kelompok-8-campak
TRANSCRIPT
MAKALAH
PENYAKIT CAMPAKDisusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Konsep Dasar IPA
Disusun oleh :
Fasiha Fatmawati ( 09108241022 )
Dedi Sulaksono ( 09108244004 )
Arif Kuswardana ( 09108244119 )
Dyah Puji Lestari ( 09108244129 )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah ini yang berjudul “Penyakit Campak“.
Makalah ini diajukan guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Konsep
Dasare IPA. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini, yaitu kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada
penulis.
2. Ibu Weni selaku dosen mata kuliah Pengembangan Konsep Dasar IPA.
3. Orang tua yang selalu mendukung setiap aktivitas penulis.
4. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan-
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Penulis
ii
DAFTAR PUSTAKA
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1
D. Manfaat Penulisan .................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyakit Campak .................................................................... 2
B. Gejala Penyakit Campak ........................................................................... 3
C. Penularan Penyakit Campak ..................................................................... 5
D. Pencegahan Penyakit Campak .................................................................. 6
E. Perawatan Penderita Campak ................................................................... 10
F. Pemberantasan Penyakit Campak ............................................................. 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 15
B. Saran ......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak menyerang
anak-anak. Penyakit ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi serius
bahkan kematian. Sangat diperlukan wawasan mengenai penyakit ini agar masyarakat
dapat segera mengenalinya saaat terjadi penyakit ini. Oleh karena itu, kami menyusun
makalah yang berjudul “Penyakit Campak” yang akan membahas berbagai masalah
mengenai penyakit campak.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah penyakit campak itu?
2. Bagaimana gejala penyakit campak?
3. Bagaimana penularan penyakit campak?
4. Bagaimana pencegahan penyakit campak?
5. Bagaimana perawatan penderita campak?
6. Apa saja tahapan pemberantasan penyakit campak?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tentang penyakit campak.
2. Mengetahui gejala-gejala pada penyakit campak.
3. Mengetahui cara penularan penyakit campak.
4. Mengetahui cara pencegahan penyakit campak.
5. Mengetahui cara perawatan penderita campak.
6. Mengetahui tahapan pemberantasan penyakit campak.
D. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan, baik penulis maupun pembaca mengenai penyakit campak.
2. Menambah wawasan mengenai pencegahan penyakit campak.
3. Menambah wawasan mengenai penanganan kasus campak.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyakit Campak
“Tampek merupakan bahasa Jawa namun istilah Indonesianya adalah campak.
Sedangkan orang dari Irian menyebutnya serampah. Dalam bahasa latin disebut
sebagai morbili atau rubeolla. Sementara dalam bahasa Inggris, measles,” tutur
spesialis anak dari RS MH Thamrin Internasional, Jakarta, dr. Asti Praborini, SpA.
Menurut Soegijanto (2008) penyakit campak adalah penyakit akut yang
disebabkan oleh virus penyakit campak yang sangat menular pada anak-anak.
Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus, genus
morbili. Penyakit ini cukup berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi serius
bahkan kematian. Kejadian mengenai penyakit ini sangat berkaitan dengan
keberhasilan program imunisasi campak.
Campak merupakan penyakit serius yang mudah ditularkan melalui udara.
Tingkat penularan infeksi campak sangat tinggi sehingga sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa). Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi
campak.
Penyakit ini biasanya akan sembuh dengan sendirinya dan diketahui bahwa
seseorang hanya akan terkena penyakit ini sekali seumur hidup. Sesuai dengan sifat
alami penyakit campak yang monotipik, yaitu hanya terdiri dari satu tipe saja, setelah
pemberian imunisasi campak seharusnya seorang anak akan kebal seumur hidup.
Namun ada beberapa kasus mengenai anak yang dinyatakan terkena penyakit campak
oleh dokter, padahal orang tuanya telah melakukan imunisasi campak pada anak
tersebut.
Dengan kemajuan teknologi mutakhir dibidang biologi molekuler, yaitu
dengan ditemukannya alat untuk menentukan urutan DNA (DNA sequencing),
ternyata walaupun virus campak bersifat monotipik, tapi ternyata terdiri dari beberapa
genotip (yaitu keadaan genetik dari suatu individu sel atau organisme). Sampai saat
ini, WHO telah mendapatkan 24 genotip campak diseluruh dunia, dan ada 3 genotip di
Indonesia, yaitu genotip G2, G3 dan D9. Dengan pendekatan epidemiologi molekuler,
2
dapat diketahui bagaimana penyebaran virus campak dari suatu tempat ke tempat lain
atau dari suatu negara ke negara lain (mobilization of population).
Pada suatu penelitian yang telah dilakukan, ditemukan ada 2 genotip di pulau
Jawa, yaitu genotip G3 dan D9. Dengan adanya 2 genotip ini, dapat menerangkan
mengapa seorang anak yang telah terkena campak, dapat terkena campak lagi bila dia
terinfeksi dengan virus campak dari genotip lainnya.
B. Gejala Penyakit Campak
Masa inkubasi penyakit campak berlangsung sekitar 10-12 hari, pada tahap ini
anak yang sakit belum memperlihatkan gejala dan tanda sakit.
Penampilan klinis penyakit campak dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Fase pertama ( fase prodormal ) timbul gejala yang mirip dengan penyakit flu,
seperti tubuh terasa demam dan menggigil dengan suhu 38-40 derajat Celcius,
lelah, batuk, hidung beringus, mata merah berair dan sakit, pada mulut muncul
bintik putih (bercak Koplik) dan kadang disertai mencret. Bercak Koplik ini
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum, dikelilingi oleh eritema, dan
berlokalisasi di mukosa mulut.Bercak ini biasanya muncul menjelang akhir
stadium kataral (prodomal) dan 24 jam sebelum timbul enantem.
2. Fase kedua ( fase erupsi ), ditandai dengan munculnya bercak merah dan gatal
seiring dengan demam tinggi yang terjadi. Ruam tersebut mulai dari belakang
telinga, leher, dada, muka, tangan, kaki. Biasanya bercak menyebar hingga
seluruh tubuh dalam waktu 4-7 hari. Bila bercak merah sudah keluar, demam
akan turun dengan sendirinya.
3
3. Fase ketiga (fase konvalesens), bercak merah ini makin lama menjadi kehitaman
dan bersisik (hiperpigmentasi), lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya.
Periode ini merupakan masa penyembuhan yang butuh waktu sampai 2 minggu.
Sampai sepertiga penderita campak mengalami komplikasi, yang termasuk
infeksi telinga, diare dan pneumonia, dan mungkin memerlukan rawat inap. Kira-kira
satu dari setiap 1000 penderita campak terkena ensefalitis (pembengkakan otak).
Biasanya komplikasi terjadi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun dan anak-anak
dengan gizi buruk.
Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran darah
ke jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan kematian pada anak
adalah kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak
(ensefalitis). Komplikasi ini bisa terjadi cepat selama berlangsung penyakitnya.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul diantaranya :
1. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas,
yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan
distres pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan
membaik dan gejala akan menghilang.
2. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun infeksi bakteri. Ditandai
dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada
saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan
menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi.
Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas
masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang
telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus.
Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat
mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang dimana malnutrisi masih
menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal
bila tidak diberi antibiotik.
4
3. Kejang Demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam
saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.
4. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi
pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam
1000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis
dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus
campak ke dalam otak.
Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi (keadaan lemah, tidak ada
dorongan untuk melakukan kegiatan), koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala,
frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan.
Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan
predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar
glukosa dalam batas normal.
5. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE)
SSPE merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang jarang
disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten. Kemungkinan untuk
menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah
0.6-2.2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar pada usia
yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun.
Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang
progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik.
Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal,
antibodi terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak
ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai
meninggal antara 6-9 bulan.
6. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret
pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus.
Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein
losing enteropathy).
5
C. Penularan Penyakit Campak
Penyebaran virus campak maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet)
dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita
rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi
menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat
menularkan hari ke 7. Virus campak ini dapat hidup dan berkembang biak pada
selaput lender tenggorokan, hidung, dan saluran pernafasan.
Campak merupakan salah satu infeksi manusia yang paling mudah ditularkan.
Berada di dalam kamar yang sama saja dengan seorang penderita campak dapat
mengakibatkan infeksi.
Penderita campak biasanya dapat menularkan penyakit dari saat sebelum
gejala timbul sampai empat hari setelah ruam timbul. Waktu dari eksposur sampai
jatuh sakit biasanya adalah 10 hari. Ruam biasanya timbul kirakira 14 hari setelah
eksposur. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
D. Pencegahan Penyakit Campak
1. Menghindari kontak dengan penderita.
2. Menjaga kebersihan lingkungan.
3. Menjaga daya tahan tubuh.
Rajin berolahraga, makan makanan yang sehat, dan istirahat yang cukup.
4. Imunisasi campak.
Imunisasi campak adalah salah satu dari 5 imunisasi yang diwajibkan oleh
pemerintah bagi balita. Vaksin campak dapat diberikan saat anak berusia 9 bulan
atau lebih. Walaupun vaksinasi Campak tidak menghindarkan 100% si anak dari
campak di kemudian hari, namun anak yang telah divaksinasi umumnya memiliki
gejala dan komplikasi yang ringan jika terkena kedua penyakit tersebut kelak.
Jadi vaksinasi masih merupakan pendekatan penting bagi penanganan primer dari
penyakit campak, khususnya bagi anak.
Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit
campak secara aktif. Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh
dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering kombinasi
6
dengan vaksin gondong dan rubella. Kemasan ini dikenal dengan nama vaksin
MMR (Measles-Mumps-Rubella). Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan
pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.
Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin
yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonstone B)
dan (2) vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak
yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminiun).
Sejak tahun 1967 vaksin yang berasal dari virus campak yang telah dimatikan
tidak digunakan lagi oleh karena efek proteksinya hanya bersifat sementara dan
dapat menimbulkan gejala atypical measles yang hebat.
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan
adalah 1.100 TCID-50 atau sebanyak 0.5 ml. Tetapi dalam hal vaksin hidup,
pemberian dengan 20 TCID-50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang
baik. Cara pemberian yang dianjurkan adalah subkutan (penyuntikan di bawah
kulit), walaupun dari data yang terbatas dilaporkan bahwa pemberian secara
intramuscular (penyuntikan ke dalam otot rangka, sejauh mungkin dengan syaraf
utama) tampaknya mempunyai efektivitas yang sama dengan subkutan.
7
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif, dan
kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal. Penelitian
terbaru menunjukkan bayi rentan terhadap penyakit campak saat berusia 2-3
bulan hingga mendapatkan imunisasi pertamanya, karena kekebalan tubuh yang
didapat dari ibunya sudah berkurang.
Penelitian ini berdasarkan catatan medis dari 207 perempuan sehat dan
bayinya di lima rumah sakit Belgia pada tahun 2006. Hasil penelitian ini sudah
diterbitkan secara online pada 18 Mei 2010 dalam British Medical Journal
(BMJ). Berdasarkan penelitian ini diketahui perempuan yang telah tertular
penyakit campak dalam kehidupannya menjadi lebih kebal dan bisa memberikan
perlindungan lebih pada bayinya, dibandingkan dengan perempuan yang telah
divaksinasi tapi belum pernah terkena penyakit ini.
Tapi perlindungan yang berasal dari ibu hanya berlangsung pada bulan
pertama hingga ke empat untuk semua perempuan sehingga perlu untuk dilakukan
imunisasi campak.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai tahun 1982, dan pada
tahun 1991 Indonesia telah mencapai imunisasi dasar lengkap (Universal Child
Immunization=UCI) secara nasional; meskipun demikian masih ada beberapa
daerah yang cakupan imunisasi campaknya masih rendah sehingga sering terjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB) campak.
Tabel pemberian imunisasi pada bayi
8
Vaksin harus diupayakan agar tidak menimbulkan efek samping yang
berat, dan jauh lebih ringan dari gejala klinis penyakit secara alami. Pada
kenyataannya tidak ada vaksin yang benar-benar ideal, namun dengan kemajuan
teknologi saat ini telah dapat dibuat vaksin yang efektif dan relative aman. Reaksi
simpang dikenal sebagai kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse
Events Following Immunization. KIPI ini adalah kejadian medic yang
berhubungan dengan imunisasi, baik berupa efek vaksin ataupun efek samping,
toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, koinsidensi, reaksi suntikan, atau
hubungan kasual yang tidak dapat ditentukan. Dibawah ini merupakan table
gejala klinis :
Untuk efek samping atau KIPI dari vaksin MMR berupa :
a. Demam lebih dari 39,5 derajat Celcius yang terjadi pada 5% - 15% kasus,
demam dijumpai pada hari ke-5 samapi ke-6 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2 hari.
b. Kejang demam.
c. Ruam timbul pada hari ke-7 sampai ke-10 sesudah imunisasi dan berlangsung
selama 2-4 hari.
9
d. Memar karena berkurangnya trombosit.
e. Infeksi virus campak pada imunodefisiensi, seperti penderita HIV.
f. Reaksi KIPI berat dapat menyerang system syaraf, yang reaksinya
diperkirakan muncul pada hari ke-30 sesudah imunsasi.
Gejala syok anafilaktik :
a. Terjadi mendadak
b. Gejala klasik : kemerahan merata, edem
c. Urtikaria, sembab pada kelopak mata, sesak, nafas berbunyi
d. Jantung berdebar kencang
e. Tekanan darah menurun
f. Anak pingsan / tidak sadar
g. Dapat pula terjadi langsung berupa tekanan darah menurun dan pingsan tanpa
didahului oleh gejala lain.
Tindakan untuk syok anafilaktik :
a. Suntikan adrenalin 1:1000, dosis 0,1 – 0,3 ml, sk/im
b. Jika pasien membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1
ampul) secara intravena/intramaskular.
c. Segera pasang infuse NaCl 0,9%
d. Rujuk ke Rumah Sakit terdekat.
E. Pengobatan dan Perawatan Penderita Penyakit Campak
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup
cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian
antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada
campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien campak
dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum
dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU
per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi diberikan 1500 IU tiap hari.
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu:
10
1. Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis,
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik
diberikan sampai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka
uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh
karena uji tuberkulin biasanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak.
Gangguan reaksi delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T yang
terganggu fungsinya.
2. Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan
intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.
3. Ensefalopati/Ensefalitis
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid berupa
deksametason 1 mg/kg/hari sebagai dosis awal dilanjutkan 0.5 mg/kg/hari dibagi
dalam 3 dosis sampai kesadaran membaik (bila pemberian lebih dari 5 hari
dilakukan tappering off). Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas
darah.
Selain itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam perawatan penderita campak,
yaitu :
1. Penderita infeksi campak biasanya dinasihati untuk beristirahat, minum banyak
cairan dan minum parasetamol untuk merawat demam.
2. Vitamin A dengan dosis tertentu sesuai usia anak juga dapat diberikan untuk
meringankan perjalanan penyakit campak agar tidak menjadi parah.
3. Tempatkan penderita campak dalam kamar yang terpisah selama masa penularan.
4. Jaga kebersihan tubuh anak dengan tetap memandikannya. Namun selama suhu
badan masih panas, anak yang menderita campak tidak perlu dimandikan. Cukup
bersihkan dengan handuk yang dibasahi air hangat.
11
5. Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan
daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna, karena anak campak
rentan terjangkit infeksi lain, seperti radang tenggorokan, flu, atau lainnya. Masa
rentan ini masih berlangsung sebulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh
penderita yang masih lemah.
6. Lakukan pengobatan yang tepat dengan berkonsultasi pada dokter.
F. Tahapan Pemberantasan Penyakit Campak
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan criteria pada tiap tahap
yang berbeda-beda.
1. Tahap Reduksi
Tahap reduksi penyakit campak dibagi dalam 2 tahap, yaitu :
a. Tahap Pengendalian Campak
Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi
sebesar 80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4-8 tahun.
b. Tahap Pencegahan KLB
Pada tahap ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata,
terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB
relative panjang.
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar
90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program
imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan
dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan
SKRT tahun 1982).
Pada TCG Meeting di Dakka tahun 1999, Indonesia sedang berada pada
tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Reduksi campak
mempunyai strategi yaitu:
a. Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas
I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau
Suplemen.
b. Surveilans Campak.
12
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan
analisis data secara terus-menerus dan sistematis yang kemudian
didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang
bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan
lainnya (DCP2, 2008). Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan
kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada
populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit,
seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir.
Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat
keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan
pengendalian penyakit (Last, 2001).
Surveilans penyakit campak dilakukan untuk menilai perkembangan
program pemberantasan campak dan menentukan strategi
pemberantasannya terutama di daerah.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik
surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah,
kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih
rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini
(SKD – KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya
belum dilakukan dengan baik terutama di Puskesmas, belum semua unit
pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi
melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum
memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit
dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak
sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan
untuk menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.
13
Tujuan khusus surveilans:
1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit
2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk
mendeteksi dini
3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit
disease burden) pada populasi
4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan
5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan
6) Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU,
2002).
c. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
d. Pemeriksaan Laboratorium
Dalam upaya reduksi campak di Indonesia, secara epidemiologis ada 2
jenis wilayah rawan yang perlu penanganan khusus:
a. Reservoar : desa dengan kasus campak yang terjadi terus-menerus
sepanjang tahun.
b. Kantong : kelompok sasaran yang masih rentan karena cakupan
imunisasi campak rendah ( <80%) dalam 3 tahun terakhir.
2. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi ( > 90%), dan
daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya.
Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak
14
yang dicurigai tidak terlindung (suspectible) harus diselidiki dan mendapat
imunisasi tambahan.
3. Tahap Eradikasi
Pada tahap ini, cakupan imunisasi sudah tinggi dan merata, kasus campak
sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputus. Amerika Serikat
merupakan salah satu Negara yang telah mencapai tahap eliminasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit campak merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Paramysovirus. Penyakit ini sangat mudah menular melalui udara. Penyakit ini
berbahaya karena dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat pada kematian.
Pencegahan penyakit ini sangat efektif dilakukan dengan vaksinasi campak sehingga
orang yang telah disuntik memiliki kekebalan terhadap penyakit ini.
B. Saran
1. Masyarakat harus melakukan vaksinasi campak pada bayinya yang berusia 9
bulan agar terhindar dari penyakit campak.
2. Masyarakat perlu menjaga daya tahan tubuh dan membentuk pola hidup sehat
agar terhindar dari berbagai penyakit.
15
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Suharjo B., dkk. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.
Yogyakarta: Kanisius.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pemantauan dan
Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Jakarta: Depkes RI.
Kerjasama Direktorat Jenderal PPM & PL Depkes RI dan PATH. 2005. Modul Pelatihan
Safe Injection.
Mansjoer, Arif M,, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta :
Media Aesculapius.
Muchlastriningsih, Enny. 2005. Kecenderungan Kasus Campak Selama Empat Tahun
(1997-2000) di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. No. 148: 35-36.
16
Panitia Pekan Imunisasi Nasional Tingkat Pusat. 1997. Petunjuk Teknis Imunisasi
Campak.
Priyono, Yunisa. 2010. Merawat Bayi Tanpa Baby Sitter. Yogyakarta: Medpress.
Setianingrum, Findra. 2010. Campak;Manifestasi Klinis-Tatalaksana. Artikel Imiah
Kedokteran. (Online),
(http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-
kedokteran/kulit/2010/11/27/campak-manifestasi-klinis-tatalaksana/ , diakses 13
Maret 2011).
Setiati, Eni. 2009. Mengenal Penyakit Balita. Yogyakarta: Medika.
Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Wijayakusuma, M. Hembing. 2008. Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta:
Pustaka Bunda.
17