keracunan jengkol pada anak

24
REFERAT KERACUNAN JENGKOL PADA ANAK Pembimbing: dr. H. Muhammad Mukhson, Sp.A Disusun oleh: Akhmad Ikhsan Prafita Putra NIM G4A013052 SMF ILMU KESEHATAN ANAK

Upload: akhmad-ikhsan-prafita-putra

Post on 06-Sep-2015

53 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

ILMU KESEHATAN ANAK

TRANSCRIPT

REFERAT

KERACUNAN JENGKOL PADA ANAK

Pembimbing:dr. H. Muhammad Mukhson, Sp.A

Disusun oleh:Akhmad Ikhsan Prafita PutraNIM G4A013052

SMF ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANRUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROF. DR. MARGONO SOEKARJOPURWOKERTO

2015LEMBAR PENGESAHAN

KERACUNAN JENGKOL PADA ANAK

Oleh :Akhmad Ikhsan Prafita PutraNIM G4A013052

Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyaratmengikuti ujian kepaniteraan klinik dokter muda di Bagian Ilmu Kesehatan AnakRSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Purwokerto, Juni 2015Mengetahui,Pembimbing

dr. H. Muhammad Mukhson, Sp.A

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Keracunan Jengkol pada Anak. Penyusunan referat ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan ujian kepaniteraan klinik dokter muda pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode 21 April-11 Juli 2015.Penulisan referat ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Terima kasih penulis sampaikan kepada dr. H. Muhammad Mukhson, Sp.A. selaku pembimbing referat, sehingga referat ini dapat tersusun dan selesai paripurna. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada segenap dosen di Bagian Ilmu Kesehatan Anak yang telah memberikan dukungan dan keilmuan selama penulis belajar. Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak memiliki keterbatasan dan kekurangan terutama dalam hal keilmuan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi meningkatkan keilmuan khususnya mengenai keracunan jengkol dan umumnya dalam keilmuan di Bidang Ilmu Kesehatan Anak. Penulis mengharapkan agar referat ini bermanfaat bagi paradokter, dokter muda, ataupun paramedis lainnnya.

Purwokerto, Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR.......................................v

I.PENDAHULUANA.Latar Belakang1B.Tujuan Penulisan2

II.TINJAUAN PUSTAKAA. Jengkol dan Asam Jengkolat3B. Patogenesis Jengkolisme4C. Gejala dan Tanda Jengkolisme5D. Penatalaksanaan6

III. PEMBAHASAN8

IV.KESIMPULAN10

DAFTAR PUSTAKA11

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Buah Jengkol dan Biji Jengkol3Gambar 2.2 Molekul Asam Jengkolat dengan Ikatan Sulfur 4

I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangJengkol (Archidendron pauciflorum) merupakan salah satu jenis makanan yang tidak asing lagi bagi penduduk Asia terutama Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Myanmar. Biji jengkol dapat dikonsumsi dalam kondisi mentah maupun setelah dimasak. Beberapa individu yang mengkonsumsi jengkol dapat mengalami keracunan yang disebut jengkolisme yang disebabkan oleh kandungan asam jengkolat di dalamnya. 1Asam jengkolat terdapat pada biji jengkol. Strukturnya mirip dengan asam amino sistein tetapi tidak dapat dicerna sehingga tidak memberikan manfaat apapun bagi tubuh. Kandungan asam jengkolat per-100 gram biji sebesar 0.3-1.3 gram dan sebanyak 93% dalam bentuk asam jengkolat bebas yang tentunya berbahaya. Molekul asam jengkolat mengandung sulfur yang berperan dalam pembentukan bau. Asam jengkolat tidak larut dalam air sehingga dalam jumlah tertentu akan membentuk kristal yang berperan dalam patogenesis gagal ginjal. 1Gagal ginjal akut akibat asam jengkolat merupakan kejadian yang langka namun penting untuk diperhatikan karena mampu menyebabkan kematian. 2 Secara epidemiologi, prevalensi dan insidensi jengkolisme di dunia jarang dilaporkan. 1 Namun, secara geografis pohon jengkol hanya tersebar di area tropis Asia terutama Asia Selatan dan banyak digunakan sebagai bahan makanan dan berpotensi sebagai obat herbal terutama antioksidan. 3 Bunawan et al. (2014) telah melakukan review artikel dan telah mengidentifikasi laporan kasus dari tahun 1956 sampai 2007 terdapat 96 kasus jengkolisme di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapura. Kasus yang diteliti pada rentang 1.5-57 tahun yang sebanyak 70% terjadi pada laki-laki. Berdasarkan hasil identifikasi gejala klinis, laboratorium, dan pencitraan (radiologi) didapatkan 88 pasien dari 96 kasus karena adanya identitas yang sama. Sejumlah 50 anak dari total 96 kasus adalah jengkolisme yang terjadi pada anak-anak. 1Pencegahan kejadian jengkolisme sulit dilakukan karena kejadian dan pola kerentanan individu terhadap asam jengkolat yang berbeda. Insidensinya sangat langka. Sindrom jengkolisme sangat beragam, bahkan tidak tergantung dari prosedur pengolahannya. Tidak semua individu dapat terkena jengkolisme dengan memakan olahan jengkol dengan prosedur pengolahan yang sama. Kerentanan individu terhadap GGA juga tidak tergantung dari frekuensi konsumsinya. 1 Oleh karena pola keracunan yang unik, penulis berupaya untuk membahas jengkolisme secara lebih mendalam. B. Tujuan PenulisanTujuan penulisan referat yang berjudul Keracunan Jengkol pada Anak ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah mengenai penyakit keracunan jengkol melalui tinjauan pustaka.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jengkol dan Asam JengkolatJengkol merupakan salah satu makanan yang dikonsumsi oleh penduduk di Asia terutama Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Myanmar. Pohon jengkol mampu tumbuh setinggi 25 meter. Buah jengkol berwarna hitam keunguan yang terdiri dari 3 sampai 8 biji jengkol setiap buah. Biji jengkol dapat dikonsumsi dalam kondisi mentah, digoreng, dibakar, dipanggang, dan direbus. Biasanya jengkol disajikan sebagai cemilan. Selain sebagai bahan makanan, jengkol juga bermanfaat dalam pengobatan. Kulit batang tanaman jengkol secara tradisional dimanfaatkan untuk mengobati sakit gigi dan daunnya digunakan sebagai obat luka dan kudis. Biji jengkol juga digunakan sebagai terapi pada penderita diabetes dan hipertensi. 3,4

Gambar 2.1 Buah Jengkol dan Biji Jengkol

Biji jengkol mengandung nutrisi yang diperlukan oleh tubuh antara lain karbohidrat, vitamin A, vitamin B, fosfor, kalsium, dan zat besi. Kadar protein dalam biji jengkol mencapai 23.3 gram per-100 gram yang melebihi kadar protein tempe dengan kadar 18.3 gram protein per-100 gram. Selain nutrisi tersebut, jengkol juga mengandung senyawa yang berpotensi menimbulkan keracunan yaitu asam jengkolat. 1

Gambar 2.2 Molekul Asam Jengkolat dengan Ikatan Sulfur

Asam jengkolat (S,S-methyenebicysteine) termasuk asam amino yang mengandung unsur sulfur yang menyebabkan bau yang kurang sedap. Asam jengkolat berperan penting dalam etiopatogenisme jengkolisme yang terjadi pada beberapa individu. Kandungan asam jengkolat dalam biji jengkol bervariasi tergantung varietas da usia biji. Biji jengkol muda mengandung asam jengkolat relative lebih sedikit dari biji jengkol tua yang mengandung asam jengkolat sekitar 1-2% dari berat bijinya. Setiap 100 gram biji jengkol mentah mengandung 0.3-1.3 gram asam jengkolat dan sebanyak 93% merupakan asam jengkolat bebas. 1

B. Patogenesis JengkolismeMathew & George (2011) mengungkapkan bahwa jengkol merupakan penyebab utama dari GGA akibat bahan makanan yang terjadi di Asia Tenggara. Karbon disulfida yang terkandung dalam asam jenkolat merupakan zat yang bersifat nefrotoksik sehingga berbahaya bagi ginjal. Karbon disulfida menyebabkan nekrosis pada tubulus dan glomerulus ginjal. 5 Asam jengkolat akan mengalami presipitasi di ginjal sehingga terjadi urolitiasis jengkolat yang menyebabkan osbtruksi pada saluran urin. 6 Oleh karena itu, konsumsi jengkol harus dihindari oleh penderita ganguan ginjal. 5Sindrom jengkolisme secara dominan lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita dengan rasio 7:1. Insidensi jengkolisme meningkat pada bulan September sampai dengan Januari saat pohon jengkol berbuah. Sindrom yang terjadi tidak serta merta muncul sesaat setelah mengkonsumsi jengkol. Laporan kasus oleh Bunawan et al. (2014), sindrom jengkolisme muncul 2-12 jam paska mengkonsumsi jengkol. Gejala yang muncul lebih banyak terjadi pada sistem nefrourologi. Patogenesis terjadinya GGA akibat jengkol sampai saat ini masih belum diketahui secara menyeluruh. 1Patogenesis terjadinya jengkolisme diduga berkaitan dengan interaksi host dan agent. Beberapa studi memberikan pendapat bahwa kerusakan ginjal yang terjadi akibat adanya reaksi hipersentivitas, efek toksis langsung asam jengkolat terhadap parenkim ginjal, endapan metabolik jengkol, spasme ureter, atau adanya obstuksi saluran kemih oleh kristal jengkolat (urolitiasis jengkolat). Hipersensitivitas terhadap salah satu komponen dalam jengkol diduga berperan penting dalam etiologi jengkolisme sehingga senyawa tersebut bisa bersifat nefrotoksik bagi host. Studi eksperimental pada tikus dan mencit yang pernah dilakukan, tidak memberikan kesimpulan yang berarti selain adanya nekrosis tubular akut (NTA). Nekrosis tubular akut terjadi akibat obstruksi kristal jengkolat pada tubulus renal. Namun, hal ini masih menjadi perdebatan karena tidak adanya bukti histologis renal pada penderita GGA akibat jengkolat. 1

C. Gejala dan Tanda JengkolismeBunawan et al. (2014) telah membuat laporan kasus pasien penderita jengkolisme. Gejala jengkolisme muncul 2-12 jam paska konsumsi biji jengkol berupa nyeri kostovertebrae (flank pain), spasme vesika urinari (VU), disuria, kolik, flatulen, muntah, dan gangguan gastrointestinal berupa diare atau konstipasi. 1,7 Urin penderita pada awalnya akan berwarna putih seperti susu yang kemudian menjadi merah akibat hematuri. Hasil urinalisis didapatkan albumin, sel epitel, cast, eritrosit, dan terkadang ditemui kristal jengkolat yang berbentuk seperti jarum. Pembentukan kristal jengkolat dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH) dimana asam jengkolat akan mengkristal pada suasana asam. 1Jengkolisme memiliki 2 gambaran klinis berupa: 1) gejala ringan berupa nyeri dan hematuria akibat obstruksi ureter oleh kristal jengkolat (ureterolitiasis) dan 2) gejala yang berat berupa hipertensi, oligouria, dan azotemia walaupun jarang. Jengkolisme dan anuria mampu menyebabkan kematian walaupun kasusnya jarang. Pemeriksaan laboratorium pada anuria digunakan untuk mendukung GGA. Diagnosis klinis berupa flank pain, mual, muntal, dan hematuria yang nyata terjadi karena adanya obstruksi di ureter maupun uretra. 7 Kristal melukai jaringan ginjal sehingga menyebabkan perdarahan. Endapan metabolik juga mampu menyebabkan obstruksi uretra sehingga menyulitkan pemasangan kateter. 1Kejadian jengkolisme pada anak jarang terjadi. Studi kasus oleh Vachvanichsanong & Lebel (1997) pada pasien anak yang menderita jengkolisme, sindrom ini terjadi setelah anak tersebut mengkonsumsi jengkol 4 kali. 1 Penderita jengkolisme dapat mengalami gangguan elektrolit dan asidosis. Urin dan nafas penderita yang berbau sulfur juga bisa menjadi diagnosis presumtif terjadinya intoksikasi asam jengkolat. 8 Pemeriksaan radiologi tidak disarankan karena kristal jengkolat tidak tampak pada hasil pemeriksaan sinar X. 6

D. PenatalaksanaanReimann & Sukaton (1956) melaporkan bahwa pasien dengan jengkolisme sebagian besar memerlukan tindakan suportif selama 3 hari. Jengkolisme ringan tidak memerlukan terapi spesifik selain kontrol nyeri dan hidrasi. Jengkolisme berat dengan gejala anuria dan diduga mengalami GGA memerlukan analgesik, hidrasi cepat, dan alkalinisasi urin menggunakan sodium bikarbonat untuk meningkatkan kelarutan kristal asam jengkolat. Namun, apabila tidak didapatkan sodium bikarbonat, terapi dapat diganti menggunakan minuman berkarbonasi. 1 Terapi konservatif yang dilakukan pada jengkolisme berat dengan anuria terkadang tidak berespon secara maksimal sehingga memerlukan tindakan operasi. 1 Laporan kasus yang dilakukan oleh Wong et al. (2007) bahwa obstruksi pada saluran kemih akibat endapan metabolik dan kalkuli dari kristal jengkolat perlu dilakukan irigasi uretra, kateterisasi, atau pemasangan stent dan bypass untuk mengurangi obstruksi. 9Gagal ginjal akut akibat asam jengkolat pada anak terjadi paling sering akibat diare. Hal ini dikarenakan sebagian besar GGA terjadi oligouria. Gambaran klinis yang paling sering muncul adalah dehidrasi. Penderita mengalami hipotensi dan asidosis metabolik tergantung dari derajat keparahan kerusakan ginjal. Rehidrasi cepat dan adekuat melalui oral maupun ringer laktat intravena menjadi lini pertama. Anak dengan diagnosis GGA diterapi melalui peritoneal dialysis. Sebanyak 25-55% anak usia prasekolah (3-6 tahun) mengalami sindrom uremia hemolitik. Pemeriksaan urinalisis digunakan untuk mendeteksi proteinuria dan silent hematuria. Terapi untuk GGA pada anak utamanya berupa suportif yang meliputi hidrasi, kontrol hipertensi, dan dialisis. 2

III. PEMBAHASAN

Jengkol (Archidendron pauciflorum) merupakan salah satu jenis makanan yang dapat dikonsumsi dalam kondisi mentah maupun setelah dimasak. Jengkolisme merupakan sindrom akibat intoksikasi substansi dari jengkol yang sebagian besar disebabkan oleh asam jengkolat. Jengkolisme memiliki 2 gambaran klinis berupa: 1) gejala ringan berupa nyeri dan hematuria akibat obstruksi ureter oleh kristal jengkolat (ureterolitiasis) dan 2) gejala yang berat berupa hipertensi, oligouria, dan azotemia walaupun jarang. Jengkolisme dan anuria mampu menyebabkan kematian walaupun kasusnya jarang. 1Kejadian jengkolisme pada anak jarang terjadi. Studi kasus oleh Vachvanichsanong & Lebel (1997) pada pasien anak yang menderita jengkolisme, sindrom ini terjadi setelah anak tersebut mengkonsumsi jengkol 4 kali. 1 Penderita jengkolisme dapat mengalami gangguan elektrolit dan asidosis akibat gagal ginjal akut. 6Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak yang mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh yang ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0.5 mg/dL perhari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dL perhari. Gagal ginjal akut dapat bersifat oligourik dan non-oligourik. Produksi urin