keracunan makanan

Upload: alliffabri-oktano

Post on 04-Mar-2016

125 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

keracunan makanan

TRANSCRIPT

BAB 2TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1.1. Latar BelakangKebutuhan pangan tidak terbatas pada jumah saja, tetapi juga dipertimbangkan dari segi mutu atau kualitasnya. Masyarakat di berbagai negara menuntut produk pangan yang mempunyai kualitas baik, bernilai gizi tinggi dan aman. Bahkan organisasi perdagangan dunia WTO (World Trade Organization) membuat persyaratan khusus tentang mutu dan keamanan produk pangan yang diperdagangkan.1Menurut WHO tahun 2002 secara global terdapat 1,5 milyar kejadian gangguan kesehatan karena makanan (foodborne disease), 3 juta di antaranya meninggal setiap tahun, dengan angka yang cenderung meningkat, bahkan menurut estimasi jumlah kejadian yang sebenarnya berkisar antara 100 sampai 300 kali dari kejadian yang dilaporkan.2,3 Menurut WHO dan CDC, di Amerika sendiri, setiap tahunnya terdapat 76 juta kasus penyakit akibat makanan yang menyebabkan 325.000 orang harus dirawat di rumah sakit dan 5000 jiwa meningga dunia. Di Indonesia, makanan yang berasal dari ketering menduduki peringkat teratas sebagai penyebab keracunan makanan dengan angka sebesar 33,8%, disusul oleh makanan jajanan (18,5 %), keluarga (9,2%), industri (4,6%), dan tidak diketahui (33.9%).4 Berbagai kasus keracunan yang menimpa masyrakat konsumen pangan mencerminkan bahwa masih banyak terjadi kelalaian-kelalaian dari pihak produsen serta distributor dan pedagang makanan di satu pihak, serta ketidakpekaan dan ketidakjelian dari pihak konsumen terhadap masalah pangan.5

1.2. Definisi 6Istilah keracunan makanan (food poisining) digunakan untuk menggambarkan semua keadaan atau penyakit yang disebabkan oleh masuknya makanan atau minuman yang megandung toksin atau kuman. Secara terminologi istilah food poisining sebenarnya kurang tepat, istilah yang lebih tepat menururt Colle 1989 adalah food-borne infections and intoxications atau infectious intestinal disease (IIDs). Keracunan makanan ini harus dibedakan dengan : Adverse reaction to a food (sensitif terhdapa makanan) : istilah umum yang digunakan untuk kelainan klinis akibat makanan atau zat tambahannya. Mungkin dimediasi oleh proses imun. Food hipersensitivity: reaski imunologik yang hanya terjadi pada individu tertentu terhadap sejumlah kecil makanan atau zat tambahannya dan tidak dikaitkan dengan efek fisiologik. Dimediasi oleh respon imun seluler dan humoral serta reaksi silang dengan antigen. Food anaphilaxis: reaksi alergi hipersensitif klasik terhadap makanan dan zat tambahannya. Melibatkan respons imun humoral (IgE antibodi) dan mediator kimiawi lainnya. Food intolerance: menggambarkan respon fisiologik abnormal terhadap makanan dan zat tambahannya berupa reaksi imunologik, idosinkrasi, metabolik, farmakologik atau toksik. Food toxicity (poisining): efek samping langsung dari makanan atau zat tambahannya tanpa melibatkan respon imun.Toksin berasal dari makanan, atau mikroorganisme dan parasit yang mengkontaminasi makanan. Food idiosyncrasy: reaksi ini terjadi pada individu tertentu tanpa melibatkan respon imun, biasanya dikaitkan dengan faktor genetik. Metabolic food reaction: efek toksik dari makanan ketika dimakan secara berlebihan.

2.3. Klasifikasi 6Food borne diseases dikalsifikasikan dalam dua kelompok besar berdasarkan agen penyebabnya yaitu; food borne poisining/intoxication dan food borne infections. 1. Food borne infections: merupakan penyakit yang disebabkan oleh beberapa organisme patogen yang tertelan bersama makanan dan menyebabkan terjadinya infeksi. 2. Food borne poisining/intoxications: merupakan penyakit yang disebabkan oleh makanan yang mengandung mikroorganisme yang menghasilkan toksin baik dari tanaman maupun dari binatang atau karena konsumsi makanan yang terkontaminasi zat kimia.

Tabel 1. Food borne infections

Tabel 2. Food borne poisining/intoxications

Tabel 3. Jenis Patogen Berdasarkan Masa Inkubasinya

Tabel 4. Jenis Bakteri dan Gejala Klinis Berdasarkan Masa Inkubasi

Tabel 5. Penggolongan Mikroba Patogen Berdasarkan Tingkat Berbahayanya

2.4. Etiologi 6Penyebab keracunan makanan selain dari bakteri dan toksin dari alam (tabel 1) juga sebagai akibat bioteroisme atau perang dengan senjata biologis. Dikenal istilah; BW (Biological walfare agent) seperti bacillus anhracis, Botulinum Toksin, brucella species, Shigella species dan staphilococus aureus toxin dan CW (chemical walfare agent).

2.5. Patogenesis dan Gambaran Klinis 62.5.1. Food Borne InfectionsA. Bacterial Food Borne Infectionsa. Demam TifoidDemam tifoid merupakan penyakit sistemik yang diseabakan oleh S.typhi, sedangkan demam paratifoid disebabkan oleh S.paratyphi A dan B. Patogenesis : Bakteri salmonella masuk ke dalam tubuh bersama makanan yang selanjutnya menembus lapisan epitel usus halus dan dibawa oleh makrofag ke seluruh tubuh hingga ke sistem retikuloendotelial. Selama fase bakteremia, kuman ini dapat menetap dalam kantong empedu.Gambaran Klinis: Masa inkubasi 3-21 hari. Pasien biasanya dengan demam, sakit kepala, anoreksia, menggigil, malaise, nyeri abdominal dan diare atau konstipasi. Pada pemeriksaan fisis ditemukan pembesaran hati dan limfa dan nyeri tekan abdomen. Jika tidak diobati dapat terjadi komplikasi terutama perforasi dan perdarahan gastrointestinal.

b. Salmonella non tifoidPatogenesis: Bakteri ini masuk ke saluran cerna bersama makanan dan menyebabkan kerusakan pada mukosa usus sehingga terjadi diare inflamatorik. Gambaran Klinis : Gejala tersering adalah dehidrasi ringan karena diare tanpa darah, mual muntah, demam dan keram perut yang berlangsung selama masa inkubasi 6-48 jam. Diare dengan volume yang banyak atau disentri dapat juga terjadi.

c. Shigelosis/ disentri basilerMerupakan kolitis inflamatori akut yang disebabkan oleh spesises Shigella.Patogenesis: bakteri ini ikut tertelan bersama makanan dan menginvasi sel epitel kolon dan berkembang biak dalam sel sehingga sel mengalami kerusakan dan kematian dan mengakibatkan ulserasi mukosa kolon.Gambaran klinis: Masa inkubasi 1-7 hari, dengan gejala diare encer tanpa darah atau dosentri hebat disertai tenesmus dan demam, sering memberat pada anak-anak dan disertai nyeri abdomen. Komplikasi shigelosis yang dapat terjadi adalah dehidrasi dan bakteremia.

d. Infeksi Escherechia ColiPerbedaan jenis strain E.coli memberikan gejala diare dengan mekanisme yang berbeda. Enteropathogenic E.ColiPatogenesis: kolonisasi dalam usus besar dan melekat pada mukosa menyebabkan morvili berkurang.Gambaran klinis: diare dengan lendir tetapi tanpa darah. Enteroinvasive E.ColiPatogenesa: menginvasi dan berkembang biak pada mukosa kolonGambaran Klinis: gejala hampir mirip dengan infeksi shigella.

e. BrucellosisPatogenesis: bakteri ini menginvasi melalui aliran darah dan menetap di hati, limfa, tulang dll. Dalam jaringan ini akan merangsang respon inflamasi.Gambaran klinis: masa inkubasi 1 minggu sampai bebeapa bulan dan kemudian akan bermanifestasi pada pasien dengan beragam tanda dan gejala seperti demam, menggigil, keringatan, mialgia, atralgia, sakit kepala, anoreksia, berat badan menurun, bentuk kering dll. Pasien akan tampak sehat atau sakit berat dengan beberapa gejala yang mnyertai: pallor, limfadenopatim pembesaran hati dan limfa, inflamasi, rash dll.

B. Parasitic Food Borne InfectionsYang paling sering ditemukan adalah amebiasis, ascariasis, taeniasis dan giardiasis.a. AmebiasisPatogenesis: tropozoit yang berasal dari kista menginvasi mukosa usus besar dan menyebabkan ulserasi kemudia menyebar ke organ lain melalui aliran darah dan menyebabkan lesi di tempat lain (paling sering di hepar)Gambaran klinis: Sindrom klinis bervariasi. Amebiasis intestinal simptomatik bermanifestasi berupa nyeri abdomen, dan diare ringan yang diikuti dengan nyeri abdomen difus, berat badan menurun, malaise dan diare lendir darah. Demam terjadi kurang dari 40% pasien. Manifestasi abses hati amubik berupa demam, nyeri tekan di atas hepar dan efusi pleura sisi kanan. Kurang dari 30% didahului dengan diare. Komplikasi dapat terjadi ruptur abses dan pembentukan rongga abses antara hepar dengan paru-paru.

b. GiardiasisPatogenesis: tropozoit yang berasal dari kista dilepaskan dalam usus halus. Tropozoit bertambah banyak melalui proses oembelahan ganda, kemudian melekat pada mukosa usus dan menyebabkan diare dan malabsorbsi, namun demikian mekanisme pasti G.lambia menyebabkan diare belum diketahui.Gambaran klinis: sebagian besar pasien asimptomatik. Tetapi pada individu yang terinfeksi dapat ditemukan gejala diare, nyeri abdomen, kembung, anoreksia, berat badan menurun, mual dan muntah.

c. Taeniasis Taeniasis saginataPatogenesis: Bentuk infeksi yang paling sering ditemukan di Etiopia. Cysticerci ini melekat dalam serat otot sapi dan mengeinfeksi manusia dari daging yang mentah atau setengah matang dan berkembang biak sampai dewasa dalam usus halus.Gambaran Klinis: Saat buang air besar biasanya ditemukan bagian proglotids cacing di feses, rasa tdak enak perianal, nyeri ringan atau rasa tidak enak pada abdomen, mual dan anoreksia. Taeniasis SoliumPatogenesis: dua bentuk T.solium mampu menyebabkan infeksi pada manusia yaitu; bentuk cacing dewasa, menyebabkan infeksi pada usus karena terikut dalam makanan terutama daging babi yang tidak dimasak dan mengandung cysticerci. Bentuk larva, menyebabkan infeksi cysticercosis dalam jaringan otak dan otot skletal dan juga karena menelan telur cacing T. Solium. Kemungkinan autoinfeksi karena feko-oral.Gambaran Klinis: Infeksi usus bisa tanpa gejala atau dengan gejala dengan manifestasi rasa tidak nyaman epigastrium, mual, sensasi lapar, diare dll. Cysticercosis, geajalanya tergantung lokasi dan jumlah cysticerci dan derajat respon inflamasi dari jaringan yang terkena.

d. AscariasisPatogenesa: telur cacing dalam feses menetas dalam tanah dan menjadi infeksi dalam beberapa minggu. Ketika makanan terkontaminasi dengan tanah ini maka larva akan menetas dalam usus kemudian masuk aliran darah menuju paru, masuk alveoli dan cabang bronchial kemudian tertelan ke dalam saluran cerna. Dalam usus halus, cacing ini berkembang menjadi cacing dewasa.Gambaran klinis: manifestasi klinis dapat berupa: migrasi larva ke dalam paru-paru menyebabkan batuk, sesak napas, suptum bercampur darah. Cacing dewasa dalam usus umumnya tidak bergejala tetapi dapat menyebabkan obstruksi usus, perforasi atau cacing dapat bermigrasi ke tempat lain menyebabkan manifestasi seperti kolik bilier.

C. Viral Food Borne Infectionsa. Gastroenteritis virusPatogenesis: Rotavirus menyebabkan diare osmotik karena malabsorbsi nutrient. Calcivirus seperti Norwalk virus juga menyebabkan diare yang sama namun mekanismenya sedikit berbeda.Gambaran Klinis: Infeksi rotavirus menyebabkan muntah tiba-tiba disertai diare ringan hingga berat, dengan diare bercampur lendir, dan demam. Infeksi Norwalk virus, tiba-tiba mual dan keram perut diikuti muntah dengan atau tanpa diare, demam ringan, sakit kepala, dan mialgia, dengan masa inkubasi 18-72 jam.

b. Hepatitis VirusPatogenesis: transmisi hepatitis virus A dan E sering melalui feko-oral. Virus hepatitis ini akan merusak sel hepar (hepatosit), namun respons imunologik dari tiap individu berperan penting dalam patogenesis.Gambaran Klinis: Masa inkubasi berbeda tergantung jenis virus penyebab. Gejala prodromal termasuk anoreksi, mual dan muntah, letih dan lesu, atralgia dan mialgia, sakit kepala, fotofobia, demam ringan, ikterus disertai berat badan sedikit menurun, hepar teraba membesar, nyeri kuadran kanan atas.

2.5.2. Food Borne Poisining/ IntoxicationsA. Bacterial Food PoisiningBeberapa kemungkinan jenis bakteri sebagai penyebab keracunan makanan berdasarkan lama inkubasi.a. KoleraKolera merupakan diare akut yang disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh vibrio kolera dan menyebabkan kematian jika tidak diterapi dalam beberapa jam.Patogenesis: bakteri ini berkolonisasi di usus halus, dan yang melepaskan enterotoksin protein disebut toksin kolera. Toksin ini akan menghambat absorbsi dan aktivasi ekskresi klorda sehingga terjadi akumulasi sodium klorida dalam lumen usus yang akan menarik air secara pasif.Gejala Klinis: Masa inkubasi 24-48 jam, pasien dengan gejala tiba-tiba diare cair yang sangat banyaj disertai muntah. Demam dan nyeri abdomen biasanya tidak ditemukan. Komplikasi yang dapat terjadi adalah hipovolemik syok karena dehidrasi, gangguan elektrolit dan gangguan ginjal akut.b. Escherecia Coli Enam kelas E.coli yang telah diketahui sebagai penyebab diare yaitu; enterohemoragic (EHEC), enterotoxigenic (ETEC), Enteroinvasive (EIEC), enteroaggregative (EAEC), enteropathogenic (EPEC), dan diffusely adherent (EDAEC). Semua strain enterohemmoragic memproduksi toksin shiga 1 dan atau shiga 2, juga toksin vera 1 dan toksin vera 2. ETEC menyebabkan diare encer. Kuman-kuman di atas melekat pada dinding usus kemudian menghasilkan toksin yang akan mengganggu lapisan mukosa usus. Gambaran Klinis: Gejala kolitis hemoragik umumnya terjadi 1-2 hari setelah memakan bahan makanan yang terkontaminasi meskipun ada beberapa yang melaporkan terjadi setelah 3-5 hari. Gejala diawali dengan diare ringan tanpa darah, disertai nyeri abdomen dan demam. Selama 24-48 jam berikutnya, intensitas diare semakin meningkat dan biasanya diare disertai darah ini dapat terjadi sampai 4-10 hari, nyeri abdomen hebat dan dehidrasi sedang. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kolitis hemoragik adalah hemolytic-uremic syndrome, yang dapat terjadi pada minggu pertama setelah munculnya gejala gastrointestinal dan acute kidney injury. Namun, komplikasi ini sering ditemukan pada anak di bawah 10 tahun.

Enterotoxigenic E.Coli (ETEC)Patogenesis: kolonisasi pada usus besar dan melepaskan toksin heat labil (LT) dan heta stable (ST) yang akan mesntimulasi sekresi cairan.Gambaran Klinis: Diare setelah periode inkubasi 24-72 jam, muntah jarang, pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri, paling lama 1-3 hari. Diare akut encer tanpa lendir atau tanpa darah, keram perut.

Enterohemoragic E. Coli (EHEC) Patogenesis: Kolonisasi dalam kolon dan ileum dan menghasilkan Shiga-like toxin yang akan menyebabkan respon inflamatori dalam mukosa kolon. Gambaran Klinis: Diare encer bercampur darah dan disertai nyeri perut. bercampur darah dan disertai nyeri perut. Sindrom uremik hemolitik merupakan komplikasi dari infeksi EHEC.

Enteropathogenic E.Coli (EPEC)Gambaran Klinis: Inkubasi 1-2 hari dengan gejala diare encer barcampur lendir, gejala ini akan pulih sendiri namun kadang dapat menetap hingga seminggu.

c. AntraksisPatogenesis: toksin yang dilepaskan oleh bakteri ini memberikan manifestasi penyakit yang beragam. Ada tiga klinik utama ada antraks yaitu; (1) Antraks kutaneus, yang paling sering ditemukan berupa lesi kulit lokal dengan pusatnya hitam karena skar dari nekrosis dan edema non pitting. (2) Antraks inhalasi (penyakit Wool sorters), karakteristik mediatinitis hemorogik dengan mortalitas yang tinggi. (3) Antraks gastrointestinal, sering ditemukan di Ethiopia dengan motalitas yang tinggi.Gambaran Klinis: ada dua bentuk utama yang sering ditemukan yaitu manifestasi Antraks gastrointestinal beupa demam, mual, muntah, nyeri abdomen, diare massiv dengan atau tanpa darah dan kadang ditemukan asites. Manifestasi antraks orofaringeal berupa demam, suara parau dan sulit menelan, limfadenopati regional yang sangat nyeri dan distress respirasi.

d. Infeksi staphylococcus AureusPatogenesa: Bentuk keracunan makanan yang paling sering, enterotoksin yang dihasilkan bekerja pada resptor usus yang akan mentransmisikan impuls ke pusat medullar melalui nervus vagus yang akan menginduksi muntah, kuman ini juga bekeraj sebagai superantigen.Gambaran Klinis: Setelah inkubasi 1-8 jam (jarang sampai 18 jam) biasanya akan terjadi muntah yang intens dan disertai diare encer dan keram perut sampai 24 jam, biasanya gejala akan menghilang setelah 24-48 jam setelah keracunan bakteri ini.

e. Infeksi Bacillus AcereusPertumbuhan bakteri ini dalam makanan dan ususu akan menghaslkan enterotoksin yang dapat merangsang muntah dan diare. Keracunan makanan akibat bacillus cereus ini karena enterotoksinnya yang berasal dari bentuk spora bakteri ini menghasilkan cell associated endotoksin yang dilepaskan ketika sel-sel bakteri mati ini memasuki saluran pencernaan.Gambaran Klinis: Manifestasi tergantung masa inkubasinya, jika inkubasinya 2-8 jam maka gejalanya berupa muntah (emetic form). Jika inkubasinya 6-8 jam maka gejala diare yang yang utama (diarrheal form). Gejala yang bisa ditemukan adalah mual, muntah, nyeri perut, tenesmus dan feses encer. Demam umumnya tidak ada.

f. Clostiridium PerfringensPatogenesa: Enterotoksin yang dihasilkan selama sporulasi dalam usus menyebabkan hipersekresi. Spora ini masih dapat bertahan hidup meskipun makanan dipanaskan. Perubahan pH dari lambung ke usus mempengaruhi juga proses sporulasi bakteri ini dalam hal pelepasan toksin. Ketika C.perferingens makin banyak yang tertelan bersama makanan, maka toksin akan semakin banyak yang dilepaskan dalam saluran cerna terutama di usus yang akan menyebabkan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit.Gambaran Klinis: Gejala tersering adalah diare, kram perut dan kadang disertai sedikit demam, maul sering juga ditemukan tanpa disertai muntah. Lamanya keluhan singkat, biasanya kurang dari satu hari. Penyakit ini jarang fatal pada orang sehat. Gejala kardinalnya adalah diare hebat setelah masa inkubasi 8-16 jam, kadang disertai muntah, tanpa pengobatan akan pulih setelah 1-4 hari.

g. Clotridium BotulinumPatogenesis: Botulism merupakan penyakit kelumpuhan akibat neurotoksin dari clostridium botulinum. Ada empat bentuk klinik yang dikenal yaitu: Food brone botulism yang dihasilkan karena makanan yang tercemar toksin ini Wound botulism karena toksin mencemari kayu/lantai Infant botulism dan adult botulism karena spora C.botulinum yang menghasilkan toksin dalam usus.Peranan neurotoksin dalam menyebabkan kelumpuhan melalui proses proteolisis dari neruoeksocytosis yang akan menghambat pelepasan asetil kolin pada mioneural junction sehingga mencegah transmisi neuron ke otot. Sebagai akibatnya otot tidak dapat berkontraksi dan terjadi kelumpuhan otot.Gambaran Klinis: Gejala keracunan terjadi dalam 18-24 jam setelah toksin tertelan, gejala yang dapat terjadi adalah penglihatan kabur, sulit menelan dan bicara, kelemahan otot, mual dan muntah. Tanpa terapi adekuat sepertiga dari pasien keracunan ini akan mati dalam beberapa hari karena gagal napas atau gagal jantung. Infant-norne botulism: Bentuk terbanyak jenis keracunan ini Food borne botulism: Masa inkubasi biasanya 18-36 jam. Gejala dapat bervariasi dari bentuk ringan hingga yang tidak butuh terapi hingga kondisi berat dan fatal. Keterlibatan saraf kranial merupakan gejala awal seperti gejala diplopia, diasartria dan atau disfagia, kekakuan atau kelumpuhan otot simetris yang prograsif mulai dari leher, lengan, dada dan kaki. Umumnya kekakuan otot yang terjadi ini asimetris. Gejala mual, muntah, nyeri perut, pusing, pandangan kabur, mulut dan tenggororkan kering dan suara serak dapat pula ditemukan bersamaan dnegan kelumpuhan. Ileus paralitik, konstipasi hebat dan retensi urin sering terjadi. Pasien akan tampak seperti mengantuk atau cemas. Ptosis dapat terjadi karena refleks papillar menurun, dilatasi pupil dan refleks tendon normal atau menurun. Adult infectious botulism: gejalanya dari ringan hingga berat, kostipasi umumnya sebagai gejala awal. Kelemahan otot leher, kelemahan kemampuan menghisap, ganguan ekspresi wajah dan verbalisasi. Penyebaran kelumpuhan tergantung saraf kranial yang terkena dan refleks tendon normal atau menurun.

2.5.3. Manifestasi Gastrointestinal Tersering Gejala diare merupakan gejala tersering pada kasus keracunan makanan. Untuk membedakan apakah diare ini akibat proses inflamatorik atau non inflamatorik dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 6. Jenis Diare dan Patogenesanya

B. Keracunan Bahan Kimiaa. Keracunan Logam Berat (timah, merkuri, arsenik) Keracunan timahSumber keracunan timah ini melalui residu yang melekat pada makanan akibat kontaminasi dari kalengnya, peralatan mengolahnya, air yang tercemar, wadah yang dicat atau catnya. Metabolisme: Timah ini masuk ke tubuh melalui jalur diserap atau dihirup kemudian diekskresikan melalui urin dan feses. Toksisitas terjadi karena timah akan berikatan denagn membran sel dan mitokondria yang akan mencegah fosorilasi oksidatif mitokondria, dan transport natrium, kalium dan kalsium.Gambaran Klinis: Nyeri abdmen, iritabilitas, letargi, anoreksia, pucat, ataksia dan bicara kurang jelas, nyeri sendi, neuropati perifer dan gangguan memori jangka pendek serta gangguan konsentrasi. Kejang, koma dan kematian dapat terjadi karena edema serebral dan gagal ginjal. Keracunan timah subklinis dapat menyebabkan gangguan retardasi mental dan gagal ginjal kronik, hal ini dapat terjadi pada paparan yang lama dan kadar yang tinggi.

Keracunan MerkuriSumber yang paling sering berasal dari makanan laut dan merkuri dari bahan industri. Patogenesis: markuri ini diserap baik melalui paru dan asluran cerna dan diekskresikan melalui urin dan atau feses. Keracunan terjadi karena efek lokal dan retensi dalam finjal.Gambaran Klinis: Merkuri yang terhirup akan menyebabkan batuk, sesak, dan rasa tertekan atau rasa terbakar pada dada. Jika kadar merkuri yang tertelan banyak dapat menyebabkan mual, munrah, hematemesis, nyeri abdomen, diare dan tenesmus. Komplikasi keracunan merkuri yang dapat terjadi pada paru adalah distres pernapasan, edema paru, pneumonia lobaris dan fibsrosis. Dapat juga menyebabakn toksik neurologi, ganguan ginjal akut dan kolaps sirkulasi.

ArsenikSumber kontaminasi dapat berasal dari makanan laut, pestisida dan herbisida.Patogenesa: setelah diserap, arsenik inorganik akan berakumulasi dalam hati, limpa, ginjal, paru dan saluran cerna. Meskipun cepat dibersihkan namun tetap meninggalkan residu yang menyebabkan keratin rich tissue. Arsenik terutama bentuk trivalen akan menghambat sulfhydril yang mengandung enzim. Bentuk arsenik hepatavalen akan berkompetensi dengan fosfat dalam hidrolisis cepat untuk berikatan dengan komponen energi seperti ATP.Gambaran Klinis: Keracunan arsenik dapat ditemukan gejala mual, muntah, diare, nyeri abdomen dan delirium. Pada keracunan kronik, dapat ditemukan perubahan pada kulit dan kuku.

b. InsektisidaMenurut Taylor, racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif kecil bila masuk kedalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit atau kematian.7 Berdasarkan struktur kimianya insektisida dapat digolongkan menjadi: 7,8 1. Insektisida golongan fospat organik ; seperti : Malathoin, Parathion, Paraoxan , diazinon, dan TEP.2. Insektisida golongan karbamat ; seperti : carboryl dan baygon3. Insektisida golongan hidrokarbon yang diklorkan ; seperti ,DDT endrin , chlordane, dieldrin dan lindane.

PatogenesaBila dilihat dari cara kerjanya , maka insektisida golongan fospat organik dan golongan karbamat dapat dikategorikan dalam antikolinesterase ( Cholynesterase inhibator insectisides) , sehingga keduanya mempunya persamaan dalam hal cara kerjanya , yaitu merupakan inhibator yang langsung dan tidak langsung terhadap enzim kholinesterase.7,9,10.Racun jenis ini dapat diabsorbsi melalui oral , inhalasi , dan kulit. Masuk ke dalam tubuh dan akan mengikat enzim asetil kholinesterase ( AChE ) sehingga AChE menjadi inaktif maka akan terjadi akumulasi dari asetilkholin.8,9

Gambaran KlinisManifestasi utama keracunan adalah gangguan penglihatan , gangguan pernafasan dan hiper aktif gastro intestinal.a. Keracunan AkutGejala gejala timbul 30 60 menit dan mencapi maksimum dalam 2 8 jam. Keracunan ringan :Anoreksia , sakit kepala , pusing , lemah , ansietas , tremor lidah dan kelopak mata , miosis, penglihatan kabur. Keracunan Sedang :Nausia, Salivasi, lakrimasi , kram perut , muntah muntah , keringatan , nadi lambat dan fasikulasi otot. Keracunan Berat :Diare , pin point , pupil tidak bereaksi , sukar bernafas, edema paru , sianons , kontrol spirgter hilang , kejang kejang , koma , dan blok jantung.b. Keracunan Kronis Penghambatan kolinesterase akan menetap selama 2 6 minggu ( organofospat ) . Untuk karbamat ikatan dengan AChE hanya bersifat sementara dan akan lepas kembali setelah beberapa jam ( reversibel ) . Keracunan kronis untuk karbamat tidak ada. Gejala gejala bila ada menyerupai keracunan akut yang ringan , tetapi bila eksposure lagi dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gejala gejala yang berat.Kematian biasanya terjadi karena kegagalan pernafasan , dan pada penelitian menunjukkan bahwa segala keracunan mempunyai korelasi dengan perubahan dalam aktivitas enzim kholinesterase yang terdapat pada pons dan medulla. Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi karena adanya kelemahan otot pernafasan , spasme bronchus dan edema pulmonum.

c. Keracunan Dari Bahan Tanaman Neurolathyrism (lathyrism)/Guaya Keracunan jamur AflatoksinAflatoksin adalah sejenis racun yang dihasilkan oleh jamur Aspergiluus flavus dan penicilium. Racun ini banyak terdapat pada bahan makanan yang dikontaminasi oleh jamur tersebut. Aflatoksin tidak menyebabkan keracunan secara akut tetapi secara kronik dapat menimbulkan kelainan hati pada binatang dan manusia. Aflatoksin banyak ditemukan dalam makanan misalnya: susu, kacang tanah, oncom, tembakau, minyak kacang dan jamu-jamuan diduga mengandung aflatoksin tersebut.

d. Keracunan Singkong 6Singkong (Manihot utilisima) atau dikenal juga sebagai ketela pohon merupakan tanaman yang tumbuh di seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Tanaman singkong dapat dimanfaatkan secara keseluruhan mulai dari batang, daun dan umbinya.Glikosida sianogen merupakan metabolit sekunder pada tumbuhan, yang berupa turunan asam amino. Terdapat banyak jenis glikosida sianogen, seperti misalnya pada almond disebut amygdalin, pada Shorgum disebut durrhin, pada rebung disebut taxiphyllin. Pada singkong, glikosida sianogen utama adalah linamarin, sementara sejumlah kecil lotaustralin (metil linamarin) hanya ditemukan dalam jumlah kecil pada singkong. Linamarin dengan cepat dihidrolisis menjadi glukosa dan aseton sianohidrin sedangkan lotaustralin dihidrolisis menjadi sianohidrin dan glukosa. Di bawah kondisi netral, aseton sianohidrin didekomposisi menjadi aseton dan hidrogen sianida.Hidrogen sianida (HCN) atau asam sianida ini merupakan racun pada singkong, masyarakat mengenal sebagai racun asam biru karena adanya bercak warna biru pada singkong dan akan menjadi toksin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih dari 50 ppm.

Patogenesa Hidrogen sianida yang masuk ke dalam tubuh dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh darah. Tingkat sianida dalam berbagai jaringan manusia pada kasus keracunan HCN yang fatal telah dilaporkan, bahwa pada lambung : 0,03, pada darah : 0.5, pada hati : 0,03, pada ginjal : 0,11, pada otak : 0,07, dan urin : 0,2 (mg/100g). Secara fisiolgi dalam tubuh, Hidrogen sianida menginaktivasi enzim sitokrom oksidase dalam mitokondria sel dengan mengikat Fe3 + / Fe2 + yang terkandung dalam enzim. Hal ini menyebabkan penurunan dalam pemanfaatan oksigen dalam jaringan. sehingga organ yang sensitif terhadap konidis kurangnya O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Sehingga dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia dan kejang. Selain itu sianida menyebabkan peningkatan glukosa darah dan kadar asam laktat dan penurunan ATP / ADP rasio yang menunjukkan pergeseran dari aerobik untuk metabolisme anaerobik. Hidrogen sianida akan mengurangi ketersediaan energi di semua sel, tetapi efeknya akan paling cepat muncul pada sistem pernapasan dan jantung.

Gambaran KlinisGejala keracunan yang muncul antara lain respirasi cepat, penurunan tekanan darah, denyut nadi cepat, pusing, sakit kepala, sakit perut, muntah, diare, kebingungan mental, berkedut dan kejang-kejang. Jika hidrogen sianida melebihi batas toleransi kemampuan individu untuk detoksifikasi / mentolerir, kematian dapat terjadi akibat keracunan sianida. Dosis oral HCN yang mematikan bagi manusia yang dilaporkan 0.5-3.5mg/kg berat badan.

e. Keracunan JengkolMengkonsumsi biji jengkol mentah atau setengah matang diduga berperan memberikan potensi risiko terjadinya keracunan jengkol karena asam jengkolat yang terkandung dalam biji jengkol mentah masih dalam keadaan utuh dan aktif. Namun demikian tidak semua orang yang mengkonsumsi jengkol akan mengalami keracunan karena faktor utama penyebab kejadian keracunan akibat jengkol tergantung pada daya tahan tubuh seseorang, dalam hal ini kondisi lambungnya, jumlah jengkol yang dikonsumsi, atau cara memasaknya. Seseorang yang mengkonsumsi jengkol dalam kondisi lambung yang asam akan lebih berisiko mengalami keracunan.11 Jumlah buah yang dimakan juga bervariasi untuk menimbulkan keracunan yaitu antara 1-10 buah jengkol.12 Laporan kasus oleh Bunawan et al. (2014), sindrom jengkolisme muncul 2-12 jam paska mengkonsumsi jengkol.13

PatogenesaAsam jengkolat relatif mudah dan cepat diabsorpsi oleh usus halus, kemudian 2-3- jam berikutnya sudah ditemukan pada urin penderita dengan bentuk yang tidak berubah, dan dalam jumlah yang besar. Ini menunjukkan efisiensi penyerapan yang tinggi dari usus, dan ginjal terkesan sebagai alat ekskresi utama bagi asam jengkolat, dan bahan ini tidak mengalami metabolisme berarti dalam hati. Di dalam darah, asam jegnkolat ditransportasikan dalam bentuk ikatan longgar dengan albumin sehingga dengan mudah dilepaskan oleh albumin dan lolos dari saringan glomerulus.14Asam jengkolat mampu merembes ke jaringan sekitar (imbibisi), sehingga pada beberapa kasus keracunan jengkol yang disertai sumbatan di uretra, asam ini keluar ke jaringan sekitar (ekstravasasi) bersama dengan air kemih dan tertimbun di jaringan tersebut sehingga terbentuk infiltrat air kemih yang mengandung kristal asam jengkolat pada penis, skrotum dan di daerah suprapubis. Hal ini lebih sering terlihat pada anak-anak (Moenanjat dkk, 1936). Pada anak laki-laki, hablur asam jengkolat banyak berkumpul di fossa naviculare penis. Pada 20% penderita keracunan yang ditemukan inflitrat di daerah penis dan suprapubis. Bila dilakukan torehan (excisie), infiltrat ini mengandung hablur asam jengkolat (Sadatun dan suharjono,1968). Rembesan cairan urin (mengandung kristal asam jengkolat) daerah suprapubis, dapat terjadi bila ureter atau vesika urinaria mengalami peregangan berlebihan, dan cairan keluar melalui celah antar sel epitel permukaan (Junqueira dkk, 1998).12

Gambaran KlinisGejala yang timbul disebabkan oleh hablur (kristal) asam jengkol yang dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih. Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah memakan jengkol. Keluhan yang tercepat 2 jam dan yang terlambat 36 jam sesudah makan biji jengkol.Umumnya penderita menceritakan setelah memakan beberapa biji jengkol, ia akan merasa nyeri perut, kadang-kadang disertai muntah, adanya serangan kolik pada waktu berkemih. Volume air kemih juga berkurang bahkan sampai terjadi anuria. Kadang-kadang terdapat hematuria. Napas dan urin berbau jengkol.

2.6. Diagnosis Keracunan Makanan Secara Umum 6,15Penegakkan diagnosis pasti penyebab keracunan cukup sulit karena diperlukan sarana laboratorium toksikologi yang cukup handal, dan belum ada sarana laboratorium swasta yang ikut berperan sedangkan sarana laboratorium rumah sakit untuk pemeriksaan ini juga belum memadai sedangkan sarana instansi resmi pemerintah juga sangat minim jumlahnya.Untuk membantu mengakkan diagnosa maka diperlukan autoanamnesis dan aloanamnesis yang cukup cermat serta dierlukan bukti-bukti yang diperoleh di tempat kejadian. Selanjutnya pada pemeriksaan fisik harus ditemukan dugaan tempat masuknya racun yang dapat melalui berbagai cara yaitu inhalasi, per oral, absorpsi kulit dan mukosa atau parenteral, hal ini penting diketahui karena berpengaruh pada efek kecepatan dan lamanya (durasi) reaksi keracunan. Racun yang melalui rute oral biasanya bisa diketahui lewat bau mulut atau muntahan kecuali racun yang sifat dasarnya tidak berabu dan berwarna seperti arsenikum yang sulit ditemukan hanya berdasar inspeksi saja. Luka bakar warna keputihan pada mukosa mulut atau keabuan pada bibir dan dagu menunjukkan akibat bahan kaustik atau korosif baik yang bersifat asam kuat maupun basa kuat. Perbedaan pada dampak luka bakarnya yaitu nekrosis koagulatif akibat paparan asam kuat sedangkan basa kuat menyebabkan nekrosis likuitatif. Kerusakan korosfi hebat akibat alkali kuat pada esofagus lebih berat dibandingkan akibat asam kuat, kerusakan terbesar apabila pH>12 tapi tergantung juga pada konsentrasi bahan tersebut. Waspadai kemungkinan kerusakan pada rongga mulut. Beberapa jenis racun mempunyai bau yang spesifik tetapi kemampuan mendeteksi bau pada populasi umum di masyarakat hanya 50%. Beberapa ciri tertentu dari urin dapat pula membantu menegakkan diagnosis.

a. AnamnesisAnamnesis merupakan hal yang penting dilakukan untuk mencari sumber dan penyebab keracunan, hal yang perlu ditanyakan adalah: Di mana, kapan dan apa yang dimakan? Berapa lama waku setelah makanan masuk dengan gejala pertama muncul? Lamanya sakit? Apakah makanannya berbau atau berubah rasa dari biasanya? Apakah ada orang lain yang mengkonsumsi makanan yang sama? Apakah orang lain tersebut juga sakit karena makanan ini? Apakah ada sisa makanan yang bisa diperiksa?

b. Pemeriksaan FisikPenilaian keadaan klinis yang paling awal adalah status kesadaran. Alat ukur kesadaran yang paling sering digunakan adalah GCS. Penemuan klinis seperti ukuran pupil mata, frekuensi nafas dan denyut jantung mungkin dapat membantu penegakkan diagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran.

Tabel 7. Karakteristik Bau Racun

Tabel 8. Karakteristik Warna Urin

Tabel. Gejala Klinsis Sesuai Kemungkinan Penyebab

c. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang ini termasuk pemeriksaan mikroskopik/makroskopik, kultur, tes biokimiawi, serologi dan tes toksikologi. Spesimen yang dapat diperiksa diantaranya feses, darah, aspirat liver, aspirat duodenum dan biopsi otot. Pemeriksaan mikroskopik/makroskopikPemeriksaan rutin spesimen feses dan identfikasi tampilan feses (warna, konsistensi, ada tidaknya darah dan lendir). Dan secara langsung melihat pergerakan parasit, kista dan telur cacing. Pewarnaan gram dilakukan untuk deteksi kuman gram positif dan negatif. Kultur dan pemeriksaan biokimiawi dan spesimen darah, feses atau jaringan untuk identifikasi patogen melalui reaksi enzimatik dan fermentasinya. Serologi dan tes toksikologi, laboratorium toksikologi biasanya dgunakan untuk membuktikan diagnosis dan jenis racun penyebab melalui sampel darah atau urin. Pemeriksaan lingkungan keracunanHal ini dilakukan untuk mencari hubungan keracunan dengan sampel makanan yang ditemukan di sekitar tempat terjadinya keracunan, terutama yang kasus out break, evaluasi itu diantaranya: Sumber makanan yang dicurigai sebagai penyebab Bagaimana makanan disipakan dari pencucian hingga meja makan Kebersihan dan status kesehatan individu yang menyiapakan makanan Sanitasi tempat penyimanan makanan hingga tempat penyajiannya Penyimpanan makanan sebelum dan setelah penyajian Ada tidaknya potensi nyata kontaminasi Ketersediaan fasilitas tempat sampah yang aman dan bersih Bentuk dan kualitas tempat penyimpanan makanan dan alat yang digunakan untuk meletakkan makanan. Kumpulan sampel muntahan atau feses dari pasien keracunan makanan sebagai bahan untuk pemeriksaan. Aliran listrik refrigerator pernah padam sebelum atau sesudah kejadian.Insidens atau kejadian keracunan makanan ini memerlukan penulusuran riwayat yang teliti mulai dari alat makan, lingkungan tempat makanan dibuat dan disajikan. Area tempat penyebaran juga diperiksa mulai dari lahan pertanian, tranportasi, penjual, pasar, proses pengelolahan dan dapur serta tempat penyajian makanan (restoran, warung atau tempat hajatan).

Tabel.

2.7. Diagnosis Banding 6 Gangguan Kesadaran Penyebab Lain Perdarahan/massa intrakranial Infeksi/sepsis Kelainan endoktrin metabolik Hipotermia Hipoksia Psikogenik

2.8. Tatalaksana Umum Keracunan Makanan 6Tergantung identifikasi penyebab, kuman, toksin atau bahan kimia. Tatalaksana yang dapat dilakukan diantaranya: Supportive terapi: ABC Anti dotum Gastric dekontaminasi Enhanced eliminasi: dialisis, hemofiltrasi dll

Beberapa gejala gastrointestinal akut akan sembuh dengan hanya pemberian cairan dan perawatan suportif. Jika memerlukan antimikroba harus dipilih berdasarkan: gejala dan tanda klinis, identifikasi organisme dari spesimen, tes kepekaan kuman terhadap antimikroba dan ketersediaan obat. Bagaimanapun, keterbatasan dalam hal fasilitas akan berdampak negatif terhadap pilihan tatalaksana terapi.

Pencegahan dan Kontrol Keracunan MakananPencegahan dan kontrol keracunan makanan tergantung dari penyebab spesifiknya, namun secara prinsipil semua sam ayaitu: hindari kontaminasi makanan, scegah atau hindari zat kontaminan, pencegahan lebih lanjut dari penyebaran kontaminan.Benuk intervensi spesifik tergantung faktor lingkungan, ekonomi, politik, teknologi dan kultur sosial. Strategi pencegahan dan kontrol dilakukan pendekatan berdasarkan tempat utama transmisi atau terjadinya keracunan. Hal ini melibatkan sumber infeksi, lingkungan dan host.Menurut WHO ada sepuluh aturan dalam penyiapan makanan yang aman dan dikenal sebagai The Ten Golden Roles yaitu:1. Memilih proses pengelolahan makanan yang aman2. Memasak makanan secara sempurna3. Makan makanan yang telah dimasak segera. Jangan disimpan lama kemudian dimakan.4. Simpan makanan di tempat yang bersih dan aman5. Panaskan ulang makanan secara sempurna6. Hindari mencampur makanan yang telah dimasak dengan makanan yang masih mentah7. Cuci tangan sesering mungkin8. Dapur harus senantiasa bersih9. Lindungi makanan dari serangga, tikus dan binatang lainnya10. Gunakan air mengalir yang bersih.

Intervensi Terhadap Sumber Infeksi/keracunanMemasak makanan dan mencuci sayuran segar dengan air bersih. Jauhkan bahan makanan daging dan produk mentahnya dari makanan yang siap disajikan. Hindari makanan mentah dan produk susu mentah. Penanganan dan inspeksi makanan yang baik sebelum disajikan, imunisasi aktif dari binatang. Gunakan sanitarium sekali pakai untuk tempat sampah. Cuci tangan, pisau, alat pemotong dll setelah mengolah makanan yang mentah. Hindari kontak dengan bahan yang terkontaminasi sekret dan tanah tempat hewan. Mengubur atau mengkremasi bangkai binatang yang terinfeksi. Kenali, cegah dan kontrol infeksi pada binatang peliharaan. Cuci tangan setelha kontak dengan binatang. Melatih dan mengawasi penyiapan makanan dari pembantu rumah tangga. Obati karier dan rawat pasien food borne illnesses sesuai oenyebab. Hindari makanan dari binatang yang terinfeksi.

Intervensi Terhadap LingkunganPengawasan makanan yang ketat mulai dari produksi hingga siap disantap. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan; mengawetkan makanan dalam lemari pendingin atau diasinkan, kendalikan lalat, kecoak, tikus dll. Penyuluhan masyarakat tentang oentingnya kebersihan pribadi dan lingkungan, Cegah oencemaran terhadapa makanan yang telah dimasak dengan bahan mentah. Bersihkan dapur dan lingkungan penyimpanan makanan. Simpan makanan kering dengan baik dan senantiasa melihat tanggal kadarluwarsanya. Hati-hati menyimpan dan menggunakan bahan kimia berbahaya dekat makanan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Paige JC, Tolesfon L. Food products: Residence and Resistant Pathogens dalam Food Safety Contaminants and Toxins. J.P.F.D Mello. CAB international Publishing Oxon, 2003; 293-314.2. Johnson EA. Bacterials Phatogens in Foodborne Disease, dalam Food Safety Contaminants and Toxins. J.P.F.D Mello. CAB international Publishing Oxon, 2003; 25-45.3. Lund BM, Baired-Parker TC, Gould GM. The microbiological Safety and Quality of Food. Aspen Publishers, Gaithersburg, Maryland. 2000.4. Depkes RI. Kesehatan Pnegelolaan Pangan dan Penjaminan Mutu Makanan. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyerahan Lingkungan. 2010.5. Nasution. Keamanan Pangan dan Masalah Peraturan dan Perundangan. Proceeding. Seminar Keamanan Pangan dalam Pengelolahan dan Penyajian, 1-3 September 1986. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, UGM, Yogyakarta. 2003: 32-9.6. Setyohadi B, dkk. Kegawatadariratan Penyakit Dalam. Interna Publishing, Jakarta. 2015: 660-84.7. Idrieas, AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Ed . Pertama, Jakarta: Binarupa Aksara, 1997, Hal : 259 2638. Gani, MH, Catatan Materi Kuliah Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian KedokteranForensik Universitas Andalas, Padang, 2001, Hal : 111 1399. Frank, C. Lu, Toksikologi Dasar, Ed. Kedua ( Terj ), Jakarta: Penerbit UniversitasIndonesia, 1995, Hal : 328 329.10. Junandi, Purnawan: Kapita Selekta Kedokteran edisi 2, Penerbit Medica Aesculapius FK UI, Jakarta, 1994, Hal : 196 197.11. Depkes RI. Bahaya Keracunan Asam Jengkolat. http:/ /ik.pom.go.id /v2014/artikel/ BAHAYA-KERACUNAN-ASAM-JENGKOLAT4.pdf. Diakses Oktober 2015.12. Sinaga TH. Dampak Pemberian Berbagai Dosis Keracunan Asam Jengkolat pada Sistem Perkemihan Marmut (Cavia porcellus). http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/769. Diakses Oktober,2015.13. Bunawan, NC., Ashgar R., Kathleen PW., & Nancy EW. 2014. Djenkolism: Case Report and Literature Review. International Medical Case Reports Journal, 2014; 7: 79-8714. Oen LH. Peranan Asam Jengkol Pada Keracunan Buah Jengkol. Dalam Simposium Nasional Masalah Penyakit Ginjal dan Saluran Kemih di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran 1982; 28:5960.15. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Pnyakit Dalam. Interna Publishing, Jakarta. 2010: 289-92.

23