kemampuan generik sains

24
10 BAB II MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING, KEMAMPUAN GENERIK SAINS, DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA A. Pembelajaran Fisika Bahasan mengenai pembelajaran fisika berkaitan dengan bagaimana cara siswa belajar fisika. Untuk memahami pembelajaran fisika yang bermakna, dapat berangkat dari hal-hal berikut ini: 1. Hakikat Fisika (Sains) Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasi (Sofa, 2008). 2. Tinjauan Standar Isi Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Proses pembelajaran Fisika pada tingkat SMA/MA mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Standar tersebut berangkat dari urgensi mata pelajaran fisika yang diajarkan sebagaimana yang dijelaskan oleh BSNP (2006:443) yaitu mata pelajaran fisika penting diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri yang memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, sekaligus

Upload: abhie-furqon-sunrise

Post on 29-Dec-2015

86 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Pembelajaran

TRANSCRIPT

10

BAB II

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING, KEMAMPUAN

GENERIK SAINS, DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA

A. Pembelajaran Fisika

Bahasan mengenai pembelajaran fisika berkaitan dengan bagaimana cara

siswa belajar fisika. Untuk memahami pembelajaran fisika yang bermakna, dapat

berangkat dari hal-hal berikut ini:

1. Hakikat Fisika (Sains)

Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah kumpulan

pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan pengetahuan

dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara

berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang

berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk

memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara

bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasi (Sofa, 2008).

2. Tinjauan Standar Isi Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Proses pembelajaran Fisika pada tingkat SMA/MA mengacu pada standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan oleh Badan Standar

Nasional Pendidikan (BSNP). Standar tersebut berangkat dari urgensi mata

pelajaran fisika yang diajarkan sebagaimana yang dijelaskan oleh BSNP

(2006:443) yaitu mata pelajaran fisika penting diajarkan sebagai mata pelajaran

tersendiri yang memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, sekaligus

11

dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang

berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Mata

pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali

peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang

dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta

mengembangkan ilmu dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara

inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap

ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.

Belajar fisika erat kaitannya dengan proses berpikir sebagaimana yang

dijelaskan pada salah satu tujuan kurikulum untuk mata pelajaran fisika yaitu:

mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan

deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan

berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif dan

kuantitatif (BSNP, 2006:444).

3. Teori Belajar Kognitif

Belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku

individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan

lingkungan yang melibatkan proses kognitif (Syah, 2003: 68).

Arti lain dari belajar yang dikemukakan oleh Gagne (Sagala, 2003: 24) adalah

seperangkat proses kognitif yang mengubah stimulasi lingkungan melewati

pengelolaan informasi dan menjadi kapabilitas baru. Interaksi belajarnya melalui

stimulus melalui kondisi eksternal dari pendidik yang dapat direspon kondisi

internal dan proses kognitif siswa.

12

Proses-proses kognitif yang terjadi selama belajar meliputi insight atau

berpikir dan reasoning atau menggunakan logika deduktif dan induktif (Dahar,

1996: 17).

Bigge (Dahar, 1996:21)menjelaskan pembelajaran yang berorientasi pada teori

belajar kognitif dimaksudkan untuk membantu para siswa mengubah pemahaman

mereka tentang masalah-masalah dan situasi-situasi secara signifikan.

Berdasarkan teori belajar kognitif, beberapa ahli psikologi dan pendidikan

menjelaskan bagaimana terjadinya belajar dan bagaimana mengajar dilakukan.

Berikut ini dua pakar yang telah menjelaskan hal tersebut:

1) Jerome Bruner dengan belajar penemuan

Bruner (Dahar,1996:108) menjelaskan belajar bemakna hanya dapat terjadi

melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan

bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan

meningkatkan penalaran dan kemampuan berpikir secara bebas, dan melatih

keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.

2) David Ausubel dengan belajar bermakna

Belajar bermakna akan terjadi bila informasi baru dapat dikaitkan pada sub

sumber yang ada dalam struktur kognitif, sedangkan belajar hapalan terjadi bila

informasi baru tidak dapat dikaitkan pada konsep-konsep yang telah ada dalam

struktur kognitif karena konsep-konsep ini tidak mirip dengan informasi baru itu.

Berlangsung tidaknya belajar bermakna tergantung pada struktur kognitif yang

ada, serta kesiapan dan minat anak didik untuk belajar bermakna, dan

kebermaknaan materi pelajaran secara potensial (Dahar, 1996:133).

13

B. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikembangkan oleh

Suchman (Joyce, et al., 2009: 175) adalah mengajarkan siswa sebuah proses

investigasi dan menjelaskan fenomena yang tak biasa. Model ini membawa siswa

pada sejumlah prosedur yang digunakan untuk mengorganisasi pengetahuan dan

prinsipil ilmu. Berdasarkan konsepsi metode sains, model ini berusaha

mengajarkan siswa sejumlah kemampuan dan bahasa dalam inkuiri.

Model pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan bimbingan lebih

banyak pada awal–awal pembelajaran berupa pertanyaan-pertanyaan pengarahan

agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan yang harus

dilakukan untuk memecahkan masalah yang disajikan guru, penyelesaian masalah

dapat dilakukan oleh siswa sendiri atau secara berkelompok (Sund & Trowbridge,

1973; Wartono, 1996:39).

Siswa diprogramkan agar selalu aktif secara mental maupun fisik. Materi

yang disajikan guru bukan begitu saja diberikan dan diterima oleh siswa, tetapi

siswa diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai

pengalaman dalam rangka “menemukan sendiri” konsep-konsep yang

direncanakan oleh guru (Ahmadi, 1997: 79).

Guru menyediakan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada

siswa. Sebagian besar perencanaannya dibuat oleh guru. Siswa tidak merumuskan

problem atau masalah. Petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun

dan mencatat diberikan oleh guru (Amien, 1987:137).

14

Ada hal-hal yang harus diperhatikan saat pelaksanaan model pembelajaran

inkuiri terbimbing (Amien, 1987:137-138), yaitu sebagai berikut:

1. Problem untuk masing-masing kegiatan dapat dinyatakan sebagai

pertanyaan atau pernyataan biasa.

2. Konsep-konsep dan atau prinsip-prinsip yang harus ditemukan oleh siswa

melalui kegiatan, harus ditulis dengan jelas dan tepat, meliputi aspek

kognitif, psikomotor, dan afektif.

3. Diskusi pengarahan berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada

siswa untuk didiskusikan sebelum para siswa melakukan kegiatan.

4. Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa kegiatan percobaan atau

penyelidikan yang dilakukan siswa untuk menemukan konsep-konsep dan

atau prinsip yang telah ditetapkan oleh guru.

5. Proses berpikir kritis dan ilmiah harus ditulis dan dijelaskan untuk

menunjukkan kepada guru lain tentang operasional siswa yang diharapkan

selam kegiatan berlangsung.

6. Pertanyaan yang bersifat “open-ended” harus berupa pertanyaan yang

mengarah ke pengembangan tambahan kegiatan penyelidikan atau

percobaan yang dapat dilakukan siswa.

7. Catatan guru berupa catatan-catatan untuk guru lain yang meliputi:

• Penjelasan tentang hal-hal atau bagian-bagian yang sulit dari

kegiatan atau pelajaran

• Isi materi pelajaran yang relevan dengan kegiatan

15

• Faktor- faktor atau variabel yang dapat mempengaruhi hasil-hasil

percobaan, terutama penting sekali apabila kegiatan percobaan atau

penyelidikan tidak berjalan (gagal).

Sintaks model pembelajaran inkuiri terbimbing yang diungkapkan Joyce et al.

(2009: 179-181) adalah sebagai berikut :

1. Tahap pertama adalah tahap penyajian masalah atau menghadapkan siswa

pada situasi teka-teki. Pada tahap ini guru membawa situasi masalah dan

menentukan prosedur inkuiri kepada siswa. Permasalahan yang diajukan

adalah masalah sederhana yang dapat menimbulkan keheranan. Hal ini

diperlukan untuk memberikan pengalaman kreasi pada siswa, tetapi sebaiknya

didasarkan pada ide-ide sederhana.

2. Tahap kedua adalah pengumpulan dan verifikasi data, siswa mengumpulkan

informasi tentang peristiwa yang mereka lihat dan alami.

3. Tahap ketiga adalah eksperimen. Pada tahap ini, siswa melakukan eksperimen

untuk mengeksplorasi dan menguji secara langsung. Eksplorasi mengubah

sesuatu untuk mengetahui pengaruhnya, tidak selalu diarahkan oleh suatu teori

atau hipotesis. Pengujian secara langsung terjadi ketika siswa akan menguji

hipotesis atau teori. Peran guru pada tahap ini adalah memperluas inkuiri yang

dilakukan siswa dengan cara memperluas informasi yang telah diperoleh.

Selama verifikasi, siswa boleh mengajukan pertanyaan tentang objek, ciri,

kondisi, dan peristiwa.

4. Tahap keempat adalah mengorganisir data dan merumuskan penjelasan. Pada

tahap ini, guru mengajak siswa merumuskan penjelasan, kemungkinan besar

16

akan ditemukan siswa yang mendapatkan kesulitan dalam mengemukakan

informasi yang diperoleh yang berbentuk uraian penjelasan. Siswa-siswa yang

demikian didorong untuk dapat memberi penjelasan yang mendetail.

5. Tahap kelima adalah menganalisis tentang proses inkuiri. Pada tahap ini,

siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan mereka. Menentukan

pertanyaan yang lebih efektif, pertanyaan yang produktif dan yang tidak atau

tipe informasi yang mereka butuhkan dan yang tidak diperoleh. Tahap ini akan

menjadi penting apabila kita melaksanakan pendekatan belajar model inkuiri

dan mencoba memperbaikinya secara sistematis dan secara independen.

Konflik yang dialami siswa saat melihat suatu kejadian yang menurut

pandangannya tidak umum dapat menuntun partisipasi aktif dalam

penyelidikan secara alamiah.

C. Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Tabel 2.1

Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Tahapan Model

Pembelajaran

Inkuiri Terbimbing

Deskripsi Pembelajaran

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Tahap I

Penyajian Masalah

• Menunjukkan masalah/

fenomena melalui

demonstrasi atau media

gambar

• Tanya jawab untuk

memperjelas masalah

• Perwakilan siswa

melakukan demonstrasi,

siswa yang lainnya

menyimak dan

memperhatikan

kegiatan demonstrasi

17

Tahapan Model

Pembelajaran

Inkuiri Terbimbing

Deskripsi Pembelajaran

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

• Menjawab pertanyaan

untuk memperjelas

masalah

Tahap II

Pengumpulan dan

Verifikasi Data

Membimbing siswa

mengumpulkan informasi

tentang peristiwa yang

mereka lihat atau alami

untuk membuat hipotesa

Mengumpulkan informasi

atau data-data tentang

peristiwa yang mereka

lihat atau alami kemudian

membuat hipotesa

Tahap III

Mengumpulkan Data

Eksperimen

• Memberikan arahan

sebelum melakukan

percobaan

• Memberikan bimbingan

saat mengumpulkan

data agar hipotesa

terjawab

• Menentukan variabel

bebas dan terikat

• Melakukan percobaan

atau eksperimen

• Mengumpulkan data

percobaan

Tahap IV

Merumuskan

Penjelasan

• Membimbing siswa saat

mengolah data

• Membimbing siswa

agar diskusi kelas

berjalan lancar

• Mengklarifikasi konsep/

prinsip yang telah

diperoleh dari

percobaan

• Mengolah data hasil

percobaan

• Mendiskusikan data

hasil percobaan

bersama teman

sekelompoknya sampai

diperoleh kesimpulan

• Mempresentasikan

hasil percobaan kepada

teman-teman sekelas

18

Tahapan Model

Pembelajaran

Inkuiri Terbimbing

Deskripsi Pembelajaran

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Tahap V

Analisis Proses

Inkuiri

• Membimbing siswa

untuk menganalisis

konsep-prinsip apa saja

yang telah ditentukan

• Membimbing siswa

mengemukakan kendala

dan solusi selama

penyelidikan

• Menganalisis konsep-

prinsip yang telah

ditemukan

• Menganalisis kendala

yang dihadapi selama

melakukan

penyelidikan

• Memberikan solusi

untuk mengatasi

kendala

D. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Kelebihan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing (Winaputra; Wawan,

2007: 14) adalah:

1. Dapat membentuk dan mengembangkan “self concept” pada diri siswa,

sehinggga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih

baik.

2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi

proses belajar yang baru.

3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja keras atas inisiatifnya

sendiri, bersikap objektif, jujur, dan terbuka.

4. Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya

sendiri.

19

5. Memberi kepuasan yag bersifat intrinsik.

6. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang dan siswa belajar

bagaimana memecahkan masalah.

7. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.

8. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.

9. Siswa dapat menghindari cara-cara belajar yang tradisional.

10. Dapat memberikan waktu yang secukupnya, sehingga mereka dapat

mengasimilasikan dan mengakomodasikan informasi.

11. Meningkatkan memori

Kekurangan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing (Winaputra; Wawan,

2007: 15) adalah:

1. Dalam mengubah kebiasaan belajar bukanlah hal yang mudah untuk

dilakukan oleh guru dan siswa.

2. Membutuhkan banyak penyediaan sumber belajar, fasilitas yang

memadai dan biasanya sukar untuk penyediaannya.

3. Pelaksanaan akan sulit untuk kelas dengan jumlah siswa yang besar.

4. Pelaksanaan menyita banyak waktu jika belum terbiasa

20

E. Hubungan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Kemampuan Generik Sains dan Prestasi Belajar Fisika Ranah Kognitif

Tabel 2.2

Hubungan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Kemampuan

Generik Sains dan Prestasi Belajar Fisika Ranah Kognitif

Tahapan Model

Pembelajaran

Inkuiri Terbimbing

Kemampuan Generik

Sains

Prestasi Belajar Fisika

Ranah Kognitif

Tahap I

Penyajian Masalah

pengamatan tak langsung,

sense of scale, inferensi

logika, sebab akibat

pemahaman (C2), analisis

(C4),

Tahap II

Pengumpulan dan

Verifikasi Data

Bahasa simbolik, inferensi

logika, sebab akibat

pemahaman (C2),

penerapan (C3), analisis

(C4)

Tahap III

Mengumpulkan Data

Eksperimen

pengamatan tak langsung,

sense of scale, bahasa

simbolik

pemahaman (C2), analisis

(C4)

Tahap IV

Merumuskan

Penjelasan

Pengamatan tak langsung,

sense of scale, sebab akibat,

inferensi logika,

pemahaman (C2),

penerapan (C3), analisis

(C4)

Tahap V

Analisis Proses

Inkuiri

Bahasa simbolik, inferensi

logika

pemahaman (C2), analisis

(C4)

21

F. Pengertian Kemampuan Generik Sains

Darliana (2006) menjelaskan kemampuan generik sains sebagai kemampuan

yang digunakan secara umum dalam berbagai kerja ilmiah. Kemampuan generik

sains merupakan kemampuan yang dapat digunakan untuk mempelajari berbagai

konsep dan menyelesaikan berbagai masalah IPA.

Kemampuan generik adalah apa yang diacu Gagne sebagai strategi-strategi

kognitif dan apa yang disebut sebagai pengetahuan yang tidak tergantung pada

domain. Salah satu jenis utama dari kemampuan generik adalah kemampuan

berpikir seperti teknik memecahkan masalah (Rahman, 2006)

Brotosiswoyo (Hartono, 2005: 14) menyatakan bahwa ada kemampuan

berpikir yang bersifat generik yang dapat ditumbuhkan melalui belajar fisika.

Kemampuan tersebut sifatnya lebih sederhana dan dapat membantu siswa berpikir

pada tingkatan yang lebih tinggi seperti berpikir kompleks, berpikir kritis, dan

kreatif. Kemampuan ini lebih dikenal sebagai kemampuan generik sains.

G. Kemampuan Generik Sains

Brotosiswoyo (2000: 7-21) mengungkapkan bahwa kemampuan generik dapat

ditumbuhkan melalui pembelajaran fisika dengan memperhatikan cara dan topik

atau materi pembelajaran. Sejumlah kemampuan tersebut adalah:

22

1. Pengamatan langsung

Pengamatan langsung adalah mengamati objek yang diamati secara langsung.

Aspek pendidikan penting yang kita dapat dari melakukan pengamatan langsung

adalah fakta bahwa ilmu fisika dapat menjadi ilmu yang tangguh, karena kita

bersikap jujur terhadap hasil pengamatan. Sikap kejujuran ini akan timbul karena

“ukuran” keberhasilan kegiatan pengamatan lebih ditekankan pada kejujurannya,

bukan pada kesesuaian pengamatan itu dengan teori yang ada.

Pengamatan langsung yang dapat dilatihkan melalui materi kalor adalah

mengamati perubahan wujud zat dari zat padat menjadi zat cair kemudian menjadi

gas, yaitu pada saat es dipanaskan.

2. Pengamatan tak langsung

Pengamatan tak langsung adalah melakukan pengamatan dengan

menggunakan alat bantu untuk mengatasi keterbatasan indera kita. Keterbatasan

alat indera menyebabkan banyak gejala dan perilaku alam tidak dapat diamati

secara langsung.

Pengamatan tak langsung yang dapat dilatihkan melalui materi kalor adalah

saat kita mengukur suhu zat yang dipanaskan, mengukur perubahan panjang, luas,

dan volume zat saat dipanaskan atau didinginkan, mengukur suhu zat selama

proses perubahan wujud zat.

3. Kesadaran tentang skala besaran (sense of scale)

Dalam skala ruang, ukuran obyek yang digarap terentang dari yang sangat

besar (jagad raya) sampai yang sangat kecil (elektron). Mengingat banyak

pembahasan ilmu fisika dilukiskan dalam ungkapan tulisan atau rumus, maka

23

tanpa kesadaran tentang sense of scale bahasan itu akan kurang dipahami makna

konkretnya dalam alam ini.

Kesadaran tentang skala besaran (sense of scale) yang dapat dilatihkan melalui

materi kalor adalah memperkenalkan nilai kalor jenis dan kapasitas kalor setiap

zat berbeda ada yang besar dan ada yang kecil, besar kecilnya nilai kalor jenis dan

kapasitas kalor menunjukkan zat apakah yang cepat panas atau cepat dingin atau

dapat juga sebaliknya zat apakah yang lambat panas atau lambat dingin.

4. Bahasa simbolik.

Banyak perilaku alam khususnya yang dapat diungkapkan secara kuantitatif,

yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa komunikasi sehari-hari. Sifat

kuantitatif tersebut menyebabkan adanya keperluan untuk menggunakan bahasa

yang kuantitatif juga.

Bahasa simbolik yang dapat dilatihkan melalui materi kalor adalah

membahasakan perubahan panjang dan perubahan suhu yang menjelaskan

pemuaian atau penyusutan. Misalnya pada pemuaian panjang yang dinyatakan

dengan:

TLL o∆=∆ α …………………………………………………... Persamaan 2.1

karena oLLL −=∆ …………………………………………….. Persamaan 2.2

Dari Persamaan 2.1 dan 2.2 diperoleh:

)1( TLL o ∆+= α ……………………………………………….. Persamaan 2.3

Dengan:

L = panjang setelah dipanaskan (m)

∆L = L - Lo = perubahan panjang (m)

24

α = koefisien muai panjang (K-1), harganya berbeda untuk tiap zat

Lo = panjang mula- mula (m)

∆T = T - To = perubahan suhu (K)

5. Kerangka logika taat asas.

Ada keyakinan dalam ilmu fisika, berdasarkan pengalaman yang cukup

panjang, bahwa aturan alam ini memiliki sifat taat azas secara logika (logically

self- consistent). Contohnya adalah zat akan memuai apabila dipanaskan dan akan

menyusut jika didinginkan.

6. Inferensi logika

Dari sebuah aturan yang diungkap dalam matematika, kita dapat menggali

konsekuensi-konsekuensi logis yang dilahirkan semata-mata lewat inferensi

logika. Tanpa melihat bagaimana makna konkret sesungguhnya.

Inferensi logika yang dapat dilatihkan melalui materi kalor adalah mengambil

kesimpulan dari hasil percobaan pengaruh kalor terhadap massa, jenis zat dan

perubahan suhu zat. Dijelaskan bahwa:

• Hubungan kalor dengan kenaikan suhu: kalor yang diterima benda sebanding

dengan kenaikan suhu benda itu, bila massa benda tetap.

…………………………………………………..…Perrsamaan 2.4

• Hubungan antara kalor dan massa benda: kalor yang diterima sebanding

dengan banyaknya massa, jika kenaikan suhu sama.

………………………………………...……………. Persamaan 2.5

25

• Hubungan kalor dengan jenis benda yang dipanaskan: kalor yang diterima

oleh suatu benda adalah sebanding dengan kalor jenis benda itu, bila massa

benda dan kenaikan suhu tetap.

………………………………………...……………. Persamaan 2.6

Berdasarkan Persamaan 2.4, 2.5, dan 2.6 diperoleh:

Q = m c ∆T …………………………………….…………….. Persamaan 2.7

Dengan:

Q = kalor yang diterima benda (joule atau kalori)

m = massa benda (kg)

c = kalor jenis benda (J kg-1 oC-1)

∆T = kenaikan suhu benda (oC)

7. Hukum sebab akibat.

Sebuah aturan dapat dinyatakan sebagai hukum sebab akibat apabila ada

reproducibility dari akibat sebagai fungsi dari penyebabnya, yang dapat dilakukan

kapan saja dan oleh siapa saja.

Hukum sebab akibat yang dapat dilatihkan melalui materi kalor adalah setiap

zat memiliki kapasitas kalor yang berbeda, jika zat tersebut menerima atau

melepaskan kalor yang sama maka perubahan suhu yang dihasilkan setiap zat

akan berbeda, ketika suhu awalnya sama.

8. Pemodelan matematik.

Rumus-rumus yang melukiskan hukum-hukum alam dalam fisika adalah

buatan manusia yang ingin melukiskan gejala dan perangai alam tersebut, baik

dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif. Jadi dapat disebut sebagai ‘model’

26

yang ungkapannya menggunakan bahasa matematika. Menurut Hartono (2005:

17) model dapat berupa gambar, program, atau gambaran mental. Pemodelan

matematik umumnya bertujuan untuk memperoleh hubungan yang lebih akurat

yang berlaku dalam suatu sistem dalam alam. Melalui pemodelan matematik,

dapat meramalkan suatu fenomena fisika.

Pemodelan matematik yang dapat dilatihkan melalui materi kalor adalah

grafik pemuaian panjang besi, yang menjelaskan bagaimana perubahan suhu

berpengaruh terhadap panjang besi.

9. Membangun konsep

Tidak semua gejala alam dapat dipahami dengan menggunakan bahasa sehari-

hari. Kadang-kadang kita harus membangun sebuah konsep atau pengertian baru

yang tidak ada padanannya dengan pengertian-pengertian yang sudah ada.

Dalam mempelajari kalor belum dapat ditemukan konsep baru dari konsep-

konsep yang telah ada sebelumnya.

Berdasarkan penjelasan mengenai kemampuan generik di atas. Hartono (2005:

118) membuat indikator-indikator kemampuan generik sains untuk memudahkan

melakukan penilaian terhadap kemampuan generik sains siswa yang sedang

dilatihkan. Sejumlah indikator kemampuan generik sains dinyatakan pada Tabel

berikut ini:

27

Tabel 2.3

Indikator Kemampuan Generik Sains

NO Kemampuan Generik Sains Sub (Indikator) Kemampuan Generik Sains

1 Pengamatan langsung a. Menggunakan sebanyak mungkin alat indera

b. Mengumpulkan fakta-fakta

c. Mencari persamaan dan perbedaan

2. Pengamatan tak langsung a. Menggunakan alat ukur langsung

b. Mengumpulkan fakta-fakta

c. Mencari persamaan dan perbedaan

3. Sense of Scale a. Menyadari ukuran objek alam

4. Bahasa Simbolik a. Menggunakan aturan matematika untuk

menjelaskan masalah

b. Menggunakan aturan matematika untuk

memecahkan masalah

5 Kerangka logika taat asas a. Mencari hubungan logis antara dua aturan.

6 Inferensi Logika a. Memahami aturan-aturan

b. Berargumentasi berdasarkan aturan-aturan

c. Menyelesaikan masalah berdasarkan aturan-aturan

d. Menarik kesimpulan berdasarkan aturan

7 Sebab Akibat a. Menghubungkan dua atau lebih variabel

8 Pemodelan Matematik a. Mengungkapkan fenomena atau masalah dalam

bentuk grafik/tabel.

b. Mengungkapkan fenomena dalam bentuk rumusan.

c. Mengajukan alternatif penyelesaian masalah.

9 Membangun Konsep a. Menambah konsep baru

Hartono (2005: 118)

H. Manfaat Kemampuan Generik Sains

Darliana (2006) setiap kompetensi (kemampuan) generik mengandung cara

berpikir dan berbuat, karena itu akan memudahkan guru dalam meningkatkan

kompetensi generik siswa. Kompetensi generik terutama digunakan untuk

meningkatkan kompetensi siswa dalam mempelajari fenomena alam dan belajar

28

cara belajar. Kompetensi generik merupakan kompetensi yang digunakan secara

umum dalam berbagai kerja ilmiah, pembelajaran yang meningkatkan kompetensi

generik siswa akan menghasilkan siswa-siswa yang mampu memahami konsep,

menyelesaikan masalah, dan kegiatan ilmiah yang lain, serta mampu belajar

sendiri dengan efektif dan efisien.

Berikut ini manfaat penggunaan kompetensi generik dalam pembelajaran IPA

(Darliana: 2006):

1. Kemampuan generik membantu guru mengetahui apa yang harus ditingkatkan

pada siswa dan membelajarkan siswa dalam belajar cara belajar.

2. Pembelajaran dengan memperhatikan kemampuan generik dapat digunakan

untuk mempercepat pembelajaran.

3. Dengan melatihkan kemampuan generik pada siswa, setiap siswa akan

mengatur kecepatan belajarnya sendiri dan guru dapat mengatur kecepatan

pembelajarannya untuk setiap siswa.

4. Miskonsepsi pada siswa dapat terjadi karena kemampuan generiknya lemah.

I. Prestasi Belajar Siswa

Gagne (Sagala, 2003: 17) menyatakan bahwa belajar terdiri dari tiga

komponen penting yaitu:

1. Kondisi eksternal yakni stimulus dari lingkungan dalam acara belajar

2. Kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif

siswa

29

3. Hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelektual,

keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.

Pada komponen satu yaitu kondisi eksternal menunjukkan bahwa guru

memberikan peranan semisal perlakuan mengkondisikan belajar siswa agar

diperoleh komponen belajar pada komponen tiga yaitu hasil belajar. Harus

dibedakan antara hasil belajar dengan prestasi belajar.

Surya (1983: 115) mengungkapkan bahwa prestasi belajar merupakan seluruh

kemampuan yang dicapai melalui proses belajar di sekolah yang dinyatakan

dengan nilai prestasi belajar berdasarkan hasil tes prestasi belajar.

Syah (1997:141) menyebutkan bahwa prestasi belajar adalah taraf

keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah dinyatakan

dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi

pelajaran.

Dapat dikatakan prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan yang

menunjukkan kemampuan siswa dalam mempelajari materi pelajaran melalui

proses belajar di sekolah yang dinyatakan dengan nilai prestasi belajar

berdasarkan hasil tes prestasi belajar. Prestasi belajar yang dimaksud adalah ranah

kognitif.

Faktor- faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa (Nasution, 1992: 4;

Ismail, 2008:16) adalah:

1. Peranan guru, strategi belajar mengajar (faktor eksternal)

2. Kesehatan, kemampuan, panca indra dan daya tahan fisik (faktor fisiologi)

3. Kepribadian, kemampuan, motivasi, sikap dan perilaku (faktor psikologis)

30

Dari tiga faktor di atas yaitu faktor eksternal akan dijadikan sarana untuk

memperbaiki prestasi belajar siswa khususnya untuk ranah kognitif.

Bloom et al (Munaf, 2001: 67) mengungkapkan bahwa ranah kognitif

merupakan kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah

dipelajari dan kemampuan intelektual. Sebagian besar tujuan instruksional berada

dalam ranah kognitif.

Ranah kognitif dibagi ke dalam enam jenjang atau aspek kemampuan yaitu

sebagai berikut:

1. Pengetahuan (C1)

Jenjang pengetahuan meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep,

prinsip, prosedur atau istilah yang telah dipelajari tanpa harus memahami atau

dapat menggunakannya. Pengetahuan merupakan hasil belajar yang paling rendah,

tapi menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Kata kerja operasional

yang dapat digunakan, misalnya: menyebutkan, menunjukkan, mengenal,

mengingat, dan mendefinisikan.

2. Pemahaman (C2)

Pemahaman merupakan salah satu jenjang kemampuan dalam proses berpikir

dimana siswa dituntut untuk memahami yang berarti mengetahui tentang sesuatu

hal dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Kata kerja operasional yang dapat

digunakan, misalnya: membedakan, mengubah, menginterpretasi, dan

menentukan.

3. Penerapan (C3)

31

Penerapan merupakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada

pemahaman. Jenjang penerapan merupakan kemampuan menggunakan prinsip,

teori, hukum, aturan maupun metode yang dipelajari pada situasi baru atau pada

situasi konkret. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, misalnya:

menggunakan, menerapkan, menghubungkan, memilih, dan mengubah.

4. Analisis (C4)

Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau

bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya atau susunannya. Dengan analisis

diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat

memilahkan integritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu, umpamanya

tentang prosesnya, cara kerjanya, dan sistematikanya. Kata kerja operasional yang

dapat digunakan, misalnya: menganalisa, membedakan, menemukan,

mengklasifikasi, dan membandingkan.

5. Sintesis (C5)

Jenjang sintesis merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-

bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu, atau

menggabungkan bagian-bagian sehingga terjelma pola yang berkaitan secara logis,

atau mengambil kesimpulan darai peristiwa- peristiwa yang ada hubungannya satu

dengan yang lainnya. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, misalnya:

mensintesis, menghubungkan, menghasilkan, merumuskan, dan menyimpulkan.

6. Evaluasi (C6)

Evaluasi merupakan kemampuan tertinggi, yaitu bila seseorang dapat

melakukan penilaian terhadap suatu situasi, nilai-nilai, atau ide-ide. Kata kerja

32

operasional yang dapat digunakan, misalnya: menilai, menafsirkan, menentukan,

mempertimbangkan, dan membandingkan.

J. Hubungan Kemampuan Generik Sains dengan Prestasi Belajar Fisika

Ranah Kognitif

Berpikir adalah meletakkan hubungan antar bagian pengetahuan yang

diperoleh manusia. Berpikir sebagai proses menentukan hubungan-hubungan

secara bermakna antara aspek-aspek dari suatu bagian pengetahuan. Sedangkan

bentuk aktivitas berpikir merupakan tingkah laku simbolis, karena seluruh

aktivitas ini berhubungan dengan atau mengenai penggantian hal-hal yang konkret

(Sagala, 2003:129).

Berpikir dalam Fisika berarti berpikir yang berhubungan dengan pengetahuan

Fisika baik dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, teori, hukum maupun model.

Pengetahuan yang diperoleh siswa saat proses belajar berlangsung tidak terlepas

dari kompetensi dasar–standar kompetensi dalam Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP). Darliana (2006) menyatakan bahwa Kompetensi dasar adalah

kompetensi khusus yang berkaitan dengan sesuatu konsep. Kemampuan generik

sains adalah kemampuan yang lebih luas dari kompetensi dasar. Kemampuan

generik sains merupakan kemampuan yang dapat digunakan untuk mempelajari

berbagai konsep dan menyelesaikan berbagai masalah IPA. Selain itu, Liliasari

(Sunyono, 2009:12) memiliki pendapat yang serupa bahwa dalam mempelajari

konsep-konsep Sains (Fisika) diperlukan kemampuan berpikir yang kompleks.

Pada umumnya setiap konsep sains dapat mengembangkan lebih dari satu macam

33

kemampuan generik sains. Mempelajari konsep sains pada hakikatnya adalah

mengembangkan keterampilan berpikir sains, yang merupakan berpikir tingkat

tinggi.

Kemampuan berpikir merupakan bagian dari kemampuan yang dapat diukur

setelah siswa melakukan kegiatan dalam acara belajar. Kemampuan berpikir

terintegrasi dengan ranah kognitif sebagaimana yang diungkapkan Bloom et al.

(Munaf, 2001: 67) Ranah kognitif merupakan kemampuan menyatakan kembali

konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual (berpikir).