaga kesehatan, tampak terus mening-katnya jumlah tenaga dokter dan tenaga para-medis (Tabel XV — 2). Di samping usaha meningkatkan jumlah tenaga ke-sehatan, dilakukan pula usaha penempatan dan pemindahan dokter spesialis ke daerah-daerah, serta pemindahan dokter umum ke tempat lain khususnya bagi yang sudah terlalu lama berada disuatu daerah. Telah dirintis serta ditingkatkan pula pemantapan penyediaan dan penyebaran tenaga para-medis. Untuk perencanaan penyediaan tenaga kesehatan di masa depan, dalam tahun 1974/75 telah disusun perkiraan kebutuh-an dan sistim pembinaan tenaga di bidang kesehatan.

TABEL XV - 2PERKEMBANGAN JUMLAH BEBERAPA JENIS TENAGA

KESEHATAN, TAHUN 1972/73 — 1974/75

No. Janis tenaga 1972/73 1973/74 1974/75

1. Dokter 5.170 6.221 7.0272. Perawat 7.252 7.736 8.0663. Bidan 7.794 8.323 9.1604. Penjenang Kesehatan 13.699 24.248 26.262

677

GRAFIK XV - 2PERKEMBANGAN JUMLAH BEBERAPA JENIS TENAGA KESEHATAN,

1972/73 - 1974/75

674

Untuk peningkatan mutu tenaga kesehatan telah dilakukan penataran-penataran yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam tahun pertama Repelita II (1974/75) telah dilakukan penataran 2.417 orang dari berbagai jenis tenaga, yang pelak-sanaannya dilakukan baik di Jakarta (Pusat) maupun di daerah-daerah.

Untuk pengisian tenaga-tenaga yang langka telah diambil langkah-langkah sehingga dalam waktu dekat diharapkan dapat dipenuhi kekurangan tenaga misalnya tenaga-tenaga sani-tarian, perawat dan lain-lain. Di samping itu telah diadakan perbaikan, penambahan alat-alat laboratorium, penambahan tempat praktek pada sekolah-sekolah/akademi-akademi dalam bidang kesehatan.

Di bidang peningkatan jaringan informasi kesehatan, telah dilengkapi kepustakaan kedokteran baik di pusat maupun di daerah, penerbitan majalah kesehatan, buku petunjuk, buku pegangan bidang kedokteran, hasil raker, seminar dan lain se-bagainya.

g. Peningkatan efisiensi sarana dan ketatalaksanaan

Untuk lebih meningkatkan efektivitas pelaksanaan pemba-ngunan kesehatan maka perhatian yang seksama diberikan ke-pada usaha peningkatan efisiensi dan ketatalaksanaan di bidang kesehatan. Kegiatan dalam lapangan ini antara lain meliputi :(a) menyempurnakan proses perencanaan di bidang kesehatan,

antara lain melalui perbaikan statistik kesehatan;(b) meningkatkan kegiatan pengawasan, sehingga dapat di-

peroleh bahan-bahan tentang kemajuan pelaksanaan kegi-atan pembangunan kesehatan;

(c) meningkatkan kemampuan administrasi dan ketatalaksa-naan;

(d) meningkatkan penyediaan sarana kesehatan.

675511120

B. KELUARGA BERENCANA

1. Pendahuluan

Masalah utama di bidang kependudukan adalah tingginya angka pertumbuhan penduduk. Selama Repelita I I diperkirakan penduduk Indonesia tumbuh dengan 2,3 — 2,4 persen per tahun. Dengan tingkat pertumbuhan tersebut jumlah penduduk Indo-nesia bertambah dengan tiga juta orang per tahun.

Di samping itu terdapat pula kepincangan struktur umur penduduk Indonesia. Pertumbuhan penduduk secara relatip lebih besar pada golongan umur muda, yaitu 10 — 19 tahun.

Cepatnya tingkat pertumbuhan dan pincangnya susunan umur penduduk mengakibatkan meningkatnya kebutuhan-kebu-tuhan hidup. Kebutuhan ini meliputi antara lain pangan, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Struktur umur yang muda juga menyebabkan meningkatnya kebutuhan sarana pen-didikan. Hal ini juga berarti bahwa kelompok penduduk yang secara langsung ikut dalam proses produksi adalah lebih kecil dibandingkan dengan penduduk dengan tingkat pertumbuhan lebih rendah dan struktur umur yang lebih seimbang. Kese-muanya ini berarti bahwa peningkatan kesejahteraan rakyat umumnya maupun peningkatan kesejahteraan keluarga akan terhambat dengan cepatnya laju pertumbuhan penduduk.

Oleh karena itu usaha-usaha keluarga berencana yang sudah dimulai dalam Repelita I lebih ditingkatkan lagi dalam Repelita II. Jumlah akseptor baru keluarga berencana yang ditetapkan untuk dicapai adalah 8 — 12 juta. Pembinaan akseptor-aksep-tor yang ada dipergiat untuk menjaga kelangsungannya. Selan-jutnya pelaksanaan keluarga berencana diperluas ke luar pulau Jawa dan Bali. Peningkatan sasaran ini membutuhkan pening-katan kemampuan organisasi dan administrasi pelaksanaan. Selain daripada itu kegiatan-kegiatan pelayanan medis, pene-rangan dan motivasi, pendidikan dan latihan, serta penelitian ditingkatkan.

676

Dalam Repelita II dikembangkan pula keserasian timbal balik antara kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam program ke-luarga berencana dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan di bi-dang pembangunan lainnya dengan tujuan agar menunjang pe-laksanaan keluarga berencana.

2. Pelaksanaan kegiatan pembangunan

a. Perkembangan jumlah akseptor baruSasaran untuk tahun 1974/75 ditetapkan sejumlah

1.500.000 akseptor baru yang terdiri dari 1.400.000 untuk Jawa dan Bali dan 100.000 untuk luar Jawa dan Bali. Jumlah sasaran relatip kecil untuk luar Jawa dan Bali di dasarkan atas pertim-bangan bahwa program keluarga berencana baru untuk pertama kali dikembangkan di luar Jawa dan Bali. Dengan demikian sarana-sarana pendukung dan organisasi pelaksanaan belum tersedia sepenuhnya untuk mencapai jumlah akseptor yang lebih besar.

Bilamana sasaran 1974/75 dibanding dengan jumlah sasar-an dari tahun sebelumnya terlihat adanya peningkatan. Bila-mana diukur dengan jumlah akseptor yang harus dicapai sela-ma Repelita II, maka jumlah sasaran 1974/75 masih perlu di-tingkatkan dalam tahun berikutnya.

Hasil yang dicapai selama tahun 1974/75 berjumlah 1.592.900 akseptor baru, yaitu lebih kurang 6 persen di atas sasaran (lihat Tabel XV — 3).

TABEL XV — 3REALISASI PENCAPAIAN AKSEPTOR BARU, 1972/73 — 1974/75

(dalam ribuan)

Tahun Sasaran Hasil %

1972/73 1.000, 0 1.078, 0 107,71973/74 1.250,0 1.369,1 109,531974/75 *) 1.500,0 1.592,9 106,2

*) Termasuk jumlah akseptor baru untuk 10 propinsi di luar pulau Jawa dan Bali.

677

Untuk daerah luar pulau Jawa dan Bali jumlah akseptor baru yang dicapai adalah 117.875 orang atau lebih kurang 18 persen di atas sasaran. Untuk pulau Jawa dan Bali jumlah akseptor baru adalah 1.475.016, yaitu lebih kurang 5 persen di atas sasaran untuk pulau Jawa dan Bali. Jumlah akseptor baru selama 1974/75 adalah 103 per seribu "wanita subur" untuk Jawa dan Bali dan 24 per seribu "wanita subur" untuk luar Jawa dan Bali. Untuk seluruh Indonesia perbandingan ini adalah lebih kurang 80 per seribu.

TABEL XV — 4

,JUMLAH AKSEPTOR BARU YANG DICAPAI MENURUT METODEKONTRASEPSI, 1.972/73 — 1974/75

(dalam ribuan)

Metode 1972/73 1973/74 1974/75*)Kontrasepsi

1. P i l 607,0 857,7 1.087,92. I U D 380,3 293,2 187,23. Lain-lain 91,6 218,2 317,9

J u m l a h 1.078,9 1.369,1 1.592,9

*) Termasuk akseptor baru untuk 10 propinsi luar Jawa dan Bali.

Tabel XV — 4 memperlihatkan akseptor baru dilihat dari segi metode kontrasepsi. Pemakaian IUD pada tahun 1974/75 ternyata menurun baik secara relatip maupun secara absolut bila dibandingkan dua tahun sebelumnya. Pemakaian pil me-ningkat dengan pesat.

Dari segi golongan ekonomi dan umur akseptor baru, terlihat adanya perkembangan yang menggembirakan. Ber-dasarkan angka-angka sementara, terlihat bahwa golongan

678

GRAFIK XV - 3

JUMLAH AKSEPTOR BARU YANG DICAPAI MENURUT METHODE KONTRASEPSI PER TAHUN

1972/73 - 1974/75 (dalam ribuan)

679

petani merupakan bagian terbesar daripada akseptor baru. Lebih dari 71 persen daripada seluruh akseptor baru pada tahun 1974/75 adalah petani (Tabel XV — 5). Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan program keluarga berencana yang ter-utama diarahkan ke daerah pedesaan.

T A B E L XV — 5

PE R SE N TA S E A K S E PT OR B A R U ME N U RU T PE K E R J A A N SU A M I

D I J AW A D A N BALI, 1972/73 — 1974/75

Pekerj aanSuami akseptor 1972/73 1) 1973/74 1) 1974/75 2)

Pegawai Negeri 8,7 8,4 7,1Pegawai Swasta 4,3 4,5 5,1A B R, I 2,9 2,6 2,4Pedagang

3,9 3,6 4,2Petani 70,8 70,7 71,7Pekerja LepasTidak bekerja dan

8,5 9,5 8,9

Lain-lain 0,9 0,7 0,6

1) Angka diperbaiki.2) Berdasarkan pengolahan data ciri-ciri akseptor pada triwulan I I I 1974/75.

Dari segi umur, ternyata bahwa persentase golongan umur muda dari akseptor baru juga meningkat (Lihat Tabel XV — 6). Akseptor berumur 15 — 19 tahun meningkat dari lebih kurang 4,6 persen pada tahun 1972/73 menjadi lebih dari 7 persen, pada tahun 1974/75. Peningkatan relatip besar ter-dapat pada golongan umur 20 — 24, yaitu dari lebih kurang 19 persen pada tahun 1972/73 menjadi lebih kurang 26 persen pada tahun 1974/75. Perkembangan akseptor ke arah lebih muda adalah menggembirakan oleh karena akibatnya yang lebih besar terhadap penurunan angka kelahiran.

680

TABEL VX — 6

PERSENTASE AKSEPTOR BARU MENURUT KELOMPOK UMUR DI JAWA DAN BALI,

1972/73 — 1974/75

Kelompok Umur (Tahun) 1972/73 1973/74 1974/75 *)

15 — 19 4,64 5,22 7,0820 — 24 19,44 22,00 25,8725 — 29 28,73 28,84 29,0630 — 34 26,39 25,00 22,1835 -- 39 16,55 15,10 12,6940 — 44 3,77 3,60 2,7045 ke atas 0,48 0,24 0,42

•) Berdasarkan pengolahan data ciri-ciri akseptor pada Triwulan I I I 1974/75.

b. Kegiatan dan usaha program keluarga

berencana

(1) Penerangan dan motivasiKegiatan penerangan dan motivasi keluarga berencana ter-

utama ditujukan untuk memberikan penerangan yang seluas-luasnya kepada masyarakat tentang terdapatnya kemungkinan bagi mereka untuk melaksanakan perencanaan keluarga serta mengapa perencanaan keluarga itu diperlukan. Kegiatan tersebut ditujukan baik terhadap masyarakat umumnya maupun kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat yang memerlukan penerangan dan motivasi secara khusus.

Dalam tahun 1974/75 diadakan penyempurnaan kelem-bagaan dari organisasi-organisasi yang menangani pelaksanaan program penerangan dan motivasi keluarga berencana. Di samping itu juga dipergiat keikut sertaan generasi muda dalam pelaksanaan program penerangan dan motivasi keluar-

681

ga berencana, seperti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh "Student Movement for Zero Population Growth" di Yogya-karta, KNPI, dan organisasi mahasiswa seperti "Perhimpunan Mahasiswa untuk Studi Kependudukan dan Kegiatan Keluarga Berencana di Indonesia" yang berpusat di Bandung.(a) Penerangan yang bersifat umum

Kegiatan utama penerangan yang bersifat umum dalam tahun 1974/75 adalah menambah jumlah unit mobil keliling untuk memberikan penerangan ke desa-desa tentang keluarga berencana. Dengan penambahan unit, mobil tersebut, maka jumlah kunjungan juga dapat ditingkatkan.

Sementara itu dilanjutkan pula kegiatan penerangan ke-luarga berencana melalui surat kabar, majalah, kantor berita, radio (RRI dan Non RRI), TVRI, film dan lain sebagainya.

(b) Penerangan kelompok

Penerangan kelompok terutama dilakukan melalui bantuan-bantuan yang diberikan kepada seminar/raker/pertemuan ber-bagai kelompok masyarakat serta mengirimkan tenaga-tenaga penerangan untuk melakukan pendekatan terhadap berbagai ke-lompok khusus masyarakat di daerah-daerah tertentu. Dalam hal ini telah dilakukan pendekatan terhadap golongan-golongan berpengaruh dalam masyarakat yang diharapkan tidak hanya akan menjadi penghubung dan penyebar gagasan keluarga berencana, akan tetapi juga diharapkan menjadi orang contoh dalam pelaksanaan keluarga berencana. Oleh karena penting-nya peranan generasi muda dalam keluarga berencana maka telah dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan keikut serta-an berbagai organisasi generasi muda dalam pelaksanaan pro-gram penerangan dan motivasi keluarga berencana.

(c) Penyuluhan wawan muka

Perhatian yang telah timbul di kalangan masyarakat ter-hadap program keluarga berencana segera diikuti dengan peng-

682

garapan yang lebih besifat perseorangan, agar kesadaran yang telah timbul pada masyarakat dapat tumbuh menjadi tindakan untuk melaksanakan keluarga berencana. Hal ini dilakukan melalui penyuluhan wawan muka baik berupa pen-dekatan secara langsung kepada calon akseptor maupun kepada mereka yang telah menjadi akseptor dengan tujuan untuk mempertahankan kelangsungan akseptor yang telah ada. Ke-giatan penyuluhan wawan muka ini sebagian besar dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), yang mempunyai tugas untuk mencari dan membina para akseptor.

Tabel XV — 7 memperlihatkan bahwa hampir 59% dari para akseptor baru telah menjadi akseptor atas petunjuk Pe-tugas Lapangan Keluarga Berencana. Karena peranannya yang cukup besar tersebut, maka tenaga PLKB terus ditingkatkan jumlahnya.

T A B E L XV — 7PERSENTASE JUMLAH AKSEPTOR BARU MENURUT

SALURANPENGHUBUNG, 1972/73 — 1974/75

Datang atas petunjuk 1972/73 1973/74 1974/75 *)

Teman/Suami/Famili 3,03 2 ,02 1 ,21Akseptor lain 1,23 0,67 0 ,73Petugas Kesehatan 23,54 12,97 11 ,69P L K B 40,57 56,75 58 ,95D u k u n 2,81 1,13 0 ,49Lain-lain 5,09 5,88 24 ,54Tak dikenal 23,73 20,58 2 ,39

*) Berdasarkan pengolahan data ciri-ciri akseptor pada triwulan I I I 1974/75.

Dalam hubungan ini maka jumlah tenaga Petugas La-pangan Keluarga Berencana dari 5.969 orang pada tahun 1973/ 74 telah ditingkatkan menjadi 6.524 orang pada tahun 1974/75. Jumlah ini walaupun telah meningkat namun masih dirasakan

683

Kurang. Oleh karena itu atas inisiatip masing-masing Pemerin-tah Daerah telah dikembangkan tenaga-tenaga sukarela untuk mencari akseptor baru dan memantapkan akseptor-akseptor yang ada. Di desa-desa di Jawa Timur telah dibentuk Petugas Keluarga Berencana Desa (PKBD), di Jawa Tengah Sub Klinik Desa (SKD), di Yogyakarta Dwi Karti, di Jawa Barat, Pos Ke-luarga Berencana Desa (POS KB DESA), dan di Bali Banjar, yang kesemuanya bertugas mengembangkan dan membantu keluarga berencana di desa atas dasar sukarela.

TABEL XV — 8JUMLAH PERSONALIA PETUGAS LAPANGAN KELUARGA

BERENCANA (PLKB), 1972/73 — 1974/75 *)

1972/73 1973174 1974/75

1. P L K B 3.774 5.969 6.5242. Pemimpin Kelompok 715 1.202 1.3743. Pengawas 108 125 1284. Koordinator 23 21 21

J u m l a h 4.620 7.317 8,047

*) Angka-angka kumulatip.

(2) Pelayanan keluarga berencanaTambahnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan

keluarga berencana segera membutuhkan tersedianya sarana pelayanan agar mereka mendapatkan kesempatan sebaik-baik-nya untuk melaksanakan keluarga berencana. Sarana utama untuk melayani pelaksanaan keluarga berencana adalah ter-sedianya klinik-klinik keluarga berencana yang dengan mudah dapat dicapai oleh masyarakat banyak, terutama masyarakat pedesaan. Dalam hubungan ini jumlah klinik yang memberi

684

pelayanan keluarga berencana telah meningkat jumlahnya dari 2.137 dan 2.235 buah dalam dua tahun terakhir Repelita I men-jadi 3.018 buah klinik pada tahun 1974/75. Dalam jumlah ini sudah termasuk klinik-klinik instansi-instansi selain dari De-partemen Kesehatan, seperti klinik keluarga berencana ABRI dan klinik-klinik yang dilaksanakan oleh organisasi swasta seperti Muhammadiyah dan Dewan Gereja Indonesia (Lihat Tabel XV -- 9 ) .

Selain dari pelayanan yang diberikan oleh klinik-klinik maka selama tahun 1 9 7 4 / 7 5 telah pula ditingkatkan pelayanan yang diberikan oleh Team Medis Keliling. Team Medis Keliling bertujuan untuk memberi pelayanan kepada penduduk yang tempat tinggalnya sangat jauh dari klinik-klinik yang ada. Dalam tahun 1974/75 jumlah team adalah 380 dibanding de-ngan 300 team pada tahun sebelumnya.

TABEL XV — 9JUMLAH KLINIK KELUARGA BERENCANA,

1972/73 — 1974/75

Status klinik 1972/73 1973/74 1974/75 *)

1. Dept. Kesehatan 1.786 1.838 2.4132. A B R I 158 187 2503. Instansi Pemerintah lain 41 42 844. S w a s t a 152 168 271

J u m l a h 2.137 2.235 3.018

*) Telah termasuk jumlah klinik di 10 propinsi luar Jawa dan Bali.

Perkembangan jumlah Team Medis Keliling tersebut mem-butuhkan penambahan tenaga yang dapat melayani masyara-kat dengan sebaik-baiknya, di samping penambahan kebutuhan tenaga-tenaga pelayanan bagi klinik-klinik. Dalam rangka ini jumlah tenaga dokter yang melayani keluarga berencana pada

685

GRAFIK XV - 4JUMLAH KLINIK KELUARGA BERENCANA

1972/73 - 1974/75

686

tahun 1974/75 telah bertambah jumlahnya dari 1.186 orang menjadi 1.766, termasuk untuk 10 propinsi di luar Jawa dan Bali. Demikian pula halnya dengan tenaga bidan yang melayani keluarga berencana. Pada akhir Repelita I baru tercatat se-jumlah 2.241 orang untuk Jawa dan Bali. Jumlah ini telah meningkat menjadi 3.124 orang pada tahun 1974/75 terma-suk untuk 10 propinsi di luar Jawa dan Bali. Peningkatan jumlah tenaga yang melayani klinik-klinik keluarga berencana tersebut juga berlaku bagi tenaga pembantu bidan dan tenaga administrasi. (Lihat Tabel XV — 10).

TABEL XV — 10JUMLAH PERSONALIA KLINIK KELUARGA BERENCANA

MENURUT KATEGORI, 1972/73 — 1974/75.

Personalia klinik 1972/73 1973/74 1974/75 *)

1.Dokter 883 1.186 1.7662.Bidan 1.776 2.241 3.1243.Pembantu Bidan 1.143 1.959 2.4614.Tenaga Administrasi 1.646 1.970 2.426

J u m 1 a h 5.448 7.356 9.777

*) Termasuk personalia klinik keluarga berencana di 10 propinsi luar Jawa dan Madura sampai dengan bulan Desember 1974.

Sementara itu kepada ibu yang baru melahirkan di rumah sakit atau klinik bersalin, dilakukan pendekatan khusus. Pendekatan ini dimaksudkan agar ibu yang baru melahirkan tersebut dapat memperoleh pelayanan langsung pada waktu-nya. Kegiatan ini dimulai pada tahun 1969 meliputi 6 buah rumah sakit di Jakarta dan Bandung. Sejak tahun 1971 kegiatan ini diperluas ke daerah lainnya sehingga pada akhir Repelita I telah meliputi 26 buah rumah sakit. Pada tahun 1974/

687

GRAFIK XV - 5JUMLAH PERSONALIA KLINIK KELUARGA BERENCANA,

1972/73 – 1974/75

688

75 kegiatan ini telah ditingkatkan lagi sehingga telah men-capai 87 buah rumah sakit, yang melayani juga ibu-ibu yang melahirkan di luar rumah sakit.

(3) Pendidikan dan latihan

Perkembangan kegiatan program keluarga berencana, membutuhkan pula pengembangan kemampuan pelaksana/ petugas-petugasnya. Dalam tahun 1974/75 kegiatan pendidik- an dan latihan ditujukan terutama untuk menyediakan, mendi- dik dan melatih petugas-petugas keluarga berencana yang diarahkan untuk meningkatkan mutu tenaga-tenaga keluarga berencana, di samping melakukan usaha-usaha pemenuhan jumlah tenaga yang dibutuhkan menurut jumlah, waktu dan tempat. Dalam Repelita II kegiatan ini juga meliputi perintisan dan pengembangan usaha pengintegrasian kurikulum keluarga berencana ke dalam lembaga pendidikan yang dipandang sesuai.

Tenaga-tenaga yang telah dihasilkan dari pendidikan dan latihan keluarga berencana meliputi antara lain petugas administrasi keluarga berencana, petugas pencatatan dan pelaporan, petugas penelitian, petugas penerangan dan moti- vasi, PLKB dan lain sebagainya. Jenis petugas serta jumlah tenaga yang dilatih dalam tahun 1974/75 dapat dilihat pada Tabel XV — 11

(4) Pendidikan Kependudukan

Pendidikan kependudukan ditujukan untuk mengembang- kan pengertian yang rasionil tentang hubungan antara perkem-bangan jumlah penduduk dan perkembangan sumber-sumber kehidupan yang terdapat di sekitarnya. Kegiatan ini dilaku- kan melalui pendidikan di dalam sekolah dan di luar sekolah. Sejak tahun 1972/73 kegiatan pendidikan kependudukan ter-utama ditujukan pada usaha-usaha perintisan untuk pengem-bangan selanjutnya. Dalam rangka ini telah dilakukan loka- karya untuk mendapatkan pengarahan dan cara-cara pende-

689

katan yang tepat untuk masyarakat Indonesia. Sampai tahun 1973/74 telah dapat diselesaikan penyusunan 26 judul bahan pelajaran pendidikan kependudukan.

T A B E L XV — 11JUMLAH TENAGA YANG MENDAPAT LATIHAN

KELUARGA BERENCANA, 1972/73 — 1974/75

Kategori TenagaKeluarga Berencana 1972/73 1973/74 1974/75 *)

1. Dokter KB 272 249 2942. Bidan/Pembantu Bidan KB 1.298 1.608 1.3903. PLKB, Pemimpin Kelom-

pok Pengawas dan Koor- dinator 3.541 4.273 2.759

4. Petugas Pencatatan dan Pelaporan 761 1.386 587

5. Petugas Penerangan 162 2.312 2816. Dukun KB 10.965 — 1.2007. Lain-lain petugas **') 78 186 111

* ) Termasuk jumlah tenaga yang mendapat latihan dari 10 propinsi di luar Jawa dan Bali.

** ) Meliputi Administrasi Pusat dan Daerah.

Dalam tahun 1974/75 telah dihasilkan bahan contoh (pro-totipe) untuk kelas II Sekolah Lanjutan Pertama se Jawa dan Bali setelah dilakukan percobaan di 30 sekolah selama tahun 1973/74. Selanjutnya telah dihasilkan pula bahan contoh untuk anak berumur 13—19 tahun guna program luar sekolah setelah dilakukan percobaan-percobaan di 30 lembaga pendidikan luar sekolah (PLS) se Jawa dan Bali. Di samping itu telah pula di-kembangkan usaha-usaha pendidikan kependudukan melalui lem-baga pendidikan sekolah atau luar sekolah dalam lingkungan Departemen Agama, Muhammadiyah, DGI, KNPI dan Pramuka.

690

Dalam tahun 1974/75 juga dilakukan usaha-usaha persiapan untuk melaksanakan program pendidikan kependudukan untuk SLA kelas 2 dan IKIP Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Malang yang akan dilaksanakan pada tahun 1975/76, serta survey untuk keperluan program pendidikan kependudukan di luar Jawa dan Bali.

Usaha-usaha pelembagaan pendidikan kependudukan terus ditingkatkan sehingga diharapkan pendidikan kependudukan dalam waktu yang tidak terlalu lama telah merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam usaha-usaha pendidikan umumnya.

(5) LogistikDalam program keluarga berencana kegiatan logistik me-

rupakan kegiatan penunjang yang sangat mempengaruhi ber-hasil tidaknya pelaksanaan program keluarga berencana secara keseluruhan. Kegiatan ini meliputi penyediaan alat-alat kontrasepsi, fasilitas kerja, sarana angkutan dan lain sebagainya. Dengan makin meningkatnya program keluarga berencana pada tahun 1974/75, maka kebutuhan penyediaan alat kontrasepsi pada waktunya yang tepat, menjadi semakin mendesak. Oleh karena itu, kegiatan pada tahun 1974 ditujukan terutama untuk menjamin tersedianya alat-alat kontrasepsi yang mencukupi. Kegiatan ini menyangkut terutama persediaan dalam negeri untuk pil dan produksi IUD di dalam negeri. Selain dari itu penjajagan telah dilakukan untuk memungkinkan memenuhi kebutuhan pil dan bahan bakunya dari penyediaan yang dihasilkan di dalam negeri. Penyediaan pil dan alat-alat kontrasepsi lainnya dapat dilihat pada Tabel XV — 12.

Selain dari pada itu selama tahun 1974/75 telah pula di-tingkatkan penyediaan peralatan medis pada klinik-klinik kelu-arga berencana, fasilitas kerja, dan peralatan untuk pusat-pusat latihan.

691

TABEL XV — 12

PENYEDIAAN ALAT KONTRASEPSI PADA KLINIK-KLINIKKELUARGA BERENCANA, 1972/73 — 1974/75

(dalam ribuan)

Macam alatkontrasepsi 1972/73 1973/74 1974/75

1. P i 1 9.000 15.000 19.950

2. I U D 436 400 600

3. K o n d o m 10 29 300

*) Termasuk penyediaan alat-alat kontrasepsi untuk 10 propinsi di luar Jawa dan Bali.

(6) Pencatatan, pelaporan dan dokumentasiKegiatan pencatatan, pelaporan dan dokumentasi dalam

program keluarga berencana terutama ditujukan untuk menyediakan data tentang jalannya pelaksanaan program keluarga berencana secara teratur dan terus menerus. Kegiatan ini merupakan kegiatan penunjang bagi kegiatan-kegiatan lainnya, oleh karena itu dalam tahun 1974/75 telah diusahakan untuk meningkatkan mutu data yang dikumpulkan, baik ketelitiannya maupun kebenarannya.

Selanjutnya dilakukan kegiatan-kegiatan untuk memper-luas pengumpulan data-data baru, serta melakukan peninjauan kembali beberapa kartu yang dianggap tidak sesuai lagi.

(7) Penelitian dan penilaianSesuai dengan kebijaksanaan pokok yang telah

digariskan dalam Repelita II dalam bidang penelitian dan penilaian keluarga berencana, maka dalam tahun 1974/75 telah dilakukan kegiatan-kegiatan untuk menunjang kegiatan program keluarga berencana. Kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

692

(a) Penelitian partisipasi golongan non-pribumi dalam bidang keluarga berencana. Penelitian ini diadakan untuk melihat perbandingan jumlah anak dari golongan pribumi dan non-pribumi, serta membandingkan keadaan pengetahuan dan praktek keluarga berencana. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam hal jumlah anak, rata-rata golongan pribumi sedikit lebih tinggi daripada golongan non-pribumi (4,56 dan 4,21). Demikian juga mengenai jumlah anak yang dikehendaki, rata-rata golongan non-pribumi cenderung menginginkan anak yang lebih sedikit (3,20 dan 3,45 untuk pribumi). Dalam hal pengetahuan dan pelaksanaan keluarga berencana, golongan non-pribumi umumnya lebih banyak mengetahui dan mempraktekkannya apabila dibandingkan dengan golongan pribumi.

(b) Penelitian kelangsungan penggunaan alat-alat kontrasepsi di Jawa Timur, Penelitian ini mencoba mengungkapkan masalah penerimaan keluarga berencana dengan melihat kelangsungan penggunaan kontrasepsi serta persepsi me-ngenai keluarga berencana khususnya mengenai kegiatan-kegiatan "Gugur Gunung" yang telah dilaksanakan di Jawa Timur tahun 1973.

(c) Penelitian kedudukan wanita menurut adat pada beberapa masyarakat pedesaan di Madura. Penelitian ini terutama ditujukan untuk mengetahui kedudukan (status) wanita dalam masyarakat pedesaan dan hubungannya dengan proses pengambilan keputusan untuk menjadi akseptor keluarga berencana.

(d) Analisa mengenai effektifitas biaya program keluarga berencana. Suatu perhitungan mengenai biaya yang telah dikeluarkan oleh program keluarga berencana di Indonesia dibandingkan dengan hasil-hasil yang telah diperoleh baik yang berupa jumlah akseptor, jumlah orang-orang yang dilayani maupun perkiraan-perkiraan kelahiran bayi yang bisa dihindarkan, telah dilakukan pada tahun 1971/72, 1972/73, 1973/74 pada setiap propinsi di Jawa dan Bali.

693

Di samping kegiatan pelaksanaan penelitian tersebut telah dilakukan pula usaha-usaha pendekatan terhadap lembagalembaga penelitian dan universitas-universitas untuk lebih melibatkan mereka secara lebih intensif dalam penelitian bidang kependudukan dan keluarga berencana. Pusat-pusat penelitian dan universitas-universitas tersebut antara lain adalah Pusat Penelitian Penduduk, Universitas Diponegoro, Universitas Satya Wacana di Salatiga, Lembaga Penelitian Kependudukan Universitas Sumatera Utara serta Lembaga Kependudukan Universitas Gajah Mada. Hasil-hasil dari kegiatan penelitian diharapkan akan dapat memberikan petunjuk-petunjuk mengenai perbaikan-perbaikan yang diperlukan baik di dalam perencanaan maupun pelaksanaan program keluarga berencana.

C. KESEJAHTERAAN SOSIAL

1. PendahuluanPembangunan di bidang kesejahteraan sosial terutama di-

tujukan kepada anggota-anggota masyarakat yang mengalami berbagai hambatan sehingga mereka tidak dapat berperan se-cara wajar dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan di lapangan ini juga merupakan usaha untuk meratakan hasil pembangun-an agar dapat dirasakan oleh segenap golongan masyarakat.

Kebijaksanaan pembangunan di bidang kesejahteraan so-sial terutama diarahkan untuk mendorong berkembangnya kesadaran, rasa tanggung jawab sosial, dan kemampuan guna mengatasi masalah-masalah yang dihadapi serta terwujudnya partisipasi mereka dalam pembangunan. Hal ini dilakukan antara lain melalui penyempurnaan sistim pelayanan kesejah-teraan sosial. Dengan demikian diharapkan masyarakat dengan penuh kesadaran turut membantu menyelenggarakan kegiatankegiatan sosial dan sekaligus memperoleh kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan melalui panti-panti tersebut. Di samping itu pembangunan kesejahteraan sosial ditujukan pula untuk mencegah timbulnya pengaruh-pengaruh sampingan yang kurang menguntungkan dalam proses pembangunan.

694

Dalam tahun 1974/75 kegiatan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial terutama dilakukan melalui program-pro-gram Pembinaan Kesejahteraan dan Perubahan Sosial serta Bantuan dan Penyantunan Sosial sebagai program utama, dan Program-program Pembinaan Generasi Muda dan Olah Raga, Pendidikan/Latihan Institusionil, Penelitian serta Peningkatan Aparatur Negara, sebagai program penunjangnya.

2. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunanSampai dengan akhir Repelita I telah dilakukan berbagai

usaha pelayanan di bidang Kesejahteraan Sosial. Kepada ang-gota-anggota masyarakat yang berpenghasilan sangat rendah terutama yang tinggal di daerah minus dan tandus dilakukan usaha untuk mendorong perubahan sikap serta mengembang-kan kemampuannya guna memenuhi keperluan hidupnya secara layak. Terhadap permasalahan anak-anak terlantar dan terhambat perkembangannya telah dilakukan penanggulangan melalui asuhan dan perawatan di dalam Panti-panti Sosial. Untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari bagi anak-anak tersebut serta untuk melatih kebiasaan kerja produktip, kepa-da Panti-panti Asuhan disediakan perangsang berupa sarana usaha peternakan dan kerajinan tangan. Demikian pula telah dilaksanakan pelayanan bagi para penderita cacat baik cacat tubuh, cacat mental maupun cacat tunanetra, terutama beru-pa usaha untuk melengkapi dan menyempurnakan bangunan asrama dan perlengkapan latihan kerja.

Di dalam usaha rehabilitasi korban bencana alam dan orang-orang terlantar/gelandangan telah diberikan pendidik- an dan latihan kerja serta penyaluran ke daerah-daerah per-tanian di luar Jawa. Selain dari itu, terhadap masyarakat yang hidup terasing di pedalaman dilakukan pendekatan-pendekatan dalam bentuk bimbingan sosial dan penyediaan prasarana dasar untuk perkampungan yang menetap, agar mereka dapat menyesuaikan diri terhadap kehidupan yang lebih layak.

695

Dalam rangka membina Kesejahteraan Keluarga Pahla-wan, telah diberikan bantuan sosial dan pembangunan sebuah Wisma untuk para putra Pahlawan yang melanjutkan pendi-dikannya di Jakarta.

Kegiatan-kegiatan pada tahun pertama Repelita II (1974/ 75) pada dasarnya merupakan kelanjutan dan peningkatan pelayanan kesejahteraan sosial yang telah dilakukan dalam Repelita I.

a. Bimbingan dan pengembangan kesejahteraan masyarakat

Pada dasarnya bimbingan dan pengembangan kesejahte-raan masyarakat dimaksudkan untuk mengembangkan kemau-an dan kemampuan masyarakat agar bisa mengadakan kegiat-an-kegiatan secara bersama khususnya dengan mendasarkan diri kepada potensi-potensi setempat yang dapat dimanfaat-kan. Pelayanan yang diberikan dititik beratkan kepada usaha untuk mengembangkan kecakapan pengorganisasian kegiatan sosial, melatih ketrampilan kerja yang diperlukan, di samping usaha-usaha untuk mendorong kegiatan oleh masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat sendiri.

Dalam rangka memperbaiki tingkat penghidupan keluar-ga yang berpenghasilan rendah dalam tahun 1974/75 telah diselenggarakan latihan kerja produktip kepada 1.500 Kepala Keluarga yang tersebar pada desa-desa di 44 Kabupaten di Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Barat. Usaha-usaha tersebut merupakan kelanjutan dan perluasan kegiatan pembinaan kesejahteraan keluarga yang pada tahun 1972/73 dan tahun 1973/74 telah melayani masing-masing sejumlah 1.300 Kepala Keluarga dan 1.400 Kepala Keluarga.

Untuk mendorong perbaikan perumahan pedesaan telah dilakukan kegiatan-kegiatan guna mengembangkan pengertian masyarakat tentang perumahan yang sesuai dengan persya-ratan tehnis, kesehatan, dan lingkungan atas dasar swadaya dan gotong-royong dengan sekedar bantuan dari Pemerintah

696

berupa bahan-bahan bangunan yang tidak terdapat di desa yang bersangkutan. Pada tahun 1973/74 usaha gotong-royong ini telah berhasil membangun 52 buah rumah tersebar di desa-desa di Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tengga-ra Barat.

Dalam tahun 1974/75 telah dilatih 396 orang tenaga Pe-kerja Sosial Sukarela di bidang perumahan. Dengan bimbingan mereka telah berhasil dibangun 210 buah perumahan rakyat secara gotong-royong, tersebar pada 13 Kabupaten di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.b. Pembinaan Kesejahteraan Remaja

Dalam rangka pembinaan generasi muda, telah diseleng-garakan latihan-latihan bagi Pembina Remaja di tingkat Pro-pinsi, dan petugas-petugas bidang kesejahteraan remaja pada Kantor-kantor Sosial tingkat Kabupaten sehingga mereka dapat mengembangkan kegiatan-kegiatan remaja dalam Ka-rang Taruna di daerah-daerah. Untuk menunjang program tersebut kepada 115 Kabupaten dan Kotamadya di Jawa Ba-rat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, D.I. Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara, telah disedia-kan peralatan-peralatan pertukangan d an ketrampilan, alat-alat olah raga dan rekreasi serta alat-alat kesenian sebagai sarana menghimpun dan mengikat kelompok-kelompok remaja ke arah kehidupan yang bertanggung jawab dan berprestasi.

Di dalam hal penanggulangan masalah kenakalan rema-ja, di Jakarta dilanjutkan penyelesaian Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial (nakal) dengan penyediaan perlengkapan untuk ruang observasi/studio psycho-analisa agar lebih memudahkan usaha penyantunannya.

Usaha rehabilitasi sosial terhadap para remaja korban narkotika, pada dasarnya merupakan kegiatan kelanjutan dari-

697

pada keseluruhan proses penyembuhan setelah mereka menjalani perawatan medis. Dalam tahun 1974/75 telah dapat diselesaikan bangunan tempat rehabilitasi sosial di Jakarta.

Pelayanan rehabilitasi terhadap korban narkotika dilaku-kan melalui dua cara. Cara pertama adalah perawatan dalam lembaga, rehabilitasi (pelayanan institusionil). Cara yang ke-dua adalah perawatan korban narkotika melalui kunjungan rumah, sementara yang bersangkutan tetap tinggal di lingkungan keluarga. Dalam tahun 1974/75 telah dirawat 78 penderita pada lembaga rehabilitasi dan 145 penderita melalui perawatan kunjungan rumah.

c. Pengembangan Kesejahteraan Masyarakat Terasing

Dalam tahun 1974/75 diselenggarakan bimbingan praktis untuk mendorong minat, tekad dan kesediaan serta kemampuan masyarakat terasing dalam bentuk pemberian ketrampilan dan kecakapan di bidang pertanian, peternakan, pertukangan, dan lain sebagainya. Selain itu diusahakan membimbing mereka agar menetap di suatu perkampungan. Untuk mempersiapkan kegiatan tersebut telah dirintis penyediaan tanah perkampungan, perumahan, balai sosial serta bibit-bibit tanaman.

Dalam rangka kegiatan ini telah dapat disediakan pela-yanan bagi 600 Kepala Keluarga dalam tahun 1972 dan 450 Kepala Keluarga dalam tahun 1973. Dalam tahun 1974 kegi-atan ini telah ditingkatkan dengan penyediaan pelayanan bagi 1.550 Kepala Keluarga Masyarakat Terasing yang terdiri dari pelayanan kepada 600 Kepala Keluarga di lokasi baru dan 950 Kepala Keluarga di lokasi lama yang sifatnya berupa peman-tapan. Perkembangan pelayanan kesejahteraan sosial bagi masyarakat terasing dapat dilihat pada Tabel XV — 13.

d. Pengembangan kesejahteraan Anak terlantar

Yang menjadi sasaran dalam kegiatan ini adalah anak-anak yang terlantar dan terhambat perkembangannya. Anak-

698

anak terlantar, adalah mereka yang oleh sesuatu sebab-sebab sosial tidak dapat mengecap kehidupan sebagaimana layaknya seorang anak, yaitu anak-anak yatim piatu, anak-anak yang keluarganya mendapat kesulitan sosial yang mengakibatkan keterlantarannya. Sedangkan anak-anak yang terhambat per-kembangannya adalah mereka yang tidak dapat mengembangkan kehidupannya oleh sebab kemiskinan keluarga atau anakanak yang tak mampu mendapatkan/melanjutkan pendidikan disekolah. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut diadakan penyempurnaan cara pengasuhan anak-anak terlantar dalam Panti-panti Asuhan dengan jalan memberikan pendidikan/latihan ketrampilan di samping perawatan untuk memenuhi keperluan-keperluan hidupnya.

TABEL, XV — 13

PERKEMBANGAN PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL.BAGI MASYARAKAT TERASING, 1972 — 1974

(KK)

Lokasi/Suku 1972 1973 1974

1. Sumatera Selatan:a. Suku Anak Dalam

— —150

2. Jambi: a. Suku Anak Dalam 300 200 550

3. Kalimantan Selatan:a. Suku Daya Bukit — — 100

4. Kalimantan Barat:a. Suku Daya Punan 150 —

b. Suku Daya Kantuk — 150 2505. Sulawesi Tengah:

— 100 500a. Suku Tolare6. Maluku:

150 — a. Suku Noalu600 450 1.550

Catatan: K K = Kepala Keluarga.

699

Untuk kebutuhan kegiatan tersebut dalam tahun 1974/75 telah dibangun ruang-ruang latihan ketrampilan beserta pe-nyediaan peralatannya pada berbagai Panti Asuhan di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Suma-tera Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan kepada 29 Panti Asuhan lainnya diberi-kan bantuan berupa paket usaha peternakan, usaha kerajinan tangan, dan lain sebagainya, sebagai modal usaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok sehari-hari serta untuk membiasakan anak asuhannya bekerja secara produktip sejak kanak-kanak.

e. Pembinaan kesejahteraan Orang Lanjut Usia

Masalah orang jompo/lanjut usia di Indonesia merupakan masalah masyarakat secara keseluruhan. Sifat kekeluargaan dan saling membantu satu sama lain dari anggota masyarakat terutama dalam hubungan keluarga serta kebiasaan merawat orang-orang tua dalam keluarga merupakan hal yang turut membantu mengatasi masalah orang lanjut usia.

Walaupun demikian masih banyak orang lanjut usia yang keadaannya terlantar, tidak mempunyai sanak saudara yang dapat merawat, tidak dapat mengurus dirinya sendiri karena keadaan fisik dan mentalnya menurun dan yang tidak mempunyai sumber penghidupan.

Untuk itu diselenggarakan program pembinaan kesejah-teraan orang lanjut usia berupa pelayanan dalam Panti-panti Werdha. Dalam tahun 1974/1975 terdapat 43 buah Panti Werdha di seluruh Indonesia, yaitu 7 buah milik Pemerintah Pusat, 19 buah milik Pemerintah Daerah, dan 17 buah milik Swasta, dengan jumlah penghuninya sebanyak 1.181 orang lanjut usia.

Untuk meningkatkan kepasitas dan mutu pelayanan, sejak tahun 1974/1975 mulai diadakan perluasan dan pemba-ngunan Panti Werdha di Jakarta, Sulawesi Utara, Bali dan Nusa Tenggara Timur, berikut perlengkapannya, serta pena-taran para pengasuh Panti Werdha dari berbagai Propinsi.

700

f. Rehabilitasi para Penderita CacatHambatan yang disebabkan keadaan kecacatan tidak ha-

nya terbatas pada segi kemampuan jasmani saja melainkan dapat meluas dan berpengaruh pada kehidupan sosial, eko-nomi dan mental para penderitanya. Oleh karena itu usaha-usaha penggarapan penderita cacat dilakukan melalui berba-gai bidang yaitu medis, sosial, mental, edukatip dan usaha penyaluran dalam pekerjaan dengan tujuan agar mereka dapat menjadi warga masyarakat yang mampu berdiri sendiri. Untuk mengatasi masalah cacat tersebut diselenggarakan ke-giatan-kegiatan rehabilitasi guna memulihkan kemampuan-kemampuan fisik maupun mental dari sipenderita.

Usaha-usaha yang telah dilakukan meliputi kegiatan- kegiatan sebagai berikut:

(1) Meningkatkan fasilitas dan mutu penyantunan berupa perluasan asrama, penyediaan peralatan/perlengkapan penyantunan berupa perlengkapan asrama, alat-alat pen-didikan/latihan serta alat-alat perpustakaan.

(2) Penyediaan bengkel kerja untuk usaha secara kolektip dalam rangka program penyaluran anak didik.

(3) Pengadaan bantuan perlengkapan kerja bagi 75 penderita cacat yang telah selesai menjalani rehabilitasi.

Dalam tahun 1974/75 kegiatan ditujukan kepada Panti Penyantunan Penderita Cacat Mental di Cibadak (Jawa Barat), Lembaga Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh di Surakarta (Jawa Tengah) dan Palembang (Sumatera Selatan), Lembaga Pendidikan Pengajaran Kegunaan Tunanetra di Malang (Jawa Timur) dan Kupang (Nusa Tenggara Timur).

Sementara itu dalam usaha mengkoordinir dan menyelaraskan kegiatan-kegiatan penyantunan dan pengembangan kesejahteraan para penderita cacat secara menyeluruh, telah dibentuk suatu komisi beranggotakan wakil berbagai instansi/ lembaga yang banyak sangkut pautnya dalam kegiatan rehabilitasi.

701

g. Rehabilitasi GelandanganSalah satu masalah yang dihadapi di bidang pembangun-

an kesejahteraan sosial adalah persoalan yang ditimbulkan oleh perpindahan sebagian penduduk pedesaan ke kota-kota terutama untuk mendapatkan penghidupan dan pekerjaan yang lebih layak. Tetapi oleh karena kesempatan kerja di kota lebih menghendaki persyaratan-persyaratan pendidikan dan ketrampilan yang pada umumnya tidak mereka miliki, menye-babkan timbulnya kelompok-kelompok pengangguran yang hidupnya menggelandang tanpa pekerjaan yang tetap dan layak. Terhadap masalah ini telah dilakukan usaha rehabilitasi me-lalui pembinaan mental untuk membangkitkan kesadaran harga diri dan membangkitkan kesadaran dan kecintaan kerja, serta dengan jalan menyalurkan tenaga mereka ke sektor-sektor produksi/pertanian di luar Jawa. Sebelum disa-lurkan, mereka mendapatkan latihan dalam bermacam ketram-pilan yang diperlukan di tempat pendidikan dan latihan kerja di Bekasi (Jawa Barat) dan Sidoarjo (Jawa Timur). Kegi-atan pendayagunaan tenaga tunakarya/gelandangan ke sektor pertanian di Bengkulu, Lampung, dan Sumatera Selatan yang berasal dari DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, dan Jawa Timur telah dapat ditingkatkan menjadi 1.000 Kepala Keluarga. Hal ini merupakan kenaikan bila dibandingkan dengan penyaluran yang telah dilaksanakan dalam tahun 1972 dan tahun 1973 yang masing-masing berjumlah 393 Kepala Keluarga dan 500 Kepala Keluarga (Lihat Tabel XV 14). Usaha lainnya adalah penyaluran ke lapangan kerja secara lokal atau pengembalian mereka ke tempat asalnya dengan pemberian sekedar permodalan berupa alat-alat kerja. Sementara itu untuk memantapkan pembinaan para bekas gelandangan yang telah berhasil menetap di proyek-proyek penempatan, secara berkala diadakan bimbingan sosial budaya.

h. Rehabilitasi Korban Bencana Alam

Terhadap korban bencana alam, terutama bencana banjir, letusan gunung api dan sebagainya diperlukan pelayanan dan

702

TABEL XV — 14

PENYALURAN DAN PENDAYAGUNAAN TENAGA TUNAKARYA/GELANDANGAN KE SEKTOR PERTANIAN DI BENGKULU,

LAMPUNG, SUMATERA SELATAN(KK)

Daerah asal 1972 1973 1974

D.K.I. Jakarta 50 100 150Jawa Barat 94 129 200Jawa Tengah 99 100 200D.I. Yogyakarta — 22 50Jawa Timur 150 149 400

393 500 1.000

Catatan: KK — Kepala Keluarga.

bantuan rehabilitasi. Usaha rehabilitasi dilakukan dengan cara memindahkan mereka ke daerah lain agar dengan demikian mereka merasa aman dan bebas dari, ancaman bencana serta mampu kembali memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan meliputi kegiatan bimbingan sosial, serta menyalurkannya ke daerah pertanian di luar Jawa, oleh karena pada umumnya mereka berasal dari masyarakat petani. Dalam tahun 1974/75 telah disalurkan 1.090 KK (4.567 jiwa) korban bencana alam dari daerah kronis banjir Ciamis (Jawa Barat) dan banjir Lamongan (Jawa Timur), dari daerah bencana Gunung Merapi (Jawa Tengah) serta dari daerah bencana kekurangan pangan di Gunung Kidul (Yogyakarta) dan di Manggarai (Nusa Tenggara Timur). Mereka telah di-tempatkan di daerah-daerah pertanian di Lampung (240 KK), Kalimantan Timur (300 KK), Sulawesi Tenggara (500 KK) dan Nusa Tenggara Timur 50 KK (lokal). Perkembangan ke-giatan rehabilitasi korban bencana alam dari tahun 1972 — 1974 dapat dilihat pada Tabel XV — 15.

703

TABEL XV — 15

REHABILITASI KORBAN BENCANA ALAM, 1972 — 1974

(KK)

Daerah penempatan korban bencana alam 1972 1973 1974

1. Sulawesi Tenggara 200 200 5002. Kalimantan Timur 100 100 3003. Bengkulu 100 100 —4. Lampung 100 100 2405. Nusa Tenggara Timur

(Lokal) — — 50

500 500 1.090Catatan: KK = Kepala Keluarga.

i. Pendidikan dan Latihan InstitusionilProgram pendidikan ini merupakan kegiatan untuk me-

ningkatkan pengetahuan dan kecakapan para petugas yang melaksanakan usaha perbaikan dan penyempurnaan pelayanan kesejahteraan sosial kepada masyarakat. Dalam tahun 1974/ 75 telah dididik calon-calon pengajar/pelatih dari daerah-dae-rah. Telah diselenggarakan pula latihan-latihan ketrampilan tehnis pekerjaan sosial maupun administrasi kesejahteraan so-sial (di Jakarta dan Padang).

j. Penelitian Masalah Kesejahteraan Sosial

Penelitian yang diselenggarakan dalam tahun 1974/75 bertujuan untuk memantapkan pola pelayanan kesejahteraan sosial yang dapat berfungsi mengembangkan perubahan sosial pada unit-unit masyarakat serta keluarga. Oleh karena diper-kirakan adanya perbedaan kebutuhan dan sikap yang disebab-kan perbedaan keadaan lingkungan tempat tinggal, maka pe-nelitian dilakukan baik terhadap masyarakat/keluarga di daerah pedesaan maupun masyarakat/keluarga dari daerah perkotaan.

704

GRAFIK XV - 6REHABILITASI KORBAN BENCANA ALAM

1972 - 1974

705