keputusan dewan perwakilan daerah republik … filemenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan...

18
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/DPD RI/III/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS PENYELENGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH JAKARTA 2013

Upload: hoanglien

Post on 11-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANDEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIANOMOR 53/DPD RI/III/2012-2013

TENTANG HASIL PENGAWASAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIAATAS PENYELENGARAAN PEMILIHAN UMUM

KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNGBERDASARKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 32 TAHUN 2004

TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

JAKARTA2013

Page 2: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan
Page 3: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

221

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANDEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIANOMOR 53/DPD RI/III/2012-2013

TENTANG HASIL PENGAWASAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIAATAS

PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAHSECARA LANGSUNG

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 32 TAHUN 2004TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESADEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang efektif dengan memperhatikan prinsip demokrasi, persamaan, keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan Pemilihan Umum Kepala daerah secara langsung;

b. bahwa dalam pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah dibeberapa daerah terdapat indikasi kecurangan dan terjadi pelanggaran yang mengabaikan asas Pemilihan Umum yang bebas, juur, adil dan rahasia serta mengabaikan prinsip-prinsip efisiensi anggaran negara dan akutabilitas, maka diperlukan pengawasan atas penyelenggaraannya;

c. bahwa salah satu kewenangan Dewan Perwakilan daerah Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adlah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerahpembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 22D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);

Page 4: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

222

3. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib;

4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 tentang pedoman Pelaksanaan Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia;

5. Keputusan Dewan Perwakilan Dearah Republik Indonesia Nomor 2/DPD/2005 tentang Pedoman Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Tertentu;

6. Keputusan Dewan Perwakilan Dearah Republik Indonesia Nomor 25/DPD/2007 tentang Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia 2007-2009;

Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-11Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Masa Sidang III Tahun Sidang 2012-2013 Tanggal 28 Maret 2013

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

PERTAMA : Hasil pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah secara Langsung Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Re[publik Indonesia sebagai bahan Pertimbangan untuk ditindaklanjuti

KEDUA : Isi dan rincian Hasil Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA, disusun dalam naskah terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 28 Maret 2013

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIAPIMPINAN,

Ketua,

H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA.

Wakil Ketua,

GKR. HEMAS

Wakil Ketua,

Dr. LAODE IDA

Page 5: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

223

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

LAMPIRANKEPUTUSAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 53/DPD RI/III/2012-2013

TENTANGHASIL PENGAWASAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIAATAS

PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNGBERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 32 TAHUN 2004TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH

BAB IPENDAHULUAN

A. UMUMUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Undang-Undang

Pemerintahan Daerah) saat ini sedang dalam proses perubahan dan menjadi salah satu prioritas yang akan dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2013.

Secara garis besar terdapat 3 (tiga) hal pokok yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang nantinya akan dipecah menjadi Undang-Undang tersendiri, yaitu: Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, dan Rancangan Undang-Undang Desa.

DPD RI dalam melaksanakan tugas selalu konsisten untuk melakukan tugas-tugas konstitusionalnya baik dalam bentuk mengajukan usul rancangan undang-undang, penyusunan pandangan dalam rangka pembahasan rancangan undang-undang bersama DPR dan Pemerintah, maupun melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan salah satunya adalah pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Pemerintahan Daerah.

Hal ini merupakan wujud akuntabilitas pelaksanaan mandat konstitusional yang diemban DPD RI untuk senantiasa menyuarakan berbagai aspirasi yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat daerah. Selain itu, juga menandaskan bahwa keterbatasan kewenangan yang dimiliki DPD RI sekarang ini, tidak mengurangi kualitas output kinerja yang dihasilkan DPD RI secara umum.

Pemiluhan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) merupakan mekanisme suksesi pemerintahan yang demokratis sekaligus membuka peluang bagi daerah untuk menentukan pemimpin daerah yang memahami kondisi dan karakteristik daerahnya. Meskipun demikian, kita juga tidak menutup mata bahwa penyenggaraan Pemilukada yang sedang berjalan saat ini masih membutuhkan pelbagai perbaikan untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan output yang dihasilkan dari ajang kontestasi politik lokal tersebut.

Berangkat dari semangat untuk melakukan perbaikan baik dari perencanaan, pelaksanaan, pendanaan, serta aspek-aspek penting lainnya, maka Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah Secara Langsung Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ini disusun oleh DPD RI. B. DASAR HUKUM1) Pasal 22D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang

Dewan Perwakilan Daerah yang berbunyi “Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan,

Page 6: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

224

pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti”.

2) Pasal 224 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang berbunyi: “dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama”.

3) Pasal 224 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang berbunyi: “menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti”.

4) Pasal 233 huruf h Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang berbunyi: “menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat”.

5) Pasal 240 ayat (4) huruf a Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang berbunyi: “melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang bidang tertentu”.

6) Pasal 259 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang berbunyi: “DPD menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (1) huruf f kepada DPR sebagai bahan pertimbangan”.

7) Pasal 5 ayat (1) huruf e Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2012 tentang Tata Tertib, yang berbunyi: “melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama”.

8) Pasal 5 ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2012 tentang Tata Tertib, yang berbunyi: “menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti”.

9) Pasal 68 ayat (4) huruf a Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2012 tentang Tata Tertib, yang berbunyi: “melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang bidang tertentu”.

10) Pasal 70 Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2012 tentang Tata Tertib, yang berbunyi: “dalam melaksanakan tugas dan wewenang DPD, Komite I mempunyai lingkup tugas dengan memperhatikan urusan daerah dan masyarakat sebagai berikut; pemerintahan daerah, hubungan pusat dan daerah serta antar daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pemukiman dan kependudukan, pertanahan dan tata ruang, politik, hukum, HAM, dan ketertiban umum, serta permasalahan daerah di wilayah perbatasan negara”.

11) Pasal 159 ayat (1) Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2012 tentang Tata Tertib, yang berbunyi: “pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh Anggota dan Komite”.

C. MAKSUD DAN TUJUAN Dalam rangka pelaksanaan tugas DPD RI pada periode Tahun Sidang 2012 s.d. 2013,

maka DPD RI telah menentukan program-program kerja dan target capaian yang dialokasikan dalam 4 (empat) masa sidang melalui masing-masing Komite sebagai alat kelengkapan. Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan sesuai amanat konstitusi, DPD RI memfokuskan pada pengawasan terhadap pelaksanaan beberapa undang-undang, diantaranya Undang-Undang Pemerintahan Daerah khususnya terkait dengan penyelenggaraan Pemilukada.

Tujuan dilaksanakannya Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemilukada secara langsung berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah selain untuk melaksanakan tugas-tugas Konsitusional DPD RI sebagaimana amanat UUD 1945 juga dalam rangka menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah.

D. KELUARAN DAN TINDAK LANJUTHasil Pengawasan ini disahkan pada tanggal 28 Maret 2013 dalam Sidang Paripurna DPD RI

ke-11 Masa Sidang III Tahun Sidang 2012-2013 untuk selanjutnya disampaikan kepada DPR RI, Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara terkait guna ditindaklanjuti sesuai mekanisme dan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Page 7: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

225

BAB IIPELAKSANAAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM

KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

A. OBJEK KEGIATAN PENGAWASANPelaksanaan fungsi pengawasan DPD RI diarahkan pada obyek pengawasan terhadap

pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, serta terkait pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama dalam perspektif perdaerahan.

1. Objek Pengawasan Salah satu program kerja DPD RI pada Masa Sidang III Tahun Sidang 2012-2013

adalah pelaksanaan fungsi pengawasan atas penyelenggaraan Pemilukada secara langsung berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Berbagai kasus terkait dengan masalah penyelenggaraan Pemilukada secara umum menjadi dasar bagi rapat pleno Komite I DPD RI untuk melakukan pengawasan tersebut.

Masalah Pemilukada, bagi DPD RI penting untuk dilakukan pengawasan dengan pertimbangan jumlah penyelenggaraan Pemilukada pada tahun 2013 yang mencapai 146 pemilukada, yang terdiri dari 15 pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur, serta 133 pemilukada Bupati dan Wakil Bupati. Banyaknya pelaksanaan pemilukada pada tahun 2013 tersebut membuat peluang kerawanan dalam penyelenggaraannya, baik dari aspek kependudukan (DPT), penyelenggaraan, pengawasan, dan lain sebagainya.

Penting digarisbawahi kiranya bahwa program pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Pemeirntahan Daerah dengan fokus sebagaimana dimaksud di atas merupakan kristalisasi dari pembahasan tindak lanjut terhadap aspirasi masyarakat yang berhasil ditampung anggota DPD RI.

2. Pengawasan Atas Pelaksanaan Perundang-UndanganPengawasan DPD RI ini difokuskan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Pemerintahan

Daerah termasuk dengan lex generalis, mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, serta lex specialist, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

B. ASPEK PENGAWASAN DPD RIPengawasan atas penyelenggaraan Pemilukada Secara Langsung berdasar Undang-

Undang Pemerintahan Daerah ini terdiri dari 2 (dua) aspek pengawasan, yaitu aspek pengawasan yuridis dan aspek pengawasan sosio-politik.

1. Aspek YuridisHasil amandemen UUD 1945 menjabarkan Bab VI tentang Pemerintahan Daerah,1 khusus

menyangkut hal ihwal pemilihan kepala daerah disebutkan pada Pasal 18 ayat (4), yaitu: “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” 2

Ketentuan tersebut selanjutnya dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Frasa ”dipilih secara demokratis” diterjemahkan oleh pembuat undang-undang sebagai pemilihan umum (pemilihan secara langsung). Hal ini dijelaskan pada Pasal 56 Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang menyatakan:

“Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.”Rumusan konsitusi ini sebetulnya masih membuka ruang interpretasi dan ini menjadi

salah satu pokok dalam bahasan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana wacana pemilihan Kepala Daerah, dalam Rancangan Undang-Undang yang diajukan pemerintah, dikembalikan pada mekanisme pemilihan oleh DPRD.

Ditilik dari tinjauan historis, pada zaman Belanda dan Jepang, kepala daerah tidak dipilih. Suksesi pemimpin kepala daerah dilakukan dengan sistem penunjukkan dan/atau pengangkatan oleh penguasa kolonial atau tepatnya Gubernur Jenderal. Jadi sistem rekruitmen kepala daerah saat itu mengabaikan nilai-nilai demokratis, transparasi, dan akuntabilitas karena diangkat dan/atau ditunjuk. Demikian juga pada masa Orde Lama dan Orde Baru, pemilihan kepala daerah merupakan domain eksklusif elit politik. Presiden dan Menteri Dalam Negeri memiliki peran penting dalam menentukan kepala daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.

Pejabat-Pejabat Sekretaris Kepresidenan, Departemen Dalam Negeri (sekarang 1 Hasil amandemen UUD 1945 menjabarkan Bab VI menjadi Pasal 18 dengan 7 (tujuh) ayat, Pasal 18A dengan 2 (dua) ayat, dan Pasal 18B dengan 2 (dua) ayat.2 Ketentuan mengenai pemilihan kepala daerah diputuskan pada Perubahan Kedua UUD 1945 (tanggal 18 Agustus 2000).

Page 8: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

226

Kementerian Dalam Negeri), Mabes ABRI (sekarang TNI) sampai Kodam pun turut ambil peranan. Pada saat undang-undang tersebut digantikan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pendulum kekuasaan bergesar dimana peran DPRD menjadi sangat besar (legislative heavy). Sistem ini menyebabkan peran elit politik, baik pusat maupun daerah, untuk menentukan calon kepala daerah dan bahkan calon kepala daerah terpilih sangat dominan. Akibatnya pemilukada menjadi ajang transaksi yang melibatkan elit-elit politik.

Atas berbagai kelemahan sistem pemilihan melalui DPRD, maka ruang pemilihan langsung dibuka sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemilukada langsung berarti mengembalikan “hak-hak dasar” masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen politik lokal secara demokratis. Dalam konteks itu Negara memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan sendiri pemimpin mereka, serta menentukan sendiri segala bentuk kebijakan yang menyangkut harkat hidup rakyat di daerah. Sehubungan dengan pengembalian “hak-hak dasar” tersebut, Pemilukada secara langsung memiliki kandungan asumsi seperti: a) sumber kekuasaan adalah rakyat,b) penarikan kedaulatan yang dititipkan kepada DPRD,c) rakyat adalah subyek demokrasi; dan d) demokrasi langsung merupakan sistem politik terbaik dari yang ada.

Pemilukada merupakan moment untuk melakukan rekrutmen politik yang diselenggarakan secara teratur dengan tenggang waktu yang jelas, kompetitif, jujur dan adil. Untuk mengukur apakah Pemilukada memberikan dampak besar atau kecil terhadap pembangunan di daerah maka indikator awal yang dapat dilihat setidaknya adalah: a. kinerja pejabat politik yang dipilih melalui Pemilukada, b. rotasi kekuasaan secara teratur dan damai dari seorang kepala daerah kepada kepala daerah

lainnya atau dari satu partai politik ke partai politik yang lain,c. rekrutmen terbuka untuk semua orang yang memenuhi syarat dengan kompetisi yang wajar

sesuai dengan aturan yang sudah disepakati, d. adanya akuntabilitas publik, dan e. partisipasi politik massif dari masyarakat.

2. Aspek Sosio-PolitikDPD RI mencermati sepuluh isu krusial yang perlu mendapatkan pendalaman dan

penajaman, yang sudah disampaikan kepada DPR RI sebagai masukan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang sedang dibahas, sekaligus diperkaya dengan temuan data lapangan yang didapatkan dari kunjungan kerja dan penyerapan aspirasi masyarakat, diantaranya:1. Kedudukan pemilihan kepala daerah sebagai rezim Pemilu atau bukan rezim Pemilu;2. Kedudukan pemilihan wakil kepala daerah;3. Penegasan pemilukada dilaksanakan secara efektif dan efisien;4. Peningkatan jaminan hak pilih;5. Persayaratan calon kepala daerah;6. Persyaratan dukungan partai politik dan dukungan bagi calon perseorangan;7. Dukungan anggaran penyelenggaraan pemilukada;8. Pengendalian dana kampanye calon;9. Penguatan upaya netralitas birokrasi dalam pemilukada;

Disamping temuan-temuan tersebut, DPD RI sebagaimana dalam RUU Pemilukada dan DIM Pandangan RUU Pilkada yang disampaikan kepada DPR dan Pemerintah telah mengusulkan beberapa ketentuan baru dalam perumusan RUU Pilkada di DPR antara lain meliputi: Pertama, konsideran mengingat dan menimbang mengacu pada kebutuhan untuk

mengefektifkan proses dan hasil pemilihan umum kepala daerah. Rumusan ketentuan umum menyangkut hal ihwal pemilihan umum kepala daerah termasuk definisi baru tentang dana kampanye dan pendapat asli daerah.

Kedua, dalam konteks pengadaan perlengkapan pemilihan perlu membuka peluang bagi pengadaan perlengkapan e-voting bagi daerah yang mampu melaksanakan e-voting (Pasal 89 ayat (2) rumusan perubahan DPD.

Ketiga, dalam rangka mewujudkan transparansi proses penghitungan suara dan menghindari celah kecurangan, DPD RI mengusulkan hasil penghitungan suara di tiap TPS dan salinan sertifikat penghitungan suara wajib diumumkan di tempat umum selama 1 bulan (Pasal 114 dan Pasal 115 rumusan perubahan DPD).

Keempat, DPD RI mengusulkan mekanisme baru pelantikan kepala daerah terpilih yakni untuk gubernur dilantik oleh presiden di ibukota negara. Sementara bupati/walikota dilantik secara serentak oleh gubernur atas nama presiden di ibukota provinsi (Pasal 134 rumusan perubahan DPD).

Kelima, terkait ketentuan pidana, DPD RI mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang mengkodifikasi ketentuan pidana dalam sejumlah undang-undang pemilu. Selain

Page 9: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

227

itu perlu penegasan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan penyelenggara lebih berat.

C. Metode dan Instrumen PengawasanSebagaimana diatur dalam Pasal 58 Peraturan Tata Tertib DPD RI, pengawasan terhadap

pelaksanaan undang-undang dilakukan melalui rangkaian kegiatan: pembahasan terhadap aspirasi masyarakat, inventarisasi masalah, dan pengayaan materi pengawasan melalui kunjungan kerja, serta selanjutnya penyusunan Hasil Pengawasan.

Dalam rangka penyusunan Hasil Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemilukada Secara Langsung berdasar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Komite I DPD RI telah dilakukan dengan metode dan istrumentasi melalui penyerapan aspirasi masyarakat, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, dengan pakar dan ahli.

Berdasarkan ketentuan Pasal 50 ayat (2) Peraturan Tata Tertib DPD RI, maka pembahasan materi pemerintahan daerah, dan hubungan pusat dan daerah merupakan ruang lingkup tugas Komite I DPD RI.

D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan KegiatanGuna mencapai target dan sasaran yang dimaksud dalam pengawasan ini, maka dilakukan

berbagai kegiatan yang pada prinsipnya guna menginventasisasi seluruh aspirasi masyarakat, serta pandangan dari berbagai pakar/ahli. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut, berdasarkan tempat dan waktu pelaksanaan sebagai berikut:

1. Inventarisasi materi, yang disarikan dari kegiatan-kegiatan:a. Penyerapan aspirasi masyarakat, meliputi:

i. Penyerapan aspirasi masyarakat oleh Anggota DPD RI di masing-masing provinsi selama periode Masa Sidang III Tahun Sidang 2012 - 2013;

ii. Penyerapan aspirasi masyarakat melalui kegiatan Kunjungan Kerja Komite I DPD RI ke wilayah-wilayah perbatasan di 3 (tiga) Provinsi yaitu Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, dan Maluku, pada 18 s/d 21 Maret 2013;

iii. Penyerapan aspirasi masyarakat melalui kegiatan Kunjungan Kerja Daerah Komite I DPD RI pada masing-masing daerah pemilihan pada tanggal 18 s/d 21 Maret 2012;

b. Rapat Kerja dengan Kementerian Negara dan lembaga-lembaga negara, antara lain:

i. Pimpinan KPU, Pimpinan Bawaslu dan BKPP pada tanggal 27 Februari 2013;ii. Mendagri dan Badan Pertanahan Nasinal (BPN) pada tanggal 4 Maret 2013

2. Penyusunan Pokok-Pokok Materi Hasil Pengawasan DPD RI Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004;

3. Penyusunan Hasil Pengawasan DPD RI Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pada tanggal 25 s/d 27 Maret 2013.

Page 10: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

228

BAB IIITEMUAN MENONJOL PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM

KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Undang-Undang Pemerintahan Daerah sudah berlaku efektif selama 9 tahun dan telah memberikan kontribusi cukup positif bagi perimbangan baru hubungan pusat-daerah yang lebih adil, serta berkontribusi bagi perkembangan politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Fakta di berbagai daerah memperlihatkan bahwa dampak pemberian otonomi telah memberikan ruang gerak untuk berinovasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang lebih baik bagi masyarakat, serta pengembangan tata pemerintahan yang baik.

Namun demikian ada beberapa masalah krusial dalam pelaksanaan Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang masih menjadi perhatian dan patut ditinjau sekaligus dianalisa secara mendalam dalam konteks akademis, guna memberikan berbagai masukan baik sifatnya politis maupun teknis implementasi di lapangan. Oleh karena itu, hasil temuan DPD RI tatkala kunjungan kerja di lapangan, rapat kerja dengan lembaga-lembaga Negara terkait dan juga rapat dengan pendapat dengan berbagai pakar menjadi bahan utama dalam penyusunan pengawasan DPD RI ini.

Secara umum, tahapan Pemilukada terdiri atas masa persiapan dan tahap pelaksanaan. Setiap daerah memiliki jadwal pemilukada yang tidak sama. Pada tahun 2013 ini penyelenggaraan Pemilukada mencapai 146 pemilukada, yang terdiri dari 15 pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur, serta 133 pemilukada Bupati dan Wakil Bupati.1. Hasil Temuan Lapangan Kasus Pemilukada

Pengawasan terkait sub bab Pemilukada ini menginventarisasi hasil temuan dalam kunjungan kerja anggota DPD RI.

a. Data PemilihData penduduk sangat dinamis, maka data pemilih dari pemilihan umum terakhir (Pilpres)

yang menjadi acuan daftar pemilih bagi pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana amanat Pasal 70 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak dapat dijadikan acuan utama bagi penetapan data pemilih. Oleh karena itu KPUD Provinsi Jawa Tengah menambahkan DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) yang berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan validasi data dilakukan melalui pemutakhiran data berdasarkan Keputusan KPU Nomor 12 tahun 2010 tentang Pedoman Tata Cara Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah. Data ini juga untuk mengakomodir calon independen karena mereka harus mengumpulkan dukungan minimal 3% dari jumlah penduduk. Namun demikian, beberapa pihak juga ada yang mempermasalahkan data DP4 dengan DAK2, mengingat jumlah penduduk antara DP4 dan DAK2 selisihnya sangat signifikan yaitu 6,72 juta jiwa.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 90 ayat (1), menyebutkan bahwa jumlah pemilih di setiap TPS sebanyak-banyaknya 300 (tiga ratus) orang. Karena keterbatasan anggaran, KPUD Provinsi Jawa Tengah membuat kebijakan dengan menambah jumlah pemilih per TPS menjadi 550 orang. Hal ini tentunya bertentangan dengan pasal dimaksud. Selain itu dengan penambahan jumlah pemilih pada tiap TPS berpotensi pada mundurnya batas akhir waktu pencoblosan di samping waktu yang diperlukan untuk perhitungan suara juga bertambah, di lain pihak sementara para PPS tidak mendapatkan uang lembur.

Hasil temuan lapangan di Jawa Timur, dalam rangka persiapan Pemilukada di Kota Malang telah ditemukan bahwa banyak nama penduduk yang tercantum dalam daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) yang diserahkan Dispendukcapil awal Desember 2012 tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Setelah KPU di Kota Malang melakukan verifikasi data penduduk, didapati ada sebanyak 18.395 yang tidak ada di lapangan. Menurut ketua RT/RW, kesalahan tersebut bersumber di Dispendukcapil Kota Malang, sebab ketua RT/RW tersebut telah mencoret nama penduduknya yang sudah pindah alamat atau meninggal, namun ternyata nama tersebut tetap muncul di DP4.

Di samping itu masih ada kemungkinan lain, sehubungn penyebab penyusutan tersebut, yaitu penduduk yang pindah namun tidak melaporkan diri, sehingga kepindahannya tidak terdata. Juga penduduk yang meninggal mada rentan waktu setelah dilakukan pendataan DP4 dan sebelum validasi oleh KPU. Dengan penyusutan ini maka jumlah pemilih sesuai data DP4 yang diserahkan Dispendukcapil, mengalami penyusutan dari 631.216 jiwa, menjadi 612.821 jiwa. Penyusutan data pemilih tersebut masih bisa bertambah, karena validasi dan verifikasi data di lapangan masih terus dilakukan hingga tahap penetapan daftar pemilih tetap (DPT) pada 1 April 2013.

Persoalan data pemilih juga terjadi di Provinsi NTT. Sebagian besar DP4 dari kabupaten/kota di Provinsi NTT tidak dapat diandalkan karena terdapat perbedaan data DP4 dari pemerintahan dan hasil pemutakhiran KPUD. Dinas kependudukan dan pencatatan sipil kabupaten/kota melakukan pemutakhiran data kependudukan melalui data keluarga yang dilaporkan oleh kepala keluarga sedangkan KPUD melakukan pemutakhiran data riil saat turun lapangan (rumah ke rumah).

Page 11: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

229

Dalam kaitan dengan pemutakhiran data pemilih, sejauh ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten/kota di Provinsi NTT telah melibatkan RT/RW (perangkat desa) sebagai register. Namun demikian, dalam pengisian formulir biodata oleh penduduk terutama di pedesaan masih terdapat kekurangan tenaga verifikator di tingkat kabupaten/kota untuk menjangkau kecamatan/desa/kelurahan.

Beberapa masalah data pemilih dan kependudukan secara umum dapat diuraikan sebagaimana di bawah ini, dengan mengacu beberapa temuan fakta di lapangan sebagaimana terjadi di Provinsi NTT, yaitu: 1) Sebagian besar DP4 dari Kabupaten/Kota tidak dapat di andalkan karena data penduduk

tidak di perbaharui setiap tahun; 2) Calon pemilih banyak yang memiliki domisili lebih dari satu tempat; 3) Pemilih yang telah meninggal dunia; 4) Pemilih dibawah umur; 5) Pemilih yang telah berubah status dari sipil ke TNI/POLRI; 6) Calon pemilih dan Parpol bersikap pasif dalam menyikapi DPS dan DPT, akan tetapi menjadi

persoalan pada saat pemungutan suara. Oleh karena itu, diharapkan agar pemilih proaktif dalam pendaftaran pemilih dan Parpol proaktif mendorong konstituennya untuk mendaftarkan diri sebagai pemilih;

7) Pelibatan RT/RW dalam pemutakhiran data tidak maksimal. Hal ini menyebabkan banyak warga dalam wilayah RT/RW bersangkutan tidak terdata dengan baik, padahal RT/RW lebih mengenal warganya dan akses informasi lebih mudah didapatkan;

8) Pengumuman DPS/DPT harus di tingkat RT/RW sehingga mudah di akses oleh calon pemilih; 9) PPDP harus di bentuk oleh KPU Kabupaten/Kota; 10) Kontrol Bawaslu/Panwaslu untuk akurasi data pemilih tidak maksimal, hal ini di sebabkan

oleh beberapa faktor antara lain :a) Terbatasnya personil anggota Bawaslu Provinsi (3 orang), Panwaslu Kabupaten/Kota (3

orang), Panwaslu Kecamatan (3 orang) dan pengawas pemilu lapangan (1), walaupun dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, PPL berjumlah 1 – 5 orang dilihat dari sebaran TPS dan Topografi wilayah/ daerah pengawasan namun akan terhambat dengan anggaran.

b) Panwaslu Kabupaten/Kota bersifat ad hoc sehingga pembentukannya selalu terlambat dan beberapa tahapan penyelenggaraan Pemilu tidak dapat terawasi seperti tahapan pemutakhiran data/daftar pemilih dan tahapan pencalonan.

b. Regulasi Regulasi di KPU Pusat selalu berubah-ubah dalam tenggang waktu yang singkat sehingga satu aturan baru selesai di sosialisasi, muncul lagi perubahannya yang berbeda subtansinya sehingga menyulitkan KPU Daerah. Hal ini ditemukan dalam berbagai kasus di daerah, misalnya di Papua Barat

c. Alokasi anggaran tidak memperhatikan faktor geografisAlokasi anggaran untuk KPU Daerah tidak dilihat dari Letak Geografis dan tingkat kesulitannya sehingga dengan terpaksa KPU Daerah mengajukan dana Bantuan ke Pemerintah Daerah yang muaranya adalah membebani APBD dan ini bertentangan dengan aturan karena Pemilu tertentu bebannya ke APBN kecuali Pemilukada.

d. Sosialisasi aturan KPUSosialisasi aturan KPU Pusat hanya melibatkan KPU Provinsi sehingga aturan tersebut dipahami secara tidak utuh dan tidak seragam. Hal ini karena KPU Kab/Kota menerima sosialisasi dari KPU Provinsi dimana padahal SDM KPU berbeda-beda dalam menerima dan melanjutkan sosialisasi dimaksud. Sementara yang melaksanakan di lapangan bukan KPU Provinsi tetapi KPU Kab/Kota efektifnya harus KPU Kab/Kota yang mengikuti sosialisasi.Keseluruhan hasil temuan fakta lapangan ini akan memperkaya substansi Rancangan

Undang-Undang Pemilukada yang diuraikan dalam 10 (sepuluh) isu krusial yang telah disusun DPD RI yang merupakan political standing DPD RI sebagai bahan masukan kepada DPR RI untuk Rancangan Undang-Undang Pemilukada yang sedang dibahas. Adapun 10 pokok isu krusial krusial DPD RI, antara lain: 1) Pemilukada langsung untuk provinsi dan kabupaten/kota;

Kedudukan pemilihan kepala daerah sebagai rezim pemilu atau bukan rezim pemilu. DPD RI berpendapat bahwa Pemilukada tetap merupakan pilihan terbaik dibandingkan alternatif lain. Secara yuridis tidak perlu ada debat mana diantara pilihan tersebut yang demokratis. Akan tetapi, ditinjau secara filosofis dan sosiologis, pemilukada jelas lebih menjamin kedaulatan rakyat dibandingkan pemilihan melalui perwakilan (DPRD). Pemilukada masih dianggap sebagai format demokrasi yang paling baik dalam memetakan hubungan negara dan rakyatnya baik dalam tataran politik nasional maupun lokal, lebih mendorong akuntabilitas publik, dan lebih menjamin kepemimpinan yang berkualitas. Hal ini secara langsung mendorong efektifitas demokrasi yang lebih baik dari waktu ke waktu.2) Wakil Kepala Daerah dipilih setelah pemilukada dan jumlahnya disesuaikan dengan

Page 12: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

230

jumlah penduduk sebuah provinsi atau kabupaten/kotaDPD menyetujui bahwa wakil tidak dipilih satu paket dengan pemilihan kepala daerah. Usulan ini disetujui oleh sejumlah fraksi di DPR RI. Argumentasi utama dari usulan ini adalah bahwa sesungguhnya konstitusi tidak menyebutkan jabatan wakil kepala daerah. Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 hanya menyebut Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis. Namun demikian, posisi Wakil Kepala Daerah dinilai penting untuk tetap diadakan dalam rangka membantu tugas kepala daerah serta menggantikan Kepala Daerah dalam hal berhalangan tetap. Akan tetapi mekanisme pemilihannya dibedakan dengan Kepala Daerah dengan mempertimbangkan harmonisasi, kesamaan, dan kesatuan visi dengan kepala daerah terpilih. 3) Sengketa PemilukadaTerkait sengketa hasil pemilihan kepala daerah, jika kita konsisten terhadap kedudukan pilkada sebagai pemilu maka instrumen kepemiluan termasuk lembaga yang berwenang memutus sengketa hasil pemilihan yang sesuai dengan Konstitusi adalah Mahkamah Konstitusi. Dan hal ini telah dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.4) Pemilukada serentakBerdasarkan evaluasi pemilihan kepala daerah (maupun pemilu lainnya) menghabiskan biaya yang sangat besar, baik biaya penyelenggaraan yang bersumber dari keuangan pemerintah maupun biaya kampanye peserta pemilukada. Sementara itu dari sisi efetifitas, pemilukada belum benar-benar mewujudkan makna dan hakikat demokrasi. Dalam konsep DPD, upaya efisiensi pemilukada sangat mungkin diwujudkan dengan pelaksanaan pemilukada serentak di setiap provinsi yang waktunya bersamaan dengan jadwal pemilukada gubernur di setiap provinsi. Pemerintah sebenarnya juga telah mengintrodusir rumusan pasal terkait pelaksanaan pemilihan serentak (Pasal 44). Namun hanya untuk pemilihan bupati/walikota yang berakhir pada masa jabatan yang sama. Pemerintah tidak berusaha membangun konsep yang serius untuk mewujudkan efisiensi pemilihan kepala daerah melalui pemilihan serentak. Masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK)DPD RI berpendapat untuk menertibkan administrasi pendaftaran pemilih dan menunjang efisiensi penyelenggaraan Pemilukada, ke depan Kartu Tanda Penduduk dan/atau Kartu Keluarga dapat difungsikan sebagai Kartu Pemilih. DPD RI juga menilai penting pelibatan Bawaslu dan Panwaslu untuk melakukan verifikasi daftar pemilih (Pasal 23 ayat (4) dan (5). Bawaslu/Panwaslu diberikan kewenangan untuk memverifikasi keabsahan daftar pemilih sementara sebelum ditetapkan menjadi daftar pemilih tetap. Hal ini perlu menjadi perhatian karena hilangnya hak pilih karena kesalahan penyelenggara tidak ada upaya penegakkan hukumnya di akhir Pemilukada, padahal kesalahan jenis ini sangat berpotensi merubah hasil Pemilukada.5) Syarat calon kepala daerah antara lain harus sudah S1 dan tidak merangkap jabatan

publik lainnyaDPD RI mengapresiasi semangat pemerintah dan fraksi-fraksi untuk meningkatkan kualitas calon kepala daerah melalui penguatan persyaratan calon. Namun DPD RI memberikan penekanan pada pentingnya upaya memperkuat kualitas calon secara lebih terukur, utamanya terhadap calon petahana (incumbent). Pertama, perlu penegasan bahwa calon kepala daerah tidak sedang menduduki jabatan kepala daerah atau wakil kepala daerah atau penjabat kepala daerah. Pendaftaran dilaksanakan 6 (enam) bulan sebelum Pemilukada diselenggarakan. Kedua, bagi calon kepala daerah yang pernah menduduki jabatan kepala daerah harus mampu menunjukkan keberhasilan dalam :a. Kinerja pembangunan daerah berdasarkan parameter yang terukur b. Kinerja keuangan daerah yang dibuktikan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan

terhadap laporan keuangan daerah yang bersangkutan dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian selama selama 2 (dua) periode pemerikasaan terakhirSelajutnya, sejumlah persyaratan yang menurut DPD penting untuk diakomodasi antara lain sebagai berikut:1. Berpendidikan paling rendah sarjana (S-1). Sebagian besar fraksi menyetujui

peningkatan syarat pendidikan ini. Ketentuan ini penting karena sejalan dengan semangat pendidikan nasional yaitu terwujudnya anak bangsa yang berkualitas. Sehingga pendidikan harus dijadikan batu pijakan sebagai bentuk penghargaan terhadap makna pendidikan itu sendiri. Di sisi lain, penting bagi calon kepala daerah, yang akan memimpin dan berperan menentukan arah pembangunan, memiliki kualifikasi ideal yang berkembang di dalam masyarakat. Dalam aspek pendidikan, tentu saja aspirasi ideal masyarakat menginginkan pendidikan yang tinggi, sehingga sangat layak jika syarat pendidikan calon kepala daerah adalah sarjana (strata satu).

2. Harus dipastikan bahwa calon kepala daerah sehat baik secara fisik maupun jiwa. Bahasa yang biasa digunakan dalam berbagai peraturan perundang-undangan – termasuk dalam UUD 1945 – adalah jasmani dan rohani, namun perlu dilakukan penyempurnaan karena secara teknis ‘kesehatan rohani’ tidak ada alat ukur konkretnya karena bermakna

Page 13: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

231

moral. Penggantian ini tidak melanggar konstitusi karena yang diatur oleh konstitusi hanya mengenai syarat calon presiden/wakil presiden.

3. DPD RI mengusulkan syarat baru, tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Yang dimaksud dengan “tidak pernah melakukan perbuatan tercela” adalah tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma adat antara lain seperti judi, mabuk, pecandu narkoba, dan zina. Hal ini untuk menjamin bahwa calon kepala daerah memiliki kualifikasi moral yang dapat dipertanggung jawabkan. Calon kepala daerah yang memiliki cacat moral seperti disebutkan dengan sendirinya akan tertolak sebagai calon kepala daerah.

4. Usul baru DPD RI, kepala daerah yang akan datang haruslah orang yang benar-benar memahami dan menguasai masalah-masalah pemerintahan. Oleh karena itu calon kepala daerah disyaratkan memiliki pengalaman menduduki jabatan atau pekerjaan yang berkaitan dengan kepentingan publik atau pelayanan publik minimal 5 tahun. Yang dimaksud jabatan/pekerjaan (yang berkaitan dengan) kepentingan atau pelayanan publik dimaksud merupakan jabatan atau pekerjaan yang berhubungan dengan kepentingan publik atau pelayanan publik, baik jabatan pemerintahan, swasta/korporasi, maupun organisasi kemasyarakatan (LSM, Ormas, dll). Hal ini juga menjadi salah satu alasan mengapa usia calon kepala daerah perlu ditingkatkan.

5. Kepala daerah terpilih harus fokus dan profesional dalam menjalankan amanah rakyat. Oleh karena itu kepala daerah terpilih harus melepaskan seluruh baju kepentingan dan parpolnya agar dapat melayani masyarakat secara adil dan profesional. Inilah dasar argumentasi agar kepala daerah tidak rangkap jabatan sebagai pimpinan dan/atau pengurus parpol di semua tingkatan.

6. Perlunya penegasan bahwa kandidat calon perseorangan bukan kader/pengurus parpol minimal 3 tahun sebelum mencalonkan. Hal ini dimaksudkan agar makna dibukanya peluang bagi calon perseorangan dapat terwujud secara konsekuen, yaitu munculnya alternatif calon kepala daerah yang lebih luas.

6) Persyaratan dukungan partai politik dan dukungan bagi calon perseorangan. DPD RI mengapresiasi upaya penguatan melalui peningkatan dukungan pencalonan ini. Namun demikian perlu juga dipikirkan upaya memperluas alternatif calon kepala daerah yang berkualitas yang akan dipilih oleh rakyat melalui rekayasa syarat dukungan pencalonan yang rasional dan tidak memberatkan. a. Calon Partai Politik

Pemerintah mengusulkan peningkatan syarat (perolehan kursi/suara) bagi partai politik/gabungan partai politik agar dapat mengajukan calon bupati/walikota dari 15 persen jumlah kursi DPRD atau 15 persen akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan menjadi 20 persen jumlah kursi DPRD atau 20 persen suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Sejumlah Fraksi bahkan mengusulkan persentase yang lebih tinggi. DPD RI berpendapat ketentuan lama masih relevan dan lebih membuka peluang bagi partai politik/gabungan partai politik untuk mencalonkan kader-kader dan tokoh-tokoh terbaik bagi masyarakat.

b. Calon Perseorangan Untuk calon perseorangan, Pemerintah tetap memberlakukan ketentuan lama terkait jumlah dukungan untuk pencalonan, yaitu antara 3 persen sampai dengan 6,5 persen berdasarkan kluster jumlah penduduk. Sejumlah Fraksi ada yang mengusulkan persentase yang lebih tinggi. DPD RI menilai syarat tersebut masih terlalu berat. Oleh karena itu DPD RI mengusulkan syarat dukungan sebanyak 3 (tiga) persen dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu yang terakhir dilaksanakan di daerah yang bersangkutan.Penetapan DPT terakhir sebagai patokan untuk penentuan syarat dukungan bagi calon perseorangan karena DPT merepresentasikan jumlah riil pemilih di daerah yang bersangkutan pada pemilu terakhir, selain itu jumlahnya tidak sebesar jumlah penduduk, sehingga dimaksudkan untuk merasionalkan jumlah dukungan bagi calon perseorangan sehingga tidak memberatkan. Angka tiga persen dinilai sebagai angka moderat dan tidak memberatkan bagi calon perseorangan sehingga diharapkan muncul calon-calon alternatif bagi masyarakat.

7) Dukungan anggaran penyelenggaraan pemiluka. DPD mengusulkan pendanaan pemilukada dibebankan pada APBN. Pendanaan

pemilukada dengan APBN adalah konsekuensi Pemilukada sebagai rezim Pemilu, bukan rezim Pemerintahan Daerah. Selain itu, Pemilukada sebagai implementasi pelaksanaan demokrasi di daerah merupakan barometer stabilitas politik dan demokrasi nasional.

Kelebihan pendanaan pemilukada dengan APBN adalah agar pendanaan dapat terukur dan proporsional sedemikian rupa sehingga daerah-daerah yang miskin PAD atau tidak mampu dapat menyelenggarakan pemilukada secara optimal tanpa membebani APBD sehingga APBD yang sudah kecil tersebut dapat diprioritaskan untuk membiayai pembangunan. Selain itu, terdapat sisi positif pendanaan Pemilukada dalam

Page 14: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

232

ABPN yaitu mencegah upaya politisasi (penyimpangan dan pemanfaatan) anggaran penyelenggaraan oleh calon kepala daerah petahana, sebagaimana yang sering terjadi selama ini (saat pendanaannya dengan APBD).

Pendanaan pemilukada dengan APBN juga sejalan dengan pendanaan penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) yang bersumber dari APBN. KPU Daerah dan Bawaslu/Panwaslu Daerah merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang hirarkhis terhadap KPU dan Bawaslu di tingkat nasional. Bahkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, pegawai KPU Daerah akan berada dalam satu manajemen kepegawaian KPU Pusat sehingga pendanaannya secara keseluruhan bersumber dari APBN. Sehingga menjadi relevan jika pendanaan penyelenggaraan pemilukada juga bersumber dari APBN sebagaimana pemilu lainnya.

8) Pengendalian dana kampanye calon. DPD RI mengapresiasi beberapa ketentuan Rancangan Undang-Undang terkait dana

kampanye, antara lain seluruh bentuk sumbangan bukan uang harus dikonversi sesuai harga pasar tidak melebihi batas sumbangan dana kampanye. Selanjutnya Rancangan Undang-Undang juga menegaskan pelanggaran atas larangan penerimaan sumbangan dari sumber-sumber terlarang sanksinya adalah pembatalan calon.

DPD RI memberikan penekanan pengaturan dana kampanye pada aspek pengeluaran (expenditure) yang selama ini belum terumuskan dalam sejumlah undang-undang pemilu. Pengaturan dilakukuan, antara lain dengan memperjelas dan memperluas arti pengeluaran yaitu harus meliputi hal-hal sebagai berikut: pembayaran sejumlah dana oleh partai politik atau kandidat, segala pembayaran yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi, kelompok masyarakat yang mendukung atau menentang sebuah partai atau calon. DPD RI mengusulkan aturan penggunaan dana kampanye khususnya untuk belanja kampanye di media massa (iklan media) dan belanja keperluan logistik kampanye (baliho, spanduk, brosur, dan atribut kampanye), dan pengeluaran lainnya terkait kampanye dibatasi secara keseluruhan tidak boleh lebih dari 1 (satu) persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun tersebut di daerah yang bersangkutan (Pasal 75 ayat (4) rumusan DPD).

9) Penguatan upaya netralitas birokrasi dalam pemilukada. DPD RI berpendapat bahwa salah satu gangguan terhadap iklim pemilukada yang fair

adalah ketika pejabat dan pimpinan lembaga negara terlibat dalam kampanye. Pimpinan lembaga negara bagaimanapun juga merepresentasikan lembaga yang dipimpinnya sehingga bias intervensi sulit dihindari. Tidak adanya aturan tegas mengenai keterlibatan pejabat negara dalam hal ini pimpinan lembaga-lembaga negara menyebabkan kampanye Pemilukada selalu menjadi ajang ketokohan figur nasional yang berafiliasi kepada partai politiknya masing-masing. Hal ini menyebabkan terjadinya bias profesionalisme dan independensi pejabat publik/pejabat negara di hadapan masyarakat. Padahal seyogiyanya mereka harus mengatasi segala perbedaan di dalam masyarakat. Mereka seharusnya telah menjadi milik masyarakat dan bertugas hanya untuk melayani masyarakat. Oleh karena itu, DPD RI mengusulkan adanya larangan bagi Pimpinan Lembaga Negara tanpa terkecuali untuk ikut kampanye.

Aturan yang tegas juga perlu dikenakan pada pegawai negeri sipil: (1) sebagai peserta Kampanye, pegawai negeri sipil dilarang menggunakan atribut pegawai negeri sipil dan memberitahukan preferensi atau kecenderungan politiknya kepada orang lain. (2) Sebagai peserta Kampanye, pegawai negeri sipil dilarang mengerahkan pegawai negeri sipil di lingkungan kerjanya dan dilarang menggunakan fasilitas negara (Pasal 37 ayat (4) dan (5) rumusan DPD/DIM 638-639).

Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa atau sebutan lain dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon, sebelum, selama, atau sesudah masa Kampanye.

Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri serta pegawai negeri lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Calon yang menjadi peserta Pemilukada sebelum, selama dan sesudah masa Kampanye. Larangan sebagaimana dimaksud meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, janji, dan/atau berupa pemberian barang/jasa kepada pegawai negeri dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. Dalam hal pelanggaran atas larangan tersebut dilakukan atas sepengetahuan dan inisiatif calon kepala daerah maka dapat menyebabkan pembatalan pencalonan yang bersangkutan. Berbagai persoalan pemilukada ini bila tidak segera diselesaikan secara tuntas maka

berpotensi mencederai demokrasi yang sudah berjalan dalam track yang benar. Oleh karenanya, dibutuhkan upaya dan keseriusan seluruh pihak untuk dapat menguraikan persoalan ini.

Page 15: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

233

BAB IVKESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KesimpulanSebagai lembaga politik, maka pengawasan DPD RI ini merupakan pengawasan dalam

domain politik. Meskipun demikian domain teknis yang memiliki pengaruh politik juga menjadi perhatian yang dituangkan dalam Pengawasan DPD RI ini. Diharapkan bahwa hasil pengawasan ini akan membawa dampak bagi pembaharuan politik dan/atau tekanan politik yang mempengaruhi cara berpikir mitra kerja DPD RI, baik dari pemerintah, DPR maupun lembaga Negara lainnya.

Hasil temuan anggota DPD RI ada beberapa kendala dalam penyelenggaraan pemilukada diantaranya: 1) Data pemilih, terkait dengan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan 2) Regulasi, terutama masalah regulasi di KPU Pusat selalu berubah-ubah dalam tenggang waktu yang singkat sehingga tidak tuntas dalam sosialisasi di daerah, 3) Alokasi anggaran untuk KPU Daerah yang tidak mempertimbangkan kondisi geografis dan tingkat kesulitan daerah, dan 4) Sosialisasi, terkait dengan aturan KPU Pusat yang hanya melibatkan KPU Provinsi sehingga aturan tersebut dipahami secara tidak utuh dan tidak seragam di tingkat kota/kab.

Dari keempat persoalan pokok temuan DPD RI juga ditemukan 10 (sepuluh) masalah krusial pemilukada yang sudah disampaikan dalam bentuk Daftar Inventarisasi Masalah kepada DPR RI. Adapun 10 masalah tersebut diantaranya:

1) Pemilukada langsung untuk provinsi dan kabupaten/kota. Bagi DPD RI, Pemilukada tetap merupakan pilihan terbaik dibandingkan alternatif lain;

2) Wakil Kepala Daerah dipilih setelah pemilukada dan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah penduduk sebuah provinsi atau kabupaten/kota;

3) Sengketa Pemiluka. DPD RI memandang bahwa jika kita konsisten terhadap kedudukan pilkada sebagai pemilu maka instrumen kepemiluan termasuk lembaga yang berwenang memutus sengketa hasil pemilihan yang sesuai dengan Konstitusi adalah Mahkamah Konstitusi;

4) Pemilukada Serentak. Dalam konsep DPD RI, upaya efisiensi pemilukada sangat mungkin diwujudkan dengan pelaksanaan pemilukada serentak di setiap provinsi;

5) penggunaan KTP sebagai kartu pemilih. Hal ini sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan Pemilukada;

6) Syarat calon kepala daerah antara lain harus sudah S1 dan tidak merangkap jabatan publik lainnya. Persyaratan ini sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pemimpinan daerah dan juga untuk menghindari conflict of interest penyalahgunaan kekuasaan karena adanya rangkap jabatan;

7) terkait ersyaratan dukungan partai politik dan dukungan bagi calon perseorangan. DPD RI memandang perlu juga dipikirkan upaya memperluas alternatif calon kepala daerah yang berkualitas yang akan dipilih oleh rakyat melalui rekayasa syarat dukungan pencalonan yang rasional dan tidak memberatkan;

8) Dukungan anggaran penyelenggaraan pemiluka. DPD RI mengusulkan pendanaan pemilukada dibebankan pada APBN;

9) Pengendalian dana kampanye calon; dan 10) Penguatan upaya netralitas birokrasi dalam pemilukada. DPD RI berpendapat

bahwa salah satu gangguan terhadap iklim pemilukada yang fair adalah ketika pejabat dan pimpinan lembaga negara terlibat dalam kampanye

Secara umum sistem pemilukada sekarang ini meskipun telah menghasilkan kepemimpinan daerah yang memahami persoalan daerah, namun kita tidak dapat menutup mata bahwa Pemilukada juga masih disertai dengan berbagai dampak negatif. Beberapa hal diantaranya adalah adanya kecenderungan terjadinya politik dinasti di beberapa daerah. Selain itu, pemilukada juga tidak menghasilkan pemerintahan yang kuat dengan adanya Kepala Daerah dan Wakil yang “pecah kongsi.” Data dari Kemendagri, dari 244 pemilukada pada 2010 dan 67 pada 2011, sebanyak 93,85% pemenang pecah kongsi setelah menjabat. Hanya 6% yang tetap solid berpasangan pada pemilihan periode selanjutnya. Pecah kongsi sering menyebabkan inefektivitas dalam pemerintah daerah. Hal itu biasa terjadi pada dua tahun jelang pemilukada berikutnya dan sering kali terjadi politisasi birokrasi yang berakibat layanan publik terhambat.

DPD RI mendukung efektivitas pelaksanaan pemerintahan di daerah tanpa mengurangi kadar demokratisnya. Oleh karena itu, sistem pemilukada serentak menjadi satu solusi rasional untuk menghemat pembiayaan Negara sekaligus dapat menjadi mekanisme alamiah bagi mencegah terjadinya politik dinasti.

B. Rekomendasi 1. Pemilihan secara langsung oleh rakyat masih merupakan pilihan terbaik dari perspektif

dan parameter demokrasi. Oleh karena itu, DPD RI merekomendasikan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota secara langsung oleh rakyat melalui pemilu. Konsisten dengan pendapat bahwa pilkada adalah pemilu, maka semua instrumen kepemiluan berlaku juga dalam pilkada termasuk pemutus sengketa hasil pemilihan adalah Mahkamah Konstitusi.

Page 16: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

234

2. Konstitusi tidak menyebut jabatan wakil kepala daerah. Sehingga wakil kepala daerah tidak dipilih satu paket dengan pemilihan umum kepala daerah. DPD RI menilai keberadaan wakil tetap penting dalam membantu tugas-tugas kepala daerah dan menggantikannya dalam keadaan berhalangan tetap. Hanya saja, wakil kepala daerah menjadi domain dan kewenangan kepala daerah terpilih dengan mengajukan calon kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan.

3. Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemilukada yang lebih efektif dan efisien, DPD RI mengusulkan desain pelaksanaan pemilukada serentak di setiap provinsi. Teknisnya, penyelenggaran pemilu bupati/walikota dalam waktu yang sama dengan pelaksanaan pemilu gubernur.

4. Dalam rangka memperkuat jaminan atas hak pilih warga negara, DPD RI merekomendasikan digunakannya KTP/KK sebagai kartu pemilih. Selanjutnya, peran Bawaslu/Panwaslu perlu diperkuat dalam menentukan (memverifikasi) DPS sebelum ditetapkan menjadi DPT.

5. Dalam rangka peningkatan kualitas calon kepala daerah, DPD RI mendukung segala upaya untuk memperkuat syarat calon kepala daerah antara lain tingkat pendidikan S1 (sarjana), memiliki pengalaman, dan tidak rangkap jabatan sebagai pimpinan dan/atau pengurus parpol setelah terpilih. DPD RI memberikan penekanan khusus bagi calon petahana dengan syarat yang lebih kuat, yaitu yang bersangkutan harus dinilai berhasil dalam kinerja pembangunan daerah berdasarkan parameter yang terukur dan kinerja keuangan daerah yang dibuktikan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap laporan keuangan daerah yang bersangkutan dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian selama selama 2 (dua) periode pemerikasaan terakhir.

6. Dalam rangka memperluas alternatif calon kepala daerah yang akan dipilih oleh rakyat, DPD RI menilai syarat dukungan bagi calon parpol yang selama ini diberlakukan masih relevan. Sementara dukungan bagi calon perseorangan perlu ditetapkan lebih rasional dan proporsional. DPD RI mengusulkan dukungan bagi calon perseorangan sebanyak 3 persen dari DPT pemilu terakhir di daerah yang bersangkutan, yang dibuktikan dengan fotocopy KTP.

7. Terkait pendanaan penyelenggaraan pemilukada, DPD RI mengusulkan pendanaan tersebut dibebankan pada APBN sebagai konsekuensi pilkada adalah pemilu sebagai barometer nasional. Pendanaan melalui APBN juga dimaksudkan agar tidak membebani keuangan daerah sehingga dapat lebih difokuskan untuk pembangunan di daerah.

8. Terkait dana kampanye, DPD RI memberikan penekanan pada pengaturan aspek pengeluaran (expenditure) dengan membatasi total dana kampanye calon tidak boleh lebih dari 1 persen PAD daerah yang bersangkutan di tahun tersebut.

9. Dalam rangka menjaga netralitas birokrasi dalam penyelenggaraan pemilukada, DPD RI mengusulkan larangan keikutsertaan pimpinan lembaga-lembaga negara dalam kampanye, larangan politisasasi birokrasi disertai sanksi yang tegas hingga pembatalan pencalonan.

10. Diharapkan kepada Pemerintah, DPR RI, dan DPD RI segera tuntaskan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilukada, Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, dan Rancangan Undang-Undang tentang Desa, serta Rancangan Undang-Undang tentang Pemda, sehingga terlihat netralitas PNS.

Page 17: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

235

BAB VPENUTUP

Demikian Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap masalah pemilukada berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Hasil pengawasan ini disahkan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia ke-11 dan selanjutnya disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti sesuai mekanisme dan ketentuan perundang-undangan.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 28 Maret 2013

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

PIMPINANKetua,

H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA.

Wakil Ketua,

GKR. HEMAS

Wakil Ketua,

Dr. LA ODE IDA

Page 18: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileMenimbang : a. bahwa dalam rangka mewuudkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan

236