kemiskinan dalam pembangunan di negara berkembang (studi kasus: indonesia)
TRANSCRIPT
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
KEMISKINAN DALAM PEMBANGUNAN DI NEGARA BERKEMBANG
(STUDI KASUS : INDONESIA)
Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah “Etika Pembangunan”Diampu Oleh Prof. Drs. Budi Winarno, MA, PhD dan Dr Eric Hiariej M.Phil
Disusun Oleh :
POSMANTO MARBUN
11/322185/PSP/04128
PASCASARJANA JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
1
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan dilukiskan sebagai sebuah proses menuju kemajuan material perekonomian,
sehingga ukuran-ukuran keberhasilannya dilihat dari indikator semacam pertumbuhan akumulasi
investasi dan tingkat konsumsi masyarakat. Dengan karakteristik semacam itu, negara-negara
yang memiliki akumulasi modal dan ketahanan ekonomi yang mapan, akan semakin melakukan
ekspansi ekonomi ke tiap-tiap negara yang berada pada zona Dunia Ketiga. Konsep maupun
paradigma pembangunan dikenal luas di era tahun 1950-1970an di mana pada era ini banyak
negara Dunia Ketiga (negara berkembang). Sebagaimana negara-negara yang baru merdeka pada
waktu itu, negara-negara di dunia ketiga (negara berkembang) dihadapkan pada persoalan krusial
seperti kemiskinan dan keterbelakangan. Dalam rangka menyelesaikan permasalahan tersebut,
ide mengenai pembangunan kemudian muncul menjadi salah satu alternatif yang dianggap dapat
mengatasi permalahan tersebut1.
Konsep pembangunan Dunia Ketiga (negara berkembang) tentunya memiliki tingkat
harapan tersendiri dalam memenuhi sektor pembangunan ekonominya, sehingga tidak dapat
disetarakan dengan negara maju yang telah berkembang dalam segala aspek. Bagi negara-negara
Dunia Ketiga (negara-negara berkembang), persoalannya adalah bagaimana bertahan hidup, atau
bagaimana meletakkan dasar-dasar ekonominya supaya bisa bersaing, sementara negara-negara
maju persoalannya adalah bagaimana secara sistematis dapat melakukan ekspansi lebih lanjut
bagi kehidupan ekonominya yang sudah mapan.2 Pada mulanya pembangunan di negara-negara
dunia ketiga (negara-negara berkembang) diidentikkan dengan meningkatkan pendapatan per
kapita, atau yang lebih populer disebut pertumbuhan ekonomi. Semula banyak yang beranggapan
yang membedakan antara negara maju dengan negara dunia ketiga adalah pendapatan rakyatnya.
Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita diharapkan masalah-masalah seperti kemiskinan
yang dihadapi negara dunia ketiga dapat terpecahkan, apa yang dikenal dengan "dampak
merembes ke bawah (trickle down effect)".
1Prof. Drs. Winarno, Budi, MA, Ph.D . 2011. Isu-isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS, hal 77.2 Arief Budiman, 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama , hal ix.
2
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
Pembangunan yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan seringkali menjadi bias dan
tidak lagi menjadi tujuan utama dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan yang diidentikan
melakukan sesuatu atau perubahan diberbagai aspek, terutama infrastruktur dan ekonomi,
diharapkan dapat menanggulangi permasalahan kemiskinan. Pada perkembangannya, banyak
negara berkembang yang mampu mengejar ketertinggalannya dengan negara-negara maju,
seperti : Korea, Singapura dan Taiwan melalui pembangunan ekonomi yang diyakini mampu
membawa efek positif terhadap aspek pembangunan lainnya. Akan tetapi negara-negara
berkembang lainya seperti : Vietnam, Filipina, Indonesia, negara-negara di benua Afrika tidak
mampu mengejar ketertinggalannya dan permasalahan kemiskinan tetap menjadi momok yang
tidak bisa diatasi.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan diatas, pertanyaan utama yang menjadi rumusan masalah
dari makalah ini yaitu :
- Mengapa kemiskinan di negara-negara berkembang masih tetap ada meskipun
pembangunan masih tetap berjalan?
- Upaya-upaya apa sajakah untuk mengatasi kemiskinan khususnya di negara-negara
berkembang seperti Indonesia?
1.3. Kerangka Berpikir
Permasalahan kemiskinan yang tidak pernah tuntas seakan-akan menjadi momok yang
menakutkan bagi setiap negara baik negara maju dan negara berkembang. Kemiskinan yang
identik terjadi di negara miskin dan berkembang seakan-akan luput dari perhatian di karenakan
gaung pembangunan yang diusung oleh pemikiran kaum neoliberal dan dianut oleh negara
berkembang karena dianggap sebagai jalan keluar dalam memecahkan permasalahan kemiskinan
ternyata tidak seindah yang di bayangkan. Kebijakan-kebijakan yang disarankan oleh kaum
neoliberal dan diterapkan oleh negara berkembang ternyata malah mengakibatkan kemiskinna
semakin meluas. Berdasarkan fenomena dan fakta tersebut, penulis mencoba membahas korelasi
antara kemiskinan dan pembangunan, penyebab kemiskinan dan upaya-upaya yang dilakukan
oleh negara berkembang khususnya Indonesia dalam mengatasi kemiskinan.
3
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
1.4. Hipotesis
Kemiskinan dan pembangunan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain karena tujuan dari pembangunan yaitu untuk mengentaskan kemiskinan. Bergesernya
paradigma mengenai pembangunan menjadikan tujuan pembangunan tidak lagi menjadi hal yang
utama. Pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) tidak lagi
terlihat. Hal ini diperparah dengan adanya pandangan bahwa pemabangunan yang diidentikkan
dengan pertumbuhan ekonomi diserahkan ke pasar agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkat
sehingga permasalahan kemiskinan dapat teratasi. Akan tetapi pada perjalanannya kemiskinan
justru semakin meluas dan semakin kritis karena pasar tidak dapat dikontrol dan peran negara
semakin tergusur. Tersadar dengan kenyataan tersebut, negara-negara berkembang seperti
Indonesia mengupayakan berbagai kebijakan seperti program pengentasan kemisikinan yang
dikenal dengan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri) yang di mulai
tahun 2007 yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan
berkelanjutan.
4
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Pembangunan dan Kemiskinan
Masalah kemiskinan dan pembangunan itu sendiri bukan hal yang baru. Masalah ini
sebenarnya merupakan masalah yang saling terikat satu dengan lainnya, dan menjadi bahan
pembahasan utama di negara-negara di dunia ketiga dan di lembaga-lembaga internasional.
Pembangunan pada umumnya dikenal sebagai sebuah tindakan menuju perubahan yang
dilakukan secara sadar dan terencana. Perubahan diartikan sebagai sebuah usaha atau
rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilakukan secara sadar oleh
suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa
(Nation Building).3 Konsep pembangunan ini mengalami pergeseran seiring dengan perubahan
yang terjadi di negara-negara dunia ketiga dan dunia internasional. Termasuk perubahan yang
terjadi di negara-negara maju. Pada era tahun 1960an, sejumlah faktor baru telah mengurangi
dan membatasi konsepsi dominan tentang pembangunan. Pertama, setelah mengalami masa
kolonialisme yang panjang, negara-negara yang baru merdeka bergabung ke dalam PBB
sehingga mendorong terjadinya perbuahan keseimbangan politik dalam organisasi tersebut.
Kedua, adanya gerakan yang lebih radikal menyangkut bagaimana pembangunan seharusnya
dipahami. Gerakan ini muncul di kalangan elite-elite politik di negara-negara dunia ketiga.
Sebagai contoh, Presiden Tanzania menginginkan tujuan pembanguan itu adalah ‘manusia’,
dalam pengertian “humanity”.4 Dengan adanya pergeseran konsep mengenai pembangunan,
banyak Negara sedang berkembang mulai menyadari bahwa "pertumbuhan" (growth) tidak
identik dengan "pembangunan" (development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya
melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan mereka,memang dapat dicapai
namun dibarengi dengan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan di perdesaan,
distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural (Sjahrir 1986).
Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional,
sedangkan pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi.
3Siagian, Sondang. P. 2000. Administrasi Pembangunan Konsep, Dimensi dan Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara. hal 4.4 Prof. Drs. Budi Winarno, MA, Ph.D. 2010. Melawan Gurita Neoliberalisme. Jakarta : Erlangga. hal. 48
5
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
Pergeseran mengenai konsep pembangunan tidak berhenti pada era 1960an, namun pada
tahun 1970an konsep mengenai pembangunan terjadi lagi. Konsep pembangunan ini dipelopori
oleh Amartya Sen yang memiliki pandangan lain terhadap definsi pembangunan. Amartya
Sen tidak hanya melihat pembangunan sebagai pertumbuhan ekonomi semata, namun juga
merumuskannya lebih jauh dan mendalam dalam konsep pernciptaan ruang kebebasan yang
lebih luas. Sisi menarik dalam pemikirannya adalah, berusaha mengaitkan pembangunan
dengan kebebasan. Menurutnya, pembangunan seyogianya dilihat sebagai perluasan
kemerdekaan nyata yang dinikmati masyarakat. (development can be seen as a process of
expanding the real freedoms that people enjoy)5. Jika pembangunan dimaknai sebagai
perluasan ruang kebebasan manusia sehingga pembangunan harus mampu menghilangkan
segala macam hambatan ke arah pencapaian tersebut, maka pembangunan harus mampu
memenuhi kebutuhan fisik (basic needs) dan psikis sekaligus. Pembangunan pada era ini lebih
dimaknai sebagai pemenuhan kebutuhan dasar manusia (development as basic human needs).
Pergeseran ini terjadi karena pembangunan yang berorientasi pertumbuhan telah gagal
memenuhi harapan karena pertumbuhan ekonomi tidak merata. Menurut studi yang
dipublikasikan pada tahun 1974, pertumbuhan cepat dalam satu dekade di negara-negara kurang
berkembang (underdeveloped) ternyata tidak banyak memberi keuntungan bagi sebagian besar
masyarakat di negara tersebut. Karena meskipun pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 5%
sejak tahun 1960an, tetapi pertumbuhan itu tidak didistribusikan secara merata baik dalam, antar
kawasan, dan kelompok-kelompok sosial ekonomi. Akibatnya tujuan utama pembangunan
untuk mengurangi kemiskinan gagal dan pembangunan telah mendorong terjadinya
kemiskinan, dan bahkan membuat kemiskinan tersebut menjadi semakin meluas.
Kemiskinan merupakan sebuah isu yang yang tidak lagi kontemporer dan sudah sejak
lama dialami oleh negara-negara berkembang sejak perang dunia terjadi. Di dalam artikel
yang berjudul “Poverty, Development and Hunger”, Caroline Thomas mendefinisikan
kemiskinan sebagai kondisi ketika manusia, khususnya wanita, tidak dapat mendapatkan
cukup uang untuk memenuhi kebutuhan material dasar mereka. 6 Adapun menurut
Fadliansyah, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk
5 Winarno, Budi. Isu-isu Global Kontemporer .Op.Cit. hal 85.6 Caroline Thomas, 2005. ”Poverty, Development and Hunger,” dalam John Baylis and Steve Smith. “The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations”, New York: Oxford University Press. hal 648.
6
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
memenuhi kebutuhan dasarnya. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh
kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan
merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan
komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang
lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Namun ada pula yang
memahami kemiskinan ke dalam tiga konsep, yakni;
1. Garis kemiskinan yang dikaitakan dengan kebutuhan konsumsi minimum sebuah
keluarga atau sering disebut sebagai kemiskinan primer dengan indikasinya adalah 2
per 3 pendapatan habis buat makan.
2. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut menjadi fenomena
negara-negara dunia ketiga yang ditandai oleh keluarga yang hidup di bawah garis
kemiskinan tetapi rentan terjerambab ke kubangan garis kemiskinan. Sedangkan
kemiskinan relatif adalah keluarga berada di atas garis kemiskinan tetapi rentan
terjerembab ke kubangan garis kemiskinan.
3. Kemiskinan massal atau kantong kemiskinan adalah kemiskinan yang melanda satu
negara atau wilayah dan hal ini membuatnya menjadi kompleks dalam mengatasinya. 7
Caroline Thomas juga menjelaskan ada dua pandangan terkait dengan kemiskinan, yakni
pandangan tradisional dan pandangan alternatif. Pandangan tradisional melihat kemiskinan
sebagai situasi ketika manusia tidak mempunyai uang untuk membeli makanan dan
memenuhi kebutuhan material dasar. Oleh karena itu, perlu diadakan pembangunan yang
bertujuan untuk mentransformasi pemenuhan kebutuhan ekonomi tradisional menjadi
industri. Hal ini maksudnya adalah setiap individu menawarkan tenaganya sendiri untuk
mendapatkan uang, daripada mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pandangan
tradisional ini berasumsi bahwa kemungkinan pertumbuhan ekonomi yang tak terbatas adalah
pada sistem pasar bebas sehingga ekonomi akan mencapai titik lepas landas dan memberikan
kemakmuran bagi semua orang. Pada pandangan ini ukurannya adalah pertumbuhan ekonomi
dan Gross Domestic Product (GDP) melalui industrialisasi termasuk pertanian. Prosesnya
berjalan dari atas ke bawah yaitu berlandaskan pada pengetahuan ahli, biasanya pihak barat,
investasi yang besar pada proyek yang luas, teknologi modern, dan perluasan sektor privat. 8 7 Fadliansyah. “Selintas Memahami Konsep Kemiskinan, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat”, yang diakses dari http://www.scribd.com/doc/14597304/TEORI-KEMISKINAN, diakses 7 Juni 20128 Caroline Thomas, ”Poverty, development and hunger,” dalam John Baylis and Steve Smith., Op.Cit., hal. 647-648.
7
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
Adapun pandangan alternatif melihat kemiskinan sebagai situasi ketika manusia tidak dapat
memenuhi kebutuhan material dan kebutuhan non-material dengan usaha mereka sendiri.
Pembangunan dalam pandangan ini bertujuan untuk menciptakan manusia yang berkembang
baik melalui kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang terpelihara. Asumsi dasar
dari pandangan ini yaitu kecukupan, yang berarti nilai hakiki dari alam, keragaman budaya,
dan kontrol komunitas yang penting, manusia beraktivitas selaras dengan alam, partisipasi,
dan memberikan suara bagi kaum yang terpinggirkan, misalnya anak-anak dan kelompok
suku tertentu. Ukurannya dilihat dari pemenuhan kebutuhan material dan non-material bagi
setiap orang, kondisi lingkungan alam yang baik, dan kepenuhan kebutuhan politik bagi yang
terpinggirkan. Prosesnya berjalan dari bawah ke atas yaitu : partisipasi, bersandar pada
pengetahuan dan teknologi lokal yang diperlukan, investasi kecil pada proyek kecil, dan
perlindungan bagi masyarakat.9
2.2. Penyebab Kemiskinan dalam Pembangunan di Negara-Negara Berkembang
Pembangunan pada hakekatnya merupakan ide yang berasal dari negara-negara maju yang
menganut paham liberalisme. Pada abad ke-20, para ekonom dunia sepakat bahwa untuk
mengatasi kemiskinan dan permasalahan ekonomi lainnya di dunia adalah dengan cara
perdagangan bebas. Pandangan dari pihak neoliberlisme ini mempunyai poin bahwa dengan
meningkatnya produktivitas, perdagangan tanpa batasan dan halangan serta makin intensifnya
kegiatan ekspor – impor akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi makro suatu negara yang
berujung pada kesejahteraan masyarakat.10 Untuk mewujudkan pandangan tersebut kaum liberal
membentuk sebuah rezim yang mengatur perdagangan bebas di dunia, yaitu World Trade
Organization (WTO).11 WTO berperan sebagai lembaga yang mengatur perdagangan bebas dan
mekanisme persengketaan dagang yang mereduksi tarif secara keseluruhan hingga 90 %.12
9 Ibid10 Sadono Sukirno. Perdagangan dan hubungan ekonomi internasional dalam era globalisasi, dalam http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/perdagangan-dan-hubungan-ekonomi-internasional-dalam-era-globalisasi/, diiakses pada 8 Juni 2012.11 H.S Kartadjoemena, 1996, GATT dan WTO: Sistem, Forum, dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan. Jakarta. UI Press.12 Jan Aart Scholte, 1997. Global Trade and Finance. in book “The Globalization of World Politics 9 edition”. Oleh John Baylis and Steve Smith. New York: Oxford University Press.
8
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
Perdagangan yang di topang oleh modal (capital) tidak dapat memberikan jaminan bahwa
perdagangan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan dan pendapatan suatu negara yang
pada akhirnya dapat mereduksi kemiskinan di suatu negara. Krisis keuangan global dan
meningkatnya harga minyak dunia memberikan efek berkurangnya kegiatan dagang antar negara
dan meningkatnya bunga pinjaman luar negeri yang pada akhirnya negara – negara berkembang
tidak mampu membayar hutangnya hingga membutuhkan bantuan dana dari rezim keuangan
internasional seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB).13 Bantuan dana
yang diberikan oleh IMF disertai dengan Standard Adjustment Program (SAP) yang
menitikberatkan pada peningkatan produktivitas, perdagangan (terutama ekspor) dan privatisasi
perusahaan-perusahaan yang dikuasai pemerintah serta memberikan keluasaan bagi pasar dalam
mengatur perekonomian yang merupakan bagian dari pembangunan suatu negara. Peran negara
yang semakin tergeser akibat adanya intervensi kebijakan-kebijakan dari rezim internasional
yang berorientasikan oleh keuntungan (profit) dan pasar (market) merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya kemiskinan. Prof. Dr. Budi Winarno, MA, secara lengkap
menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan kebijakan neoliberalisme berkorelasi
negatif terhadap kemiskinan dan pembangunan. Pertama, keyakinan yang berlebihan terhadap
kebaikan dan kemampuan pasar dalam melakukan self-regulating.14 Berbagai kajian
menunjukkan bahwa keberhasilan negara-negara industri maju adalah akibat pembangunan yang
ditopang oleh intervensi negara yang efektif. Kedua, berangkat dari kenyataan bahwa globalisasi
berlangsung dalam kekuatan, intensitas, dan wilayah yang tidak seimbang, di mana negara-
negara maju terus mendesak agenda privatisasi dan liberalisasi di negara-negara berkembang
sementara negara-negara maju melakukan proteksi ekonomi khususnya di bidang pertanian.15
Ketiga, meningkatnya kesalingtergantungan yang telah mengikis kekuasaan negara melalui
integrasi pasar domestik sehingga negara tidak lagi mempunyai kekuatan untuk mengontrol
jalannya pembangunan dan ekonomi nasional.16
13 Thomas Oatley.2006. International Political Economy. New York. Pearson Longman.14 Budi Winarno. Melawan Gurita Neoliberalisme, Op. Cit. hal 60.15 Ibid16 Ibid
9
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
2.3. Upaya Mengatasi Kemiskinan Dalam Pembangunan
Dari penjelasan diatas, bagaimana paham neoliberalisme yang diyakini akan menciptakan
kesejahteraan ekonomi di semua lini, justru berkorelasi negatif terhadap pembangunan yang pada
akhirnya memperburuk keadaan dan membuat kemiskinan semakin meluas. Kemudian,
pertanyaan relevan yang pastinya akan muncul, yakni bagaimanakah upaya untuk memberantas
kemiskinan secara global? Di dalam buku berjudul Melawan Gurita Neoliberalisme, Prof. Dr.
Budi Winarno, MA menyatakan bahwa peningkatan kualitas entrepreneurial bureaucracy
merupakan jalan untuk menjembatani antara state dan market guna meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang signifikan.17
Entrepreneurial Bureaucracy merupakan penggantian sistem birokrasi dengan sistem
wirausaha dalam konteks reposisi birokrasi. Dengan reposisi birokrasi berarti telah menciptakan
kembali (reinventing) pemerintahan. Reinvention ialah menciptakan organisasi-organisasi dan
sistem publik yang terbiasa memperbarui, yang secara berkelanjutan memperbaiki kualitasnya
tanpa harus memperoleh dorongan dari luar. Dapat dikatakan bahwa reinvention ialah
menciptakan sektor publik yang memiliki dorongan dari dalam untuk memperbaiki apa yang
disebut dengan “sistem yang memperbarui kembali secara mandiri.” Reinvention menjadikan
pemerintah siap menghadapi tantangan-tantangan yang mungkin tidak dapat diatasi.
Prof. Dr. Budi Winarno menjelaskan lima strategi untuk melakukan reinvention guna
meningkatkan kemampuan yang efektif dan efisien dalam rangka menyesuaikan dan
memperbarui sistem dan organisasi publik. Pertama, strategi inti (core strategy) yang
menentukan tujuan dari sistem dan organisasi publik. Jika suatu organisasi tidak memiliki tujuan,
atau memiliki beberapa tujuan yang kontradiktif satu sama lain, maka organisasi tersebut tidak
akan mampu mencapai kinerja yang maksimal. Strategi yang digunakan untuk memperjelas
tujuan sistem dan organisasi publik disebut strategi inti, karena memiliki kaitan langsung dengan
fungsi utama pemerintah, yakni mengarahkan (steering function).
Kedua, strategi konsekuensi (consequences strategy) yang menentukan insentif-insentif
dalam organisasi publik. Birokrasi dalam konteks ini memberikan insentif kepada pegawai-
pegawainya untuk mengikuti peraturan dan mematuhinya. Mengubah insentif adalah penting
guna menciptakan konsekuensi-konsekuensi kerja. Oleh karena itu, ada baiknya organisasi
17 Ibid, hal 82.
10
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
ditempatkan dalam dunia usaha dan membuat organisasi tergantung kepada konsumennya guna
mendapatkan penghasilan.18
Ketiga, strategi pelanggan (the customers strategy) yang memfokuskan diri terutama pada
pertanggungjawaban, yakni secara khusus kepada siapa saja organisasi ini bertanggung jawab.
Strategi ini memberikan konsumen pilihan-pilihan menyangkut organisasi-organisasi pemberi
pelayanan dan menetapkan standar pelayanan pelanggan. Sistem pertanggungjawaban seperti ini
diharapkan memberikan tekanan kepada organisasi-organisasi publik untuk senantiasa
meningkatkan kualitas pelayanannya maupun pengelolaan sumber organisasi. Dalam bahasa
yang sederhana, penyerahan pertanggungjawaban organisasi-organisasi ini senantiasa memiliki
sasaran, yakni meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan.
Keempat, strategi kontrol (control strategy) yang menentukan letak kekuasaan tetap berada
di puncak hierarki sehingga para pekerja di bawahnya hanya melakukan segala sesuatu atau
kebijakan yang telah digariskan oleh pemegang otoritas di tingkat puncak. Dalam strategi ini,
kekuasaan membuat keputusan diturunkan melalui hierarki kepada masyarakat. Dengan
demikian, strategi ini menggeser bentuk-bentuk pengawasan yang melekat, yang biasanya
berbentuk peraturan-peraturan mengikat dalam sistem komando yang hierarkis. Sebaliknya,
strategi ini memberdayakan organisasi dengan mengendorkan cengkeraman-cengkeraman badan-
badan pengawasan pusat. Strategi ini juga memberdayakan karyawan dengan mendorong
wewenang untuk membuat keputusan, menanggapi para pelanggan, dan memecahkan berbagai
masalah.
Kelima, strategi budaya (cultural strategy) yang menentukan budaya organisasi publik yang
menyangkut norma, nilai, tingkah laku, dan harapan-harapan karyawan. Budaya ini dibentuk
melalui penyusunan tujuan-tujuan organisasi, insentif, sistem pertanggungjawaban, dan struktur
organisasi. Oleh karena itu, perlu dibentuk visi bersama tentang masa depan, suatu model
kejiwan baru tentang ke arah mana dan bagaimana organisasi berjalan.
Ekonomi yang terintegrasi sangat cepat dan kompetitif memaksa lembaga-lembaga
pemerintah melakukan tugas-tugas yang semakin kompleks dengan konsumen yang
menghendaki kualitas dan pilihan. Lingkungan seperti ini menuntut birokrasi yang luwes dan
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan baru, memberikan pelayanan yang
berkualitas tinggi, dan menawarkan pilihan-pilihan dari berbagai pelayanan. Oleh karena itu,
18 Ibid, hal 80.
11
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
entrepreneurial bureaucracy diperlukan untuk mengintervensi pasar secara selektif berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan yang bersifat ad hoc untuk menjamin berfungsinya pasar secara
sehat dan tidak dapat mengintervensi kebijakan pembangunan suatu negara. Apabila pasar telah
berfungsi secara sehat dan peran negara kembali ke posisi semula, maka kemakmuran dapat
tercapai, sedangkan kemiskinan dapat dihapuskan.
2. 4. Indonesia Sebagai Studi Kasus
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menarik untuk di teliti mengingat
pada saat ini pertumbuhan ekonomi indonesia tidak mengalami kemunduran yang cukup
signifikan akibat krisis ekonomi global. Dari data yang di kemukakan oleh Badan Pusat Statistik
Indonesia (BPS), pertumbuhan ekonomi dari tahun 2007-2012 mengalami kenaikan yang dapat
dilihat dari Pendapatan Nasional yang merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui
kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu melalui data Produk Domestik
Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Berikut tabel
Produk Domestik Bruto Indonesia (PDB) dan Pendapatan Nasional Indonesia
Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto Per Kapita, Produk Nasional Bruto Per Kapita dan
Pendapatan Nasional Per Kapita, 2007-2011 (Rupiah)
Deskripsi Tahun
2007 2008 2009 2010* 2011**
Atas Dasar Harga Berlaku
Produk Domestik Bruto
Per Kapita
17,360,535.02 21,424,748.45 23,913,985.29 27,084,008.20 30,812,926.11
Produk Nasional Bruto
Per Kapita
16,646,564.56 20,663,361.42 23,076,985.46 26,322,486.04 29,934,685.89
Pendapatan Nasional Per
Kapita
15,285,571.30 19,141,673.45 20,964,887.57 24,020,664.83 27,648,408.93
Atas Dasar Harga
Konstan 2000
Produk Domestik Bruto
Per Kapita
8,631,408.43 9,015,742.15 9,294,167.91 9,736,695.11 10,219,309.82
12
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
Produk Nasional Bruto
Per Kapita
8,101,642.27 8,597,543.55 8,825,719.62 9,345,382.15 9,819,153.13
Pendapatan Nasional Per
Kapita
7,422,254.54 7,950,282.78 8,005,165.75 8,516,999.43 9,130,326.19
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia
Keterangan: *) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Dari data diatas terlihat pertumbuhan ekonomi di Indonesia untuk tahun 2011 mencapai
6.5% dan merupakan yang tertinggi pertumbuhan tertinggi sejak tahun 1996 dan naik dari 6,1%
pada tahun 2010.19 Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2012 akan tetap kuat
di 6.1% dan akan meningkat kembali ke 6.4% di 2013.20 Melihat pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang meningkat, dapat dilogikakan secara sederhana bahwa kemiskinan menurun
secara signifikan. Akan tetapi logika tersebut berbeda jauh dengan kenyataan yang ada. Pada
2004, jumlah penduduk miskin mencapai 16,66 persen atau sekitar 30 juta jiwa. Selanjutnya,
pada 2005 angka kemiskinan berkurang menjadi 16 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
Namun, pada 2007, seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia, jumlah penduduk miskin
di Indonesia melonjak menjadi 39 juta orang atau 17,75 persen dari total penduduk.21
Berdasarkan data dari BPS, pada tahun 2011 terdapat 30,02 juta orang yang miskin dan turun 1
juta orang dari tahun 2010.22
Ukuran BPS dalam mengukur tingkat kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar atau basic needs approach, yang mana kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan
bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.23 Metode yang digunakan adalah menghitung
Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan- Makanan (GKBM). Pertama, Garis Kemiskinan Makanan
19 Temuan Laporan Mengenai Indonesia: East Asia and Pacific Economic Update, Mei 2012, dalam http://www.worldbank.org/in/news/2012/05/23/key-findings-on-indonesia-east-asia-and-pacific-economic-update-may-2012, diakses 12 Juni 2012.20 Ibid.21 Presiden Klaim Penurunan, dalam http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=266854, dikases 13 Juni 2012.22 BPS : Kemiskinan di Indonesia Terus Menurun, dalam http://rri.co.id/index.php/detailberita/detail/6373#.Rbp_Onn_xR0, diakses 13 Juni 201223 KAMUS BISNIS: Garis kemiskinan, apa maksudnya?, dalam http://www.bisnis.com/articles/kamus-bisnis-garis-kemiskinan-apa-maksudnya, 14 Juni 2012.
13
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori
per kapita per hari.24 Kedua, Garis Kemiskinan Bukan Makanan yakni kebutuhan minimum
untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar bukan
makanan diwakili oleh 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan.25
Sedangkan data dari Bank Dunia dengan menggunakan ukuran kemiskinan pengeluaran US$ 2
per hari, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 59 persen atau setengah dari penduduk
Indonesia sedangkan ukuran yang digunakan oleh pemerintah yaitu Rp 7.000 per hari per orang
untuk nasional dan Rp 10 ribu untuk Jakarta.26 Apabila dengan menggunakan ukuran dari
pemerintah, seseorang dengan penghasil Rp 10.000 dengan mengeluarkan uang Rp 5.000 hanya
untuk makan pagi dan hanya tersisa Rp 6.000, tentu saja tidak cukup untuk makan siang, makan
malam, dan keperluan lainnya ditambah dengan kenaikan harga bahan pokok. Dapat dikatakan
orang yang berpenghasilan 10.000 tersebut termasuk kategori miskin dan ukuran yang dipakai
oleh BPS tidak dapat lagi dipakai karena terlalu rendah dan tidak menyesuaikan dengan kondisi
pengeluaran seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Dari perbedaan standar ukuran kemiskinan yang dipakai oleh BPS dan Bank Dunia
mengundang perdebatan, permasalahan dan keraguan dari berbagai kalangan mengenai data
kemiskinan yang sebenarnya. Perdebatan mengenai standar ukuran kemiskinan tersebut pada
hakaketnya tidak bisa menjelaskan penyebab terjadinya kemiskinan di Indonesia. Sebelum
mengetahui penyebab dari kemiskinan itu sendiri, adakalanya indikator dari kemiskinan tersebut
dapat di jelaskan secara lengkap. Indikator-indikator kemiskinan yang terjadi di Indonesia
tersebut seperti :
1) Ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri.
2) Terbatasnya akses dalam memenuhi kebutuhan dasar.
3) Tidak memiliki jaminan masa depan yang baik seperti investasi dan pendidikan.
4) Ketidaksiapan mental yang memadai baik secara individu maupun massal.
5) Sumber daya manusia yang minim yang tidak didukung oleh pengetahuan dan
teknologi serta sumber daya alam yang terbatas.
24 Ibid25 Ibid26 Pengamat: Standar Kemiskinan BPS Tidak Rasional, dalam http://www.rimanews.com/read/20110629/33163/pengamat-standar-kemiskinan-bps-tidak-rasional, diakses 14 Juni 2012.
14
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
6) Masih kurangnya apresiasi masyarakat dalam kegiatan sosial antarsesama
masyarakat.
7) Tidak memiliki akses yang baik terhadap lapangan pekerjaan dan mata pencaharian
yang berkesinambungan.
8) Masih tingginya tingkat ketergantungan masyarakat dalam kehidupan sosialnya.27
Dari beberapa indikator penyebab kemiskinan diatas maka dapat disimpulkan beberapa
penyebab kemiskinan di Indonesia yaitu :
1) Perkembangan pendapatan perkapita dapat menjadi penyebab kemiskinan.
Kemerosotan pendapatan perkapita dapat terjadi apabila meningkatnya standar
perkembangan daerah, politik-ekonomi yang tidak sehat, serta banyaknya beban
hutang yang ditangung.
2) Merosotnya etos kerja dan produktivitas masyarakat. Kemerosotan etos kerja terjadi
karena tidak didukungnya sumber daya manusia yang baik dan sumber daya alam
yang baik pula. Untuk memiliki etos kerja dan produktivitas yang baik, maka
sumber daya manusia harus diperbaiki dan memaksimalkan sumber daya alam yang
ada sehingga sumber daya manusianya kesejahteraannya dapat meningkat dan tidak
tergantung lagi .
3) Biaya hidup yang tinggi. Jika biaya hidup tinggi dan pendapatan tidak sesuai maka
kebutuhan hidup tidak dapat di penuhi sementara persaingan dalam pekerjaan dan
meningkatkan pendapatan semakin ketat.
4) Subsidi pemerintah ke daerah yang tidak merata. Adanya ketidakmerataan subsisid
ini menyulitkan terpenuhinya kebutuhan pokok dalam masyarakat serta jaminan
kemanan berupa terutama jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin.28
Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, pemerintah Indonesia berupaya menggulirkan
kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program PNPM Mandiri. Pembentukan PNPM
Mandiri sendiri mempunyai latar belakang yang sangat politis. Pada bulan Agustus – Desember
2006, Pemerintah mendapatkan tekanan yang berat dari publik yang mengatakan Presiden telah
berbohong dengan menyatakan angka kemiskinan turun, yang dikutip dari naskah Pidato
27 Menelusuri penyebab kemiskinan di Indonesia, dalam http://www.anneahira.com/kemiskinan-di-indonesia.htm, diakses 15 Juni 2012.28 Ibid
15
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
Kenegaraan Presiden pada tanggal 16 Agustus 2005 dan menuduh pemerintah sengaja
menyembunyikan angka kemiskinan terbaru dari BPS.29 Presiden akhirnya melakukan
serangkaian rapat dan sidang Kabinet dan meminta untuk mengumumkan angka kemiskinan
terbaru dari BPS pada Bulan Oktober 2006. Selain itu tepatnya pada tanggal 7 September 2006
khusus untuk Penanggulangan Kemiskinan: Presiden menetapkan kebijakan pemerintah untuk
percepatan penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja melalui pemberdayaan
masyarakat yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Kemenko Kesra bersama Deputi Bidang kemiskinan, UKM dan Ketenaga kerjaan Bappenas,
Ditjen PMD, Depdagri, Ditjen Cipta Karya dengan nama program sebagai “Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).30 Pada tanggal 14 September 2006 Presiden RI
menyempurnakan nama PNPM menjadi PNPM-Mandiri dan pada tanggal 30 April 2007 PNPM-
Mandiri diluncurkan Presiden di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.31
PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang
berbasis pemberdayaan masyarakat.32 Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang
besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan
menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.33 PNPM Mandiri dilaksanakan melalui
harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan
pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat
dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.34. Tujuan-tujuan yang ingin
dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini adalah :
Tujuan Umum:
Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.35
29 Sejarah, dalam http://www.pnpm-mandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=162&Itemid=301, diakses 16 Juni 2012.30 Ibid31 Ibid32 Pengertian dan Tujuan, dalam http://www.pnpm-mandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=54&Itemid=267, diakses 16 Juni 2012.33 Ibid34 Ibid35 Ibid
16
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
Tujuan Khusus :
- Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok
perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan
dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan
pembangunan.
- Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan
akuntabel.
- Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang
berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor).
- Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan
tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok peduli
lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
- Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah
daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di
wilayahnya.
- Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial
dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.
- Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan
komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.36
PNPM Mandiri Perdesaan melakukan pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui
komponen program sebagai berikut :
1. Pengembangan Masyarakat. Komponen Pengembangan Masyarakat mencakup
serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat
36 Ibid
17
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
yang terdiri dari pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat, perencanaan
partisipatif, pengorganisasian, pemanfaatan sumberdaya, pemantauan dan
pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai. Untuk mendukung rangkaian kegiatan
tersebut, disediakan dana pendukung kegiatan pembelajaran masyarakat,
pengembangan relawan dan operasional pendampingan masyarakat; dan fasilitator,
pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran fasilitator terutama pada saat
awal pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama sebagai motor
penggerak masyarakat di wilayahnya.
2. Bantuan Langsung Masyarakat. Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
adalah dana stimulan keswadayaan yang diberikan kepada kelompok masyarakat
untuk membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan terutama masyarakat miskin.
3. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal. Komponen Peningkatan
Kapasitas Pemerintah dan Pelaku Lokal adalah serangkaian kegiatan yang
meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal/kelompok perduli lainnya
agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif bagi
masyarakat terutama kelompok miskin dalam menyelenggarakan hidupnya secara
layak. Kegiatan terkait dalam komponen ini diantaranya seminar, pelatihan, lokakarya,
kunjungan lapangan yang dilakukan secara selektif dan sebagainya.
4. Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program. Komponen ini meliputi
kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok peduli
lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti penyediaan konsultan manajemen,
pengendalian mutu, evaluasi dan pengembangan program.37
Jika dilihat tujuan dan program PNPM Mandiri yang bertujuan untuk mengentaskan
kemiskinan dengan berbagai program, tentu saja merupakan berita yang menggembirakan. Akan
tetapi apakah PNPM Mandiri dapat efektif menanggulangi kemiskinan di semua sektor?? PNPM
37 Komponen Program, dalam http://www.pnpm-mandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=42&Itemid=269, diakses 17 Juni 2012.
18
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
Mandiri yang terdiri dua komponen program yang Pertama, PNPM inti yang meliputi
program/kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis kewilayahan yaitu Program Pe-
ngembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP),
Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), dan Percepatan Daerah
Tertinggal dan Khusus (P2DTK).38 Kedua, PNPM Pendukung, yang terdiri dari program
pemberdayaan masyarakat yang berbasis sektoral, kewilayahan, dan khusus untuk mendukung
penangulangan kemiskinan yang pelaksanaannya terkait pencapaian target tertentu. Agar PNPM
sukses, diperlukan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Namun, pelaksanannya
terlihat sentralisasi. Hal ini didukung dengan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota
(Bappeko) Surabaya, Tri Rismaharini mengatakan, ia menyesalkan perumusan prioritas program
PNPM tidak melibatkan pemda. Padahal, justru pemda yang lebih paham masalah kemiskinan.39
Hal ini terlihat dalam pola pendanaan PNPM yang berbentuk Dana Urusan Bersama (DUB)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.168/PMK 07/2009. Peraturan
itu dianggap telah bertentangan dengan Permendagri No 32/2008 tentang penyusunan APBD
2009.40 Meskipun pada pelaksanaany PNPM Mandiri sangat sentralisitik. Tapi kebijakan dan
upaya dari pemerintah patut diapresiasi, karena lewat program ini beberapa kota seperti yang
berhasil mengurangi tingkat kemiskinan dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2010
sebanyak 147.119 jiwa sehingga tingkat kemiskinan Kota Bekasi menempati urutan ke-23 dari
26 Kota/Kabupaten di Jawa Barat.41
BAB 338 Flamma 33: Sengkarut Penanggulangan Kemiskinan, dalam http://www.ireyogya.org/id/flamma/flamma-33-sengkarut-penanggulangan-kemiskinan.html, diakses 18 Juni 2012.39 Ibid40 Ibid41 Kota_Bekasi, Berhasil Mengurangi Kemiskinan Berkat Program PNPM, dalam http://bekasikota.go.id/read/6511/kotabekasi-berhasil-mengurangi-kemiskinan-berkat-program-pnpm, diakses 18 Juni 2012.
19
Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada
KESIMPULAN
Pembangunan yang diyakini akan membawa suatu negara menuju kemakmuran, justru
menjadikan negara tersebut terjerumus ke dalam jurang kemiskinan. Pembangun yang
mendekatkan pada konsep libralisme semakin membuat kemiskinan meluas. Sangat ironi ketika
salah satu negara yang terjerumus ke dalam jurang adalah Indonesia. Untuk menyelamatkan
suatu negara dari jerat liberalisme, yakni entrepreneurial bureaucracy guna menjembatani
negara dan pasar. Aplikasi entrepreneurial bureaucracy diharapkan akan negara akan menjadi
lebih luwes dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dewasa ini. Selain itu program-
program yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat serta kearifan lokal seperti PNPM
Mandiri dapat dijadikan salah satu contoh upaya bagi negara berkembang khusunya Indonesia
untuk mengentaskan kemiskinan.
20