keputusan pengguna anggaran.docx

37
KEPUTUSAN PENGGUNA ANGGARAN …………………………………………………………………………………. KABUPATEN ……………… NOMOR: 188 / / …………. / 2012 TENTANG PENUNJUKAN DAN PENGANGKATAN PEJABAT PENATAUSAHAAN KEUANGAN SKPD (PPK-SKPD), PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN (PPK), PELAKSANA TEKNIS KEGIATAN ( PTK ) DAN PEMBANTU BENDAHARA PENGELUARAN DI LINGKUNGAN ……………………………………………………………………… KABUPATEN …………………… TAHUN ANGGARAN …………… KEPALA ……………………………………………………… KABUPATEN …………………. SELAKU PENGGUNA ANGGARAN Menimbang:Bahwa agar pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dan kegiatan kegiatan pada Tahun Anggaran ……………. dilaksanakan dengan tertib, efektif, e sien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan mantaat untuk masyararakat, maka dipandang perlu menetapkan Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK-SKPD), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pelaksana Teknis Kegiatan (PTK) dan Pembantu Bendahara Pengeluaran di Iingkungan ………………………………………….. Kabupaten ……………………….. Tahun Anggaran ……………. dalam suatu Keputusan Pengguna Anggaran. Mengingat:1. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi ;

Upload: vanny-resi

Post on 04-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KEPUTUSAN PENGGUNA ANGGARAN.docx

TRANSCRIPT

KEPUTUSAN PENGGUNA ANGGARAN.KABUPATEN NOMOR: 188 / / . / 2012TENTANGPENUNJUKAN DAN PENGANGKATANPEJABAT PENATAUSAHAAN KEUANGAN SKPD (PPK-SKPD),PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN (PPK), PELAKSANA TEKNIS KEGIATAN ( PTK )DAN PEMBANTU BENDAHARA PENGELUARAN DI LINGKUNGANKABUPATEN TAHUN ANGGARAN KEPALA KABUPATEN .SELAKU PENGGUNA ANGGARANMenimbang:Bahwa agar pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dan kegiatan kegiatan pada Tahun Anggaran . dilaksanakan dengan tertib, efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan mantaat untuk masyararakat, maka dipandang perlu menetapkan Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK-SKPD), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pelaksana Teknis Kegiatan (PTK) dan Pembantu Bendahara Pengeluaran di Iingkungan .. Kabupaten .. Tahun Anggaran . dalam suatu Keputusan Pengguna Anggaran.Mengingat:1.Undang Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi ;2.Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;3.Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001;4.Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan tindak pidana korupsi;5.Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ;6.Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;7.Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 3 tahun 2005 tentang Pemerintah Daerah dan telah ditetapkan dengan Undang Undang nomor 8 tahun 2005 menjadi Undang Undang;8.Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;9.Peraturan Pemerintah Nomor 106 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ;10.Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standart Akutansi Pemerintah;11.Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;12.Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;13.Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;14.Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemeritah;15.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah dengan Perubahan Terakhir Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2006 ;16.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri dalam Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007;17.Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Pokok Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah ;18.Peraturan Daerah Kabupaten . Nomor Tahun . tentang Anggaran Pendapatan danBelanja Daerah Tahun Anggaran ;19.Keputusan Bupati Nomor : tentang Penunjukan dan Pengangkatan Pejabat Pelaksana Anggaran dilingkungan Pemerintah Kabupaten Tahun Anggaran.

Memperhatikan:Keputusan Bupati .. Nomor : tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dalam Jabatan dilingkungan Pemerintah Kabupaten Tahun Anggaran ..MEMUTUSKAN :MenetapkanPERTAMA: Menunjuk dan Mengangkat Pegawai Negeri Sipil yang namanya tersebut dalam Lampiran Keputusan ini sebagai Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK-SKPD), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pelaksana Teknis Kegiatan ( PTK ) dan Pembantu Bendahara Pengeluaran di Lingkungan .. Kabupaten . Tahun Anggaran .. sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.KEDUA: Pejabat Penatatausahaan Keuangan SKPD ( PPK-SKPD ) sebagaimana dimaksud Diktum PERTAMA mempunyai Tugas Pokok dan fungsi sebagai berikut :1.Meneliti kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan diketahui / disetujui oleh PPK ;2.Meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, SPP-LS gaji dan tunjangan PNS serta penghasilan Iainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran ;3.Melakukan verifikasi SPP;4.Menyiapkan SPM;5.Melakukan verifikasi harian atas penerimaan;6.Melaksanakan akuntansi SKPD; dan7.Menyiapkan laporan keuangan SKPD.KETIGA: Pejabat Pembuat Komitmen ( PPK ) sebagaimana dimaksud Diktum PERTAMA mempunyai Tugas Pokok dan fungsi sebagai berikut :1.Menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa ;2.Menetapkan paket paket pekerjaan disertai ketentuan mengenai peningkatan penggunaan produksi dalam negeri dan peningkatan pemberian kesempatan bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil, serta kelompok masyarakat ;3.Menetapkan dan mengesahkan harga perkiraan sendiri (HPS), jadwal, tata cara pelaksanaan dan lokasi pengadaan yang disusun oleh panitia pengadaan/pejabat pengadaan/unit Iayanan pengadaan ;4.Menetapkan dan mengesahkan hasil panitia pengadaan/pejabat pengadaan/unit Iayanan pengadaan sesuai kewenangannya ;5.Menetapkan besaran uang muka yang menjadi hak penyedia barang/jasa sesuai ketentuan yang berlaku ;6.Menyiapkan dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan pihak penyedia barang/jasa ;7.Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang/jasa kepada pimpinan instansi ;8.Mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak ;9.Menyerahkan aset hasil pengadaan barang/jasa dan aset Iainnya kepada Bupati Jombang dengan berita acara penyerahan ;10.Menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan pengadaan barang/jasa dimulai.KEEMPAT: Pejabat Pembuat Komitmen dilarang mengadakan ikatan perjanjian dengan penyedia barang/jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang akan mengakibatkan dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan/proyek yang dibiayai dari APBD.KELIMA: Pejabat Pembuat Komitmen bertanggung jawab dari segi administrasi, fisik, keuangan dan fungsional atas pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya.KEENAM: Pejabat Pembuat Komitmen setelah pengangkatannya segera menyusun organisasi, uraian tugas dan fungsi secara jelas, kebijaksanaan pelaksanaan, rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja, sasaran yang harus dicapai, tata Iaksana dan prosedur kerja secara tertulis, dan disampaikan kepada atasan Iangsung dan unit pengawasan intern instansi yang bersangkutan.KETUJUH :Pejabat Pembuat Komitmen wajib melakukan pencatatan dan pelaporan keuangan dan hasil kerja pada setiap kegiatan, baik kemajuan maupun hambatan dalam pelaksanaan tugasnya dan disampaikan kepada atasan Iangsung dan unit pengawasan intern instansi yang bersangkutan.KEDELAPAN:Pejabat Pembuat Komitmen wajib menyimpan dan memelihara seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa termasuk berita acara proses pelelangan/seleksi.KESEMBILAN:Pejabat Pembuat Komitmen wajib memberikan tanggapan/informasi mengenai pengadaan barang/jasa yang berada di dalam batas kewenangannya kepada peserta pengadaan/masyarakat yang mengajukan pengaduan atau yang memerlukan penjelasan.KESEPULUH:Pelaksana Teknis Kegiatan sebagaimana tersebut pada Diktum PERTAMA melaksanakan kegiatan dilingkup . Kabupaten .. Tahun Anggaran . sebagaimana terinci dalam bagian yang tidak terpisahkan dari Lampiran Keputusan ini.KESEBELAS:Pelaksana Teknis Kegiatan sebagaimana tersebut pada Diktum PERTAMA bertanggung jawab kepada Pengguna Anggaran melalui Pejabat Pembuat Komitmen atas pelaksanaan tugas yang dibebankannya;KEDUABELAS:Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan sebagimana tersebut pada Diktum PERTAMA mempunyai tugas pokok sebagai berikut :a.mengendalikan pelaksanaan kegiatan;b.melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; danc.menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.KETIGABELAS:Dokumen anggaran yang harus disiapkan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan sebagimana dimaksud Diktum KEDUABELAS huruf (c) mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.KEEMPATBELAS:Pembantu Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud Diktum PERTAMA mempunyai Tugas Pokok dan fungsi sebagai berikut :KELIMABELAS:Pembantu Bendahara Pengeluaran sebagaimana tersebut pada Diktum PERTAMA mempunyai fungsi membantu tugas-tugas Bendahara Pengeluaran di Iingkup . Kabupaten .. sesuai dengan peraturan yang berlaku sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dengan rincian tugas antara lain sebagai berikut :1.Menerima dan meneliti serta memverifikasi bukti bukti pengeluaran.2.Membuat SPP dan SPM.3.Mengagendakan SPP dan SP2D4.Mencatat Buku Register SPP dan SP2D, Buku Kas Umum, Buku Rekapitulasi Rincian Obyek Per Rekenening, Buku Panjar, Buku Pajak PPh dan PPN.5.Memproses eksport import data pengeluaran keuangan6.Mengarsipkan bukti bukti pengeluaran keuangan dinas.KEENAMBELAS: Kepada semua Pejabat sebagaimana dimaksud Diktum PERTAMA diberikan honorarium per bulan selama Tahun Anggaran . mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember ..KETUJUHBELAS:Pemberian honorarium kepada penjabat sebagaimana dimaksud Diktum PERTAMA, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten .. Tahun Anggaran , dalam Kegiatan Penyediaan Jasa Administrasi Keuangan, Kode Rekening .. di DPA SKPD Nomor : .KEDELAPANBELAS:Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.Ditetapkan di : Pada Tanggal : .. 2013 . . KABUPATEN ,NIP. ..TEMBUSAN :Keputusan ini disampaikan kepada Yth.1. Sdr. Bupati ;2. Sdr. Inspektur Kabupaten .;3. Sdr. Kepala Bagian . Setda Kab . ;4. Sdr. Para Pejabat yang bersangkutan.

PERJALANAN DINAS AT COST DAN FIKSI HUKUM(1) YUSRAN LAPANANDA, SH. MHKepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo.

Saat ini pemerintah daerah dihadapkan dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013. Kenapa saya katakan demikian, tentunya buat saya hal ini sangat beralasan. Untuk itu mari kita uji bersama keberadaan Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 beserta Surat Edaran Mendagri Nomor 188.32/104/Keuda tanggal 31 Januari 2013 perihal penyampaian Permendagri Nomor 16 Tahun 2013, dari 3 (tiga) hal yang substansial sebagai berikut:Pertama, sepertinya ada sesuatu yang membuat Menteri Dalam Negeri panik sehingga tergesa-gesa menerbitkan Peraturan ini. Mengapa demikian? Menteri Dalam Negeri tidak memperhatikan lebih dalam atas isi Peraturan yang dirubah. Jika kita kaji, maka Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 merubah Permendagri Nomor 37 tahun 2012 yang merupakan peraturan yang mengatur pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013. Di dalam pasal 1 Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun anggaran 2013, sudah didefinisikan pengertian atas pedoman penyusunan APBD sebagai pokok-pokok kebijakan sebagai petunjuk dan arah bagi pemerintah daerah dalam penyusunan, pembahasan dan penetapan APBD. Sehingga dengan demikian peraturan yang dirubah secara filosofi-substansial mengatur tentang bagaimana pemerintah daerah menyusun, membahas dan menetapkan APBD. Memang sangat ironis, saat ini hampir semua daerah sejak tanggal 31 Desember 2012 sudah selesai menyusun dan membahas APBD dan malahan sudah menetapkan APBD, dan terlebih lagi hampir semua pemerintah daerah telah dalam tahapan pelaksanaan APBD. Sehingga, sangatlah tidak tepat peraturan ini diubah pada saat APBD sementara dilaksanakan.Kedua, berikut ini berkaitan dengan fiksi hukum sebagaimana yang diatur dalam Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 dimana peraturan ini telah diundangkan pada tanggal 23 Januari 2013 oleh Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin melalui Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 146. Fiksi hukum menurut Amiroeddin Syarif dalam bukunya Perundang-undangan Dasar, Jenis, dan Teknik Pembuatannya diartikan setiap orang terikat pada suatu undang-undang sejak dinyatakan berlaku. Secara lengkap pengaturan atas fiksi hukum dalam peraturan ini sebagaimana diatur dalam Pasal II Permendagri Nomor 16 Tahun 2013, Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Dan berikutnya Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Dengan fiksi hukum ini maka jelas, suka atau tidak suka dan mau atau tidak mau maka sejak diundangkan tanggal 23 Januari 2013 maka Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 ini mulai berlaku.Selanjutnya bagaimana dengan waktu pemberlakuan oleh pemerintah daerah? Inilah yang membuat gaduh pemerintah daerah. Benar memang Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 ini telah diundangkan pada tanggal 23 Januri 2013, namun Mendagri telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 188.32/104/Keuda tanggal 31 Januari 2013 perihal penyampaian Permendagri Nomor 16 Tahun 2013, yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Keuangan Daerah DR. Yuswandi A. Tumenggung. Substansi surat edaran ini adalah meminta Gubernur, Bupati/Walikota untuk menyesuaikan peraturan kepala daerah tentang belanja perjalanan dinas yang berlaku saat ini dengan substansi yang tercantum dalam Permendagri Nomor 16 Tahun 2013. Dalam pembuatan surat edaran ini sangatlah jelas Mendagri benar-benar tidak memperhatikan fiksi hukum yang memberlakukan Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 mulai berlaku pada tanggal 23 Januari 2013.Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mungkin Surat Edaran Nomor 188.32/104/Keuda mengingkari fiksi hukum Permendagri Nomor 16 Tahun 2013. Demikian pula secara nyata hampir semua daerah menerima surat edaran ini nanti pada tanggal 12-14 Februari 2013. Sebenarnya untuk menghindari pengingkaran fiksi hukum, Mendagri tidak perlu mengeluarkan surat edaran tersebut. Semestinya waktu antara pengundangan dan sampainya pemberitahuan atau penyampaian Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 ke pemerintah daerah seharusnya sudah diantisipasi melalui menambah/menyisipkan frasa atau pasal di dalam Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 sebagaimana contoh yang diatur dalam ketentuan peralihan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD, sebagai berikut: Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini: a. pemberian hibah dan bantuan sosial untuk tahun anggaran 2011 tetap dapat dilaksanakan sepanjang telah dianggarkan dalam APBD/Perubahan APBD tahun anggaran 2011; b. penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi pemberian hibah dan bantuan sosial mulai tahun anggaran 2012 berpedoman pada Peraturan Menteri ini.Alternatif lainnya yakni dengan menambah/menyisipkan frasa pemberlakukan atas Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 mulai diberlakukan pada saat penyusunan, pembahasan dan penetapan APBD-Perubahan sehingga dalam penerapannya tidak bertentangan dengan pasal 1 Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 mengenai pengertian atas pedoman penyusunan APBD yang merupakan pokok-pokok kebijakan sebagai petunjuk dan arah bagi pemerintah daerah dalam penyusunan, pembahasan dan penetapan APBD.Jika demikian halnya maka pemerintah daerah tidak dibuat gaduh, karena masih terdapat rentang waktu bagi pemerintah daerah untuk mempersiapkan dan mensosialisasikan perjalanan dinas at cost serta yang lebih penting adalah terhindar dari fiksi hukum. Bersambung.Ketiga,sebenarnya apa substansi dari Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013. Substansi Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 yang dirubah dengan Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 adalah mengenai pengaturan perjalanan dinas yakni diatur pada angka V. Hal-hal khusus lainnya, angka 15. Dalamrangkamemenuhikaidah-kaidahpengelolaankeuangan daerah pemerintah daerah secara bertahapmeningkatkan akuntabilitaspenggunaan belanjaperjalanandinasmelaluipenerapa penganggaran danpelaksanaan perjalanandinasberdasarkan prinsip kebutuhannyata(atcost) sekurang kurangnyauntukpertanggung-jawaban biaya transport dan menghindari adanya penganggaran yang bersifat paket. Standar satuan harga perjalanan dinas ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.Pendekatan perjalanan dinas berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2012 ini mengunakan sistem lumpsum bertahap menujuat cost, dimana hanya satuan biaya transport (tiket penerbangan dan transport darat menuju tempat tujuan dan kembali ketempat kedudukan) menggunakan sistem at cost/biaya riil, selebihnya menggunakan sistem lumpsum.Selanjutnya ketentuan ini telah diubah dengan Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 yang mengatur, Dalam rangka memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan keuangan daerah, pertanggungjawaban atas komponen perjalanan dinas khusus untuk hal-hal sebagai berikut dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri dan pegawai tidak tetap: a. sewa kendaraan dalam kota dan biaya transport dibayarkan sesuai dengan biaya riil;b. uang harian dan representasi dibayarkan secara lumpsum dan merupakan batas tertinggi; c. biaya penginapan dibayarkansesuai dengan biaya riil. Dalam hal pelaksanaan perjalanan dinas tidak menggunakan fasilitas hotel atautempat penginapan lainnya, kepada yang bersangkutan diberikan biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif hotel dikota tempat tujuan sesuai dengan tingkatan pelaksanaan perjalanan dinas dan dibayarkan secara lumpsum.Pendekatan perjalanan dinas berdasarkan Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 menggunakan gabungan sistemat costdan sistem lumpsum, dimana untuk: a. satuan biaya penginapan dibayarkan sesuai dengan biaya riil/at cost, namun jika yang bersangkutan tidak menggunakan hotel, misalnya yang bersangkutan menggunakan hotel family maka satuan biaya penginapan hanya dibayar sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif hotel dikota tempat tujuan sesuai dengan pagu atau batas tertingggi yang ditetapkan dalam Keputusan Kepala Daerah tentang Standar Satuan Harga/Biaya Perjalanan Dinas;

b. satuan biaya transport (tiket penerbangan dan transport darat (menuju tempat tujuan dan kembali ketempat kedudukan misalnya ke Kota Manado atau kota-kota lainnya di wilayah sulawesi dengan menggunakan kendaraan roda empat atau mobl) dibayarkan sesuai dengan biaya riil; c. satuan biaya transport bandara dari dan bandarakehotel/tempat kegiatan, dan transport lokal/taxi atau sewa kendaraan dalam kota selama pelaksanaan kegiatan misalnya dari hotel ketempat kegiatan dan sebaliknya dibayarkan secaraat costpula; sedangkan d. satuan biaya uang representasi dan uang harian yang terdiri dari uang saku dan uang makan, dibayarkan secara lumpsum. Untuk satuan biaya seperti penginapan yang tidak menggunakan hotel (dibayarkan 30%); transport bandara dari dan bandara ke hotel/tempat kegiatan; dan transport lokal/taxi atau sewa kendaraan, maka pembuktiannya cukup menggunakan pernyataan daftar penggunaan biaya riil berintegritas yang ditandatangani yang bersangkutan dan disetujui/diketahui oleh PPTK.Pertanyaan yang muncul adalah apakah standar satuan harga/biaya perjalanan dinas oleh Pemerintah Daerah menggunakan standar biaya perjalanan dinas yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang terbaru yaitu PMK Nomor 113/PMK.05/2012 tanggal 3 Juli 2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negera, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap?Yang saya pahami tentunya tidak, sebab pada pasal 41 PMK tersebut disebutkan bahwa Ketentuan mengenai perjalanan dinas yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diatur dalam Peraturan ini berlaku sepanjang belum diatur dalam peraturan yang lebih tinggi. Dengan demikian bahwa PMK Nomor 113/PMK.05/2012 ini hanya berlaku atas pelaksanaan perjalanan dinas yang dibiayai oleh APBN. Demikian pula didalam Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 tersebut tidak menjelaskan bahwa standar satuan harga/biaya perjalanan dinas pemerintah daerah harus mengacu ke PMK tersebut. Jika Permendagri memberi rujukan kepada salah satu regulasi misalnya ke PMK tersebut, maka secara jelas sudah disebutkan didalam Permendagri Nomor 16 Tahun 2013, misalnya sebagaimana yang diatur dalam Permendagri Nomor 37 Tahun 2012, angka V. Hal-hal Khusus Lainnya angka10.Dalamrangkamendukungefektivitasimplementasiprogrampenanggulangan kemiskinan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat(PNPM) Pedesaan dan Perkotaan, pemerintah daerah harus menyediakan dana pendamping yang bersumber dari APBD dan dianggarkan pada jenis belanja bantuan social sesuaiPeraturan MenteriKeuanganNomor168/PMK.07/2009tentangPedoman PendanaanUrusanBersamaPusatdanDaerahUntuk Penanggulangan Kemiskinan.Hal yang sama pula disampaikan pada acara Pembinaan Administrasi Keuangan Daerah dan Sosialisasi Permendagri Nomor 16 Tahun 2013 angkatan IV di Hotel Millenium Jakarta,tanggal 27 Februari sampai dengan 2 Maret 2013 oleh Kementerian Dalam Negeri RI, bahwa standar satuan harga/biaya perjalanan dinas oleh Pemerintah Daerah tidak mengacu pada PMK. Sebagai catatan akhir sebagaimana yang disampaikan dalam acara tersebut, maka sewa kendaraan untuk satuan biaya transport hanya berlaku untuk pejabat negara, sedangkan lainnya (pegawai negeri dan pegawai tidak tetap) menggunakan transport lokal taxi. Selamat melaksanakan perjalanan dinasat costgabungan lumpsum dengan integritas yang tinggi atas penggunaan biaya riil.Selesai

DASAR HUKUM TUNTUTAN PERBENDAHARAAN & TUNTUTAN GANTI RUGI

YUSRAN LAPANANDA, SH. MH Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo.Catatan saya mengenai dasar hukum tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi bagian 4 ini merupakan lanjutan dari pembahasan dasar hukum tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.Pasal-pasal yang mengatur tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dimulai dari Pasal 136 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 137 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 139 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 140 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 141; Pasal 142; Pasal 143; dan Pasal 144 yang secara substantif diakomodir dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Pasal 59 sampai dengan Pasal 67).Dari pasal-pasal yang ada, maka hanya terdapat satu ayat yang berbeda atau merupakan tambahan frasa dari yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yaitu mengenai apa yang diatur dalam Pasal 136 ayat (3) Kepala SKPD dapat segera melakukan tuntutan gani rugi, setelah mengetahui bahwa dalam SKPD yang bersangkutan terjadi kerugan akibat perbuatan dari pihak manapun. Demikian pula apa yang diatur dalam Pasal 144 Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara tuntutan ganti kerugian daerah diatur dengan peraturan daerah dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 144 ini hanya merupakan penegasan atau frasa ini sebenarnya merupakan bagian dari Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 9 Desember 2005 oleh Menteri Hukum dan HAM RI Yusril Ihza Mahendra dan telah disahkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 9 Desember 2005.5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.Dasar hukum tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi berikutnya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengaturan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi diatur dalam Bab XIV Kerugian Daerah, Pasal 315 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 316 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 317 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 318 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 319 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 320; Pasal 321 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 322; dan Pasal 323.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah ditetapkan oleh Menteri dalam Negeri RI H. Moh. Maruf, SE pada tanggal 15 Mei 2006.Jika dicermati secara mendalam, maka keseluruhan pengaturan pasal-pasal yang ada dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, merupakan copy paste atau sama dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.6. Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Bendahara.Selanjutnya adalah dasar hokum tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi atau penyelesaian kerugian negara/daerah yaitu Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Bendahara.Peraturan BPK ini merupakan tindak lanjut atau amanat Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 ini terdiri dari 15 (lima belas) Bab dan 45 (empat puluh lima) Pasal. Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Bendahara ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 5 Desember 2007 oleh Menteri Hukum dan HAM RI Andi Mattalata dan ditetapkan oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI pada tanggal 5 Desember 2005.Setelah dilakukan penelusuran baik dalam pasal 1 yang mengatur pengertian yang diatur dalam Peraturan BPK tersebut maupun di dalam pembahasan pasal demi pasal dalam Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Bendahara ini tidak mengatur atau tdak memberi batasan atau pengertian atas penyelesaian kerugian negara/daerah maupun pengertian tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi. Yang diatur hanyalah pengertian kerugian negara yang frasanya sama dengan pengertian kerugian negara yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibahas sebelumnya.7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah.Dasar hukum tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi berikutnya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah.

DASAR HUKUM TUNTUTAN PERBENDAHARAAN & TUNTUTAN GANTI RUGI (BAGIAN 2)

YUSRAN LAPANANDA, SH. MH Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengatur tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi, sebagaimana diatur dalam Bab XI Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah mulai dari pasal 59, pasal 60, pasal 61, pasal 62, pasal 63, pasal 64, pasal 65, pasal 66 dan pasal 67.Dari sembilan pasal yang mengatur tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi (TP-TGR), ada bebarapa pasal dan ayat yang menjadi dasar hukum kewenangan pelaksanaan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi yakni:a. Pasal 62 ayat (1) Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan; dan ayat (3) Ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam undang-undang mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pasal 62 ayat (1) dan ayat (3) menegaskan bahwa pengaturan atas pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara akan diatur tersendiri dengan undang-undang mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, sedangkan untuk penetapan atas pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Berdasarkan penegasan pasal 62 ayat (1) dan ayat (3) ini maka pembentuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara memang telah berkehendak memilah pengaturan pengenaan dan pengaturan ganti kerugian ke dalam masing-masing peraturan perundang-undangan.b. Pasal 63 ayat (1) Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota; dan ayat (2) Tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 63 ayat (1) mempertegas bahwa pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Dipahami bahwa untuk pemerintah provinsi ditetapkan oleh gubernur melalui Keputusan Gubernur atau naskah dinas lainnya, dan untuk pemerintah kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan Keputusan Bupati/Keputusan Walikota atau naskah dinas lainnya. Pasal 63 ayat (2) mempertegas bahwa tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara akan diatur dengan peraturan pemerintah. Sampai dengan catatan ini saya rilis Peraturan Pemerintah dimaksud belum ditetapkan dan masih dalam bentuk rancangan.Jika kita kaji antara pasal 62 ayat (1) Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, dengan pasal 63 ayat (1) Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, maka kewenangan pengenaan ganti kerugian sudah dipilah oleh pembentuk peraturan perundag-undangan, pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Untuk mengkaji kedua pasal ini, saya sangat tidak memahami apa alasan-pertimbangan filosofi pembentuk peraturan perundag-undangan ini sehingga memisahkan kewenangan pengenaan atas kerugian negara/daerah bendahara ditetapkan oleh BPK dan pengenaan atas kerugian negara/daerah pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Saya memahami, semestinya pengenaan atas kerugian negara/daerah baik terhadap bendahara maupun pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh BPK sebagaimana rujukan yang sudah dilaksanakan saat ini baik melalui pemeriksaan belanja operasional maupun pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah melalui kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Saya mencoba untuk mendalami alasan-pertimbangan filosofi pembentuk peraturan perundang-undangan sehingga memisahkan kewenangan pengenaan kerugian negara/daerah ini ke dalam dua kewenangan (BPK dan menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota), baik dalam penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Di dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara saya tidak menemukan alasan-pertimbangan filosofi pembentuk peraturan perundang-undangan memisahkan atau memilah kewenangan pengenaan kerugian negara/daerah, yang saya temukan hanyalah penegasan kembali atau mengulang kembali sebagaimana apa yang dimuat dalam pasal 62 ayat (1) dan pasal 63 ayat (3) yakni : Sehubungan dengan itu, setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah wajib segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Demkian pula, di dalam penjelasan pasal demi pasal saya tidak menemukan alasan-pertimbangan filosofi pembentuk peraturan perundang-undangan sehingga memisahkan pengenaan kerugian negara/daerah terhadap bendahara dan pengenaan kerugian negara/daerah pegawai negeri bukan bendahara, yang ada hanyalah penjelasan pasal cukup jelas.Demikian pula atas pengaturan yang berkaitan dengan pasal 62 ayat (3) Ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam undang-undang mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dan pasal 63 ayat (2) Tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah. Pengaturan terhadap suatu materi yang berbeda seperti ini dapat mempersulit kita untuk mempelajari dan memahaminya.

DASAR HUKUM TUNTUTAN PERBENDAHARAAN & TUNTUTAN GANTI RUGI (BAGIAN3)YUSRAN LAPANANDA, SH. MHKepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo.

Sebelumnya telah dibahas dasar hukum tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi (TP-TGR) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Berikut ini dasar hukum TP-TGR lainnya:3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara merupakan undang-undang yang dirujuk oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara untuk mengatur pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara sebagaimana yang diatur dalam pasal 62 ayat (3) yang menegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam undang-undang mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 19 Juli 2004 oleh Sekretaris Negara RI Bambang Kesowo dan telah disahkan oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri pada tanggal 19 Juli 2004.Pengaturan mengenai tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara diatur dalam Bab V Pengenaan Ganti Kerugian Negara, Pasal 22 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) dan Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2).Pengaturan mengenai pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara yang yang dirujuk oleh Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ke dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, ternyata hanya diatur dengan dua pasal. Saya pahami bahwa rujukan ini sangat minim pengaturannya tidak sebanding dengan apa yang menjadi keinginan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Semestinya pengaturan mengenai pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur lebih luas dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.Yang perlu menjadi perhatian dari kedua pasal ini adalah pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.Dengan demikian maka memang benar bahwa pembentuk Undang-Undang dengan sengaja memisahkan pengaturan atas tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah ke dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda, dengan pengaturannya sebagai berikut: pertama, tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK sebagaimana dimaksud pada pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; kedua, tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara diatur dengan peraturan pemerintah sebagaimana diatur pada pasal 63 Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.Dasar hukum mengenai tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi selanjutnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Setelah saya melakukan penelusuran terhadap pengaturan mengenai tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, maka pengaturan mengenai tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Bab XIII Penyelesaian Kerugian Daerah, Pasal 136 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 137 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 139 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 140 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 141; Pasal 142; Pasal 143; dan Pasal 144. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 9 Desember 2005 oleh Sekretaris Negara RI Yusril Ihza Mahendra dan telah disahkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 9 Desember 2005.Pengaturan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sudah lebih fokus pada pengaturan penyelesaian atau tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi kerugian daerah.Yang perlu menjadi perhatian adalah apa yang diatur di dalam Pasal 139 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pasal 139 ayat (1) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah ini berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan milik daerah, yang berada dalam penguasaan bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan; dan ayat (2) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah dalam peraturan pemerintah ini berlaku pula untuk pengelola perusahaan daerah dan badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah, sepanjang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.Dari frasa pasal 139 ayat (1) dan ayat (2), maka pengaturan penyelesaian atau tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi lebih diperluas, selain terhadap bendahara dan pegawai negeri bukan bendahara maka berlaku pula terhadap pejabat lainnya. Selain itu penyelesaian atau tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi berlaku pula untuk pengelola perusahaan daerah dan badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah. DASAR HUKUM TUNTUTAN PERBENDAHARAAN & TUNTUTAN GANTI RUGI (BAGIAN4) YUSRAN LAPANANDA, SH. MHKepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo.

Catatan saya mengenai dasar hukum tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi bagian 4 ini merupakan lanjutan dari pembahasan dasar hukum tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.Pasal-pasal yang mengatur tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dimulai dari Pasal 136 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 137 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 139 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 140 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 141; Pasal 142; Pasal 143; dan Pasal 144 yang secara substantif diakomodir dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Pasal 59 sampai dengan Pasal 67).Dari pasal-pasal yang ada, maka hanya terdapat satu ayat yang berbeda atau merupakan tambahan frasa dari yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yaitu mengenai apa yang diatur dalam Pasal 136 ayat (3) Kepala SKPD dapat segera melakukan tuntutan gani rugi, setelah mengetahui bahwa dalam SKPD yang bersangkutan terjadi kerugan akibat perbuatan dari pihak manapun. Demikian pula apa yang diatur dalam Pasal 144 Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara tuntutan ganti kerugian daerah diatur dengan peraturan daerah dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 144 ini hanya merupakan penegasan atau frasa ini sebenarnya merupakan bagian dari Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 9 Desember 2005 oleh Menteri Hukum dan HAM RI Yusril Ihza Mahendra dan telah disahkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 9 Desember 2005.5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.Dasar hukum tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi berikutnya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengaturan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi diatur dalam Bab XIV Kerugian Daerah, Pasal 315 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 316 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 317 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 318 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 319 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 320; Pasal 321 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 322; dan Pasal 323.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah ditetapkan oleh Menteri dalam Negeri RI H. Moh. Maruf, SE pada tanggal 15 Mei 2006.Jika dicermati secara mendalam, maka keseluruhan pengaturan pasal-pasal yang ada dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, merupakan copy paste atau sama dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.6. Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Bendahara.Selanjutnya adalah dasar hokum tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi atau penyelesaian kerugian negara/daerah yaitu Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Bendahara.Peraturan BPK ini merupakan tindak lanjut atau amanat Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 ini terdiri dari 15 (lima belas) Bab dan 45 (empat puluh lima) Pasal. Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Bendahara ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 5 Desember 2007 oleh Menteri Hukum dan HAM RI Andi Mattalata dan ditetapkan oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI pada tanggal 5 Desember 2005.Setelah dilakukan penelusuran baik dalam pasal 1 yang mengatur pengertian yang diatur dalam Peraturan BPK tersebut maupun di dalam pembahasan pasal demi pasal dalam Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Bendahara ini tidak mengatur atau tdak memberi batasan atau pengertian atas penyelesaian kerugian negara/daerah maupun pengertian tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi. Yang diatur hanyalah pengertian kerugian negara yang frasanya sama dengan pengertian kerugian negara yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibahas sebelumnya.7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah.Dasar hukum tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi berikutnya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah.

KENAIKAN GAJI PNS DANFITNAH25 April 2013 Yusran Lapananda Isyu fitnah, gorontalo, hukum, KENAIKAN GAJI 7%, KENAIKAN GAJI PNS, KENAIKAN GAJI PNS 2013, KENAIKAN GAJI PNS 7%, KENAIKAN GAJI PNS KABUPATEN, KENAIKAN GAJI PNS KOTA, KENAIKAN GAJI PNS PROVINSI, KPPN Tinggalkan Komentar ISYUYUSRAN LAPANANDA, SH. MHKepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo.

Di sore hari, Minggu 13 April 2013 saya mendapat SMS dari Bapak Bupati Gorontalo. SMS tersebut merupakan terusan atas kiriman SMS dari pemilik Nomor HP 081340875838. Adapun isi smsnya sebagai berikut: assalamu all wr wb bapak bupati grtlo ytc,, pns di prov gtlo sdh menerima gaji baru knaikan tujuh persen.. pns di kab gtlo kpan bisa menimmati gaji baru.. slamat menjalankan ibadah umroh dan trima ksih.. Wassalamu all ww...Setelah saya membaca SMS tersebut saya langsung menghubungi Kepala Bidang Bina Anggaran dan Bina Keuangan Daerah, Danial Ibrahim, SE., MM dan Kasubid Bina Evaluasi Kabupaten/Kota, Lukman H. Ointu pada Badan Keuangan Daerah Provinsi Gorontalo via handphone, menanyakan apakah Pemerintah Provinsi Gorontalo sudah mendapatkan peraturan perundang-undangan yang mengatur kenaikan gaji untuk tahun 2013, dan apakah Pemerintah Provinsi Gorontalo sudah membayar kenaikan gaji untuk tahun ini? Jawaban mereka adalah sampai saat ini kami belum mendapatkan peraturan itu dan kami sampai saat belum membayar kenaikan gaji 2013 kepada seluruh PNS di Pemerintah Provinsi Gorontalo. Untuk lebih validnya informasi tersebut, saya mencoba menghubungi beberapa teman PNS di Pemerintah Provinsi Gorontalo yang berada dan bekerja di beberapa SKPD lainnya. Jawabannya sama bahwa sampai saat ini mereka belum menerima kenaikan gaji baru.Demikian pula teman-teman staf di DPPKAD saya coba hubungi tentang sejauh mana infomasi terkait kenaikan gaji. Saya coba menghubungi staf saya, Kepala Seksi Pembiayaan pada DPPKAD Kabupaten Gorontalo, Marlen Potale, SE dan menginformasikan tentang SMS yang dikirim oleh pemilik Nomor 081340875838. Jawabannya, bahwa pada hari Sabtu tanggal 12 April dan hari Minggu tanggal 13 April, saya biar libur tetap masuk kantor memantau terbitnya peraturan perundang-undangan yang mengatur kenaikan gaji, tapi sampai sore ini belum ada pak.Dari informasi tersebut saya berkesimpulan sementara apa sebenarnya keinginan pengirim SMS tersebut. Waham (Kamus Besar Bahasa Indonesia Terbitan Gramedia, waham diartikan keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan dunia nyata serta dibangun atas unsur yang tidak berdasarkan logika, sangka, curiga) saya mengatakan apakah ini bagian dari fitnah (Kamus Besar Bahasa Indonesia Terbitan Gramedia, Fitnah diartikan perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (menodai nama baik, merugikan kehormatan orang) atau oleh karena isyu murahan menjelang mutasi pejabat? Prinsipnya saya hanya mengikuti waham saya. Waham saya pun berlanjut kira-kira siapa pengirim SMS tersebut? Sejak hari minggu tanggal 13 April sampai hari ini saya mencoba menghubungi nomor tersebut tapi yang terdengar nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi.Waham saya mengatakan bahwa nomor ini memang spesial digunakan untuk mengirim informasi yang tidak benar atau bohong atau fitnah kepada Bapak Bupati. Kemudian saya mencoba menganalisis melalui bunyi smsnya, dengan mengkaji dari unsusr-unsur kata dan kalimat yang ada dalam SMS tersebut. Pertama, selamat menjalankan ibadah umroh, dari kalimat ini waham saya mempersempit penafsiran siapa-siapa saja yang mengetahui Bapak Bupati menjalankan ibadah umroh; Kedua, bapak bupati gtlo ytc. Dari kalimat ini, siapa saja yang sering menggunakan kata-kata ytc (yang tercinta).Dari unsur-unsur ini sebenarnya secara terang benderang saya sudah menerka siapa pemilik Nomor 081340875838 dan/atau silahkan kepada anda untuk menebak siapa pemilik Nomor 081340875838. Atau lebih mudah pasti diantara anda mengetahui pemilik Nomor 081340875838. Jika anda tahu siapa pemiliknya segera laporkan kepada saya dan saya akan beri imbalan sebesar Rp. 1.000.000. (satu juta rupiah).Sebenarnya secara emosional saya sudah ingin merilis catatan saya ini pada hari Senin tanggal 15 April, namun saya masih mempertimbangkan akan terbitnya peraturan perundang-undangan yang mengatur kenaikan gaji, sehingga akan ketahuan antara tanggal SMS yang dikirim dengan tangggal berapa ditetapkan dan diundangkannya peraturan perudang-undangan yang mengatur kenaikan gaji PNS. Alhamdulillah tepatnya jam 08.30 hari Rabu tanggal 24 April 2013 saya mendapat infromasi dari Kepala Seksi Pembiayaan pada DPPKAD Kabupaten Gorontalo, Marlen Potale, SE bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur kenaikan gaji PNS sudah dirilis melalui www.seputar-kppn.com.Setelah saya mengkaji peraturan yang disampaikan tersebut, ternyata peraturan yang ditunggu-tunggu adalah Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 2013 tentang Perubahan Kelima Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Substansi dari Peraturan Pemerintah ini; Pertama, Gaji PNS terjadi kenaikan sebasar kurang lebih 7%; Kedua, Kenaikan gaji ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2013; Ketiga, Peraturan Pemerintah ini ditetapkan pada tanggal 11 April 2013 oleh Presiden RI DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan diundangkan pada tanggal 11 April 2013 oleh Menteri Hukum dan HAM RI Amir Syamsudin.Dari tanggal penetapan dan pengundangan Peraturan Pemerintah ini tanggal 11 April 2013, maka sangat jelas bahwa tidak mungkin Pemerintah Provinsi Gorontalo atau daerah Kabupaten/Kota atau lembaga/kementerian telah membayar kenaikan gaji PNS mulai bulan April. Sehingga dengan demikian maka berdasarkan informasi yang sudah saya dapatkan dari PNS di Pemerintah Provinsi Gorontalo dan berdasarkan tanggal penetapan dan pengundangan tersebut maka sangat jelas SMS yang disampaikan oleh pemilik Nomor 081340875838 adalah fitnah.Oleh karena dengan demikian, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 2013 ini, maka Pemerintah Kabupaten Gorontalo akan merealisasikan pembayaran gaji baru PNS ini mulai tanggal 1 Mei 2013, dan untuk selisih gaji dari bulan Januari sampai dengan Bulan April dibayarkan setelah pembayaran gaji Bulan Mei dilaksanakan. Pemerintah Kabupaten Gorontalo telah menganggarkan kenaikan gaji PNS, termasuk selisih gaji tersebut ke dalam APBD 2013.Selesai

PERKADA DANKEKADA SYARAT PEMBERIAN HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL(1) BANTUAN SOSIAL YANG DIRENCANAKAN DAN YANG TIDAKDIRENCANAKAN11 November 2012 YUSRAN LAPANANDA, SH. MHKepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo.

Catatan kali ini sebenarnya merupakan catatan saya yang terakhir dalam struktur catatan saya mengenai Syarat dan Kriteria Penerima Hibah dan Bantuan Sosial, namun oleh karena saat ini hampir semua pemerintah daerah sementara menyusun RAPBD yang salah satu struktur belanjanya adalah belanja bantuan sosial, maka catatan ini saya rilis lebih awal, oleh karena kebanyakan para pengelola keuangan daerah termasuk TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) akan terjebak pada penafsiran pasal 23A Permendagri Nomor 39 Tahun 2012. Untuk itu ketentuan pasal baru ini (bantuan sosial yang direncanakan dan yang tidak direncanakan sebelumnya) saya bahas sebagai berikut:Ketentuan pasal ini merupakan ketentuan baru dalam Permendagri Nomor 39 Tahun 2012, yang sebelumnya dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD tidak diatur sama sekali. Pasal ini disisipkan di antara pasal 23 dan pasal 24, disisipkan 1 (satu) pasal baru yaitu pasal 23A yang berbunyi sebagai berikut: (1) Bantuan sosial berupa uang kepada individu dan/atau keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a, terdiri dari bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga yang direncanakan dan yang tidak dapat direncanakan sebelumnya; (2) Bantuan sosial yang direncanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan kepada individu dan/atau keluarga yang sudah jelas nama, alamat penerima dan besarannya pada saat penyusunan APBD; (3) Bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan untuk kebutuhan akibat resiko sosial yang tidak dapat diperkirakan pada saat penyusunan APBD yang apabila ditunda penanganannya akan menimbulkan resiko sosial yang lebih besar bagi individu dan/atau keluarga yang bersangkutan; (4) Pagu alokasi anggaran yang tidak dapat direncanakan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak melebihi pagu alokasi anggaran yang direncanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).Ketentuan pasal 23A ini lahir dan merupakan hasil tekanan atau desakan dari berbagai kelompok organisasi pemerintah daerah maupun pemerintah daerah itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh karena di dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2011, pemerintah daerah tidak diberi peluang lagi untuk memberikan bantuan sosial secara dadakan, karena semua anggaran bantuan sosial harus direncanakan lebih awal dalam tahun anggaran sebelumnya setelah itu dapat dicairkan pada tahun berikutnya.Di dalam ketentuan baru ini pasal 23A Permendagri Nomor 39 Tahun 2012, telah diberi peluang bagi pemerintah daerah untuk memberikan bantuan sosial baik bantuan sosial yang direncanakan dan bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya. Namun demikian ketentuan pasal ini penuh dengan jebakan. Kenapa demikian? Dapat saya pahami bahwa pasal 23A mengandung makna: (a) hanya bantuan sosial berupa uang yang dapat diberikan kepada individu dan/atau keluarga baik bantuan sosial yang direncanakan dan yang tidak dapat direncanakan sebelumnya, sedangkan bantuan sosial berupa barang tidak dapat dianggarkan untuk bantuan sosial yang tidak direncanakan; (b) bantuan sosial yang tidak direncanakan hanya kepada individu dan/atau keluarga dan bukan untuk lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial; (c) bantuan sosial yang direncanakan hanya dialokasikan kepada individu dan/atau keluarga yang sudah jelas nama, alamat penerima dan besarannya pada saat penyusunan APBD; (d) bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya dialokasikan untuk kebutuhan akibat resiko sosial yang tidak dapat diperkirakan pada saat penyusunan APBD yang apabila ditunda penanganannya akan menimbulkan resiko sosial yang lebih besar bagi individu dan/atau keluarga yang bersangkutan.Kemudian jebakan yang paling mendasar dan harus dihindari adalah pagu alokasi anggaran yang tidak dapat direncanakan sebelumnya, tidak melebihi pagu alokasi anggaran yang direncanakan. Dengan pengertian bahwa di dalam struktur APBD harus ada lebih dulu alokasi anggaran yang direncanakan, kemudian bisa menganggarkan bantuan sosial yang tidak direncanakan, dengan ketentuan bahwa pagu atau besaran anggaran bantuan sosial yang tidak direncanakan tidak melebihi pagu/besaran anggaran yang direncanakan. Dan terakhir adalah bahwa anggaran bantuan sosial baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan masih dalam bingkai resiko sosial dan tidak boleh untuk membiayai kegiatan-kegiatan antara lain kegiatan keagamaan, pendidikan, olahraga, seni dan budaya, sosial, dan acara-acara lainnya yang tidak dalam bingkai resiko sosial, apalagi untuk membiayai perjalanan dinas perorangan atau kelompok masyarakat atau organisasi kemasyarakatan untuk mengikuti rapat-rapat, musyawarah atau dengan sebutan lainnya.Untuk itu, sangatlah dibutuhkan penafsiran secara mendalam atas penerapan pasal 23A Permendagri Nomor 39 Tahun 2012 ini, karena jika tidak, maka kita akan terjebak ke dalamnya.Selesai

SYARAT DAN KRITERIA PENERIMA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL(1)YUSRAN LAPANANDA, SH. MHKepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo.

Pada catatan saya sebelumnya, telah diberi catatan mengenai syarat-syarat pemberian hibah dan bantuan sosial yang dirilis dalam dua bagian. Syarat pemberian hibah dan bantuan sosial merupakan pedoman bagi TAPD dalam menyusun KUA/PPAS, menyusun RAPBD, pembahasan antara TAPD dengan Badan Anggaran DPRD sampai dengan pengesahan RAPBD menjadi APBD, demikian pula untuk penyusunan KUA/PPAS Perubahan sampai dengan penyusunan APBD Perubahan. Kemudian apa saja syarat-syarat penerima hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD dari Pemerintah Daerah?HibahBerdasarkan pasal 5 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD, yang diubah dengan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012, maka hibah hanya dapat diberikan secara limitatif atau penerima hibah telah diatur secara limitatif artinya tidak dapat ditambah dan tidak dapat dikurangi dari yang sudah ditentukan kepada: (a) pemerintah; (b) pemerintah daerah lainnya; (c) perusahaan daerah; (d) masyarakat; (e) organisasi kemasyarakatan.Selanjutnya dalam pasal 6 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 dijelaskan bahwa:(a) hibah kepada Pemerintah diberikan kepada satuan kerja dari kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang wilayah kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan; (b) hibah kepada pemerintah daerah lainnya diberikan kepada daerah otonom baru hasil pemekaran daerah sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan; (c) hibah kepada perusahaan daerah diberikan kepada badan usaha milik daerah dalam rangka penerusan hibah yang diterima pemerintah daerah dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (d) hibah kepada masyarakat diberikan kepada kelompok orang yang memiliki kegiatan tertentu dalam bidang perekonomian, pendidikan, kesehatan, keagamaan, kesenian, adat istiadat, dan keolahragaan non-profesional; (e) hibah kepada organisasi kemasyarakatan diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan.Kemudian pasal 7 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 menjelaskan bahwa: (1) hibah kepada masyarakat diberikan dengan persyaratan paling sedikit: (a) memiliki kepengurusan yang jelas; dan (b) berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan; (2) hibah kepada organisasi kemasyarakatan diberikan dengan persyaratan paling sedikit: (a) telah terdaftar pada pemerintah daerah setempat sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; (b) berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan; dan (c) memiliki sekretariat tetap.Selain itu siapa-siapa yang boleh menerima hibah sesuai pasal 8 ayat (1) PP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah adalah sebagai berikut: (a) pemerintah; (b) pemerintah daerah lain; (c) badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah; dan/atau; (d) badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia. Dijelaskan dalam pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) bahwa hibah dari pemerintah daerah kepada pemerintah dilakukan dengan ketentuan hibah dimaksud sebagai penerimaan negara dan/atau hanya untuk mendanai kegiatan dan/atau penyediaan barang dan jasa yang tidak dibiayai dari APBN. Sedangkan hibah dari pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lain, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Frasa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan inilah yang dimaksudkan berpedoman pada Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 beserta perubahannya.Dari penjelasan pasal-pasal yang mengatur tentang siapa-siapa yang boleh menerima hibah dan apa-apa persyaratan penerima hibah sesuai Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 dan PP Nomor 2 Tahun 2012, maka dapat dipahami atas beberapa hal sebagai berikut: pertama, penerima hibah sudah diatur secara limitatif yaitu pemerintah; pemerintah daerah lainnya; perusahaan daerah; masyarakat; badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan; dan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah; kedua, hibah kepada masyarakat diberikan dengan persyaratan harus memiliki kepengurusan yang jelas; dan berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan; Ketiga, hibah dapat diberikan kepada organisasi kemasyarakatan dengan persyaratan: (1) berbadan hukum Indonesia, artinya organisasi kemasyarakatan tersebut berbadan hukum yang didirikan melalui akta notaris dan disahkan oleh Menteri yang terkait; (2) telah terdaftar pada pemerintah daerah setempat sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun, artinya organisasi kemasyarakatan tersebut telah terdaftar pada pemerintah daerah sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun melalui satuan kerja perangkat daerah yang mengurusnya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

SYARAT DAN KRITERIA PENERIMA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL(2)YUSRAN LAPANANDA, SH. MHKepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo.

Di akhir catatan saya sebelumnya Syarat dan Kriteria Penerima Hibah dan Bantuan Sosial (1), telah diberi catatan mengenai hibah dapat diberikan kepada organisasi kemasyarakatan dengan persyaratan: (1) berbadan hukum Indonesia, artinya organisasi kemasyarakatan tersebut berbadan hukum yang didirikan melalui akta notaris dan disahkan oleh Menteri yang terkait; (2) telah terdaftar pada pemerintah daerah setempat sekurang-kurangnya tiga (3) tahun, artinya organisasi kemasyarakatan tersebut telah terdaftar pada pemerintah daerah sekurang-kurangnya tiga (3) tahun melalui satuan kerja perangkat daerah yang mengurusnya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; (3) berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan. Dipahami bahwa organisasi kemasyarakatan tersebut harus berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan. Misalnya APBD Kabupaten Gorontalo, maka penerimanya harus organisasi kemasyarakatan yang berdomisili di wilayah hukum Kabupaten Gorontalo. Tidak boleh APBD Kabupaten Gorontalo digunakan untuk membiayai organisasi kemasyarakatan yang berada di Kota Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango dan daerah lainnya atau organisasi kemasyarakatan di tingkat Provinsi Gorontalo, apalagi di luar Provinsi Gorontalo; dan (4) memiliki sekretariat tetap, artinya bahwa organisasi kemasyarakatan tersebut punya kantor tetap di wilayah Kabupaten Gorontalo.Lebih lanjut jika kita kaji ketentuan ini, maka siapa-siapa saja penerima hibah daerah sebagaimana yang diatur dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 dan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012 serta PP Nomor 2 Tahun 2012? Akan ditemukan terjadinya persamaan dan terjadi pula perbedaan. Persamaannya pada penerima hibah adalah pemerintah dan pemerintah daerah lainnya. Sedangkan yang lainnya terdapat perbedaan. Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 menggunakan frasa perusahaan daerah, sedangkan PP Nomor 2 Tahun 2012 menggunakan frasa badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. Demikian pula Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 mengunakan frasa organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan PP Nomor 2 Tahun 2012 menggunakan frasa badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia. Sebenarnya makna dari frasa dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan dan frasa yang berbadan hukum Indonesia adalah sama, oleh karena pada akhirnya badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan haruslah berbadan hukum. Pemahaman saya tentang berbadan hukum Indonesia harus melalui pembuatan akta pendirian melalui notaris sampai dengan pengesahan oleh Menteri yang terkait. Perbedaan yang berikut adalah Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 mengenal salah satu penerima adalah masyarakat, namun PP Nomor 2 Tahun 2012 tidak mengenal masyarakat sebagai penerima hibah.Yang menjadi kajian kita bersama adalah manakah regulasi yang kita gunakan? Apakah ketentuan yang diatur dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 atau PP Nomor 2 Tahun 2012. Beberapa saat yang lalu saya pernah mengkonsultasikan hal ini ke pihak Kementerian Dalam Negeri, jawaban yang saya dapatkan adalah Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 merupakan lex spesialis, sedangkan PP Nomor 2 Tahun 2012 adalah lex generalis. Jawaban ini sangatlah tidak meyakinkan saya, sebab di dalam Permendagri Nomor 39 Tahun 2012 yang merupakan bagian dan menjadi perubahan atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 di dalam konsiderans mengingat mencantumkan PP Nomor 2 Tahun 2012, yang berarti bahwa semestinya seluruh syarat penerima hibah yang diatur dalam PP Nomor 2 Tahun 2012 harus terakomodir atau disesuaikan dalam perubahan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012 (baca Permendagri Nomor 32 Tahun 2011) tersebut. Demikian pula dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Manakah yang lebih tinggi antara Peraturan Pemerintah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri? Tentunya jawabannya adalah ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah (Permendagri Nomor 32 Tahun 2011) tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (PP Nomor 2 Tahun 2012).Bantuan SosialUntuk persyaratan penerima bantuan sosial telah diatur dalam pasal 22 ayat (1) Permendagri Nomor 32 Tahun 2011, pemerintah daerah dapat memberikan bantuan sosial kepada anggota/kelompok masyarakat sesuai kemampuan keuangan daerah. Selanjutnya pasal 23 menjelaskan bahwa anggota/kelompok masyarakat meliputi:a) individu, keluarga, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum; b) Lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.Catatan ini Syarat dan Kriteria Penerima Hibah dan Bantuan Sosial (2) bersambung ke bagian ketiga.