kepemimpinan kyai santri · setelah penulis pertimbangkan segi manfaatnya secara lebih luas dan...
TRANSCRIPT
KEPEMIMPINAN KYAIDAN KUALITAS BELAJARSANTRI
Drs. H. Rusman Pausin, M.Pd.I
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
KEPEMIMPINAN KYAI DAN KUALITAS BELAJAR SANTRI/ Drs.Drs. H. Rusman Pausin, M.Pd.I
Sidoarjo : Qisthos Digital Press 2010viii + 112; 20,5 x 14,5ISBN : 978-602-96781-0-9
1. Kepemimpinan Kyai 2. Pendidikan Islam I. Judul 297.73
Buku ini dilindungi undang-undangDilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
dalam bentuk apapun tanpa izin sah dari penerbit/penulis
KEPEMIMPINAN KYAI DANKUALITAS BELAJAR SANTRI
Penulis :Drs. H. Rusman Pausin, M.Pd.I
Editor :Drs. Sokhi Huda, M.Ag
Layout:Kang Oki
Desainer Sampul:Esha Sanai
Dicetak oleh:Qisthos Digital Press
Cetakan I, April 2010
Penerbit: Qisthos Digital PressTropodo Asri C-20 Sidoarjo [email protected]
Isi di luar tanggung jawab percetakan
iii
KATA PENGANTAR PENULIS
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah swt,yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta inayahNya,sehingga buku ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa adahambatan yang berarti, dan shalawat serta salam semoga tetapterlimpahkan atas junjungan kita Nabi Muhammad saw, yang telahmembimbing umatnya dari jalan kegelapan menuju jalan yangterang benderang.
Buku ini disusun atas dasar hasil penelitian tesis penulis padaprogram studi Manajemen Pendidikan Islam pada ProgramPascasarjana (S2) Institut Keislaman Hasyim Asy’ari (IKAHA)Tebuireng Jombang, tahun akademik 2005/2006.
Setelah penulis pertimbangkan segi manfaatnya secara lebihluas dan memperhatikan saransaran dari temanteman sejawat,maka penulis menerbitkannya dalam bentuk buku ini.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis menyampaikanterimakasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada pihakpikah yang yang telah penulis sebutkan pada laporan penelitian:(1) Drs. H.M. Fauzi Makarim (Rektor IKAHA), (2) Drs. EffendiKadarisman, MA., Ph.D (Direktur Program Pascasarjana IKAHA),(3) Prof. Dr. H. Sunarto, M.Sc. (Pembimbing), (4) K.H.M. Abd.Aziz Mansur (Pengasuh Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyiin,Jombang), (5) Pihakpihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Drs. SokhiHuda, M.Ag yang telah bersedia melakukan editing buku ini.
Penulis meyadari, bahwa apa yang telah tertuang dalam bukuini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, kepadasemua pihak diharapkan kritik dan saran konstruktifnya, untukperbaikan dan pengembangan seperlunya.
iv
Kepada semua pihak tersebut di atas, penulis sampaikan doa’Jazakum Allah Ahsan alJaza’.
Akhir kata, semoga buku sederhana ini bermanfaat bagipenulis, istri, dan anakanak, serta siapa saja sebagai motivasi untuksenantiasa berkarya tanpa mengenal putus asa, dan semoga Allahswt senantiasa meridai kita semua di dunia dan akhirat, Amin.
Tebuireng, 11 Maret 2010
Penulis
v
KATA PENGANTAR EDITOR
Buku ini sengaja membahas salah satu masalah penting dalamdunia tradisional, yaitu kyai. Masalah ini dipotret dalam interaksinyadengan masalah yang setradisional, yakni santri yang menjadi sasaranatau mitra dedikasi keilmuan kyai. Sedang fokus yang ditentukanadalah kepemimpinan kyai dan pengaruhnya terhadap kemampuansantri memahami kitab salaf.
Buku ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan terhadap PondokPesantren Tarbiyatun Nasyi’in, di Paculgowang,, Diwek, Jombang, JawaTimur. Dalam hal ini, subjek yang diteliti adalah K.H.M. Abdul AzizMansur (pengasuh pondok tersebut) dan para santrinya.
Dari hasil penelitian penulis, tampak cukup tandas karakternaturalistiknya. Penelitian naturalistik merupakan salah satu modelpenelitian kualitatif. Empat model lainnya adalah: (1) interpretatif,(2) grounded research, (3) etnografisetnometodologis, dan (4)interaksi simbolik. Menurut Noeng Muhajir, model naturalistikmerupakan salah satu model paradigma dalam perkembanganpenelitian kualitatif, dan merupakan model yang menemukankarakteristik kualitatif yang sempurna. Hal ini disebabkan olehkarena kerangka pemikiran, filsafat yang mendasari, ataupunoperasionalisasi metodologinya tidak bersifat reaktif atau sekadarmerespons dan tidak pula sekadar menggugat metodologikuantitatif, melainkan membangun sendiri kerangka pemikiran,filsafat, dan operasionalisasi metodologinya.1
Sebagaimana kadar hasilnya, dalam buku ini dapat ditemukankarakter model naturalistik sebagaimana disebutkan oleh Bogdan
1Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin,1990), hal. 146147.
vi
dan Biklen.2 Pertama, buku ini menampakkan latar (setting) alamiahyang dijadikan sebagai sumber data langsung. Hal ini dapat dilihatpada ungkapan datadata alamiah lapangan yang diperoleh dariteknik wawancara maupun observasi. Bahkan pada banyak bagianbuku ini menyajikan ungkapanungkapan alamiah kebahasaan darihasil wawancara maupun keperilakuan dari hasil observasi. Dengandemikian, tujuan penelitian naturalistik untuk mengetahuiaktualitas, realitas sosial dan persepsi manusia melalui pengakuanmereka memeroleh posisi yang akurat. Kedua, peneliti memberikanperhatian yang menonjol terhadap proses kepemimpinan kyaikaitannya dengan kualitas belajar santri. Ketiga, peneliti memberikantekanan pada analisis data secara induktif. Keempat, pemaknaandiberi perhatian serius dalam proses analisis data, verifikasi, sampaipada penarikan kesimpulan.
Buku ini disajikan menurut keadaan hasil penelitian yangdilakukan oleh penulis dalam studi S2nya. Oleh karenanya, hasilpenelitian yang dikemas dalam buku ini berkualitas akademik untukmenyumbangkan pengembangan wawasan fenomena lapanganterhadap khazanah ilmu pengetahuan, terutama tentangkepemimpinan dalam manajemen pendidikan Islam, khsususnyapondok pesantren.
Demikian pengantar singkat ini. Editor mengucapkan“Selamat membaca buku ini!”, dan semoga bermanfaat.
Tebuireng, 15 Maret 2010
Editor
2Lihat Bogdan & Biklen, Qualitative Research in Education (Boston: Allyn &Bacon, 1982), h. 2730, yang mengemukakan empat karakter penelitiannaturalistik. Bandingkan dengan Guba, sebagaimana dikutip oleh NoengMuhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 126130, yang mengemukakanempatbelas karakter penelitian naturalistik.
vii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Penulis ........................................................... vKata Pengantar Editor ............................................................ viiDaftar Isi ................................................................................. ix
Bagian PertamaPENDAHULUAN ................................................................. 1
Bagian KeduaKONTEKS DAN POLA KEPEMIMPINAN KYAIA. Pola Umum Kepemimpinan ............................................ 11B. Pola Khusus Kepemimpinan ............................................ 20C. SyaratSyarat Imam atau Khalifah .................................... 26D. Kepemimpinan di luar Struktur Organisasi .................... 31E. Kepemimpinan Kyai ........................................................ 40F. Pengaruh Kyai .................................................................. 42G. Paham Kyai Sentris .......................................................... 47H. Kemampuan Siswa/Santri ................................................ 49
Bagian KetigaMETODE PENELITIAN ..................................................... 57
Bagian KeempatKEPEMIMPINAN KYAI DAN KEMAMPUAN BELAJARSANTRI .................................................................................. 65
Bagian KelimaPENUTUP ............................................................................. 87
Daftar Pustaka ........................................................................ 91LampiranLampiran1. Interview Guide (Pedoman Wawancara) ........................... 942. Silsilah Keluarga Kyai ...................................................... 993. FotoFoto Dokumentasi ................................................... 101Biodata Penulis ....................................................................... 109Biodata Editor ........................................................................ 112
Bagian PertamaPENDAHULUAN
Keberadaan seorang kyai sebagai pimpinan pesantren ditinjaudari tugas dan fungsinya dapat dipandang sebagai fenomenakepemimpinan yang unik. Dikatakan unik, karena kyai sebagaipimpinan sebuah lembaga pendidikan Islam tidak sekedar bertugasmenyusun kurikulum, membuat peraturan tata tertib, merancangsistem evaluasi, sekaligus melaksanakan proses belajarmengajar yangberkaitan dengan ilmuilmu agama di lembaga yang diasuhnya,melainkan bertugas pula sebagai pembina dan pendidik umat sertamenjadi pemimpin masyarakat (Arifin, 1993: 45). Oleh karenaitu, keberadaan seorang kyai dalam tugas dan fungsinya dituntutuntuk memiliki kebijaksanaan dan wawasan, terampil dalam ilmuilmu agama, maupun menanamkan sikap dan pandangan serta wajibmenjadi suri teladan sebagai pemimpin yang baik (Sunyoto, 1990:82). Lebih jauh lagi, kebesaran seorang kyai dalam tugas danfungsinya sering dikaitkan dengan fenomena kekhususan yangbersifat supranatural dimana figur kyai sebagai seorang ulamadianggap pewaris risalah kenabian (Hasyim, 1963), sehinggakeberadaan seorang kyai nyaris dikaitkan dengan sosok yangmemiliki hubungan dekat dengan Tuhannya (Majid: 1985).
Legitimasi kepemimpinan seorang kyai secara langsungdiperoleh dari masyarakat yang menilai, tidak saja dari segi keahlianilmuilmu agama seorang kyai, melainkan dinilai pula dari
2 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
kewibawaan yang bersumber dari ilmu, kesaktian sifat pribadi dansering kali keturunannya (Abdullah, 1988: 33). Sekalipun secaraumum keberadaan kyai hanya dipandang sebagai pemimpininformal di Pesantren (informal leader), tetapi kyai dipercayamemiliki keunggulan baik secara moral maupun sebagai seorang‘alim. Pengaruh kyai diperhitungkan baik oleh pejabatpejabatNasional Pemerintah maupun oleh masyarakat umum(Hadar,1988).
Namun demikian pengaruh kyai tidak tergantung padaloyalitas komunitas terbatas yang didorong oleh perasaan hutangbudi orangorang desa atas jasajasanya, dan juga kedudukan merekatidak pula tergantung pada dukungan keluarga mereka. Pengaruhkyai sepenuhnya ditentukan oleh kualitas kekharismaan mereka(Horokoshi, 1987: 211212). Malahan dari kualitas kekharismaanseorang kyai pada gilirannya diyakini oleh masyarakat dapatmemancarkan berkah bagi umat yang dipimpinnya, dimana konsepberkah ini berkaitan dengan kapasitas seorang pemimpin sudahdianggap memiliki karamah, yaitu suatu kekuatan gaib yangdiberikan oleh Tuhan kepada siapa yang dikehendakiNya(Mastuhu, 1991: 89).
Berdasarkan uraian di atas bahwa kepmimpinan kyai danpengaruhnya terhadap kemampuan santri memahami kitab salaf,sangat ditentukan oleh kondisi fisiologis dan pisikologis seorangkyai dalam mendidik santrisantrinya.
Kondisi fisiologis. Pada umumnya sangat berpengaruhterhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaansegar jasmaninya akan berlaian belajarnya dari orang yang dalamkeadaan kelelahan. Anakanak yang kekurangan gizi ternyatakemampauan belajarnya di bawah anakanak yang tidak kekurangangizi; mereka lekas lelah, mudah ngantuk, dan sukar menerimapelajaran. Noehi Nasution, dkk. (1993: 6).
3
Selanjutnya menurut Noehi, hal yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi panca indra (mata, hidung, pengecap, telinga,dan tubuh), terutama mata sebagai alat untuk melihat dan telingasebagai alat untuk mendengar. Sebagian besar yang dipelajarimanusia (anak) yang belajar langsung dengan membaca, melihatcontoh, atau model, melakukan observasi, mengamati hasilhasileksperimen, mendengarkan keterangan guru, mendengarkanceramah, mendengarkan keterangan orang lain dalam diskusi dansebagainya. Karena pentingnya peranan penglihatan dan pendengaraninilah maka lingkungan pendidikan formal orang melakukanpenelitian untuk menemukan bentuk dan cara penggunaan alatperaga yang dapat dilihat dan didengar.
Aspek fisiologis ini diakui mempengaruhi pengelolaan kelas.Pengajaran dengan pola klasikal perlu memperhatikan tinggirendahnya postur tubuh anak didik. Postur tubuh anak didik yangtinggi sebaiknya ditempatkan di belakang anak didik yang bertubuhpendek. Hal ini dimaksudkan agar pandangan anak didik ke papantulis tidak terhalang oleh anak didik yang bertubuh tinggi. Anakdidik yang berjenis kelamin sama ditempatkan pada kelompokanak didik sejenis. Demikian juga anak didik yang perempuan,dikelompokkan pada kelompok sejenis. Pola pengelompokan yangdemikian sangat baik dalam pandangan moral dan agama.
Tinjauan fisiologis adalah kebijakan yang pasti tidak dapatdiabaikan dalam penentuan besar kecilnya, tinggi rendahnya kursidan meja sebagai perangkat tempat duduk anak didik dalammenerima pelajaran dari guru di kelas. Perangkat tempat duduk inimempengaruhi kenyamanan dan kemudahan anak didik ketikasedang menerima pelajaran di kelas. Hal ini berdampak langsungterhadap tingkat konsentrasi anak didik dalam rentangan tertentu.Anak didik akan betah duduk berlamalama di tempat duduknyabila sesuai dengan postur tubuhnya.
1. Pendahuluan
4 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Kondisi psikologis. Belajar pada hakikatnya adalah prosespsikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi pisikologistentu saja mempengaruhi kemampuan belajar seseorang, ini bertartibelajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti dariluar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor daridalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukanintensitas belajar seorang anak. Meski faktor luar mendukung, tetapifaktor pisikologis tidak mendukung, maka faktor luar itu akankurang signifikan. Oleh karena itu, minat, kecerdasan, bakat,motivasi, dan kemampuankemampuan kognitif adalah faktorfaktor pisikologis yang utama mempengaruhi peroses dan hasilbelajar anak didik (Jamarah, 2002: 156157).
Berdasarkan hasil penelusuran penulis, hal tersebut di atasbelum pernah diteliti orang lain. Oleh karena itu, maka penelititertarik untuk meneliti masalah “Kepemimpinan Kyai danPengaruhnya terhadap Kemampuan Santri Memahami Kitab Salafdi Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Paculgowang, KecamatanDiwek, Kabupaten Jombang”.
Penelitian terhadap masalah tersebut difokuskan padamasalah kepemimpian K.H.M. Abdul Aziz Mansur terhadapkemampuan santri memahami kitab salaf. Penentuan fokus inididasarkan pada alasanalasan yang dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, kepemimpinan merupakan “Hubungan yang eratantara seorang dan sekelompok manusia, karena adanya kepentinganbersama; hubungan itu ditandai dengan tingkah laku yang tertujudan terbimbing dari pada manusia yang seorang itu; manusia atauorang ini biasanya disebut yang memimpin atau pemimpin,sedangkan kelompok manusia yang mengikutinya disebut yangdipimpin”, dikutip oleh EK. Imam Munawwir dari Ensiklopediumum dalam bukunya:” Azazazaz Kepemimpinan Dalam Islam(tt,: 1314).
5
Kedua, kyai bukan berasal dari bahasa Arab melainkan daribahasa Jawa (Ziemek, 1986: 130). Katakata kyai mempunyaimakna yang agung, keramat, dan dituahkan. Untuk bendabendayang dikeramatkan dan dituahkan di Jawa seperti keris, tombak,dan benda lain yang keramat disebut Kyai (Moebiman,1970:39).Selain untuk benda, gelar kyai juga diberikan juga kepada lakilakiyang lanjut usia, arif dan dihormati di Jawa (Ziemek, 1986).
Namun pengertian paling luas di Indonesia, sebutan kyaidimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yangsebagai muslim terpelajar telah membaktikan hidupnya untuk Allahserta menyebarluaskan dan memperdalam ajaranajaran danpandangan Islam melalui kegiatan pendidikan (Ziemek, 1986;Poerwodarminto,1976, Geertz,1981; Koencaraningrat, 1984;Horikoshi,1987).
Kepemimpinan kyai digambarkan Ziemek (1986:138),sebagai sosok kyai yang kuat kecakapan dan pancaran kepribadiannyasebagai seorang pemimpin pesantren, yang hal itu menentukankedudukan dan kaliber suatu pesantren. Kemampuan kyaimenggerakkan massa yang bersimpati dan menjadi pengikutnyaakan memberikan peran strategis baginya sebagai pemimpininformal masyarakat melalui komunikasi intensif dengan pendudukyang mendukungnya. Sehingga dalam kedudukkan itu Sunyoto(1990) berpendapat bahwa kyai dapat disebut sebagai agen of changedalam masyarakat yang berperanan penting dalam suatu prosesperubahan sosial.
Ketiga, pengaruh kepemimpinan kyai menurut Geertz (dalamZiemek, 1986), terhadap masyarakat lewat ungkapan bangsawanSunda Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat, sebagaiberikut:”…Orang yang tidak pernah menjadi siswa dalam suatupesantren… nyaris tidak dapat menyadari betapa besar kekuasaanmoral sang ulama atas massa rakyat”.
1. Pendahuluan
6 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Pengaruh kyai pesantren menengah dan besar, daya motivasimereka di kalangan penduduk pedesaan acap kali berdasarkankekuatan kharismatik. Seni berbicara dan berpidato yang terlatih,digabung dengan kecakapan menguasai jiwa penduduk desa,mengakibatkan kyai dapat tampil sebagai juru bicara masyarakatyang diakui. Dengan demikian ia mempunyai kemungkinan yangbesar sekali untuk mempengaruhi pembentukan kehendak dikalangan penduduk (Ziemek, 1986).
Gambaran kecakapan manipulatif karena sifatsifatkharismatik kyai di Jawa Barat digambarkan Horikoshi (1987:221222) sebagai berikut:
“… Seorang yang memiliki kharisma mampu membaca pikiranhadirin sebab ia telah mengembangkan penghargaan akan berbagaijenis manusia; ulama’, petani desa, santri, teman kelas, orang tidakdikenal di jalan, ketika mereka pergi dari pesantren ke pesantrendalam rangka mencari kyaikyai ternama dan kearifan para walimaupun penduduk desa yang bodoh dan menghadapi kesusuahan;dalam hal ini kyai bertindak sebagai penasehat rohaniyah… tidakada yang lebih penting bagi seorang kharismatik selain mampumemanipulasi jiwa hadirin. Untuk melakukan hal ini, ia harussepenuhnya melengkapi tenaga etos budaya mereka, dankemampuan untuk menggunakan citracitra yang akan menciptkaninteraksi yang tepat… tujuan pembnicaraan adalah menciptakanperspektif dirinya. Daya tariknya pada hadirin bagaikan suatupersonofikasi etos dan nilainilai yang hidup dimasyarakat”.
Ahli lain, Wahid (1978) menggambarkan lebih simpelkepemimpinan kyai yang timbul sebagai pendiri pesantren yangbercitacita tinggi dan mampu mewujudkannya. Kepemimpinanini biasanya didasarkan pada tempaan pengalaman dan dilandasikeunggulankeunggulan potensial dalam pribadinya sehingga dapatmengalahkan pribadipribadi lain disekitarnya. Kepemimpinan kyaiini diterima di masyarakat sejak ratusan tahun silam, terutama olehwarga pesantren sebagai pendukung utamanya.
7
Keempat, kemampuan berasal dari bahasa Inggris:“Potentiality”, berarti kemampuan atau dari kata “Potential”, yangberarti kesanggupan, tenaga,kekuatan, atau “Potentially”, yangberarti kemungkin besar, he’s potentially autstanding,kemampuannya mungkin luar biasa (J.M.Echolas, H.Shadaly,1984: 440).
Kelima, santri kata santri menurut C.C. Berg (dalam Gibb,1932: 257), berasal dari istilah shastri yang diambil dari kata bahasaIndia yang bermakna orangorang yang mengetahui kitabkitab suciagama Hindu atau seseorang sarjana ahli kitabkitab suciHindu.Chaturverdi dan Tiwari (1970) mengatakan bahwa katasantri berasal dari kata shastra yang berarti buku suci tentang ilmupengetahuan. Sementara Geertz (1960:178) mengartikan kataSansekerta shastri dengan makna ilmuan Hindu yang pandaimenulis, yang telah diadaptasikan menjadi kata santri dan dapatdigambarkan dalam makna yang sempit maupun makna luas.
Dalam arti yang sempit santri bermakna seorang pelajarsekolah agama yang bermukim di suatu tempat yang disebut pondokatau pesantren. Sedang dalam arti luas dan lebih umum kata santrimengacu pada identitas seseorang sebagai bagian dari variankomunitas penduduk Jawa yang menganut Islam secara konsekwen,yang sembahyang dan pergi ke masjid jika hari Jum’at dan sebagainya(Arifin, 1993: 4).
Keenam, memahami berasal dari bahasa Arab Fahmun,artinya faham, pengertian, tahu atau dari kata fahimun yang artinyalekas faham, mengerti atau faahimun artinya yang mengerti (Yunus,1990: 325).
Ketujuh, kitab berasal dari bahsa Arab kitaabun yang artinyabuku atau kitab, atau al Kitab dapat diartikan Kitab Qur’an, Taurat,dan Injil (Marbawi, 172).
1. Pendahuluan
8 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Kedelapan, salaf dari akar kata bahasa Arab yang artinya“mendahului”. AlQuran menggunakan kata salaf untuk merujukmasa lalu (Q.S. alMaidah: 95; Q.S. alAnfal: 38). Dalam leksikonArab, salaf adalah leluhur yang saleh (alsalaf alshaleh), dan seorangsalafi adalah orang yang mengambil alQur’an dan Sunnah sebagaisatusatunya sumber untuk peraturan agama (AlMu’jam alWasith,I: 461).
Siapa yang dianggap generasi salaf adalah masalah kontroversial; namun kebanyakan ulama sepakat bahwa salaf terdiri atastiga generasi Muslim pertama. Hal ini membentang tiga abad danmencakup para sahabat Nabi, alshahabah, yang berakhir pada Anasibn Malik (W.91 H/710 M atau 93/ 712); pengikut mereka, altabi’in (180/796); dan pengikut dari pengikut mereka, tabi’ altabi’in(241/855). Ahmad ibn Hambal (164241/780855) dianggapsebagai orang terakhir dari generasi salaf. Ketiga generasi inidipandang tinggi oleh kaum Muslim selanjutnya, atas persahabatanmereka dengan Nabi dan kegiatan mereka pada masa Nabi, danatas pemahaman serta praktik Islam mereka yang murni, sertasumabngan mereka bagi Islam (Ensiklopedi 0xpord, 5, 1995: 104).Sedang istilah salaf di Indonesia biasa dikaitkan dengan Kitab salaf,“sebagai produk pemikiran ulama masa lampau (alsalaf) yang ditulisdengan format khas pramodren, sebelum abad ketujuhbelasaanM (Mochtar: 222), dalam Pesantren Masa Depan, WacanaPemberdayaan dan Transformasi Pesantren.
Kesembilan, di Pondok Pesantren Tarbiyatuin Nasyi’inPaculgowang adalah nama sebuah pasantren yang diasuh olehK.H.M. Abdul Aziz Mansur bertempat di Dusun Paculgowang.
Berdasarkan konsep fokus judul di atas dapat disimpulkan,bahwa yang diamaksud adalah Hubungan Kyai H.M. Abdul AzizMansur dan pengaruhnya terhadap kemampuan santri membacakitabkitab terdahulu sebelum abad ketujuhbelasan.
9
Penelitian terhadap masalah tersebut di atas, bertujuan untukmenganalisis tipe kepemimpinan Kyai H.M. Abdul Aziz Mansurdan pengaruhnya terhadap kemampuan santri mahdlah (murni),santri yang telah mendapat amanat sebagai mustahiq, munawib,dan badal kyai dalam memahami kitab salaf yang ditulis oleh paraulama sebelum abad ketujuhbelasan. Selain itu, penelitian inibertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kepemimpinanK.H.M. Abdul Aziz Mansur dalam mendidik dan mengasuh parasantri ‘mahdlah, mustahiq, munawib, dan badal kyai agar betulbetul menjadi penerus perjuangan para ‘alim di muka bumi.
Sejauh penelitian ini dilakukan dan disajikan hasilnya,diharapkan ada manfaatnya untuk memberikan informasi tentangtipe kepemimpinan kyai dan pengaruhnya terhadap kemampuansantri memahami kitab slaf, kepada masyarakat pada umumya,kepada wali santri sebagai penyandang dana keberhasilan putranyadalam mencari ilmu pengetahuan agama. Manfaat lain yangdiharapkan adalah sebagai kotribusi keilmuan bagi masyarakat luasagar mengetahui tipetipe kepemimpian kyai dalam mendidik danmengasuh para santri sebagi kader penerus perjuangan para ‘alim,sekaligus sebagai pewaris para nabi.
1. Pendahuluan
Bagian KeduaKONTEKS DAN POLA KEPEMIMPINAN
KYAI
A. POLA UMUM KEPEMIMPINAN
Dalam kehidupan manusia di dunia banyak ditemui usahakerja sama untuk mencapai tujuan tertentu yang disepakati bersama.Kerjasama itu dilakukan oleh beberapa orang (dua orang atau lebih),dalam berbagai kegiatan yang terarah pada tujuan, yang lebih mudadicapai dari pada jika dikerjakan sendiri. Keseluruhan proses kerjasama itu disebut organisasi. Dengan kata lain organisasi adalah prosesatau rangkaian kegiatan kerja sama sejumlah orang, untuk mencapaitujuan tertentu. Dalam kenyataannya banyak usaha kerja sama ituyang diatur secara tertib dan terarah, sehingga berwujud sebagaisuatu sistem. Oleh karena itu “organisasi diartikan juga sebagai suatusistem kerja sama sejumlah orang (dua atau lebih) untuk mencapaisuatu tujun” (Hadari, Martini, 2004: 8).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dibedakan anataraorganisasi formal dengan organisasi nonformal. Organisasi formalmemiliki struktur yang relatif permanen, sebagai pembagian/pembidangan kerja, baik secara berjenjang (vertikal) maupun merata(horizontal). Kegiatan di dalam organisasi ini dilakukan denganprosedur dan mekanisme yang statis, pasti dan teratur. Organisasinon formal memiliki sturktur semi permanen, mudah berubah
12 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
dan berkembang, sehingga dapat berbedabeda anatara jenisorganisasi yang sama. Demikian pula prosedur dan mekanisme kerjadi dalamnya, yang meskipun sudah ditetapkan sehingga bersifatrelatif statis, namun pelaksanaannya cendrung untuk disesuaikandengan situasi/kondisi sesaat, sehingga mudah berubah danberkembang. Salah satu bentuknya adalah organisasi volunter, yangterbentuk karena anggotanya terdiri dari tenaga sukarela, untukmengabdi terhadap kemanusiaan melalui berbagai bidang sosial,pendidikan, agama, kebudayaan dan lainlain.
Dalam kenyataannya apapun bentuk suatu organisasi, pastimemerlukan seseorang dengan atau tanpa dibantu oleh orang lain,untuk menempati posisi sebagai pimpinan/pemimpin (leader).”Seseorang yang menduduki posisi pemimpin di dalam suatuorganisasi mengemban tugas melaksanakan kepemimpinan(leadership) adalah kegiatannya. Sehubungan dengan itu untuksementara dari segi organisasi, kepemimpinan dapat diartikan sebagaikemampuan/ kecerkasan mendorong sejumlah orang (dua orangatau lebih) agara bekerja sama dalam melaksanakan kegitankegiatanyang terarah pada tujuan bersama” (Hadari, Martini, 2004: 89).
Dari urian diatas dapat diuraikan pengertian organisasi formaldan nonformal kaitannya dengan kepemimpinan dari kedua polatersebut sebagai berikut.
1. Kepemimpinan dalam Konteks StrukturalKepemimpinan dalam konteks struktural ini terkait pada
pembidangan kerja yang disebut struktur organisasi. Apabila suatuunit dipandang sebagai total sistem, maka pembidangannya sebagaiunit yang lebih kecil merupakan subsistem. Sehubungan denganitu “sistem diartikan sebagai suatu keseluruhan yang terdiri dariberbagai unsur atau elemen (bidang) yang saling berhubungan satudengan yang lain”(Hadari, Martini, 2004: 9).
13
Suatu total sistem memiliki pimpinan tertinggi (pucukpimpinan) dengan dibantu oleh para pimpinan pada subsistem dilingkungan masingmasing organisasi. Sehubungan dengan itu adapihak yang berpendapat bahwa yang dapat ditempatkan sebagaitotal sistem adalah organisasi yang pucuk pimpinan (pimpinantertinggi) di lingkungannya, tidak memiliki lagi pimpinan atasanatau yang lebih tinggi dari posisi pimpinan organisasi tersebut.
Selanjutnya subsistem yang terdapat di dalam suatuorganisasi pada dasarnya merupakan unitunit kegiatan/kerja yangberisi pekerjaan sejenis yang disebut struktur organisasi. Dengankata lain “struktur organisasi adalah kerangka atau susunan unitatau satuan kerja atau fungsifungsi yang dijabarkan dari tugas /kegiatan pokok suatu organisasi, dalam usaha mencapai tujuannya”(Hadari, Martini 2004: 9). Setiap unit mempunyai posisi masingmasing, sehingga ada unit yang berbeda jenjang/ tingkatannya danada pula yang sama jenjang/tingkatannya, anatara satu dengan yanglain. Apabila setiap unit digambarkan dengan kotakkotak ataulingkaranlingkaran kecil di atas kertas, dengan menempatkannyapada jenjang masingmasing, maka akan diperoleh suatu BaganOrganisasi.
Dalam bagan tersebut biasanya digambarkan juga garisgaris,baik yang putusputus dan tidak maupun titiktitik yangmenghubungkan unit yang satu dengan yang lain. Garisgaris itumenggambarkan hubungan yang mewarnai mekanisme danprosedur kerja di lingkungan suatu organisasi. Garis yang tidakputus. Biasanya digunakan untuk menggambarkan hubungan kerjayang bersifat instruktif/komando. Sedang garis putusputus,biasanya bermaksud menggambarkan hubungan kerja konsultatif,dan titiktitik merupakan gambaran hubungan dengan unit nonstruktural yang bersifat membantu, karena berada di luar strukturresmi yang ditetapkan untuk suatu organisasi.
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
14 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Dalam konteks struktural seperti tersebut diatas. Baik pucukpimpinan maupun pimpinan pembantu pada unitunit adalahorangorang yang diangkat oleh suatu kekuasaan, yang memilikiwewenang untuk itu. Pengankatan dilakukan secara resmi/formal,dengan mengeluarkan Surat Keputusan. Tugas pokok pemimpindalam konteks struktural berorientasi sepenuhnya pada tujuanorganisasi yang ditetapkan oleh organisasi atasannya, sesuai denganbidang gerak/garapannya. Oleh karena itu “kepemimpinan dalamkonteks ini dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi pikiran,tingkah laku, dan mengarahkan semua fasilitas untuk mencapaitujuan organisasi yang telah ditetapkan keikutsertaan anggotakelompok merumuskannya” (Hadari, Martini 2004: 11).
Dalam kepemimpinan seperti itu “dikenal sekurangkurangnya tiga jenjang pemimpin yang terdiri dari pimpinantertinggi/pucuk pimpinan, pimpinan menengah dan pimpinantingkat terendah” (Hadari, Martini, 2004: 11). Sehubungan denganitu apabila anggota diikutsertakan merumuskan tujuan organisasi,biasanya dilakukan secara terbatas. Pucuk pimpinan dapatmenyelenggarakan musyawarah dengan anggota, baik semuanyamaupun secara perwakilan. Akan tetapi tidak mustahil musyawarahsebagai instansi organisasi yang tertinggi tidak digunakan untukmengikutsertakan anggota, tetapi sekedar dimanfaatkan untukmenyampaikan program, termasuk tujuantujuan yang telahdirumuskan oleh pimpinan tertinggi dan stafnya. Di samping itubiasanya dilengkapi pula dengan penyampaian instruksi danpetunjuk pelaksanaan program untuk mencapai tujuantujuan yangtelah dirumuskan tersebut.
Dari uraianurain diatas jelas bahwa kepemimpinan dalamkonteks struktural terikat tidak saja pada bidang atau subbidangyang menjkadi garapnanya, tetapi juga oleh rumusan tujuan dan
15
program pencapaiannya yang telah ditetapkan oleh pimpinan yanglebih tinggi. Sehubungan dengan itu kepemimpinan diartikansebagai proses pemberian motivasi agar orangorang yang dipimpinmelakukan kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan program yangtelah ditetapkan. Kepemimpinan juga berarti usaha mengarahkan,membimbing dan mempengaruhi orang lain, agar pikiran dankegiatannya tidak menyimpang dari tugas pokok unit/bidangnyamasingmasing.
Dalam keadaan seperti itu inisiatif dan kreativitas tidakmenyentuh tujuan dan program organisasi, dan jika masih diizinkan,sentuhannya hanya berkenaan dengan cara melaksanakan programagar tujuan lebih mudah dicapai. Inisiatif dan kreativitas tersebuttetap akan sulit dilakukan bilamana pimpinan unit tidak memilikiatau tidak mendapat pelimpiahan wewenang, selain kewajiban untukmelaksanakan kegiatan sesuai dengan yang di instruksikan. Dengankata lain kepemimpinan dalam konteks struktural tidak dapatmelepaskan diri dari siafat birokratis, meskipun tidak berartiseluruhnya bernilai nigatif. Sifat birokratis itu sejalan dengan uraiandiatas berarti cara melaksanakan program atau cara bekerja berpegangpada hirarkhi dan jenjang jabatan yang saling tidak boleh melampauiwewenang dan tanggung jawab masinghmasing. Birokrasi yangterlalu ketat akan mengakibatkan kepemimpian kurang berfungsi,karena fungsi pengambilan keputusan tidak dapat dilaksanakansecara cepat. Setiap keputusan pimpinan yang lebih rendah, bukansaja harus sejalan dengan kebijaksanaan dan keputusan pimpinanyang lebih tinggi, tetapi juga sering terjadi pengambilan keputusanharus disetujui lebih dahulu oleh pimpinan atasan.
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
16 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
2. Kepemimpinan dalam Konteks NonStrukturalDalam uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa organisasi
nonformal pada dasarnya tidak berorientasi pada struktur secarakaku. Sebuah organisasi non formal memang tidak dapatmelepaskan diri dari pembidangan tugas, sehingga terjadi/terbentukunitunit di dalamnya. Akan tetapi karena unitunit tersebut tidakditetapkan secara formal, maka sifatnya menjadi semi permanen.Sehubungan dengan itu mungkin saja ada organisasi nonformalyang melalui kesepakatan anggotanya, menempatkan strukturorganisasi yang sama pada wilayah yang sama. Di samping itu tidaksedikit pula organisasi nonformal yang bergerak dalam bidang yangsama di wilayah yang memiliki persamaan, ternyata strukturorganisasinya berbedabeda. Misalnya organisasi politik, yang dapatberbeda satu dengan yang lain dalam menempatkan unitunitnya,sehingga secara keseluruhan berbeda struktur organisasinya.
Demikian jugan yang terdapat di lingkungan organisasi sosial/kemasyarakatan lainnya seperti dibidang keagamaan, olahraga,keseniaan/kebudayaan, pendidikan, dan lainlain. Akan tetapiterdapat juga organisasi nonformal yang memiliki struktur yangrelatif permanen, seperti terdapat pada organisasi pramuka.Organuisasi non –formal yang tidak terikat pada struktur yangpasti dan statis itu, pada dasrnya merupakan suatu total sistem yangmemiliki juga subsistem berupa unitunit sebagai pembidangantugas pokonya. Unitunit itu tersusun scara hirarkhis atau berjenjang/bertingkat, dari yang tertinggi sampai yang terendah. Pada setiapunit tersebut diperlukan para pemimpin, selain seorang pucukpimpinan sebagi pimpinan tertinggi.
Dalam konteks nonstruktural seperti tersebut diatas, baikpucuk pimpinan maupun para pemimpin unit adalah orangorangyang diangkat oleh anggotanya karena berbagai sebab. Di anataranya
17
adalah karena’ berpengaruh dan dipercayai’. “Pengangkatannyasebagai pemimpin dilakukan pemberian Surat Keputusanpengangkatannya, sehingga kedudukannya sebagai pemimpinmenjadi resmi/formal, tidak lebih sekedar merupakan kegiatanpengukuhan belaka”(Hadari, Martini, 2004: 13).
Tugas pokok pemimpin dalam konteks nonstrukturalberorientasi pada kebersamaan, dimulai dari penentuan tujuankelompok/organisasi sesuai bidang gerak/garapannya. Langkahberikutnya dilakukan berupa kegiatan menyusun program (rencana)kegiatan dan melaksnakannya secara bersamasama. Tujuan,perencanaan/program dan pelaksanaannya selalu dapat berubah danberkembang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisikelompok/organissi dan lingkungan sekitarnya. Dalam keadaanseperti itu tujuan dan perencanaannya mungkin saja tertulis danmungkin pula tidak tertulis. Namun untuk meningkatkan“efektivitas dan efisiensi dalam melaksnakan tugaskepemimpinannya, sebaiknya pemimpin bersmasama anggotakelompok/organisasinya merumuskan secara tertulis” (Hadari,Martini, 2004: 13).
Berdasrkan uraian diatas, kepemimpinan dalam konteks nonstruktural dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi pikiran,perasaan, tingkah laku, dan mengarahkan semua fasilitas untukmencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan secara bersamasama pula. Usha perumusan tujuan dan rencana/program kegiatandapat dilakaukan bersama, karena biasanya kelompok/organisasiini tidak besar. Jumlah anggotanya tidak terlalu banyak. Dalamkeadaan kelompok/organisasi ini cukup besar dan anggotanyacukup banyak, musyawarah masih dapat dilakukan. Dalamhubungan ini musyawarah tidak sekedar dilakukan antara parapemimpin yang terdiri atas pucuk pimpinan, pimpinan menegahdan pimpinan terendah.
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
18 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Musyawarah dilakukan juga dengan perwakilan anggota yangdipilih oleh anggota pada unitnya masingmasing. Musyawarahtidak digunakan sekedar untuk menyampaikan instruksiinstruksi,tetapi justru secara bersamasama mencari dan menggali pokopokokkebijaksanaan, yang dalam pelaksanaanya dapat dikemabangkanoleh anggota dalam unitnya masingmasing. Dalam keadaan sepertiitulah, maka kreativitas dan inisiatif anggota yang relevan dan dinilaibaik, selalu dapat disalurkan (Hadari, Martini, 2004: 14). Dalammenjabarkan keputusankeputusan yang merupakan kewenanganpimpinan unit, setiap kreativitas dan inisiatif anggota dapatdikemabngkan dan dimanfaatkan.
Dengan demikian jelas bahwa sifat birokratis dalamkepemimpian ini ditekan atau dikurangi sampai pada batasminimum. Hubungan kerja formal tetap berlangsung, namun yanginformal tidak dibatasi. Dalam keadaan itu berarti setiap anggotadapat, boleh, dan mungkin saja berkomunikasi dan menjalinhubungan kerja sebagai upaya menunjang dan membantu pucukpimpinan dan pemimpinpemimpin unit masingmasing. “Sejalandengan itu maka kepemimpinan dapat diartikan sebagaikemampuan mempengaruhi, mengarahkan, dan membimbingperasaan, pikiran, dan tingkah laku orang lain, agar terdorongmengembangkan kreativitas dan inisiatif dalam melaksanakankegiatan yang terarah pada pencapaian tujuan bersama” (Hadari,Martini, 2004: 14). Dengan kata lain kepemimpinan berarti jugasebagai kemampuan memberikan motivasi agara anggota kelompo/organisasi bergerak/melakukan kegiatan untuk mencapai tujuanbersama.
Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa sebabsebab seseorangdipilih, dipercaya dan diangkat menjadi pimpinan dalam konteksnonstruktural anatara lain karena memiliki kelebihan dalam aspek
19
aspek keperibadiannya. Kelebihan itu menimbulkan kepercayaandan kesediaan mengikuti petunjuk, bimbingan dan pengarahannya.Kelebihan itu mungkin berupa kemampuan intelektual yangditampilkan dalam wawsan yang luas, kemampuan menyelesaaikanmasalah dan lainlain. “Di samping itu mungkin pula berupakesederhanaan, kejujuran, keterbukaan, dedikasi dan loyalitas,kepeloporan, dan sebagainya. Mungkin pula disebabkan popularitasdalam pergaulan, suka menolong, senang bekerja sama,bertaanggung jawab dan lainlain”(Hadari, Martini, 2004: 14).
Dalam kepemimpinan ini “hubungan antara pemimpin danorang yang dipimpin lebih longgar, baik dalam melaksanakan tugaskelompok/organisasinya maupun dalam menyelesaikan maslahmaslah pribadi”(Hadari, Martini, 2004: 14).
Hubungan yang longgar itu berlangsung karena pemimpinberasal dari anggota kelompok/organisasi, yang sebelumnyamerupakan orangorang yang senasib dan seperjuanagan. “Pemimpintidak saja mampu menghayati tugastugas yang harus dikerjakananggota kelompok/organisasinya, tetapi juga menghayatikepentingan/kebutuhan dan masalahmasalahnya” (Hadari, Martini,2004: 15). Oleh karena itu setiap keputusan selalu diorientasikanpada kebersamaan dengan anggota, dan bukan untuk melindungiposisinya (jabatannya) sebagai pemimpin. Di samping itu bahkandiyakininya pula bahwa perlindungan itu justru diperolehnya darirasa puas anggota terhadap kepemimpinannya. Rasa kebersamaanitulah yang menjadi faktor yang memudahkan pemimpinmengerakkan orangorang yang dipimpinnya, sebagai perwujudankepemimpinan yang efektif.
Bertolak dari kedua konteks kepemipinan diatas, maka dapatdismpulkan unsurunsur dalam kepemimpinan adalah sebagiberikut:
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
20 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
a. adanya seseorang yang berfungsi memimpin, yang disebutpemimpin (leader);
b. adanya orang lain yang dipimpin;c. adanya kegiatan menggerakkan orang lain yang dilakukan
dengan mempengaruhi dan mengarahkan perasaan, pikiran, dantingkah lakunya;
d. adanya tujuan yang hendak dicapai, baik yang dirumuskan secarasistematis maupun bersifat seketika;
e. berlangsung berupa proses di dalam kelompok/organisasi, baikbesar dengan banyak maupun kecil dengan sedikit orangorangyang dipimpin.
Demikianlah gambaran tetang pola umum kepemipinan,dilihat dari segi pengertian kepemimpinan pada umumnya.
B. POLA KHUSUS KEPEMIMPINAN
Pola khusus kepemimpinan yang dimaksud adalah polakepemimpinan dalam Islam. Hal ini dapat diuraikan sebagaiberikut.
Pertama, imam menurut bahasa ialah setiap orang yang dianutoleh suatu kaum, baik mereka berada dijalan lurus atau sesat(Manzhur, 14: 290291). Imam juga berarti benang yang diletakkandi atas bangunan, pada waktu membangun, untuk memeliharakelurusannya. Arti lain kata imam ialah, orang yang menggiringunta, sekalipun ia berada di belakangnya (Husaien, 1996: 108).
Kata imam dipakai untuk orang yang memimipin suatukaum yang berada di jalan lurus. Diantaranya dijelaskan dalam alQur’an Surat alFurqan ayat 74; Q.S. alBaqarah ayat 124; danQ.S. alQashash ayat 5, yang artinya: “… dan jadikanlah kamiimam bagi orangorang yang bertakwa; Dan (ingatlah) ketika
21
Ibrahim diuji Rabbnya dengan beberapa kalimat (perintah danlarangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman,“Sesungguhnya Aku menjadikanmu imam bagi seluruh manusia;Dan kami hendak memberi karunia kepada orangorang yangtertindas di bumi itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpindan menjadikan mereka orangorang yang mewarisi (bumi)(Husaien, 1996: 108109).
Kata imam digunakan untuk para pemimpin kesesatan, antaralain disebutkan dalam Q.S. Tawbah ayat 12; Q.S. alQashash ayat41; dan Q.S. alIsra’ ayat 71, yang artyinya: “… Maka pergilahpemimpinpemimpin orangorang kafir itu, karena sesungguhnyamereka itu adalah orangorang (yang tidak dapat dipegang) janjinya,agar suapaya mereka berhenti; Dan kami jadikan mereka pemipinpemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka, dan pada hari kiamatmereka tidak akan ditolong; (Ingatlah) suatu hari (yang dihari itu)Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya.” (Husaien, 1996:109).
Kendatipun kata imam atau imamah sering dipakai dalamalQur’an untuk para pemimpin kebaikan atau kesesatan, tetapilebih banyak dipakai untuk yang memberi petunjuk kepadakebaikan dan kemaslahatan.
Kedua, imam menurut para ahli tafsir dan lainnya. AlRazidi dalam tafsirnya mendefinisikan dengan “Setiap orang yangdijadikan teladan dalam masalah agama”(alRazi, 1: 170). Dengandemikian, Syafi’i adalah imam masalah fiqh, dan Bukhari adalahimam dalam masalah hadits.Imamah dalam shalat, menurutmereka, disebut imamah shughra (kepemimpinan kecil), sedangkanimamah umum dan menyeluruh dalam umat disebut imamahkubra (kepemimpinan besar).
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
22 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Akan tetapi Ibnu Hazm mensyaratkan jika yang dimaksudadalah imamah shughra, hendaklah dikhususkan denganmenyebutkan sesuatu yang menunjukan maksudnya, seperti imamshalat dan lainnya, karena makna yang terpahami secara umumkata imam ialah imamah kubra (AlMilal wa alNihal, 4: 9).
Abu alHasan alMawardi mendefinisikannya denganmengatakan, “Imamah dibentuk untuk menggantikan kenabaiandalam menjaga agama dan mengatur urusan dunia” (AlAhkam alSulthaniyah: 5). Definisi ini disepakati oleh Tafzani, kemudian iaberkata, “Kepemimpinan umum dalam agama dan dunia sebagaipengganti (khilafah) dari Nabi saw (Dhia’ alDin Rais, AlNazhariyat alSiyasah, 122).
Berdasarkan ayatayat alQur’an dan pendapat para ulamabahasa, tafsir dan aqidah di atas jelas semuanya sepakat bahwa imamadalah lafazh yang berarti kepemimpinan tertinggi di antara mereka;ke atas pundaknya diletakkan tanggung jawab kebaikan merekadalam agama dan dunia.
Ketiga, hukum mengangkat imam. Dalam hal ini terdapatdelapan poin penjelasan. Pertama, mengenai hukum mengangkatimam, Ibnu Hzm dalam kitabnya (AlMilal wa alNihal, 4: 87),mengutif kesepakatan semua pihak dari Ahli Sunnah, Murjiyah,Syi’ah dan Khawarij atas wajibnya mengangkat imam, dan bahwaumat wajib tunduk kepada seorang imam yang adil yangmenegakkan hukumhukum Allah dan Sunnah Rasulnya.
Kedua, Allah telah mewajibkan menaati uli alamri dalamlebih dari satu ayat.”Wahai orangorang yang beriman, taatilah Allahdan taatilah Rasul(Nya), dan uli alamr diantara kamu… (Q.S. alNisa’: 59).
Para ulama menguatkan pendapat yang mengatakan bahwamaksud uli alamri dalam ayat ini adalah para pemimpin (umara’)(Mawardi, tt.: 5). Kewajiban taat kepada pemimpin ini juga
23
dikuatkan oleh Sunnah Rasulullah saw yang diriwayatkan olehBukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah sawbersabda: “Barang siapa menaatiku, maka ia telah menaati Allah;dan barang siapa bermaksiat kepadaku, maka ia telah bermaksiatkepada Allah. Barang siapa menaati amir (pemimpin)ku, maka iatelah menaatiku; dan barang siapa membangkang kepada amirkumaka ia telah membangkang kepadaku” (Bukhari, 5: 124; Muslim,3: 1466).
“Mendengar dan menaati wajib atas seorang Muslim dalamhal yang ia sukai atau tidak, selama ia tidak diperintahkan(melakukan) kemaksiatan. Apabila diperintahkan (melakukan)kemaksiatan, maka tiak wajib mendengar dan menaati” (Bukhari,5: 23).
“Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw: Adalah Bani Isra’ildipimpin oleh para Nabi; setiap kali seorang Nabi meninggal.Digantikan oleh Nabi berikutnya. Dan sesungguhnya tidak adaNabi sesudahku, tetapi akan ada para khalifah, mereka banyak(jumlahnya). Para sahabat bertanya. “Apa yang engkau perintahkankepada kami? “Nabi saw bersabda, “Patuhilah bi’at yang pertama;berikanlah hak mereka, karena Allah akan menanyakan kepadamereka apa yang menjadi tanggung jawab mereka” (Bukhari, 5:410).
Kesimpulannya, jika menaati mereka diwajibkan oleh nashalQur’an dan alSunnah, maka apalagi menegakkan danmengangkat mereka menjdi wajib juga.
Ketiga, para ulama mengutip adanya kesepakatan ataswajibnya mengangkat imam. Imam mawardi berkata, “Menegakkanimamah bagi orang yang menjalankan pemerintahan dalam umat,adalah wajib secara ijma’i” (Mawardi, tt.: 35). Demikian pulapendapat Imam Nawawi dan Ibnu Khaldun (Fath alBari, 13: 122).
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
24 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Keempat, mengangkat imam secara ‘aqliy (rasional). AlMawardi berkata, “Menurut akal wajib mengangkat imam, karenasifat orangorang yang berakal sehat pasti bersedia tunduk kepadaseorang pemimpin yang dapat mencegah mereka dari kezalimandan memberikan keputusan bagi perselisihan dan permusuhan yangterjadi di antara meraka” (Mawardi, tt.: 5).
Perselisihan dan permusuhan ini timbul dari sifat fitri dantabiat manusia, lantaran manusia adalah makhluk sosial. Sedangsifat yang kedua ini (manusia sebagai makhluk sosial) melahirkanperadaban dan kemajuan. Selanjutnya, peradaban dan kemajuanyang dicapai oleh manusia menimbulkan persaingan antarmanusia,lalu timbullah berbagai perselisihan dan perbedaan yang tidakmungkin diselesaikan tanpa adanya negara dan pemimpin (Husaien,1996: 113).
Kelima, seorang pemimpin umat Islam sangat terikat denganhukumhukum agama, baik menyangkut pelaksanaan ataupunlegalisasinya. Dialah yang mengumumkan jihad, menegakkanhukum dan mendirikan shalat (Husaien, 1996: 113).
Keenam, Rasulullah saw mengungkapkan pentingnya imamini dengan sabdanya: ’Barang siapa meninggal dan di lehernya tidakada biat (belum membiat seseorang imam) maka ia mati dalamkeadaan Jahiliyah… (Muslim, 3: 1478). Hal ini dikuatkan lagioleh hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abudu’lLah bin Abbas ra bahwa Nabi bersabda:”Barang siapa tidakmenyukai sesuatu dari amirnya, maka hendaklah ia bersabar, karenasesungguhnya orang yang keluar dari sulthan (kekuasaan) sejengkal,ia mati dalam keadaan Jahiliyah. Di dalam riwayat lain dikatakan:Maka hendaklah ia bersabar terhadapnya, kerena sesungguhnyaorang yang meninggalkan jama’ah sejengkal, kemudian meninggal,mka ia mati dalam keadaan Jahiliyah” (Bukhari, 9: 78; Muslim, 3:1478).
25
Ketika menejelaskan hadis tersebut Ibnu alAtsir berkata,“Barang siapa meninggalkan jama’ah yang telah mengikat suatuikatan yang sesuai dengan alKitab dan alSunah, maka tidakseorangpun boleh memisahkan diri drai mereka dalam ikatantersebut; jika ia melanggar mereka dalam ikatan itu, maka berhakmendapatkan ancaman. Arti kematian dalam keadaan Jahiliyah ialah,mati sebagaimana kematian orangorang Jahiliyah sebelumdiutusnya Nabi saw, karena kebodohan dan kesesatan (AlMubarak,tt., 4: 6970).
Ketujuh, para sahabat mengetahui dan menyadari pentingnyamasalah penggantian imam ini, sehingga ketika Rasulullah sawwafat, masingmasing dari mereka mencari pengganti Rasulullahsaw yang akan mengatur urusan umat. Orangorang Ansharmengadakan pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah untuk mencalonkan amir mereka. Demikian pula orangorang Muhajirinmengikuti mereka untuk tujuan yang sama. Sidang ini berakhirdengan menunjuk dan memilih Abu Bakar alShiddiq sebagaiKhalifah Rasulullah saw. Semua ini mereka lakukan sebelumRasulullah saw sempat dikuburkan (Husien, 1976: 114).
Abu Bakar setelah diangkat menjadi khalifah, mengungkapkan pentingnya masalah pergantian pemimpin ini dalamkhuthbahnya: “Sesungguhnya Muhammad telah pergi selamalamanya, dan untuk urusan ini harus ada orang yang melaksanakannya; maka hendaklah kalian memikirkannya. Dan kemukanlah pendapatpendapat kalian” (Husaien, 1996: 115).
Kemudian ada sejumlah orang berteriak dari berbagai sudutmasjid menyatakan, “Engkau benar, wahai Abu Bakar”. Karenamereka mengetahui bahwa umat ini tidak akan berjalan kecualibersama seorang imam (pemimpin). Seorang penyairmengungkapkan: “Tidak patut manusia hidup tanpa pemimpin.
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
26 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Tidak ada pemimpin bila orangorang bodoh memimpin” (Husaien,1996: 115).
Kedelapan, semua keterangan di atas menunjukkan wajibnyamengangkat seorang imam (pemimpin). Sebab, umat tanpa imamakan senantiasa berada dalam perselisihan dan keguncangan. Disamping itu, hukumhukum Islam dan ajaranajarannya akan tetappasif dan beku, jauh dari kehidupan manusia dan gerak kehidupanmereka. Gejalah inilah yang kita mohonkan kepda Allah agar sirna,dan semoga Allah segera memunculkan seorang imam yang akanmemimpin umat Islam sesuai dengan sistem kenabian. SesunguhnyaDia Maha Mendengar dan Mengabulkan doa.
C. SYARATSYARAT IMAM ATAU KHALIFAH
Calon imam harus memiliki beberapa syarat dan sifat tertentuyang membuatnya layak mengemban jabatan penting ini. Paraulama telah mengemukakan syaratsyarat ini; ada yang secara singkatdan ada pula yang secara panjang lebar. Sebagian berpendapatemapat, sebagaian yang lain tujuh, dan ada pula yang berpendapatsepuluh. Akan tetapi semuanya sepakat atas beberapa syarat yangbersifat asasi.
Imam Mawardi menyebutkan tujuh, katanya, “orang yanglaik menjadi imam harus memenuhi tujuh persyaratan berikut:1. ‘Adalah berikut semua persyaratannya.2. Ilmu yang dapat mengantarkan kepada ijtihad dalam berbagai
kasus dan hukum.3. Sehat panca indra seperti pendengaran, penglihatan, dan lisan,
supaya dapt mengetahui sesuatu secara langsung.4. Tidak memiliki cacat anggota badan yang akan menghalangi
kesigapan gerak dan kecekatan kerja.
27
5. Mempunyai pandangan yang dapat membawa kepada kebijakan rakyat.
6. Memiliki keberaniaan dan kegigihan untuk melindungi kawandan memerangi lawan.
7. Berketurunan dari Quraisy (Mawardi, tt.: 6).Dari ketujuh persyaratan di atas dapat diuraikan antara laian
sebagai berikut.Pertama, ‘adalah (kesempurnaan secara moral) merupakan
syarat utama yang harus dipenuhi. Bahkan oleh para fuqaha’, siafatini dijadikan salah satu persyaratan umum kepemimpinan(Mawardi, tt.: 5). Apalagi bagi seorang yang dicalonkan untukjabatan imamah ‘uzhma (kepemimpinan agung) yang diantararukunrukunnya yang terpenting ialah kejujuran, kebersihan daridusta, amanat terhadap kemaslahatan umat, suci dari barangbarangharam, menjauhi dosa, menghindari keraguan dan syubhat, terjagadalam hal ridha dan marah, serta mempunyai muru’ah dalam agamadan dunianya.
Kedua, memiliki ilmu yang menyangkut alQur’an dan alSunnah, seperti khas dan ‘am, mubayyan, dan mujmal, nasikh danmansukh, hadits mutawatir, muttashil, mursal, dan lainnya, ihwalpara perawi yang akan menentukan kuat lemahnya suatu hadis,bahasa Arab menyangkut gramatika atau filsafat bahasa, pendapatpara ulama dan sahabat menyangkut ijma’ ataupun ikhtilaf, danmengetahui sumbersumber pengambilan hukum lainnya, sepertiqiyas dan sebagainya .(Nawawi, tt., 12: 243). Hal ini disimpulkanoleh Imam Mawardi dalam perkataannya: Seorang imam,disyaratakan mengetahui hukumhukum syari’at. Pengetahuannyatentang masalah ini meliputi dasardasarnya, dan mendalami cabangcabangnya. Dasardasar hukum syari’at ada empat:
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
28 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
1. Mengetahui kitab Allah (alQur’an) dengan baik dan benar,termasuk kandungan hukumnya, baik yang nasikh dan mansukh,atau muhkam dan mutasyabihnya, dan lain sebagainya.
2. Mengetahui Sunnah Rasulullah saw secara pasti dari ucapandan perbuatannya, dan mengetahui berbagai sanadnya.
3. Mengetahui ta’wil (penafsiran) ulama salaf menyangkut apayang telah dispakati atau yang di perselisihkan.
4. Mengetahui qiyas, untuk mengembalikan cabangcabang (furu’)yang didiamkan kapada ushul (pokokpokok) yang diucapakandan disepakati, sehingga mendapatkan jalan untuk mengetahuihukumhukum berbagai kasus yang timbul.
Syarat ini oleh Dhia’ alDin diterjemahkan dengan perkataannya, “Jika kita ingin menerjemahkan syarat ini ke dalam bahasamodren, dapat kami katakan bahawa seorang imam, demikian pulawazir tafwidh (menteri yang diserahi urusanurusan tertentu) danamir ‘am, harus mengetahui ilmuilmu berikut: ilmu tafsir, ilmuhadits, sejarah perundangundangan Islam, sejarah negara Islam,ushul fiqh, mantiq dan ilmuilmu bahasa Arab”. Selanjutnya iamengatakan, “Ijtihad pada masa sekarang tidak akan sempurnakecuali jika halhal yang disebutkan di atas ditambah denganberbagai studi politik, sosial, ekonomi dan undangundang” (Dhia’alDin, tt.: 187).
Ilmuilmu ini adalah tahapan sebelum imamah. Sebab,imamah merupakan hasil ijtihad, sedangkan ijtihad adalah hasildari pada penguasaan terhadap ilmuilmu tersebut. Dari syaratsyaratini dapat dipahami bahwa seorang bodoh tidak akan menjabatkhilafah, demikian pula seorang fasik. Sebab, seorang imammerupakan sumber fatwa bagi umat. Karena itu, tidak bolehmemegang jabatan penting ini kecuali orang yang menguasai dasar
29
dasar agama (ushul aldin) dan memahami ramburambuperkemabngan zaman.
Ketiga, syarat ketiga dan keempat termasuk kesempurnaanfisik yang harus dipenuhi. Imam Mawardi telah membahsnya secarapanjang lebar dalam kitabnya, AlAhkam alSulthaniyah, (Mawardi,tt.: 69).
Keempat, syarat kelima ialah keluasan wawasan yang akanmembawa kemaslahatan rakyat.
Kelima, syarat keenam akan diperoleh sebagai hasil dariterpenuhinya syarat yang pertama dan kedua. Sebab, manusia yangtelah mencapai ‘adalah (kesempurnaan secara moral) denganmenjadi seorang yang wara’ dan bertaqwa, dan memiliki ilmu yangmemadai, pada umumnya memiliki sifat bijaksana dalam mengatururusan rakyat dan berani dalam melindungi kawan dan menentangmusuh, karena sifat ini merupakan salah satu hasil ilmu danpengetahuan.
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan, bahwa umat sangatmemerlukan orangorang yang bermoral Islami (‘adalah) dan ulamaRabbani yang akan menuntun langkah kita, terutama di masaberkuasanya orangorang bodoh dan pengkhianat sekarang ini.Syaratsyarat kepemimpinan diatas merupakan kesepakata jumhurkaum muslimin.
Ketujuh, ketujuh perselisihan ulama tentang syarat keturunan(yakni imam atau khalifah hendaknya dari Quraisy), para ulamamasih memperselisihkannya. Ahli Sunnah memiliki pandangansebagaimana diungkapkan oleh Imam Mawardi di dalam kitabnya,“Syarat ketujuh bagi seorang imam, bahwa ia harus dari keturunanQuraisy, adalah karena adanya nash dan ijma’ atas masalah ini”(Mawardi, tt.: 6). Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Hazm denganperkataannya, “Dengan nash Rasulullah saw. Di dalam riwayat
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
30 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
mutawatir yang menyatakan bahwa para imam itu dari keturnanQuraisy, dan dengan patuhnya kaum Anshar terhadap hujjah ini,maka tidak mungkin ditiolak ijtihad mereka ini tanpa adanya hujjah(argumentasi) yang kuat, apalagi mereka mayorita” (Ibnu Hazm,tt. 4: 289). Akan tetapi pendapat ini ditentang kaum Murji’ah,berpendapat bahwa imamah boleh dijabat oleh siapa saja yangmenegakkan alQur’an dan alSunnah, baik dari keturunan Quraisy,orang Arab, atau anak seorang budak (Ibnu Hazm, tt, 4: 289).
Menjelaskan masalah ini Ibnu Khaldun berkata,”Hikmahdikhususkannya kepemimpinan ini pada kaum Quraisy adalah,karena mereka adalah golongan yang kuat dan menjadi pusatkepemimpinan yang diakui semua bangsa Arab. Jadi, syari’atmengkhususkan kepemimpinan pada kaum Quraisy karena ia lebihdapat mewujudkan persatuan semua pihak dan kesatuan hati. Olehkarena itu, jika ada “orang kuat” yang tidak diperselisihkan dandapat diterima oleh semua pihak (umat Islam), berarti ia telahmemenuhi persyaratan ini, tanpa memandang kepada jenis danketurunannya” (Ibnu Khaldun, tt.: 193).
Pendapat yang lebih kuat mengenai syarat keturunan inimenurut Husien adalah, pandangan Ibnu Khaldun lebih mendekatirealistis gerakan umat pada hari ini yang sedang dalam perjalananmenuju tegaknya Jama’atul Muslimin dan Imam mereka. Realitasumat Islam hari ini terpilahpilah menjadi beberapa jama’ah yangmenyeru kepada Islam. Masingmasing jama’ah mempunyai seorangimam yang dibai’at oleh anggota jama’ah untuk memimpin mereka.Maka jama’ah yang akan mencapai penegakan Khalifah adalahjama’ah yang akan sampai kepadanya. Jama’ah ini telah memberikanloyalitas kepada kepemimpinannya sejak pembentukan atau sejakpenjabatan kepemimpinannya, tanpa memandang kepadaketurunannya. Dan kaum Muslimin akan dituntut memberikan
31
loyalitas mereka kepadanya dan membai’atnya, baik jama’ah inimencapai pemerintahan melalui koalisi, pemilihan umum ataurevolusi (Husaien, 1996: 123).
Pendapat ini didukung oleh beberapa ayat dan hadits yangmenyatakan keumuman tanpa mengkhususkan keturunan tertentuseperti firman Allah: “Hai orangorang yang beriman, taatilah Allahdan taatilah Rasul(Nya), dan uli alamr di antara kamu. Kemudianjika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlahia kepada Allah dan RasulNya” (Q.S. alNisa’: 59). Juga sabdaRasulullah saw, “Barang siapa menaatiku, maka ia telah menaatiAllah; dan barang siapa bermaksiat kepadaku, maka ia telahbermaksiat kepada Allah. Barang siapa menaati amir; maka ia telahmenaatiku; dan barang siapa membangkang kepada amir, maka iatelah membangkang kepadaku” (Bukhari,tt, 9: 77; Muslim, 3:1466). Hadis lain “Sesungguhnya kekasihku (Rasulullah saw)berwasiat kepadaku agar aku mendengar dan menaati (pemimpin),sekalipun ia (pemimpin itu) seorang hamba sahaya…” Dalamriwayat lain: sekalipun seorang hamba sahaya dari Habasyah”(Bukhari, tt., 9: 77). Riwayat lain: “Dengarlah dan taalah. Sekalipunkamu dipimpin oleh seorang budak Habsyi yang berambut sepertianggur kering” (H.R. Bukhari, 13: 78; Muslim, 3: 14671468).
Hal ini juga didukung oleh kesimpulan Ibnu Hajar tentanghadishadis yang mengkhususkan kepemimpinan pada orangQuraisy. Yakni, dia mensyaratkan pula konsistensi orang Quraisytersebut kepada agama Allah. Jadi, apabila terdapat orang yang lebihistiqamah (konsisten) dan lebih mampu daripada orang Quraisy,maka ia harus diutamakan daripada orang Quraisy itu (Fath alBari,13: 115117). Dalil lain yang menguatkan pendapat ini adalahhadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Dzi Makhmar alHabasyidari Nabi saw. Beliau bersabda: ’Kepemimpinan ini dahulu berada
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
32 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
di (tangan) orang Himyar, kemudian Allah mencabutnya darimereka dan dijadikanNya pada orang Quraisy, dan akan kembalikepada mereka (Himyar) lagi” (Musnad Ahmad, 4: 91). Dalamhadis lain: “Tidak akan terjadi kiamat sehingga muncul seorangdari suku Qathan yang memimpin manusi dengan tongkatnya”(Bukhari, 6: 16). Hadits ini menunjukkan kemungkinanmunculnya khilafah dari selain Quraisy, sekaligus merupakankhilafah yang sah (syar’i) dalam umat Islam, dimana seseorang tidakboleh keluar darinya kerena hanya bukan dari Quraisy.
D. KEPEMIMPINAN DI LUAR STRUKTURORGANISASI
Pembahasan terdahulu lebih banyak tentang kepemimpinanformal struktural, maka pembahasan berikutini mencoba membahas kepimpinan non formal (nonstruktural) atau biasa disebutinformal leader (pemimin tidak resmi). Di kalangan umat Islamdewasa ini, pemimpin tidak resmi pengaruhnya yang palimh besarterletak pada ulama. Bukan saja karena kharisma yang dimiliki olehulama itu, akan tetapi sebagai ulama pun, dirinya merasa terpanggiluntuk memperbaiki keadaan masyarakat. Kehadiran ulama sebagaipelopor pembaharuan dan pemimpin tidak resmi bukanlah ingindirinya mencari tanda jasa atau ingin mendapatkan kedudukan,akan tetapi karena unsur ta’abbudiy (pertanggungjawaban terhadapAllah) (Munawwir, tt.: 116).
Arifin Abdul Rachman menyebutkan tiga sebab pokok yangmendorong mengapa orang dapat digerakkan dan mau mengikutipemimpin, yaitu:
33
1. Adanya dorongan–dorongan yang memancar dari pemimpinuntuk mengikutinya. Dorongandorongan tersebut asalnya darikeperibadian pemimpin (uswah hasanah).
2. Adanya sifatsifat tertentu yang khusus pada pemimpin, yaitusifatsifat kepemimpinan yang dapat mempengaruhi jiwa oranglain sehingga menjadi merasa kagum dan tertarik padapemimpin itu, sifatsifat ini sifat keperibadian pemimpin.
3. Adanya keterampilan dan kemampuan yang dimiliki pemimpinuntuk mempergunakan tehnik dan taktik kepemimpinan, halmana adalah mengenai kecakapan tehnis dari pemimpin(Munawwir, tt.: 116).Keperibadian seseorang yang memancarkan daya tarik karena
ilmunya, akhlaknya dan amaliyah sehariharinya dapat terlihat padaulma. Hal ini dapat diuraikan pengaruh dan peranan ulama sebagaipemimpin tidak resmi, sebagai berikut.
1. Ulama sebagai Inovator dan MotivatorMenurut pengertian umum sebutan ulama adalah sebagai
“orang yang mendalam ilmunya tentang agama dan mengamalkannya dalam kehidupan seharihari Ilmu tersebut meliputi ilmutafsir, ilmu hadis, ilmu fikih, ilmu kalam, dan bahasa Arab termasukalatalatnya”.
Sebagai seorang yang dianggap paling mengetahui di dalammasalah keagamaan, maka ia menjadi tumpuan pertanyaan,konsultan dalam masalah kerohaniaan. Dari hasil konsultasi inimenumbuhkan gerak dan langkah dalam kehidupan sehariharisesuatu sikap yang diwarnai oleh agama.
Sebagai mujaddid atau inovator dirinya selalu merasa tidakpuas dengan keadaan yang ada, sebab agama mengandung sikapdan watak yang dinamis. Dilakukanlah olehnya dengan bentuk
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
34 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
peneranganpenerangan, majlis ta’lim, tabligh, mubahatsah,muhadlarah, dan banyak ragamnya. Sebagai ulama yang lebihmementingkan karya daripada sekedar citacita, maka konsekuensilogis dari pengetahuan yang diterimanya harus membawa perubahan dan pembaharuan dalam masyrakat. Hal ini ditegaskan olehRasulullah saw dalam sabdanya: “Barang siapa di dalam Islammenemukan kreasi baru yang baik kemudian diamalkan sesudahnya,maka kepadanya ditulis suatu pahala sebanyak orang yangmengerjakan sesudahnya, dan pahala itu tidak putusputusnya. Danbarang siapa di dalam Islam menemukan kreasi baru yang jelekkemudian diamalkan oleh orang yang sesudahnya, maka kepadanyaditulis dosa sebanyak orang yang mengerjakan sesudahnya, dan dosaitu tidak putusputusnya” (H.R. Muslim).
Sebagi inovator, seorang ualama akan selalu peka melihatketimpangan dan kepincangan, apalagi bila hal itu berlawnan denganagama, sekalipun merupakan adat kebiasaan masyarakat. Parapetugas lapangan yang banyak berkecimpung dalm pembangunandan pembaharuaan masyarakat, merasa sulit idenya diterima olehmasyarakat tanpa menggunakan ulama. Sebagai misal Petugaslapangan Keluarga Berncana yang dalam sehariharinya melakukanmotivasi dalam bidang itu. Ketika ia dihadapkan kepada masyarakatmuslim, merka banyak yang acuh tidak acuh. Akan tetapi setelahupayanya itu melalui pendekatan ulama maka masyarakatpunmemahami arti dan maksudnya. Demikian juga petugas asuransi.Ketika ia berhadapan dengan masyarakat guna mendapatkan nasbahdengan menjual polisnya, maka keraguan masyarakat pun timbul,terutama tentang hukum asuransi. Setelah dari fihak ulama yangmemberi penjelasan, baru masyarakat menerimanya.
35
Pengaruh yang paling besar akan tampilnya ulama di mataumat, ialah bahwa tugasnya sematamata mengabdi mencarikeridlaan Allah (mardlah Allah) dan tidak mempunyai motifkomersial (la asalukum ‘alaih min ajr in ajriya illa ‘ala Allah).
A. Mukti Ali mengatakan: “Kepemimpinan Alim Ulama danPemimpinpemimpin Agama tidak dapat disangkal bahwa merekatelah memegang peranan penting dalam sejarah perlawanan terhadappenjajah asing. Tidak sedikit pemimpinpemimpin agama,khususnya Alim Ulama yang langsung memimpin umat dalamperjuangan bersenjata. Dalam jaman kemerdekaan punkepemimpinan mereka tidak berkurang. Bahkan kepemimpinanmereka dirasakan amat penting sekali dalam rangka mengisikemerdekaan dalam bentuk pembangunan bangsa, mencapaimasyarakat adil makmur materiil spritui (Munawwir, tt.: 120).
Kelebihannya adalah bahwa mereka adalah pemimpinpemimipin masyarakat yang lahir dari masyarakat sendiri.Kepemimpinannya bersifat informal, tetapi riel. Wibawah danpengaruhnya tertanam di hati rakyat. Pendapat dan fatwanyaditerima tanpa banyak persoalan. Sebagai pemimpin masyarakat,para Alim Ulamalah yang amat memahami perasaan masyrakat.Dan merka pulalah yang sangat mampu berbicara dalam bahasayang dapat dimengerti rakyat. Karena itu, kedudukan dan perananmereka sangat besar, sebab ditangan merekalah terdapat kunci yangdapat menghambat atau melakukan pembangunan. Merekamempunyai peranan yang sama besarnya dengan para pejabatPemerintah. Adapun peranan pemimpinpemimpin agama danAlim Ulama dalam pembangunan itu dapat disimpulkan antaralain sebagai berikut:a. Menerjemahkan nilainilai dan normanorma agama dalam
kehidupan masyarakat.
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
36 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
b. Menerjemahkan gagasan pembangunan ke dalam bahasa yangdimengerti oleh rakyat.
c. Memberikan pendapat, saran dan kritik yang sehat terhadapideide dan caracara yang dilakukan untuk suksesnya pembangunan.
d. Mendorong dan membimbing masyarakat dan ummatberagama untuk ikut serta dalam pembangunan.
2. Ulama sebagai Pemimpin Rohani UmatUlama sebagai pewaris Nabi dalam kepemimpinannya selalu
memotivasi umatnya dengan motifmotif yang bersifat psikologisdan spritual merupakan kebutuhan dasar manusia, karenapemenuhannya dapat mewujudkan ketenangan dan kebahagiaanhidup. Jika pemenuhannya dihilangi, ia tidak akan dapatkenikmatan berupa ketenangan jiwa, bahkan hatinya akan diliputikegelisahan dan penderitaan. Diantara motif psikologis dan spritualyang penting dlam kehidupan manusia adalah motifberagama.(Najati,2005:30).
Motivasi Beragama secara fitrah, manusia memiliki kesiapan(potensi) untuk mengenal dan beriman kepada Allah. Manusiaberpotensi untuk bertauhid, mendekat diri kepada Allah, kembalikepadaNya dan meminta pertolongan kepadaNya. AlQur’antelah mengisyaratkan tentang fitrah manusia yang mendasar yangmendorongnya untuk beragama. Allah berfirman: “Makahadapkanlah wajahmun dengan lurus kepada agama Allah. Itulahfitrah Allah yang berdasarkan fitrah itu Dia menciptakan manusia.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus,tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S. 30: 30).
Dalam mengomentari ayat ini, alQurtubi berkata, “Sungguh,pada materi dasar penciptaan dan tabiat dasar manusia terkandungpotensi fitrah untuk mengenal Allah, beriman kepadaNya,. Dan
37
mengesakanNya. Hal ini dapat ia peroleh melalui pengamatanterhadap makhlukmakhluk Allah yang sangat mengagumkan.”(Najati, 2005: 30). Pernyataan ini dikuatkan dalam firman Allah:“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanakAdam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadapjiwa mereka (seraya berfirma:), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu‘?Mereka menjawab, ‘Betul, kami bersaksi bahwa Engkau adalahTuhan kami.’Kami lakukan yang demikian itu agar di Hari Kiamatkamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami adalah orangorangyang lengah terhadap ini.” (Q.S. 7: 172)
Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa Dia telahmengambil janji dan kesaksian dari manusia akan ketuhananNya.Hal itu terjadi saat mereka berada di alam ruh, sebelum merekadiciptakan di dunia, agar pada hari kiamat kelak merkea tidakberkata bahwa mereka termasuk orangorang yang lalai untukmengenal Tuhannya. Dengan kata lain, ayat ini menerangkan bahwamanusia dilahirkan dengan bekal fitrah untuk mengenal Allah,beriman kepadaNya, dan mengesakannya (Najati,: 31). Ayat inidikuatkan dengan Sabda Rasulullah saw: “Semua anak dilahirkandalam fitrah. Selanjutnya kedua orangtunya menjadikannya seorangYahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana halnya binatangmelahirkan anak binatang secara sempurna, apakah kalian rasaterdapat cacat pada anak binatang itu?” Kemudian Abu Hurairahberkata, “Bacalah jika engakau mau: Itulah fitrah Allah yangberdasarkan fitrah itu Dia menciptakan manusia” (HR. BukhariMuslim).
Berasarkan uraian diatas jelaslah bahwa para ulama tidak akanmemotifasi umat selain dengan motifasi agama, karena manusiahidup tujuannya tidak lain untuk mengabdi kepada Allah swtsemata. Hal ini sesuai dengan firma Allah: “Dan Aku tidak
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
38 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyebahKu.” (Q.S. alDzariyat: 56)
3. Sebagai Penuntun dan Pembimbing UmatManusia lahir di dunia dibekali Tuhan berupa akal pikiran
dan alQur’an sebagai pedoman dan petunjuk jalan. Denganpedoman itu manusia harus tahu jalan mana yang harus ditempuh,kapan sampai dan harus berhenti. Akan tetapi tidak semua manusiatahu dan mengerti akan jalan itu. Kadangkadang merekamembanggakan akal pikiran dari hasil penemuannya. Tidak perlulahdirinya berpijak terhadap wahyu Tuhan itu. Dirinya merasa telahcukup dengan hasil buah pikirannya. Ketika pada dirinya ditimpasesuatu yang menyebabkan terjerumus ke dalam lembahkehancuran, barulah memerlukan tenaga pembimbing atau siapayang mau memberi penyuluhan, pengarahan dan petunjuk jalan.
Dalam hal ini ulamalah yang paling tahu tentang penyakitbatin manusia itu. Dia pun harus peka terhadap masalah itu. Banyakmanusia belum tahu mana jalan yang benar dan mana jalan yangsesat. Apa yang dia lihat meneyenangkan itulah yang baik. Rakuskedudukan, menumpuknumpuk harta itu pun menurut akalpikiran dapat dipandang baik. Disinilah manusia memerlukansumber kebenaran yang bersifat mutlak dan berlaku universal. Bilatidak demikian, maka kebenaran di sini akan disalah tafsirkan olehfihak lain. Sumber kebenaran yang dibuat menurut pandangan akalmanusia. Ia hanya bersifat relatif dan sementara. Bila pembuat itutelah tiada, maka pandangan berpikirnya kadangkadang menjadisirna.
Ulama yang tahu pedoman dan patokan hidup tidak akandemikian. Dia dapat menunjukkan mana yang benar dan manapulah yang salah. Rasulullah saw bersabda:”Ulama itu penuntun(pemimpin)” (H.R.Ibnu Najjar dari Annas ra).
39
Dalam hadis lain para ‘alim dianggap oleh Rasulullah sebagaipewaris para nabi. Sabdanya: “Keutamaan orang alim atas ahli ibadahseperti keutamaan rembulan dibandingkan semua bintang.Sungguh, para ulama adalah perwaris para nabi. Sesungguhnya paranabi tidak mewariskan keping dinar, pun dirham. Sesungguhnyamereka hanya mewriskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya,berarti ia telah mengambil bagian yang sempurna” (HR. Abu Dawuddan Tirmizi) (AlNawawi, Vol.II: 955, hadis nomor XIII/1389).
Bila umat tidak dibina dan tidak dibimbing mereka akanmengalami kebingungan. Dan tidak memiliki kompas sebagaipetunjuk jalan, dan lampu sebagi pelita penerang. Orang yang tidaktahu dan buta pengalaman, maka apa yang disangkakan air, ternyataadalah fatamorgana. Ia dapat diibaratkan orang yang kehausan ditengah padang pasir. Didekatinya apa yang seperti air itu tetapiternyata kosong belaka.
Kualitas dan kuantitas umat di situ juga ditentukan olehulamanya. Bila sang ulama menanamkan sikap puas diri tidak perlumenambah ilmu atau meningok dunia luar, maka diikuti pula olehmuridnya (santrinya). Akan tetapi bila ulama memotivasi pentingnyailmu baik yang menyangkut kehidupan duniawi maupun ukhrawi,maka diikuti pula oleh pengikutnya.
4. Ulama sebagai Pendobrak KebatilanEksistensi orang alim juga diukur seberapa jauh kepekaan
dia terhadap masalahmasalah yang diketahuinya. Bila dirinyaberilmu akan tetapi tidak peka terhadap masalah yang ada, makamenurut Imam Ghazali tergolong orang yang tertidur (naim).Menurut Imam Ghazali. Kriteria orang yang tergolong ulama ialah:“orang tahu dan dirinya adalah tahu” (rajul yadri wa yadri annahuyadri fa dzalika ‘alim). Sebaliknya kalau ada” orang yang tahu dan
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
40 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
tidak tahu kalau dirinya adalah tahu, maka termasuk golongantertidur” (rajul yadri wa yadri annahu yadri fa dzalika naim).
Rasulullah saw pada suatu hari pernah keluar dari masjidkemudian tahu dua majlis, di mana yang satu berdoa, sedang satunyalagi mengajar. Melihat keadaan yang demikian ini yang didekatibukanlah yang mendoa, tetapi yang mengajar sambil mengatakan:’Adapun yang mendoa ini bila Allah menghendaki, maka Allahmengabulkan doanya dan bila berkehendak menolak, maka Ia akanmenoloknya. Adapun yang satu ini mengajar manusia, dan akudiutus di dunia sebagai mua’llim (pendidik, pengajar).” (alHadits)(Munawwir, tt.: 124).
Bagi ulama yang tidak peka terhadap lingkungan dan tidakada hasrat untuk merubah keadaan, maka yang diutamakan ialahhabl min Allah (hubungan dengan Tuhan) dan bukan habl min alnas (hubungan antarmanusia). Padahal dalam ajaran Islam keduaduanya harus ada tawazun (keseimbangan).
Sebagai golongan yang paling tahu membedakan antara yanghak dan yang batil, maka dari ulama ini diharapkan tampilnya moralforce (kekuatan moral). Dengan dilandasi akan taqwa kepada Allahmaka ia tidak takut kepada siapapun juga guna mengemukakankebenaran. Tambahan lagi, bila dirinya tidak menerima upahsepeserpun dari penguasa, maka kejernihan pandangan dalammenentukan sikap dan langkah atau benar salahnya sesuatu tidakakan terganggu. Karena mereka adalah kekasih Allah sebagaimanaFirmanNya: “Ingatlah, sesungguhnya waliwali Allah itu tidak adakekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedihhati, (Yaitu) orangorang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”(Q.S. Yunus: 6263).
41
E. KEPEMIMPINAN KYAI
Katakata kyai bukan berasal dari bahasa Arab melainkan daribahasa Jawa (Ziemek, 1986: 130). Katakata kyai mempunyaimakna yang agung, keramat, dan dituahkan, Untuk bendabendayang dikeramatkan dan dituahkan di Jawa seperti keris, tobak, danbenda lain yang keramat disebut Kyai (Moebiman, 170: 39). Selainuntuk benda, gelar kyai diberikan kepada lakilaki yang lanjut usia,arif dan dihormati di Jawa (Ziemek, 1986).
Namun pengertian paling luas di Indonesia, sebutan kyaidimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yangsebagai muslim terpelajar telah membaktikan hidupnya untuk Allahserta menyebarluaskan dan memperdalam ajaranajaran danpandangan Islam melalui kegiatan pendidikan (Ziemek, 1986;Poerwodarminto, 1976, Geertz, 1981; Koencaraningrat, 1984;Horikoshi, 1987).
Dhofier (1984) menekankan bahwa ahliahli pengetahuanIslam dikalanmgan umat Islam disebut Ulama, penyebutan kyaidimaksudkan untuk seorang ‘alim (orang yang mendalampengetahuan keislamannya). Di Jawa Barat mereka sebutAjenmghan. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, mereka sebut Kyai,dan di Madura disebut Mak Kyaiae, Bendra atau Nun. Dengankaitan yang sangat kuat dengan tradisi pesantren, gelar kyai bisanyadipakai untuk menunjuk para ‘ulama dari kelompok tradisional(Noer, 1982; Chirzin, 1985; Wahid, 1985; Majid, 1985).
Dengan demikian predikat kyai berhubungan dengan suatugelar kerohaniaan yang dikeramatkan, yang menekankan kemuliaandan pengakuan, yang diberikan secara sukarela kepada ‘Ulama Islampimpinan masyarakat setempat. Hal ini berarti sebagai suatu tandakehormatan bagi suatu kedudukan sosial dan bukan gelar akademisyang diperoleh melalui pendidikan formal (Wickert dalam Ziemek,1986:131).
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
42 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Horikoshi (1987) menganggap bahwa fungsi keulamaan darikyai dapat dilihat dalam 3 aspek yaitu:1. Sebagai pemangku masjid, dan madrasah;2. Sebagai pengajar dan pendidik;3. Sebagai ahli penguasa hukum Islam.
Lebih lanjut Dhofier (1984) menegaskan bahwa kyaimerupakan elemen yang esiensial dari suatu pesantren. Ia seringkalibahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya apabila pesantrensematamata tergantung kepada kemampuan pribadi kyainya. Parakyai dengan kelebihan pengetahuan dalam Islam, seringkali dilihatsebagai seorang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhandan rahasia alam (Dhofier, 1984), sehingga dengan demikian merekadianggap memiliki kedudukan yang agung dan tidak terjangkau,terutama kebanyakan oleh orang awam (Arifin, 1988).
Dalam beberapa hal, kyai menunjukkan kekhususan merekadalam bentukbentuk pakaian yang merupakan symbol kealimanyaitu kopiah dan surban (Horokoshi, 1987). Mereka tidak sajamerupakan pemimpin pesantren tetapi memiliki power di tengahtengah masyarakat, bahkan memiliki prestise di kalangan masyarakat(Geertz, 1981).
Kepemimpinan kyai digambarkan Ziemek (1986: 138)sebagai sosok kyai yang kuat kecakapan dan pancaran kepribadiannyasebagai seorang pemimpin pesantren, yang hal itu menentukankedudukan dan kaliber suatu pesantren. Kemampuan kyaimenggerakkan masa yang bersimpati dan menajdi pengikutnyaakan memberikan peran strategis baginya sebagai pemimpininformal masyarakat melalui komunikasi intensif dengan pendudukyang mendukungnya. Sehingga dalam dalam kedudukan ituSunyoto (1990) berpendapat bahwa kyai dapat disebut sebagi agentof change dalam masyarakat yang berperanan penring dalam suatuproses perubahan sosial.
43
Ahli lain, Wahid (1978) menggambarkan lebih simpelekepemimpinan kyai yang timbul sebagai pendiri pesantren yangbercitacita tinggi dan mampu mewujudkannya. Kepemimpinanini biasanya diadasarkan pada tempaan pengalaman dan dilandasikeunggulankeunggulan potensial dalam pribadinya sehingga dapatmengalahkan pribadipribadi lain disekitarnya. Kepemimpinan kyaiini diterima di masyarakat sejak ratusan tahun silam, terutama olehwarga pesantren sebagai pendukung utamanya.
F. PENGARUH KYAI
Meminjam penilaian tentang besarnya pengaruh kyai terhadapmasyarakat lewat ungkapan bangsawan Sunda Pangeran AriaAchmad Djajadiningrat, Geertz dalam Ziemek (1986), sebagaiberikut: “…Orang tidak pernah menjadi siswa dalam suatupesantren…nyaris tidak dapat menyadari betapa besar kekuasaanmoral sang ulama atas massa rakyat”. Pengaruh kyai pesantrenmenengah dan besar, daya motivasi mereka di kalangan pendudukpedesaan acap kali berdasarkan kekuatan karismatik. Seni berbicaradan pidato yang terlatih, digabung dengan kecakapan menguasaijiwa penduduk desa, mengakibatkan kyai dapat tampil sebagai jurubicara masyarakat yang diakui. Dengan demikaian ia mempunyaikemungkinan yang besar sekali untuk mempengaruhi pembentukankehendak di kalangan penduduk (Ziemek, 1986).
Gamabaran kecakapan manifulatif karena sifatsifatkarismatik kyai di Jawa Barat digambarkan Horikoshi (1987: 221222) sebagai berikut:
“… Seorang yang memiliki karisma mampu membaca pikiranhadirin sebab ia telah mengembangkan penghargaan akan berbagaijenis manusia; ulama, petani desa, santri, teman kelas, orang tidak
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
44 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
dikenal di jalan, ketika mereka pergi dari pesantren ke pesantrendalam rangka mencari kyaikyai ternama dan kearifan para walimaupun penduduk desa yang bodoh dan menghadapi kesusahan;dalam hal ini kyai bertindak sebagai penasehat rohaniyah…tidakada yang lebih penting bagi seorang karismatik selain mampumemanifulasi jiwa hadirin. Untuk melakukan hal ini, ia harussepenuhnya melengkapi dengan etos budaya mereka, dankemampuan untuk menggunakan citracitra yang akanmenciptakan intyeraksi yang tepat…tujuan pembicaraan adalahmenciptakan perspektif dirinya. Daya tariknya pada hadirinbagaikan suatu personifikasi etos dan nilainilai yang hidup dimasyarakat”.
Menurut Ary Ginanjar Agustian (2001: 99113) mengatakan ada lima tangga kepemimpinan yaitu (1) pemimpin yangDicintai (2) pemimpin yang Dipercaya (3) Pembimbing (4)Pemimpin yang Berkeperibadian, dan (5) pemimpin yang Abadi.Tingkat keberhasilan seseorang sangat ditentukan pada seberapatinggi tingkat kepemimpinannya. Tingkat kepemimpinan seseorangjuga menentukan seberapa besar dan seberapa jauh tingkatpengaruhnya.
Begitu banyak pemimpin populer kaliber dunia yangdilahirkan di muka bumi ini, tetapi pengaruhnya hanya beberapawaktu saja. Kemudian pengaruhnya hilang ditelan jaman. Sebutsaja Winston Churchill, Leonid Breznev, Jenderal Mc Athur, RonaldReagen, Kaisar Hirohito, Yosef Broz Tito, atau Che Guevara. Semuahanya tinggal kenangan saja, pengaruhnya boleh dikatatakan hampirhilang, atau dapat dikatakan hanya sedikit tersisa. Akan tetapipemimpinpemimpin besar yang diturunkan oleh Tuhan, sepertiDawud a.s., Musa a.s., Ibrahim a.s., Isa a.s., dan Muhammad saw,pengaruhnya terasa begitu kuat, hingga sampai detik ini, tidak lekangditelan jaman.Bahkan semakin menguat pengaruhnya, meskipunmereka sudah tidak ada lagi di muka bumi ini. Itulah yang disebutpemimpin abadi.
45
Umumnya cara kepemimpinan mereka, sangat sesuai denganhati nurani, dan dapat diterima akal sehat atau logika. Itulah yangmenyebabkan keabadian pengaruh dari para nabi dan rasul. Menurutahli sejarah, Muhammad Husei Haekal (200:53) bahwa: “Perikehidupan Muhammad sifatnya manusia sematamata dan bersiafatperi kemanusiaan yang luhur.” Dan untuk memperkuat kenabiannyaitu tidak perlu harus bersandar kepada apa yang dilakukan olehmereka yang suka kepada yang ajaibajaib”.
Itulah tanda Nabi Muhammad saw merupakan Nabipenutup, atau yang terakhir, yang begitu mengandalakan logikadan suara hati, bukan mukjizatmukjizat ajaib semata yang tidakdapat diterima oleh akal sehat saat ini. Saya tidak dapatmembayangkan betapa sulitnya apabila saya harus menjelaskan halhal yang ajaib untuk memberikan suatu pemahaman, di masasekarang ini, di mana semua serba logis dan eksak. Hanya pemimpinyang sesuai dengan suara hatilah yang akan saya cari dan sayaikuti.Mengingat begitu banyak pemimpin yang tidak sempurna,misalnya sperti dicintai tetapi tidak sungguhsungguh berusaha,atau sebaliknya sungguhsungguh berusaha tetapi tidak dicintai olehpengikutnya. Atau ada juga yang sudah dicintai, sudah dipercayatetapi dengan mudahnya dilupakan orang. Oleh karena itu sayaakan mengambil contoh kisah Nabi Muhammad saw sebagaiseorang pemimpin yang telah berhasil mencapai lima tanggakepemimpinannya secara sempurna.
Michael Hart (1985: 13), pada tahun 1978 membuat sebuahanalisis dan tulisan, untuk membuat daftar dan urutan rankingnama dari orangorang yang paling berpengaruh di dunia. Diamencarai dan mengukur seratus orang yang telah pegang peran dalammengubah arah sejarah dunia. Dia berpendapat, “dari seratus orangitu saya susun urutannya menurut bobot arti pentingnya, atau dalamkalimat lain: diukur dari jumlah keseluruhan peran yang
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
46 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
dilakukannya bagi umat manusia. Kelompok seratus orangistimewa inisaya susun dalam dafta saaya,” Katanya. Mereka adalahsekelompok kecil orang yang bertanggung jawab atas terjadinyaperistiwa besar yang tanpa peran mereka tidak akan pernah ada.
Dari hasil analisanya dia menjatuhkan pilihan urutan pertamapada Nabi Muhammad. Dia berkeyakian, Nabi Muhammadlahsatusatunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih suksesluar biasa, baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkupduniawi” (Michael Hart, 1985: 27).
Muhammadlah orang pertama dalam sejarah, yang berkat‘dorongan kuat keimanannya kepada Tuhan,’ memimpin pasukanArab yang kecil sehingga sanggup melakukan serentetan penaklukanyang mencengangkan dalam sejarah manusia. Di sebelah timur lautArab berdiri kekaisaran Persia Baru Sassanids yang luas. Di baratlaut Arab berdiri Byzantine atau kekaisaran Romawi Timur, denganKonstantinopel sebagai pusatnya. Ditilik daari sudut jumlah danukuran, jelas Arab (muslim) tidak bakal mampu menghadapinya.Namun, di medan pertempuran, pasukan Arab (muslim) yangmembara semangatnya dengan sapuan kilat dapat menaklukkanMesopotamia, Syiria dan Palestina. Pada tahun 642 M, Mesirdirebut dari genggaman kekaisaran Byzantine dan sementara itubala tentara Persia dihajar dalam pertempuran yang amatmenentukan di Qadisiya pada tahun 637 M dan di Nehavend padatahun 642 (Michael Hart, 1985: 29).
Di bawah pimpinanpimpinan sahabat Nabi danpenggantinya, Abu Bakar dan Umar ibn Khaththab, pada tahun711M, pasukan Arab (muslim) telah menyapu habis Afrika Utarahingga ke tepi Samudra Atlantik. Dari situ mereka membelok keutara dan menyeberangi Selat Giblaltar dan melabrak kerajaanVisigotic di Spanyol (Michael Hart, 1985: 29).
47
Hanya dalam secuil abad, pertempuran orangorang muslim,yang dijiwai dengan ucapanucapan Nabi Muhammad, telahmendirikan sebuah emperium membentang dari perbatsan Indiahingga pasir putih di tepi pantai Samudra Atlantik. Sebuhemperium terbesar yang pernah dikenal sejarah manusia. Dandimanapun penaklukkan dilakukan oleh muslimin, selalu disusuldengan berbondongbondongnya pemeluk agama Islam. Tambahanlagi, Nabi Muhammad adalah “pencatat” kitab suci alQur’an,kumpulan wahyu Tuhan dihimpun dalam bentuk yang tidaktergoyahkan, tidak lama sesudah beliu wafat. alQur’an dengandemikian berkaitan erat dengan pandanganpandangan Muhammadserta ajaranajarannya. Dia bersandar pada wahyu Tuhan (Hart,1985: 32).
Lebih jauh dari itu menurut Michael Hart (1985: 50), sangpenulis buku “Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah”ini Muhammad bukan semata pemimpin agama, tetapi jugapemimpin duniawi. Fakta menunjukkan, selaku pendorongterhadap gerak penaklukkan yang dilakukan bangsa Arab(muslimin), pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalamposisi terdepan sepanjang waktu”. Michael Hart menilai, adanyakombinasi yang tidak terbandingkan antara segi agama dan segiduniawi yang melakat pada pengaruh diri Nabi Muhammad,sehingga saya menganggap Muhammad dalam arti pribadi adalahmanusia yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia (Hart,1985: 34).Hal ini seseui dengan al Qur’an surat alAn’am ayat132, yang artinya: “Dan masingmasing orang beroleh derajat, sesuaidengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tiada lalai akan apayang mereka lakukan”.
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
48 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
G. PAHAM KYAI SENTRIS
Doktrin kekyaian yang sudah mengakar dan melekat secarainheren dalam kehidupan pesantren adalah yang menyangkutkeberadaan kyai sebagai ulama pewaris Nabi. Doktrin yang diambildari hadis itu sudah demikian menyatunya dalam kehidupanpesantren, bahkan sering mengarah ke proses pengultusan terhadapkyai dalam segala hal (Hasyim, 1983; Sunyoto, 1990; 1991).
Secara umum keberadaan seorang kyai atau ulama dalamkaitannya dengan doktrin ulama pewris Nabi, anatara lain menurutHasyim (1983: 135) adalah:1. Ulama sebagai penyiar agama Islam;2. Ulama sebagai pemimpin rohani;3. Ulama sebagai pengemban amanat Ilahi;4. Ulama sebagai pembina umat;5. Ulama sebagai penuntun umat;6. Ulama sebagai penegak kebenaran.
Oleh karena itu peran dan fungsi kyai atau ulama yang sepertiitu, maka kyai atau ulama menempati posisi sentral di kalanganAhlussunah wa alJama’ah khususnya di pesantren. Namundemikian untuk menjadi seorang kyai tidaklah gampang, sebabsebutan kyai atau ulama tidaklah dapat diperoleh secara otomatissebagaimana gelargelar di sekolah formal. Orang yang ahli ataumenguasai sesuatu dari ilmu agama tidak berarti disebut ulama,apalagi kyai (Rahajo, 1974; Horikoshi, 1987).
Untuk dapat memperoleh status sebagai ulama atau kyai,seseorang yang berilmu harus melewati jalurjalur tertentu yangtelah diakui melembaga. Jalur yang dipakai ialah mengaji kepadaseorang kyai di pesantren kitabkitab Islam klasik yang ditulis dalambahasa Arab. Para ahli yang tidak mendasarkan keahlian danpengetahuannya kepada kitabkitab tersebut, sperti mereka dari
49
kalangan perguruantinggi modren, tidaklah dimasukan ke dalamkategori ulama, betapapun luas daan mendalam pengetahuanmereka. Peroses penjaluran seperti ini mirip dengan apa yang dewasaini masih tetap dilakukan di Iran dalam rangka mencetak ulama,dimana di Iran justru lebih formal sehingga pada tingkattingkattertentu orang akan memperoleh gelar Mullah biasa, atau HujjatulIslam, atau yang tertinggi gelar Ayatullah (Syari’ati,1989).
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya untuk meraih statusulama atau kyai, ialah ditinjau dari kehidupan seharihari dari merekayang tersebut di atas. Masyarakat akan menilai kehidupan yangwara’ dan zuhud yang berkaitan dengan amaliyah dan istiqamah.Faktor usia pun amat menentukan, karena orang muda biasanyadianggap belaum pantas memperoleh sebutan kyai, sehingga merekayang muda ini lebih sering disebut Gus atau Bagus yang berkonotasianak kyai atau kyai muda. Abdurrahman Wahid, misalnya, meskisudah memiliki pesantren di Ciganjur, Jawa Barat, dan menjadiketua PBNU masih sering disebut dengan sebutan Gus Dur olehmasyarakat (Hamzah dan Anam, 1989).
Tingginya posisi kyai atau ulama di suatu pesantren juga darifaham tentang’ berkah dan ijazah’. Seseorang yang telah menguasaisuatu cabang ilmu atau sebuah kitab pada dasarnya tidak dibenarkanuntuk mengajarkan kepada orang lain sebelaum mendapat ijazahatau limpahan wewenang dari kyai atau ulama yang mengajarinyalebih dahulu. Bahkan terdapat semacam ketentuan wajib bagimereka untuk mengetahui mata rantai para guru yang ada di atasnya,yang apabila dalam segi spritual disebut silsilah doa yang kepadamereka ini wajib disampaikan doa agar ilmu yang mereka wariskanitu bermanfaat dan ada berkahnya. Sebuah doa, misalnya. Dianggaptidak memiliki tuah dan keramat apabila doa tersebut diambil begitusaja dari suatu kitab tanpa diberi ‘ijazah’ oleh seorang kyai.
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
50 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Makna ijazah dalam konteks itu tentu saja lebih bersiafatspritual, dimana seringkali seorang kyai besar yang dimintai ijazaholeh seseorang dalam suatu bidang ilmu justru kurang menguasaibidang bersangkutan. Keadaan ini sering harus memaksa seorangkytai untuk mendalami bidang ilmu yang dimintakan ijazah darinyatersebut, bahkan seringkali dalam proses mengkaji kitabkitab daribidang ilmu tersebut bersifat seperti musyawarah. Dalam ilmutasawuf, sering pula seseorang belajar secara mandiri dari bukubuku untuk kemudian dimintakan ijazah dan berkah kepada kyaiyang dianggap representatif dalam bidang ilmu tersebut.
H. KEMAMPUAN SISWA/SANTRI
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruhterhadap kemampuan belajar seseorang. Orang dalam keadaan segarjasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam keadaankelelahan. Anakanak yang kekuranagn gizi ternya kemampuanbelajarnya di bawah anakanak yang tidak kekurangan gizi; merekalekas lelah, mudah mengantuk, dan sukar menerima pelajaran(Noehi Nasution dkk., 1993: 6).
Selain itu, menurut Noehi, hal yang tidak kalah pentingnyaadalah kondisi panca indra (mata, hidung, pengecap, telinga, dantubuh), terutama mata sebagai alat untuk melihat dan telinggasebagai alat untuk mendengar. Sebagian besar yang dipelajarimanusia (anak didik) yang belajar langsung dengan membaca,melihat contoh, atau model, melakukan observasi, mengamati hasilhasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru, mendengarkanceramah, mendengarkan keterangan orang lain dalam diskusi dansebagainya. Karena pentingnya peranan penglihatan dan pendengaraninilah maka lingkungan pendidikan formal orang melakukan
51
penelitian untuk menemukan bentuk dan cara penggunaan alatperaga yang dapat dilihat dan didengar.
Aspek fisiologis ini diakui mempengaruhi pengelolaan kelasagar kemapuan siswa menerima pelajaran dapat secara maksimal.Pengajaran dengan pola klasikal perlu memperhatikan tinggirendahnya postur tubuh anak didik. Postur tubuh anak didik yangtinggi sebaiknya ditempatkan di belakang anak didik yang bertubuhpendek. Hal ini dimaksudkan agar pandangan anak didik ke papantulis tidak terhalang oleh anak didik yang bertubuh tinggi. Anakdidik yang berjenis kelamin sama ditempatkan pada kelompokanak didik sejenis. Demikian juga anak didik yang perempuan,dikelompokkan pada kelompok sejenis. Pola pengelompokkan yangdemikian sangat baik dalam pandangan moral dan agama. Akantetapi yang lebih penting adalah untuk meredam gejolak nafsu birahiuntuk anak didik yang sedang meningkat ke usia remaja, di manamasa ini termasuk pancaroba, penuh dengan letupanletupanemosional yang cenderung tidak terkendali.
Tinjauan fisiologis adalah kebijakan yang pasti tidak dapatdiabaikan dalam penentuan besar kecilnya, tinggi rendahnya kursidan meja sebagai perangkat tempat duduk anak didik dalammenerima pelajaran dari guru di kelas. Perangkat tempat duduk inimempengaruhi kenyaman dan kemudahan anak didik ketika sedangmenerima pelajaran di kelas. Dan berdampak langsung terhadaptingkat konsentrasi anak didik dalam rentangan tertentu. Anak didkakan betah duduk berlamalama di tempat duduknya bila sesuaidengan postur tubuhnya.
Disamping kondisi fisiologis di atas kondisi lain yang tidakkalah pentingnya adalah kondisi psikologis, dimana belajar padahakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu semua keadaandan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi kemampuan danhasil belajar seseorang. Belajar bukanlah berdisi sendiri, terlepas dari
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
52 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
faktor lain seperti faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktorpsikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yangutama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak didik.Meski faktor luar mendukung, tetapi faktor psikologis tidakmendukung, maka faktor luar itu akan kurang signifikan.
Faktorfaktor psikologis yang utama mempengaruhi prosesdan hasil belajar anak didik sebagai berikut:
Pertama, minat. Menurut Slameto (1991: 182), minatadalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu halatau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnyaadalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengansesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut,semakin besar minat.
Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataanyang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu haldaripada hal liannya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasidalam suatu aktivitas. Anak didik memiliki minat terhadap subjektertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besarterhadap subjek tersebut (Slameto, 1991:182).
Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yangbesar artinya untuk mencapai/memperoleh benda atau tujuan yangdiminati itu. Timbulnya minat belajar disebabkan berbagai hal,anatara lain karena keinginan yang kuat untuk menaikkan martabatatau memperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup senangdan bahagia. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkanprestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar kurang akanmenghasilakan prestasi yang rendah (Dalyono,1997:56).
Dalam konteks itulah diyakini bahwa minat mempengaruhiproses dan hasil belajar anak didik. Tidak banyak yang dapatdiharapakan untuk menghasilkan prestasi belajar yang baik dariseorang anak yang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu.
53
Kedua, kecerdasan. Raden Cahaya Prabu (1986) pernahmengatakan dalam mottonya bahwa, “Didikalah anak sesuai tarafumurnya. Pendidikan yang berhasil karena menyelami jiwa anakdidiknya”. Hal yang menarik dari ungkapan ini adalah tentang umurdan menyelami jiwa anak didik. Kedua persoalan ini tampaknyatidak dapat dipisahkan. Bagaimana mungkin pertumbuhan umurseseorang dari usia muda lalu tua tidak diikuti oleh perkembanganjiwanya. Sedangkan para ahli telah sepakat bahwa semakinmeningkat umur seseorang semakain dewasa pula cara berpikirnya.Dan hal ini lebih mengukuhkan pendapat yang mengatakan bahwakecerdasan dan umur mempunyai hubungan yang sangat erat.Perkembangan berpikir seseorang dari yang konkret ke yang abstraktidak dapat dipisahkan dari perkembangan inteligensinya. Semakinmeningkat umur seseorang semakin abstark cara berpikirnya.
Seorang ahli seperti Raden Cahaya Prabu berkeyakinan bahwaperkembangan taraf inteligensi sangat pesat pada masa umur balitadan mulai menetap pada akhir masa remaja. Taraf inteligensi tidakmengalami penurunan, yang menurun hanya penerapannya saja,terutama setelah berumur enampuluh lima tahun ke atas bagi merekayang alat indranya mengalami kerusakan.
Karena inteligensi diakui ikut menentukan keberhasilanbelajar seseorang. Maka orang tersebut M. Dalyono (1997: 56)secara tegas mengatakan bahwa seseorang yang memiliki inteligensibaik (IQnya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya puncendrung baik. Sebaliknya, orang yang iteligensinya rendah,cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir,sehingga prestasi belajarnya pun rendah.
Ketiga, bakat. Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Hampir tidakada orang yang membantah, bahwa belajar pada bidang yang sesuaidengan bakat memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu.
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
54 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Akan tetapi, banyak sekali halhal yang menghalangi untukterciptanya kondisi yang sangat diinginkan oleh setiap orang. Dalamlingkup perguruan tinggi misalnya, tidak selalu perguruan tinggitempat seorang belajar menjanjikan studi yang benarbenar sesuaidengan bakat orang tersebut. Kemungkinan penghambat lain adalahbiaya. Suatu lapangan studi yang sesuai dengan bakat seseorangmungkin terlalu mahal bagi orang tersebut. Dan penghambatterbesar di Indonesia adalah belum adanya alat pengukur atau tesbakat yang benarbenar dapat diandalkan. Memang dewasa ini telahbanyak dilakukan usahausaha untuk mengembangkan tes bakatitu, namun kiranya masih diperlukan waktu agak lama untuktersusunnya tes bakat yang benarbenatr dapat diandalkan dandipergunaka (Noehi Nasution, 1993: 8).
Keempat, motivasi. Menurut Noehi Nasution (1993: 8),motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untukmelakukan sesuatu. Jadi motivasi untuk belajar adalah kondisipsikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Penemuanpenemuan penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar padaumumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah. Halini dipandang masuk akal, karena seperti dikemukakan oleh NgalimPurwanto (1995: 61) bahwa banyak bakat anak tidak berkembangkarena tidak diperoleh motivasi yang tepat. Jika seseorang mendapatmotivasi yang tepat, maka lepaslah tenaga yang luar biasa, sehinggatercapai hasilhasil yang semula tidak terduga. Bahkan menurutSlameto (1991: 136) seringkali anak didik yang tergolong cerdastampak bodoh karena tidak memiliki motivasi untuk mencapaiprestasi sebaik mungkin. Berbagai faktor dapat saja membuatnyabersikap apatis. Misalnya, karena keadaan lingkungan yangmengancam, perasaan takut diasingkan oleh kelompok bila anakdidik berhasil atau karena kebutuhan untuk berprestasi pada dirianak didik sendiri kurang atau mungkin tidak ada. Ada tidaknya
55
motivasi untuk berprestasi pada diri anak didik cukupmempengaruhi kemampuan intelektual anak didik agar dapatberfungsi secara optimal.
Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu, motivasi belajar perludiusahakan, terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik)dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuhtantangan dan harus dihadapi untuk mencapai citacita. Senantiasamemasang tekad bulat dan selalu optimis bahwa citacita dapatdicapai dengan belajar (M. Dalyono, 1997: 57).
Mengingat motivasi merupakan motor penggerak dalamperbuatan, maka bila ada anak didik yang kurang memiliki motivasiintrinsik, diperlukan dorongan dari luar, yaitu motivasi ekstrinsik,agar anak didik termotivasi untuk belajar. Di sini diperlukanpemanfaatan bentukbentuk motivasi seperti (1) memberi angka(2) memberi hadiah (3) kompetisi (persaingan) (4) egoinvolvement(menumbuhkan kesadaran) (5)memberi ulangan (6) memberitahuhasil ulangan (7) memberi pujian (8) memberi hukuman (9) hasratuntuk belajar (10) minat, dan (11) tujuan yang diakui diberikansecara akurat dan bijaksana.
Kelima, kemampuan kognitif. Ada tiga tujuan pendidikanyang sangat dikenal dan diakui oleh para ahli pendidikan, yaituranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif merupakankemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk dikuasai.Karena penguasaan kemampuan pada tingkat ini menjadi dasar bagipenguasaan ilmu pengetahuan.
Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagai jembatanuntuk sampai pada penguasaan kemampuan kognitif, yaitu persepsi,mengingat, dan berpikir. Persipsi adalah proses yang menyangkutmasuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melaluipersipsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan
2. Konteks dan Pola Kepemimpinan Kyai
lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitupenglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan pencium (Slameto,1991: 104).
Seorang anak yang telah memiliki kemampuan persepsi iniberarti telah mampu menggunakan bentukbentuk representasi yangmewakili objekobjek yang dihadapi, entah objek itu orang, benda,atau kejadian/peristiwa. Objekobjek itu direpresentasikan ataudihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, ataulambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental.
56 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Bagian KetigaMETODE PENELITIAN
A. STRATEGI PENELITIAN
Untuk mencapai tujuan penelitian dan kegunaannya penelitimelakukan proses penelitian dengan menggunakan strtegi linieratau berulang (cyclical). Pengertian ini memberikan isyarat bahwadi dalam proses penelitian kualitatif dapat dilakukan pengulangan(cycling) sesuai dengan keperluan. Pengulangan ini dimaksudkanmendalami, memahami, menyempurnakan dan mempertajamfokus penelitian yang menjadi sasaran penelitian (Sunarto, 2001:149). Adapun fokus masalah yang diteliti adalah “KepemimpinanK.H.M. Abd. Aziz Mansur dan Kemampuan Santri MemahamiKitab Salaf” di Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyiin Paculgowang.Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.
B. TEKNIK MEMASUKI LAPANGAN
Teknik yang dilakukan oleh peneliti sebelum memasukilapangan, jauh sebelumnya peneliti melakukan kunjungansilaturahim kepada Kyai, yaitu tanggal 20 Agustus 2005. Maksudnyaadalah bahwa peneliti dapat “diterima” oleh lingkungan/setting tidakmenimbulkan kecurigaan yang mengakibatkan informan bersifattidak terbuka dan berperilaku tidak wajar (Sunarto, 2001: 141).
58 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Kemudian peneliti secara resmi terjun ke lapangan setelahmenyampaikan maksud dan tujuan peneliti kepada Kyai, dansekaligus menyerahkan surat rekomendasi penelitian dari lembagapada tanggal 5 Oktober 2005, secara berturutturut sampai dengantanggal 22 Oktober 2005, dan diteruskan pada tanggal 26 Oktober2005, khusus wawancara dengan Kyai.
Kemudian melakukan pengulangan untuk melengkapi datapada tanggal 2 Maret dan 16 Maret 2006, menemui pengurusMadrasah Diniyah, staf pengajar dan pengurus pondok PesantrenTarbiyatun Nasyi’in.
C. PERAN PENELITI
Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai“instrumen” pada penelitian naturaistik, dimana instrumenpenelitian bukanlah hal yang terpisah dari peneliti, sehingga peneliti“merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis,penafsir data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian(Sunarto, 2001: 147; Lexy, 1998: 121). Dalam hal ini penelitibertindak sebagai” instrumen penelitian satusatunya atau dengankata lain sebagai “key instrument”.
D. OBJEK PENELITIAN
Objek penelitian sesuai dengan kemampuan dan keterbatasanwaktu yang tersedia, agar proses pelaksanaan penelitian dapatmencapai efektif dan efisien, dan ketepatan serta kebenaran dalammendapatkan informasi untuk mencapai tujuan penelitia. Makaobjek yang diteliti adalah “Kepemimpinan K.H.M. Abd. Aziz Mansur
59
dan Kepmamapuan Santri Memahami Kitab Salaf”, di PondokPesantren Paculgowang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.
E. INFORMAN PENELITIAN
Sesuai dengan pendekatan penelitian kualitatif maka informan,dicari informan yang dapat dijadikan kunci informasi (key Informan),yaitu dengan menggunakan teknik criterion based sampling, artinyasubjek ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu,misalnya: yangpaling tahu tentang informasi yang diperlukan, sifat terbuka, danmau memahami kepentingan penelitian (Sunarto, 2001: 151). Halini key informannya sebagai berikut:1. K.H.M. Abd. Aziz Mansur sebagai pengasuh Pondok Pesantren
Tarbiyatun Nasyiin;2. Amirul Arifin sebagai pengurus “Sunduqul Mal Syari’ah” yang
Asalnya Baitul Mal WatTamwil (BMT).
F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data, sesuai dengan penelitian kualitatifterutama dilakukan dengan metode observasi partisipan dan wawancaramendalam (indepth interview). Metode lain yang penting adalahstudi dokumen yang meliputi buku harian, otobiografi, dansemacamnya (Sunarto, 2001: 151). Dari ketiga metode di atas dapatdiuraikan sebagi berikut:
Pertama, observasi partisipan yaitu dengan cara penelitiberintegrasi penuh dalam kegitan penelitian (Sunarto, 2001: 153),dengan mempersiapkan diri beradaptasi agar menjadi luwes, tidakkaku dan tampak sama dengan objek yang diteliti (diamati), halini peneliti lakukan sejak tanggal 5 Oktober s.d. 22 Oktober 2005.
3. Metode Penelitian
60 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Kedua, wawancara dilakukan terhadap informan yang lebihmengetahui tentang masalah yang ditanyakan oleh peneliti (Sunarto,2001; 153). Hal ini telah dilakukan oleh peneliti denganmenentukan key informan secara purposif seperti telah disebutkandi atas.
Ketiga, pencatatan informasi melalui observasi dan wawancaradilakukan ketika berada di lapangan dengan pendekatan relationship,yaitu pendekatan hubungan yang baik tidak menimbulkankecurigaan antara peneliti dengan subjek yang diteliti (diobservasiatau diwawancarai), dengan cara mengenalkan diri penmeliti terlebihdahulu, maksud dan tujuan peneliti, sehingga untu kevalidan datayang telah di catat dapat diadakan pertemuan dan pemotretanterhadap subjek penelitian.
Keempat, studi dokumentasi yaitu mempelajari berbagaidokumen tertulis dari catatan pribadi kyai (buku/kitab) ataugambar/fotofoto, tulisantulisan yang berkaitan dengan fokuspenelitian seperti “Buku Pedoman Madrasah” (BPM), bukumemori anak kelas akahir Ibtidakiyah dan Tsanawiyah DiniyahPondok Pesantren Tarbiyatu Nasyiin.
G. TEKNIK PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA
Agar data yang diperoleh benarbenar valid, maka digunakan“extensive triangulation “ atau kaji silang data, penyatuan pandanganinforman, pengecekan anggota (member chek) dan penyusunanpangkalan data (data base) (Sunarto, 2001: 155157). Hal inipeneliti akuan setelah peneliti berada di rumah dengan memasukandata kedalam komputer.
61
H. TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif, yangdiawali dengan pengkategorian data menurut aspek dan sub aspek,selanjutnya menginterpretasi untuk memberikan makna informasipada tiap subaspek (thematic analysis atau componencial analysis),dan menjelaskan hubungan antara aspek yang satu dengan yanglain (interactive model of analysis). Hal ini sudah dimulai sejakpengumpulan data (diawali sejak persiapan penelitian sampai denganproses pengumpulan data selesai (flow model of anlysis). Kemudiansetelah itu dilakukan analisis dan interpretasi lebih lanjut secarautuh dan menyeluruh mengarah ke fokus permasalahan yangdilakukan secara induktif. Dalam analisis terakhir ini dilakukansecara holistic atas aspekaspek yang telah ditemukan dan dirumuskanmaknanya untuk disusun simpulan yang bersifat umum (themesanalysis) yang sering disebut juga discovering cultural thems analysis.Ada kalanya analisis masih dilanjutkan ke fokus yang menarik danlebih spesifik, langkah ini merupakan cycle khusus (Sunarto, 2001:157).
Langkah langkah analisa data dilakukan sebagai berikut.
1. Reduksi Data (Data Reduction)Dalam reduksi data, aktivitas analisis berbentuk penyeleksian,
pemfokusan, penyederhanaan, pengabstraksian, dan pentransformasian data baku (data kasar)yang dijaring dari catatan lapanganmenjadi data bermakna (Sunarto, 2001: 159). Hal ini telah penelitilakukan sepanjang proses pengumpulan data yaitu: (a) membuatringkasan, (b) pengkodean dan penyiapan tema, (c) menulismemo.Reduksi data menyatu dengan keseluruhan proses analisisatau dengan kata laian “Reduksi data adalah bentuk analisis yangbertujuan menajamkan, menyeleksi, memfokuskan, mengorganisasikan
3. Metode Penelitian
62 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
dengan cara menyajikan “kuncikunci” informasi untuk menunjangsimpulan sementara yang akhirnya dapat digambarkan dandiverifikasikan (Sunarto, 2001: 159).
2. Penayangan Data (Data Display)Maksud data display adalah mencakup perakitan, pengor
ganisasian (assembling) data dari informasi yang berhasildikumpulkan dengan berbagai cara untuk konsumsi penarikansimpulan dan penetapan kegiatan selanjutnya. Makna display disini adalah menjadikan data dapat dilihat secara utuh dan secaraakumulatif dalam suatu tampilan. Hal ini telah peneliti lakukansepanjang penelitian terutama setelah di rumah.
3. Gambaran Simpulan/Verifikasi (Conclusion Drawing/Verification)
Gugus ketiga dalam analisis data kualitatif adalah gambaransimpulan dan verifikasi. Dari langkah awal pengumpulan data,peneliti senantiasa menyimpulkan arti informasi (data) yangdidapat. Dasar pikiran yang digunakan adalah memeliharaketerbukaan dan menghilangkan keraguan. Artinya simpulansifatnya sementra sedangakan simpulan akhir tetap menunggusampai dengan seluruh kegitan pengumpulan data mampumencapai informasi yang utuh dan lengkap yang diperlukan untukmenjelaskan fokus dan/atau menjawab pertanyaan peneliti (Sunarto,2001: 161).
Verifikasi merupakan salah satu langkah kegiatan analisis,berkenaan dengan arah pemikiran “induktif” untuk mendapatkansimpulan akhir, semua simpulan “sementara” peneliti verifikasi agardapat memperoleh simpulan yang mantap. Verifikasi dapatdilakukan dengan kaji silang (cross check) di antara informasi yang
63
ada, diadakan kensensus antara subjek, atau diusahakan untukmencari informasi tambahan perangkat data lain. Hal ini penelitilakukan sebagai upaya validasi/informasi, dengan melakukan“triangulasi”.
Maka dalam proses analisis dilakukan, (a) data yangdikumpulkan dianalisis dalam kegiatan reduksi data dan perakitan data;(b) hasil reduksi data dirakit menjadi hasil yang diharapkan (gambaransimpulansimpulan sementara dengan cara: data/informasi hasilreduksi data dan perakitan data dikaji silang (crossing data chek), (c)diuji kesahihannya (proses truangulasi) dalam kegiatan analisis gugusketiga: penarikan simpulan sementara dan verifikasi (Sunarto, 2001:161).
Proses penemuan titiktitik simpul peneliti lakukan dengankaitannya dengan kejadiankejadian dalam proses pengumpulandata, memeperhatikan “kata kunci” yang muncul dari informan yangdianggap paling tahu maslah yang sedang diteliti, untuk membantudalam proses penarikan simpulan akhir.
3. Metode Penelitian
64 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Bagian KeempatKEPEMIMPINAN KYAI DAN KEMAMPUAN
BELAJAR SANTRI(Studi Kepemimpinan K.H.M. Abd. Aziz Mansur)
A. PROFIL K.H.M. ABD. AZIZ MANSUR
1. Data Diri dan SilsilahK.H.M. Abd. Aziz Mansur lahir tahun 1942, putra kelima
dari sepuluh bersaudara putra K.H. Mansur, sejak kecil diajarlangsung oleh ayahnya sendiri dan ayahnya sangat streng (ketat)dalam mendidik putraputranya, terutama yang dirasakan oleh“Kyai Aziz sendiri”. Antara lain, kalau waktunya mengaji tidak ada,santri disuruh mencari sampai ketemu, setelah itu ngaji, dan ayahnyabecerita tentang ‘Mbah Kyai Abd. Karim, yang tadinya melarat(miskin) tetapi karena “eso ngaji” (pinter ngaji/mampu memahamikitab salaf), akhirnya hidupnya “mulyo” (milia/bahagia). Dari siniKyai Aziz terdorong dalam hatinya ingin mampu mengaji, setiapsaat diajar oleh ayahnya selalu yang dicitacitakan kapan aku ‘esongaji’ (citacitanya kapan saya mampu mengaji, memahami danmenjiwai syari’at agama).
Ketika dia memasuki usia sekolah, pertama kali disekolahkandi Sekolah Rakyat (SR) Bandung kencur sebelah Timur DusunPaculgowang, pada tahun 1930 ayahnya mendirikan Madrasah
66 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Ibtidaiyah, oleh ayahnya ditarik ke Sekolah MI sampai tamat kelasVI, pada tahun 1957 meneruskan ke Pondok Pesantren Tebuireng‘mbaleni’ (kembali) kelas V, karena pelajaranya lebih maju, 4 matapelajaran 3 mata pelajaran agama 1 mata pelajaran umum, waktuitu masih ‘Diniyah’, Tamat kelas VI tahun 1958. Pada waktu ituterjadi penutupan sekolah di Tebuireng, akibat adanya alihkepemimpinan antara Pak Kyai Khaliq, Pak Kyai Yusuf, dan PakKyai Karim, sekolah ditutup ’plek’ (sama sekali). Anakanakterpencar ke Seblak, Kwaron, dan Keras, selama satu minggu.Setelah ditata kembali oleh Kyai Ilyas, Mentri Agama waktu itudengan Mbah Khairiyah, santri kembali masuk, kurikulum dirobahtotal disamakan dengan kurikulum Departemen Agama. Abahnyamendengar mengatakan kepadanya (Kyai Aziz) supaya mencari‘pondok sing eso ngaji, perkoro pangkat apo jareni gusti Allah’,(mencari pondok yang mampu mengaji, perkara derajat apa kataAllah).
Hal tersebut cocok dengan keinginan saya (Kyai Aziz), akhirnya mencari pondokpondok antara lain ke Lasem, Sarang,Magelang, tidak ada yang cocok akhirnya ke Lirboyo. Setelah tamatdi Lirboyo tahun 1962, selama lima tahun langsung disuh mengajar,tetapi sambil ngaji ke Pondok Lasem, Sarang, Magelang, SemeloPerak, mengikuti pengajian ‘kilatan’ (pengajian cepat/tuntas),untuk‘ngalap berkah kyai sepuh’, (ngambil berkah kyai tua), setelah selesaikembali ke Lirboyo, dan mengajar berhenti selama satu tahun,kemudian mengajar lagi disuruh memegang fan (vak) yang sulitsulit, seperi nahwu, dan sharaf, menjadi mustahiq (wali kelas)berkelanjutan mengikuti murid dari kelas satu sampai kelas tiga(hasil pengamatan dan wawancara tanggal 22 Oktober 2005, dantanggal 26 Oktober 2005).
67
2. Awal Kepemimpinan K.H.M. Abd. Aziz MansurSekitar tahun tujuh puluhan dengan permintaan orang tua,
supaya mengisi pengajian di Rumah (Paculgoang), terutama kalaupuasa Ramadhan, diminta ibunya (Nyai. Hj. Salamah) membantuabahnya (ayahnya K.H. Mansur), akhirnya pada tahuntahun itusaya sering berada di rumah. Pada tahun 1974 dia menikah denganputri K.H. Masduqi, yaitu Nyai Muslimah, putri dari gurunyasendiri, ‘muridnya sendiri’. Setelah ayahnya meninggal sekitartahun 1983, yang sebelumnya memang sudah sering disuruhmengisi pengajian setiap bulan puasa di Paculgowang, akhirnya diapulang ke Jombang.
Dengan didorong oleh temantemannya (santrisantrinya) diamendirikan Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in, dimulai dengansistem sorogan, kemudian bandongan dan mendirikan “DiniyahTarbiyatun Nasyiin Tingkat Ibtidaiyah sampai Tingkat Tsanawiyah”,pada tahun 1986 M/1406 H, diresmikan oleh: K.H. AnwarMansur Pengasuh Pondok Putri Hidayatul Mubtadiat Lirboyo.Modelnya persis seperti apa yang dilakukan di Lirboyo, denganmenekankan pelajaran yang betulbetul dapat membersihkan hatisantri dari pengaruhpengaruh keyakinan yang lain.Di tekankanpada pelajaran agama yang mengandung tiga nilai dasar yaitu“keimanan atau tauhid, keislaman atau syari’at, dan akhlak atautata kerama, baik dengan Allah, dengan sesama manusia bahkandengan makhluk lainnya.
Menurut pernyataannya (K.H.M. Abd. Aziz Mansur), dalammaui’zhahnya pada malam muada’ah (perpisahan) pengajian bulanRamadhan (puasa), Diniyah Tarbiyatun Nasyi’in Paculgowang, adanilai lebihnya, dibandingkan dengan Lirboyo yaitu diberi programpaket B dan C, didirikan sekitar tahun 1994. Hal ini menurutnya,mengakomodasi usulan ‘wali alumni di suatu tempat’. Dimana
4. Kepemimpinan Kyai dan Kemampuan Belajar Santri
68 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
alumni mendapat kesulitan untuk khidmat (berpartisipasi) dimasyarakat kalau tidak punya ijazah negeri (formal diakui negara),ada kasus ‘ngimami’ di langgar saja ditanya ijazah formal. Danprogram paket B dan C, sudah dipantau oleh pihak departemenpendidikan maupun pendidikan agama pusat dan daerah. Menurutmereka pendidikan di sini (Diniyah Tarbiyatun Nasyiin), dinyatakanbetulbetul putih. Artinya mendidik santri benarbenar untukmenjadi manusia yang putih bersih ikhlas mengabdikan diri kepadaAllah swt. Sedangkan Program Kejar Paket B, C hanya sekedaruntuk melengkapi agar santri dapat berkiprah secara maksimal dimasyarakat (pengamatan, wawancara, tanggal 20 dan 26 Oktober2005, dokumen: 134).
Menurut keterangan salah seorang santri yang berkhidmat(mengabdi) di unit Baitul Mal WatTamwil (BMT), sekarangSunduqul Mal Syari’ah (SMS) adanya program kejar paket B, danC, bermula dari pengalaman alumni yang sudah berada ditengahtengah masyarakat, ternyata ada yang membutuhkan santri untukmenduduki jabatan dalam lembaga formal yang persyaratanya harusada ijazah yang diakui oleh pemerintah. Maka diadakanlah kejarpaket B, dan C, agar nanti para alumni jika dibutuhkan dalambidangbidang yang memerlukan ijazah formal, tidak ada kesulitanlagi. Dilain pihak jika ada santri yang ingin melanjutkankeperguruan tinggi atau melamar pekerjaan di lembagalembagaekonomi swasta maupun pemerintah (Wawancara tanggl 20Oktober 2005).
Berdasarkan datadata tersebut diatas, berarti pendidikan dipondok pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Paculgowang, inginmelestarikan sistem pendidikan ‘salaf ’ tanpa menutup keinginsantri untuk berkiprah dalam bidangbidang yang lain, sebagaipengamalan ilmu yang telah diperoleh selama di pondok pesantren.Ini juga berarti bahwa Kyai peka terhadap perubahan zaman, tanpa
69
harus meninggalkan halhal yang salaf (lama). Hal in sesuai dengansuatu kaidah: ‘Almuhafzhah ‘ala alqadim alshaleh, wa alakhzdbi aljadid alaslhah’ yang artinya: memelihara nilainilai lamayang baik,dan mengambil nilainilai baru yang lebih baik. Dengankata lain boleh mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan danteknologi yang maju, tetapi yang akan membawa kemaslahatanyang lebih baik, tanpa meninggalkan kemaslahatan yang baik dimasalalu.
3. Tipe Kepemimpinan K.H.M. Abd. Aziz MansurTipe kepemimpinan kyai meniru (mencontoh) kepemim
pinan Nabi, walaupun tidak dapat persis seratus persen, limapuluhpersen saja sudah ngoyo (memaksakan). Nabi ngalakuni disik nembikngajak umati (Nabi melakukan dulu baru mengajak umatnya).Kyai mencontohkan Nabi tidur di kloso (tikar) gegernya ngecap(punggungnya membekas) Siti ‘Aisyah usul kepada Nabi supayamohon kepada Allah agar dapat tidur enak seperti rajaraja Romawi,dan Persi tidurnya diatas kasur yang empuk, Nabi jawab siti ‘Aisyahbukan hanya kasur, gunung uhud bilang kepada saya jadi emassupaya dibelanjakan sesukanya, saya tidak mau, kenapa Nabi? karenakalau saya mau saya kuatir lupa kepada umatku, karena saya diutusuntuk memberikan rahmat keseluh alam. Inilah yang dicontoholeh Kyai. Kyai mengusahakan perhatian kepada umatnya(santrinya), tetapi semampunya karena ‘manusia biasa’ masih gediknafsuni (besar nafsunya) dan ada syetan, duapuluh lima persen sajasudah untung (wawancara, 26 Oktober 2005). Dari pernyatan kyaidi atas dapat dipahami, bahwa dalam kepemimpinnya selaluberusaha meniru kepemimpinan Nabi, terutama dalam kehidupanseharihari menampakan kehidupan sederhana, dengan melayanisantri semaksimal mungkin dengan memberi contoh sebaikbaiknya kepada para santri maupun masyarakat pada ummnya.
4. Kepemimpinan Kyai dan Kemampuan Belajar Santri
70 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Kyai dalam kepemipinannya senantiasa bersikap lemahlembut, baik terhadap santri ataupun masyarakat pada umumnya,beliau menggambarkan sebuah cerita dari ayahnya tentang seorangyang kuat, ’Ajisuko’ suka merampas dan membunuh orang untukmendapat hartanya, sebagai gambaran seorang pemimpin dimasadatang akan serakah dan tomak, melupakan rakyatnya, orangsemacam ini tidak perlu dilawan dengan kekuatan, perang, tetapiharus dilawan dengan ‘ilmu’, seperti Nabi melawan orang kafirMekah, beliau dengan mensitir sebuah ayat yang artunya: “Makadisebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembutterhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi kasar, tentulahmereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlahmereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlahdengan mereka dalam urusan itu (maksudnya: urusan peperangandan halhal duniawiah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi,kemasyarakatan dan lainlain). ‘Kemudian apabila kamu telahmembulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertawakkalkepadaNya (Q.S. Ali ‘Imran: 159).
Setelah mensitir ayat di atas dia menyatakan, rakyat sekarangmembutuhkan pemimpin yang menyayangi rakyatnya, membelarakyat, mengayumi rakyat, seperti sekarang ini bergantigantipemimpin tetap saja menyengsarakan rakyat. Dari sinilah kyaiberharap dengan pendidikan yang putih (murni agama) dipondokini dapat menjadikan santrisantri kelak menjadi pemimpin yangmelayani rakyat atau kaumnya (masyarakatnya). Hal inidigambarkan dalam kitab karangannya, Minhah dzi alJalal,halaman 24 yang artinya: ‘Pemimpin suatu kaum adalah pemimpinyang melayani kaumnya’, dengan komentarnya: ’kalau ingin jadiorang yang mulia maka layanilah kaumnya’ inilah yang diamksuddengan sebuah kata hikmah: ‘alamir khadim alummah’ pemimipin
71
adalah pelayan umat bukan minta dilayani umat’ (Pengamatan,tgl, 22 Oktober 2005).
Juga yang ditiru belaiu dalam kepemimpinanya dari Nabiadalah kepemimpinan ‘Demokratis’. Demokrasi menurut kyaiadalah ‘keadilan dan musyawarah’, ninteng kehendak yakyat secaramusyawarah tidak kaku’ (mengikuti kehendak rakyat melaluimusyawarah tidak kaku), walaupun Nabi segalanya wahyu, tetapitetap menjalankan musyawarah, sepanjang keputusan musyawarahhtidak bertentangan dengan syari’at. Inilah yang dijalankan kyai dalamkepeimpinya di pondok pesantren Tarbiyatun Nasyi’in, dimanaunitunit yang ada dilingkungan Yayasan Tarbiyatun Nasyiin dengan‘Akte Notaris No.30. Tgl. 31 Maret 1988.
Kebijaksanaan yang terapkan oleh selalu dimusyawarahkanterlebih dahulu dengan penguruspengurus yang ada di bwahnaungan yayasan, seperti: unit Pondok, unit Madrasah Dininiyahtingkat Ibtidaiyah, dan Tsanawiyah, unit Progarm kejar paket B,dan C, unit Taman Pendidikan alQur’an, unit Madrasah IbtidaiyahI dan II, serta unit Sunduqul Mal Syari’ah (SMS), bahkanmelibatkan wali santri. Termasuk di dalamnya membentukkepanitiankepanitian seperti: Pengurus Panitia pengajian KilatanRamadhan, Panitia Ujian Madrasah Diniyah, Panitia Akhir sanah,Panitiah peneriman santri baru (wawancara, tanggal 2 dan 16 Maret,dan 16 April 2006).
Contoh lain yang kyai sampaikan tentang Nabi membagikanzakat fitrah setelah selesai (habis), kemudian ada seseorang yangdatang kepada Nabi minta bagian sedekah, lalu orang tersebutditanya oleh Nabi, kamu punya apa? tidak punya apaapa hanyapunya keloso satu (tikar satu), lalu Nabi melelangya kepada parasahabat mulai dari satu dinar, dua dinar, tiga dinar, empat dinar,sampai lima dinar, akhirnya diberikan kepada sahabat ‘ Utsman’.Terus diberikan dua dinar untuk nafkah keluarga selama tiga hari,
4. kepemimpinan Kyai dan Kemampuan Belajar Santri
72 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
satu dinar untuk membeli ‘Khimar’, dan dua dinar untuk beli alatalat untuk kerja, Nabi tidak jatah, karena kalau dijata orang menjadibodoh, mengajari orang keset (malas), Nabi tidak suka pada orang‘bahulabahula’, mempeng agama enggak, mempeng bekerjaenggak, (rajin mengamalkan agama tidak, bekerja tidak) Nabi tidaksuka, kecuali syughul mengajarkan agama (sibuk mengajarkanagama), boleh minta jatah pada orang lain asal tidak memberatkan.Inilah yang dilakukan kyai mendidik santri mengabdi di Pondokagar tidak malas, dia mempunyai sapi, sawah dikerjakan oleh santri,padahal kalu dikerjakan oleh orang kampung biayanya lebih sedikit,tetapi karena ingin mendidik santri mandiri dan tidak malas. Diamengatakan, yang dipakai oleh para ‘alim dalam memimpinpondok meniru sejarah nabinabi, antara lain’ Nabi Dawud as’ketika jadi Ratu (Raja), suatu hari Nabi Dawud as, pergi menyamarketempat pekerja kulikuli, dan betanya bagaimana punya ratu (raja)baru? Mereka menjawab, ‘sae’ (baik), tetapi ‘sayang masih maumakan uang rakyat’, Nabi Dawud as pulang sujud kepada Allahmenangis, mita kepada Allah supaya diberi pekerjaan. Akhirnyadikabulkan menjadi tukang ngelemesno besi (melemaskan besi),tukang pande, belaiau mensitir ayat: yang artinya: “Dansesungguhnya telah Kami berikan kepada Dawud karunia dariKami.(Kami berfirman): “Hai gununggunung dan burungburung, bertasbihlah berulangulang bersama Dawud”, dan Kamitelah melunakkan besi untuknya, (Yaitu) buatlah baju besi yangbesarbesar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yangsaleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan (Q.S.Saba’: 1011).
73
Kyai menerangkan, oleh Nabi Dawud hasil pandenya ‘dibagisepertiga, untuk nafkah keluarga, sepertiga untuk fuqara walmasakin, sepertiga untuk negara membeli alatalat perang’.Menurutnya, ‘para kyai mengajar tidak nggolek bayaran, pangannggolek dewek’ (para kyai tidak mengajar mencari bayaran, tetapinafkah hidup cari sendiri). Contoh tentang Nabi Dawud danpernytaan kyai, berarti beliau dalam memimpin pondok pesanternTarbiyatun Nasyin, tidak menggantungkan hidup kepada santri,tetapi kyai punya usaha, tani, ternak sapi, kambing, dan lainlainuntuk sumber kehidupan kelaurga. Adapun mengajar (memimpin)santrisantri murni mengamalkan ilmu yang telah belaiu perolehdari gurugurunya.
Kyai mendirikan BMT sekarang ‘Sunduqul Mal Syari’ah’(SMS), dilatarbelakangi oleh maksud ‘untuk pengembangan danapodok pesantren, bukan untuk kepentingan pribadi’. Sebab, selagisaya masih ada, saya masih dapat mencari jariyah dari orangorang,kalau saya tinggal apa masih mampu begitu?, maka saya buatkanBMT untuk pengembangan dana pondok pesantren. Sekaligusuntuk menerapkan kitab salaf, (mua’malah kitab fiqh) secara Islamidalam rangka melayani kebutuhan ekonomi masyarakat, yanghasilnya dapat digunakan untuk membiyai pondok, danmemberikan bea siswa pada santrisantri yang tidak mampu, karenasekarang ekonomi semakin sulit, sehingga umat Islam perlu menataekonomi untuk kepentingan masa depan pondok dalam rangkamelayani kebutuhan pendidikan yang dibutuhkan masyarakat(Wawancara tanggal 20 dan 26 Oktober 2005).
Dalam kepemimpinan di lingkungan pondok pesantren,hubungannya dengan alih generasi, kyai menjelaskan bahwa yangdapat mewarisi kepemimpinan pondok adalah ‘anak lakilaki’,kecuali kalau tidak ada anak lakilaki baru putra mantu. Kyai
4. Kepemimpinan Kyai dan Kemampuan Belajar Santri
74 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
mencontohkan, ‘Pondok Lirboyao yang dipimpin oleh K.H. Abd.Karim tidak mempunyai putra lakilaki, sehingga yang mewarisiadalah putra mantu seperti K.H. Mahrus Ali, K.H. Masduqi, danK.H. Mansur pulang ke Paculgowang tidak di Lirboyo. Diamenjelaskan, kados putro kulo (seperti anak saya) H.M. Shobih alMuayyad, sudah saya ajari ikut mengajar, berusaha tani, dagang,ternak supaya anaknya meniru. Karena secara lahiriyah dunia initempat ’ berikhtiar’ agar besok kalau sudah waktunya tidak adakesulitan apaapa (tidak menggantungkan kehidupan pada santri).Secara ‘akidah’ saya pasrah pada Allah swt, beliau mensitir ayat:artinya: “Dan tidak suatu binatang ‘melata’ pun di bumi melainkanAllahlah yang memberi rejekinya, dan Dia mengetahui tempatberdiam binatang itu dan tempat penyimpannya. Semuanya tertulisdalam Kitab yang nyata (Lawh Mahfuz)” (Q.S. Hud: 6). ‘Yangdimaksud “binatang melata” disini ialah segenap makhluk Allahyang bernyawa. Menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan’tempat berdiam’ di sini ialah dunia dan ‘tempat penyimpanan’ ialahakhirat. Sedang menurut sebagian ahli tafsir yang lain makssud’tempat berdiam’ ialah tulang sulbi dan ‘tempat penyimpanan’ ialahrahim (Kerajaan Saudi Arabia, AlQur’an dan Terjemah).
Selanjutnya kyai menjelsakan, putra mantu hanya sifatnyamembantu, seperti telah diperaktekkannya terhadap menantunya(H. Abdul Muid Shohib dan H. Hazim Fikri) (Wawancara, 22Oktober 2005 dan 2 Maret 2006). Hal ini dapat diartikan bahwakepemimpinan dapat diwariskan terutama kepada keturunan darianak lakilaki, kalau tidak ada baru putra mantu, dengan ketentuanmeneruskan apaapa yang telah diajarkan oleh yang mewariskan.Ini sesuai dengan pendapat Imam mawardi tentang orang yang layakmenjadi imam (pemimpin) harus memenuhi tujuh syarat yang di
75
antaranya adalah ‘berketurunan Quraisy’, walaupun diperselisihkanoleh para ulama. Hal ini dibahas dalam bab II.
Idikator kyai sebagai pemimpin ‘demokratis’ dapat disimpulkan sebagai berikut:a. Kyai menginginkan seorang pemimpin yang betulbetul
memikirkan rakyat, bukan mementingkan diri sendiri;b. Pemimpin yang kejam tidak perlu dilawan dengan kekerasan,
tetapi dilawan dengan ilmu pengetahuan serta akhlaq karimahseperti yang diperaktekkan oleh Nabi Muhammad saw;
c. Menyebut santri yang ingin meneruskan/mengkhatamkan kitab‘Tafsir Munir’ ketika di Lirboyo baru mendapat separuh,diteruskan di Paculgowang dengan sebutan’temanteman’,disepakati bulan Ramadhan mulai 20 Sya’ban khatam 20Ramadhan, temanteman minta diganti setelah Syawal dengankitab’Mizan Sya’rani, kyai menyetujuinya. Modelnya soroganyaitu temanteman membaca yang lain mendengarkan, kalauada yang keliru kyai membenarkan;
d. Kyai menyambut baik usul wali santri agar santri diusahakanberijazah negri (diakui negara), dengan realisasinya adanya kejarpaket B, C.
e. Kyai ketika mengimami shalat taraweh setelah selesai yangberdoa adalah santrinya yang bertugas sebagai bilal;
f. Setiap pengajian kilatan Ramadhan dibentuk pengurus khusus(panitia), mulai menanagani pendaftaran sampai khataman danMuada’h (perpisahan);
g. Adanya kepanitiaan akhir sanah baik di tingkat Ibtidaiyahmaupun Tsanawiyah Diniyah, dan Panitia penerimaan santribaru;
4. Kepemimpinan Kyai dan Kemampuan Belajar Santri
76 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
h. Kyai mempersilahkan mengajarkan kitabkitab yang sudahdisampaikan kyai asal betulbetul mampu, terutama kitab sharafkarangan beliau sendiri;
i. Kyai berpesan agar santri yang ikut kilatan Ramadhan walautidak dapat membaca hanya mengikuti sebagai pendengar saja,agar dapat mewarnai dirinya (hatinya) dengan apa yang telahdisampaikan kyai, Insya’ Allah santri akan selamat dari halhalyang kurang baik;
j. Kyai sangat terbuka terhadap siapa saja yang membutuhkanbeliau.
4. Pengaruh Kepemimpinan K.H.M. Abd. Aziz MansurPengaruh kepemimpinan K.H.M. Abd. Aziz Mansur
berdasarkan hasil wawancara dapat diklasifikasikan sebagai berikut.Pertama, pengaruh secara emosional antara masyarakat dengan
kyai, dimana masyarakat menganggap kyai sebagai sentral ilmupengetahuan yang dianggap mengetahui segala sesuatu yangdibutuhkan masyarakat. Hal ini banyak terjadi dikalangan ‘alumni’yang sudah mengabdikan ilmunya di masyarakat, tetapi masihmembutuhkan peran kyai sebagai sentral kepemimpinan secaraspritual, sehingga kyai sering diundang oleh para alumni untukmemberikan pengajian dimana alumni berdumisili. Ataumasyarakat yang memandang kyai sebagi satusatunya yang layakatau cocok untuk memberi pengajian di tempat masyarakat yangmemiliki hubungan emosional dengan kyai, baik karena masyarakatsudah mengenal keperibadian kyai, bahkan karena inginmendapatkan berkah dari kyai yang dianaggap memiliki kerberkahanyang dibutuhkan masyarakat, seperti mengawinkan puitranya ataumeletakkan batu pertama dalam suatu bangunan yang didirikanmasyarakat seperti ‘Madrasah, Masjid, dan Rumah yang akandibangun’.
77
Kedua, pengaruh kyai secara ‘struktural’, kaitannya dengankedudukan kyai dalam suatu organisasi, seperti ‘ketua forumkomunikasi pondok pesantren berbesek agrobisnis’. Dimanasetiap ada acara kyai dimohon hadir sebagai pemberi motivasi kepadaanggota pengurus organisasi ataupun kepada anggota organisasi yangbersimpati dengan kegiatan organisasi yang dipimpin oleh kyai daripondokpondok pesantren seluruh ‘Jawa Timur’. Begitu jugadengan keterkaitan beliu dalam organisasi ‘Partai KebangkitanBangsa’ sebagai anggota Dewan Syura’ Tingkat I dan II, beliausering memberikan pertimbanganpertimbangan dalam mengambilkebijaksanaan dalam keputusankeputusan yang akan diambil olehorganisasi.
Ketiga, pengaruh kyai secara ‘fungsional’ kedudukannyasebagai ‘ulama’, dijadikan panutan bagi masyarakat yangmembutuhkan sesuatu yang berkaitan dengan kehidupanmasyarakat, baik yang bersifat duniawiyah maupun masalahukhrawiyah, seperti masalah eknonomi, kesehatan, rumah tanggadan lainlain ‘kadangkadang diluar disiplin ilmu yang beliau miliki’.
Keempat, pengaruh kyai secara ‘kultural’, berkaitan denganbudaya masyarakat dalam melaksanakan kegiatan keagamaan,terutama dalam memperingati harihari besar’ Agama Islam’ sepertiperingatan Nuzul alQur’an, Ira’ Mi’raj, Tahun baru Hijriyah,Mawlid Nabi saw, Hari raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha, halal bihalal, terkadang sampai masalah kecil seperti walimah tasmiyah(aqiqah), walimah khitan, yasinan, tahlilan, dibaan, manaqiban,dan hawl (memperingati hari meninggalnya orang tua), kyai seringdiundang oleh masyarakat yang punya hajat.
Kelima, pengaruh kyai secara ‘internal’ dikalangan santri,dari keperibadian kyai yang ditanamkan sejak santri berada dipondok, terutama masalah yang berhubungan dengan, keyakinan,
4. Kepemimpinan Kyai dan Kemampuan Belajar Santri
78 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
syari’at dan akhlak yang senantiasa ditekankan oleh kyai untukdiamalkan dalam segala situasi dan kondisi. Seperti yang dicontohkan oleh kyai dalam kehidupan seharihari di lingkunganpondok pesantren dengan menerapkan ketentuanketentuan yangtelah ditentukan lewat pengurus pondok maupun Madrasah yangwajib diikuti oleh semua santri. Tidak kalah pentingnya kyaimenanamkan nilainilai spritual leawat kegiatan ‘Yasinan danistighatsah setiap habis shalat maghrib, shalat hajat setiap malamsenin’. Menurut keterangan santri, mereka merasa tentram danada ketenagan baik ketika dalam keadaan senang atau dalam keadaansusuh. Kyai sendiri mengatakan bahwa setiap laku (prilaku) danucapan beliau merupakan pendidikan (Wawancara tanggal 20, 21,22, 26, 2005, dan 2 Maret 2006).
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa indikatorkepemimpinan kyai berpengaruh kepada santri antara lain sebagiberikut:a. Banyaknya santri yang mengikuti pengajian kilatan setiap bulan
Ramadhan, yang berasal dari berbagai wilayah Kabupaten,khususnya Kabupaten Jombang dan sekitarnya;
b. Adanya pengajian satu bulan sekali yang diadakan para alumni,untuk menambah ilmu (wawasan) walaupun sudah beradadimasyakat;
c. Adanya atsar (membekasnya) ilmu yang diajarkan kyai padasantri walaupun santri belum mampu mencapai derajat kyai dimasyarakat;
d. Diadakanya pertemuan alumni setiap lima tahun sekali, untuktukar menukar pengalaman dimasyarakat, sekaligus untuk mintafatwa kyai dalam memecahkan masalah yang dialami alumnidi daerahnya masingmasing;
79
e. Adanya acara halal bi halal yang diadakan setiap tahun bergilirandi daerahdaerah yang ada alaumninya dengan mengundangkyai untuk memberikan pengajian.
5. Motivasi K.H.M. Abd. Aziz Mansur pada Guru danSantri
Kyai sebagai pengasuh/pemimpin senantiasa memberikanmotivasi kepada asatidz (para guru), dan para santri agarmendapatkan ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat antara lainsebagai berikut.
Pertama, ustadz (guru) hendaknya senantiasa menyayangisantrisantri dengan memberikan bimbingan dan dorongan sertamendoakan santrisantrinya, agar dimudahkan dalam mencari ilmudan bermanfaat di dunia dan diakhirat.
Kedua, ustadz (guru) harus seantiasa mensyukuri ilmu yangtelah diperolehnya dengan banyak mudzakarah, munazharah, sertabersedekah kepada orangorang yang membutuhkan ’insya’ Allahilmunya akan bertambah beliau mensitir ayat yang artinya: “Dan(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnyajika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat)kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), makasesungguhnya azabKu sangat pedih” (Q.S. Ibrahim: 7).
Berdasarkan ayat ini kyai berharap para asatizd (guruguru),dalam berkhidmat mengajarkan ilmunya bukan dalam rangkamencari nafkah tetapi dalam rangka mengharap rida Allah swtsemata. Dan jika mendapatkan sesuatu yang sifatnya materi yangdiberikan oleh pondok itu hanya sekedar ‘bisyarah’ atau ‘fadlal’dari Allah swt. Diharapkan santri yang telah mendapatkan ‘amanah’untuk mengajar baik di sekolah diniyah mapun di pondok, jikapulang kedaerah masingmasing sudah tidak janggung lagi
4. Kepemimpinan Kyai dan Kemampuan Belajar Santri
80 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
mengamalkan ilmunya di tengahtengah masyarakat yangmembutuhkan.
Untuk para santri yang masih proses belajar kyai memberikan motivasi sebagai berikut.
Pertama, agar giat belajar dan bekerja mencari nafkah untukbiaya mencari ilmu sebagai alat atau lantaran mendapatkan ilmuyang bermanfaat, tetapi tidak boleh tamak. Dan tidak boleh kikirbaik harta maupun ilmu, apa yang telah diketahui hendaknya jugadiajarkan kepada orang lain. Dalam hal ini ada santri yangberkhidmat kepada kyai dalam bidang pertanian, perternakan, danperikanan, agar besok kalau sudah pulang kedaerahnya sudahmemiliki keteramplin berusah (ekonomi) mandiri, sehinggadiharapkan besok dalam mengamalkan ilmunya tidak membaniorang lain.
Kedua, agar santri senantiasa menjalankan perintah Allah danmenjauhi laranganNya, sebagi peraktek langsung terhadap ilmuyang telah dipelajarinya, agar menjadi karakter (kepribadian),sehingga nanti jika pulang kedaerah masingmasing, santri tidakhanya memerintahkan masyarakat untuk menjalankan syari’at, tetapisantri terlebih dahulu melakukannya, sehingga mendapatkepercayaan dari masyarakatnya.
Ketiga, santri dalam mencari ilmu hendaknya senantiasatawakkal kepada Allah swt, sabar dalam mengahadapi cobaanmencari ilmu, tidak boleh bosan dan gampang putus asa.
Keempat, dalam masa belajar santri harus memiliki rasa kasihsayang baik terhadap sesama santri maupun setelah pulang ketempatasal, senantiasa berbuat baik secara istiqamah.
Kelima, santri hendaknya memanfaatkan waktu yaitu dengancara belajar semaksimal mungkin, jangan menyianyiakan waktu,untuk halhal yang tidak berguna seperti terlalu banyak bicara
81
(membicarakan) halhal yang tidak ada hubungannya dengan ilmuyang sedang dipelajari; jangan terlalu banyak tidur, belajarlah diwaktu malam dengan menghadap kiblat, jangan membelakangikiblat.
Keenam, santri hendaknya mengerjakan shalat dengankhusyu’ baik shalat wajib maupun shalat sunnah, hal ini akanmemudahkan seseorang menghasilkan ilmu, seperti yangdiperintahkan Allah: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,kecuali bagi orangorang yang khusyu’”(Q.S. alBaqarah: 45).
Ketujuh, santri kalau mau muthola’ah kitab bacalah: Bismillahwa Subhanallah wa alHamdulillah wala ilaha ila Allah hua AllahAkbar wala Hawla wala Quwawta illa Billah al‘Aliy al‘Azhim al‘Aziz al‘Alim ‘Adada Kulli Harfin; Setiap habis shalat wajib mebaca:Amantu Billah alWahid alAhad al Haqq la syarika lah; Banyakmembaca Shalawat pada Nabi: Allahumma Shalli ’ala SayyidinaMuhammad wa ’ala Ali Saiyyidina Muhammad.
Kedelapan, santri hendaknya tidak menolak takdir Allah,berusahalah (berikhtiarlah dan berdoa), karena Allah menghapussesuatu yang dikehendaki dan menetapkan sesuatu yangdikehendakiNya. Beliau mensitir ayat yang artinya: “Allahmenghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yangDia kehendaki), dan disiNyalah terdapat Umm alKitab (LauhMahfuzh) “(Q.S. alRa’ad: 39).
Kesembilan, motivasi; kyai agar santri berusaha agar mudahmendapatkan rejeki baik ketika di pondok dengan membacawiridan tertentu (bacaan khusus), serta senantiasa mendoakan keduaorang tua. Antara lain membaca bacaan di waktu terbit fajar hinggamasuk waktu shalat: ’Subhanallah al‘Azhim Subhanallah waBihamdih astaghfirullah wa atubu ilaih’ seratus kali, bacaan ini
4. Kepemimpinan Kyai dan Kemampuan Belajar Santri
82 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
dihubungkan dengan ayat yang artinnya: “maka aku katakan kepadamereka: ’Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Diaadalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujankepadamu dengan lebat, dan membanayakkan harta dan anakanakmu, dan mengadakan untukmu kebunkebun danmengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungaisungai” (Q.S.Nuh: 1012).
Dan membaca: ’la ilaha illa Allah alMalik alHaqq alMubin,tiap hari pagi dan sore ‘seratus kali’, dan membaca: ’AlHamdulillahwa Subhanallah wala ilaha ila Allah’ setelah shalat subuh tigapuluhtiga kali, membaca: Astaghfirullah, tujuh puluh kali, setelah shoalatmaghrib, banyak membaca: ’la hawla wala quwwata illa billah al‘Aliy al‘Adhim, dan Shalawat Nabi, setelah shalat Subuh,danmembaca: ’Allahuma aghnini bi halalika ‘an haramik wa akfini bifadlika ‘amman siwak’… seterusnya dapat dilhat dalam kitab ‘Ta’limalMuta’allim’, karangan ‘Syekh alZarnuji’ (Pengamatan, 16Oktober 2005).
Kesepuluj, motivasi kyai agar santri senantiasa menjagakesehatan, dengan mempelajari ilmu kesehatan, dan mengambilberkah dari beberapa hadits atsar (hadis yang diriwayatkan olehpara sahabat), yang telah dihimpun dalam kitab Syaikhul ImamAbul Abbas alMustaghfiry yang berjudul: ‘Thibb alNabawi’. Halini menunjukan bahwa santri sebagai sentral nasehat di masyarakt‘besok’ jika menghadapi persoalan apa saja, termasuk di bidangkesehatan masyarakat, jangan sampai tidak dapat memberikanpelayanan alternatif pengobatan, walaupun sekarang ilmuilmukedokteran semakin canggih. Seperti kata Nabi”, Semua penyakaitada obatnya kecuali mati (H.R. Bukhari, 2003, 4: 12,13) artinyamanusia harus senantiasa berusaha mencari kesembuhan kalau sakitsampai ditemukan obatnya, ini ada hubunganya dengan ayat yang
83
artinya: “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku”(Q.S. alSyu’ara’: 80).
B. KEMAMPUAN SANTRI MEMAHAMI KITAB SALAF
Kemampuan santri memahami kitab salaf sangat erathubunganya dengan kepemipinan ‘kharismatik kyai’, danpengaruhnya dalam memotivasi santri selama dalam prosespemebelajaran di lingkungan Pondok pesantren Tarbiyatun Nasyiin.Maka berdasarkan pengamatan dan wawancara serta dokumentasiyang diperoleh, dapat diuraikan kemampuan santri mamahamikitab salaf dengan indikator sebagai berikut:
Pertama, secara akademik santri diniyah Tarbiyatun Nasyiinmampu memahami ktab salaf: (1) bacaannya benar sesuai dengan’kaidah’ nahwu dan shoraf; (2) benar cara memberi makna bahasajawa; (3) benar dalam menerjemahkan ke dalam bahasa jawa; dan(4) benar dalam menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Halini dilakukan proses penilaiannya secara konperhensif, sejak mulaikelas satu Diniyah Tingkat Ibtidaiyah sampai kelas VI, dan kelassatu Diniyah sampai kelas III Tingkat Tsanawiyah. Hasil akhir dapatditerapkan pada semua ‘kitab salaf ’ yang belum pernah dipelajari(Wawancara, tanggal 2 Maret 2006).
Kedua, secara non akademik santri diniyah TarbiyatunNasyiin mampu memahami ‘kitab salaf’(1) mendapat amanat darikyai untuk berkhidmat sebagai ‘Munawib’(ustadz/guru) dimadrasah diniyah tingkat Ibtidaiyah atau di Madrasah diniyahtingkat Tsanawiyah; (2) mendapat amanat dari kyai untukberkhidmat sebagai ‘qari’ (ustadz/guru) di pondok pesantrenTarbiyatun Nasyiin, terhadap santrisantri pemula (yunior); (3)mendapat amanat dari kyai untuk berkhidmat sebagai pengurus/
4. Kepemimpinan Kyai dan Kemampuan Belajar Santri
84 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
karyawan dilingkungan unitunit Pondok Pesantren TarbiyatunNasyiin;(4) mendapat amanat dari kyai untuk berkhidmat sebagi‘Mustahiq’ (guru yang status dan mengajarnya mengikuti jenjangpendidikan siswanya), sekali gus bertanggung jawab terhadapkeberhasilan santri memahami kitab salaf, mulai dari mengontrolkeaktifan siswa musyawarah kelas, memeriksa kitabkitab, catatancatatan, dan buku tamrinan (latihan), sampai penentuan lulustidaknya santri di tingkat madrasah diniyah Ibtidaiyah danTsanawiyah; (5) Mendapat amanat dari kyai untuk berkhidmatmenjadi pengerus/pimpinan di unituni yang ada dilingkunganPondok Pesantren Tarbiyatun Nasyiin; (6) mendapat amanat darikyai untuk berkhidmat dalam berbagai kepanitiaan seperti panitaipengajian kilatan Ramadhan, panitia ujian akhir madrasah, panitiahakhir sanah, panitia penerimaan santri baru (siswa diniyah), (8)mendapat amanat dari kyai untuk berkhidmat sebagai badal(pengganti), mengisi pengajian yang diminta masyarakat kalau kyaiberhalangan.
Kesemuanya menurut kyai sebagai pendidikan lanjutan(pelatihan) bagi santrisantri, untuk bekal pengalaman ketika beradadipondok, dan setelah dimasyarakat (pulang) kedaerah masingmasing dimana santri berdomisili, tidak mengalami kesulitan lagidalam mengamalkan ilmu yang diperoleh ketika berada di PondokPesantern Tarbiyatun Nasyi’in. Maka semua amanat tersebut disebutsebagai ‘khidmah’ (pengabdian), bukan bekerja untuk mendapatkanpenghasilan.
Ketiga, secara eksternal alumni yang sudah pulang, mendapatamanat dari masyarakat untuk mengamalkan ilmunya di berbagaibidang yang dibutuhkan masyarakat, seperti mengajar di lembagalemaga formal dan non formal, menjdi muballigh (da’i) dan lainlain.
85
Keempat, secara psikologis (emosional), (1) adanya pengajianrutin alumni setiap satu bulan sekali yang diisi oleh kyai sendiriberdasarkan kesepakatan musyawarah alumni untuk memeperdalampengetahuan dalam bidang tertentu antara lain kitab tasawuf(akhlak), (2) adanya pertemuan alumni (reuni) setiap lima tahunsekali, untuk mengadakan tukar menukar pengalaman para alumniyang sudah berkhidmat dimasyarakat, dan sekaligus minta patwakyai terhadap berbagai persoalan yang dihadapi alumni dimasyarakat; (3) adanya pemberian ijazah (wirid) dari kyai kepadapara santri yang masih berada di Pondok, terutama bagi santri yangakan pulang atau yang sudah dimasyarakat agar tidak silau (takut)dalam menghadapi masyarakat yang beranekaragamkepentingannya.
Indikatorindikator tersebut di atas merupakan ikatan batin‘hubungan erat’ antara kyai dan para santri yang telah ditanamkansejak santri menginjakkan kakinya di Pondok Pesantren TarbiyatunNasyi’in, dengan bahsa kyai:’santri iso ngaji’, maknani, yaitu:‘hatinya diwarnai dengan syari’at agama’. Artinya, kemampuan/keberhasilan santri dalam memahami kitab salaf tidak selalu diukurdengan kemampuan membaca kitab dihadapan santri, tetapi diukurjuga dari laku (prilaku) santri apakah hatinya diwarnai dengansyari’at agama atau tidak, baik ketika dipondok atau setelahdimasyarakat jika perilakunya tidak diwarnai dengan syari’at agama,maka dianggap gagal. Karena agama bukan kemampuan memahamisemata yang diharapakan, tetapi kemampuan mengamalkansyari’atnya secara bersamasama. Inilah yang menjadi: ’TrilogiPesantern yaitu: berilmu, beramal, dan bertakwa’. Dengan katalain kemampuan santri memehami kitab salaf, sangat ditentukaoleh keperibadianya dalam menjalankan syari’at agama, yang telah
4. Kepemimpinan Kyai dan Kemampuan Belajar Santri
diajarkan kyai dalam berbagai kitab salaf di Pondok PesantrenTarbiyatun Nasyi’in Paculgowang.
86 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Bagian KelimaPENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian selama proses peneliti di lapangan,dan hasil analisis akhir setelah proses penelitian selesai, maka dapatdiambil kesimpulan sebagai berikut:1. Kepemimpinan K.H.M. Abd. Aziz Mansur sangat dipenga
ruhi oleh keperibadian beliau dimasa kecilnya, selama prosespendidikan ‘dini‘ oleh ayahnya K.H.Mansur, sampaimenemukan ‘potensi dirinya mampu mengaji’ dimana hatinyadiwarnai oleh syari’at agama, baik ketika dalam prosespendidikan, maupun setelah mendapat amanat pertama kalimenjadi munawib (guru), dan mustahiq (wali kelasberkelanjutan) sampai menjadi kyai dipondok pesantrenLirboyo, dan akhirnya pulang ke Paculgowang menjadi kyai/Pengasuh Pondok pesantren Tarbiyatun Nasyiin, mulai tahun1970an, dan menetap tahun 1983.
2. Tipe kepemimpinan K.H.M. Abd. Aziz Mansur adalahmencontoh kepemimpinan Nabi Muhammad saw, yang‘Demokratis’ dimana dalam mengambil kebijaksanaan dalamrangka menegakkan ‘keadilan’ selalu berdasarkan ‘musyawarah’sepanjang tidak bertentangan dengan ‘ syariat agama’.
88 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
3. Pengaruh kepemimpinan K.H.M. Abd. Aziz Mansur, sangatdipengaruhi oleh ‘kharisma’, beliau yang selalu menekankanucapan dan prilakunya dihadapan para santri bernuansa‘mendidik’ yang didasarkan pada:’keimanan, syariat, danakhlaq karimah’.
4. Kemampuan santri memahami ‘kitab salaf’ sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan K.H.M. Abd. Aziz Mansur, yangsenantiasa memberikan ‘motivasi’ kepada para santriberdasarkan ilmu pengetahuan yang beliau miliki dari kitabkitab salaf yang diperoleh dari ‘gurugurunya’ dan diterapkandalam kehidupan seharihari dalam mendidik santrisantrinya.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan fokus masalah dan manfaat penelitian yang telahdirumuskan dan hasil penelitian, serta simpulan akhir, maka dapat‘direkomendasikan’ kepada pondokpondok pesantren khususnya,lembagalembaga pendidikan pada umumnya sebagai berikut:1. Tipe kepemimpinan ‘kyai yang dimokratis’ didasarkan pada
kepemimpinan Nabi Muhammad saw, yang bersumber padaalQur’an dan alHadits, serta kitabkitab salaf yang dikarangoleh ‘ulama salaf alshalihin’ perlu diterapkan dilingkunganpondokpondok pesantren, dan lembagalembaga pendidikanpada umumnya.
2. Sistem pendidikan pondok pesantren ‘salaf ’ yang menggunakan sistem belajar ‘tuntas’ dengan sistem ‘evaluasi’ yangberkelanjutan sesuai dengan bakat, minat peserta didik, perluditerapkan dalam sistem pendidikan ‘modren’ denganmodifikasi’ sesuai dengan ‘kompetensi’ yang diminati olehpara peserta didik di lembagalembaga pendidikan formal.
89
3. Setiap guru, dosen atau pendidik hendaknya ‘memotivasi’peserta didik secara maksimal bahwa’mencari ilmu wajib danmengamalkan ilmu juga wajib’, dengan penuh ‘pengabdiandan keikhlasan’, sehingga peserta didik benarbenarmendapatkan ilmu yang bermanfaat dalam kehidupan duniamaupun akhirat.
4. Guru, dosen, atau pendidikn, hendaknya menjalin hubunganyang ‘harmonis’ dengan peserta didik, secara berkesinambungan baik ketika masih dalam proses pendidikan maupunsetelah dinyatakan lulus atau tamat dari suatu lembagapendidikan.
5. Penutup
90 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, 1987. Islam dan Masyarakat; Pantulan sejarahIndonesia. Jakarta: LP3ES.
Agustian, G.A. 2002. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosidan Spritual. Jakarta: Arga:
Arifin, Imron. 1987. Kepemimpinan Kyai, Kasus Pondok PesantrenTebuireng. Kalimashada: Malang.
Bukhari, 2003/1424. Shahih Bukhari, J.4, 5, 9, 13.Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.Dhofier. Z. 1984. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan
Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES.Djamarah B.S. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.Echols M.J, Shadily H. 1984. Kamus Inggris Indonesia.Cornell
University Press, Ithaca and London. Jakarta: PT. Geramedia.Esposito, John L. 2001. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modren.
Bandung: Mizan.Fakhruddin arRazi.Tafsirr alFahru’r Razi: Kairo.Geertz. C. 1981. Abangan Santri Priyai dalam Masyarakat Jawa.
Jakarta: Pustaka Jaya.Haikal, M.H. 2000. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Litra
Antar Nusa.Hajar, Ahmad bin Ali bin. Fath alBari: Mesir.Hamzah, I, Anam, C. 1989. Gus Dur Diadili KyaiKyai. Surabaya:
Jawa Pos.Hardi, N, Martini, M. 2004. Kepemimpinan Efektif. Yogyakarta:
Gajah Mada Universitas Press.Hart,M.1985. Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam
Sejarah.PT.Midas Surya Grafindo: Jakarta.
92 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Hasyim, A. 1989. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam diIndonesia. Bandung: Mizan.
Hasyim,U. 1983. Mencari Ulama Pewaris Para Nabi; SelayangPandang Sejarah Para Ulama. Surabaya: Bina Ilmu.
Horikoshi. 1987. Kyai dan Perubahan Sosial. Jakarta: P3M.Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir. 1996. Menuju Jama’atul
Muslimin; Telaah Sistem Jama’ah dalam Gerakan Islam.Jakarta: Rabani Press.
Ibnu Hazm Abu Muhammad.AlMilal Wa alNihal. Beirut.Idris Mohammad.1351 H. Kamus Marbawi. Arab Melayu: Mesir.Koncaraningrat. 1981. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN. Balai
Pustaka.Mahzar, A. 1983. Integralisme,Sebuah Rekonstruksi Filsafat Islam.
Bandung: Pustaaka.Majid, Nurcholis. 1987. Islam Kemodrenan dan Keindonesiaan.
Bandung: Mizan.Makram, Ibnu Manzhur Jamal alDin Muhammad bin. Lisan al
Arab. Bulaq.Maksum, Muchtar. Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan
dan Transformasi Pesantren. Pustaka Hidayah.Malik, Fahd li Thiba’at alMushaf alSyarif Medinah Munawwarah.
AlQur’an dan Terjemahnya. PO Box 6262: Kerajaan SaudiArabia.
Mawardi, Habib, Muhammad, Abul Hasan, 450 H. AlAhkamalSulthaniyah.
Moleong, L.J. 2002. Methodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
Mubarak, Al Imam Abdullah. AlJihad.Munawir, I. Ek. AsasAsas Kepemimpinan Islam. Surabaya: Usaha
Nasional.
93
Muslim. Shahih Muslim, J.3.Musnadu’l –Imam Ahmad.tt. Bi Tahqiq Syahir. Mesir.Nasution, Noehi. 1993. Materi pokok Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Universitas Terbuka.Nawawi, Abu Zakaria Yahya bin Syaraf. AlHujjah.Noer, D. 1982. Gerakan Modren Islam di Indonesia. Jakarta: LP3ES.Porwadarminta. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.Prabu, A.A.A. Raden Cahaya. 1986. Perkembangan Taraf Inteligensi
Anak. Bandung: Angkara.Purwanto, M. 1995. Psikologi Pendidikan. Zet. X. Remaja
Rosdakarya:Bandung.Rahardjo, D. 1985.a. Pergulatan Dunia Pesantren, Membangun
dari Bawah. Jakarta: P3M.Rahardjo,D.1985.b. Pesantren dan Perubahan. Jakarta: LP3ES.Rais Dhia’ alDin. AlNazhariyah alSiyasiyah. Mesir.Schmech, R.R. 1989. Society and Power. Jakarta: Rajawali Press.Slameto, 1991. Belajar dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta:Sukamadinata, S.N. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.Sunarto, 2001. Metodologi Penelitian IlmuIlmu Sosial dan
Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press.Sunyoto, A. 1989. Ajaran Tasawuf dan Pembinaan Sikap Hidup
Santri, Pesantren Nurul Haq Surabaya. Studi Kasus, Tesistidak di publikasikan. Malang: FPSIKIP.
Wahid,A. 1984. Bunga Rampai Pesantren. Jakarta: Darma Bahkti.Yunus, M. 1990. Kamus ArabIndonesia. Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/Pentafsiran AlQur’an.Zarnuji, Syaikh Ibrahim bin Ismai’il. Abad ke14. Ta’lim al
Muta’allim. Surabaya: Maktabah alHidayah.
Daftar Pustaka
94 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Lampiran 1:
INTERVIEW GUIDE(PEDOMAN WAWANCARA)
A. Kepemimpinan Kyai H.M. Abd. Aziz Mansur1. Bagaimana profil kyai Abd. Aziz Mansusr yang saudara
ketahui?2. Bagaimana kepribadian kyai yang saudara ketahui?3. Keperibadian apa saja yang saudra ketahui tentang kyai?4. Dari mana saudara mengenal kyai Aziz Mansusr?5. Bagaimana cara kyai mengangkat santrisantri yang
mengabdikan diri di Pondok Pesantren TarbiyatunNasyiin?
6. Bagamana pendapat saudara tentang keikhlasan kyaidalam memberikan pengajian?
7. Apakah saudara merasa puas dengan pelayanan kyaidalam memberikan pengajian?
8. Bagaimana pendapat saudara tentang pernyataan kyai:’kalau ingin jadi pemimpin yang dimuliakan, makajadilah pemimpin yang berkhidmat pada masyarakat ataukaum’.
9. Apa tujuan kyai mendirikan BMT?10. Apakah ada hubungannya dengan pengamalan fiqih
mua’amalah?11. Bagaimana tipe kepemimpinan kyai menurut sudra?12. Apakah yang saudara maksud dengan kepemimpinan
yang berdasarkan agama?13. Apakah ada hubunmgannya dengan kepemimpinan
Demokrasi?
95
14. Bagaimana pendapat saudara tentang demokrasi menurutAgama?
15. Apa saja ciriciri demokrasi menurut pandangan agama?
B. Pengaruh Kepemimpinan Kyai Aziz Mansur1. Apakah ada pengaruh yang saudara rasakan dari
kepemimpinan kyai?2. Pengaruh apa saja yang saudra rasakan dari
kepemimpinan kyai?3. Apakah ada pengarauh kepemimpinan kyai dari aspek
perilakunya?4. Apakah prilaku kyai ada hubungannya dengan ilmu yang
kyai miliki?5. Apakah sudar mengikuti pengajian kilatan Ramadhan
ada hubungannya dengan keilmuan yang diajarkan kyai?6. Apakah ada perbedaan yang saudara rasakan antara kyai
memberikan pengajian umum dengan pengajaran dimadrasah Diniyah?
7. Apa maksud kyai memberikan pengajian umum kepadasantri?
8. Apakah tidak cukup memberikan pelajaran di MadrasahDiniyah saja?
9. Sikap perilaku apa saja yang saudara rasakan darikepemimpinan kyai?
10. Apa yang saudara maksud dengan kyai mempunyaikeistimewaan?
11. Mengapa kyai selalu mendasarkan sesuatu masalahkepada kitab salaf?
12. Apa yang saudara ketahui tentang kitab salaf?13. Kitabkitab salaf apa saja yang diajarkan oleh kyai?
Lampiran-Lampiran
96 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
14. Apakah kyai senantiasa mengamalkan ajaran kitabkitabsalaf yang ia ajarkan?
15. Tentang ajaran kitab salaf apa saja yang menjadipedoman kyai dalam amaliyahnya?
16. Apakah kyai selalu menekankan pada kitab salaf bidangilmu tauhid?
17. Selain kitab tauhid kitab salaf apa lagi yang menjadipedoman kyai dalam memberikan pendidikan padasantrisantrinya?
18. Bagaimana dengan kitab salaf tentang akhlak (tasawuf)?19. Kitab tasawuf apa saja yang diajarkan oleh kyai?20. Mengapa kyai selalu menekankan kitab salaf ‘Ta’lim al
Mutaa’llim‘ dalam memberi motivasi santrisantrinyadalam mencari ilmu?
C. Kemampuan Santri Memahami Kitab Salaf1. Bagaimana indikator santri mempau memahami kitab
salaf?2. Apakah amanat yang diberikan kyai sebagai indokator
kemampuan memahami ktab salaf?3. Amanat apa saja biasanya yang diberikan kepada santri?4. Apakah yang dimaksud amanat menurut saudara?5. Bagamana indikator santri memahami kitab salaf dalam
proses belajar mengajar?6. Apakah bacaan merupakan salah satu indikator
kemampuan?7. Bagaimana dengan memberi makna dengan bahasa Jawa?8. Ilmu apa yang sangat erat kaitannya dengan kemampuan
membaca kitab salaf?
97
9. Bagaimana cara menguasai ilmu nahwu dan shoraf yangditerapkan di Madrasah Diniyah?
10. Apakah kalau sudah menguasai ilmu nahwau dan sharafdapat diperaktekkan pada kitabkitab lain yang belumdipelajari?
11. Motivasi apa saja yang ditekankan kyai agar santrimampu memahami kitab salaf?
12. Motivasi apa yang paling ditekankan oleh kyai?13. Apakah ketkwaan merupakan salah satu motivasi yang
ditekankan kyai?14. Kitab salaf apa yang menjadi pedoman kyai memotivasi
santri?15. Bagaimana pendapat saudara tentang kitab ‘Ta’lim al
Muta’allim’ sebagai sumbner motivasi kyai?16. Motivasi apa yang paling menonjol yang ditekankan kyai
pada santri?17. Apakah pengalaman kyai modok pernah diceritakan pada
santri?18. Mengapa santri senantiasa ditekankan harus memulikan
guru?19. Apakah ada pengaruh hubunmgan kyai dengan santri
dalam memahami kitab salaf?20. Hubungan apa yang paling menonjol antara kyai dengan
santri?21. Mengapa hubungan silaturahim senantiasa dilakukan
antara santri dengan kyai?22. Kapan santri melakukan hubungan silaturahim dengan
kyai?23. Apa makasud santri melakukan silaturahim dengan kayi?
Lampiran-Lampiran
98 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
24. Apakah santri yang melakukan silaturahim memberikansesuatu pada kyai?
25. Apa maksud santri memberi sesuatu pada kyai?26. Apakah kyai senantiasa mendoakan santrisantrinya?27. Apakah pemberian ‘ianah (bantuan) santri kepada
pondok sebagai jariyah?28. Apakah pengertian jariyah menurut saydara?29. Apa ada karamah kyai yang saudara rasakan selama di
pondok?30. Apakah karomah sama dengan berkah?31. Apakah yang saudra ketehui tentang khidmat?32. Aapak santri yang berkhidmat mengharapkan berkah
kyai?33. Aapakh santri yang berkhidmat mengharapkan nafkah?34. Apakah nafkah santri yang berkhidmat ditanggung kyai?35. Apakah yang saudara ketahui tentang ijazah yang
diberikan kyai setiap mengkhatamkan kitab atau tamatsekolah?
36. Apakah ijazah yang diberikan kyai sebagai ikatan batinantara santri dengan kyai?
37. Apakah ada hubungan ijazah dengan tawasul?38. Apakah tawasul santri dalam belajar ada hubungannya
dengan mengharap berkah kyai?39. Bagaimana pendapat sudara tentang kitab yang
diijazahkan kyai dengan yang tidak?40. Apakah saudara sudah dapat merasakan pengaruhnya?
99
Lampiran 2:
SILSILAH KELUARGA BESAR PENDIRI PONDOK PESANTRENTARBIYATUNNASYI’IN PACULGOWANG DIWEK
JOMBANG JAWATIMUR
Lampiran-Lampiran
100 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
101Lampiran-Lampiran
Gambar 3. KH. Mansur Anwar, Syeh Yasin al-Padangi dan KH. Imam Yahya
Kunjungan Silaturraim di PP. Lirboyo
Gambar 4. Keluarga Besar KH. Mansur Anwar
Gambar 1. KH. Mansur dan KH. Mahrus Ali (almarhum), Menantu KH. Abdul
Karim
Gambar 2. KH. A. Hafidz Abdullah, KH. M. Abdul Aziz Mansur, KH. Ahmad Idris Marzuki, KH. Sohib Bisri,
Keluarga KH. Abdul Aziz Mansur bersama keluarga lainnya
Foto-Foto Dokumentasi
102 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Gambar 5. KH. Aziz Mansur sekeluarga
Gambar 6. Romo KH. Abdul Aziz Mansur
Saat Menjadi Mustahiq Di Pondok Lirboyo
Gambar 7. KH. M. Abd. Aziz Mansur
Sambutan Haflah Akhir Sanah
Gambar 8. Siraman Rohani KH. M. Abd. Aziz
Mansur Pada Para Santri Dua Minggu Sekali
103Lampiran-Lampiran
Gambar 9. KH. M. Abd. Aziz Mansur
Bersama Pengurus Pondok dan K-Depnaker dan Kru KLK Jombang
Gambar 10. Sambutan Pengurus Pondok Dalam
Acara Pelantikan Pengurus Komplek
Gambar 11. KH. M. Abd. Aziz Mansur
Bersama Gus Dur Dalam Acara Harlah Banser Jatim
Gambar 12. KH. M. Abd. Aziz Mansur Bu
Nyai Bersama Tutu Indra Rukmana Dalam Forum Silaturrahim dan
Istighosah
104 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Gambar 13. KH. M. Abd. Aziz Mansur
Bersama Akbar Tanjung, Ta’ziyah Wafatnya Ibu Nyai Umi Kulsum
Mahrus di PP Lirboyo
Gambar 14. KH. M. Abd. Aziz Mansur
Bersama R. Hartono (Menpen) Sbg Hubungan Ulama dan Umara
Gambar 15. Seminar Keagamaan Tentang
Perkawinan PPTN Dengan M3TN
Gambar 16. Munawib Sedang Menerangkan
Ilmu Falak
105Lampiran-Lampiran
Gambar 17. KH. M. Abd. Aziz Mansur Ibu
Nyai Beserta Santri Putri Madrasah PPTN Kelas 3
Gambar 18. KH. M. Abd. Aziz Mansur
Bersama Bupati Jombang di Lahan Pertanian Hidrophonik Sebagai
Juara IV Se-Jatim
Gambar 19. Sambutan a.n. Pengasuh PPTN Dalam Acara
Haul KH. Mansur Anwar Ke-14
106 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
FOTOFOTO HASIL OBSERVASI
Gambar 1. Setting Pengajian Kilatan
Ramadhan
Gambar 2. Setting K.H.M. Abd Aziz Mansur Sedang Membacakan Kitab Salaf
Gambar 3. Setting khataman Kilatan
Romadhan dan Nuzul al-Qur’an
Gambar 4. Setting Peserta Kilatan Romadhan
107Lampiran-Lampiran
Gambar 5. Setting Pengurus BMT/SMS
Gambar 6. Setting Peserta Kilatan Ramadhan
Putri
108 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
BIODATA PENULIS
Drs. H. Rusman Pausin, M.Pd.I dilahirkan diBaturaja, 26 November 1948, putra kedua daritujuh bersaudara, putra dari H. Pausin dengan HjSiti Abidah. Alamat rumah di Jalan Veteran RT.02,RW.01, No.42, Dusun Blimbing, Desa Kewaron,Kec. Diwek, Kab. Jombang, Telp. 0321863924,
Hp.: 081555831415. Pendidikan pertama SRnya di Ogan KomrengUlu, Kota Baturaja, Sumatera Selatan (1963), MTs di Caringin, Labuhan,Banten (1966), MA Salafiyah Syafi’iyah Pondok Pesantren Tebuireng,Jombang (1971), Sarjana Muda Fakultas Dakwah Universitas HasyimAsy’ari, Jombang (1974), Sarjana S1 Fakultas Dakwah IAIN SunanAmpel Surabaya (1979), S2 Konsentrasi Manajemen Pendidikan IslamPascasarjana IKAHA Tebuireng, Jombang (2006).
Karirnya sebagai dosen di awali di Fakultas Dakwah IAIN SunanAmpel Surabaya sampai tahun 1980, selanjutnya di Fakultas DakwahIKAHA, waktu itu masih bernama UNHASY (1982sekarang), denganvak utama Jurnalistik dan Public Relation. Rusman juga mengajar diFakultas Tarbiyah IKAHA, dengan vak utama Pendidikan Kewarganegaraan (2000sekarang). Rusman pernah menjabat Pembantu DekanI Fakultas Dakwah IKAHA (19891995), Dekan Fakultas DakwahIKAHA (19951999), Kepala Biro Kemahasiswaan IKAHA (20022005), Pembantu Rektor IKAHA (periode 20062010).
Karyakarya ilmiahnya turut mewarnai dunia akademik, diantaranyaadalah: Jurnalistik I (buku, 1990); Transformasi Nilai Islam dan TantanganInformasi Global Dewasa ini (artikel pada Bulletin “AlFikrah” IKAHA,1997), Deskripsi Pemikiran Pendidikan Islam Zaman Klasik dan Tengah(LK3 IKAHA, 2005). Disamping itu, sejumlah makalah yang telahdihasilannya adalah: Serjarah Organisasi Pelajar Islam Andalas (OPIATebuireng, 1984), Retorika Dakwah (OPIM Tebuireng, 1987),Kepemimpinan dalam Islam (Madrasatul Qur’an Tebuireng, 2000),Prinsip Kepemimpinan Islam (BEM IKAHA, 2006). Rusman juga pernah
109
menjadi penyunting ahli pada Bulletin “AlFikrah” IKAHA (19951997).
Selain karya ilmiah, Rusman pernah melakukan penelitianpenelitian: Pemuka Agama dan Proses Penyiaran Islam (Kajian Historis)(Wakil Ketua penelitian kelompok, 1996), Motif Santri memasuki SMUA. Wahid Hasyim (Studi Komparasi Berdasarkan Asal Santri PP Tebuireng)(Penelitian mandiri, 2004), Kepemimpinan Kyai dan Pengaruhnyaterhadap Kemampuan Santri memahami Kitab Salaf PP Tarbiyatun Nasyiin,Paculgowang, Diwek, Jombang (Penelitian mandiri, 2005/2006).
Untuk menjang karirnya sebagai dosen, Rusman pernah mengikutisejumlah kegiatan lokakarya dan pelatihan profesional, diantaranyaadalah: Peranan Dakwah Dalam Pembangunan Politik di Indonesia(1988), Penataran dan Lokakarya Dosen PTAIS di Lingkungan KopertaisWilayah IV Surabaya (1990), Kedudukan Wanita sebagai ‘Imadul BiladDengan Aplikasi dan Eksistensinya dalam Dunia Pendidikan (1989),Lokakarya Penelitian bagi Dosen IKAHA (1991), Penelitian KualitatifDasar Epistomologis, Teori dan Metodologi (1992), Penelitian KualitatifKomunikasi, Model dan Operasinalisasinya (1992), Penelitian KualitatifBimbingan Penyuluhan Agama, Model Operasionalisasinya (1992),Profesionalisasi Sistem, Pengajaran Kitab Kuning di Pesantren (1992), PolaPengembangan Pengajaran Madrasah Pesantren Manghadapi Kurukulum1994 (1993), Membangun Visi Madrasah Masa Depan (1999), FormatPendidikan Masa Depan (1999), Temu Ilmiyah tentang Worldview Islam& Modernisme (2004), Pelatihan Pemberdayaan Diri dan PembelajaranInovatif bagi Dosen IKAHA (2004), Seminar Nasional UU Guru danDosen dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Indonesia (2005),Workshop Emotional Freedom Tecknique (EFT) (2005), SemilokaKemahasiswan PTAIN & PTAIS Jawa Bali dan NTB (2006), PelatihanSistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPMPT) (2009), TemuWicara Mahkamah Konstitusi RI dengan Pimpinan Perguruan TinggiNahdlatul Ulama seIndonesia [Kerjasama Mahkamah Konstitusi denganAsosiasi Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (APTINU)], di Jakarta, 1931 Januari 2010.
Biodata
110 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Dalam menjalankan tugasnya sebagai dosen, Rusman juga aktifmembimbing mahasiswa untuk praktikum, PPL, KKN, maupunpengabdian masyarakat. Selanjutnya dalam pengabdian kepadamasyarakat, sebagai dosen Rusman aktif memberikan Pengajian Rutinsetiap Jum’at malam Sabtu di Mushalla Baiturrahman dan MushallaDarul Hjkmah Sukopuro (1987sekarang).
Dalam organisasi sosial, Rusman pernah aktif di IKAS (IkatanKeluarga Andalas Selatan), sekarang bernama OPIA (Oraganisasi PelajarIslam Andalas), pendiri dan anggota dewan Penasehat Organisasi PelajarIslam Andalas (1974sekarang) yang berkedudukan di Pondok PesantrenTebuireng, Jombang.
Dalam perjalanan karirnya, Rusman pernah memeroleh piagampenghargaan, diantaranya adalah: Piagam Penatar P4 120 Jam/SK Penatardi IKAHA (1989), Satyalancana Karyasatya XXX Tahun dari PresidenRI (2008).
111
BIODATA EDITOR
Drs. Sokhi Huda, M.Ag lahir di Sidoarjo, pada 28 Januari1967, dari pasangan Hasan Aijuddin dan Nur Azah.Pendidikan dasar hingga menengahnya ia tempuh diSidoarjo: SDN (1979), MTs (1983), MA (1985). Iaberhasil menyelesaikan S1 di Fakultas Dakwah pada 1990dan Magister Pemikiran Islam pada 2001. Keduanya
ditempuh di IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Ia beralamat di Pesantren AtTahdzib(PA) Rejoagung Ngoo Jombang, kode pos: 61473, HP: 08165425539 (matrix),081935000277 (XL).Selain sebagai dosen tetap di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, SokhiHuda juga menjadi dosen Dpk (Diperbantukan) di Fakultas Dakwah dan DLB diFakultas Syari’ah Institut Keislaman Hasyim Asy’ari (IKAHA) Tebuireng, Jombang.Dia pernah menjabat Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), KepalaLaboratorium Dakwah (LABDA), Pembantu Dekan Fakultas Dakwah, dan pernahmenjadi Kepala Biro Administrasi Umum, Akademik, dan Kemahasiswaan di tingkatInstitut.Buku barunya yang terbit secara nasional berjudul Tasawuf Kultural Fenomena ShalawatWahidiyah (Yogyakarta: LKiS, 2008) (hasil penelitian lapangan). Buku ini masukdalam seleksi National Library of Australia; Regional Office JakartaIndonesia, No. 4October 2008, halaman 28.Artikelartikel ilmiahnya turut mewarnai beberapa media dan jurnal ilmiah, seperti diAntologi Kajian Islam Program Pascasarjana IAIN Surabaya, Jurnal Ilmu DakwahFakultas Dakwah IAIN Surabaya, jurnal ilmiah Menara Tebuireng IKAHA, Jurnalilmiah STAIN Jember, Bulletin alFikrah IKAHA, dan di Bulletin RABU FakultasTarbiyah IKAHA. Dia juga pernah menjadi editor di media dan jurnal ilmiah diIKAHA (1995sekarang), dan Ketua Seksi Pelatihan/ Penelitian pada Forum KajianIslam dan Sosial (FKIS) Program Pascasarjana IAIN Surabaya (1999/2000).Beberapa artikelnya yang telah diterbitkan, antara lain: Sintesis Quthb adDin dalamMembangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu (1995); Beberapa Model Kemajuan IlmuIlmu Keislaman (2000); NilaiNilai Humanistik Advokasi Fikih alImam alShafi’iterhadap Wanita (2002); Paradigma Ilmu Dakwah dan Pengembangannya MelaluiKajian Empiris (2003); Telaah Kasuistik tentang Khalq alQur’an dalam Latar Historis(2004), Studi Kritis atas Pemikiran Wensinck tentang Sumber dan Perkembangan
Biodata
112 Kepemimpinan Kyai dan Kualitas Belajar Santri
Akidah Muslim (2006), Hak Berpikir, Hak Reproduksi, dan Hak Kepemilikandalam Islam (Tinjauan Historis, Yuridis, dan Sosiologis) (2006),Menggagas Sketsa Konsep Dakwah Kontemporer (Perspektif HistorisParadigmatis) (2008), Potret Rekonstruksi PilarPilar Filosofis IlmuIlmuKeislaman di Indonesia (2009). Sedang beberapa penelitian yang pernahdilakukannya bersama Tim Fakultas Dakwah dan Syari’ah IKAHA, antara lain:Kerukunan Antarumat Beragama di Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang[Studi Deskriptif] (1998); Sistem Pengelolaan Masjid dan Gereja [Studi Kasus MasjidJami’ dan Gereja Katolik Tanjunganom Nganjuk] (2002); Urgensi Teori Maslahah alMursalah dalam Merespons Problematika Ketatanegaraan di Indonesia (Studi KasusPasca Gagasan Era Reformasi) (2001); dan Reorientasi Pengembangan Bank Syari’ahPasca Bergulirnya Lembaga Perbankan Syari’ah (Developmental Research untuk StudiMu’amalah) (2001). Dia juga pernah melakukan penelitian individual tentangPengaruh Bimbingan dan Penyuluhan Agama dalam Mengatasi TatacaraPatologi Muslim (Tradisi Bersih Desa) di Desa Pedagangan, KecamatanWringin Anom, Kabupaten Gresik (1990), Shalawat Wahidiyah; Produk TasawufIndonesia dengan Misi Inklusivisme Global (2007), Perbedaan Hasil BelajarRagam Rasional dan Sosial antara Siswa Pria dan Siswa Wanita (StudiKomparatif di Madrasah Aliyah “Manba’ul Ulum” Kebun Jeruk, Kedoya,Jakarta Barat (2009).Selain aktif mengajar, menulis, dan melakukan penelitian, Sokhi Huda juga pernahmengikuti “Kajian Content Analysis” (1997); “Lokakarya Penelitian Kualitatif” (1999);“Lokakarya Penguatan Participatory Action Research (PAR) bagi PTAIS seIndonesia”(Surakarta, 2006); “Workshop Pemberdyaan Diri Dosen” (2003); Workshop EmotionalFreedom Technique (2005); Temu Ilmiah Worldview Islam & Modernisme (2004);dan “ToT Program Pengembangan Pesantren dan Madrasah” (2005), “LokakaryaPengembangan Kurikulum PTAIS di lingkungan Kopertais Wilayah IV Surabaya(2008)”, “Pelatihan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPMPT) (2009)”,“Workshop Course Design” Lembaga Penelitian (Lemlit) IAIN Sunan Ampel Surabaya(2009), “Short Course Metodologi Penelitian Kuantitatif, Direktorat Pendidikan TinggiIslam, Ditjen Pendidikan Islam, Departemen Agama RI” (2009). Selain itu, SokhiHuda juga aktif mengisi kegiatan di luar kampus, seperti diskusi, bedah buku,pembinaan masyarakat, penelitian, dan aktivitas pemberdayaan pesantren danmadrasah. Dalam sejumlah kegiatan ini dia menulis sejumlah makalah akademik danpengabdian kepada masyarakat serta materi pendidikan dan pelatihan.