kelompok_6_radiokimia (dosimetri).doc

31
Tugas Terstruktur Kelompok VI DOSIMETRI Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Radiokimia Disusun oleh : Fahrana Salas T. (105090207111008) Firdania Firdaus R. (105090207111010) Mardiana (105090207111012) Khibrun nisa’ (105090207111014) Angga Fahmi R. (105090213111002)

Upload: ananisa1

Post on 13-Dec-2014

191 views

Category:

Documents


25 download

TRANSCRIPT

Page 1: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

Tugas Terstruktur Kelompok VI

DOSIMETRI

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Radiokimia

Disusun oleh :

Fahrana Salas T. (105090207111008)

Firdania Firdaus R. (105090207111010)

Mardiana (105090207111012)

Khibrun nisa’ (105090207111014)

Angga Fahmi R. (105090213111002)

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Radiasi adalah pancaran energi tanpa adanya media dari sumber radiasi melalui suatu

materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya

(foton) dari sumber radiasi. Sedangkan, radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik

atau disebut juga dengan foton adalah jenis radiasi yang tidak mempunyai massa dan

muatan listrik. Misalnya adalah gamma dan sinar-X, dan juga termasuk radiasi tampak

seperti sinar lampu, sinar matahari, gelombang microwave, radar dan handphone

(BATAN, 2008).

Teknik iradiasi adalah pemancaran energi dengan radiasi gamma berintensitas tinggi

yang dapat membunuh organisme berbahaya, tetapi tanpa mempengaruhi nilai nutrisi

makanan tersebut dan tidak meninggalkan residu serta tidak membuat makanan menjadi

radioaktif. Menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi

untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan. Proses irradiasi

dapat menimbulkan berbagai perubahan dalam sel hidup. Radiasi dosis tinggi dapat

membunuh sel sehingga dapat digunakan untuk membunuh mikroorganisme maupun

serangga. Dosis yang lebih rendah dapat mengubah reaksi-reaksi biokimia dan

mempengaruhi pembelahan sel seperti yang terjadi pada proses reproduksi parasit serta

pertunasan pada umbi-umbian. Oleh sebab itu, radiasi dalam hal ini dapat dimanfaatkan

untuk keperluan sterilisasi, pengawetan bahan pangan serta pencegahan pertunasan.

Setiap jenis kegiatan memerlukan dosis radiasi yang berbeda-beda.

Ada beberapa jenis radiasi pengion yang dapat digunakan untuk kepentingan irradiasi

dalam industri, yaitu : sinar-γ yang dipancarkan oleh bahan radioaktif seperti Cs-137 dan

Co-60, sinar-X yang dibangkitkan oleh pesawat, serta berkas elektron cepat (sinar beta)

yang diproduksi oleh mesin pembangkit elektron. Dari ketiga jenis sumber radiasi

tersebut, sinar-γ merupakan jenis radiasi pengion yang hingga kini digunakan secara luas

dalam berbagai kegiatan industri.

Dosimetri merupakan kegiatan pengukuran dosis radiasi dengan teknik

pengukurannya didasarkan pada pengionan yang disebabkan oleh radiasi dalam gas,

terutama udara. Dalam proteksi radiasi, metode pengukuran dosis radiasi ini dikenal

dengan sebutan dosimetri radiasi. Oleh karena itu dosimetri perlu diperkenalkan secara

Page 3: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

lebih mendalam dalam upaya proteksi terhadap efek negatif dari sumber radiasi pengion

yang dapat menimbulkan penyakit menurun.

1.2 Rumusan masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas adalah :

1. Apakah yang dimaksud dengan dosimetri dan dosimeter?

2. Apa saja jenis – jenis dan peruntukkan dosimeter?

3. Bagaimana keunggulan dan kelemahan masing – masing jenis dosimeter?

4. Apa saja jenis satuan untuk pengukuran radiasi ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Mengetahui tentang dosimetri dan dosimeter

2. Mengetahui jenis – jenis dosimeter

3. Mengetahui keunggulan dan kelemahan masing – masing jenis dosimeter

4. Mengetahui jenis satuan untuk pengukuran radiasi

Page 4: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dosimetri dan dosimeter

2.1.1 Dosimetri

Dosimetri adalah ilmu yg mempelajari berbagai besaran dan satuan dosis radiasi.

Sedangkan dosis adalah kuantitas dari proses yang ditinjau sebagai akibat radiasi mengenai

materi. Faktor yang perlu diperhatikan disini yakni jenis radiasi dan bahan yang dikenainya.

Apabila yang terkena radiasi adalah benda hidup, maka perlu juga diperhatikan tingkat

kepekaan masing – masing jaringan tubuh terhadap radiasi, demikian halnya zat radioaktif

sebagai sumber radiasi masuk kedalam tubuh.

2.1.2 Dosimeter

Dosimeter digunakan untuk mendeteksi dan mengukur dosis individu dari radiasi

eksternal. Dosimeter digunakan untuk mengukur dosis radiasi eksternal dan tidak

memberikan perlindungan terhadap paparan radiasi.Dosimeter dibagi menjadi 4 kelas dasar

yang didasarkan kualitas/mutu dosimeter radiasi tersebut dan daerah penggunaanya yaitu

(Kenneth R.K. and Walter R.N., 1972) :

1. Dosimeter standar primer yaitu dosimeter dengan mutu metrology tertinggi yang telah

ditetapkan oleh organisasi internasional ataupun nasional sebagai standar dosimeter dosis

serap. Dosimeter ini digunakan untuk membandingkan lingkungan radiasi dalam kalibrasi

dosimeter laboratorium,contohnya dosimeter kamar pengion dan kalorimeter.

2. Dosimeter standar acuan yaitu dosimeter dengan mutu metrology tertinggi yang

digunakan sebagai standar acuan untuk memberikan pengukuran terhadap pengukuran

yang telah dilakukan menggunakan dosimeter standar promer. Dosimeter ini digunakan

dalam kalibrasi lingkungan radiasi dan kalibrasi dosimeter rutin, contohnya dosimeter

alanin yang bisa bekerja pada rentang dosis serap 1 sampai dengan 105 Gy dengan alat

bacanya spectrometer EPR.

3. Dosimeter rutin yaitu dosimeter yang digunakan secara rutin untuk pengukuran dosis

serap yang dikalibrasi terhadap dosimeter primer, dosimeter acuan atau dosimeter standar

transfer.

4. Dosimeter standar transfer yaitu dosimeter yang digunakan untuk mentransfer

informasi dosis dari laboratorium terakreditasi atau laboratorium standar nasional.

Dosimeter ini dapat berupa dosimeter standar acuan atau dosimeter rutin.

Page 5: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

Berdasar metode yang digunakan, dosimeter dibedakan menjadi 3 jenis, yakni dosimeter

biologi, dosimeter fisik, dan dosimeter kimia. Dosimeter biologi dapat dilakukan melalui

analisis disentrik, uji mikronuklei, uji fragment dengan Premature Chromosome

Condensation (PCC), hitung sel darah atau Komponen Hematopoietik, serta analisa serum

darah, sel-sel sperma, dan komponen urine. Dosimeter fisik lebih ditekankan pada dosimeter

personal dapat dibedakan menjadi 3, yakni dosimeter saku, film badge, dan TLD. Sedangkan

dosimeter kimia dapat dibedakan menjadi dosimeter Fricke, Ferro-Cupri Sulfat dan Ceri-Cero

Sulfat.

2.1.3. Dosimeter Kimia

Berikut ini dikemukakan penjelasan dari ketiga jenis dosimeter kimia sering

dimanfaatkan untuk dosimetri radiasi-γ dosis tinggi. Yakni (Thoyib , M,dkk., 2004):

Dosimeter Fricke

Dosimeter Fricke merupakan salah satu jenis pengukur dosis serap yang dipakai

sebagai dosimeter acuan karena absorbsinya yang tinggi dan mempunyai hubungan yang

linier terhadap dosis serap. Dosimeter Fricke dibuat dengan cara melarutkan 0,392g

Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O (ferro ammonium sulfat) dan 0,058g NaCl (natrium clorida) dalam

12,5ml 0,8N H2SO4 (asam sulfat). Larutan diencerkan hingga menjadi satu liter dengan 0,8N

H2SO4 pada suhu 25°C (kadar larutan adalah 0,001M ferro ammonium sulfat, 0,001M

natrium clorida dan 0,8N asam sulfat). Larutan 0,8N asam sulfat dibuat dengan cara

melarutkan 22,5 ml asam sulfat pekat dalam air destilat sehingga membentuk satu liter

larutan.

Proses irradiasi dapat menghasilkan oksidasi ion Fe2+ menjadi Fe3+. Oksidasi ini akan

menyebabkan terjadinya perubahan rapat optik pada larutan dosimeter sehingga dapat

dimanfaatkan untuk pengukuran radiasi. Jumlah ion ferri yang terbentuk sebanding dengan

besar perubahan rapat optik dan dapat diukur secara teliti dengan metode spektrofotometri.

Pengukuran dilakukan dengan peralatan spektrofotometer varian uv-visible yang dilengkapi

dengan pengatur suhu pada panjang gelombang serapan maksimal ion ferri pada 305 nano

meter (λ = 305 nanometer, nm).

Keunggulan dari dosimeter Fricke ini antara lain adalah apabila laju dosis dari sumber

yang diukur tidak melebihi 2 x 107 Gy/s dan temperatur tidak menyimpang selama proses

irradiasi, maka laju dosis sumber tidak berpengaruh terhadap hasil pengukuran. ICRU juga

menganjurkan penggunaan dosimeter Fricke untuk pengendalian mutu faktor kalibrasi alat

Page 6: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

ukur yang digunakan untuk mengevaluasi faktor kalibrasi alat ukur radiasi standar nasional

yang diperoleh sebelumnya.

Tingkat perubahan rapat optis pada pemantau Fricke cukup linier dengan dosis radiasi

yang diterima, sehingga perhitungan dosisnya dapat dilakukan menggunakan suatu faktor

konversi yang menunjukkan hubungan antara dosis dan tingkat perubahan rapat optis larutan.

Keakuratan pengukuran radiasi dengan pemantau Fricke tidak terpengaruh oleh variasi

temperatur sistem antara 1°C sampai dengan 60°C selama proses irradiasi. Tanggapan yang

dihasilkan pemantau juga hampir tidak terpengaruh oleh spektrum energi radiasi dalam

daerah antara 0,5 sampai dengan 16 MeV.

Reagen yang digunakan untuk pembuatan larutan pemantau Fricke harus merupakan

reagen murni. Air destilat yang digunakan harus bebas dari pengotor-pengotor organik,

kontaminasi oleh tembaga juga harus dihindarkan. Terjadinya kontak antara larutan pemantau

Fricke dengan bahan-bahan organik maupun logam dapat menyebabkan timbulnya gangguan

terhadap hasil bacaan perubahan rapat optis pada pemantau, meskipun kandungan pengotor

tersebut dalam jumlah yang sangat kecil. Oleh sebab itu, selama proses irradiasi harus

digunakan wadah atau tempat dari bahan gelas borosilikat yang secara kimia tahan terhadap

larutan. Wadah dari bahan polietilin juga dapat digunakan apabila betul-betul bersih.

Larutan pemantau Fricke tidak benar-benar stabil sehingga harus disimpan dalam

botol tertutup warna coklat tua (gelap) untuk menghindari pengaruh cahaya. Botol harus

benar-benar bersih dan apabila disimpan pada suhu 15 – 20 °C dapat bertahan hingga delapan

minggu. Terjadinya peningkatan kerapatan optis pada larutan yang tidak diradiasi pada

panjang gelombang 305 nm menandakan bahwa larutan pemantau sudah tidak dapat

digunakan lagi.

Dosimeter Ferro–Cupri Sulfat

Dosimeter ferro-cupri sulfat dibuat dengan cara melarutkan 0,392 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O

(ferro ammonium sulfat) dan 2,50 g CuSO4.5H2O (cupri sulfat) dalam 12,5 ml 0,8N H2SO4.

Larutan selanjutnya diencerkan hingga volumenya menjadi satu liter dengan menambahkan

air tridest. Proses kerja pemantau ferro-cupri sulfat juga berdasarkan pada prinsip oksidasi

ion ferro menjadi ferri karena radiasi pengion. Pemantau ini serupa dengan pemantau Fricke,

namun kepekaannya berkurang dengan penambahan cupri sulfat pada larutan, sehingga dapat

dimanfaatkan untuk pengukuran radiasi dengan dosis yang lebih tinggi. Jangkauan

kemampuan pengukurannya hingga mencapai 20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

kemampuan dosimeter Fricke.

Page 7: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

Perubahan rapat optis pada larutan FeSO4 + CuSO4 karena oksidasi oleh radiasi

pengion diukur menggunakan spektrofotometer yang dilengkapi pengatur suhu. Pengukuran

kadar ion ferri melalui spektrofotometri ini dilakukan pada panjang gelombang 305 nm.

Seperti halnya pemantau Fricke, tanggapan yang dihasilkan oleh pemantau ferro-cupri sulfat

ini juga linier terhadap dosis radiasi yang diterima. Oleh sebab itu, perhitungan dosis radiasi

dapat dilakukan menggunakan faktor konversi yang menunjukkan hubungan antara dosis

radiasi dan tanggapan.

Tingkat perubahan rapat optis dosimeter ferro-cupri sulfat tidak terpengaruh oleh laju

dosis radiasi yang diterimanya. Ketelitian dari metode ini tidak terpengaruh oleh variasi

temperatur antara 20–60°C selama proses irradiasi. Tanggapan yang dihasilkannya juga tidak

bergantung pada spektrum energi radiasi dari 0,1–10 MeV. Seperti pada dosimeter Fricke,

dosimeter ferro-cupri sulfat juga cukup peka terhadap adanya pengotor-pengotor organik dan

logam, sehingga penanganan selama proses pembuatan, irradiasi dan penyimpanannya sama

seperti pada pemantau Fricke. Perlu juga diketahui bahwa larutan dosimeter ferro-cupri sulfat

ini bersifat sangat tidak stabil sehingga harus diperbaharui setiap hari.

Dosimeter Ceri-Cero Sulfat

Dosimeter jenis Ceri-cero juga dapat dipakai sebagai dosimeter standar dalam

dosimetri gamma dosis tinggi. Dosimeter ceri-cero sulfat merupakan sistim pemantau radiasi

dosis tinggi yang sudah sejak lama dikenal. Namun sistim ini memiliki beberapa kelemahan,

seperti harus digunakannya bahan-bahan kimia dengan tingkat kemurnian yang sangat tinggi

serta semua peralatan yang dipergunakan harus benar-benar bersih untuk mendapatkan sistim

pemantau yang baik. Dosimeter ceri-cero sulfat untuk mengukur dosis tinggi dengan

jangkauan 10–1000 kGy sudah umum digunakan dalam proses radiasi. Larutan ceri sulfat

dibuat menggunakan reagen Ce(SO4)24H2O, H2SO4 dan H2O2 30 % yang dilarutkan dalam

pelarut trides. Dosimeter ceri-cero telah ditetapkan oleh ICRU sebagai dosimeter acuan

karena cukup stabil sebelum dan sesudah irradiasi serta memiliki ketelitian yang sangat baik

(± 1 %).

Apabila larutan ceri-cero sulfat disinari dengan gamma dosis tinggi, maka akan terjadi

proses reduksi ion ceri (Ce4+) menjadi ion cero (Ce3+). Karena itu, sistim pemantau ini dikenal

dengan nama ceri-cero sulfat. Semakin besar dosis radiasi, semakin banyak pula ion ceri yang

tereduksi menjadi cero. Oleh sebab itu akan terdapat perbedaan jumlah ion cero pada larutan

yang diiradiasi dengan larutan yang tidak diiradiasi. Perubahan kerapatan optik pada

dosimeter ceri-cero yang telah diradiasi diukur menggunakan spektrofotometer uv-visible

pada panjang gelombang 320 nm. Pengukuran kadar ion cero dapat pula dilakukan melalui

Page 8: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

pengukuran beda potensial elektrokimia antara larutan pemantau yang disinari dan tidak

disinari radiasi. Jumlah ion cero yang terbentuk cukup linier dengan dosis radiasi yang

diterima dosimeter.

Dosimeter ceri-cero sulfat lebih peka terhadap pengotor dibandingkan pemantau

Fricke. Namun penambahan bahan-bahan tertentu seperti tembaga sulfat dapat mengurangi

kepekaan pemantau terhadap efek pengotor. Dosimeter ceri-cero memiliki beberapa

kelemahan apabila digunakan sebagai pemantau untuk kegiatan rutin. Tanggapan yang

dihasilkannya bergantung pada kadar cerium dalam larutan, dan laju dosis, terutama untuk

laju dosis tinggi. Sistim ini juga peka terhadap cahaya, terutama setelah proses pelarutan

untuk analisa spektrofotometri. Sistim pemantau juga memiliki waktu hidup yang terbatas,

kira-kira hanya satu bulan. Kebergantungannya terhadapenergi radiasi lebih tampak untuk

larutan yang mengandung kadar cerium yang lebih tinggi.

2.1.4. Dosimeter Fisik

Dosimeter Personal digunakan untuk mengukur dosis radiasi secara akumulasi. Jadi,

dosis radiasi yang mengenai dosimeter personal akan dijumlahkan dengan dosis yang telah

mengenai sebelumnya. Dosimeter personal ini harus ringan dan berukuran kecil karena alat

ini harus selalu dikenakan oleh setiap pekerja radiasi yang sedang bekerja di medan radiasi.

Pen dosimeter

Gambar 9. Konstruksi dosimeter saku (Haditjahyono, 1997)

Konstruksi dosimeter saku berupa tabung silinder berisi gas sebagaimana pada

Gambar di atas. Dinding silinder akan berfungsi sebagai katoda, bermuatan negatif,

sedangkan sumbu logam dengan jarum 'quartz' di bagian bawahnya bermuatan positif. Mula-

mula, sebelum digunakan, dosimeter ini diberi muatan menggunakan charger yaitu suatu catu

Page 9: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

daya dengan tegangan tertentu.Jarum quartz pada sumbu detektor akan menyimpang karena

perbedaan potensial. Dengan mengatur nilai tegangan pada waktu melakukan 'charging'

maka penyimpangan jarum tersebut dapat diatur agar menunjukkan angka nol. Dalam

pemakaian di tempat kerja, bila ada radiasi yang memasuki detektor maka radiasi tersebut

akan mengionisasi gas, sehingga akan terbentuk ion-ion positif dan negatif. Ion-ion ini akan

bergerak menuju anoda atau katoda sehingga mengurangi perbedaan potensial antara jarum

dan dinding detektor. Perubahan perbedaan potensial ini menyebabkan penyimpangan jarum

berkurang. Jumlah ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor sebanding dengan intensitas

radiasi yang memasukinya, sehingga penyimpangan jarum juga sebanding dengan intensitas

radiasi yang telah memasuki detektor. Skala dari penyimpangan jarum tersebut kemudian

dikonversikan menjadi nilai dosis. Keuntungan dosimeter saku ini adalah dapat dibaca secara

langsung dan tidak membutuhkan peralatan tambahan untuk pembacaannya. Kelemahannya,

dosimeter ini tidak dapat menyimpan informasi dosis yang telah mengenainya dalam waktu

yang lama (sifat akumulasi kurang baik). Pada saat ini, sudah dibuat dan dipasarkan

dosimeter saku yang diintegrasikan dengan komponen elektronika maju (advanced

components) sehingga skala pembacaannya tidak lagi dengan melihat pergeseran jarum

(secara mekanik) melainkan dengan melihat display digital yang dapat langsung

menampilkan angka hasil pengukurannya

Gambar 10. Gambar dan Bagian Pen dosimeter(Tiwari,P.N., 1974)

Film Badge

Film badge terdiri atas dua bagian yaitu detektor film dan holder. Detektor film dapat

“menyimpan” dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi selama film belum

Page 10: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

diproses. Semakin banyak dosis radiasi yang telah mengenainya –atau telah mengenai orang

yang memakainya– maka tingkat kehitaman film setelah diproses akan semakin pekat.

Gambar 11. Gambar dan Skema Film Badge dosimeter(Haditjahyono, 1997)

Gambar 12. Proses Detektor Film (Haditjahyono, 1997)

Holder film selain berfungsi sebagai tempat film ketika digunakan juga berfungsi

sebagai penyaring (filter) energi radiasi. Dengan adanya beberapa jenis filter pada holder,

maka dosimeter film badge ini dapat membedakan jenis dan energi radiasi yang telah

mengenainya (Tiwari,P.N., 1974).

Dosimeter film badge ini mempunyai sifat akumulasi yang lebih baik daripada

dosimeter saku. Keuntungan lainnya film badge dapat membedakan jenis radiasi yang

mengenainya dan mempunyai rentang pengukuran energi yang lebih besar daripada

dosimeter saku. Kelemahannya, untuk mengetahui dosis yang telah mengenainya harus

diproses secara khusus dan membutuhkan peralatan tambahan untuk membaca tingkat

kehitaman film, yaitu densitometer(Tiwari,P.N., 1974).

Page 11: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

Dosimeter Termoluminesensi (TLD)

Dosimeter termoluminesensi (TLD) merupakan dosimeter yang sering digunakan

dalam dosimetri in-vivo, karena sederhana dan mudah digunakan. TLD merupakan alat

pemantau dosis perorangan yang saat ini digunakan secara luas.Selain TLD, detektor

diodepun banyak dimanfaatkan untuk keperluan dosimetri in-vivo. Digunakannya detektor

diode ini karena TLD tidak bisa secara langsung memberikan hasil, sedangkan detektor diode

yang terintegrasi dengan elektrometer secara langsung memberikan informasi hasil bacanya

dengan segera (Tiwari,P.N., 1974).

Gambar . Alat TLD (Haditjahyono, 1997)

Dosimeter ini sangat menyerupai dosimeter film badge, hanya detektor yang

digunakan ini adalah kristal anorganik thermoluminisensi, misalnya bahan LiF. Proses yang

terjadi pada bahan ini bila dikenai radiasi adalah proses termoluminisensi. Senyawa lain yang

sering digunakan untuk TLD adalah CaSO4. Dosimeter ini digunakan selama jangka waktu

tertentu, misalnya satu bulan, baru kemudian diproses untuk mengetahui jumlah dosis radiasi

yang telah diterimanya. Pemrosesan dilakukan dengan memanaskan kristal TLD sampai

temperatur tertentu, kemudian mendeteksi percikan-percikan cahaya yang dipancarkannya.

Alat yang digunakan untuk memproses dosimeter ini adalah TLD reader.

Keuntungan dalam penggunaan TLD ini adalahmudah dalam pengoperasian, evaluasi

dosis dapatdilakukan lebih cepat dari pada dosimeter lainnya,mampu memantau radiasi

dengan rentang dosis darirendah hingga tinggi, dapat dipakai ulang dan tidakpeka terhadap

faktor-faktor lingkungan.Keunggulan TLD dibandingkan dengan film badge adalah terletak

pada ketelitiannya. Selain itu, ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan setelah diproses

kristal TLD tersebut dapat digunakan lagi.Namun demikian, TLD juga mempunyai

kelemahan karena data dosis langsung hilang setelah prosespembacaan, sehingga tidak bisa

dilakukanpembacaan ulang apabila ditemukan hal-hal yang meragukan. Untuk kondisi

Page 12: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

tertentu, informasi penerimaan dosis dapat diperoleh kembali / digali dengan memanfaatkan

fenomena PTTL yang masihtersimpan di dalamnya.

Proses pemantauan dosis perorangandengan TLD dilakukan dengan cara membaca

jumlah energi radiasi yang tersimpan di dalam dosimeter tersebut. Energi radiasi yang diserap

fosfor dapat dikeluarkan dalam bentuk cahaya tampak (cahaya TL) dengan intensitas

sebanding dengan jumlah energi radiasi yang diterima fosfor sebelumnya. Karena keluarnya

cahaya tampak tersebut sebagai akibat pemanasan fosfor dari luar,maka sistim instrumen

pembaca TLD dirancang agar mampu memberikan pemanasan pada fosfor dan mendeteksi

cahaya tampak yang dipancarkannya.Pemanasan pada TLD menyebabkan TLD

memancarkan cahaya TL yang ditangkap oleh foto katoda sehingga terjadi pelepasan elektron

dari permukaan foto katoda itu. Elektron-elektron yang dilepaskan ini selanjutnya diarahkan

ke tabung pengganda elektron yang di dalamnya terdapat dinoda-dinoda. Setiap kali elektron

menumbuk di noda akan menyebabkan terlepasnya electron-electron lain dari di noda

tersebut. Dengan demikian terjadi pelipat gandaan jumlah elektron di dalam tabung

pengganda elektron. Elektron-elektron itu dapat menghasilkan pulsa listrik yang akan

diproses lebih lanjut oleh sistim rangkaian alat pencacah sehingga diperoleh data hasil

cacahan radiasi dari TLD dalam bentuk intensitas termoluminesensi(intensitas TL), biasanya

hasil cacahan radiasi ini dinyatakan dalam satuan arus listrik nano Coulomb(nC).

Dalam kegiatan rutin pemantauan dosis pekerja, saat ini TLD sering kali

dimanfaatkan untuk pemantauan radiasi-β, -γ maupun neutron. Oleh sebab itu,dipasaran

dapat ditemukan berbagai merek dagang TLD yang dibuat dari berbagai jenis bahan

disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. TLD pada umumnya dapat memberikan

tanggapan terhadap sinar-X, sinar-γ, sinar-β, elektron dan proton dengan jangkauan dosis

radiasinya dari 0,1m Gy sampai dengan kira-kira 1.000 Gy. Fosfor yang paling murah dan

paling banyak digunakan untuk pembuatan TLD saat iniadalah lithium fluorida (LiF). Bahan

LiF berbentuk polikristal dengan Z efektifnya adalah8,1, cukup ekivalen dengan Z efektif

jaringan tubuh manusia yang nilainya 7,4. Secara alamiah dalam keadaan standar LiF

mengandung 92,5 % 7Li dan7,5 % 6Li. Fosfor-fosfor lain yang dapat dipakai sebagai bahan

dasar untuk pembuatan TLD antara lain kalsium fluorida (CaF2), lithium borat(Li2B4O7) dan

kalsium sulfat (CaSO4).

Page 13: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

Gambar 13. Proses terjadinya peristiwa termoluminesensipada fosfor

Fosfor 7LiF peka terhadap radiasi-β maupunfoton (sinar-X dan -γ), sedang fosfor 6LiF

peka terhadap neutron termik, beta dan foton. Kepekaan7LiF dan 6LiF terhadap radiasi-β

relatif sama,demikian pula kepekaannya terhadap foton. Namun untuk LiF alam, karena

kandungan 7LiF jauh lebihbesar dibandingkan dengan kandungan 6LiF, maka LiF alam ini

bisa dianggap hanya peka terhadap radiasi-β dan foton saja, sedang kepekaannya terhadap

neutron termik dapat diabaikan.Dosimeter LiF dengan aktivator Mg,Cu, atau P mempunyai

sifat setara dengan jaringan tubuh manusia dan kepekaannya terhadap foton 23 kali lebih

tinggi dibandingkan dengan LiF alam.

Interaksi antara radiasi dengan bahan TLD dapat berlangsung melalui beberapa cara.

Untuksinar-β, energi radiasinya dapat diserap dan mengionisasi langsung terhadap bahan.

Sedang foton berinteraksi dengan bahan TLD melaluiproses foto listrik, efek Compton dan

produksi pasangan. Untuk pemantauan dosis perorangan dimedan radiasi campuran beta dan

gamma, pasangan dua buah TLD 7LiF dapat digunakan untuk keperluan tersebut. Teknik

yang dipakai adalah dengan merangcang sistim dosimeter yang berisi pasangan fosfor

tersebut sedemikian rupa sehingga salah satu fosfor berada pada posisi jendela terbuka(open

window), sedang fosfor lainnya berada dibawah filter aluminium (dibungkus filter

aluminiumbaik dari arah depan maupun belakang) dengan kerapatan densitasnya 1.000

mg/cm2. Fosfor yang berada pada jendela terbuka dapat merekam radiasi-β dan -γ secara

bersamaan, sedang fosfor di bawah filter aluminium hanya merekam radiasi-γ yang datang,

sementara radiasi-β nya akan terserap oleh filter. Dengan demikian, dosis-γ yang diterima

dosimeter dapat diperoleh dengan mengevaluasi fosfor di bawah filter aluminium, sedang

Page 14: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

dosis-β diperoleh dari total dosis yang diterima fosfor pada jendela terbuka dikurangi dengan

dosis-γ yangditerima dosimeter.

Berikut merupakan rangkuman perbandingan keuntungan dan kerugian penggunaan

Pen Dosimeter, Film Badge, dan TLD sebagai Dosimeter Personal:

Gambar 14. Tabel Perbandingan Keuntungan dan Kerugian Penggunaan 3 Jenis

Dosimeter (Haditjahyono, 1997)

2.2 Satuan Dosimetri

2.2.1 Laju Dosis Efektif (E)

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pada paparan radiasi yang mengenai seluruh

tubuh dengan setiap organ/jaringan menerima dosis ekivalen yang sama, terbukti bahwa efek

biologi terhadap setiap organ/jaringan berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan

sensitivitas organ/jaringan tersebut terhadap radiasi. (Dalam hal ini efek radiasi yang

diperhitungkan adalah efek stokastik, sebab efek deterministik hanya akan terlihat akibatnya

bila dosis yang diterima tubuh melebihi ambang batas tertentu. Di bawah ambang batas itu

maka efek stokastik harus diperhatikan. Lihat modul Efek Radiasi Terhadap Tuuh Manusia.)

Oleh sebab itu diperlukan besaran dosis lain yang disebut dosis efektif, dengan simbol Eτ.

Tingkat kepekaan organ atau jaringan tubuh terhadap efek stokastik akibat radiasi disebut

faktor bobot organ atau faktor bobot jaringan tubuh, dengan simbol . Tabel II-3

menggambarkan nilai faktor bobot berbagai organ tubuh. TW Secara matematis dosis efektif

diformulasikan sebagai berikut:

Eτ = Σ ( WT H )..................................( II-8 )

Atau,

Eτ = Σ ( Wr WT D ).......................... ( II-9 )

Page 15: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

Satuan dosis efektif ialah rem atau sievert (Sv)

Tabel II-3 Nilai Faktor Bobot Berbagai Organ Tubuh

NO Organ atau Jaringan Tubuh WT

1 Gonad 0,20

2 Sumsum Tulang 0,12

3 Colon 0,12

4 Lambung 0,12

5 Paru-paru 0,12

6 Ginjal 0,05

7 Payudara 0,05

8 Liver 0,05

9 Oesophagus 0,05

10 Kelenjar Gondok (Tiroid) 0,05

11 Kulit 0,01

12 Permukaan Tulang 0,01

13 Organ atau jaringan tubuh lain 0,05

Catatan: Harga WT berdasarkan ICRP No. 60 (1990)

2.2.2 Laju Dosis Ekivalen (H)

Definisi laju dosis ekivalen adalah dosis efektif per satuan waktu. Dan diberi symbol

E° . Satuan laju dosis efektif ialah sievert/jam atau rem/jam. Hubungan antara laju dosis

ekivalen dengan aktivitas dapat ditentukan dengan menggunakan rumus pendekatan sebagai

berikut:

oH= A.E./6.r2 (μSv/jam) ……………………….. (III-3)

Dengan:

A= aktivitas (MBq)

E = energi (MeV)

r = jarak (meter)

o Dosis Terikat

Dosis terikat adalah dosis total yang diterima akibat zat radioaktif masuk ke dalam

tubuh atau paparan radiasi eksternal dalam selang waktu tertentu. Dosis terikat merupakan

integral waktu dari laju dosis. Dosis terikat berlaku untuk dosis eksternal dan internal yang

Page 16: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

dapat dinyatakan dalam bentuk dosis serap terikat, dosis ekivalen terikat dan dosis efektif

terikat.

o Dosis Kolektif

Dosis kolektif ialah dosis ekivalen atau dosis efektif yang digunakan apabila terjadi

paparan pada sejumlah besar populasi (penduduk). Paparan ini biasanya muncul apabila

terjadi kecelakaan radiasi. Dalam hal ini perlu diperhitungkan distribusi dosis radiasinya dan

distribusi populasi yang terkena paparan. Simbol untuk besaran dosis kolektif ini adalah ST

dengan satuan sievert-man (Sv-man). Secara matematis dituliskan sebagai berikut: Untuk

dosis ekivalen kolektif,

ST = p H ……………………………………… (II-11)

Untuk dosis efektif kolektif

ST = p E ………………………………………. (II-12)

Keterangan:

ST = dosis ekivalen kolektif p = jumlah populasi H = dosis ekivalen E = dosis efektif 16

Dosis kolektif digunakan untuk memperkirakan beberapa jumlah manusia dalam populasi

tersebut yang akan menderita akibat radiasi, yaitu dengan memperhitungkan faktor resiko.

2.2.3 Laju Dosis Paparan (X)

Besaran radiasi yang untuk pertama kali diperhatikan adalah paparan (exposure),

dengan simbol X, yang pada kongres Radiologi tahun 1928 didefinisikan sebagai kemampuan

radiasi sinar-X atau gamma untuk menimbulkan ionisasi di udara dalam volume tertentu.

Satuan paparan merupakan suatu ukuran fluks foton dan bertalian dengan jumlah energi yang

dipindahkan dari medan sinar-X pada suatu satuan masa udara. Laju paparan adalah besar

paparan persatuan waktu, dan diberi simbol 0X. Satuan laju paparan dalam SI adalah

C/kg.jam dan satuan lama adalah R/jam. Satu satuan paparan didefinisikan sebagai jumlah

radiasi gamma atau –X yang di udara menghasilkan ion-ion yang membawa 1 coulomb

muatan, dengan tanda apapun, per kilogram udara.

1 satuan X = 1 C/kg udara

Secara matematis paparan dapat dituliskan sebagai: X= dQ/dm

dQ adalah jumlah muatan pasangan ion yang terbentuk dalam suatu elemen volume

udara bermassa dm.

Pada sistem satuan internasional (SI), satuan paparan adalah coulomb/kilogram

(C/kg). Pengertian 1 C/kg adalah besar paparan yang dapat menyebabkan terbentuknya

Page 17: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

muatan listrik sebesar satu coulomb pada suatu elemen volume udara yang mempunyai massa

1 kg.

Pada awalnya, dengan sistem CGS digunakan satuan Roentgen (R). Satu roentgen

didefinisikan sebagai sebagai intensitas sinar-X yang menghasilkan ionisasi di udara

sebanyak 1,61 x 1015 pasangan ion per kg udara. Karena 1 buah ion bermuatan listrik 1,6 x

10-19 C maka:

1 R = 1,61 x 1015 (kg-1) x 1,6 x 10-19 (C)

1 R = 2,58 x 10-4 C/kg.

Pada tahun 1973 satuan ini didefinisikan ulang sehingga berlaku juga untuk sinar-γ.

Pengertian baru dari rontgen ini adalah bahwa: 1 R merupakan kuantitas radiasi sinar-X atau

sinar-γ yang menghasilkan 1 esu ion positif atau negatif di dalam 1 cm3 udara normal (NPT).

Dari definisi baru tersebut, energi sinar-X atau sinar-γ yang terserap di dalam 1 gram udara

dapat menjadi:

1 R = 1 esu/cm3 udara (NPT)

Karena muatan satu pasang ion adalah 4,8 x 10-10 esu, maka: 1 esu = (1/4,8) x 1010

pasang ion, sehingga:

1 R = (1/4,8) x 1010 pasang ion/cm3-udara (NPT)

Untuk menghasilkan satu pasang ion di udara diperlukan energi sekitar 34 eV,

sehingga:

1 R = (34/4,8) x 1010 eV/cm3-udara (NPT)

Karena 1 eV=1,6x10-12 erg, dan 1 cm3 udara beratnya adalah: 0,001293 gr, maka:

1 R = [(34/4,8) x 1010] [(1,6/0,001293) x 10-12] erg/gr

1 R = 87,7 (erg/gr) = 0,00877 (J/kg)

2.2.4 Laju Dosis Serap (D)

Dosis serap (D) adalah energi rata-rata yang diberikan oleh radiasi pengion sebesar dE

kepada bahan yang dilaluinya dengan massa dm. Satuan yang digunakan sebelumnya adalah

rad. Satu rad adalah energi rata-rata sebesar 100 erg yang diserap bahan dengan massa 1

gram. yang didefinisikan sebagai:

1 rad = 100 erg/gr

1 gray (Gy) = 100 rad

Satuan dosis serap dalam SI adalah Joule/kg atau sama dengan gray (Gy). Satu gray

adalah dosis radiasi yang diserap dalam satu joule per kilogram.

1 gray (Gy) = 1 joule/kg

Page 18: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

Secara matematis dosis serap dituliskan sebagai berikut: D = dE/ dm, dE adalah energi yang

diserap oleh bahan yang mempunyai massa dm.

Besaran dosis serap ini berlaku untuk semua jenis radiasi dan semua jenis bahan yang

dikenainya, namun bila menyangkut akibat paparan terhadap mahluk hidup, maka informasi

yang diperoleh tidak cukup. Jadi diperlukan besaran lain yang sekaligus memperhitungkan

efek radasi untuk jenis radiasi yang berbeda.

Laju Dosis Serap

Laju dosis serap adalah dosis serap per satuan waktu, dan diberi simbol . Satuan laju

dosis serap dalam SI adalah joule/kg.jam atau gray/jam (Gy/jam) dan dalam satuan lama

adalah rad/jam. oD

Hubungan Dosis Serap dan Paparan

Hubungan laju dosis serap dengan laju paparan adalah:

D = f x X

Keterangan:

D = dosis serap (Rad)

X = paparan (R)

f = faktor konversi dari laju paparan ke laju dosis serap (Rad/R)

Jadi, bila medium yang digunakan udara, maka f = 0,877 rad/R, Bila medium yang

digunakan bukan udara maka faktor konversi dari laju paparan ke laju dosis serap.

Page 19: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

Daftar Pustaka :

Anonim1, 1999, Keputusan Kepala BAPETEN No.01/Ka-BAPETEN/V-1999 tentang

Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi.

Antonella Fogliata*,Giorgia Nicolini, Alessandro Clivio, Eugenio Vanetti and Luca Cozzi,

2011, Dosimetric evaluation of Acuros XB Advanced Dose Calculation algorithm in

heterogeneous media, Institute of Southern Switzerland, Switzerland.

Haditjahyono, H., 1997, Deteksi dan Pengukuran Radiasi, Pusdiklat, Batan.

Kenneth R.Kase And Walter R.Nelson, 1972, Concepts Of Radiation Dosimetry, Stanford

Linear Accelerator, California.

Thoyib , M., Mukhlis Akhadi dan Dyah Dwi Kusumawati, 2004, Pengukuran Dosis Serap

dengan Dosimeter Kimia, Volume 5 Nomor 2&3, halaman 89 – 96, Puslitbang

Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir – BATAN, Buletin Alara.

Tiwari,P.N., 1974, Fundamentals Of Nuclear Sciences, Willy Eastern Private, New Delhi.

Glenn F. Knoll, “Radiation Detection and Measurement”, John Wiley & Sons, 1989.

Nicholas Tsoulfanidis, “Measurement and Detection of Radiation”, Hemisphere Publishing

Corp., 1983.

.

Page 20: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

Lampiran :

Kenneth R.Kase And Walter R.Nelson, 1972, Concepts Of Radiation Dosimetry, Stanford

Linear Accelerator, California.

Antonella Fogliata*,Giorgia Nicolini, Alessandro Clivio, Eugenio Vanetti and Luca Cozzi,

2011, Dosimetric evaluation of Acuros XB Advanced Dose Calculation algorithm in

heterogeneous media, Institute of Southern Switzerland, Switzerland.

Page 21: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

Thoyib , M., Mukhlis Akhadi dan Dyah Dwi Kusumawati, 2004, Pengukuran Dosis Serap

dengan Dosimeter Kimia, Volume 5 Nomor 2&3, halaman 89 – 96, Puslitbang

Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir – BATAN, Buletin Alara

Page 22: KELOMPOK_6_RADIOKIMIA (DOSIMETRI).doc

Anonim1, 1999, Keputusan Kepala BAPETEN No.01/Ka-BAPETEN/V-1999 tentang

Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi.