kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

30
MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN Kepatuhan Wajib Pajak dan Kemandirian Bangsa Dosen : Dr. Diana Sari, S.E.,M.Si.,Ak., Q.I.A. Disusun Oleh : Afiffudin Birrul W (0109u052) Genessa Dandy Dharmawan (0109u91) Kelas : A FAKULTAS EKONOMI

Upload: genessa-dandy-dharmawan

Post on 05-Dec-2014

137 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

TRANSCRIPT

Page 1: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

MAKALAHSEMINAR PERPAJAKAN

Kepatuhan Wajib Pajak dan Kemandirian Bangsa

Dosen : Dr. Diana Sari, S.E.,M.Si.,Ak., Q.I.A.

Disusun Oleh :

Afiffudin Birrul W (0109u052)

Genessa Dandy Dharmawan (0109u91)

Kelas : A

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS WIDYATAMABANDUNG

2013

Page 2: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

K A T A P E N G A N T A R

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkah

dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan tugas ini, yaitu membuat makalah

tentang Kepatuhan Wajib Pajak dan Kemandirian Bangsa. Adapun dibuatnya tugas

ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Seminar Perpajakan.

Atas selesainya tugas ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Diana Sari, S.E., M.Si, Ak, Q.I.A selaku dosen pada Mata kuliah

Seminar Perpajakan yang sudah memberikan tugas ini kepada penulis.

2. Teman – teman semua khususnya Kelas A.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini, masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis meminta maaf apabila ada kata – kata yang

tidak sesuai dengan hati nurani pembaca. Penulis berharap tugas ini dapat

bermanfaat dan menambah pengetahuan serta wawasan pembaca.

Bandung, Maret 2013

Kelompok 12

Page 3: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

PENGERTIAN KEPATUHAN PAJAK

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang sangat

penting bagi pembangunan nasional dewasa ini. Setiap tahun anggaran

(APBN), pemerintah senantiasa berusaha untuk meningkatkan

penerimaan pajak guna membiayai pembangunan yang dilaksanakan.

Salah satu indicator yang digunakan pemerintah untuk mengukur

keberhasilan dalam penerimaan Negara dari pajak ini adalah tax ratio,

yaitu perbandingan jumlah pajak yang diperoleh atau dikumpulkan

pemerintah dengan jumlah pendapatan domestic bruto dalam satu tahun

fiscal. Semakin besar tax ratio mengindikasikan semakin besar porsi

penerimaan pajak dalam APBN.

Upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak, dihadapkan pada

kondisi masih belum optimalnya system perpajakan dijalankan. Dalam

system self assessment yang berlaku saat ini posisi wajib pajak sangat

penting karena wajib pajak diwajibkan untuk melaksanakan kewajiban

pajaknya secara mandiri. Kewajiban perhitungan pajak, pembayaran

pajak, dan pelaporan pajak dilaksanakan sendiri oleh wajib pajak.

Dengan demikian seorang wajib pajak dituntut untuk mengerti dan

memahami tidak saja peraturan pajak, tetapi juga aspek administrasi dan

prosedur perpajakan. Pemenuhan kewajiban ini tidaklah mudah

dilakukan wajib pajak. Berjalannya sisitem ini banyak bergantung pada

adanya aturan yang jelas, adil, dan transparan, demikian pula prosedur

administrasi sederhana tidak berbelit-belit. Parallel dengan itu,

Page 4: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

administrasi perpajakan dituntut pula untuk benar-benar transparan dan

memberikan pelayanan yang baik dan terpuji, sehingga wajib pajak

dapat melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya dengan baik

dan bertanggung jawab.

Pada akhirnya orang atau badanlah sebagai subjek pajak yang

melaksanakan pembayaran pajak tersebut. Dengan system ini sepanjang

tidak ditemukan data yang menyimpang, maka otoritas penentuan

besarnya jumlah pajak terutang sudah bergeser ke wajib pajak. Dengan

demikian efektifitas system inin banyak bergantung pada seberapa besar

kesadaran dan tanggung jawab seorang wajib pajak. Kesadaran

masyarakat atau kepatuhan pajak seyogyanya menjadi hal utama dalam

prose jalannya system self assessment. Fenomena yang terjadi, perilaku

penghindaran pajak cenderung menjadi bagian dari perilaku warga

masyarakat dalam melakukan pemenuhan tindakan kewajiban

perpajakannya.

Page 5: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

Definisi kepatuhan perpajakan menurut James yang dikutip oleh Gunadi (2005, 5) menyatakan bahwa : “Kepatuhan pajak (tax compliance) berarti bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama (obtrusive investigasi) peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.”

Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assessment system, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar serta melaporkan pajaknya tersebut.

Menurut Safri Nurmantu (2003, 86), terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan material dan kepatuhan formal. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif /hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undangperpajakan. Kewajiban perpajakan formal diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Page 6: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

TINGKAT KEPATUHAN PAJAK

Hubungan sikap kepatuhan pajak dengan strategi kepatuhan dalam

merespons tindak ketidak patuhan pajak digambarkan melalui

compliance model yang dikemukakan oleh Australian tax office (2000)

(James, Hasseldine, Hite, and Toumi, 2003). Model ini didasaarkan pada

asumsi bahwa kebijakan yang diharapkan adalah refleksi dari tingkat

kepatuham pajak yang ada (attitude to compliance). Model tersebut juga

sesuai dengan model yang digambarkan oleh (OECD Centre for Tax

Policy and Administration, 2004: 38). Adapun klasifikasi dari tingkat

kepatuhan pajak dan strategi antisipasi yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan kepatuhan pajak sesuai dengan model OECD dapat dilihat

pada bagian berikut

Have decide not to

comply

Use the full force

of the law

Don’t worry to

complyDeter by detection

Try to but do not

always succeedCreate pressure downwards Assist to comply

Willing to do the

right thingsMake it easy

ATTITUDE TO

COMPLIANCE

COMPLIANCE

STRATEGY

Sumber: OECD Centre for tax policy and Administration

Page 7: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

Berdasarkan model OECD di atas dapat diketahui bahwa perilaku

perilaku kepatuhan wajib pajak adalah bervariasi. Setiap tingkat

kepatuhan dapat di respons dengan strategi kepatuhan yang berbeda.

Pilihan strategi kepatuhan yang dilaksanakan adalah merupakan produk

dari kebijakan. Gambar tersebut menunjukan masyarakat wajib pajak

dibagi menjadi 5 tingkatan kepatuhan. Pada tingkatan paling baik atau

ideal dimana wajib pajak sudah memiliki tingkat kesadaran yang sangat

tinggi dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik

(willing to do the right things), maka sebagai strategi kepatuhan terhadap

mereka adalah upaya fiskus untuk terus menerus memberikan

kemudahan dalam pelayanan yang terbaik. Saat ini Direktorat Jenderal

Pajak memiliki tenaga AR (account representative) yang dapat berperan

aktif sesuai perannya dalam membina wajib pajak, memberikan

penyuluhan, informasi yang diperlukan, sehingga wajib pajak merasa

nyaman dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dengan tingkat kesadaran yang sangat baik wajib pajak akan terus

secara konsisten menunjukan tingkat kepatuhan yang tinggi bila terdapat

pelayanan yang baik dari aparat perpajakan. Wajib pajak mengetahui

dengan benar untuk selalu menjalankan aktivitas ekonominya sesuai

ketentuan perpajakan akan berakibat kontra produktif, dan mereka tidak

akan melakukan hal tersebut.

Page 8: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN

PAJAK

Terdapat banyak factor yang mempengaruhi kepatuhan pajak. Factor-

faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi factor individu, politik,

ekonomi dan factor social (hobsor,2002:1). Sementara itu, Tomkins

(2001:754) mengemukakan bahwa factor social memiliki tingkat

tertinggi sebagai penentu dari tax payer non compliance. Beberapa studi

menunjukan adanya factor-faktor lain yang berpengaruh terhadap

kepatuhan dalam membayar pajak.

Bock (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa dampak

pengenaan sanksi penalty terhadap penggelapan pajak (tax evation),

berakibat menurunnya penerimaan pajak yang diharapkan (expected tax

revenue), tetapi meningkatkan kesejahteraan wajib pajak (tax payer

walfare). Menurutnya apabila pengenaan sanksi denda diterapkan

terhadap penggelapan pajak (evaded tax), maka penghindaran pajak

justru menjadi besar, penerimaan pajak menjadi kecil. Hal ini

menunjukan perlu kajian mendalam seberapa pentingnya pengenaan

penalty sanksi pajak menjadi pilihan kebijakan sebelum diterapkan.

Identifikasi perilaku wajib pajak harus benar-benar dilakukan karena

pengenaan sanksi pajak mensyaratkan kebenaraan hasil identifikasi

wajib pajak. Hanya terdapat wajib pajak yang benar-benar melakukan

kesalahan atau pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi. Masalahnya

adalah tidak seluruh wajib pajak dapat memahami aturan maupun

Page 9: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

prosedur implementasi pelaporan pajak yang benar. Bahkan, dapat

terjadi wajib pajak merasa sudah benar-benar melaksanakan kewajiban

perpajakannya dengan benar sesuai dengan aturan dan prosedur

perpajakan. Namun, tanpa disadari ternyata ada kesenjangan

pemahaman aturan karena berbagai hal. Beberapa di antaranya, misalnya

aturan yang tidak jelas, sehingga terdapat multi tafsir pemahaman antara

wajib pajak dengan fiskus. Pelaporan pajak (SPT) dalam pelaksanaannya

diwajibkan diungkapkan dengan benar, jelas, dan lengkap, dan jelas

haruslah transparan dinyatakan dalam ketentuanya.

Dalam konteks ini apabila fiskus tidak tepat dan tidak professional

dalam menetapkan sanksi akan berakibat tercederainya rasa keadilan

wajib pajak. Dampak pengeterapkan sanksi yang tidak benar adalah

negative dimana wajib pajak cenderung berbuat sebaliknya akan lebih

menghindar pajak dan penerimaan pajak akan menurun. Oleh karena itu,

dalam menentukan dugaan adanya pelanggaran, atau bahkan

penggelapan pajak haruslah disertai fakta dan data yang sebenarnya

yang dapat dipertanggung jawabkan, sehingga hasil yang diharapkan

adalah positif. Dengan demikian ketika pemerintah ingin meningkatkan

bobot besarnya kesejahteraan masyarakat dan pendapatan pajak yang

diharapkan, bagian dari denda yang dikenakan terhadap evaded tax

eharusnya lebih tinggi.

Page 10: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

Prinsip utama penghindaran pajak (tax avoidance), dapat dibedakan

menjadi tiga prinsip yaitu, Stiglitz (1985):

1. Menunda pembayaran pajak (postponement of taxes)

2. Memilih tarif pajak yang lebih rendah (different marjinal tax rates)

3. Merekayasa penghasilan menjadi berbagai jenis penghasilan yang

memiliki tariff berbeda-beda (manipulation of different types of

income that are taxed to different degrees)

FAKTOR UTAMA KEPATUHAN PAJAK

1. Teori Resiko Menentang (risk aversion theory)

Teori standar tentang tax compliance pertama kali dikemukakan

oleh Allingham and Sandmo (1972). Teori ini mengasumsikan

sedemikian tingginya tingkat ketidak patuhan dari sisi ekonomi.

Teori ini berkeyakinan tidak ada individu bersedia membayar

pajak secara sukarela (voluntary compliance). Oleh karena itu

individu akan selalu menentang untuk membayar pajak (risk

aversion)

Page 11: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

Guna menjelaskan teoriya tersebut Allingham and Sandmo merumuskan

suatu model:

D = D (I,t, p, f)…………………………………………….(1)

Keterangan:

D adalah declared income

I adalah pendapatan tetap

t adalah tarif pajak

p adalah probabilitas untuk diaudit

f adalah penalty rate

berdasarkan model ini beberapa factor utama kepatuhan pajak antara

lain; pendapatan yang tetap (I), tarif pajak (t), probabilitas dilakukan

pemeriksaan (p), dan besarnya sanksi yang mungkin dikenakan (f).

menurutnya individu diasumsikan memiliki endowment pendapatan

yang tetap (I) dan harus melaporkan pendapatannya ke pemerintah untuk

menentukan besarnya pajak yang harus dibayarkannya

Page 12: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

2. Teori Moral Pajak (tax morale theory)

Frey (1997) memperkenalkan adanya moral pajak atau disebut juga

motivasi intrinsic individu untuk bertindak, yang didasari oleh nilai-nilai

yang dipengaruhi oleh norma-norma budaya (culture norm). menurut

pendapat ini tax morale dapat dipahami sebagai penjelasan prinsip-

prinsip moral atau nilai-nilai yang diyakini seseorang mengapa

membayar pajak.

Beberapa factor yang mempengaruhi tax morale seperti;

- Persepsi adanya kejujuran

- Sikap membantu atau melayani dari aparat

- Kepercayaan terhadap instansi pemerintah

- Penghargaan atau rasa hormat dari aparat pajak(respect)

- Sejumlah sifat-sifat individu lainnya

Page 13: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

INDIKATOR KEPATUHAN PAJAK

Dalam proses pelaporan pajak dengan system self ratio of assessment,

sommerfield et al.(1994: 77) menjelaskan bahwa self assessment process

requires all entities subject to tax to file a tax return and accurately

report their income. Berdasarkan pendapat ini indicator kepatuhan pajak

didasarkan pada adanya kewajiban seluruh wajib pajak untuk

memasukan Surat Pemberitahuan (SPT) dan melaporkan semua

penghasilan secara akurat.

Sejalan dengan implementasi penilaian sendiri (self assessment)

tersebut, diwajibkan wajib pajak dapat mencapai tingkat kepatuhan

sukarela (voluntary compliance level-VCL). Pengertian VCL adalah

perbandingan antara pajak yang sesungguhnya dilaporkan dengan pajak

yang seharusnya dilaporkan (the ratio of taxes actually reported to taxes

that should be reported). Dengan demikian VCL merujuk pada

kepatuhan wajib pajak untuk melaporkan pajak pada kondisi yang

sebenarnya.

Dalam praktik pelaksanaan yang berlangsung saat ini pada Direktorat

Jenderal Pajak sesuai dengan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007

tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, indicator kepatuhan

wajib pajak antara lain dapat dlihat dari:

Page 14: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

- Aspek ketepatan waktu, sebagai indicator kepatuhan adalah

persentase pelaporan SPT yang disampaikan tepat waktu sesuai

ketentuan yang berlaku

- Aspek income atau penghasilam WP, sebagai indicator kepatuhan

adalah kesediaan membayar kewajiban angsuran pajak penghasilan

(PPh) sesuai ketentuan yang berlaku.

- Aspek law enforcement (pengenaan sanksi), sebagai indicator

kepatuhan adalah pembayaran tunggakan pajak yang ditetapkan

berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebelum jatuh tempo.

- Dalam perkembangannya indicator kepatuhan ini dapat juga dilihat

dari aspek lainnya, misalnya aspek pembayaran dan aspek

kewajiban pembukuan.

Page 15: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

TAX EVASION DAN TAX AVOIDANCE

y

C’ if not caugh

(1-t)y A

C”

(1-t-ts)y if caught e

Evasion Declared Income

Penerimaan Negara yang berasal dari pajak merupakan salah satu aspek penting

daalam rangka menjamin kelangsungan pembangunan yang berbasis pada

kemandirianya dalam pembiayaanya. Meskipun demikian dalam implementasinya,

suatu Negara akan menghadapi kendala terutama terkait kemauan masyarakat

unutuk membayar pajak. Dalam hal ini akan mencul perilaku tax avoidance dan tax

evasion dari masyarakat sebagai wujud dari keengganannya dalam mebayar pajak

yang dibebankan oleh Negara kepadanya.

Page 16: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

KEBIJAKAN DALAM KEPATUHAN PAJAK

Kebijakan system perpajakan yang tepat dimaksudkan untuk lebih

mengefisienkan dan mengefektifkan pemungutan pajak dalam kerangka

meningkatkan penerimaan Negara dari sektor pajak. Hal ini sejalan

dengan perkembangan usaha agar dapat mendukung kebijakan

pendapatan Negara (fiscal policy), tetapi tetap memberikan keadilan dan

kepastian hukum dalam mewujudkan kepercayaan masyarakat. Dengan

demikian system penetapan pajak harus dapat mendukung upaya

pemerintah dalam optimalisasi kebijakan fiscal-nya.

Beberapa system penetapan pajak yang sedang dan pernah diterapkan di

Indonesia adalah sebagai berikut (Sofyan dan Hidayat, 2004:22)

Model system pertama, yaitu system penaksiran pajak secara individual

(self assessment system) yang murni dan self assessment system per

kelompok, dalam memudahkan pengawasannya, Dirjen Pajak

menggolokannya menjadi:

1. Golongan satu, system individual self assessment system murni

diberlakukan kepada mereka yang berstatus wajib pajak pengusaha

besar.

2. Golongan dua, yaitu self assessment system per kelompok

diberlakukan terhadap mereka yang berstatus wajib pajak

pengusaha menengah dan kecil.

Page 17: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

Model system kedua, yaitu system penetapan pajak yang

menggabungkan self assessment system dan official assessment system

per individual. Model system kedua ini pada prinsipnya tetap

menyederhanakan golongan wajib pajak menjadi 2(dua) untuk

memudahkan pengawasan, yaitu:

1. Golongan satu, yaitu self assessment system yang diberlakukan

terhadap wajib pajak pengusaha besar dan bonafide.

2. Golongan dua, yaitu official assessment system per individual

yang diberlakukan terhadap mereka yang berstatus wajib pajak

pengusaha menengah dan kecil.

PAJAK DAN KEMANDIRIAN BANGSA

Dari perspektif ekonomi-politik, kemandirian bangsa sangat

dipengaruhi oleh besar kecilnya penerimaan pajak. Sebab jika dilihat

dari sisi penerimaan (revenues), keuangan Negara Indonesia, selepas

bonanza minyak di akhir 1980an, mayoritas bersumber dari penerimaan

pajak.

Dana pajak inilah yang akan digunakan pemerintah untuk

membiayai pembangunan disamping utang luar negeri yang jumlahnya

juga semakin besar. Adapun salah satu sumber untuk pembiayaan

pembangunan yang digunakan oleh pemerintah adalah tabungan

Page 18: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

pemerintah yang merupakan selisih antara penerimaan dalam negeri dan

pengeluaran rutin.

Sementara itu penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan

pajak dan penerimaan bukan pajak. Besar kecilnya penerimaan pajak

akan berpengaruh pada besar kecilnya penerimaan dalam negeri yang

pada akhirnya akan mempengaruhi besar kecilnya tabungan pemerintah

itu.

Sumber penerimaan yang berasal dari pajak ini dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan yang cukup signifikan, terutama dalam

beberapa dasawara terakhir struktur penerimaan Negara telah bergeser

dari penerimaan minyak dan gas ke penerimaan pajak.

Meskipun peningkatan peran dan fungsi penerimaan Negara dari

sektor pajak ini memperlihatkan kenaikan yang cukup berarti pada tiap

tahun anggaran, namun peranannya belum dapat menghilangkan

ketergantungan kita terhadap pinjaman luar negeri.

Page 19: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

KEADILAN PAJAK: THE ULTIMATE GOAL

Legimitasi pajak adalah keadilanya. Bila pajak dirasakan tidak adil

oleh masyarakat, maka sesungguhnya dasar legimitasinya harus

dipertanyakan. Demikian juga keabsahannya, meskipun ia telah

ditetapkan melalui prosedur demokratis (voting).

Sesuatu yang mayoritas atau demokratis dan procedural tidak

otomatis sama dan sebangun dengan keadilan dan kebenaran. Dictator

mayoritas seringkali sama buruk nya dengan tirani minoritas jika

keadilan tidak menjadi dasar pijakannya. Di Negara demokratis

sekalipun, ada sekelompok kecil masyarakat yang mampu “membeli”

para pengambil keputusan agar kebijakan yang diambil menguntungkan

si pembeli. Analog dengan itu, setiap produk perundang-undangan

perpajakn bisa saja “cacat secara substantial” meskipun ia dilahirkan

oleh rahim demokrasi. Tolok ukurnya adalah keadilan.

Dengan kata lain keadilan pajak merupakan tujuan pokok dari

system dan pengelolaan pajak. Betapapun besar penerimaan pajak yang

dapat diraih, jika ia mengabaikan prinsip-prinsip keadilan, maka

keberhasilan itu tidak ada artinya. Mungkin keberadaannya hanya berarti

bagi segolongan orang atau kelompok tertentu saja, biasanya para kaum

penguasa dan kroni-kroni nya. Tanpa keadilan, kinerja pajak dapat

disebut gagal.

Page 20: kepatuhan wajib pajak dan kemandirian bangsa

KESIMPULAN

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang

sangat penting bagi pembangunan nasional dewasa ini. Setiap tahun

anggaran (APBN), pemerintah senantiasa berusaha untuk meningkatkan

penerimaan pajak guna membiayai pembangunan yang dilaksanakan

Upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak, dihadapkan pada

kondisi masih belum optimalnya system perpajakan dijalankan. Dalam

system self assessment yang berlaku saat ini posisi wajib pajak sangat

penting karena wajib pajak diwajibkan untuk melaksanakan kewajiban

pajaknya secara mandiri

Kesadaran masyarakat atau kepatuhan pajak seyogyanya menjadi

hal utama dalam prose jalannya system self assessment. Fenomena yang

terjadi, perilaku penghindaran pajak cenderung menjadi bagian dari

perilaku warga masyarakat dalam melakukan pemenuhan tindakan

kewajiban perpajakannya.