kemandirian pangan kawasan perbatasan

12
Halaman 1 dari 12 KAJIAN KEMANDIRIAN PANGAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT DI KAWASAN PERBATASAN NEGARA Oleh : Heri Apriyanto I. LATAR BELAKANG Salah satu kegiatan pembangunan pertanian periode 2005-2009 adalah Program peningkatan ketahanan pangan (sumber : Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian tahun 2005). Program ketahanan pangan tersebut diarahkan pada kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal yang secara operasional dilakukan melalui program peningkatan produksi pangan; menjaga ketersediaan pangan yang cukup, dan aman di setiap daerah setiap saat; dan antisipasi agar tidak terjadi kerawanan pangan. Wilayah perbatasan negara yang ada di Provinsi Kalimantan Barat pada umumnya terletak pada daerah yang terpencil dan dukungan infrastruktur yang kurang memadai. Wilayah ini berpotensi untuk terjadi kerawanan pangan. Sehubungan dengan kondisi tersebut, maka fokus pembangunan dapat diarahkan pada penanganan masalah kerawanan pangan dan ketertinggalan dalam berbagai sektor dengan jalan meningkatkan ketahanan pangan. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu rencana aksi program ketahanan pangan di wilayah perbatasan adalah pemenuhan kebutuhan pangan sampai tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan diwujudkan bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat, dan dikembangkan mulai tingkat rumah tangga hingga kawasan. Apabila setiap rumah tangga sudah mencapai ketahanan pangan, maka secara otomatis ketahanan pangan masyarakat, daerah dan nasional akan tercapai. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah kerawanan pangan di wilayah perbatasan negara adalah melalui Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Tujuan pengembangan Desa Mandiri Pangan adalah untuk Meningkatkan ketahanan Pangan dan Gizi (mengurangi kerawanan Pangan dan Gizi) masyarakat melalui pendayagunaan Sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal di pedesaan. Sasaran dari Program Aksi Desa Mandiri Pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan dan gizi tingkat desa yang ditandai dengan berkurangnya kerawanan pangan dan gizi. Untuk saat ini wilayah perbatasan negara di Provinsi Kalimantan Barat seperti pada tempat lainnya kenyataannya program ketahanan pangan tersebut belum bisa terlepas sepenuhnya dari beras sebagai komoditi basis yang strategis. Untuk itu sasaran indikatif produksi komoditas utama tanaman pangan dan cadangan pangan pemerintah juga masih berbasis pada beras. Kebijakan ketahanan pangan di wilayah perbatasan membutuhkan keseimbangan yang tepat antara kebutuhan masyarakat dan ketersediaan pangan (beras). Untuk itu

Upload: heri-apriyanto

Post on 02-Aug-2015

192 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan

Halaman 1 dari 12

KAJIAN KEMANDIRIAN PANGAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT DI

KAWASAN PERBATASAN NEGARA

Oleh :

Heri Apriyanto

I. LATAR BELAKANG

Salah satu kegiatan pembangunan pertanian periode 2005-2009 adalah Program

peningkatan ketahanan pangan (sumber : Musyawarah perencanaan pembangunan

pertanian tahun 2005). Program ketahanan pangan tersebut diarahkan pada

kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal yang secara

operasional dilakukan melalui program peningkatan produksi pangan; menjaga

ketersediaan pangan yang cukup, dan aman di setiap daerah setiap saat; dan

antisipasi agar tidak terjadi kerawanan pangan.

Wilayah perbatasan negara yang ada di Provinsi Kalimantan Barat pada umumnya

terletak pada daerah yang terpencil dan dukungan infrastruktur yang kurang memadai.

Wilayah ini berpotensi untuk terjadi kerawanan pangan. Sehubungan dengan kondisi

tersebut, maka fokus pembangunan dapat diarahkan pada penanganan masalah

kerawanan pangan dan ketertinggalan dalam berbagai sektor dengan jalan

meningkatkan ketahanan pangan. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu rencana

aksi program ketahanan pangan di wilayah perbatasan adalah pemenuhan kebutuhan

pangan sampai tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan diwujudkan bersama-sama

antara pemerintah dan masyarakat, dan dikembangkan mulai tingkat rumah tangga

hingga kawasan. Apabila setiap rumah tangga sudah mencapai ketahanan pangan,

maka secara otomatis ketahanan pangan masyarakat, daerah dan nasional akan

tercapai. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah kerawanan pangan di wilayah

perbatasan negara adalah melalui Program Aksi Desa Mandiri Pangan.

Tujuan pengembangan Desa Mandiri Pangan adalah untuk Meningkatkan ketahanan

Pangan dan Gizi (mengurangi kerawanan Pangan dan Gizi) masyarakat melalui

pendayagunaan Sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal di pedesaan. Sasaran

dari Program Aksi Desa Mandiri Pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan dan

gizi tingkat desa yang ditandai dengan berkurangnya kerawanan pangan dan gizi.

Untuk saat ini wilayah perbatasan negara di Provinsi Kalimantan Barat seperti pada

tempat lainnya kenyataannya program ketahanan pangan tersebut belum bisa terlepas

sepenuhnya dari beras sebagai komoditi basis yang strategis. Untuk itu sasaran

indikatif produksi komoditas utama tanaman pangan dan cadangan pangan pemerintah

juga masih berbasis pada beras.

Kebijakan ketahanan pangan di wilayah perbatasan membutuhkan keseimbangan

yang tepat antara kebutuhan masyarakat dan ketersediaan pangan (beras). Untuk itu

Page 2: Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan

Halaman 2 dari 12

perlu diketahui neraca pemanfaatan pangan (beras) beserta proyeksinya. Makalah ini

kan membahas secara singkat tentang neraca pangan di Kawasan perbatasan

Kawasan Aruk, Desa Sebunga, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas,

Provinsi Kalimantan Barat, dimana kawasan ini berbatasan langsung dengan Negara

Bagian Serawak, Malaysia dan direncanakan pada tahun 2010 digunakan secara

resmi sebagai Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB).

Gambar 1. Kawasan Perbatasan Aruk Provinsi Kalimantan Barat di Perbatasan RI -

Malaysia

II. TUJUAN

1) Identifikasi ketersediaan pangan (beras) di wilayah kajian

2) Identifikasi kebutuhan pangan (beras) dan proyeksinya di wilayah kajian

3) Menghitung neraca pangan (beras) di wilayah kajian

4) Menentukan strategi pemenuhan pangan untuk wilayah kajian

III. METODOLOGI

Dalam kajian kemandirian pangan di Kawasan Perbatasan Aruk, Kecamatan Sajingan

Besar, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat ini beras merupakan komoditi

utama pangan. Hal ini tidak terlepas dari kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa

beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi oleh hampir seluruh masyarakat di

wilayah tersebut. Dalam menghitung ketersediaan pangan (beras) menggunakan

pendekatan atau asumsi dari jumlah (produksi) beras yang dihasilkan. Produksi beras

Page 3: Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan

Halaman 3 dari 12

ini diperoleh dari luasan lahan pertanian (sawah) dan produktivitas padi yang ada di

wilayah tersebut.

Seperti halnya tentang ketersediaan pangan, maka kebutuhan pangan untuk wilayah

kajian juga ditinjau dari komoditi beras. Kebutuhan pangan (beras) didekati dengan

rata-rata konsumsi beras per kapita.

Selanjutnya ketersediaan dan kebutuhan beras baik untuk saat maupun proyeksi

hingga tahun 2025 dibandingkan, apakah mengalami defisit atau surplus. Kemudian

hasil ini dianalisis untuk ditentukan strategi-strategi apakah yang diperlukan dalam

mengatasi permasalahan kemandirian pangan di wilayah kajian

IV. TINJAUAN PUSTAKA

Pengolahan padi menjadi beras, secara prinsip, melibatkan tahapan yang sederhana

yakni (i) pemisahan kotoran, (ii) pengeringan dan penyimpanan padi, (iii) pengupasan

kulit (husking), (iv) penggilingan (milling), dan (v) pengemasan dan distribusi (lihat

Gambar berikut).

Padi Kering

Panen

105%

Pengeringan

dan

Penyimpanan

102%

Padi

100%

Beras PK

83%

Beras Putih

72%

3% : Kotoran

(merang, butir muda, batu,

pasir, debu)

2% : Susut simpan 17% : Sekam 11% : Dedak (9,99%), Beras

Rusak (0,76%), Beras

Berwarna (0,25%)

Gambar 2. Tahapan Utama Proses Pengolahan Beras

Pemisahan kotoran dari padi hasil panen di sawah dilakukan karena masih banyak

terbawa kotoran lain seperti jerami, daun, batang bahkan benda lain yang tidak lazim

seperti batu dan pasir. Kotoran ini akan mengganggu proses pengeringan terutama

penyerapan kalori dan penghambatan proses pergerakan padi pada tahapan

berikutnya.

Kadar air padi hasil panen sangat bervariasi antara 18–25%, bahkan dalam beberapa

kasus dapat lebih besar. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air sampai

sekitar 14% sehingga memudahkan dan mengurangi kerusakan dalam penyosohan

dan proses selanjutnya. Kadar air yang terlalu tinggi menyulitkan pengupasan kulit dan

menyebabkan kerusakan (pecah atau hancur) karena tekstur yang lunak.

Page 4: Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan

Halaman 4 dari 12

Penyosohan adalah pengupasan kulit padi yang merupakan tahapan paling penting

dari keseluruhan proses. Pengelupasan kulit adalah transformasi padi menjadi beras

yang secara prinsip sudah dapat dimasak untuk dimakan. Proses selanjutnya hanyalah

penyempurnaan dari penyosohan dan untuk meningkatkan kebersihan. Gabungan dari

sosoh serta kebersihan dan keutuhan biji adalah ukuran mutu beras putih.

Tahapan penggilingan adalah proses penyempurnaan penyosohan dan pelepasan

lapisan penutup butir beras. Teknologi penggilingan sudah sangat berkembang untuk

menghasilkan beras putih yang baik. Proses ini dibagi lagi menjadi penyosohan,

pemutihan (whitening) dan pengkilapan (shining). Walaupun demikian, inti proses ini

adalah untuk memisahkan lapisan penutup semaksimal mungkin.

Selain proses utama tersebut ada beberapa tambahan yakni operasi pemisahan yang

dimaksudkan untuk mendapatkan beras putih utuh dan murni. Oleh karena itu, proses

pemisahan terdiri dari pemisahan kotoran atau bahan asing (seperti batu, daun dan

benda asing lainnya) dan pemisahan beras yang kurang baik (muda, busuk, berjamur,

berwarna dan rusak/pecah). Perkembangan permintaan beras tanpa kerusakan yang

meningkat mendorong perkembangan teknologi yang semakin canggih. Dalam konteks

inilah berkembang teknologi pemisah batu, pemisah beras berdasarkan warna (color

sorter), pemisah biji pecah (rotary shifter) dan pemisah biji menurut panjang (lenght

grader). Berdasarkan tahapan proses pengolahan padi menjadi beras tersebut, maka

diasumsikan bahwa dari 1 kg gabah kering giling (padi) akan menghasilkan beras 0,72

kg beras putih.

Kebutuhan pangan untuk wilayah kajian seperti halnya ketersediaan pangan, juga

ditinjau dari komoditi beras. Kebutuhan pangan (beras) didekati dengan rata-rata

konsumsi beras per kapita. Berdasarkan data dari BULOG, diketahui bahwa konsumsi

beras per kapita dari tahun ke tahun cukup bervariasi, yakni berkisar antara 120 – 165

kg beras/kapita/tahun. Untuk wilayah kajian ditinjau dari kondisi yang belum

berkembang, diasumsikan rata-rata konsumsi beras penduduknya termasuk masih

rendah, yakni sebesar 127 kg/kapita/tahun.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ketersediaan Pangan (Beras)

Di Kawasan Perbatasan Aruk ini diasumsikan panen padi hanya terjadi 1 kali dalam

setahun dan luas panen padinya diasumsikan 62% dari luas sawah yang ada. Asumsi

Page 5: Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan

Halaman 5 dari 12

luas panen padi ini diambil dari rata-rata luas panen padi yang terjadi di kabupaten

Sambas dan Provinsi Kalimantan Barat. Kondisi lahan sawah yang ada di wilayah ini

karena hanya didukung oleh sistem irigasi sederhana dan sebagian lahan sawahnya

juga hanya berupa sawah tadah hujan. Untuk itu produktivitas padi untuk wilayah

kajian ini diasumsikan hanya sekitar 2,5 – 2,8 ton per Hektar dalam setahun.

Berdasarkan data yang ada maka ketersediaan pangan (beras) di wilayah kajian dapat

dilihat pada tabel dan gambar berikut.

Tabel 1. Ketersediaan beras di Kawasan Perbatasan Aruk, Desa Sebunga Tahun

2000, 2003 dan 2005

Tahun Luas Sawah

Luas Panen

Produktivitas dalam setahun

Jumlah Produksi Padi atau Gabah

Kering Giling

Ketersediaan Beras Putih

(Ha) (Ha) (ton/Ha) (ton) (ton)

2000 200 124,0 2,5 310,0 223,20

2003 225 139,5 2,7 376,7 271,19

2005 226 140,1 2,8 392,3 282,48

Sumber : Hasil Analisis tahun 2007

Sumber : Hasil Analisis tahun 2007

Gambar 3. Ketersediaan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk Tahun 2000-2005

Berdasarkan tabel dan gambar di atas maka ketersediaan beras putih di wilayah kajian

pada tahun 2005 sebesar 282,48 ton. Ketersediaan beras putih ini meningkat sekitar

26,5% dari tahun 2000. Peningkatan tersebut merupakan dampak pembukaan lahan

0

50

100

150

200

250

300

Ke

ters

ed

iaa

n

be

ras

(to

n)

2000 2003 2005

Tahun

Ketersediaan Beras Di Kawasan Perbatasan Aruk

Desa Sebunga

Page 6: Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan

Halaman 6 dari 12

sawah baru sebesar 26 Ha. Lahan sawah tersebut merupakan optimalisasi dari lahan

sawah yang sebelumnya tidak diusahakan.

Untuk mengetahui proyeksi ketersediaan pangan (beras) hingga tahun 2025 maka

pengembangan lahan pertanian (sawah) dilakukan dengan perluasan lahan sawah dan

tingkat produktivitas. Berdasarkan data luasan lahan pertanian yang masih dapat

digunakan dan peta kesesuaian lahan untuk komoditas sawah di wilayah kajian, maka

lahan sawah masih dapat diusahakan hingga maksimal 256 Ha. Untuk itu

pengembangan luas lahan sawah diasumsikan ditingkatkan sebesar 0,66% per

tahunnya. Sedangkan tingkat produktivitas padi diasumsikan dapat ditingkatkan

melalui berbagai teknologi sebesar 2,2% per tahunnya. Pada tahun 2010-2015 luas

panen diupayakan mencapai 75% dari luas lahan sawah yang ada. Sedangkan pada

tahun 2020-2025 menjadi 80% karena adanya upaya-upaya peningkatan kualitas padi

dan lahan. Proyeksi ketersediaan lahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Proyeksi Ketersediaan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk hingga

Tahun 2025

Tahun Luas Sawah

Luas Panen Produktivitas dalam setahun

Jumlah Produksi Padi

atau Gabah Kering Giling

Beras Putih

(Ha) (Ha) (ton/Ha) (ton) (ton)

2005 226,0 140,1 2,8 392,3 282,48

2010 233,5 175,1 3,1 549,9 395,92

2015 241,0 180,8 3,4 614,6 442,48

2020 248,5 198,8 3,7 735,6 529,60

2025 256,0 204,8 4,0 819,2 589,82

Sumber : Hasil Analisis tahun 2007

Page 7: Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan

Halaman 7 dari 12

Sumber : Hasil Analisis tahun 2007

Gambar 4. Proyeksi Ketersediaan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk hingga

Tahun 2025

Dengan adanya peningkatan luas lahan sawah dari pemanfaatan lahan sawah yang

sebelumnya tidak diusahakan dan peningkatan produktivitas lahan maka hingga tahun

2025 tingkat ketersediaan beras dapat diproyeksikan sebesar 589,82 ton.

B. Kebutuhan Pangan (Beras)

Untuk wilayah kajian ditinjau dari kondisi wilayah yang belum berkembang, maka

diasumsikan rata-rata konsumsi beras penduduknya termasuk masih kategori rendah,

yakni sebesar 127 kg/kapita/tahun. Dengan jumlah penduduk yang ada di kawasan

perencanaan maka kebutuhan pangan dapat diketahui. Kebutuhan pangan (beras)

penduduk di Kawasan Perbatasan Aruk ditunjukkan pada table dan gambar berikut.

Tabel 3. Kebutuhan beras di Kawasan Perbatasan Aruk Tahun 2000, 2003 dan 2005

Tahun Jumlah Penduduk Konsumsi per Kapita Jumlah Kebutuhan beras

(jiwa) (kg/kapita/tahun) (ton)

2000 1.328 127 168,66

2003 1.393 127 176,91

2005 1.512 127 192,02

Sumber : Hasil Analisis tahun 2007

0

100

200

300

400

500

600K

ete

rsed

iaan

bera

s (

ton

)

2005 2010 2015 2020 2025

Tahun

Proyeksi Ketersediaan Beras (ton)

Di Kawasan Perbatasan Aruk Desa Sebunga

Page 8: Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan

Halaman 8 dari 12

Sumber : Hasil Analisis tahun 2007

Gambar 5. Kebutuhan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk Desa Sebunga Tahun

2000-2005

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa jumlah kebutuhan beras pada

tahun 2005 sebesar 192,02 ton. Kebutuhan beras yang relatif rendah ini menunjukkan

bahwa wilayah tersebut masih terbatas aktivitasnya. Dari tahun 2000 hingga tahun

2005 kebutuhan beras hanya terjadi peningkatan sebesar 2,78% per tahunnya.

Untuk mengetahui proyeksi kebutuhan pangan (beras) hingga tahun 2025 maka perlu

diketahui pertambahan penduduk dari hasil proyeksi penduduk. Selain itu juga perlu

diketahui perkiraan konsumsi beras per kapitanya. Sejalan dengan akan dibukanya

PPLB Kawasan Aruk maka diperkirakan akan terjadi peningkatan penduduk yang

signifikan terutama adanya migrasi penduduk ke wilayah ini. Selain tingkat konsumsi

beras rata-rata penduduknya akan juga meningkat. Untuk itu diasumsikan bahwa

tingkat konsumsi beras rata-rata penduduknya menjadi moderate (sedang), yakni

sekitar 142 kg/kapita/tahun.

Tabel 4. Proyeksi Kebutuhan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk Hingga

Tahun 2025

Tahun Jumlah Penduduk Konsumsi per Kapita Jumlah Kebutuhan beras

(jiwa) (kg/kapita/tahun) (ton)

2005 1.512 127 192,02

2010 1.993 142 283,01

2015 2.628 142 373,18

2020 3.465 142 492,03

2025 4.568 142 648,66

Sumber : Hasil Analisis tahun 2007

155

160

165

170

175

180

185

190

195K

eb

utu

han

Bera

s

(to

n)

2000 2003 2005

Tahun

Kebutuhan beras di Kawasan Perbatasan Aruk

Desa Sebunga Tahun 2000-2005

Page 9: Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan

Halaman 9 dari 12

Sumber : Hasil Analisis tahun 2007

Gambar 6. Proyeksi Kebutuhan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk, Desa Sebunga

Hingga Tahun 2025

Berdasarkan data tabel di atas maka dapat diketahui akan terjadi peningkatan jumlah

kebutuhan beras yang cukup signifikan. Selama periode 20 tahun di perkirakan akan

terjadi lonjakan jumlah kebutuhan beras sekitar 237% atau 11,9% per tahun.

C. Neraca Pemanfaatan Pangan dan Proyeksinya

Salah satu hal yang penting untuk mengetahui kerawanan pangan (beras) adalah

dengan mengidentifikasi tingkat penyediaan dan kebutuhan (permintaan) beras yang

ada sehingga tidak ada kelangkaan maupun surplus di wilayah tersebut. Metoda yang

dapat digunakan adalah dengan menghitung neraca pemanfaatan beras, yaitu

membandingkan antara tingkat penyediaan dan kebutuhan beras di suatu wilayah.

Tujuan penyusunan neraca pemanfaatan pangan adalah :

mengetahui potensi dan pemanfaatan

ketersediaan cadangan pangan

arahan kebijakan pemanfaatan potensi pangan dalam kaitannya dengan

program ketahanan pangan

strategi pemenuhan kebutuhan pangan

Berdasarkan tingkat ketersediaan dan kebutuhan beras di wilayah perencanaan, maka

dapat disusun suatu neraca pemanfaatan pangan. Neraca tersebut dapat dilihat pada

tabel berikut.

-

100

200

300

400

500

600

700K

eb

utu

ha

n b

era

s

(to

n)

2005 2010 2015 2020 2025

Tahun

Proyeksi Kebutuhan beras Di Kawasan Perbatasan Aruk

Desa Sebunga Hingga Tahun 2025

Page 10: Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan

Halaman 10 dari 12

Tabel 5. Neraca Pemanfaatan Pangan dan Proyeksinya di Kawasan Perbatasan Aruk,

Tahun 2005-2025

Tahun Ketersediaan beras (ton)

Kebutuhan beras (ton)

Keterangan

Surplus beras (ton)

Defisit beras (ton)

2005 282,48 192,02 90,46

2010 395,92 283,01 112,92

2015 442,48 373,18 69,30

2020 529,60 492,03 37,57

2025 589,82 648,66 58,83

Sumber : Hasil Analisis tahun 2007

Sumber : Hasil Analisis tahun 2007

Gambar 7. Neraca Pemanfaatan Pangan dan Proyeksinya di Kawasan Perbatasan

Aruk Tahun 2005-2025

Berdasarkan tabel dan gambar yang ada, di wilayah kajian hingga tahun 2022

menunjukkan kondisi surplus beras. Namun sesudah tahun 2022 wilayah ini akan

terjadi kerawanan pangan. Kemandirian wilayah ini di bidang pangan akan terganggu.

Kondisi ini terjadi dengan catatan surplus beras yang terjadi pada setiap tahunnya

tidak dilakukan penyimpanan (sistem lumbung padi), namun kelebihan beras tiap

tahunnya langsung didistribusikan keluar daerah yang membutuhkan maupun

diekspor.

Neraca Pemanfaatan Beras di Kawasan Aruk Desa Sebunga

Tahun 2005 - 2025

0

100

200

300

400

500

600

700

2005 2010 2015 2020 2025

Tahun

Bera

s (

kg

)

Ketersediaan beras (ton) Kebutuhan beras (ton)

Titik Kerawanan Pangan

Page 11: Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan

Halaman 11 dari 12

Kondisi pemanfaatan pangan akan menjadi lain, jika kelebihan (surplus) beras pada

setiap tahunnya dilakukan penyimpanan guna dijadikan cadangan (stok) beras untuk

tahun-tahun mendatang. Hal ini perlu dilakukan mengingat panen yang terjadi di

wilayah ini hanya dapat dilakukan 1 kali dalam setahun. Dengan asumsi terjadi

penyusutan waktu menyimpan sebesar 10% maka cadangan beras dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 6. Proyeksi Cadangan Beras di Kawasan

Perbatasan Aruk hingga tahun 2025

Tahun Cadangan Beras (ton)

2005 90,46

2010 194,3

2015 244,2

2020 257,4

2025 172,8

Sumber : Hasil Analisis tahun 2007

Sumber : Hasil Analisis tahun 2007

Gambar 8. Proyeksi Cadangan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk hingga tahun 2025

Proyeksi Cadangan Beras Hingga Tahun 2025

0

50

100

150

200

250

300

2005 2010 2015 2020 2025

Tahun

Cad

an

gan

bera

s (

ton

)

Cadangan beras (ton)

Page 12: Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan

Halaman 12 dari 12

VI. STRATEGI PENGAMANAN KEMANDIRIAN PANGAN

Berdasarkan data dan diagram di atas maka stok cadangan beras akan meningkat

hingga tahun 2020, namun sejalan dengan perkembangan wilayah ini, maka stok akan

mengalami penurunan. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah strategi sebagai

berikut :

Perlu adanya komoditi tambahan untuk mendukung ketahanan pangan,

misalnya dengan ubi kayu dan jagung. Jadi ketergantungan terhadap

komoditas beras tidak terlalu besar.

Dengan terbatasnya stok lahan untuk sawah, maka lahan sawah yang sudah

ada tidak boleh dialihfungsikan.

Perlu adanya teknologi untuk mengembangkan produktivitas lahan.

Perlunya lembaga khusus di kawasan perbatasan yang menangani ketahanan

pangan

Koordinasi antar Negara dalam penanganan ketahanan pangan

VII. REFERENSI

1) RTRW Provinsi Kalimantan Barat

2) RTRW Kabupaten Sambas

3) Pengembangan Kawasan Pusat-pusat Pertumbuhan di Kawasan Perbatasan

Negara Pulau Kalimantan – Penyusunan RTR KPE Temajuk – Aruk 2004

4) Kabupaten Sambas dalam angka 2005

5) Provinsi Kalimantan Barat dalam angka 2006

6) Kecamatan Sajingan Besar dalam Angka 2005

7) Monografi Kecamatan Sajingan Besar tahun 2007