keputusan kepala badan karantina ikan, … kep bkipm... · ekologi adalah ilmu yang mempelajari...
TRANSCRIPT
KEPUTUSAN
KEPALA BADAN KARANTINA IKAN,
PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN
NOMOR 109/KEP-BKIPM/2017
TENTANG
ANALISIS RISIKO PEMASUKAN IKAN JAGUAR CICHLID
(Parachromis managuensis) SEBAGAI SPESIES ASING INVASIF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KARANTINA IKAN,
PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka perlindungan
kelestarian sumberdaya hayati dan plasma
nutfah Indonesia dari ancaman spesies
asing invasif, perlu dilakukan analisis
risiko pemasukan spesies asing yang
berpotensi sebagai spesies asing invasif;
b. bahwa ikan Jaguar Cichlid (Parachromis
managuensis) adalah spesies asing yang
berpotensi sebagai spesies asing invasif;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan Keputusan
Kepala Badan Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil
Perikanan tentang Analisis Risiko
Pemasukan Ikan Jaguar Cichlid
(Parachromis managuensis) Sebagai
Spesies Asing Invasif;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992
tentang Karantina Hewan, Ikan dan
Tumbuhan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 nomor 56,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3482);
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004
tentang Pengesahan Cartagena Protocol On
Biosafety To The Convention On Biological
Diversity (Protokol Cartagena Tentang
Keamanan Hayati Atas Konvensi Tentang
Keanekaragaman Hayati) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4414);
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5073);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
2002 tentang Karantina Ikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4197);
6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015
tentang Organisasi Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 8);
7. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015
tentang Kementerian Kelautan dan
Perikanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 111)
sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2017
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 5);
8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.20/MEN/2007 tentang
Tindakan Karantina Untuk Pemasukan
Media Pembawa Hama dan Penyakit Ikan
Karantina Dari Luar Negeri dan dari Suatu
Area ke Area Lain di Dalam Wilayah Negara
Republik Indonesia;
9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.29/MEN/2008 tentang
Persyaratan Pemasukan Media Pembawa
Berupa Ikan Hidup;
10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.16/MEN/2011 tentang
Analisis Risiko Importasi Ikan dan Produk
Perikanan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 444);
11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 41/PERMEN-KP/2014 tentang
Larangan Pemasukan Jenis Ikan
Berbahaya dari Luar Negeri ke dalam
Wilayah Negara Republik Indonesia;
12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 6/PERMEN-KP/2017 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kelautan dan Perikanan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
220);
13. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan
Nomor 54/PERMEN-KP/2017 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Karantina Ikan, Pengendalian
Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 1758);
14. Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 80/KEPMEN-KP/2015
tentang Penetapan Jenis-jenis Hama dan
Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media
Pembawa, dan Sebarannya;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN,
PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL
PERIKANAN TENTANG ANALISIS RISIKO
PEMASUKAN IKAN JAGUAR CICHLID
(Parachromis managuensis) SEBAGAI SPESIES
ASING INVASIF.
KESATU : Menetapkan Analisis Risiko Pemasukan Ikan
Jaguar Cichlid (Parachromis managuensis)
Sebagai Spesies Asing Invasif sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
KEDUA : Analisis Risiko Pemasukan Ikan Jaguar Cichlid
(Parachromis managuensis) Sebagai Spesies
Asing Invasif sebagaimana dimaksud diktum
KESATU, merupakan pedoman bagi Pusat
Karantina Ikan dalam setiap perumusan dan
penyusunan kebijakan perkarantinaan ikan
impor dan antar area.
KETIGA : Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan dalam melaksanakan tugas
pencegahan masuk dan tersebarnya Ikan Jaguar
Cichlid (Parachromis managuensis) dari luar
negeri maupun antar area di dalam negeri agar
berpedoman pada Analisis Risiko Pemasukan
Ikan Jaguar Cichlid (Parachromis managuensis)
sebagai Spesies Asing Invasif.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Desember 2017
KEPALA BADAN KARANTINA IKAN,
PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN
HASIL PERIKANAN,
ttd.
RINA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi
keanekaragaman hayati (Convention on Biological Diversity / CBD)
melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman
Hayati, berkewajiban untuk melakukan usaha menghindari
introduksi Spesies Asing Invasif (SAI) atau Invasive Alien Spesies
(IAS). Usaha tersebut meliputi kegiatan pengendalian dan
pemusnahan SAI yang dapat mengganggu dan merusak ekosistem,
habitat hidup, serta keanekaragaman spesies asli.
Pemerintah terus berupaya memperketat kontrol terhadap
populasi ikan asing yang ditengarai dapat menjadi spesies invasif.
Terancam dan punahnya beberapa jenis ikan asli Indonesia di
beberapa perairan umum akibat masuknya spesies invasif
merupakan ancaman serius terhadap keanekaragaman dan
kelestarian sumber daya ikan Indonesia. Ikan-ikan introduksi yang
kemudian invasif terbukti dapat menjadi agen bagi masuk dan
tersebarnya hama dan penyakit ikan, yang hingga saat ini belum
ada di wilayah negara Republik Indonesia.
Sebagai upaya serius dalam rangka pengendalian masuknya
jenis ikan asing invasif tersebut pemerintah menerbitkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41/PERMEN-
KP/2014 tentang Larangan Pemasukan Jenis Ikan Berbahaya dari
Luar Negeri ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Repubik Indonesia.
Salah satu jenis ikan asing yang dilarang masuk adalah
LAMPIRAN
KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN
KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 109/KEP-BKIPM/2017 TENTANG
ANALISIS RISIKO PEMASUKAN IKAN JAGUAR CICHLID (Parachromis managuensis)
SEBAGAI SPESIES ASING INVASIF
2
Parachromis managuensis (GÜnther, 1867). Ikan ini dikenal dengan
nama umum / dagang Jaguar Cichlid yang merupakan anggota
dari marga atau Famili Cichlidae.
Jaguar Cichlid telah dikenal sebagai ikan predator yang
agresif, rakus dan menguasai ligkungan. Ikan ini juga sangat
mudah dikembangbiakkan dan banyak digemari orang terutama
kalangan penggemar ikan hias. Sehingga, sangat berpotensi untuk
berkembang dan menyebar semakin luas dan cepat. Untuk
menghindari terganggu dan rusaknya ekosistem di suatu perairan,
maka distribusi atau lalu lintasnya perlu diwaspadai secara
serius.
Penyusunan dokumen analisis risiko pemasukan Jaguar
Cichlid ini sangat penting untuk mengetahui sifat – sifat invasif
dari ikan tersebut sehingga dapat dirumuskan upaya pencegahan
masuknya jenis ikan tersebut.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan dokumen analisis risiko Jaguar Cichlid
adalah untuk:
1. Menentukan status invasif ikan Jaguar Cichlid melalui
penilaian risiko sifat- sifat invasif dari spesies tersebut; dan
2. Menetapkan manajemen/pengelolaan risiko terhadap
pemasukan dan/atau penyebaran jenis ikan Jaguar Cichlid.
C. Sasaran
Dokumen analisa risiko ini dimaksudkan sebagai bahan
untuk menentukan kebijakan oleh BKIPM atau para pemangku
kebijakan lainnya terhadap pengendalian jenis ikan Jaguar
Cichlid.
D. Dasar Hukum
Dasar hukum yang dijadikan acuan dalam penilaian analisis
risiko ikan jenis Jaguar Cichlid adalah:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
3
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, Ikan dan Tumbuhan;
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on
Biological Diversity), Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 356);
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan
Cartagena Protocol on Biosafety to The Convention on Biological
Diversity;
5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009;
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Karantina Ikan;
8. Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2007 tentang
Konservasi Sumber Daya Ikan;
9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.20/MEN/2007, tentang Tindakan Karantina untuk
Pemasukan Media Pembawa Hama dan Penyakit Ikan
Karantina dari Luar Negeri dan dari Suatu Area ke Area Lain
di dalam Wilayah Negara Republik Indonesa;
10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.29/MEN/2008, tentang Persyaratan Media Pembawa
berupa Ikan Hidup;
11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.16/MEN/2011, tentang Analisis Risiko Importasi Ikan
dan Produk Perikanan;
12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.41/PERMEN-KP/2014, tentang Larangan Pemasukan
Jenis Ikan Berbahaya dari Luar Negeri ke dalam Wilayah
Negara Republik Indonesia;
4
13. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP.08/MEN/2004, tentang Tata Cara Pemasukan Jenis atau
Varietas Baru ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;
14. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 80/KEPMEN-KP/2015, tentang Penetapan
Jenis-jenis Hama dan Penyakit Ikan Karantina, Golongan,
Media Pembawa dan Sebarannya;
15. Keputusan Kepala Badan Karantina, Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan Nomor 337 Tahun 2011 tentang
Pedoman Analisis Risiko Hama dan Penyakit Ikan;
16. Keputusan Kepala Badan Karantina, Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan Nomor 107/KEP-BKIPM/2017
tentang Pedoman Analisis Risiko Spesies Asing Invasif.
E. Definisi
1. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau
sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan
perairan.
2. Pemasukan adalah proses masuknya suatu organisme SAI
golongan ikan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3. Penyebaran adalah proses tersebarnya suatu organisme SAI
golongan ikan dari suatu area ke area lainnya di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Introduksi adalah usaha baik secara sadar maupun tidak
sadar memasukkan satu jenis hewan atau tumbuhan ke
dalam satu habitat yang baru di luar wilayah penyebaran
alamiahnya.
5. Area adalah daerah di dalam suatu pulau, atau pulau, atau
kelompok pulau dalam wilayah geografis Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
6. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya..
5
7. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antar mahluk
hidup serta interaksi antara makhluk hidup dan
lingkungannya.
8. Sumber Daya Ikan adalah potensi semua jenis ikan.
9. Spesies Asli (Native Spesies) atau disebut juga indigenous
adalah spesies-spesies yang mendiami suatu wilayah atau
ekosistem secara alami tanpa campur tangan manusia.
10. Spesies Endemik adalah spesies yang sebarannya terbatas
pada wilayah geografi atau habitat tertentu.
11. Spesies Asing (Alien Spesies) adalah spesies, subspesies atau
pada tingkatan taksonomi yang lebih rendah yang
diintroduksi baik secara sengaja maupun tidak disengaja
keluar habitat alaminya pada masa lalu atau saat sekarang
yang meliputi organisme utuh, bagian-bagian tubuh, gamet,
benih, telur maupun propagul dari spesies tersebut.
12. Spesies Invasif adalah spesies, baik spesies asli maupun asing
yang secara luas mempengaruhi habitatnya, dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi atau
membahayakan manusia.
13. Spesies Asing Invasif (SAI) atau Invasive Alien Spesies (IAS)
adalah tumbuhan, hewan, ikan, mikroorganisme, dan
organisme lain yang bukan merupakan bagian dari suatu
ekosistem yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
keanekaragaman hayati, kerusakan ekosistem, lingkungan,
kerugian ekonomi, dan/atau kesehatan manusia.
14. Risiko (Risk) adalah peluang atau peluang kejadian dan
penilaian besarnya konsekuensi dari suatu kejadian buruk
terhadap ikan.
15. Analisis Risiko (Risk Analysis) adalah suatu pendekatan
sistematis untuk mengambil keputusan dan mengevaluasi
peluang serta konsekuensi biologis dan ekonomis dari
pemasukan atau penyebaran SAI dari suatu negara atau antar
area di wilayah Negara Republik Indonesia.
16. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification) adalah proses
identifikasi spesies asing invasif yang berpotensi masuk dari
suatu negara atau tersebar antar area di wilayah Negara
6
Kesatuan Republik Indonesia yang dapat menyebabkan
bahaya terhadap kelestarian sumber daya hayati ikan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
17. Penilaian Risiko (Risk Assessment) adalah proses penilaian
terhadap peluang masuk dan menyebarnya spesies asing
invasif serta konsekuensi yang berkaitan dengan kelestarian
sumber daya ikan.
18. Manajemen Risiko (Risk Management) adalah tindak lanjut
dari pelaksanaan penilaian risiko yang mencakup penetapan
mekanisme, langkah dan strategi yang tepat untuk mengatur,
mengelola dan mengendalikan risiko yang diidentifikasi dalam
penilaian risiko.
19. Komunikasi Risiko (Risk Communication) adalah suatu proses
pengumpulan informasi dan opini mengenai bahaya dan risiko
dari pihak-pihak terkait dalam kegiatan analisis risiko, dan
proses dimana hasil-hasil dari analisis risiko dan pengelolaan
risiko yang diusulkan dikomunikasikan kepada para pembuat
kebijakan dan pihak-pihak yang terkait.
7
BAB II
BIOLOGI
A. Klasifikasi
Klasifikasi ikan Parachromis managuensis menurut Nelson
(2006) dan Froese & Pauly (2017) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Subkelas : Neopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Labroidei
Famili : Cichlidae
Sub Famili : Cichlasomatinae
Genus : Parachromis
Spesies : Parachromis managuensis (GÜnther, 1867)
Sinonim : Nandopsis managuense, Cichlasoma managuense
Nama umum : Jaguar Cichlid, Aztec Cichlid, Jaguar Guapote,
Guapote Tigre, Spotted Guapote dan Tiger
Guapote
Nama lokal : Ikan Marinir, Cichlid Manila, Manila Gift, ikan
Kerapu Tawar.
B. Morfologi
Spesies ini dicirikan oleh warna tubuh perak kusam atau
keemasan dengan bintik-bintik hitam gelap yang berada di seluruh
badan ikan (Gambar 1). Semakin dewasa bintik-bintik tersebut
menjadi lebih gelap dan akhirnya berubah menjadi pola hitam yang
tidak teratur menyerupai pola warna jaguar (Heather dan
Gloversville, 2017; www.tropical-fish-keeping.com). Secara umum
morfometrik ikan Jaguar Cichlid ditampilkan pada Gambar 2.
Ikan jantan mempunyai warna sangat cerah, biru keunguan
cerah pada bagian kepala sampai dorsal tubuh, warna putih
dengan spot bulat yang sangat jelas (Gambar 3), sedangkan ikan
betina warna dasar hanya putih kusam berbintik hitam dengan
8
spot memanjang dari punggung atas ke bagian bawah/perut pada
seluruh badan (Gambar 4).
Ikan Jaguar Cichlid mempunyai bentuk tubuh sangat
memanjang dan oval. Pada bagian mulut, deretan gigi faring
berkembang dengan baik, yang letaknya pada bagian tenggorokan
bersama dengan gigi asli. Spesies ini juga memiliki sirip berduri di
bagian belakang anal, punggung, dada dan sirip perut untuk
melindungi dari serangan predator. Sirip bagian depan adalah
tulang rawan yang lembut dan sempurna sehingga memudahkan
gerakan ikan di dalam air untuk menghindari predator. Cichlids
dari jenis ini memiliki satu lubang hidung pada setiap sisi yang
berguna untuk mendeteksi bau mangsa/ikan lain di dalam air.
Secara fisiologi lubang hidung ini berfungsi menyedot dan
mengeluarkan air dalam waktu singkat atau lebih lama tergantung
pada saat mencari mangsa/makan. Ukuran Jaguar Cichlid di
perairan umum adalah 30-40 cm, sedangkan di daerah asalnya
dapat mencapai 63 cm dan bisa mencapai 1,58 kg. Bila dipelihara
dalam akuarium, umumnya ikan jantan bisa mencapai ukuran 40
cm dan betina berkisar 36 cm, dengan umur pemeliharaan
mencapai 15 tahun (http://www.fishbase.org).
Gambar 1. Morfologi Jaguar Cichlid (http://www.fishbase.org)
9
Panjang total 584 pixels
Panjang baku 84.6 % TL
Panjang ekor 100.0 % TL
Panjang sebelum sirip
dubur 57.2 % TL
Panjang sebelum sirip
punggung 32.2 % TL
Panjang sebelum sirip perut 33.7 % TL
Panjang sebelum sirip dada 34.2 % TL
Tinggi badan 41.1 % TL
Panjang kepala 33.0 % TL
Diameter mata 13.5 % HL
Panjang sebelum mata 31.1 % HL
Gambar 2. Morfometrik Jaguar Cichlid (http://www.fishbase.org)
Keterangan: 1 = panjang total, 2 = panjang standar, 3 = panjang depan sirip dubur, 4 = panjang depan sirip perut, 5 = panjang depan sirip
dada, 6 = panjang depan bola mata, 7 = diameter mata, 8 = hidung, 9 = tinggi badan, 10 = tinggi ekor, D = sirip punggung
(dorsal), C = sirip ekor (caudal), A = sirip dubur (anal), V = sirip perut (ventral), P = sirip dada (pectoral)
1
2
3
45
9
6
7
8
10
D
C
AV
P
10
Gambar 3. Ikan Jaguar Cichlid Jantan
(http://www.aqualandpetsplus.com)
Gambar 4. Ikan Jaguar Cichlid betina
(http://www.aqualandpetsplus.com)
11
C. Habitat dan Sebaran Geografis
Ikan ini kebanyakan digunakan sebagai ikan hias. Ikan
tersebut telah berhasil mendominasi beberapa perairan atau
danau mengalahkan jumlah spesies asli dan menjadi sumber
pendapatan atau sumber makanan untuk dikonsumsi
masyarakat, seperti yang terjadi di Danau Taal, Batangas, Filipina
(Rosana., 2006 dalam http://www.fishbase.org). Hal serupa juga
terjadi di Sungai Virgin, Amerika; Danau Jurong, Singapura dan
beberapa danau di Indonesia.
Jaguar Cichlid merupakan spesies asli dari Amerika Tengah,
tersebar dari Amerika Tengah bagian selatan sampai Amerika
bagian timur. Dari sungai Ulua di Honduras yang melewati danau
Managua, Nikaragua sampai sungai Matina di Negara Kosta Rika
(Gambar 5). Tidak seperti banyak ikan hias lainnya, ikan ini
mempunyai ukuran yang cukup besar dan biasa dikonsumsi
sebagai sumber makanan bagi masyarakat di negara asal, namun
dianggap hama di beberapa daerah (GÜnther, 1867).
Gambar 5. Habitat ikan Jaguar Cichlid (GÜnther, 1867)
12
Jaguar Cichlid ini telah diintroduksi ke negara lain yaitu
hampir ke seluruh negara-negara yang berada di Amerika Tengah
seperti Hawai, Amerika, Afrika dan negara-negara Asia, seperti
Filipina dan Singapura.
Pada dasarnya jenis ikan ini adalah karnivora yang predator
lebih suka memakan ikan hidup yang lebih kecil dan invertebrata
seperti udang-udangan serta menerima makanan lain seperti
pellet. Jenis ikan ini ditemukan pada banyak variasi biotope mulai
dari perairan yang banyak endapan lumpurnya, perairan keruh
dengan banyak substrat pada perairan yang sangat jernih. Ikan ini
dapat juga ditemui pada perairan yang kandungan oksigennya
sangat rendah Ikan Jaguar Cichlid termasuk golongan
bentopelagic. Umumnya pada danau yang beriklim tropis dengan
kondisi pH air 7,0 – 8,7, suhu 25 – 36 oC, dH berkisar 10 – 15, dan
umumnya ditemukan pada kedalaman 3 sampai 10 meter.
D. Musim Pemijahan dan Reproduksi
Musim pemijahan ikan ini terjadi pada musim penghujan
(September–Februari). Ikan Jaguar Cichlid akan membersihkan
permukaan batu/substrat yang dipilih untuk pemijahan
kemudian mereka akan menggali lubang untuk meletakkan
telurnya. Ikan betina akan meletakan telur pada permukaan
substrat (Gambar 6 dan 7). Telur-telur yang telah dibuahi dijaga
oleh salah satu ikan atau kedua pasangan tersebut (Gambar 8).
Larva Jaguar Cichlid yang baru menetas masih terdapat
kantung telur yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Seiring
dengan hilangnya kantung telur, larva berubah menjadi benih dan
mulai mengkonsumsi zooplankton. Benih Ikan Jaguar Cichlid yang
berumur 1 (satu) minggu dapat dilihat pada Gambar 9. Induk akan
selalu menjaga sampai benih mampu mencari makan sendiri. Pada
pemijahan di akuarium harus dipisahkan agar tidak dimangsa
oleh induknya.
Pembiakan atau pemeliharaan ikan Jaguar Cichlid tergolong
mudah dilakukan asalkan kondisi air dapat dipertahankan.
Penggantian air dapat dilakukan 2-3 kali seminggu sebanyak 20-
30%. Pada umumnya, ikan yang dipelihara di dalam akuarium
13
akan mulai mencapai kematangan seksual atau matang gonad dan
siap untuk dijadikan induk setelah berukuran 4 - 5 inchi. Ikan
jantan berukuran lebih besar dan berwarna lebih cerah dibanding
ikan betina (Gambar 10).
Gambar 6. Telur Jaguar Cichlid yang menempel di batu
(http://www.aqualandpetsplus.com)
Gambar 7. Telur Warna Putih Sudah Mati
(http://www.aqualandpetsplus.com)
14
Gambar 8. Ikan Jaguar Cichlid Menjaga Telur
(http://www.aqualandpetsplus.com)
Gambar 9. Benih Ikan Jaguar Cichlid, Umur 1 (satu) Minggu
(http://pbatumbulan.blogspot.co.id)
15
E. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada gonad
ikan betina yang telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan
pada waktu mamijah. Fekunditas merupakan salah satu aspek
yang memegang peranan penting dalam biologi perikanan yaitu
berhubungan dengan dinamika populasi dan produksi. Fekunditas
secara tidak langsung dapat untuk menduga jumlah anak ikan
yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan
dalam kelas umur yang bersangkutan.
Ikan betina akan menghasilkan telur hingga sebanyak 5.000
dan ikan jantan akan membuahi telur tersebut. Akan tetapi jumlah
telur pada setiap proses pemijahan 1.000 – 2.000, jumlah telur
yang dihasilkan dipengaruhi oleh ukuran dari induk. Di alam
jumlah telur yang dihasilkan akan lebih tinggi. Kisaran fekunditas
jenis ikan ini di beberapa negara dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 10. Pasangan Jantan (depan) dan Betina (belakang)
(http://www.aqualandpetsplus.com)
16
Tabel 1. Fekunditas Jaguar Cichlid (Parachromis managuensis)
Negara Lokasi Fekunditas mutlak Fekunditas relatif
Hubungan
Fekunditas
dengan
panjang tubuh
min maks Min Rata-rata Maks a b
Kosta Rika Tidak
disebutkan 4.000 6.000
Jerman Pengamatan
akuarium 0 5.000
Filipina Danau Taal 904 10.496
Sumber: www.fishbase.org
F. Kemampuan Adaptasi
Jaguar Cichlid adalah jenis ikan yang hidup di air tawar,
sungai dan danau dengan salinitas kurang dari 0,05 permil. Ikan
Jaguar Cichlid termasuk golongan bentopelagic yang memiliki
toleransi luas, baik terhadap suhu (25 – 36 oC), pH (7,0 - 8,7),
kesadahan 10-15 ppm, dan kedalaman air 3 sampai 10 meter.
Ikan ini umumnya ditemukan pada danau di daerah yang beriklim
tropis. Jenis ikan ini ditemukan pada banyak variasi biotope mulai
dari perairan yang jernih hingga perairan keruh dengan banyak
endapan lumpur. Ikan ini dapat juga ditemui pada perairan yang
kandungan oksigennya sangat rendah.
G. Kebiasan Makan
Jaguar Cichlid pada dasarnya merupakan karnivora akan
tetapi pada saat dipelihara sebagai ikan budidaya ada
kecenderungan menjadi omnivora. Apabila dipelihara di akuarium,
ikan tersebut dapat pula memakan pellet. Benih ikan Jaguar
Cichlid akan memakan benih udang, daphnia, cacing darah dan
organisme hidup lainnya. Di alam, ikan ini akan memakan ikan
kecil dan invertebrata. Setelah dewasa umumnya bersifat predator
yang memangsa berbagai jenis ikan lainnya. Selain memangsa
ikan, Jaguar Cichlid juga memangsa berbagai serangga, cacing
tanah, mysis dan jangkrik.
17
Jaguar Cichlid yang dibudidayakan dalam akuarium adalah
ikan yang tidak memilih jenis makanan dan menerima makanan
apa saja yang diberikan, baik berupa ikan hidup, ikan kering beku,
udang, cacing darah beku, udang beku, serangga, jangkrik, cacing
tanah dan daging cincang yang dicampur pada pelet.
H. Penyakit
Seperti pada kebanyakan ikan air tawar, Jaguar Cichlid
merupakan inang dari berbagai jenis penyakit ikan air tawar.
Berdasarkan penelusuran, jenis-jenis penyakit yang menginfeksi
pada jenis ikan ini adalah sebagai berikut:
1. Epithelioma
Gejala akibat infeksi virus ini adalah timbulnya bercak-bercak
putih susu pada kulit ikan yang lama-kelamaan membentuk
semacam lapisan lebar seperti panu tetapi menonjol dengan
ketebalan 2 mm. Bila serangannya hebat, dalam waktu singkat
seluruh permukaan kulit/tubuh ikan tertutupi lapisan
tersebut.
2. Vibriosis
Gejala yang nampak pada penyakit dari bakteri ini adalah
pendarahan serta luka pada kulit dan jaringan otot. Ikan muda
yang terserang bakteri ini lebih cepat mati dibandingkan yang
lebih tua.
3. Aeromonas
Gejala yang nampak pada penyakit yang ditimbulkan oleh
bakteri ini adalah warna tubuhnya menjadi lebih gelap, timbul
luka-luka dan pendarahan pada kulitnya. Kalau dibiarkan akan
menjadi borok, gerakannya lambat, lemah dan mudah
ditangkap, kulitnya menjadi kasap, lebih suka di permukaan
air dan megap-megap karena sulit bernafas.
4. Protozoa
Parasit dari kelompok protozoa yang teridentifikasi diantaranya
Oodinium spp., Trichodina sp., dan Ichthyopthyrius sp.,
Oodinium lebih dikenal dengan penyakit velvet yang merupakan
ektoparasit yang menginfeksi ikan pada kulit dan insang.
18
Akibat yang ditimbulkan oleh parasit ini yaitu ikan akan
mengalami anoreksia dan terjadi pendarahan pada insang.
5. Monogenea Trematoda
Parasit Monogenea hanya akan teramati pada insang, kulit dan
sirip. Morbiditas dan mortalitas dapat terjadi yang disebabkan
oleh parasit ini. Hal ini dipicu dengan adanya sanitasi yang
kurang terjaga dan kualitas air yang tidak baik.
Meskipun terdapat banyak jenis penyakit yang dapat
menginfeksi Jaguar Cichlid dari golongan parasit dan bakteri,
namun tidak terdapat indikasi tertular penyakit berdasarkan list
OIE (2016). Daftar penyakit ikan yang telah ditemukan pada ikan
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2.
I. Pembudidayaan
Pemeliharaan Jaguar Cichlid tergolong ikan yang mudah
dalam pemeliharaan sesuai dengan standar pemeliharaan ikan.
Jenis ikan ini sangat mudah dalam hal pemberian pakan karena
merupakan ikan predator yang tidak memilih jenis makanan dan
menerima makanan apa saja yang diberikan, baik berupa ikan
hidup, ikan beku, udang, cacing darah beku, udang beku,
serangga, jangkrik, cacing tanah dan daging cincang yang
dicampur pada pelet. Ikan ini sangat mudah dikembangbiakkan.
Setiap kali pemijahan induk betina dapat menghasilkan telur
hingga 5.000 butir. Pada umumnya dari sepasang jenis ikan akan
menghasilkan sekitar 2.000 anak ikan. Pertumbuhan jenis ikan
predator ini sangat cepat sehingga berpotensi membahayakan jenis
ikan asli Indonesia.
J. Jaguar Cichlid sebagai Ikan Hias
Pemilihan Jaguar Cichlid sebagai ikan hias karena
mempunyai corak/pola warna tubuh yang cantik yaitu warna
keemasan dan bintik-bintik di sepanjang tubuhnya menyerupai
jaguar. Ikan jenis ini juga dikenal sebagai predator, sangat agresif
dan teritorial. Oleh karena itu, dalam pemeliharaan sebaiknya
tidak dicampur dengan jenis ikan lain.
19
Ukuran ikan ini dapat mencapai 63 cm sehingga dalam
pemeliharaannya membutuhkan akuarium yang cukup besar.
Memelihara ikan ini tergolong mudah dalam hal pemberian pakan
maupun perawatannya. Ikan ini juga dikenal sebagai ikan yang
“pintar” dikarenakan kemampuannya mengikuti gerakan obyek
dari luar akuarium (orang yang memberi makan).
Berdasarkan informasi para penggemar ikan hias di blog O-
Fish Forum (http://forum.o-fish.com), disebutkan bahwa ikan
Jaguar Cichlid jantan mengalami perubahan warna selama waktu
pemeliharaan, dari pola belang-belang menjadi warna kuning
emas. Perubahan terus berlanjut meluas, hingga akhirnya setelah
kurang dari 1 (satu) tahun seluruh tubuh menjadi kuning
keemasan. Sebenarnya, proses perubahan warna sama dengan
yang terjadi pada kebanyakan American Cichlid. Misalnya pada
ikan Red Devil dan Midas, yaitu warna berubah dari belang-belang
menjadi warna baru kuning, merah, atau putih. Tetapi, Jaguar
Cichlid bukan merupakan jenis cichlids berwarna yang lazim
mengalami perubahan warna, sehingga transformasi dari Jaguar
Cichlid biasa menjadi golden Jaguar Cichlid cukup menarik.
Perubahan warna tersebut dapat dilihat pada Gambar 12 sampai
Gambar 15.
Gambar 12. Jaguar Cichlids Sebelum Mutasi
(http://forum.o-fish.com)
20
Gambar 14. Jaguar Cichlids perlahan terjadi transformasi warna
(http://forum.o-fish.com)
Gambar 15. Jaguar Cichlid yang telah mengalami mutasi penuh
(http://forum.o-fish.com/)
Gambar 13. Jaguar Cichlids perlahan terjadi transformasi warna
(http://forum.o-fish.com)
21
K. Jenis-jenis dari Genus Parachromis
Ikan dari genus Parachromis mempunyai beberapa jenis
antara lain:
1. Parachromis dovii (GÜnther, 1867)
Habitat ikan ini berasal dari Amerika Tengah, penyebarannya
meliputi Honduras, Nikaragua dan Kostarika (Miller, 1976).
Nama lain ikan ini adalah Wolf Cichlid, Rainbow Bass. Jenis
ikan ini banyak hidup di danau, waduk, bendungan dengan pH
air 7.0 – 8.0, dan suhu 27 0C. Jenis ikan ini memiliki sifat yang
agresif dan sangat teritorial, ukuran maksimal 60 cm (Gambar
16).
2. Parachromis friedrichsthalii (Heckel, 1840)
Habitat asli ikan ini berasal dari Amerika Tengah,
penyebarannya meliputi Meksiko bagian selatan dan
Guatemala (Miller, 1966). Nama lain dari ikan ini adalah Yellow
Jacket Cichlid. Jenis ikan ini banyak hidup di danau, waduk,
bendungan dengan pH air 7.0 – 8.0 dan suhu 26 - 30 0C; ukuran
maksimal 28 cm (Gambar 17).
Gambar 16. Ikan Parachromis dovii (http://www.fishbase.se/identification)
22
3. Parachromis loisellei (Bussing, 1989)
Habitat asli ikan ini berasal dari Amerika Tengah,
penyebarannya meliputi Nikaragua, Kosta Rika, Honduras dan
Panama bagian barat (Miller, 1966). Nama lain pada ikan ini
adalah Loiselle’s cichlid. Jenis ikan ini banyak hidup di sungai
dan rawa-rawa dengan kondisi pH air 7,0 – 8,0 dan suhu
26-30 0C. Ikan ini dapat mencapai ukuran 30 cm (Gambar 18).
Gambar 17. Ikan Parachromis friedrichsthalii (http://www.fishbase.se/identification)
Gambar 18. Ikan Parachromis loisellei
(http://www.fishbase.se/identification)
23
4. Parachromis motaguensis (GÜnther, 1867)
Habitat asli ikan ini adalah Amerika Tengah, penyebarannya
meliputi Guatemala dan Honduras. Nama lain ikan ini adalah
Motagua Cichlid. Jenis ikan ini banyak hidup di danau dan
sungai dengan pH air 7,0 – 8,0 dan suhu 26 - 30 0C. Ikan ini
dapat mencapai ukuran maksimal 30 cm (Gambar 19).
Gambar 19. Ikan Parachromis motaguensis
(http://www.fishbase.se/identification)
24
BAB III
ANALISIS RISIKO
A. Identifikasi Bahaya
Tujuan dari identifikasi bahaya adalah untuk
mengidentifikasi dan menentukan status potensi ikan yang
dilalulintaskan dari negara/tempat asalnya ke dalam wilayah
Negara Republik Indonesia atau dari area asalnya ke area lain di
dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Hal yang perlu
diperhatikan dalam identifikasi bahaya yaitu sifat predator,
dominasi, sebaran, dan kompetitor. Hasil identifikasi bahaya
terhadap sifat-sifat ikan tersebut sebagai berikut:
1. Predator
Secara umum, Jaguar Cichlid merupakan ikan karnivora
dan bersifat predator yang rakus, agresif dan teritorial yang
memangsa ikan hidup dan hewan invertebrata (Gambar 20).
Bahkan ada kecenderungan bersifat omnivora pada ikan yang
dibudidayakan.
Sifat predator ini dapat menimbulkan masalah pada
ekosistem ketika jumlah makanan terbatas sehingga terjadi
persaingan antar spesies. Persaingan dapat juga terjadi dalam
memperebutkan lokasi untuk berkembangbiak sehingga
memicu terjadinya gangguan keseimbangan dalam ekosistem.
Sebagai contoh masuknya ikan Jaguar Cichlid ke Danau Taal
di Filipina yang sekarang telah mendominasi dan
menyingkirkan populasi ikan asli danau tersebut. Hal serupa
terjadi di Sungai Virgin di Amerika Serikat.
Gambar 20. Jaguar Cichlid Memangsa Ikan Mas (Aqualand)
25
2. Dominasi
Jaguar Cichlid merupakan ikan yang bersifat teritorial dan
agresif, terutama memangsa ikan-ikan yang berukuran lebih
kecil. Pada saat memijah, ikan ini akan lebih agresif dan ganas
karena menjaga sarang telur-telurnya. Berdasarkan hal
tersebut dan juga fakta di berbagai perairan bahwa sebagai ikan
introduksi presentase Parachromis managuensis telah
menduduki peringkat ke empat berdasarkan populasi
kelimpahan ikan yang ditemukan di Danau Taal, Filipina.
Peringkat pertama adalah Sardinella tawilis, peringkat ke dua
Oreochromis niloticus, peringkat ke tiga Chanos chanos dan
peringkat ke lima adalah Glossogobius giuris. Keberadaan ikan
Parachromis managuensis di Danau Taal Filipina menunjukkan
bahwa hasil tangkapan ikan asli seperti Goby putih
(Glossogobius giuris) dan Theraponid (Therapon plumbeus)
menurun. Hal serupa juga terjadi di Danau Jurong Singapura,
ikan tersebut telah berkembang sangat cepat dan sebagai
predator yang rakus sehingga merusak ekosistem dan
menurunkan populasi ikan asli.
3. Kompetitor
Jaguar Cichlid merupakan kompetitor, bukan hanya dalam
hal memperoleh makanan dengan sifat predator yang rakus
tetapi juga dalam hal ruang hidup atau habitat (Gambar 21),
termasuk untuk berkembangbiak. Jaguar Cichlid biasanya
hidup berkelompok dan bersifat teritorial terhadap wilayahnya
sehingga akan menyerang ikan lain yang mencoba masuk
wilayahnya.
26
4. Adaptasi
Ikan Jaguar Cichlid termasuk golongan bentopelagic yang
memiliki toleransi luas, baik terhadap suhu (25 – 36 oC), pH (7,0
- 8,7), kesadahan 10-15 ppm, dan kedalaman air 3 sampai 10
meter. Ikan ini umumnya ditemukan pada danau di daerah
yang beriklim tropis. Jenis ikan ini ditemukan pada banyak
variasi biotope mulai dari perairan yang jernih hingga perairan
keruh dengan banyak endapan lumpur. Ikan ini dapat juga
ditemui pada perairan yang kandungan oksigennya sangat
rendah.
5. Reproduksi dan Pertumbuhan
Jaguar Cichlid memijah dua kali dalam setahun, dengan
fekunditas mencapai 5.000 butir telur. Jumlah telur yang
dibuahi pada setiap proses reproduksi antara 1.000 – 2.000
telur. Telur akan menetas dalam waktu 5 – 7 hari. Telur-telur
yang telah dibuahi dijaga oleh salah satu induk atau kedua-
duanya dari pasangan tersebut. Jaguar Cichlid memiliki
pertumbuhan yang cepat di alam, dapat mencapai ukuran
maksimum 63 cm dan bobot 1,58 kg per ekor (Gambar 22). Pada
ikan yang dipelihara di akuarium ukurannya lebih kecil yaitu
hanya 36 cm pada jantan dan 30 cm pada betina.
Gambar 21. Jaguar Cichlid mengusir ikan pesaing (pleco) Ikan Sapu-sapu
(http://www.yourpetclip.com)
27
6. Pembawa Penyakit
Jaguar Cichlid merupakan ikan hias air tawar yang dapat
membawa penyakit (www.klubikan.com) antara lain:
- Protozoa
- Monogenea trematoda
- Epithelioma
- Vibrio
- Aeromonas punctata, A. hydrophila, A. liquiefaciaes, dan
A. salmonicida.
Jaguar Cichlid sebagaimana ikan air tawar lainnya sering
terdapat penyakit parasit seperti cacing dan protozoa, infeksi
jamur dan infeksi bakteri (http://animal-world.com/encyclo).
Berdasarkan hal tersebut tidak terdapat Hama dan Penyakit
Ikan Karantina (HPIK) sebagaimana yang tertuang dalam
Kepmen KP Nomor 80 tahun 2015.
7. Pemakan segala
Ikan Jaguar Cichlid merupakan karnivora dengan
kecenderungan omnivora terutama yang dipelihara di dalam
akuarium. Ikan ini cenderung memakan setiap makanan yang
disediakan termasuk pellet. Selain itu spesies ini memakan
Gambar 22. ikan Jaguar Cichlid hasil tangkapan
(http://www.yourpetclip.com)
28
semua jenis ikan yang lebih kecil yaitu cacing, serangga, katak,
dan krustacea.
8. Kemungkinan Hibridisasi
Sebagaimana jenis Cichlids lainnya, ikan ini mampu
berhibridisasi dengan jenis lainnya dalam famili yang sama.
Hibridisisasi sering dilakukan untuk memperoleh hasil yang
dianggap lebih baik seperti warna dan bentuk yang indah. Hal
tersebut dilakukan oleh para pembudidaya untuk memenuhi
kebutuhan pasar Jaguar Cichlid sebagai ikan hias.
9. Dampak Negatif pada Kesehatan Ikan
Jaguar Cichlid merupakan inang dari berbagai penyakit
golongan parasit, jamur, bakteri, bahkan virus seperti Infectious
Pancreatic Necrosis (IPN) dan Megalocityvirus. (Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 80/KEPMEN-
KP/2015).
10. Dampak Negatif pada Kesehatan Manusia
Jaguar Cichlid di negara asalnya merupakan ikan hias dan
konsumsi. Oleh karena itu, ikan ini diduga tidak menimbulkan
gangguan kesehatan pada manusia, tetapi dapat berlaku
sebagai hama sehingga merugikan.
Berdasarkan kriteria identifikasi bahaya seperti dijelaskan
pada poin 1 sampai 10, maka ikan Jaguar Cichlid dikategorikan
sebagai Spesies Asing Invasif (SAI) yang memiliki dampak negatif,
antara lain membahayakan lingkungan perairan, kesehatan ikan,
ekonomi, sosial dan biodiversitas sumber daya ikan di Indonesia.
Dampak lain dari pemasukan dan penyebaran Jaguar Cichlid yang
prosesnya mudah berpeluang untuk mengubah, merusak bahkan
menghilangkan keanekaragaman hayati perikanan Indonesia.
B. Penilaian Risiko
Penilaian risiko dilakukan berdasarkan hasil identifikasi
risiko dari SAI jenis Jaguar Cichlid secara kuantitatif melalui
pendekatan nilai. Pendekatan ini bertujuan untuk menentukan
status keberadaan SAI itu sendiri maupun introduksinya ke dalam
suatu lingkungan atau habitat. Faktor-faktor yang dinilai dalam
proses penilaian risiko SAI terdiri dari 5 (lima) kelompok penilaian
29
yaitu potensi pemasukan dan penyebaran, dampak ekologi,
dampak ekonomi, dampak bagi kesehatan ikan, serta dampak bagi
kesehatan manusia. Hasil penilaian risiko dijelaskan pada
Lampiran 3.
Penilaian risiko dilakukan berdasarkan nilai kumulatif dari
seluruh kriteria penilaian. Hasil penilaian risiko dibagi menjadi 3
(tiga) kategori risiko, yaitu;
1. Tingkat Risiko Rendah
Risiko Spesies Asing Invasive (SAI) golongan ikan dikategorikan
rendah apabila kisaran nilai hasil skoring adalah 0-30.
2. Tingkat Risiko Sedang
Risiko SAI golongan ikan dikategorikan sedang apabila kisaran
nilai hasil skoring adalah 31-60.
3. Tingkat Risiko Tinggi
Risiko SAI golongan ikan dikategorikan tinggi apabila kisaran
nilai hasil skoring adalah 61-100.
Berdasarkan hasil penilaian risiko pada Lampiran 3, maka
diperoleh hasil penilaian secara keseluruhan faktor atau kriteria
penilaian dengan jumlah nilai sebesar 71,6 yang berarti bahwa
potensi Jaguar Cichlid sebagai SAI memiliki tingkat risiko tinggi
apabila dilakukan introduksi ke dalam wilayah tertentu, dengan
penjelasan penilaian dari masing-masing kategari sebagai berikut:
1. Potensi Pemasukan/Penyebaran
Introduksi spesies asing akan berpengaruh terhadap
perubahan komposisi komunitas ikan di dalam ekosistem.
Pada ikan-ikan yang invasif : predator, agresif dan teritorial
akan mempengaruhi habitat bahkan sampai kepada
penurunan jumlah ikan asli atau hilangnya ikan asli di dalam
suatu ekosistem. Hal tersebut dikarenakan adanya persaingan
atau perebutan antar spesies yang meliputi persaingan
makanan, persaingan ruang dan tempat berkembangbiak atau
memijah.
Masuknya spesies asing ke dalam suatu wilayah atau
perairan tertentu dapat terjadi melalui berbagai cara dan tujuan
tertentu, antara lain:
30
• Ikan sengaja dimasukkan dengan tujuan tertentu misalnya
untuk dibudidayakan dalam rangka memenuhi kebutuhan
sumber makanan dan penghasilan;
• ikan terlepas dari tempat/wadah budidaya seperti karamba,
kolam, dan tambak;
• ikan terbawa arus/saluran air, dan
• ikan yang sengaja dibuang atau dilepaskan oleh pemiliknya.
Penilaian risiko pada aspek potensi pemasukan dan
penyebaran, meliputi beberapa faktor yaitu:
a. Tingkat Perkembangbiakan (produktifitas)
Jaguar Cichlid memijah dua kali dalam setahun, dengan
fekunditas ikan betina mencapai 5.000 butir telur. Jumlah
telur yang dibuahi pada setiap proses reproduksi
menghasilkan 1.000 – 2.000 telur. Telur akan menetas
dalam waktu 5 – 7 hari. Telur-telur yang telah dibuahi
dijaga oleh salah satu induk atau kedua-duanya dari
pasangan tersebut. Jaguar Cichlid juga berpotensi
dibudidayakan secara massal sehingga mempercepat
perkembangan atau pertumbuhan jumlah ikan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, hasil penilaian risiko terhadap
tingkat perkembangbiakan (produktifiktas) dikategorikan
tingkat risiko tinggi dengan nilai 100 (seratus).
b. Kemampuan Menyebar diluar Habitat Aslinya (toleransi
dan adaptasi terhadap perairan Indonesia)
Ikan Jaguar Cichlid termasuk golongan bentopelagic yang
memiliki toleransi luas, baik terhadap suhu (25 – 36 oC), pH
(7,0 - 8,7), kesadahan 10-15 ppm, dan kedalaman air 3
sampai 10 meter. Ikan ini umumnya ditemukan pada danau
di daerah yang beriklim tropis. Jenis ikan ini ditemukan
pada banyak variasi biotope mulai dari perairan yang jernih
hingga perairan keruh dengan banyak endapan lumpur.
Ikan ini dapat juga ditemui pada perairan yang kandungan
oksigennya sangat rendah. Secara umum kondisi habitat asli
ikan Jaguar Cichlid di Kosta Rika tersebut mirip dengan
kondisi di Indonesia, yaitu sebagai daerah yang beriklim
tropis sehingga akan mudah sekali untuk melakukan
31
adaptasi. Dengan demikian ikan ini akan mudah untuk
hidup dan berkembang. Berdasarkan hal tersebut, hasil
penilaian risiko terhadap toleransi dan adaptasi terhadap
perairan Indonesia dikategorikan tingkat risiko tinggi dengan
nilai 100 (seratus).
c. Sifat Invasif dari Spesies Lain dalam Genus yang Sama
Terdapat beberapa jenis ikan dari famili Cichlidae yang
bersifat invasif. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai
laporan tentang keberadaan Cichlasoma (Red Devil) di waduk
seperti Cirata dan Jatiluhur yang dianggap telah
mengganggu kelangsungan hidup ikan asli. Berdasarkan hal
tersebut, hasil penilaian risiko terhadap sifat invasif dari
pesies lain dalam genus yang sama dikategorikan memiliki
tingkat risiko sedang dengan nilai 60 (enam puluh).
d. Potensi Masuk Melalui Transportasi (Langsung maupun
Tidak Langsung)
Potensi penyebaran Cichlids masih sering terjadi, hal ini
dikarenakan ikan tersebut merupakan ikan yang sangat
banyak digemari pada kalangan pencinta ikan hias.
Peredaran ikan jenis cichlids masih besar baik untuk
ekspor, impor maupun antar area. Untuk membedakan
Jaguar Cichlid dengan cichlids yang lain ketika berukuran
kecil sangat sulit. Hal tersebut menyulitkan dari segi
pengawasan sehingga kemungkinan penyebarannya
semakin besar. Berdasarkan hal tersebut, hasil penilaian
risiko terhadap potensi penyebaran melalui pemasukan/
transportasi dikategorikan memiliki tingkat risiko tinggi
dengan nilai 100 (seratus).
e. Peraturan untuk Mencegah Pemasukan dan Transportasi
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.41/PERMEN-KP/2014 telah
menetapkan Jaguar Cichlid sebagai salah satu jenis ikan
yang dilarang pemasukannya ke dalam wilayah Negara
Republik Indonesia. Secara eksplisit aturan tersebut
menjelaskan tentang larangan pemasukan dari Luar Negeri,
sementara untuk kegiatan antar area belum diatur secara
32
tegas. Secara filososfis semestinya seiring dengan penetapan
sebagai ikan berbahaya berarti harus diikuti dengan
pelarangan penyebaran antar area (domestik), sehingga
potensi bahayanya dapat dicegah. Berdasarkan hal tersebut,
hasil penilaian risiko terhadap adanya peraturan untuk
mencegah pemasukan dan transportasi dikategorikan
tingkat risiko rendah dengan nilai 30 (tiga puluh).
f. Sebaran atau Keberadaan di Suatu Wilayah
Distribusi Jaguar Cichlid semula berasal dari kawasan
Amerika Tengah yaitu mulai dari Sungai Ulua (Honduras)
sampai ke Sungai Matina (Kosta Rika). Saat ini Jaguar
Cichlid telah menyebar ke berbagai penjuru dunia, bukan
hanya di benua Amerika tetapi telah sampai ke benua Eropa
dan Asia seperti: Hawai, Meksiko, Taiwan, Cina, Singapura,
Filipina, Puerto Riko, Guatemala, Panama, Elsavador, Kuba,
Jerman, Inggris, dan lain sebagainya.
Hasil kajian terhadap beberapa laporan diketahui bahwa
ikan tersebut telah ditemukan di beberapa danau di
Indonesia seperti Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur Jawa
Barat serta Waduk Penjalin di Jawa Timur. Berdasarkan hal
tersebut, hasil penilaian risiko terhadap sebaran atau
keberadaan di suatu wilayah dikategorikan memiliki tingkat
risiko sedang dengan nilai 60 (enam puluh).
2. Dampak Ekologi
Penilaian risiko pada dampak ekologi, meliputi beberapa
faktor yaitu:
a. Dampak pada Proses Ekosistem
Jaguar Cichlid dapat menyebabkan perubahan cukup besar
pada ekosistem karena ikan tersebut bersifat predator yang
rakus terhadap berbagai makanan yang tersedia,
berkembang cukup cepat hingga mencapai ukuran yang
cukup besar, dan agresif teritorial. Berdasarkan hal
tersebut, penilaian risiko terhadap dampak pada proses
ekosistem dikategorikan memiliki tingkat risiko sedang
dengan nilai 60 (enam puluh).
33
b. Kebiasaan Makan
Jaguar Cichlid merupakan karnivora, dengan
kecenderungan omnivora. Ikan ini merupakan predator yang
rakus terhadap berbagai makanan yang ada dan akan
semakin agresif ketika akan memijah. Selain itu, spesies ini
memakan semua jenis ikan yang lebih kecil, cacing,
serangga, katak, dan krustacea. Di dalam akuarium dapat
pula diberikan cacing, jangkrik, udang, bahkan pelet.
Berdasarkan hal tersebut, penilaian risiko terhadap
kebiasaan makan dikategorikan memiliki tingkat risiko
tinggi dengan nilai 100 (seratus).
c. Dampak terhadap Komposisi, Struktur, dan Interaksi
Komunitas
Komposisi komunitas ikan sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor lingkungan baik abiotik maupun biotik Salah satu
faktor biotik adalah interaksi interspesies berupa persaingan
dan pemangsaan, persaingan atau perebutan antar dua
organisme atau lebih. Dampak persaingan akan muncul
apabila sumber daya tersebut berjumlah terbatas dan tidak
mencukupi kebutuhan seluruh organisme yang bersaing.
Sumber daya yang diperebutkan antara lain makanan,
tempat memijah dan ruang gerak. Apabila sumber daya
makanan tidak tersedia dalam jumlah yang mencukupi,
maka terjadi kelaparan yang akan mengakibatkan
penurunan pertumbuhan bahkan jumlah populasi.
Persaingan habitat pemijahan dan perolehan pasangan akan
mengakibatkan gagalnya pemijahan yang dapat
menurunkan jumlah populasi. Berdasarkan hal tersebut
dan juga fakta di berbagai perairan bahwa sebagai ikan
introduksi, persentase Jaguar Cichlid telah menduduki
peringkat ke empat berdasarkan populasi kelimpahan ikan
yang ditemukan di Danau Taal. Peringkat pertama adalah S.
tawilis, peringkat kedua O. niloticus, peringkat ke tiga C.
chanos dan peringkat ke lima adalah G. giuris. Pemanfaatan
ikan ini sebagai sumber makanan dan penghasilan juga
turut mempengaruhi jumlah populasi ikan asli. Produksi
34
ikan asli menjadi semakin rendah. Berdasarkan hal
tersebut, penilaian risiko terhadap faktor dampak terhadap
komposisi, struktur dan interaksi komunitas dikategorikan
memiliki tingkat risiko sedang dengan nilai 60 (enam puluh).
d. Dampak terhadap Integritas Genetik dari Spesies
Asli/Potensi Hibridasi
Sebagaimana jenis Cichlids lainnya, ikan ini mampu
berhibridisasi dengan jenis lainnya dalam famili yang sama.
Hibridisisasi sering dilakukan untuk memperoleh hasil yang
dianggap lebih baik seperti warna dan bentuk yang indah.
Hal tersebut dilakukan oleh para pembudidaya untuk
memenuhi kebutuhan pasar Jaguar Cichlid sebagai ikan
hias. Diantaranya dengan melakukan kawin silang dengan
ikan Parrot, yang merupakan salah satu keluarga Cichlids.
Berdasarkan hal tersebut, penilaian risiko dampak terhadap
integritas genetik dari spesies asli / potensi hibridisasi
dikategorikan memiliki tingkat risiko tinggi dengan nilai 100
(seratus).
3. Dampak Ekonomi
Penilaian risiko terhadap dampak ekonomi dilakukan
melalui beberapa faktor yang meliputi:
a. Dampak terhadap industri perikanan
Pemanfaatan ikan Jaguar Cichlid dibudidayakan di
akuarium dengan tujuan sebagai ikan hias dan di
kolam/danau/perairan sebagai ikan konsumsi. Apabila
dibudidayakan sebagai ikan hias di akuarium dengan
kontrol yang baik akan memberikan dampak ekonomi yang
positif terutama apabila dilakukan untuk tujuan ekspor.
Akan tetapi tidak ada jaminan bahwa ikan yang
dibudidayakan di akuarium tidak akan lepas ke perairan
umum yang berakibat pada kerusakan ekosistem. Saat ini
telah banyak ditemukan Jaguar Cichlid di beberapa waduk
di Indonesia. Hal tersebut dikhawatirkan akan
mempengaruhi terhadap industri perikanan atau
menurunkan hasil perikanan tangkap dan budidaya ikan
konsumsi. Berdasarkan hal tersebut, penilaian risiko
35
dampak terhadap industri perikanan dikategorikan
memiliki tingkat risiko sedang dengan nilai 60 (enam puluh).
b. Dampak terhadap Infrastruktur
Jaguar Cichlid sesaat sebelum memijah akan membuat
lubang persembunyian di bagian dasar kolam atau
akuarium. Hal tersebut tidak akan sampai menimbulkan
dampak kerusakan terhadap kolam. Berdasarkan kondisi
tersebut, penilaian risiko dampak terhadap infrastruktur
dikategorikan memiliki tingkat risiko rendah dengan nilai 30
(tiga puluh).
c. Dampak terhadap sektor pariwisata
Jaguar Cichlid meskipun telah terbukti berpengaruh pada
ekosistem habitat ikan asli dan berpotensi menurunkan
produksi tangkapan dan budidaya namun diperkirakan
tidak akan berpengatuh nyata terhadap sektor pariwisata.
Terkecuali jika kondisi tersebut terjadi pada daerah tujuan
wisata dengan obyek utama budidaya ikan. Hal tersebut
dapat mempengaruhi kegiatan atau penurunan sektor
pariwisata. Berdasarkan kondisi tersebut, penilaian risiko
dampak terhadap sektor pariwisata dikategorikan memiliki
tingkat risiko rendah dengan nilai 30 (tiga puluh).
4. Dampak bagi kesehatan ikan
Jaguar Cichlid telah diketahui merupakan inang dari
beberapa jenis penyakit, seperti parasit Ichthyopthyrius sp.,
protozoa, jamur dan infeksi bakteri. Berdasarkan daftar
tersebut tidak ada penyakit yang termasuk di dalam list OIE
(2016). Hal ini berarti bahwa ikan tersebut bukan inang
penyakit berdasarkan daftar penyakit sesuai list OIE (2016)
akan tetapi tidak berarti bahwa introduksi ikan ini tidak
membawa risiko penyakit berbahaya. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 80/KEPMEN-KP/2015
tentang Penetapan Jenis–Jenis Hama dan Penyakit Ikan
Karantina, Golongan, Media Pembawa dan Sebarannya,
Cichlids merupakan inang HPIK golongan virus yaitu Infectious
Pancreatic Necrosis Virus (IPNV) dan Megalocytivirus/ Irridovirus
/Red Sea Bream Irrido Virus (RSBIV). Kedua jenis HPIK tersebut
36
termasuk di dalam List OIE (2016) seperti pada Tabel 4.
Berdasarkan kondisi tersebut, penilaian risiko dampak bagi
kesehatan ikan dikategorikan memiliki tingkat risiko sedang
dengan nilai 60 (enam puluh).
5. Dampak bagi kesehatan manusia
Penyakit yang terdapat pada jenis ikan tersebut bukanlah
penyakit yang menular kepada manusia (zoonosis). Dampak
yang dapat dirasakan langsung oleh manusia adalah sebagai
hama bagi kegiatan budidaya ikan yang akan merugikan secara
ekonomi di samping secara ekologi. Meskipun demikian
penanganan atau penangkapan terhadap ikan Jaguar Cichlid
perlu dilakukan dengan hati-hati, apabila mencapai ukuran
cukup besar agar tidak sampai melukai atau mencederai.
Berdasarkan kondisi tersebut, penilaian risiko dampak bagi
kesehatan manusia dikategorikan memiliki tingkat risiko
rendah dengan nilai 30 (tiga puluh).
C. Manajemen Risiko
Manajemen risiko SAI merupakan proses pengambilan
keputusan dan pelaksanaan langkah-langkah untuk mencapai
tingkat perlindungan yang sesuai serta memastikan agar dampak
negatif dapat diminimalkan. Tujuannya adalah untuk mengelola
risiko secara tepat dan memastikan bahwa keseimbangan tercapai
antara keinginan masing-masing negara untuk meminimalkan
kemungkinan serangan SAI. Berdasarkan hasil penilaian risiko,
Jaguar Cichlid tergolong sebagai jenis ikan SAI dengan tingkat
risiko tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan manajemen risiko
agar dampak negatif introduksi atau penyebaran spesies ini dapat
dicegah/diminimalkan.
Spesies asing masuk ke suatu daerah/wilayah baru melalui
2 (dua) kemungkinan yaitu disengaja atau tidak disengaja. Oleh
karena itu untuk mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan
perlu menerapkan manajemen risiko. Penerapan manajemen risiko
dapat dilakukan dengan pola seperti diagram pada Lampiran 1.
Manajemen risiko dapat dilakukan melalui dua cara pendekatan,
yaitu pendekatan secara langsung (lapangan) dan tidak langsung,
antara lain:
37
1. Manajemen Langsung
Manajemen secara langsung dilakukan dalam rangka
pengendalian SAI melalui pendekatan pencegahan,
pengawasan, penahanan, pemusnahan pada pintu masuk
dan/atau keluar serta jalur introduksi dan daerah sebaran SAI.
Manajemen langsung dilakukan melalui:
a. Pencegahan
Pencegahan merupakan metode yang efektif dalam
mengelola pemasukan dan penyebaran SAI agar spesies
tidak masuk, menetap dan menyebar pada suatu ekosistem
yang berpotensi dalam membahayakan lingkungan,
ekonomi, dan sosial. Cara yang paling tepat dalam mencegah
pemasukan spesies asing yang secara sengaja atau tidak
sengaja terbawa media pembawa, kendaraan, atau terlepas
dari lokasi budidaya adalah dengan cara meningkatkan dan
mengembangkan metode pencegahan di pintu pemasukan
dan/atau pengeluaran serta meningkatkan kesadaran dan
partisipasi masyarakat terhadap bahaya SAI.
Manajemen risiko terhadap kegiatan pencegahan yang
dilakukan dalam rangka pengendalian terhadap pemasukan
atau penyebaran SAI antara lain dapat dilakukan dengan
cara :
1) Melakukan identifikasi jenis SAI, pemetaan daerah sebar
serta membuat program pengelolaan yang tepat sebagai
langkah deteksi awal. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan melakukan penelitian atau pemantauan terhadap
keanekaragaman sumber daya yang terdapat di berbagai
perairan seperti danau, sungai dan tempat budidaya
lainnya;
2) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap
jenis-jenis SAI pada pintu masuk dan/atau keluar dan
jalur introduksinya. Hal ini dapat dilakukan dengan
kerjasama antar instansi terkait;
3) Melakukan koordinasi dan sosialisasi kepada pihak
terkait dan elemen masyarakat;
38
4) Membuat regulasi atau aturan dan/atau kebijakan
terhadap pengendalian SAI;
5) Memperkuat hubungan dan komunikasi dengan otoritas
kompeten negara asal atau pihak kompeten di daerah
yang didentifikasi sebagai sumber spesies invasif
potensial.
Tindakan dalam rangka pencegahan antara lain dapat
dilakukan dengan cara:
1) Sebelum pemasukan spesies asing harus didahului oleh
analisa risiko importasi, untuk menentukan status risiko
media pembawa yang akan dimasukkan, pada status
berbahaya atau tidak berbahaya. Analisa risiko
seharusnya dibuat sebelum diterbitkannya rekomendasi
ijin pemasukan diterbitkan;
2) Pemasukan spesies asing harus berlandaskan hukum
internasional yang telah diratifikasi oleh suatu negara,
maupun peraturan-peraturan terkait yang berlaku dalam
suatu negara;
3) Pemasukan spesies asing yang secara tidak sengaja perlu
adanya upaya khusus atau penelusuran terhadap media
pembawa yang dimaksud apakah terdaftar dalam daftar
yang dilarang atau tidak dilarang oleh suatu negara,
status di dalam IUCN Red List, penelusuran sifat bilogi,
karakter dan sebaran dan habitat asli serta perlu adanya
tindakan karantina sebagai pengendalian di pintu-pintu
pemasukan;
4) Pemasukan spesies asing yang secara secara illegal harus
dilakukan tindakan karantina yaitu ditolak atau
dimusnahkan.
b. Tindakan Pengawasan
Tindakan pengawasan dilakukan dalam rangka upaya
pengendalian SAI. Kegiatan pengendalian tersebut bertujuan
untuk menekan populasi, membatasi penyebaran atau
mengurangi dampak SAI. Tindakan pengawasan terhadap
populasi SAI dilakukan melalui kegiatan pengelolaan SAI
secara terpadu, dengan melakukan pengaturan terhadap
39
pengendalian jenis SAI berdasarkan identifikasi biologi dari
SAI itu sendiri, antara lain:
a) Pengaturan lingkungan budidaya (mengatur pola
budidaya, teknologi, jenis spesies yang dibudidayakan,
lokasi budidaya dan lingkungan budidaya);
b) Pengaturan pembatasan fisik (membatasi pergerakan SAI
dengan pemasangan jaring long line, atau penggunaan
kejutan listrik pada wilayah yang didominasi SAI);
c) Pengaturan metode pemusnahan SAI (melalui
penangkapan besar-besaran, membakar atau
penguburan spesies SAI yang tertangkap, penggunaan
bahan kimia dan/atau pestisida yang tepat;
d) Pengaturan metode yang dapat
mengganggu/menghambat reproduksi (dengan cara
membuat perangkap umpan yang diberikan feromon
dan/atau pelepasan jantan steril).
Langkah tersebut membutuhkan pemahaman dan
komitmen jangka panjang seluruh pihak terkait, dan sangat
bergantung pada pengetahuan, pengalaman dan
pengamatan serta integritas dari para pemangku
kepentingan.
c. Eradikasi
Eradikasi biasa diartikan sebagai tindakan
pemusnahan terhadap faktor biotik SAI dalam rangka
mencegah perkembangan atau penyebaran semakin luas
yang akan membahayakan terhadap ekosistem/habitat,
serta untuk melindungi keberadaan spesies asli. Tindakan
eradikasi yang dilakukan perlu memperhatikan teknik yang
ramah terhadap lingkungan sehingga tidak merusak
ekosistem. Perlu dilakukan survei terhadap keberadaan
spesies asing yang telah masuk atau tersebar. Apabila telah
dapat disimpulkan bahwa spesies asing tersebut berbahaya
atau bersifat invasif maka perlu dilakukan eradikasi.
Tindakan ini tidak berlaku pada penyebaran SAI yang
penyebarannya sangat luas. Tindakan ini hanya sebatas
tindakan pengendalian SAI dengan penyebaran terbatas.
40
Untuk memastikan perlu atau tidaknya dilakukan eradikasi
terhadap Jaguar Cichlid maka diperlukan penelitian lebih
lanjut.
2. Manajemen Tidak Langsung
Otoritas kompeten atau pihak terkait dapat melakukan
pengelolaan secara tidak langsung dalam upaya pengendalian
risiko SAI terhadap Jaguar Cichlid. Pengelolaan tersebut dapat
dilakukan melalui pendekatan penelitian dan pendidikan atau
penyebarluasan informasi.
a. Penelitian
Penelitian merupakan bagian penting dalam
manajemen risiko SAI. Pengetahuan dan data yang diperoleh
akan bermanfaat dalam menentukan identifikasi jenis SAI,
menilai dampak potensial yang ditimbulkan dan
memprioritaskan tindakan yang akan dilakukan dalam
rangka pencegahan perkembangan dan penyebarluasan SAI.
Hal tersebut akan sangat membantu dalam menentukan
metoda pencegahan dan pengendalian.
Komponen penelitian yang dapat diambil dalam rangka
menentukan pengelolaan SAI antara lain:
1) Memahami biologi SAI atau proses invasif dan/atau
faktor yang mempengaruhi proses tersebut, seperti:
• Daerah sebar
• Jumlah populasi
• Kebiasaaan makan
• Sifat, predator, kompetitor
• Musim pemijahan
• Jumlah telur
• Pola sebar
• Asal-usul
• Pemanfaatan
2) Dampak SAI;
3) Metode pengendalian jenis-jenis SAI dan pemulihan
ekosistem;
4) Penelusuran terhadap peraturan, kewenangan,
koordinasi, Juklak/Juknis, SOP dan metode, terkait
41
dengan tindakan pencegahan dan penanggulangan SAI.
Hal ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih
kepentingan dan meningkatkan efektifitas tindakan;
5) Pintu pemasukan dan pengeluaran;
6) Jalur distribusi;
7) Jumlah petugas, dan kompetensinya.
b. Pendidikan dan Penyebarluasan Informasi
Secara umum informasi dan pengetahuan masyarakat
mengenai SAI masih terbatas. Banyak masyarakat yang
secara sengaja atau tidak sengaja membawa, memelihara
atau membudidayakan atau bahkan menjual berbagai jenis
SAI tanpa mengetahui atau menyadari dampak dari kegiatan
tersebut. Saat ini dengan mudah kita bisa mendapatkan
berbagai jenis ikan predator atau sejenisnya memalaui
penjualan online. Hal ini tentunya akan mempercepat dan
memperparah, serta mempersulit di dalam pencegahan dan
pengendalian SAI. Oleh karena itu program
pendidikan/penyebarluasan informasi sangat penting untuk
dilakukan.
Program pendidikan atau penyebarluasan informasi
dapat dilakukan dengan pendekatan antara lain:
1) Melibatkan seluruh pemangku kepentingan antara lain
peneliti, pembuat kebijakan, petugas karantina, instansi
terkait, pelaku usaha/pembudidaya, pedagang, dan
hobis;
2) Pendidikan atau penyebarluasan informasi mencakup
berbagai komponen antara lain:
• Pemahaman terhadap jenis-jenis SAI sesuai peraturan
yang berlaku;
• Peningkatan kemampuan melakukan identifikasi
jenis-jenis SAI;
• Memberikan informasi akan bahaya dan dampak SAI
terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial;
• Memberikan informasi tata cara pencegahan terhadap
SAI;
42
• Memberikan pemahaman atau kesadaran kepada
seluruh masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif
dalam upaya pencegahan SAI, yaitu tidak
memperjualbelikan, mencatat dan melaporkan apabila
menemukan jenis-jenis SAI di perairan.
Melalui program pendidikan dan penyebarluasan yang
efektif akan mengubah perilaku mereka yang terlibat dalam
kegiatan membudidayakan, memelihara dan menjual jenis-
jenis SAI. Pemahaman, kesadaran dan peran serta mereka
sangat menentukan keberhasilan dalam upaya melakukan
pencegahan dan pengendalian SAI.
D. Komunikasi Risiko
Komunikasi risiko bertujuan mengumpulkan informasi serta
opini mengenai bahaya dan risiko dari semua pihak yang terkait
dalam kegiatan analisa risiko, juga merupakan suatu proses
dimana hasil-hasil penelitian dianalisa. Pengelolaan risiko tersebut
dikomunikasikan kepada semua pihak terkait di negara-negara
pengimpor, pengekspor atau stakeholder.
Proses penilaian analisis risiko SAI dilakukan melalui
pembahasan bersama melibatkan pihak-pihak terkait yang
berkompeten seperti tim ahli di bidang kesehatan ikan, pembuat
kebijakan, pembudidaya, pelaku usaha, dan tenaga fungsional
PHPI Karantina Ikan. Beberapa informasi teknis ini dapat diubah
apabila ada informasi lain yang berpengaruh terhadap kebijakan
teknis sepanjang didukung justifikasi ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Apabila terdapat ketidaksesuaian identifikasi bahaya
melalui penilaian risiko dan manajemen risiko, dapat
dikomunikasikan melalui Pusat Karantina Ikan, dengan alamat Jl.
Medan Merdeka Timur No. 16 Gedung Mina Bahari II Lantai 6
Jakarta Pusat-10110, Telepon (021) 3513277, Fax (021) 353275.
43
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian “Analisis Risiko Parachromis
managuensis” sebagai Spesies Asing Invasif (SAI) dapat
disimpulkan:
1. Jaguar Cichlid memiliki tingkat risiko tinggi dengan total nilai
71,6 (tujuh puluh satu koma enam).
2. Jaguar Cichlid termasuk dalam jenis Spesies Asing Invasif (SAI)
dan dilarang pemasukannya ke dalam wilayah negara Republik
Indonesia.
B. Rekomendasi
1. Perlu dilakukan survei atau monitoring lebih lanjut terhadap
keberadaan Jaguar Cichlid di berbagai wilayah perairan/waduk
untuk melengkapi hasil survei atau penelitian yang sudah ada.
2. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap dampak dari
keberadaan Jaguar Cichlid di suatu wilayah, meliputi dampak
ekologi, ekonomi ataupun dampak sosial lainnya.
3. Perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap ikan Jaguar
Cichlid di suatu wilayah yang telah diketahui keberadaannya,
atau setidaknya menjaga agar Jaguar Cichlid tidak menyebar
dan berkembang ke lokasi lain.
4. Perlu peningkatan kompetensi petugas PHPI terkait pengenalan
jenis-jenis SAI terutama Jaguar Cichlid karena kemiripan
dengan jenis Cichlids lain yang banyak dibudidayakan dan
dilalulintaskan sebagai ikan hias.
5. Perlu kerjasama yang melibatkan seluruh pemangku
kepentingan antara lain peneliti, pembuat kebijakan, petugas
karantina, instansi terkait, pelaku usaha/pembudidaya,
pedagang, dan hobiis untuk melakukan tindakan pencegahan
dan pengendalian SAI.
6. Perlu melakukan edukasi kepada masyarakat melalui
penyampaian informasi yang tepat terkait dengan jenis-jenis
44
SAI, beserta bahaya dan dampaknya. Dengan demikian
kesadaran untuk ikut berpartisipasi aktif dalam upaya
melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian SAI dapat
ditumbuhkan.
45
Lampiran 1. Pola Pikir Analisis Risiko Spesies Asing Invasif
ALUR ANALISIS RISIKO
komunikasi risiko
46
Lampiran 2. Identifikasi Potensi Bahaya Spesies Asing Invasif
No Daftar Pertanyaan Jawaban Keterangan
1 Apakah spesies ikan
bersifat predator?
Ya/Tidak predator, karnivora dan
cenderung omnivora yang
memakan semua jenis ikan,
krustacea, serangga, katak
2 Apakah spesies ikan
bersifat kompetitor?
Ya/Tidak jenis kompetitor terhadap ikan
asli Indonesia, baik dalam hal
ruang hidup maupun
makanan.
ikan ini termasuk spesies
agresif dan teritorial yang
menyerang dan memangsa ikan
lainnya.
3 Apakah spesies ikan
mendominasi suatu
habitat/populasi?
Ya/Tidak Spesies Jaguar Cichlid
mendominasi ekosistem
perairan, karena
sifatnya yang predator,
kompetitor dan cepat
berkembangbiak
sehingga dapat menyingkirkan
jenis ikan asli.
4 Apakah spesies ikan
mempunyai siklus
reproduksi yang
cepat?
Ya/Tidak semua spesies Jaguar Cichlid
memiliki siklus reproduksi yang
relatif cepat, yaitu sebanyak 2
kali per tahun
(www.fishbase.com)
5 Apakah spesies ikan
tumbuh lebih cepat
dari spesies lain
dalam suatu
habitat/populasi?
Ya/Tidak Jaguar Cichlid merupakan
spesies yang dapat tumbuh
cepat dengan ukuran panjang
lebih dari 50 cm dan berat
hampir 2 kg per ekor
6 Apakah spesies ikan
bersifat
adaptif/memiliki
toleransi yang tinggi
terhadap berbagai
kondisi lingkungan?
Ya/Tidak Jaguar Cichlid yang berasal
dari perairan kawasan Amerika
Latin sangat adaptif di perairan
Indonesia karena sama-sama
merupakan kawasan tropis.
Toleransi ikan ini terhadap
47
lingkungan perairan misalnya
pH 7-8,7; dH 10-15; suhu 25-
36°C; dan kedalaman 3-10 m
pada kondisi air yang
keruh maupun jernih, dan
kondisi oksigen terlarut yang
rendah.
7 Apakah spesies ikan
bersifat
omnivora/dapat
memakan beragam
jenis makanan?
Ya/Tidak Spesies Jaguar Cichlid adalah
karnivora, dengan
kecenderungan omnivora.
Terutama apabila dipelihara di
dalam akuarium, Ikan
cenderung akan memakan
setiap makanan yang
disediakan termasuk pellet.
Selain itu spesies ini memakan
semua jenis ikan yang lebih
kecil, cacing, serangga, katak,
dan krustacea.
8 Apakah spesies ikan
dapat
berhibridisasi/mampu
bereproduksi secara
aseksual
Ya/Tidak Sebagaimana jenis Cichlids
lainnya ikan ini mampu
berhibridisasi dengan jenis
lainnya dalam family yang
sama.
9 Apakah spesies ikan
tersebut
menyebabkan
gangguan kesehatan/
membawa penyakit
berbahaya yang
berdampak negatif
pada ikan itu sendiri
atau spesies lainnya?
Ya/Tidak Jaguar Cichlid
merupakan
inang dari berbagai penyakit
golongan parasit, jamur,
bakteri, bahkan virus Infectious
Pancreatic Necrosis (IPN) dan
Megalocityvirus. (Keputusan
Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 80/KEPMEN-
KP/2015)
10 Apakah spesies ikan
tersebut
menyebabkan
gangguan kesehatan
pada manusia?
Ya/Tidak Jaguar Cichlid di Negara
asalnya merupakan ikan hias
dan konsumsi, sehingga
diduga tidak menimbulkan
gangguan kesehatan pada
48
manusia, tetapi dapat berlaku
sebagai hama sehingga
merugikan (sumber
dicantumkan)
49
Lampiran 3. Penilaian Risiko Spesies Asing Invasif
No Faktor Kategori Nilai
Potensi Pemasukan dan Penyebaran Nilai Bobot
%
Total
Score
1 Tingkat
perkembangbiak
an
(produktivitas)
Perkembangbiakan lambat,
fekunditas rendah, dan tidak
dibudidayakan secara massal
30 10 10
Perkembangbiakan lambat,
fekunditas sedang, dan
berpotensi dibudidayakan
secara massal
60
Perkembangbiakan cepat,
fekunditas tinggi dan
berpotensi dibudidayakan
secara massal
100
2 Kemampuan
menyebar di
luar habitat
aslinya
(toleransi dan
adaptasi
terhadap
perairan di
Indonesia)
Tidak terjadi penyebaran di
luar habitat aslinya.
Membutuhkan habitat yang
khusus
30 10 10
Terjadi penyebaran tetapi
dalam wilayah terbatas.
Spesies ini mampu hidup
dalam 2-3 ekotipe atau niche.
60
Terjadi penyebaran dalam
wilayah yang luas di luar
habitat aslinya. Spesies
menempati rentang ekotipe
ataupun niche yang luas
100
3 Sifat invasif dari
spesies lain
dalam genus
yang sama
Seluruhnya tidak bersifat
invasif
30 8 4,8
Sebagian bersifat invasif 60
Seluruhnya bersifat invasif 100
4 Potensi masuk
melalui
transportasi,
(langsung
maupun tidak
langsung)
Potensi pemasukan melalui
jalur transportasi jarang
terjadi
30 8 8
Potensi pemasukan melalui
jalur transportasi sering
terjadi
60
50
No Faktor Kategori Nilai
Potensi pemasukan melalui
jalur transportasi secara
rutin terjadi
100
5 Peraturan untuk
mencegah
pemasukan dan
transportasi
Terdapat peraturan yang
mencegah secara ketat
masuk dan beredarnya ikan
30
6 1,8
Terdapat peraturan yang
mengatur peredaran
masuknya ikan tetapi belum
efektif
60
Tidak terdapat peraturan
yang mencegah secara ketat
masuk dan beredarnya ikan
100
6 Sebaran atau
keberadaan di
suatu wilayah
Hanya terdapat di 1 (satu)
wilayah/pulau di Indonesia
30 5 3
Terdapat di beberapa
wilayah/pulau
60
Telah menyebar hampir di
seluruh wilayah/pulau di
Indonesia
100
Dampak Ekologi
7 Berdampak
pada proses
ekosistem
Tidak ada dampak atau
Berpengaruh ringan pada
proses-proses ekosistem
30 10 6
Menyebabkan perubahan
yang cukup berarti pada
proses-proses ekosistem
60
Menyebabkan perubahan
besar, kemungkinan
permanen pada proses-
proses ekosistem
100
8 Kebiasaan
makan
Jenis makanannya terbatas 30 7 7
Pemakan segala dan rakus 60
Pemakan segala, rakus, dan
predator
100
9 Dampak
terhadap
Tidak ada dampak atau
sedikit berpengaruh terhadap
30 8 4,8
51
No Faktor Kategori Nilai
komposisi,
struktur dan
interaksi dalam
komunitas
komposisi, struktur, dan
interaksi komunitas
Menyebabkan perubahan
yang signifikan terhadap
komposisi, struktur, dan
interaksi komunitas
60
Menyebabkan perubahan
yang signifikan dan
permanen terhadap
komposisi, struktur, dan
interaksi komunitas
100
10 Dampak
terhadap
integritas
genetik dari
spesies asli /
potensi
hibridisasi
Tidak ada dampak pada
integritas genetik terhadap
spesies asli / tidak
berpotensi untuk hibridisasi
30 6 6
Terjadi hibridisasi dengan
satu atau lebih spesies asli
dan menghasilkan keturunan
steril yang dapat
menurunkan reproduksi
spesies asli
60
Terjadi hibridisasi dengan
satu atau lebih spesies asli
dan menghasilkan keturunan
yang subur yang dapat
bersaing dengan spesies asli
100
Dampak Ekonomi
11 Dampak
terhadap
industri/produk
si perikanan
tangkap
Tidak ada dampak atau
sedikit menyebabkan
dampak pada industri/
produksi perikanan tangkap
30 8 4,8
Terdapat dampak yang
berpotensi menurunkan
industri/ produksi perikanan
tangkap
60
52
No Faktor Kategori Nilai
Terdapat dampak yang
menggagalkan industri/
produksi perikanan tangkap
100
12 Dampak
terhadap
infrastrukstur
Tidak ada dampak atau
sedikit menyebabkan
kerusakan pada
infrastrukstur
30 4 1,2
Menyebabkan kerusakan
sebagian infrastrukstur
60
Menyebabkan kerusakan
serius pada infrastruktur
100
13 Dampak
terhadap sektor
pariwisata
Tidak ada atau sedikit
berdampak terhadap industri
pariwisata
30 3 0,9
Menyebabkan dampak
merugikan pada industri
pariwisata
60
Berdampak signifikan atau
menyebabkan hilangnya
industri pariwisata
100
Dampak Bagi Kesehatan Ikan
14 Dampak bagi
kesehatan ikan
Tidak ada dampak bagi
kesehatan ikan
30 4 2,4
Ada dampak bagi kesehatan
ikan melalui agen patogenik
yang terbawa, menyebabkan
ikan sakit dan kematian
dalam jumlah relatif rendah
60
Ada dampak bagi kesehatan
ikan melalui agen patogenik
yang terbawa, menyebabkan
ikan sakit dan kematian
dalam jumlah yang tinggi
100
Dampak Bagi Kesehatan Manusia
15 Tidak ada dampak bagi
kesehatan manusia
30 3 0,9
53
No Faktor Kategori Nilai
Dampak bagi
kesehatan
manusia
Menyebabkan luka fisik
(capit, cangkang dari kerang
zebra, patil lele)
60
Merupakan vektor penyakit
bagi manusia atau sebagai
organisme penyakit
(Zoonosis). Mungkin juga
menyebabkan kematian
individu (beracun).
100
Total Nilai 71,6
KEPALA BADAN KARANTINA IKAN,
PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN
HASIL PERIKANAN,
ttd.
RINA