kepemimpinan & manajemen kiai dalam pendidikan:...

36
KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: Studi Kasus pada Pesantren Bendakerep, Gedongan dan Buntet Cirebon DISERTASI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Doktor pada Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam oleh: Abdul Karim NIM. 13300103010030 Pembimbing: Prof. Dr. Abuddin Nata, MA. Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA. KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Upload: lamhanh

Post on 12-Mar-2019

240 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN:

Studi Kasus pada Pesantren Bendakerep, Gedongan dan Buntet Cirebon

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Gelar Doktor pada Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam

oleh:

Abdul Karim

NIM. 13300103010030

Pembimbing:

Prof. Dr. Abuddin Nata, MA.

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA.

KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2017

Page 2: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulisan disertasi dengan judul “Kepemimpinan & Manajemen Kiai dalam Pendidikan: Studi Kasus pada Pesantren Bendakerep, Gedongan dan Buntet Cirebon” dapat terselesaikan. S}alawat dan salam semoga tercurah kepada yang mulia Nabi agung Muhammad SAW yang telah menuntun manusia dari kebodohan kepada akhlak yang mulia untuk dapat hidup dalam peradaban dan berkemajuan.

Sungguh merupakan perjuangan yang cukup melelahkan, berawal dari perjalanan yang lancar-lancar saja, namun menjelang akhir, penulis mengalami suatu musibah berupa hangusnya SD card dan hardisk laptop Axio kecil sehingga semua data hilang dan tidak bisa direcovery lagi termasuk file disertasi ini. Dengan berat namun pasti, penulis bangkit untuk merangkai kembali kata demi kata dari bab I sampai Bab VI sehingga sampai pada finalnya seperti saat ini.

Dalam penulisan disertasi ini, penulis berhutang budi kepada banyak pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung. Kepada mereka, penulis sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, semoga Allah memberikan balasan yang sebesar-besarnya dan menghitungnya sebagai amal saleh di akhirat kelak.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada direktur utama lembaga pengelola dana pendidikan (LPDP) Bpk. Eko Prasetyo dan jajaran direksi beserta staf, yang telah membantu dan memfasilitasi untuk mewujudkan cita-cita penulis sehingga dapat melanjutkan studi S3 dengan memberikan biaya pendidikan penuh dan uang saku bulanan, uang buku dan bahkan memberikan tunjangan untuk keluarga, serta rekan-rekan se-PK2; Haris Ariyanto, PhD, Joni, PdD, & Dr. Nukman Habib.

Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada yang terhormat rektor UIN Jakarta yaitu Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., direktur pascasarjana yaitu Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA., dan direktur sebelumnya yaitu Prof. Dr. Azyumardi Azra, ketua prodi Doktoral yaitu Prof. Dr. Didin Saepudin, MA. Terima kasih kepada para dosen seperti Prof. Dr. Malik Fajar, MA., Prof. Dr. Atho Mudhar, Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA, begitu juga para staf mas Arif, mas Adam, mba Femmy. Terima kasih yang tak terhingga diucapkan kepada Prof. Dr. Abduddin Nata, MA dan Prof. Dr. Amsal Bakhtiar yang telah dengan sabar membimbing penulis, mengarahkan dan mendiskusikan dari konten tiap bab disertasi ini, begitupun kepada para penguji yaitu Prof. Dr. Thib Raya, MA, Prof. Dr. Armai Arief, MA, Prof. Dr. Sutjipto, terimkasih telah membimbing dan mengarahkan konten disertasi ke arah yang jauh lebih baik. Dari titik ini, penulis sadar betul bahwa ilmu, pengetahuan dan pengalaman itu sangat sedikit dan terbatas, dengan bimbingan mereka berdua akhirnya cara pandang penulis semakin gamblang dan terbuka lebar dengan hal-hal baru.

Page 3: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

i

Tidak lupa, ucapan terimakasih juga dianugerahkan kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa angkatan 2013, diantaranya Dr. Lian Kian, Dr. Sofyan Abas, Dr. Halim Purnomo, Dr. A. Hakim Wahid, Dr. Fahrizal, Dr. Firman Mansir, Benazir Ayu, MA., Dr. Amin Sutikno, Dr. Safarudin, Jayadi, MA., A. Munjin, MA., Dr. Ridlo, Ali Geno, MAHk, Dr. A. Sopian, Dr. Umi Kulsum, Harmathilda HS., MA, Dr. Abror P., Dr. Arini K, Dr. Syahida Ren, AM Saeful Islam, MA., Dr. MT. Hidayat, Lc., Mirzon D., MA, Adi A., MA., Dr. Dhona, dan Dr. Sanurdi, serta masih banyak nama lain yang tidak bisa disebut selengkapnya. Do’a yang terdalam dianugerahkan kepada KH. Hasan dan KH. Amin Siroj yang meninggal dunia selama proses penelitian ini berlangsung, semoga mendapat surga Allah SWT. Kepada seluruh kiai baik pesantren Bendakerep, Gedongan dan Buntet yaitu KH. M. Miftah, KH. Isma’il, KH. Kholil, KH. Muharor dan KH. A. Mais, KH. Hasan K., KH. Ade Nasihul Umam, KH. Wawan AS., KH. Anas dan seluruh pengurus serta santri diucapkan terimkasih yang sedalam-dalamnya.

Terakhir dan paling utama, ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada istriku tercinta Siti Fatimah dan anak-anakku tersayang yaitu Hirah Sifarah Sika yang baru masuk kelas 1 SD dan Tibya Semira Sika yang sebentar lagi masuk TK, atas iringan do’a, pengertian, kesabaran, pelayanan dan segala-galanya untuk kelancaran perkuliahan dan penulisan disertasi. Kepada ibunda tercinta Hj. Dueri, bapakku Djenal Sugiantoro (Alm), serta saudaraku Iin M., Maman T., Dulkalim, Suhadodin, dan Ahmad T.

Jakarta, 15 November 2017

Penulis,

Abdul Karim

Page 4: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

v

ABSTRAK

Disertasi ini membuktikan bahwa perilaku pemimpin pada pondok pesantren dapat memainkan peranan kepemimpinan dan manajerial secara bersamaan, baik secara konsep maupun praktiknya karena diinspirasi oleh nilai, budaya, dan tradisi leluhur. Pola kepemimpinan manajerial di pesantren terdiri dari model spiritual-situasional, berpola kolegial-informal, bergaya karisma-trasnformasional dan berperan secara fungsional-interpersonal.

Disertasi ini berbeda dengan (1) Studi ANK. Sya’ie; Tukiman (2013) bahwa munculnya rasionalitas kepemimpinan menggeser dari pola deduktif-tradisional ke pola induktif rasional dan pola kepemimpinan kiai dalam memimpin. Serta (2) Mardiyah (2012) bahwa faktor pengelolaan sangat mempengaruhi tipologi dan peran kepemimpinan kiai dalam pesantren. berbeda pula dengan kajian peneliti yang hanya mengunggulkan kepada gaya kepemimpinan transformasional yaitu seperti yang dilakukan oleh (3) Rodriguez (2008) dan Stephen (2014) yang mengatakan bahwa hanya gaya kepemimpinan transformasional yang muncul dari dalam diri potensi seseorang. Disertasi ini juga berbeda dengan (4) Fayol (1941), Shalit (2010), dan Duncanson (2011) yang menyatakan bahwa semua manajer melakukan situasi, tugas, fungsi manajemen berupa perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengontrolan.

Disertasi mendukung penelitian (1) M.A.S. Malisi (2012), R. Rindanah (2013), N. Prabowo (2016) mengatakan bahwa kepemimpinan kiai bersifat individual-kolektif dengan gaya kepemimpinan yang spiritual-karismatik. (2) Snodgrass (2008) dan Groves (2011) yang menyimpulkan bahwa manajer dapat mengembangkan perilaku yang terkait dengan kepemimpinan transaksional dan transformasional, yang menunjukkan kemampuan kepemimpinan pelayan, visioner, dan agen perubahan. (3) Kleinman (2004) yang menyarankan agar mengakomodir kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan manajerial yang efektif. Disertasi ini juga memperdalam penelitian (4) Mintzberg (1973) yang menyatakan bahwa kedudukan manajer dapat memainkan peranan yaitu interpersonal, informasional, dan decisional.

Tujuan penulisan disertasi ini adalah untuk membuktikan pola kepemimpinan manajerial di pesantren tradisional, adapun data turunannya sebagai berikut: data tentang figur leluhur dan proses kepemimpinan, peran dan fungsi manajemen di pesantren, spiritualisme manajerial, dan data perbandingan kepemimpinan dan manajerial kiai di pesantren.

Data pola kepemimpinan dan manajerial kiai ini hanya bisa dijawab secara mendalam melalui jenis penelitian kualitatif dengan metode Studi kasus, deskriptif, dan ex-post facto serta dengan penggunaan instrument wawancara, observasi, dokumentasi yang diperkuat dengan angket, kemudian data diabsahkan oleh tahapan triangulasi. Kata Kunci: Kepemimpinan Manajerial, Pesantren Tradisional, Bendakerep.

Page 5: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

v

لملخص

حة تثبت سلو لأطر لامر قد يؤثر هذ ية فيقيم لإ لقيا ل ء نفس وقت، سو

س هافي مفهوم ية ه .تهامما لإ لامرسلو يلقيا لقي لها قدلذ قيم ) اعل ،لثقافة مة،(

لأشخا ية بين لإ لجماعية لقيا سلو لأجد في .من

حة تختلف لأطر سةبهذ لعقلانية A.N.K. Sya’ie; Tukiman (2013) د في ظهو

نمط قيا كيا رياسةل لعقلاني ئي لاستقر لى نمط لتقليد لاستنتاجي لنمط (Kiai) يهيحو من

لر ي )2(. ةياسفي ل لإ يؤثر كبير نصر ع Mardiyah (2012) ةمر قيا ماناعلى

لتحويلية فقط كما فعلهبيختلف لمعهد. ي في هكيا لقيا سلو لذين فضلو لباحثين سة ( د

3( Rodriguez (2008) Stephen (2014) حدلذ لتحويلية لقيا سلو لذ قالا

لشخص. من تينب مكانية لتختلف خل حة هذ سةأطر Fayol (1941)،Shalit )4( بد

(2010) W ، Duncanson (2011) ل ذين قالول لحالا لمديرين يؤ لمع جميع

لرقابة لتنفيذ لتنظيم لتخطيط ية في شكل لإ .لوظائف

ل حة تدعم بحوهذ .Duncanson (2011) ،R. Rindanah (2013) ،N)1( أطر

Prabowo (2016) ،يةه قيا كيا لذين قالو حية-ي فر لر لقيا يزمية-جماعية بأسلو .لكا

(2) Snoddgrass )2008( Groves (2011) لسلوكيا لمديرين يقد على تتطوير لذ قالا

لتحويلية، ما يد على لية لتبا مل لمرتبطة بالقيا عامل من عو ، لبصير مية، لخا لقيا قد

ية Kleinman (2004) (3) لتغيير لإ لقيا لمديرين بتطوير سلوكيا حتياجا قتر لتلبي لذ

يضا بحث .لفعالة حة تعمق لأطر لمدير Mintzberg (1973) )4(هذ لذ ينص على موقف

لقرلشخصية، من يفيديمكن تخا .لمعلوماتية،

لم ية في لإ لقيا ثبا نمط لرسالة هو لسلفيةلغر من كتابة هذ تتبع ما ،عاهد

لبيانا عن هلبيانا لاسلاي: لمعهد تهم، عملية، صو لا فى همية ية ، لا

حانية لمعهد لبيانالر لقيا كياهي فى نة .عن مقا

، يهكيا لقيا نو بيانا جاب هذ لنوعي لا عمق ب تهالا يمكن لبحث من خلا

لحالة سة لوثائق ex-post facto ، ةوصفيلمع طر لملاحظة لمقابلا ستخد مع

، لاستبيا لتثليث فيلبيانا ثم تصحيح هذ لتي يتم تعزيزها مع .مرحلة

ية، لإ لقيا لبحث: لسلفيكلما كيريبلمعهد (Bendakerep) ، بيند

Page 6: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

vii

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1 B. Permasalahan ........................................................................ 11 C. Tujuan & Kegunaan Penelitian ............................................. 12 D. Kajian Terdahulu yang Relevan ............................................. 13 E. Kerangka Pemikiran ............................................................. 20 F. Metode Penelitian ................................................................. 21 G. Sistematika Penulisan ........................................................... 27

BAB II KAJIAN TEORI KEPEMIMPINAN DAN MANAJERIAL ......... 29

A. Kepemimpinan ..................................................................... 31 B. Konsep Manajemen & Manajerial ......................................... 49 C. Kepemimpinan dan Manajerial Perspektif Islam ................... 85 D. Kepemimpinan Pesantren & Manajemen Pendidikan ............ 99 E. Kerangka Konseptual Kepemimpinan Manajerial ................. 114

BAB III PROFIL BENDAKEREP, GEDONGAN DAN BUNTET ........... 121

A. Kondisi Objektif Pesantren ................................................... 121 B. Santri dan Program Pesantren ............................................... 137 C. Keuangan .............................................................................. 148 D. Masyarakat ........................................................................... 152

BAB IV KEPEMIMPINAN KIAI .............................................................. 159

A. Figur Leluhur Pesantren ........................................................ 159 B. Kriteria dan Proses Kepemimpinan Kiai ................................ 184 C. Kedudukan Kepemimpinan Kiai ............................................ 204 D. Pola dan Gaya Kepemimpinan Kiai ...................................... 218 E. Peran dan Fungsi Kepemimpinan Kiai ................................... 233

BAB V MANAJERIAL KIAI .............................................................. 251

A. Fungsi Manajemen di Pesantren ............................................ 251 B. Peranan Manajerial di Pesantren ......................................... 260 C. Spiritualisme Manajerial di Pesantren ................................... 270 D. Dasar Kebijakan dan Keputusan Kiai .................................... 324 E. Kepemimpinan Manajerial di Pesantren ................................ 343

BAB VI PENUTUP ................................................................................... 349

A. Kesimpulan ………………………………………………... .. 349 B. Saran .................................................................................. 350

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 352 LAMPIRAN & BIDODATA

Page 7: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.e.1 Kerangka Pemikiran 20 Gambar 1.f.2 Deskripsi Data 26 Gambar 2.e.1 Kerangka Konseptual 120 Gambar 3.a.1 (1) Undag-undagan, (2) Gapura, (3) Daun dan Pohon Benda 124 Gambar 3.a.2 Status lahan 129 Gambar 3.a.3 Sarana & prasanaran 133 Gambar 3.b.4 Santri Bendakerep 138 Gambar 3.b.5 Kegiatan Pengajian Rutin di Gedongan 141 Gambar 3.b.6 Kegiatan dan Program 143 Gambar 3.d.7 Tata Letak Rumah Warga Pagar Sari 154 Gambar 4.a.1 Silsilah pesantren Bendakerep 161 Gambar 4.a.2 Silsilah SGJ ke-11 173 Gambar 4.b.3 Ringkasan Silsilah Pesantren Tertua 184 Gambar 4.b.4 Silsilah Kiai Bendakerep 185 Gambar 4.b.5 Silsilah kiai sepuh Gedongan 187 Gambar 4.b.6 Silsilah Kiai Sepuh 188 Gambar 4.b.7 Kiai Sepuh Bendakerep 192 Gambar 4.b.8 Sepuh & Disepuhkan 197 Gambar 4.c.9 Struktur Kiai Genarasi III & IV 204 Gambar 4.c.10 Struktur Kiai Buntet 206 Gambar 4.c.11 Miniatur pesantren Bendakerep 213 Gambar 4.d.12 Suksesi Pesantren 228 Gambar 4.d.13 Asal-usul Tarekat Shatta>riyah di Cirebon 239 Gambar 4.d.14 Asal-usul Tarekat Shattariyah di Bendakerep 241 Gambar 4.d.15 Pembaharuan Tiap Generasi 247 Gambar 5.c.1 Manajerial Inspirasi 271 Gambar 5.d.2. Alur Kebijakan berbasis Inspirasi 324 Gambar 5.5.1 Kepemimpinnan Manajerial 343

Page 8: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kegiatan Mengaji Harian Santri 139 Tabel 4.1 Analiss Silsilah Kiai Sepuh 190 Tabel 4.2 Analisis Sesepuh Kiai di Pesantren 195 Tabel 4.3 Analis Proses Menjadi Kiai 199 Tabel 4.4 Analisis Pengalaman Pendidikan kiai 203 Tabel 4.5 Analisis Struktur Kiai 207 Tabel 4.6 Analisis Keorganisasian Kiai 211 Tabel 4.7 Analisis Kepemimpinan Asrama 217 Tabel 4.8 Analisis Pola Kepemimpinan 221 Tabel 4.9 Analisis Eksistensi Kepemimpinan 227 Tabel 4.10 Analisis Regenerasi Kepemimpinan 232 Tabel 4.11 Analisis Peranan Kiai 234 Tabel 4.12 Analisis Tirakat 237 Tabel 4.13 Analisis Tarekat 246 Tabel 4.14 Analisis Pembaharuan 249 Tabel 5.1 Analisis Indikator Perencanaan 254 Tabel 5.2 Analisis Indikator Pengorganisasian 256 Tabel 5.3 Analisi Indikator Pelaksanaan 257 Tabel 5.4 Analisis Indikator Pengawasan 260 Tabel 5.5 Analisis Peranan Interpersonal 263 Tabel 5.6 Analisis Peranan Informasional 267 Tabel 5.7 Analisis Peranan Decisional 270 Tabel 5.8. Perbedaan Sumber Inspirasi dan Kebijakan 274 Tabel 5.9 Konfirmasi Inspirasi Kiai 275 Table 5.10 Konfirmasi Transendental Kiai 281 Tabel 5.11 Perbedaan Syarat Menjadi Pemimpin 282 Tabel 5.12 Konfirmasi Kontemplasi Kiai 285 Tabel 5.13 Perbedaan Kegiatan Kontemplasi Kiai 286 Tabel 5.14 Perbedaan Rhs Sukses & Sikap Pimp. Ke Bawahan 299 Tabel 5.15 Konfirmasi Mediasi Kiai 300 Tabel 5.16 Perbedaan Sikap terhadap Keramat 311 Tabel 5.17 Konfirmasi Endogen Kiai 312 Tabel 5.18 Konfirmasi Refleksi Kiai 322 Tabel 5.19 Perb. Koreksi Diri Pimpinan & Kebijakan Dipatuhi 322 Tabel 5.20 Konfirmasi Kebijakan di Bendakerep 341

Page 9: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latarbelakang Masalah

Keberlangsungan pesantren pada umumnya sangat bergantung pada kepemimpinan kiai.1 Tidak sedikit pesantren yang terhenti di tengah jalan seiring dengan meninggalnya seorang kiai. Seperti kasus dua pondok pesantren di Indramayu tidak ada yang berlanjut, setelah kiai/pendirinya meninggal, yaitu pesantren di Singaraja Wotgali dan pesantren Dadap.2 Akan tetapi, ada beberapa pesantren masih eksis dari generasi ke generasi bahkan usianya sampai ratusan tahun, sekalipun kiai sepuhnya telah meninggal. Paling tidak ada dua aspek penting dalam usaha mempertahankan eksistensi pesantren yaitu pola kepemimpinan dan manajerial kiai melalui kebijakan dan keputusannya. Kepemimpinan tunggal seorang kiai, tentunya telah lama ditinggalkan utamanya di pesantren modern dan beberapa pesantren tradisional. Belakangan pesantren tradisional pun lebih memilih kepada kepemimpinan kolegial dicirikan dengan sistem pendidikan yang memadukan antara sistem tradisional dan modern. Tapi yang mengejutkan, ada pesantren yang usianya ratusan tahun dengan tetap mempertahankan sistem ngaji (salafiyah) akan tetapi dengan pola kepemimpinan kolegial yang kuat bukan dengan pola kepemimpinan kiai yang tunggal. Bahkan, gaung pesantren ini, melalui kearifan lokalnya, telah menyebar tidak hanya di Indonesia tapi juga ke penjuru dunia.

Pembahasan perilaku pemimpin dan peranan manajer tidak bisa dilepaskan dengan kepemimpinan. Secara bahasa, kepemimpinan berarti sebagai seseorang yang memimpin sebuah organisasi atau institusi3 dan terlibat di dalamnya. Dalam konteks fungsinya, kepemimpinan4 sebagai proses memengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok, sebagai kemampuan untuk menggerakkan,5 jenderal lapangan,6 perilaku dari seseorang individu,7 kemampuan memimpin, mengendalikan, memengaruhi, memotivasi, mengarahkan, menasehati, membimbing, memerintah,

1 Penulisan kata “kiai” merujuk kepada KBBI online dalam https://kbbi.web.id/kiai,

buku dan beberapa jurnal, salah satunya buku Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan dari Tanah Pengasingan: Kiai Abbas, Pesantren Buntet, dan Bela Negara, (Yogyakarta: LKiS, 2014).

2 KH. Mundzir Yasin (selanjutnya disingkat KH. Mundzir Y.), Prelemanary, hari Kamis pada tanggal 26 Januari 2017 jam 09:00 – 12.00.

3 Taufik Hidayat, “Korelasi Gaya Kepemimpinan dan Kompetensi Kepala Madrasah dengan Pengelolaan Madrasah Tsanawiyah se-Kota Cirebon,” Tesis, IAIN Syeh Nurjati, Cirebon (2011), 21.

4 Kepemimpinan mengandung unsur visi jangka panjang serta karakter. Adapun pemimpin adalah seseorang yang mampu menggerakkan pengikut untuk mencapai tujuan organisasi”. Dalam Tikno Lensufiie, Leadership Untuk Profesional dan Mahasiswa (Jakarta: Erlangga Group, 2010), 3.

5 Menurut Soepardi dalam E. Mulyasa, Manajemen Berbasis…, 107. 6 Menurut HAR. Tilaar dalam Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam

(Jakarta: Erlangga, 2007), 274. 7 GA. Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Terjemahan oleh Yusuf Udaya

(Jakarta: Prehalindo, 2005), 2.

Page 10: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

2

melarang, dan bahkan menghukum. Secara interaksional, kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling memengaruhi antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersama.8

Dikarenakan beragamnya istilah manajemen dan kepemimpinan, maka penulis berusaha menggambarkannya dengan istilah gaya. Gaya seorang pemimpin sering disebut dengan sebuah cara, perilaku atau gaya kepemimpinan,9 pola tingkah laku (perkataan dan tindakan),10 dan norma perilaku dari seorang pemimpin.11 Teori Great Man berkembang dengan memusatkan pada karakteristik pribadi seorang pemimpin.12 Paling tidak, ada enam gaya kepemimpinan yaitu birokratis, permisif,13 laissez-faire,14 partisipatif,15 dan otokratis,16 dan juga kepemimpinan demokratis.17

Keberhasilan pimpinan dapat diukur dari dua hal yaitu pemahaman mendalam akan institusi dan tanggungjawab. Hal ini bahwa pimpinan institusi yang berhasil adalah mereka yang memahami kompleks dan uniknya institusi, serta

8 Joseph C. Rost, Leadership for Twenty-Fist Century, (Westport: CN, Praeger,

1993). Baca juga di dalam Triantoro Safaria, Kepemimpinan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 3.

9 Tjiptono dan Diana, Total Quality Manajement: Edisi Revisi (Yogyakarta: Andi Offset online, 2000), http://elib.unikom.ac.id/download.php (diakses tanggal 10 Mei 2012), 161.

10 Hersey P. Blanchard, Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources, 4thEd, [Terjemahan] (Jakarta: Erlangga, online, 2004), http://www.osha.gov/publications. osha3092.pdf (diakses tanggal 9 Mei 2012), 29.

11 Toha Anggoro, Metode Penelitian (Jakarta: PT Universitas Terbuka, 2003), 49. 12 Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok (Pekan Baru:

Alfabeta, 2007), 30. 13 Gaya Permisif yang berkeinginan untuk membuat setiap orang dalam kelompok

tersebut merasa puas. Dalam Sopiah, Perilaku…, 112. 14 Laissez-faire yaitu kepemimpinan yang ditandai dengan pemimpin hanya

melaksanakan fungsi pemeliharaan saja, tidak mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya, tidak menetapkan tujuan untuk kelompok, dan memperkecil komunikasi serta hubungan kelompok. Dalam Hisham Al-Thalib, Kepemimpinan Dalam Manajemen (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 56.

15 Partisipatif yaitu kepemimpinan yang melibatkan anggota organisasi, menciptakan rasa memiliki sasaran dan tujuan bersama, Membuat keputusan bersama-sama dengan anggota kelompok, menerangkan sebab-sebab keputusan yang dibuat sendiri kepada kelompok, dan menyampaikan kritikan serta pujian secara obyektif. Hisham A., Kepemimpinan…, 56. Sopiah mengistilahkan gaya kepemimpinan ini adalah gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada karyawan, memotivasi daripada menyupervisi bawahan. Dalam Sopiah, Perilaku…, 112.

16 Otokratis ditandai dengan ketergantungan kepada yang berwenang dan biasanya menganggap bahwa orang-orang tidak akan melakukan apa-apa kecuali jika diperintahkan, dan kurang mempercayai anggota kelompoknya, hanya mempercayai bahwa imbalan materi sajalah yang mendorong orang untuk bertindak. Dalam Hisham A., Kepemimpinan…, 56.

17 Hisham A., Kepemimpinan…, 56.

Page 11: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

3

mampu melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin.18 Salah satu ciri kepemimpinan sukses19 yaitu dibuktikan dengan pemimpin yang memiliki keterampilan yang baik. Teori Great Man mengatakan bahwa keterampilan memimpin pernah dianggap sebagai bawaan lahir. Teori ini memandang kekuasaan sebagai hal yang ditanamkan ke dalam segelintir orang yang menjadi pemimpin karena keturunan dan takdir mereka. Sisi lain, teori Big Bang berpandangan bahwa peristiwa hebat membentuk pemimpin dari yang sebaliknya yaitu orang biasa. Barangkali Lenin hanya mondar-mandir tanpa tujuan saat sebuah revolusi merampas pemikirannya, dan Washington hanya berada di sana saat koloni memilih daerah kekuasaan Negara. Seperti teori Great Man, merupakan definisi yang lagi-lagi tidak memadai. Banyak teori kepemimpinan lain yang datang dan pergi. Beberapa di antaranya melihat si pemimpin lahir dari situasional.20 Keterampilan sedikitnya diartikan dengan kecakapan, kepandaian,21 kemahiran, dan kemampuan melaksanakan tugas berdasarkan kompetensi pekerjaan.22 Aspek keterampilan kepemimpinan paling tidak memenuhi tiga hal, yaitu: (a) memiliki banyak cara, (b) memahami perilaku manusia, dan (c) kemampuan dalam berbagai konsepsi.23 Sesuai dengan teori pembawaan atau teori Great Man mengatakan bahwa keterampilan memimpin pernah dianggap sebagai bawaan lahir.24 Sederhananya bahwa manajer

18 Muj. Qomar, Manajemen Pendidikan Islam…, 288. 19 Menurut Mike Peg bahwa ciri pemimpin sukses ada dua: pertama, memiliki

banyak cira pemimpin yang dapat mendorong untuk bekerja mencapai suatu tujuan pasti. Kedua, memiliki (kompetensi) karisma, kepedulian, komitmen, kejelasan, komunikator, konsisten, kreatif, kompeten, berani, dan kenekatan. M. Peg, Kepemimpinan Positif (Jakarta Pusat: PT Pustaka Binaman Preesindo, 1994), 6.

20 Dalam Warren Bennis dan Burt Nanus, Leaders, Strategi untuk Mengemban Tanggung Jawab (Jakarta: BIP, 2006), 5.

21 Burhanudin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1990), 530.

22 Meity Taqdir Qodratilah, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar (Jakarta Timur: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2011), 550.

23 Sri Murni, Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru terhadap Kinerja Guru SD Negeri Di Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal (Semarang: UNNES Press, 2010), 25.

24 Menurut teori kepemimpinan ada dua sisi yaitu sisi tugas atau hasil, dan sisi hubungan manusia atau proses. Teori gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (task oriented) adalah gaya kepemimpinan yang lebih menekankan pada tugas atau pencapaian hasil, yang ditandai dengan penekanan pada penyusunan rencana kerja, penetapan pola, metode dan prosedur pencapaian tujuan. Sedangkan gaya kepemimpinan people oriented adalah yang lebih menekankan pada hubungan kemanusiaan dengan bawahan, ditandai dengan penekanan pada hubungan kesejawatan, saling mempercayai, menghargai, dan kehangatan hubungan antar anggota. Dalam R.G. Owens, Organizational Behavior in Education (Boston: Al Lyn and Bacon, online, 1991), http://gurupembaharu.com/home (diakses 5 Juni 2012), 30.

Page 12: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

4

sukses adalah yang memiliki unsur kepemimpinan dan mampu menerapkan serta mengembangkannya.25

Kajian pola kepemimpinan dan manajerial kiai ini sangat melekat dengan teori fungsi manajemen. Manajemen dikenal dengan proses mengelola secara efesien26 yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan yang dilakukan27 atas segala sesuatu28 terutama sumber daya29 secara efektif melalui penggunaan orang-orang pelaksana30 untuk mencapai sesuatu,31 sasaran dan tujuan berupa jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.32 Dengan demikian, istilah manajemen tidak bisa dilepaskan dengan tiga kata kunci yaitu bentuk kegiatan dan cara pelaksanaannya, fungsi manajemen serta tujuan yang ingin dicapai. Salah satu kunci manajemen adalah fungsinya. Fungsi manajemen yaitu sebagai suatu proses yang terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, pengkoordinasian, pengarahan, dan kepemimpinan,33 serta pembiayaan34 yang dilaksanakan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) serta sumber daya lainnya.35

Istilah perencanaan berarti penyusunan berbagai keputusan dan kebijakan, dan upaya memadukan antara cita-cita nasional dan sumberdaya yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan tertentu.36 Sehingga arti dari perencanaan itu sangat kompleks, sekalipun demikian, kompleksitasnya bergantung dari sudut pandang mana melihat, dan apa yang melatarbelakanginya.37 Dalam fungsi pengorganisasian, pemimpin organisasi menentukan siapa melakukan apa, menentukan siapa melakukan apa (staffing) atau

25 Suti’ah Muhaimin & Sugeng Listyo Prabowo, Manajemen Pendidikan;

Aplikasinya Dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), 6.

26 Coombs Sergiovanni dan Thurson, Ibrahim Bafadal, Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar (Jakarta: Ibrahim Bafadal Press, 2003), 39.

27 Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999), 7.

28 Emon Mulyasa, Kepala Sekolah Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 20.

29 Dendy Sugiono, (red), Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa, Edisi Keempat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), m.

30 Arifin Abdurrachman dalam Ng. Purwanto, Administrasi dan Supervisi…, 7. 31 Ng. Purwanto, Administrasi dan Supervisi…, 7. 32 E. Mulyasa, Kepala Sekolah …, 20. 33 Emon Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2009), 21. 34 Kartubiyanto Sukardji, “‘Manajemen Pendidikan Pada Madrasah Aliyah Dan

Peranannya Dalam Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional: Studi Pada Empat Madrasah Aliyah Negeri Di Dki Jakarta,” Disertasi, SPS UIN Syarif Hidayatullah (2000), 56.

35 Engkoswara, Administrasi Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2010), 86. 36 Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsudin Makmun, Perencanaan Pendidikan,

Suatu Pendekatan Komprehensif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007), 5. 37 US. Sa’ud dan AS. Makmun, Perencanaan Pendidikan…, 4.

Page 13: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

5

apa diperlakukan bagaimana, mencari solusi bagaimana untuk masalah apa yang disesuaikan dengan tujuan yang telah dirumuskan. Pengorganisasian menurut beberapa ahli adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang,38 sebagai pelaksanaan dari rencana dan penerapan struktur organisasi39 atau suatu mekanisme, pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan yang logik yang dapat dilaksanakan oleh satu orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien guna pencapaian tujuan tertentu.40

Fungsi perencanaan dan pengorganisasian merupakan bagian persiapan dari proses manajemen, sedangkan fungsi pelaksanaan lebih menekankan pada usaha menggerakkan berbagai anggota kelompok sedemikian rupa,41 kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien.42 Rencana yang telah disusun akan memiliki nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan menghindari over lapping. Guna pelaksanaanya, maka setiap organisasi harus memiliki kekuatan yang mantap dan meyakinkan.43 Fungsi manajemen yang terakhir adalah pengawasan. Kata dasar pengawasan menurut beberapa ahli adalah pengamatan, perekaman, penjelasan, petunjuk, pembinaan, meluruskan,44 penelitian, pemeriksaan, pemantauan, supervisi,45 pengendalian, penilaian, koreksi,46 evaluasi, dan perbaikan.47 Beberapa aspek yang perlu diawasi adalah berbagai hal yang kurang tepat dan terjadi kesalahan48 atau penyimpangan49 yang dilakukan bawahan,50 instruksi yang dikeluarkan dan berbagai prinsip yang telah ditentukan.51 Adapun tujuan diadakan pengawasan adalah agar dapat mencegah kesalahan sehingga dapat diarahkan ke jalan yang benar sesuai dengan rencana. Beberapa cara pengawasan yaitu merubah

38 George R. Terry, The Principles of Management, Third Edition, (Homewood

Illinois: Richard Irwin, 1960), 493. Baca juga dalam Ng. Purwanto, Administrasi dan Supervisi…, 86.

39 Lousie E. Boone dan David L. Kurtz (1984) terdapat di Ng. Purwanto, Administrasi dan Supervisi…, 8.

40 Ernest Dale, Management; Theory and Practice (Mcgraw – Hill: Book Company, 1965), 152–154. Baca juga T. Hani Handoko, Manajemen: Edisi Kedua. (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1995). Terdapat juga di dalam Abdul Karim DS., Manajemen Rasa & Syahwat (Cirebon: Hirahpress, 2012), 52.

41 GR. Terry (1968) dalam GR. Terry, The Principles…, 493. Terdapat juga di dalam Ng. Purwanto, Administrasi dan Supervisi…, 86.

42 E. Mulyasa, Manajemen…, 21. 43 A. Karim DS., Manajemen Rasa…, 53. 44 E. Mulyasa, Manajemen…, 21. 45 Sukarna, Dasar-Dasar Manajemen (Bandung: Mandar Maju, 1992), 112 46 M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen: Cetakan Ke-13 (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1992), 105. 47 GR. Terry, Principles of Management: Third Edition (The University of

California: Richard Irwin Publisher, 1977), 7. 48 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, 21. 49 GR. Terry, Principles of Management…, 7. 50 M. Manullang, Dasar-Dasar…, 105. 51 Sukarna, Dasar-Dasar…, 112.

Page 14: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

6

rencana bahkan tujuannya, mengatur kembali berbagai tugas atau mengubah wewenang, memperbaiki berbagai hal yang sudah atau akan dilaksanakan.52

Dewasa ini, para akademisi cenderung tertarik dengan fenomena yang terjadi pada pesantren, dibuktikan dengan banyaknya hasil kajian tentang pesantren, diantaranya yaitu: tidak sedikit pesantren yang mengalami tranformasi53 sehingga sebagian telah memasukan lembaga pendidikan umum,54 serta banyaknya lembaga pesantren yang tergusur sejak dilancarkannya modernisasi pendidikan Islam di berbagai kawasan dunia muslim karena enggan dengan perubahan dengan lebih memilih memelihara budaya lama yaitu budaya pesantren yang sudah mapan dan dipercaya masyarakat.55 Posisi pesantren sebagai sebuah institusi pendidikan di tengah arus modernisasi atau globalisasi, pesantren berada pada dua posisi yaitu tetap teguh mempertahankan tradisi lamanya atau pesantren melakukan proses pemodernisasian sistem.56

Dari pendapat ahli manajemen dan fenomena pesantren di atas muncul pertanyaan mendasar, apa yang sesungguhnya melatarbelakangi terlaksananya sebuah organisasi, sehingga proses kepemimpinannya terus berlanjut? Karena, jika dikaitkan dengan fakta di lapangan dapat diartikan: memang betul di dalam teori dikatakan bahwa seorang manajer melakukan fungsi manajemen, tapi praktiknya justru cenderung berperan interpersonal, informasional, decisional, dan mengedepankan karakteristik pribadinya. Selain itu, pengaruh budaya daerah dan nasional pemimpin sangat kuat. Tidak hanya itu, kekakuan teori fungsi manajemen mengakibatkan adanya pertentangan dengan nilai-nilai kepribumian, gemuknya struktur organisasi namun minim fungsi, dan membutuhkan pembiayaan yang sangat besar. Ditambah lagi, fungsi manajemen dari ahli satu dengan lainnya tidak ada yang sama, hal ini menunjukkan bahwa teori manajemen tidak bebas nilai, teori manajemen tidak universal dan tidak tunggal. Fungsi manajemen dikritik secara keras bahwa kebanyakan yang dilakukan manajer tidak dapat secara pasti dikelompokkan menjadi lima fungsi, yaitu: perencanaan, pengorganisasian,

52 GR. Terry, Principles of Management…, 7. 53 Diketahui bahwa dari sejak masa lalu umat Islam telah memiliki pendidikan mulai

dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, ada yang dikelola dengan manajemen pemerintah di bawah nuangan Departemen Agama, dan lebih banyak lagi yang dikelola oleh masyarakat secara swasta. Selain itu terdapat pula lembaga pendidikan yang ada sebelum adanya madrasah, yaitu lembaga pendidikan pesantren yang jumlahnya mencapai lebih dari 30.000 dan tersebar di seluruh kepulauan nusantara. Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 319.

54 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi menuju Millenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000), 96

55 Mardiyah, Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi di Pondok Modern Gontor, Lirboyo Kediri, dan Pesantren Tebuireng Jombang, Institut Keislaman Hasyim Asy’ari (IKAHA) Tebuireng Jombang, Jurnal Tsaqafah, Vol. 8, No 1, April (2012), 68-69.

56 Kasful Anwar, “Kepemimpinan Kiai Pesantren: Studi terhadap Pondok Pesantren di Kota Jambi,” Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Jurnal Kontekstualita, vol. 25, no. 2 (2010), 225-252.

Page 15: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

7

commanding, pengkoordinasian, dan pengawasan.57 Dari konsepsi tersebut penulis belum menemukan kesesuaianya dengan keadaan riil di pesantren dan aspek peranan manajerial dan karakter pribadi pemimpin yang dibahas yaitu tentang inspirasi. Sehingga, penulis tergugah untuk meneliti tentang pola kepemimpinan dan manajerial kiai di pesantren yang ditekankan pada gaya khas yang dilakukan kiai di pesantren. Kekhasan gaya kepemimpinan ini58 berangkat dari nilai-nilai kearifan lokal, yang ada pada diri pemimpin, yang dilakukan secara unik dan berbeda dari praktik yang telah ada, sekalipun tidak mutlak karena masih berbasis kepada konsep gaya kepemimpinan yang ada.

Dalam konteks kepemimpinnan dan manajemen, kepemimpinan di dalam pesantren masih terpola secara sentralistik dan hierarkis, terpusat pada seorang kiai. Tidak jarang sebuah pesantren tidak memiliki pola manajemen yang rapih, sebab segala sesuatu terletak pada kebijaksanaan dan keputusan kiai.59 Kepemimpinan tunggal selama ini, selain pelaksanaannya di lapangan sangat sulit seiring dengan kompleksitas masalah yang dihadapi pondok pesantren, juga bisa mengganggu proses keberlangsungan eksistensi pondok pesantren selanjutnya, terutama sepeninggal kiai (figur tunggal) jika diikuti berbagai mitos yang kurang rasional.60 Perilaku kepemimpinan kolektif di pesantren tersebut yang difokuskan pada: (1) perspektif kepemimpinan kolektif, kedudukan majelis kiai, dan kolektivitas kepemimpinan; (2) sumber otoritas dalam kepemimpinan kolektif, ghirah dalam kepemimpinan kolektif, dan faktor-faktor yang memengaruhi dalam kepemimpinan kolektif; dan (3) peran dalam proses pengambilan keputusan, proses pengendalian konflik, dan proses pembangunan tim.61

Selain kepemimpinan tunggal dan kolektif, pengeloaan pesantren yang baik diperlukan kapasitas dan kualifikasi kepemimpinan yang handal dan visioner ke depan.62 Ada beberapa aspek yang diungkap dari kepemimpinan dalam pesantren,

57 Henry Mintzberg, “The Manager’s Job: Folklore and Fact,” Harvard Business

Review, 53 (July-August 1975), 59-61. 58 Indikator perbedaan pemikiran yang ada di Indonesia dengan barat dan timur

adalah dari sisi bahasa. Filsafat Indonesia diungkap dalam pelbagai bahasa yang hidup dan masih dituturkan di Indonesia (sekitar 587 bahasa) dan 'bahasa persatuan' Bahasa Indonesia, meliputi aneka mazhab pemikiran yang menerima pengaruh Timur dan Barat, disamping tema-tema filosofisnya yang asli. Dalam http://id/Filsafat_Indonesia (diakses hari Sabtu jam 1: 38 tanggal 14/12/2013), iii.

59 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), 49.

60 Idris Djauhari, Pondok Pesantren sebagai Pendidikan Alternatif (Sumenep: Al-Amien Printing, 2003), 57. Dalam Atiqullah, Varian Kepemimpinan Kolektif Pondok Pesantren di Jawa Timur, Jurusan Tarbiyah STAIN Pamekasan, Jurnal Karsa, vol. 20, no. 01. (2012), 21-23.

61 Atiqullah, Varian Kepemimpinan…, 21-23. 62 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya

Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarat: LP3ES, 1982), 55. Dalam Pepen Supendi, “Karakteristik Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi dan Kontribusinya terhadap Mutu Pesantren,” jurusan Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, (tth.), 1-2.

Page 16: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

8

yaitu fenomena pergeseran gaya dan pola kepemimpinan,63 pola generasi kepemimpinan legal formal,64 sumber kewenangan kepemimpinan,65 ketokohan kiai sebagai pemimpin,66 dan keefektifan kepemimpinan dalam perspektif sistem nilai keagamaan.67

Kelima aspek tersebut berkaitan erat dengan kiai itu sendiri. Sebagai faktor yang sangat esensial dari pesantren, seorang kiai dalam peranannya dituntut untuk memiliki kebijaksanaan dan wawasan yang luas, terampil dalam ilmu-ilmu agama dan menjadi suri tauladan pemimpin yang baik, bahkan keberadaan kiai nyaris dikaitkan dengan sosok yang memiliki hubungan dekat dengan Tuhan.68 Tapi kedudukan kiai mengalami diferensiasi dan tidak lagi menjadi satu-satunya tempat bertumpu, seperti tempo dulu. Demikian juga, kepemimpinan yang pada awalnya bertumpu pada kiai, kini telah dikoyak oleh dinamika perkembangan rasionalitas masyarakat.69 Posisi utamanya di lingkungan pedesaan sama sekali bukan hal baru. Justru sejak masa kolonial -bahkan jauh sebelum itu- peran kiai tampak lebih menonjol dibandingkan dengan masa sekarang yang mulai memudar.70

Di masa awal, paradigma tradisional tentang relasi kiai dan santri sebagai komunitas yang dinamis membentuk subkultur yang terbangun secara eksklusif, fanatis dan esoterik. Peran kiai sebagai cultural broker, yang berfungsi menyampaikan dan mengeliminasi informasi-informasi baru dari luar lingkungan.71 Kiai berperan kreatif dalam perubahan sosial, karena kiai bukan hanya sebagai penyaring budaya (cultural broker), namun juga kiai mempelopori perubahan sosial (change agent) yang dengan caranya sendiri ia menawarkan agenda perubahan. Perkembangan peran sosial kiai dalam konteks pondok pesantren secara kualitatif saat ini, merupakan bagian tradisi, budaya dan perilaku para pemimpinnya untuk mempertahankan hak hidup masyarakatnya.72

Tidak kalah pentingnya, mutu pendidikan pesantren saat ini menjadi perhatian yang serius agar tidak tergerus oleh arusnya zaman yang penuh dengan kompetitif.73 Secara historis, perintisan sistem pendidikan di pesantren bersamaan dengan munculnya pondok pesantren atau bahkan jauh sebelumnya. Namun, jelas

63 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur

dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 23. 64 Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999), 55. 65 Z. Dhofier, Tradisi Pesantren…, 22. 66 Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek

Pesantren (Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2006), 44. 67 Tobroni, The Spiritual Leadership, (Malang: UMM-Press, 2005), 10. 68 Nurcholis Majid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta:

Paramadina, 1995), 463. 69 Edi Susanto, “Kepemimpinan (Karismatik) Kiai dalam Perspektif Masyarakat

Madura,” Jurusan Tarbiyah STAIN Pamekasan, Jurnal Karsa, vol. XI, no. 1, April (2007), 2. 70 Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M., 1986), 138. 71 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa (Jakarta:

Pustaka Jaya,1983), 134. 72 Hiroko Horikoshi, A Traditional Leader in a Time of Change: The Kijaji and

Ulama in West Java (USA:The University of Illinois at Urbana-Chapaign, 1976), 17. 73 Pepen Supendi, Karakteristik Kepemimpinan Kiai…, 1-46.

Page 17: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

9

ketika itu belum tampak ada perubahan-perubahan mendasar.74 Sistem pendidikan pesantren secara umum hanya mengajarkan masalah keagamaan murni, belum diinterpretasikan sesuai kebutuhan yang menjadi tuntutan masyarakat. Sistem pendidikan pondok pesanten seperti ini membuat para santri untuk berfikir lebih kreatif.75 Pesantren sebagai sistem sosial pendidikan telah menempatkan posisinya sederajat dengan lembaga sosial lainnya yang memiliki budaya, iklim, model organisasi, dan struktur kepemimpinan yang khas guna mencapai tujuan yang telah dibangunnya secara efektif.76 Kelemahan pendidikan pesantren adalah pertama, pola pengembangan sistem77 pendidikan pondok pesantren secara alami dengan fasilitas seadanya.78 Kedua, kompleksitas kekurangan berbagai fasilitas yang menyebabkan pondok pesantren menjadi institusi yang sulit dipahami oleh masyarakat sehingga sebagian dari mereka masih memandang dunia pesantren hampir sebagai lembaga pendidikan yang tertinggal.79

Berdasarkan prelemanary penulis di tiga pesantren tertua bersaudara di Cirebon menunjukkan bahwa pesantren Bendakerep Kota Cirebon didirikan pada abad 18 oleh mbah Sholeh, tapi tetap tidak adaptif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, utamanya teknologi informasi dan komunikasi, para kiai masih mempertahankan tradisi sebagai pesantren yang lebih fokus pada pendidikan agama (salafiyah). Beberapa hal bisa dijelaskan diantaranya: pertama, menolak kehadiran alat elektronik semisal televisi dan radio serta pembangunan jembatan penghubung, kedua, tidak menyelenggarakan sistem persekolahan. Ketiga, kegiatan tasawuf yang mengglobal dengan satu jenis tarekat yaitu Shatta>riyah. Keempat, tidak terlibat dalam arena politik dan organisasi masyarakat (ormas) sekalipun dengan Nahd}atul Ulama> (NU). Kelima, yang lebih uniknya adalah pola kepemimpinan yang kolegial. Kelima ciri unik ini merupakan sesuatu yang langka mengingat arus modernisasi semakin deras dimana berbagai tatanan

74 Abdurrahman Wahid, "Reaktualisasi Pengajaian Kitab Kuning," dalam Dakir, Pola

Baru Kepemimpinan Kiai dalam Pengembangan Pendidikan (Studi Kasus Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya), Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, vol. 1, no. 1, Juni (2004), 27-52.

75 M. Dawam Rahardjo, Pergumulan Dunia Pesantren, Membangun dari Bawah (Jakarta: P3M, 1985), 58.

76 Atiqullah, Pendekatan Perilaku…, 21-40. 77 Sebagian besar banyak lembaga pendidikan Islam yang ada saat ini masih banyak

yang belum memnuhi standar nasional pendidikan (SNP) yang diterapkan pemerintah. SNP ini dikaitkan dengan tantangan perlunya meningkatkan mutu pendidikan dihubungkan dengan tantangan era globalisasi saat ini, yang menuntut adanya pendidikan yang unggul, bermutu, memberdayakan, dikelola secara profesional, demokratis, transparan, efisien, dan efketif, sehingga lulusannya dapat diakui oleh dunia, mampu merebut berbagai peluang yang terdapat pada era yang penuh kompetitif seperti sekarang ini. A. Nata, Manajemen Pendidikan…, 319.

78 Manfied Oepean dan Walfgang Jargher, The Impact of Pesantren in Education as Community Development in Indonesia, terjemahan Saleh Sonhaji, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), 33.

79 Nurcholish Madjid, Sistem Pendidikan Pesantren, dalam Dawam Rahardjo, Merumuskan kembali tujuan pendidikan Pesantren (Jakarta: P3M, 1985), 166.

Page 18: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

10

kehidupan di berbagai tempat mengalami perubahan. Masyarakat Bendakerep masih tetap mempertahankan tradisi lokalnya tanpa harus banyak terpengaruh oleh kemajuan modernitas akan tetapi sampai sekarang masih terus eksis.80

Pondok pesantren Gedongan berada di kabupaten Cirebon. KH. Muhammad Sa’id menjadi sosok sentral yang merintis berdirinya pondok pesantren Gedongan sejak abad 18 M. Pondok Pesantren Gedongan menjadi pondok tertua di kawasan Cirebon Timur. Seiring dengan tuntutan kondisi serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai dari para penerus, maka berdirilah majelis-majelis taklim di dalamnya dengan masing-masing kepemimpinan dan karakteristik. Meskipun demikian, tetap erat dalam satu wadah yakni pondok pesantren Gedongan.81 Pesantren ini memiliki beberapa bagian pesantren yang satu konsen pada program tahaffuz} Al-Qur’an yaitu pondok pesantren madrasal Al-Huffa>z} II yang diasuh oleh KH. Abu Bakar Shofwan dan putranya yakni KH. Masduqi Amin dan yang lainnya adalah pesantren Al-S}igha>r Gedongan Kec. Pangenan Kab. Cirebon merupakan repsentatif dari lembaga pendidikan yang markettable dan kekinian, karena pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama semata, tetapi program pendidikan telah mempertimbangkan pangsa pasar dan mengejar ketertinggalan pendidikan pondok pesantren dengan sekolah-sekolah umum. Sebab pesantren yang berdiri sejak tahun 1990 M. oleh KH. Bisyri Imam bin KH. Imam ini semula hanya terfokus pada pengajaran membaca dan menulis Al-Qur’an, tauhid, serta fiqih saja dan khusus hanya untuk anak-anak usia 5 tahun atau anak usia sekolah dasar (SD) kemudian pada tahun 1996-an pesantren ini mulai merintis pendidikan yang berorientasi pada tuntutan masyarakat dan menyesuaikan prinsip-prinsip lembaga modern, yaitu dengan mendirikan beberapa lembaga pendidikan, seperti SMP, dan SMK serta dan intensifikasi bahasa Arab dan bahasa Inggris.82

Pondok Buntet pesantren kabupaten Cirebon adalah salah satu pesantren yang terus melakukan berbagai usaha ke arah pembaharuan dan modernisasi. Pesantren ini memperlihatkan bagaimana peranan pesantren Buntet dari berdirinya pesantren Buntet oleh mbah Muqoyim hingga pada masa perkembangannya ketika kiai Abbas sampai kiai Mustahdi Abbas melakukan perubahan dengan membentuk Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI). Sehingga sekalipun memiliki banyak pesantren tapi tetap dalam satu perintah pimpinan yayasan. Hal ini dilakukan dalam upaya membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih baik dengan memberikan pendidikan di sekolah dan luar sekolah dengan beragam program dan disiplin ilmu yang dipelajari.83

80 Rina Rindanah, “Geneologi Pesantren Bendakerep dan Pesantren Buntet Cirebon;

Suatu Perbandingan,” IAIN Syeh Nurjati Cirebon, Jurnal Holistik, vol. 14, no. 02 (2013), 210.

81 Ahmad Lutfy, “Medote Tahdifs Al-Qur’an (Studi Komparatif Metode Tahfidz Al-Qur’an di Pondok Pesantren Madrasah al-Hufadzh II Gedongan Ender, Pangenan Cirebon dengan Pesantren Tahfidz Qur’an Terpadu Al-hikmah Bobos, Dukupuntang Cirebon),” Jurnal Holistik, vol. 14, no. 02 (2013), 160.

82 Ahmad Syathori, “Modernisasi Pendidikan di Pondok Pesantren Al-Shighor Gedongan Kecamatan Pangenan Cirebon,” Holistik, vol. 14, no. 2 (2013), 135.

83 R. Rindanah, “Geneologi Pesantren…,” 210.

Page 19: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

11

Ketiga tipikal pesantren sebagaimana dijelaskan di atas memiliki ciri yang berbeda dari aspek adaptasi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengelolaan, pembinaan santri, serta sikapnya terhadap organisasi dan pemerintah maupun miliunya yang pada gilirannya akan menghasilkan tipikal/corak pesantren yang berbeda. Namun demikian, kepemimpinan dari ketiga pesantren tertua ini masih eksis dari generasi ke generasi sepeninggal leluhurnya dan yang lebih ajaibnya ketiganya merupakan pesantren yang dilahirkan dari satu keturunan yaitu mbah Muqoyim sebagai mantan seorang mufti di keraton Kanoman Cirebon. Pada tataran itulah diperlukan penelitian untuk melihat keunggulan dan kelemahan diantara ketiganya dalam pengelolaan pesantren terutama pada lembaga pendidikannya,84 sehingga menghasilkan varian konsepsi tentang kepemimpinan dan manajerial kiai di pesantren.

B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah

Dari pendahuluan di atas, penulis identifikasikan permasalahan sebagai bahan penelitian adalah: a. Kejelasan jenis, gaya, aliran dan pola kepemimpinan di pesantren masih menjadi

permasalahan sendiri yang menarik. Pilihan yang sering muncul adalah kepemimpinan tunggal di pesantren tradisional dan kepemimpinan kolegial di pesantren modern. Padahal bisa jadi pesantren yang sangat (murni) tradisional pula telah menerapkan kepemimpinan kolegial sejak awal pendiriannya.

b. Kajian tugas dan fungsi manajer, serta peranan manajer belum tuntas. Dasar dari kebijakan manajer menjadi perdebatan, baik kebijakan berbasis perencanaan, informasi ataupun inspirasi. Secara general, fungsi manajemen di instansi manapun belum tentu bisa dimaksimalkan oleh pemimpin maupun manajer disebabkan oleh ketidakuniversalannya yang berbenturan dengan aspek budaya pimpinan. Fungsi manajemen mengakibatkan gemuknya struktur organisasi namun minim fungsi dengan membutuhkan pembiayaan yang sangat besar. Selain itu, ia menyebabkan manusia seperti mesin. Dan dengan fungsi ini pula telah dengan sadar mengesampingkan peran manajerial sebagai faktor vital dalam organisasi. Keterasingan inisiatif yang disebut dengan inspirasi pimpinan. Contohnya intuisi, sebagai salah satu sifatnya, dianggap tidak dapat dilakukan oleh pemimpin secara terencana. Sekalipun dilakukan, itupun hanya dalam kondisi eksidentil.

c. Kedudukan kiai mengalami diferensiasi dan tidak lagi menjadi satu-satunya tempat bertumpu, seperti tempo dulu. Demikian juga, kepemimpinan yang pada awalnya bertumpu pada kiai, kini telah dikoyak oleh dinamika perkembangan rasionalitas masyarakat. Begitupun, peranan kiai bagi santri dan masyarakat sebagai penyaring budaya berubah menjadi pelopor perubahan sosial.

d. Permasalahan mendasar di dunia pesantren adalah upaya kiai dalam mempertahankan eksistensi dan keberlangsungan kepemimpinan di pesantren.

84 R. Rindanah, “Geneologi Pesantren…,” 210.

Page 20: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

12

2. Perumusan Masalah Dalam penelitian ini, penulis rumuskan masalah di atas ke dalam runtutan

sebagai berikut; kepemimpinan dan manajerial kiai cukup beragam, tapi jika disederhanakan dengan menggunakan teori fungsi manajer, maka inti dari faktor tersebut adalah kepemimpinan dan manajerial seorang kiai. Lebih spesifik lagi, para kiai di dalam pesantren mengedepankan peranan interpersonal manajerial berdasarkan pada inspirasi leluhurnya.

Untuk itu, penulis mengajukan pertanyaan besar: pola kepemimpinan dan manajerial seperti apa yang terbentuk di pesantren Bendakerep, Gedongan dan Buntet pesantren? Dengan indikator pertanyaan, sebagai berikut: (1) Bagaimana figur leluhur dan proses kepemimpinan di pesantren? (2) Adakah peran dan fungsi manajemen yang dilaksanakan di pesantren? (3) Bagaimana spiritualisme manajerial di pesantren? (4) Apa persamaan dan perbedaan antara kepemimpinan dan manajerial kiai di Bendakerep dengan Gedongan dan Buntet pesantren?

3. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, penulis membatasi permasalahan ke dalam tiga aspek, yaitu: a. Tempat penelitian dilaksanakan di pesantren Bendakerep kec. Argasunya kota

Cirebon, Gedongan kec. Pangenan dan Buntet kab. Cirebon. b. Waktu pelaksanaan penelitian dari Juli tahun 2015 – Juli 2017. c. Konsep kepemimpinan dan manajerial terutama berkenaan dengan gaya &

perilaku pemimpin dan fungsi & peranan manajer yang dilaksanakan oleh kiai dalam waktu bersamaan.

C. Tujuan & Kegunaan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini tiada lain adalah untuk menemukan konsep pola kepemimpinan dan manajerial kiai di pesantren tradisional. Tujuan utama ini disempurnakan dengan temuan data tentang indikator rumusan masalah. Maka, penelitian ini dalam rangka mencari; (1) Data tentang figur leluhur dan proses kepemimpinan kiai di pesantren. (2) Data tentang fungsi & peran kepemimpinan di pesantren. (3) Data tentang spiritualisme manajerial di pesantren. dan (4) Data tentang persamaan dan perbedaan antara kepemimpinan dan manajerial kiai di Bendakerep dengan Gedongan dan Buntet pesantren.

Kegunaan penelitian ini terdiri dari 2 segi, yaitu:

1. Segi Teoritis Dari segi teoritis, penelitian ini dapat mengkaji daya laku beberapa konsep

atau teori yang sudah ada, dan berupaya menemukan atau mengembangkan konsep dalam ruang lingkup teori manajemen, khususnya interpersonal (lebih spesifik inter-inspirasi) pimpinan dalam mengelola institusi pendidikan. Sumbangan pemikiran yang rasional, logis dan empirikal ini diharapkan dapat meningkatkan mutu kepemimpinan institusi pendidikan keagamaan di Indonesia, sesuai dengan tuntutan percepatan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Secara Praktis

Page 21: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

13

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan berguna untuk hal-hal sebagai berikut: a. Memberikan deskripsi yang rasional kepada para pimpinan di institusi PK yang

mempraktekan teori manajemen tertentu. b. Memberikan masukan bagi para pimpinan dalam rangka meningkatkan kualitas

lembaga melalui penerapan inter-inspirasi pimpinan, sehingga tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan lembaga dapat berjalan lancar bila ditopang oleh manajemen yang terdisentralisasi, otonom, merdeka (mandiri), mementingkan peranan manajerial, serta berasas pada refleksi inspirasi.

c. Berguna bagi pembaca dan peneliti dalam rangka menambah wawasan pengetahuan serta sebagai sumber referensi/literatur bagi yang memerlukan, serta bagi peneliti selanjutnya.

D. Kajian Terdahulu yang Relevan

Untuk melengkapi penulisan dan memperlancar jalannya penelitian, maka penulis merasa perlu untuk mengurai kajian yang telah dilakukan sebelumnya tentang pola kepemimpinan, manajerial, dan eksistensi pesantren. Sehingga dalam prakteknya nanti, penyajian penulisan ini bisa lebih terarah dan sistematis.

1. Kepemimpinan Kiai

Hasil dari penelitian R. Rindanah dalam “Geneologi Pesantren Bendakerep dan Pesantren Buntet Cirebon; suatu Perbandingan,” Jurnal Holistik, vol. 14, no. 02 tahun 2013, memperlihatkan bagaimana peranan pesantren Buntet dari awal berdirinya awal oleh mbah Muqoyim hingga pada masa perkembangannya ketika Kiai Abbas sampai Kiai Mustahdi Abbas melakukan perubahan dengan membentuk yayasan lembaga pendidikan Islam yang tentunya peranan dari pesantren Buntet untuk memberikan cara pandang masyarakat dan membentuk sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik dengan memberikan pendidikan di sekolah dan luar sekolah serta membentuk lembaga pendidikan Islam. Kampung Bendakerep yang tetap berpegang teguh dengan tradisi warisan leluhur telah membuatnya memiliki beberapa keunikan, baik dalam upacara adat, pola kehidupan sampai dengan penataan ruang dan gaya arsitektur bangunannya. Jika sampai saat ini masyarakat kampung Bendakerep tidak menerima kemajuan teknologi dari pemerintah, hal ini tentunya memiliki alasan yang kuat yang menurut mereka dapat berdampak buruk bagi kebudayaannya dan dapat pula membahayakan umat Islam.

Mardiyah dalam tulisannya yang berjudul “Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi,” Jurnal Tsaqafah, Vol. 8, No 1, bulan April pada tahun 2012, mengatakan bahwa ditinjau dari struktur organisasi pesantren, ketiga pesantren tersebut memiliki karakter dan alur kebijakan yang berbeda, namun ketiganya memiliki kesamaan dalam hal besarnya ukuran struktur organisasi. Faktor pengelolaan ini sangat memengaruhi tipologi dan peran kepemimpinan kiai dalam pesantren. Perbedaan yang paling tampak dari ketiga pesantren tersebut adalah PM Gontor sejak berdirinya sampai sekarang otorita kepemimpinan berada pada tiga kiai (Trimurti) dengan begitu pesantren ini sejak mula mengembangkan kepemimpinan kolektif. Sistem suksesi kepemimpinan di pesantren ini melalui

Page 22: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

14

pemilihan di Badan Wakaf yang dilakukan setiap periode lima tahun sekali, dan sistem pelaporan kepemimpinan pesantren pada Badan Wakaf dilakukan setiap setengah tahun sekali pada sidang Badan Wakaf. Sedangkan pada kepemimpinan pesantren Lirboyo dan Tebuireng sejak berdiri sampai sekarang otoritas kepemimpinan berada pada kiai yang bersifat personal, tetapi dikarenakan berkembangnya aktivitas pesantren, maka membutuhkan proses organisasi secara kolektif. Dengan demikian, kedua pesantren ini sentra otoritas kepemimpinan berada pada kiai secara personal, dan proses organisasi bersifat kolektif. Disertasi ini menyimpulkan bahwa tradisi pengelolaan lembaga yang tampak dalam ketiga pesantren memiliki beberapa karakteristik: a) motivasi bermutu dan semangat kerja, b) keterlibatan pembantu kiai dan para guru, c) harapan dan dukungan masyarakat tinggi. Kepemimpinan kiai yang efektif. Kepemimpinan kiai dalam menjaga budaya pesantren; Beberapa upaya yang dilakukan kiai dalam menjaga pesantren sebagai berikut: a. Adanya proses seleksi yang berbeda; b. Adanya proses sosialisasi; dan c. Adanya tindakan manajemen puncak.

ANK. Sya’ie dalam “Strategi Manajemen Pesantren di Malang menuju Pesantren Mandiri,” Digital Library UIN Surabaya, mengatakan bahwa pondok pesantren melakukan modernisasi dalam pengelolaan pondok sebagai upaya mengantisipasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan melakukan pemantapan internal dan melakukan penyesuaian visi dan misi pendidikan ke arah perubahan global. Pengembangan SDM seperti dewan asa>tidz dan sumber daya alat atau media yang memadai untuk pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran yang berorientasi penguasaan Iptek telah dan sedang dilakukan. Dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan di pesantren tampak bahwa program pengelolaan pendidikan dan pengajaran dilakukan dalam berbagai aspek yang berkaitan langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan mutu proses pendidikan dan terutama peningkatan hasil pendidikan itu sendiri. Terlihat jelas bahwa pengelolaan pendidikan formal selalu berorientasi pada mutu. Pimpinan pondok bersama komponen-komponen yang ada di dalamnya, baik kepala madrasah, pengasuhan santri, guru (asa>tidh), dan organisasi santri terus melakukan upaya pemantapan internal seperti; peningkatan kualitas dan kuantitas guru, pengadaan fasilitas dan multimedia pembelajaran, optimaliasi kegiatan-kegiatan siswa yang berbasis keterampilan dan kreativitas.

Studi Tukiman dkk. dalam “Perubahan Pola Kepemimpinan Pesantren,” Jurnal Tesis PMIS-UNTAN, pada tahun 2013, menyimpulkan bahwa: (1) Pesantren dalam pengembangannya memiliki nilai-nilai dasar yang kuat, baik nilai dasar yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadith dan juga nilai dasar yang bersumber dari tradisi pesantren. (2) Kiai selaku pemimpin atau pengasuh telah memerankan peran pokoknya dalam pengembangan. Ia merupakan aktor dan juga power (kekuatan), yang dengan kedalaman ilmu serta wawasannya yang luas ia dapat mencetuskan ide-ide atau gagasan-gagasan barunya untuk pengembangan pesantren. (3) Faktor SDM merupakan faktor penghambat yang paling utama bagi kiai dalam pengembangan pesantrennya. Munculnya rasionalitas kepemimpinan kiai menimbulkan pergeseran sistem pengembangan pendidikan pesantren; dari pola dogmatis-internal ke pola dogmatis-eksternal; dari pola dogmatis-tradisional ke

Page 23: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

15

pola dogmatis-rasional; dan dari pola deduktif-tradisional ke pola induktif-rasional. Pergeseran ini pada gilirannya menjadi penyebab pergeseran pola kepemimpinan kiai dalam memimpin mekanisme pengajaran kajian kitab kuning; dari pola interaksi searah ke pola interaksi dua arah; dari pola interaksi tertutup ke pola interaksi terbuka; dan dari pola interaksi vertikal-horizontal ke pola interaksi horizontal-vertikal yang terjadi secara dinamis. Meski demikian, sentralisasi kiai tetap masih tampak walau sudah tidak begitu menonjol seperti tempo sebelumnya. Diantara rasionalisasi dalam kepemimpinan seperti rasionalitas spiritual. Cara yang ditempuh kiai adalah melakukan interpretasi doktrin agama ke arah penyesuaian nilai-nilai sistem pendidikan pesantren dengan nilai-nilai pendidikan empiris yang direalisasikan dalam sebuah sistem pendidikan pesantren terpadu yang memiliki nilai kesetaraan dengan sekolah umum dan berorientasi dunia kerja. Prosesnya, kiai melakukan interpretasi kritis terhadap kurikulum pendidikan pesantren yang masih global supaya menjadi spesifik, jelas, terperinci, dan sistematis dan menekankan kesesuaian hubungan logis antara tujuan, materi dan kegiatan pendidikan menurut jenjang pendidikan masing-masing. Selanjutnya, untuk keseimbangan pengetahuan, kiai mengembangkan sistem pengajaran kitab kuning secara klasikal yang dirancang menurut tingkatan dan jenjang pendidikan santri.

M.A.S. Malisi dalam disertasinya yang berjudul “Pembaruan Pendidikan di Pesantren: Studi pada Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai Kalimantan Selatan,” SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tahun 2012, menyimpulkan bahwa pembaruan pendidikan pesantren dengan melakukan penyesuaian bertahap (evolutif) dan hati-hati (terencana). Dengan mengadopsi sistem kelembagaan modern, pada saat bersamaan tetap mempertahankan ciri khasnya sebagai lembaga pendidikan yang menekankan tafaqquh fi al-din sebagai benteng penjaga dan pemelihara faham ahl al-sunnah wa al-jama>’ah. Dengan medesain sendiri materi-materi yang diajarkan dan madrasah dijadikan sebagai sistem yang dipergunakan untuk mengimplementasikan materi-materi tersebut. Bertahannya lembaga melakukan penyesuaian bertahap bahwa lembaga pendidikan tradisional ini masih adaptif dengan kecenderungan sosio-kultural komunitas lingkungannya yaitu bahwa masyarakat adalah masyarakat religius dan tradisional maka lembaga pendidikan tradisional di samping madrasah modern tetap dipertahankan. Kebijakan hati-hati (terencana) bahwa penguasaan kitab kuning dan ilmu kegamaan tetap menjadi major yaitu 70% dalam kurikulum di samping itu juga, tradisi dan norma yang ada melestarikan karisma kiai. Dengan pembaruan ini maka terjadinya dinamika perubahan yang bersifat evolutif dan terencana yang terjadi setidaknya dengan tiga bentuk, konservatif terutama pada fase awal; reformatif pada masa kepemimpinan pertengahan dan transformative pada masa terakhir. Hal ini dapat dilihat dari aspek manajemen bercorak modern merombak pola yang lama diganti dengan pola yang baru yaitu dari pengelolaan bersifat individu ke kolektif yayasan, ada struktur organisasi dan diversifikasi kelembagaan.

N. Prabowo dalam penelitiannya yang berjudul “Model Kepemimpinan di Pondok Pesantren,” Prodi PAI, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada tahun 2016, menemukan bahwa penyelenggaraan pondok pesantren secara substansi didasarkan pada pengembangan pendidikan Islam yang integratif, yakni pengembangan pola

Page 24: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

16

pendidikan yang mengintegrasikan antara sistem pendidikan tradisional (pesantren) dengan sistem pendidikan negeri (pendidikan nasional). Selain itu, kepemimpinan di pondok pesantren melekat pada sosok kiai. Kepemimpinan kiai bersifat individual-kolektif dengan gaya kepemimpinan yang spiritual-karismatik. Kekuatanya terletak pada pribadi kiai yang karismatik, sehingga individual kiai di pesantren lebih mendominasi perannya sehingga kiai lebih memiliki otoritas mutlak dalam pengambilan keputusan dan kebijakan meskipun dalam beberapa hal kiai tetap bersifat demokrasi. Sedangkan kelemahannya terletak pada karakteristik kepemimpinan kiai yang sedikit lebih tertutup.

MD. Rahardjo dalam “The Life of Santri Youth: a View from the Pesantren Window at Pabelan” Jurnal Institut of Southeast Asian Studies (ISEAS), pada tahun 1986, menyimpulkan bahwa kekurangan di dalam sistem pendidikan pesantren selalu muncul; tapi para pengurus mampu mengatasinya. Pendidikan pesantren bisa lebih dinamis jika para pengikut mudanya dari pesantren bisa mengajak untuk memperbaiki kelemahan ini. Hal ini memerlukan gemblengan Kiai karismatik mereka untuk membawa perubahan untuk memperluas skup pendidikan pesantren. Bagaimanapun, ini tidak akan terjadi pada semua pesantren, meskipun, jika beberapa pesantren seperti salaf yang sudah terkenal, mengambil pimpinan, mereka mungkin memengaruhi meskipun mereka lebih konservatif.

Kajian tentang kepemimpinan dan manajemen pesantren dari hasil penelitian Mardiyah, Tukiman dkk., M.A.S. Malisi, dan N. Prabowo dapat dikatakan bahwa kepemimpinan pesantren itu: (1) ada pesantren yang memang dari awal berdirinya sudah mengembangkan kepemimpinan kolektif, (2) awalnya, kepemimpinan bersifat personal kemudian berubah menjadi kolegial, (3) kiai sebagai actor dan power , sehingga kepemimpinan masih tampak sentral sekalipun tidak menonjol, (4) kekuatannya terletak pada karisma kiai, walaupun dalam beberapa hal kepemimpinan kiai berfisat demokratis, (5) manajemen bercorak modern dari pengelolaan bersifat individu ke kolektif yayasan.

Berkenaan dengan pembaharuan sistem pendidikan pesantren dari hasil penelitian R. Rindanah, Mardiyah, ANK. Sya’ie, Tukiman dkk., M.A.S. Malisi, dan N. Prabowo dan MD. Rahardjo menunjukkan bahwa (1) modernisasi, dapat berupa membentuk yayasan dan sistem klasikal, (2) rasionalisasi spiritual dan interpretasi kritis, dapat berupa melakukan interpretasi doktrin agama ke arah penyesuaian nilai-nilai sistem pendidikan pesantren dengan nilai-nilai pendidikan empiris, (3) penyesuaian bertahap evolusi, hati-hati (terencana), dan transformasi dapat berupa mengadopsi sistem kelembagaan modern, pada saat bersamaan tetap mempertahankan ciri khasnya. (4) integrasi, dapat berupa pengembangan pola pendidikan yang mengintegrasikan antara sistem pendidikan tradisional (pesantren) dengan sistem pendidikan negeri (pendidikan nasional), (5) dinamisasi, berupa kerjasam kiai karismatik dengan para pengikut muda untuk memperbaiki kelemahan dan memperluas skup pendidikan.

Dari kelima pernyataan peneliti sebelumnya tentang kepemimpinan dan manajemen di pesantren serta kelima hasil penelitian tentang pembaharuan pendidikan pesantren tersebut hampir tidak ditemui kajian tentang pesantren Bendakerep. Pesantren yang peneliti sebelumnya sebut sebagai kampung

Page 25: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

17

Bendakerep ini masih berpegang teguh dengan tradisi warisan leluhur dan tidak menerima kemajuan teknologi dari pemerintah karena dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi kebudayaannya. Aspek keunikan ini yang akan menjadi konsen penelitian penulis dengan melihatnya dari sisi kepemimpinan dan manajerial inspirasi leluhur.

2. Fungsi dan Peranan Kiai

Z. Dhofier dalam “The Pesantren Tradition: A Study of the Role of the Kiai in the Maintenance of the Traditional Ideology of Islam in Java,” jurnal Arizona State Unifersity Program for Southeast Asian Studies Monograph series, pada tahun 1999, menyatakan bahwa kiai memiliki kepribadian yang ekstraordinari menghasilkan atribut spiritual dari karamah (seseorang yang sangat dicintai Allah) dan menjadi sumber barakah bagi para pengikut. Memiliki karamah dan menjadi sumber barakah membuat Kiai mampu mengembangkan sebuah kepemimpinan karismatik. Karamah, barakah dan ilmu agama adalah elemen inti dari kepemimpinan pesantren. Hampir seluruh kiai terkenal yang dapat mengembangkan pesantren besar diklasifikasikan sebagai kiai yang memiliki ekstraordinari kara>mah dan bara>kah. Sepaham dengan ini, bagaimanapun, bahwa kualitas spiritual tersebut hanyalah atribut bagi kiai ketika mereka telah menjadi sangat terkenal. Kiai kemudian membantu mereka untuk memelihara popularitas dan menarik santri. Apa yang membuat kiai sangat terkenal adalah dengan menjalin dan menetapkan pertalian darah dengan banyak kiai terkenal.

C. Geertz dalam kajiannya “The Javanese Kijaji: the Changing Role of a Cultural Broker,” jurnal Comparative Studies in Society and History, vol. 2, no. 2, pada tahun 1960, menilai bahwa komunikasi antara pesantren dan masyarakat masih terjalin baik. Pertimbangan kiai dalam term “perubahan peranan dari perantara budaya” diniatkan sebagai sebuah contoh dari jenis analisis ini, sebuah historis-kasus dari macam proses yang terjadi percobaan yang lebih menyedihkan untuk membangun jaringan komunikasi secara efektif antara pemimpin dan pengikut di kehidupan heterogen secara sosial dan budaya seperti di Indonesia.

L. Khuluq dalam “Kiai Haji Hasyim Asy'ari's Religious Thought and Political Activities (1871-1947)” jurnal ProQuest Dissertation and Thesis, pada tahun 1997, memberikan contoh yang dilakukan oleh KH. Hasyim Asy’ari dimana beliau telah terkenal berpengaruh pada muridnya, pengikut dan NU. Tentu saja, penyambutan NU terhadap ajarannya adalah contoh nyata dari pengaruhnya. Bagaimanapun, perlu disadari bahwa penerimaan NU terhadap ajarannya tidak terbatas hanya peranannya di dalam formulasi, tapi juga dari sifat-sifat dasar ajarannya itu sendiri, yang mengekspresikan ajaran ulama-ulama salaf secara umum. Selain itu, fakta bahwa bukunya masih diterjemahkan, dipublikasi, dan dibaca oleh banyak orang. Lebih dari itu, tujuan bagi NU ke depan untuk kembali kepada mandat asli (khittah), yang ia kembangkan tahun 1926, dapat dipahami sebagai keinginan atas perannya kembali kepada bimbingan dari KH. Hasyim Asy’ari.

Hasil riset A. Zaini tentang “KH. Abdul Wahid Hasyim: His Contribution to Muslim Educational Reform and to Indonesian Nationalism During the Twentieth

Page 26: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

18

Century,” Institut of Islamic Studies, McGill University, bulan Juli pada tahun 1998, menunjukkan bahwa semua kelompok masyarakat dapat disambut oleh Kiai. Karena nyatanya Kiai masih membuka diri untuk menerima perubahan, khususnya ketika komisi mengembangkan dan secara final menghasilkan aturan-aturan yang lebih akomodatif agar bangsa Indonesia lebih menganut perbedaan agama dan aliran keyakinan termasuk di dalamnya Islam. Melihat dari keterangan ini, prasangka para sekuler baik para modernist dan sekuler barat, figur konservatif melawan untuk menerima sesuatu yang baru, dan penolakan mereka terhadap NU yang dianggap tidak berkontribusi apapun terhadap perkembangan bangsa, jadi harus dipertanyakan.

SA. Buresh dalam disertasinya yang berjudul “Pesantren-Based Development: Islam, Education, and Economic Development in Indonesia,” Departement of Anthropology, University of Virginia, pada tahun 2002, menjelaskan bahwa jejaring kiai baik KH. Ilyas dan KH. Fuad Amien mengakses perluasan jaringan bidang pendidikan, ekonomi dan politik melalui perluasan ikatan kekeluargaan dan memperkuat jaringan ke NU. Melalui kedua kekuatan tersebut, mereka dapat menerima sumber pendanaan baik dari ormas maupun pemerintah. Keadaan pesantren di masa yang akan datang. Secara kelembagaan pendidikan, pesantren berada pada posisi tidak hanya bertahan tapi juga bertumbuh kembang dalam konteks kontemporer. Pesantren memiliki keuntungan berupa difahami sebagai institusi yang berbeda di Indonesia dengan luasnya segmen dari seluruh kalangan masyarakat. NU dan kiai sebagai anggotanya telah sukses melahirkan ulama muda yang cakap yang mana mereka respek dan limpahkan sepenuhnyba bagi pesantren sebagai almamaternya. Mayoritas pesantren telah mengadopsi model madrasah yang menyediakan banyak sumber kebutuhan pesantren dan memenuhi tuntutan. Ketika posisi pesantren sedang tumbuh dan berkembang, pesantren juga telah bertransformasi dengan tujuan pendidikan yang telah mereka tentukan. Kiai menjadi kepala administrasi bagi yayasan yang besar sehingga pesantren mereka menjadi sangat birokratik dengan perluasan pada pelayanan bidang sekolah dan piagam atau ijazah sampai ribuan. Sehingga tidak aneh, apa yang telah banyak diajarkan kiai di masa lalu telah dibatasi dengan mempertimbangkan akomodasi terhadap tantangan sekolah formal.

Berkenaan dengan kajian kepemimpinan karismatik dan pengaruhnya bagi santri dan masyarakat yang dilakukan oleh Z. Dhofier, C. Geertz, SA. Buresh, L. Khuluq, A. Zaini menunjukkan bahwa (1) kepemimpinan kiai karismatik itu karena memiliki karamah dan menjadi sumber barakah. Untuk menjaga karismatiknya sehingga menjadi sangat terkenal kiai berupaya menetapkan pertalian darah dengan banyak kiai terkenal, (2) komunikasi antara kiai, santri dan masyarakat masih terjalin dengan baik melalui peranan agen perubahan dari perantara budaya, (3) Kiai sepuh (utamanya pendiri ormas NU) berpengaruh kepada santri dan masyarakat karena peranannya di dalam formulasi dan sifat ajaran yang mengekspresikan ulama salaf, (4) jejaring perluasan kiai melalui perluasan ikatan kekeluargaan dan jaringan ke ormas, (5) kiai sangat terbuka dengan perubahan bahkan perbedaan (pluralitas) buktinya kiai menyambut semua masyarakat tanpa membeda-bedakannya.

Page 27: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

19

3. Fungsi, Tugas dan Peranan Manajer

Berkenaan dengan fungsi, tugas dan peranan manajer (manajerial); SN. Duncanson dalam disertasinya yang berjudul “Influence of Followers’ Achievement Orientation and Self-Concept: An Alternate Explanation of Followers’ Evaluations of Charismatic, Relationship-Oriented, and Task-Oriented Leaders,” Faculty of the College of Education of Trident Unviersity International Cypress, pada tahun 2011, menyimpulkan bahwa asumsi masyarakat terhadap kepemimpinan kiai dapat digolongkan kepada: pertama, pengikut membedakan pilihan mereka untuk perbedaan gaya kepemimpinan (karismatik, pemimpin yang berorientasi jaringan dan tugas), dan berdasar pada perbedaan persepsi pengikut dan pemahaman yang sama tentang perilaku pemimpin. Kedua, hasil menunjukkan bahwa masyarakat terdidik (sarjana dan mahasiswa pasca sarjana di perguruan tinggi dan konsentrasi K-12) lebih suka kepada pemimpin yang berorientasi tugas.

A. Shalit dkk. dalam “Followers’ Attachment Styles and Their Preference for Social or for Personal Charismatic Leaders,” Leadership & Organization Development Journal, vol. 31, no. 5, pada tahun 2010, dimana kajiannya tentang isu kepemimpinan efektif itu lebih kompleks dari pada gabungan dari kepemimpinan situasi ataupun kepemimpinan tugas. Lebih dari itu, temuan bahwa orang yang bergantung lebih suka dipimpin oleh pemimpin karismatik yang berjiwa sosial, dan masyarakat yang mandiri lebih suka dipimpin oleh pemimpin karimatik yang memiliki personal. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan istilah kepemimpinan berbasis tugas dan masyarakat itu belum selesai.

Hen. Mintzberg dalam “The Nature of Managerial Work,” New York: Harper & Row, pada tahun 1973, mengatakan bahwa teori fungsi manajemen tidak kebal terhadap serangan. Ia melancarkan kritik yang keras bahwa kebanyakan yang dilakukan manajer tidak dapat secara pasti dikelompokkan menjadi lima fungsi. Ia percaya bahwa kedudukan manajer memberikan kekuasaan formal yang dapat dilakukan oleh unit organisasi yang memungkinkan manajer dapat memainkan peranan yang akan dapat dimasukkan dalam tiga kategori, yaitu interpersonal, informasional, dan desisional.85 Berkenaan dengan ketidakuniversalan teori manajemen, Mas'ud dalam “Mitos keuniversalan teori manajemen Amerika,” menyimpulkan bahwa tidak ada teori manajemen yang universal, baik itu dari Amerika maupun dari tempat lain.86

Perbedaan penulis dengan SN. Duncanson, A. Shalit dkk., Hen. Mintzberg, dan F. Mas’ud terletak pada sisi informal dari manajemen. Penulis berasumsi justru aspek di balik yang nyata adalah yang abadi dari apa yang dilakukan manajer. Kalau SN Duncanson dan A. Shalit dkk membahas tetang kepemimpinan karsimatik, situasioinal dan kepemimpinan berbasis tugas, serta Hen. Mintzberg membahas tentang informal manajemen, bersifat empirik dan apa yang nyata

85 Henry Mintzberg, The Nature of Managerial Work (New York: Harper & Row,

1973), 132-152. 86 Fuad Mas'ud, “Mitos Keuniversalan Teori Manajemen Amerika,” Jurnal Studi

Manajemen & Organisasi, vol. 1, no. 1 (Januari, 2004), 10-20.

Page 28: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

20

dilakukan manajer. Adapun, Mas’ud mengkonsentrasikan diri pada faktor psikologi manajer.

E. Kerangka Pemikiran

Skema kerangka operasional di atas adalah sebagai berikut: Skema fungsi Manajer

Skema Peranan Manajerial Kontra

Skema Peranan Spiritualitas Manajerial

Keterangan: Garis pelaksanaan Garis dasar pijakan Garis keterikatan Garis kontradiksi

Gambar 1.e.1 Kerangka Pemikiran Dari kajian terdahulu yang relevan di atas, penulis dapat membuat kerangka

operasional (lihat gambar 1.e.1 Kerangka pemikiran) sebagai berikut: pertama, dilihat dari sisi manajernya maka; (1) semua manajer harus menjalankan semua fungsi manajemen: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan; (2) apa yang dilakukan manajer tidak dapat secara pasti digolongkan ke dalam

Manajer

Interpersonal Informasional Decisioinal

Manajer

Perencanaan Pengorganisasian Pelaksanaan Pengontrolan

Manajer

Meditasi Mediasi Refleksi

Page 29: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

21

fungsi manajemen. Dengan demikian memungkinkan manajer memainkan peranannya yaitu interpersonal, informasional, dan decisional; (3) semua manajer menajalankan peranannya berdasarkan inspirasi melalui meditasi (intuisi, endogen, transenden), mediasi (kontemplasi), dan refleksi (teknik khusus). Kedua, dilihat dari sumbernya (dasar pijakan), maka manajer yang menjalankan fungsi manajemennya akan mendasarkan pada perencanaan. Sedangkan manajer yang lebih mengedepankan peranan manajerialnya akan mendasarkan peranannya pada informasi. Sedangkan, manajer yang menjalankan peranan inspirasinya akan mendasarkan pada meditasi. Ketiga, Dilihat dari prosesnya, maka antar satu konsep dengan lainnya memiliki keterkaitan. Fungsi manajemen akan berjalan baik jika berdasar pada perencanaan yang berbasis informasi dan inspirasi.

F. Metode Penelitian

Sebagai sebuah penelitian, maka diperlukan metode penelitian untuk lebih efesien bagi penulis dalam mengurai hasil penelitian, adapun metodologi tersebut disusun ke dalam: 1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah perilaku kepemimpinan dan peranan manajerial kiai dalam mengelola pesantren. Sedangkan, tempat penelitian utama di pesantren Bendakerep Cirebon Jawa Barat Indonesia. Tempat penelitian lain sebagai pembeda yaitu pesantren Gedongan Pangenan dan Buntet Astanajapura Cirebon.

Alasan penentuan tempat penelitian di beberapa tempat tersebut di atas adalah dikarenakan pesantren tersebut merupakan pesantren tertua dimana ketiganya masih satu keturunan dan memiliki ikatan persaudaraan yang kuat, dan masih mempertahankan tradisi lokal dan warisan leluhur yang telah mengglobal. Sementara, ketika pesantren lain yang ditinggal kiainya itu mengalami kebangkrutan dan ketika kiai bersaudara sedarah berkumpul dalam satu pesantren itu mengalami keributan dan pertengkaran tapi di tiga pesantren ini tidak demikian adanya. Namun, fokus penelitiannya adalah penelitian terhadap data tentang inspirasi kiai berdasar pada wawasan, fatwa, titipan dan warisan leluhurnya dalam mengelola (manajerial) pesantren sehingga mampu bertahan hingga sekarang.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penafsiran budaya. Pendekatan budaya digunakan untuk menggambarkan kebudayaan. Menurut perspektif ini seseorang peneliti mungkin dapat memikirkan suatu peristiwa dimana manusia diharapkan berperilaku secara baik. Penelitian dengan pendekatan ini mengatakan bahwa bagaimana diharapkan berperilaku dalam suatu latar kebudayaan.87 Dengan pendekatan ini, peneliti bermaksud menggambarkan pola dan inspirasi pimpinan yang diinternalisasikan ke dalam peranan manajerial.

87 Pupu Saeful Rahmat, “Penelitian Kualitatif,” Equilibrium, vol. 5, no. 9 (Januari-

Juni, 2009), 1-8.

Page 30: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

22

3. Jenis penelitian Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui pola

kepemimpinan dan manajerial kiai, maka penelitian ini menggunakan jenis kualitatif88 dengan diperkuat angket sebagai instrument kuantitatif.89

Metode yang digunakan untuk penelitian kualitatif adalah studi kasus90 dengan jenis interpretatif91 dan ex post facto. Metode ini digunakan untuk mencari data tentang berbagai inspirasi pimpinan berupa meditasi, dan mediasi. Selain itu, metode ex post facto yang berarti penelitian yang dilakukan setelah suatu kejadian itu terjadi. Dalam pengertian yang lebih khusus,92 Furchan menguraikan bahwa penelitian ex post facto adalah “penelitian yang dilakukan sesudah beberapa perbedaan dalam variable bebas terjadi.93 Dan penelitian ex post facto merupakan penelitian yang beberapa variabel bebasnya telah terjadi perlakuan (treatment).” Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data penggunaan intuisi dan refleksi

88 Jenis kualitatif memiliki ciri sebagai berikut: “…mengandalkan manusia sebagai

alat peneliti, mengarahkan sasaran pada usaha menemukan teori dari dasar, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi dengan fokus, dan tata kerja yang dikehendaki lebih menekankan pada observasi88 dan wawancara mendalam.” Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remadja Karya, 1989), 37.

89 Metode kuantitatif memiliki ciri sebagai berikut: disain: spesifik, jelas, terinci, ditentukan secara mantap sejak awal, menjadi pegangan langkah demi langkah. Tujuan: menunjukkan hubungan antar variabel, mentest teori, mencari generalisasi yang memiliki nilai prediktif. Teknik penelitian: eksperimen, survey, observasi berstruktur, wawancara berstruktur. Instrument penelitian: test, angket, wawancara, skala, computer, kalkulator. Data: kuantitatif, hasil pengukuran berdasarkan variabel yang dioperasionalkan dengan mneggunakan instrument. Samper: besar, representative, sedapat mungkin random. Analisis: pada taraf akhir setelah pengumpulan data selesai, deduktif, dan menggunakan statistic. PS. Rahmat, “Penelitian Kualitatif,” 5.

90 Yin (2003: 13-14) mendefinisikan studi kasus dalam dua bagian, sebagai berikut: (1) studi kasus adalah penyelidikan empiris bahwa: a) ia menyelidiki fenomena kontemporer dalam konteks kehidupan nyata, terutama ketika b) batasan antara fenomena dan konteks tidak jelas. (2) penyelidikan studi kasus; a) mengatasi situasi teknis yang khas dimana tiga atau lebih variabel kepentingan daripada data poin (angka), dan sebagai salah satu hasilnya, b) bergantung pada banyak sumber bukti, dengan data perlu berkumpul secara triangulasi, dan sebagai hasil lainnya, c) manfaat dari pengembangan proposisi teoritis sebelumnya untuk memandu pengumpulan dan analisis data. Michael D. Myers, Qualitative Research in Business & Management (London: SAGE Publication Ltd, 2009), 74-75.

91 Jenis penelitian studi kasus kedua bersifat interpretif. Penelitian studi kasus yang interpretatif bergantung pada epistemologi interpretif dan konstruktivis yang mendasari, yaitu kenyataan sosial dibangun secara sosial. Studi kasus secara umum berusaha memahami fenomena melalui makna yang diberikan orang kepada mereka. Tidak seperti studi kasus positivis, yang menentukan kualitas dalam hal validitas dan reliabilitas, studi kasus interpretif menentukan kualitas dalam hal masuk akal dari cerita dan keseluruhan argumen.

92 Whitney (1960) dalam LJ. Moleong, Metodologi Penelitian…, 37. 93 Arif Furchan, Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002), 383.

Page 31: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

23

inspirasinya. Sehingga akan tampak; refleksi dalam peranan manajerial mana yang berdasarkan inspirasi pimpinan.94

Adapun data yang diperoleh dari angket akan dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan keadaan umum responden dan data setiap variabel penelitian.95 Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum data-data temuan penelitian. Untuk variabel pola kepemimpinan dan intern-inspirasi terutama refleksinya ke dalam peranan manajerial, dengan deskripsi presentasi yang hasilnya dikonsultasikan dengan parameter yang ada.

4. Sumber Data

Data yang dikehendaki yaitu pola dan inspirasi pimpinan dalam mengelola institusi pendidikan baik berupa intuisi, transenden, dan endogen. Untuk itu, penelitian menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Pertama, sumber primer berarti data yang belum dipublikasi yang mana peneliti dapat mengumpulkannya secara langsung dari orang atau organisasi. Orang dan organisasi yang dimaksud adalah 3 kiai sepuh di Bendakerep, Gedongan dan Buntet, 10 kiai muda beserta 1 nyai, 3 ustadz dan 15 santri, 3 pengurus pesantren, 1 alumni karismatik, 1 pangeran di keraton Kanoman, 3 pejabat lurah dan desa, dan 3 pengurus ormas NU yaitu di MWC Bendakerep, Gedongan dan Buntet serta 3 RT dan RW dari masyarakat pesantren. Data primer meliputi data dari wawancara, kerja lapangan, dan dokumen yang tidak dipublikasikan seperti notulen pertemuan dan sebagainya. Kedua, data sekunder mengacu pada data yang telah dikumpulkan tapi telah dipublikasikan sebelumnya. Data sekunder termasuk buku yang diterbitkan sebelumnya, artikel surat kabar, artikel jurnal, dan lain-lain baik on-line maupun cetak.96

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data97 dalam penelitian ini adalah (1) teknik wawancara98 mendalam99 dan pribadi100 yang terstruktur untuk data yang berkenaan

94 Evaluasi ex post facto. Jika ada pengukuran nilai suatu penelitian, maka biasanya

dilakukan setelah penelitian selesai. Twedt mencoba menggunakan metode tersebut untuk mengevaluasi penelitian pasar yang dilakukan dalam suatu perusahaan besar. Dalam DR. Cooper and Emoory W.C., Metode Penelitian (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997), 68.

95 Masrukhi, “Manajemen Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pembangun Karakter (penelitian pada beberapa sekolah dasar di kota semarang)” Disertasi, Program Pascasarjana (Semarang, Universitas Negeri Semarang, 2008), 173.

96 MD. Myers, Qualitative Research…, 122. 97 Pilihan teknik pengumpulan data tertentu akan tergantung pada pilihan metode

penelitian sebelumnya, topik penelitian Anda, sejauh mana Anda mahir dengan teknik pengumpulan data kualitatif tertentu. Semakin mahir Anda dengan teknik khusus ini, kemungkinan besar Anda menggunakannya, dan semakin berharga kemungkinannya. Saat Anda mengumpulkan data kualitatif, Anda adalah instrumen penelitian, dan seperti yang akan dikatakan oleh musisi berpengalaman, semua instrumen perlu disetel. MD. Myers, Qualitative Research…, 121.

98 Wawancara kualitatif diibaratkan oleh Rubin & Rubin (2005) seperti kacamata malam, mengizinkan kita untuk melihat apa yang tidak biasa dilihat dan memeriksa apa

Page 32: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

24

dengan pola kepemimpinan dan manajerial inspirasi. Data tentang konfirmasi menggunakan wawancara semi terstruktur,101 dengan informan yaitu kiai sepuh dan muda sebagai segmen pertama dan kedua, pihak keluarga terdekat, santri serta pihak luar yang sesuai. (2) Teknik observasi102 dan studi dokumentasi103 (3) teknik penyebaran angket untuk data tentang kesesuaian peran kiai di lapangan.

yang dilihat tapi jarang terlihat (Rubin & Rubin, 2005) MD. Myers, Qualitative Research…, 121.

99 Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Dalam mencari informasi, peneliti melakukan dua jenis wawancara, yaitu autoanamnesa (wawancara yang dilakukan dengan subjek atau responden) dan aloanamnesa (wawancara dengan keluarga responden). PS. Rahmat, “Penelitian Kualitatif…,” 1-8.

100 Wawancara pribadi (personal interviewing) adalah percakapan dua arah atas inisiatif pewawancara untuk memperoleh informasi dari responden. Dalam DR. Cooper, Metode Penelitian, 289. Teknik wawancara: (1) meningkatkan kemauan responden sasaran pertama dalam sebuah wawancara (2) Pendahuluan. (3) merencanakan jadwal wawancara pada waktu lain. (4) Hubungan wawancara yang baik. (5) Mengumpulkan data. (6) Mencatat wawancara. (7) Seleksi dan pelatihan. Dalam DR. Cooper, Metode Penelitian…, 293-294.

101 Meskipun ada banyak jenis wawancara, semua wawancara dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe dasar. (1) wawancara terstruktur; Penggunaan pertanyaan yang telah dirumuskan awal, diatur secara ketat sesuai dengan urutan pertanyaan, dan terkadang diatur sehubungan dengan waktu yang tersedia. (2) wawancara semi terstruktur; Penggunaan beberapa pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya, namun tidak ada ketaatan yang ketat terhadap mereka. Pertanyaan baru mungkin muncul saat percakapan berlangsung. (3) wawancara tidak terstruktur; Sedikit jika ada pertanyaan yang dirumuskan sebelumnya. Akibatnya orang yang diwawancarai memiliki kebebasan untuk mengatakan apa yang mereka inginkan. Seringkali tidak ada batasan waktu yang ditetapkan. MD. Myers, Qualitative Research…, 124.

102 Sifat observasi. Observasi langsung terjadi apabila pengamat secara fisik hadir dan memantau kejadian yang sedang berlangsung. Observasi tidak langsung adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan studi-studi yang pencatatanya dilakukan oleh alat-alat mekanis, fotografis, atau elektronik. D.R. Cooper, Metode Penelitian, 361.

103 S. Arikunto mengistilahkan dengan metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Dengan metode ini berarti yang diteliti bukan benda hidup tapi benda mati. Peneliti memegang check-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 274.

Page 33: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

25

6. Teknik Analisa Data104 a. Preliminary

Dari hasil catatan lapangan, peneliti melakukan analisis pendahuluan atau preliminary analisis (pemeriksaan pendahuluan) terhadap data105 yang ada. Hasil dari analisis ini diasumsikan sebagai bahan perolehan data lanjutan apabila terdapat kekuranglengkapan data, sehingga dilakukan perolehan data susulan. b. Analisis Data

Data yang sudah diperoleh dianalisis melalui 4 langkah: (1) Kategorisasi. Kategorisasi data dalam aplikasinya diistilahkan dengan coding categories, yakni menyortir data deskripstif yang telah dikumpulkan, sehingga spesifikasi beberapa topik tertentu dapat dipisahkan dari data lainnya secara fisik.106 (2) Reduksi Data. Setelah kategorisasi data dilakukan ke dalam bentuk rangkuman data sesuai dengan fokus penelitian, sub-fokus penelitian atau klasifikasi fokus, selanjutnya dilakukan analisis data deskriptif dan perbandingan107 tentang kelengkapan dan relevansi data yang ada. Dari hasil analisis tersebut, maka proses reduksi data hanya dilakukan terhadap data yang benar-benar kurang relevan dengan fokus penelitian. (3) Display dan Klasifikasi Data. Display data dilakukan dengan maksud untuk melihat data secara keseluruhan, sedangkan klasifikasi data dipergunakan untuk melihat pengelompokkan data sesuai dengan fokus penelitian. Proses yang dapat dilakukan melalui pengelompokkan data ke dalam matrik (kerangka/bagan). (4) Interpretasi dan Verifikasi. Setelah berbagai langkah diatas dilakukan, data yang ada diinterpretasi sesuai dengan kebutuhan, sehingga proses penelitian terus berkembang secara dinamis. c. Generalisasi

Proses generalisasi senantiasa dilakukan dengan maksud untuk menemukan konsep-konsep dasar yang signifikan dengan masalah penelitian (grounded theory).108 Pendeskripsian serta pemahaman atas lingkungan sosial (atau lingkungan dalam konteks lainnya) seseorang (informan) merupakan hal yang sangat penting bagi pemahaman yang menyeluruh atas apa yang diteliti.109 d. Triangulasi

104 Analisis data. Sesudah pengumpulan data, kita masih harus menganalisisnya.

Analisis data biasanya mencakup pekerjaan meringkas data yang telah dikumpulkan menjadi suatu jumlah yang dapat dikelola, membuat ringkasan, mencari pola-pola tertentu, dan menerapkan teknik-teknik statistika. Dalam DR. Cooper, Metode Penelitian…, 73.

105 Analisis data. Bagian singkat mengenai metode-metode yang dipakai untuk menganalisis data diperlukan untuk proyek penelitian kontrak berskala besar dan disertasi doktoral. Pada proyek-proyek yang lebih kecil, metode analisis data yang akan dipakai tercakup dalam bagian desain penelitian. DR. Cooper, Metode Penelitian, 91. Memilih suatu desain dapat dipersulit dengan tersedianya banyak metode, teknik, prosedur, prtokol, dan cara-cara penarikan sampel yang bereda-beda. DR. Cooper, Metode Penelitian…, 65.

106 Bogdan dan Biklen dalam DR. Cooper, Metode Penelitian…, 72. 107 van de Bunt Melinda Mills, Gerhardi G & Jeanne de Bruijn, “Comparative

Research,” International Sociology, vol. 21, no. 5 (2006), 621. 108 Grounded theory adalah pengembangan suatu teori yang berhubungan erat kepada

konteks peristiwa dipelajari. Dalam PS. Rahmat, “Penelitian Kualitatif…,” 1-8. 109 DR. Cooper, Metode Penelitian…, 72-91.

Page 34: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

26

Pengujian terhadap keabsahan data yaitu dengan uji triangulasi110 antara data hasil wawancara, observasi,111 dan studi dokumentasi, atau antara sumber data satu dengan sumber data lainnya, seperti data angket.112

7. Cara Membaca Data

Gambar 1.f.2 Deskripsi Data Rumusan masalah penelitian ini adalah pola kepemimpinan dan manajerial

seperti apa yang terbentuk di pesantren Bendakerep, Gedongan dan Buntet

110 Ada lima jenis triangulasi yaitu: (1) Triangulasi waktu (diperluas oleh Kirk dan

Miller (1986) untuk memasukkan keandalan keandalan diakronis dari waktu ke waktu - dan keandalan sinkronis - kesamaan data yang dikumpulkan pada waktu yang sama); Triangulasi ruang; (2) gabungan tingkat triangulasi (misalnya individu, kelompok, organisasi, masyarakat); (3) triangulasi teoritis (mengacu pada teori alternatif); (4) triangulasi penyidik (lebih dari satu pengamat); (5) triangulasi metodologis (menggunakan metode yang sama pada kesempatan yang berbeda atau metode yang berbeda pada objek penelitian yang sama). Louis Cohen, Lawrence Manion & Keith Morrison, Research Methods in Education (5th Edition) (London & New York: Taylor & Francis e-Library, 2005), 113.

111 Sifat observasi. Observasi langsung terjadi apabila pengamat secara fisik hadir dan memantau kejadian yang sedang berlangsung. Observasi tidak langsung adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan studi-studi yang pencatatanya dilakukan oleh alat-alat mekanis, fotografis, atau elektronik. Dalam DR. Cooper, Metode Penelitian…, 361.

112 Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang di gunakan untuk memperoleh informasi dari responden, dalam arti laporan pribadi atau hal-hal yang diketahui. Bentuk angket ini digunakan disamping menghemat waktu, karena dapat menarik data atau jawaban dari seluruh sample pada saat bersamaan, juga memberikan keleluasaan kepada responden dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Teknik angket ini digunakan untuk mengetahui tentang hubungan antara teori manajemen dengan inspirasi pimpinan, dan perbandingan antar lembaga di Australia dan Indonesia. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 227.

Page 35: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

27

pesantren Cirebon? Rumusan ini hanya bisa dijawab secara mendalam dengan jenis penelitian kualitatif studi kasus yang didukung dengan salah satu instrument dari kuantitatif. Untuk mengetahui inspirasi yang diterapkan ke dalam peranan manajerial dan fungsi manajemen didapat dengan wawancara untuk data manajerial inspirasi dan dengan angket untuk data pola kepemimpinan sebagai instrument kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui proses inspirasi yaitu meditasi dan mediasi. Metode ex post facto digunakan untuk mengetahui intuisi pimpinan dan refleksinya. Kedua metode ini dilakukan dengan menggunakan alat wawancara, dan observasi. Data hasil wawancara dan observasi setelah melalui tahap triangulasi akan dianalisis dengan kateogrisasi, reduksi, dan interpretasi. Sedangkan, hasil data angket terhadap indikator pola kepemimpinan dan peranan manjerial akan diolah secara analisis deskriptif dengan indikator gaya kepemimpinan dan inspirasional.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan disertasi ini akan berbentuk pola besar berupa bab per bab, dimana pada setiap babnya akan dijabarkan dengan sub-bab guna memperkuat sistem antara konsep maupun hasil penelitian.

Bab I sebagai sebuah pendahuluan maka dibahas tentang (A) Latar Belakang Masalah, (B) Permasalahan, (C) Tujuan & Kegunaan Penelitian, (D) Penelitian Terdahulu yang Relevan, (E) Kerangka Pemikiran, (F) Metodologi Penelitian, dan (G) Sistematika Penulisan.

Bab II merupakan bab teori maka dibahas berbagai perdebatan para ahli tentang konsen masalah yang akan deteliti: (A) Kepemimpinan; 1. Pengertian kepemimpinan, 2. Konsep-konsep kepemimpinan, 3. Pola Kepemimpinan, 4. Gaya Kepemimpinan, 5. Peran dan fungsi kepemimpinan, dan 6. Perbedaan kepemimpinan dan manajer. (B) Diskusi Konsep Manajemen & Manajerial; 1. Konsepsi Teori Manajemen, 2. Perbincangan Peranan Manajerial, 3. Spiritualitas Peranan manajerial. (C) Kepemimpinan dan Manajemen Perspektif Islam; 1. Kepemimpinan dalam konsep Islam, 2. Manajemen dalam Konsep Islam. (D) Kepemimpinan Pesantren & Manajemen Pendidikan Islam; 1. Kepemimpinan pesantren, 2. Manajemen Pendidikan Islam, E. Kerangka Pemikiran Pola Kepemimpinan dan Manajerial; 1. Konsep Model, Pola & Gaya Kepemimpinan, 2. Funsgi, Peranan & Spiritualitas Manajerial.

Bab III adalah bab lokasi penilitan yang diulas tentang: (A) Kondisi Obejktif Pesantren; 1. Sejarah Berdirinya Pesantren, 2. Status Lahan, dan 3. Sarana dan Prasarana. (B) Santri dan Program Pesantren; 1. Santri, 2. Kegiatan dan Program, serta 3. Kealumnian. (C) Keuangan; 1. Sumber Dana Pesantren, dan 2. Administrasi Santri. (D) Masyarakat; 1. Masyarakat pesantren, dan 2. Tradisi di Pesantren.

Bab IV berisi tentang berbagai data yang meliputi: (A) Kriteria dan Proses Kepemimpinan Kiai; 1. Silsilah kiai sepuh, 2. Sepuh dan disepuhkan, 3. Prosesi kiai, dan 4. Pengalaman Pendidikan. (B) Kedudukan Kepemimpinan Kiai; 1. Struktur kiai, dan 2. Organisasi kiai, dan 3. Organisasi Asrama. (C) Tipe, Pola, Gaya dan Model Kepemimpinan Kiai; 1. Tata kelola & Eksistensi, dan 2.

Page 36: KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN KIAI DALAM PENDIDIKAN: …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38767/1/Abdul... · kebutuhan manajer dengan mengembangkan perilaku kepemimpinan

28

Regenerasi Kiai. (D) Peran dan Fungsi Kepemimpinan Kiai; 1. Tirakat, 2. Tarekat, dan 3. Pembaharuan dari Generasi ke Generasi.

Bab V sebagai bab inti mengulas data utama tentang, (A) Figur Kepemimpinan Leluhur: 1. Fatwa Keagamaan Leluhur sebagai Nilai; a. Dalil dalam Keyakinan, b. Dalil dalam Pemikiran, c. Dalil dalam Perbuatan, d. Dalil dalam Hubungan. 2. Wejangan Leluhur sebagai Norma. Dan 3. Budaya Leluhur sebagai Tradisi. (B) Fungsi manajemen di Pesantren; 1. Perencanaan, 2. Pengorganisasian, 3. Pelaksanaan, dan 4. Pengawasan. (C) Peranan Manajerial di Pesantren; 1. Peranan Interpersonal, 2. Peranan informasional, dan 3. Peranan Decisional. (D) Spiritualisme Manajerial di Pesantren; 1. Meditasi: Inspirasional dan Transendental Kiai; a. Proses Inspirasional Kiai, b. Transenden: upaya legitimasi keturunan, c. Spirit dalam Kepemimpinan, dan d. Kontemplatif: upaya kiai mempraktekkan Keyakinan. 2. Mediasi: Intuisi dan Kontemplasi Kiai; a. Upaya Kiai Berintegrasi Diri dan Interaksi Sosial, b. Endogen: Upaya kiai Menghadirkan model Lokal, dan c. Upaya kiai Menyikapi Tren Global. 3. Refleksi: Kebijakan berbasis Inspirasi; a. Upaya Koreksi diri dan Deteksi Kebijakan, dan b. Ikhtiar dalam Kepemimpinan. (E) Dasar Kebijakan dan Keputusan Kiai; 1. Kebijakan tentang Santri, 2. Kebijakan tentang Asrama, 3. Kebijakan tentang Masjid, 4. Kebijakan tentang Listrik, 5. Kebijakan tentang Budaya, Politik dan Ekonomi, dan 6. Kebijakan tentang Alumni.

Bab VI sebagai bab akhir yang berisi tentang, (A) Kesimpulan, dan (B)

Saran, diakhiri dengan penyertaan Daftar Pustaka dan berbagai lampiran-lampiran

dan riwayat penulis.