kelompok 6
DESCRIPTION
Audit....TRANSCRIPT
AUDITING 209
Pada Bab telah dijelaskan tentang dua tahapan pertama dalam perencanaan audit, yaitu (1) mendapatkan pemahaman mengenai bisnis klien dan industry, dan (2) melakukan prosedur analisis. Dalam bab ini akan dibahas tiga tahapan perencanaan audit berikutnya. Pertama-tama akan dibahas tentang konsep materialitas yang digunakan dalam auditing dan factor-faktor yang perlu dipertimbangkan oleh auditor dalam melakukan pertimbangan awal tentang variable yang penting ini. Selanjutnya akan dibahas tentang resiko audit beserta ulasan tentang tiga komponen risiko. Pada bagian akhir bab ini, akan kita bahas pula tentang alternatif strategi audit yang bisa digunakan dalam perencanaan audit atas asersi-asersi spesifik laporan keuangan.
Bab6
Materialitas, Risiko, dan Strategi Audit Awal
AUDITING 210
Tujuan PengajaranSetelah selesai mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu untuk :
1. Menyebutkan definisi konsep materialitas yang digunakan dalam auditing.
2. Menerangkan bagaimana auditor membuat penetapan awal tentang materialitas pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat saldo rekening.
3. Menjelaskan hubungan antara materialitas dengan bukti audit.
4. Menjelaskanarti penting konsep risiko audit serta ketiga komponennya.
5. Menjelaskan hubungan antara risiko audit dengan bukti audit.
6. Menjelaskan hubungan antara materialotas, risiko audit dan bukti audit.
7. Membedakan dua alternative strategi audit awal yang bisa digunakan dalam perencanaan audit.
Bab6
Materialitas, Risiko, dan Strategi Audit Awal
AUDITING 211
MATERIALITASMaterialitas mendasari penerapan standar auditing, terutama yang berkaitan dengan
penerapan standard pekerjaan lapangan dan standar perlaporan. Oleh karena itu
materialitas merupakan factor yang sangat penting dalam suatu audit atas laporan
keuanan. PSA No. 25, risiko audit dan Materualitas dalam pelaksanaan Audit (SA
312.08)menyatakan bahwa auditor harus mempertimbangkan materialitas dalam (a)
merenacanakan audit dan merancang prosedur audit, dan (b) mengevaluasi apakah
laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara umum. Arti konsep ini dan
relevansinya terhadap perencanaan audit akan dibahas dibawah ini.
KONSEP MATERIALITAS
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai :
Besarnya suatu pengbilangan atau salah saji informasi akunansi yang,
dipandang dari keadaan – keadaan yang melingkupinya,
memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang
mengandalkan pada informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh
penghilangan atau salah saji tersebut.
Definisi diatas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan (1) keadaan –
keadaan yang berhubungan dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan (2) informas
yang diperlukan oleh mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang
telah diaudit, sebagai contoh, suatu jumlah yang material bagi laporan keuangan suatu
perusahaan tertentu, mungkin tidak material bagi laporan keuangan perusahaan lain
yang berbeda ukuran atau sifatnya. Selain itu, apa yang material bagi laporan
keuangan suatu perusahaan, bisa berubah dar periode ke periode. Oleh karena itum
auditor misalnya dapat menyimpulkan bahwa tingkat materialitas atau rekening –
rekening modal kerja (working capital account) pada sebuah perusahaan yang hamper
bangkrut harus lebih rendah bila dibandingkan dengan materialitas untuk perusahaan
yang memiliki rasio lancer 4 : 1. Dlam mempertimbangkan informasi yang diperlukan
bagi pemakai laporan keuangan, hendaknya dilandasi dengan asumsi yang tepat,
misalnya bahwa pemakai laporan keuangan adalah investor – investor yang
memahami informasi keuangan.
AUDITING 212
PERTIMBANGAN AWAL MATERIALITAS
Auditor membuat pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan
audit. Pertimbangan ini, sering disebut materialitas yang direncanakan, pada
akhirnya mungkin bisa menjadi berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan
pada saat pengambilan keputusan audit ketika auditor mengevaluasi hasil temuan,
karena (1) keadaan - keadaan yang melingkupi mungkin berubah, dan (2) tambahan
informasi tentang klien dapat diperoleh selama audit berlangsung. Dalam keadaan
semacam itu, tingkat materialitas yang digunakan untuk mengevaluasi rermuan –
temuan audit bisa lebih tinggi dari pada maerialitas yang direncanakan.
Dalam prosesnya melakukan perencanaan audit, auditor harus menetapkan
materialitas pada dua tingkat sebagai berikut:
Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor mengenai kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
Tingkat saldo rekening, karena auditor memverifikasi atas saldo - saldo rekening untuk dapat memperoleh kesimpulan menyeluruh mengenai kewajaran laporan keuangan
Faktor - faktor yang harus dipertimbangkan dalam membuat pertimbangan awal
tentang materialitas pada setiap tingkatan akan dijelaskan pada bagian berikut :
MATERIALITAS PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGAN
Materialitas Laporan Keuangan adalah besarnya keseluruhan, salah saji minimum
dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting sehinggamembuat laporan
keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip – prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Dalam konteks ini, salah saji bisa diakibatkan oleh
penerapan prinsip akuntansi secara keliru, tidak sesuai dengan fakta, atau karena
hilangnya informasi penting.
Dalam merencanakan audit, auditor bisa menggunakan lebih dari satu tingkatan
materialitas terhadap laporan keuangan, dan setiap jenis laporan keuangan bisa
memiliki beberapa tingkatan materialitas. Untuk laporan rugi – laba, materialitas bisa
dihubungkan dengan total pendapatan, laba kotor operasim kaba sebelum pajak, atau
laba bersih. Untuk neraca, materialitas bisa didasarkan pada total aktiva, aktiva lancar,
modal kerja, atau ekuitas pemegang saham.
AUDITING 213
Dalam membuat pertimbangan awal tentang materialitasm auditor menentukan tingkat
materialitas awak keseluruhan untuk setiap jenis keuangan. Sebagai contoh, auditor menaksir
bahwa kekeliruan sebesar Rp 1.000.000,00 untuk laporan rugi – laba, dan Rp 2.000.000,00
untuk neraca dipandang material. Dalam hal ini tidaklah tepat pabila auditor menggunakan
materuialitas neraca dalam perencanaan audit karena apabila salah saji nerca sebesar Rp
2.000.000,00 mempengaruhi rugi – laba, maka laporan rugi – laba akan salah saji material.
Untuk tujuan perencanaan, auditor harus menggunankan pertimbangan awal mengenai
tingkat materialitas dengan suatu cara yang diharapkan, dalam keterbatasan yang melekat
pada proses audit, dapat memberikan bukti auit yang cukup untuk mencapai keyakinan yang
memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Audtot biasanta
menggunakan salah saji terkecil yang dapat dianggap material untuk salah satu laporan
keuangan. Aturan pengambilan keputusan ini dilakukan karena (1) laporan keuangan saling
berhubungan, dan (2) sebagian besar prosedur audit berhubungan dengan lebih dari satu jenis
laporan keuangan. Sebagai contoh, akhir tahun telah dicatat pada periode yang tepat, akan
memberikan bukti baik bagi piutang dagang (neraca) maupun untuk penjualan (laporan rugi –
laba).
Pertimbangan awal auditor tentang materialitas sering dibuat antara enam sampai
Sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Oleh karena itu pertimbangan awal sering dibuat
berdasarkan data interim yang kemudian ditaksir untuk data setahun. Alternative lain,
pertimbangan awal bisa juga dilakukan berdasarkan laporan keuangn dari tahun atau tahun –
tahun yang lalu yang disesuaikan dengan perubahan – perubahan pada tahun berjalan, seperti
misalnya kondisi umum pereonomian dan trend industri.
Pertimbangan materialitas menyangkut baik pertimbangan kuantitatif maupun
kualitatif.
PEDOMAN KUANTITATIF
Pada saat ini tidak ada standar akuntansi ataupun standard auditing yang berisi pedoman
tantang pengukuran materialitas secara kuantitatif. Contoh berikut ini adalah pedoman yang
sering digunakan oleh kantor – kantor akuntan dalam praktik :
5% sampai 10% dari laba bersih (10% untuk laba bersih kecil, dan 5% untuk yang
lebih besar).
½% sampai 1% dari total aktiva.
1% dari modal.
½% sampai 1% dari pendapatan kotor.
Persentase yang berbeda beda berdasarkan total aktiva atau pendapatan, mana
yang lebih besar.
AUDITING 214
Pertimbangan Kualitatif
Pertimbangan kualitatif berhbungan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara
kuantitatif tidak material, bisa menjadi material secara kualitatif. Hal ini terjadi, misalnya
apabila suatu salah saji berhubungan dengan ketidakberesan atau tindakan melawan hokum
oleh klien. Ditemukannya hal demikian dalam audit, akan berakibat auditor menarik
kesimpulan bahwa terdapat risiko signifikan sebagai tambahan atas risiko untuk salah saji
yang sama tetapi tidak berhubungan dengan ketidakberesan atau tindakan melawan hokum.
SA 312.13 menyatakan bahwa walaupun auditor harus waspada terhadap salah saji yang
mungkin material secara kualitatif, pada umumnya tidaklah praktis untuk merancang prosedur
pendeteksinya.
MATERIALITAS PADA TINGKAT SALDO REKENING
Materialitas saldo rekening adalah minimum saji yang bisa ada pada suatu saldo rekening
yang dipandang sebagai salah saji material. Salah saji sampai tingkat tersebut disebut salah
saji bisa diterima. Konsep materialitas pada saldo rekening hendaknya tidak
dicampurkanadukkan dengan istilah saldo rekening yang material. Perlu dipahami bahwa
saldo rekening yang tercatat dalam pembukuan, sedangkan konsep materialitas berkaitan
dengan jumlah salah saji yang bisa berpengaruh terhadap pengambilan keputusan oleh
pemakai laporan keuangan. Saldo rekening yang tercatat pada pembukuan disebut material
bila saldo tersebut menggambarkan batas atas suatu jumlah di atas jumlah itu rekening
tersebut bisa menjadi terlalu tinggi (overstated). Jadi, rekening yang memiliki saldo lebih kecil
dari jumlah saldo tersebut, disebut tidak material ditinjau dari sudut risiko terjadinya
pelaporan terlalu tinggi. Namun demikian, tidak ada batasan mengenai jumlah suatu rekening
bersaldo sangat kecil untuk bisa menjadi terlau rendah (understated). Oleh karena itu perlu
dipahami bahwa bisa terjadi suatu rekening yang kelihatannya memiliki saldo tidak material,
sebenarnya telah dilaporkan terlau rendah yang mlebihi materialitas.
Dalam membuat pertimbangan tentang materialitas pada tingkat saldo rekening,
auditor harus mempertimbangkan hubungannya dengan materialitas laporan keuangan.
Pertimbangan ini akan membantu auditor dalam merencanakan audit untuk mendeteksi salah
saji yang secara individual tidak material, tetapi sebagai kumpulan dengan salah saji dalam
rekening yang lain, bisa menjadi material ditinjau dari laporan keuangan sebagai keseluruhan.
PENGALOKASIAN MATERIALITAS LAPORAN KEUANGAN
KE REKENING- REKENING
Apabila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan dikuantifikasi, maka taksiran awal materialitas untuk setiap rekening bisa diperoleh
AUDITING 215
dengan cara mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke masing-masing rekening.
Pengalokasian bisa dilakukan baik pada rekening-rekening neraca maupun rekening-
rekening rugi-laba. Namun mengingat bahwa sebagian besar salah saji pada rekening rugi-
laba juga berpengaruh terhadap neraca, dank arena rekening neraca biasanya lebih sedikit,
maka auditor umumnya melakukan alokasi berdasarkan rekening-rekening neraca.
Dalam melakukan pengalokasian, auditor harus mempertimbangkan (1)
kemungkinan salah saji dalam rekening dan (2) biaya yang mungkin diperlukan untuk
memeriksa suatu rekening. Sebagai contoh, salah saji lebih mungkin terjadi pada persediaan
dibandingkan dengan aktiva tetap, dan biasnya audit persediaan lebih memakan biaya
daripada audit terhadap aktiva tetap.
Sebagai contoh bagaimana auditor melakukan pengalokasian, misalkan total aktiva PT. ABC terdiri
dari :
Rekening Saldo %
Kas Rp 500.000 5
Piutang dagang Rp 1.500.000 15
Persediaaan Rp 3.000.000 30
Aktiva tetap Rp 5.000.000 50
Rp 10.000.000 100
Auditor menduga terdapat sedikit salah saji dalam kas dan aktiva tetap dan sejumlah salah
saji dalam piutang dagang dan persediaan. Berdasarkan pengalaman di masa lalu dengan
klien, auditor memperkirakan bahwa kas dan aktiva tetap hanya sedikit memakan biaya
untuk pemeriksaannya dibandingkan dengan rekening lainnya. Dengan asumsi bahwa
taksiran awal materialitas laporan keuangan adalah 1% dari total aktiva atau Rp. 100.000,00
maka auditor bisa membuat dua rencana pengalokasian sebagian berikut :
Pengalokasian Materialitas
Rekening Rencana A % Rencana B %
Kas Rp 5.000,00 5 Rp 2.000,00 2
Piutang dagang Rp 15.000,00 15 Rp 18.000,00 18
Persediaan Rp 30.000,00 30 Rp 50.000,00 50
Aktiva tetap Rp 50.000,00 50 Rp 30.000,00 30
Total Rp 100.000,00 100 Rp 100.000,00 100
AUDITING 216
Dalam rencana A, materialitas telah dialokasikan secara proporsional ke tiap rekening tanpa
mempertimbangkan salah saji yang diperkirakan ataupun biaya pemeriksaanya. Dalam
rencana B, pengalokasian materialitas lebih besar diberikan pada piutang dan persediaan
karena diperkirakan memiliki memiliki salah saji lebih besar dan pendeteksiannya juga
besar. Oleh karena itu, jumlah bukti yang diperlukan untuk rekening-rekening ini juga lebih
sedikit (bandingkan dengan rencana A) karena terdapat hubungan terbalik antara materialitas
saldo rekening dengan bukti. Sebagai akibatnya, auditor menetapkan proporsi lebih besar
dari total salah saji yang diperkirakan pada rekening-rekening tersebut yang biaya
pendeteksian salah sajinya mahal. Meskipun pengalokasian materialitas untuk kas dan
aktiva tetap yang lebih kecil menyebabkan bertambahnya jumlah bukti yg diperlukan untuk
rekening-rekening tersebut (bandingkan dengan rencana A), namun karena biaya
pendeteksianya rendah, maka secara keseluruhan tetap akan lebih hemat.
Pengalokasian taksiran awal materialitas bisa direvisi sejalan dengan perkembangan
pekerjaan lapangan. Sebagai contoh, dalam rencana B, jika setelah dilakukan audit atas
piutang, maksimum salah saji dalam rekening tersebut diperkirakan Rp. 8.000,00, maka
kelebihannya yang tidak terpakai sebesar Rp. 10.000,00 dari rekening tersebut dapat
direalokasikan ke persediaan.
Meskipun dalam contoh diatas pengalokasian materialitas laporan keuangan ke
rekening-rekening terkesan dilakukan dengan perhitungan yang pasti, namun dalam praktik
analisis akhir dari proses ini sangat tergantung pada pertimbangan subyektif si auditor.
HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN BUKTI
AUDIT
Seperti telah disebutkan pada Bab 4, materialitas adalah salah satu factor yang berpengaruh
terhadap pertimbangan auditor tentang kecukupan (jumlah yang dibutuhkan) bukti audit.
Dalam melakukan generalisasi tentang hubungan ini, perbedaan antara pengertian
materialitas dengan saldo rekening material harus selalu diperhatikan. Sebagai contoh,
memang benar kalau dikatakan bahwa semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak
jumlah bukti yang diperlukan (berhubungan terbalik). Hal ini sama saja dengan mengatakan
bahwa kita harus mengambil bukti lebih banyak untuk mendapatkan keyakinan memadai
bhwa setiap salah saji dalam saldo persediaan tidak lebih dari Rp. 100.000,00, dibandingkan
dengan bila kita ingin mendapat keyakinan bahwa salah sajinya tidak lebih dari Rp.
200.000,00. Selain itu, benar pula untuk dikatakan bahwa semakin besar atau signifikan
saldo suatu rekening , akan lebih banyak juga jumlah bukti yang diperlukan (berhubungan
langsung). Hal ini sama saja dengan mengatakan bahwa bukti untuk persediaan dibutuhkan
lebih banyak bila
AUDITING 217
rekening tersebut mencerrninkan 30% dari total aktiva, dibandingkan dengan jika hanya
10%.
RISIKOAUDIT
Dalam merencanakan audit, auditor harus juga mernpertimbangkan risiko audit. SA312.02
merumuskan risiko audit sebagai berikut:
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor tanpa disadari tidak
memodifikasikan pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan
k euangan yang mengandung salah saji material.
Semakin besar keinginan auditor untuk menyatakan pendapat yang benar, semakin
rendah risiko audit yang akan bisa ia terima. Apabila keyakinan 99% benar yang ia
inginkan, maka hanya 1% risiko audit yang akan ia terima, Demikian pula, jika 95%
benar yang ia pandang mernuaskan, maka risiko auditnya adalah 5%. Auditor
sebaiknya memilih untuk menetapkan risiko audit pada tingkat yang rendah, apabila
ia mengaudit perusabaan publik yang banyak pemakai laporan keuangan dan laporan
auditnya, dibandingkan dengan perusahaan privat yang sedikit pemakai laporannya.
Selain itu, auditor sebaiknya juga menetapkan risiko audit yang rendah, jika ia
mengaudit perusahaan yang diperkirakan buruk keadaan keuangannya, dibandingkan
dengan perusahaan yang sehat keuangannya.
Auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan atas
dasar bukti yang ia peroleh melalui pemeriksaan atas asersi-asersi yang
berhubungan dengan setiap saldo rekening atau kelompok transaksi. Tujuannya
adalah untuk mernbatasi risiko audit pada tingkat saldo rekening sehingga pada waktu
menyimpulkan hasil audit, risiko audit dalam menyatakan pendapat tentang laporan
keuangan sebagai keseluruhan akan merniliki risiko pada tingkat yang rendah.
KOMPONEN-KOMPONEN RISIKO AUDIT
Risiko audit terdiri dari tiga komponen, yaitu: Risiko bawaan (inberent risk), risiko
pengendalian (control risk), dan risiko deteksi (detection risk). Berikut ini akan
dibahas masing-masing risiko tersebut.
AUDITING 218
Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo rekening atau golongan
transaksi terhadap suatu salah saji yang material, dengan asumsi bahwa
tidak terdapat kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang
terkait.
Perhitungan tentang risiko bawaan membutuhkan pertimbangan tentang berbagai hal yang
bisa berpengaruh terhadap asersi-asersi dari semua atau banyak rekening dan hal-hal yang
berhubungan hanya dengan asersi-asersi untuk rekening tertentu,
Contoh hal-hal yang bisa berpengaruh pada berbagai rekening adalah:
Profitabilitas perusahaan klien dibandingkan dengan industri. Sensitif tidaknya hasil operasi terhadap faktor-faktor ekonomi. Masalah-rnasalah yang berkaitan dengan kemampuan melanjutkan usaha, seperti
misalnya kecukupan modal kerja. Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang diketahui atau mungkin terjadi, yang
terdeteksi pada audit tahun lalu. Perputaran (turnover) manajemen, reputasi, dan kemampuan akuntansi. Pengaruh perkembangan teknologi terhadap operasi perusahaan dan
kemampuan bersaing.
Contoh hal-hal yang hanya berpengaruh pada rekening tertentu:
Tingkat kesulitan dalam mengaudit rekening atau transaksi. Keterkaitan dengan persoalan akuntansi yang rurnit dan menjadi bahan
perdebatan. Kerentanan terhadap kemungkinan teriadinya kesalahan. Kornpleksitas perhitungan. Kebutuhan akan pertimbangan yang berhubungan dengan asersi-asersi, Sensitivitas penilaian terhadap faktor-faktor ekonomi. Sifat penyebab, dan jurnlah salah saji yang diketahui atau mungkin terjadi yang
terdeteksi pada audit tahun lalu.
Risiko bawaan bisa lebih besar untuk beberapa asersi dibandingkan dengan untuk asersi
lainnya. Sebagai contoh, asersi keberadaan atau keterjadian untuk kas lebih rentan terhadap
salah saji melalui penyalahgunaan atau penyelewengan, dibandingkan dengan asersi yang sama
untuk aktiva tetap. Demikian pula, asersi penilaian atau pengalokasian untuk aktiva sewa guna
(leased asset) lebih rentan terhadap salah saji berhubung perhitungan-perhnungannya cukup
kompleks
AUDITING 219
dibandingkan dengan asersi yang sama untuk akumulasi depresiasi yang dilakukan dengan
metoda garis lurus yang sederhana.
Risiko bawaan merupakan faktor independen terhadap audit laporan keuangan. Ini berarti
bahwa auditor tidak dapat mengubah tingkat sesungguhnya (actual level) dari risiko bawaan.
Namun auditor dapat mengubah tingkat risiko yang dietapkan (assessed level) dari risiko
bawaan. Auditor dapat langsung mem perkirakan risiko bawaan pada tingkat yang sesuai dengan
memilih tingkat maksimum. Hal ini dilakukan auditor apabila ia berkesimpulan bahwa upaya
yang diperlukan untuk mengevaluasi risiko bawaan untuk suatu asersi, lebih besar dari
pengurangan prosedur audit potential yang bisa diperoleh dari penggunaan tingkat risiko yang
lebih rendah.
Auditor biasanya melakukan perhitungan risiko bawaan terutama pada tahap perencanaan
audit.
Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat
terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
struktur pengendalian intern satuan usaa
Risiko pengendalian adalah fungsi dari keefektifan kebijakan dan prosedur struktur pengendalian
intern kIien. Keefektifan pengendalian intern atas suatu asersi akan mengurangi risiko
pengendalian, sebaliknya ketidakefektifan pengendalian intern akan meningkatkan risiko
pengendalian. Risiko pengendalian tidak akan pernah mencapai nol, karena pengendalian intern
tidak bisa menjamin sepenuhnya bahwa semua salah saji material akan dapat dicegah atau
dideteksi. Sebagai contoh, pengendalian bisa rnenjadi tidak efektif pada saat-saat tertentu karena
kesalahan manusia misalnya karena ketidaktelitian atau karena kelelahan.
Seperti halnya risiko bawaan, tingkat risiko pengendalian sesungguhnya tidak bisa diubah oleh
auditor. Namun demikian, auditor bisa mengubah tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan
dengan memodifikasi (1) prosedurprosedur yang digunakan untuk rnendapatkan pemahaman
mengenai struktur pengendalian intern yang berhubungan dengan asersi-asersi, dan (2) prosedur
prosedur yang digunakan untuk melakukan pengujian pengendalian. Prosedurprosedur ini akan
dibahas secara mendalam pada Bab 7 dan Bab 8. Pada umumnya kedua prosedur tersebut
digunakan secara lebih ekstensif, apabila auditor ingin mendapat pendukung untuk tingkat risiko
pengendalian yang lebih rendah.
AUDITING 220
Biasanya auditor menetapkan perhitungan tingkat risiko pengendalian direncanakan
untuk setiap asersi penting laporan keuangan pada tahap perencanaan audit. Tingkat risiko
direncanakan didasarkan pada asumsi tentang keefektifan rancangan dan operasi bagian yang
relevan dari struktur pengendalian intern klien. Dalam penugasan ulangan, tingkat risiko
direncanakan biasanya didasarkan pada informasi yang diperoleh dalam kertas kerja tahun lalu,
Perhitungan tingkat risiko pengendalian sesungguhnya ditentukan kemudian untuk setiap
asersi berdasarkan bukti yang diperoleh dari studi dan evaluasi struktur pengendalian intern klien
selama pekerjaan intern dalam tahap pengujian audit tahun berjalan.
Risiko Deteksi
Risiko deteksi adalab risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi.
Risiko deteksi adalah suatu fungsi dari keefektifan prosedur auditing dan penerapannya oleh
auditor, Berbeda dengan r isiko bawaan dan risiko pengendalian, tingkat risiko deteksi
sesungguhnya bisa diubah oleh auditor dengan memodifikasi sifat, saat, dan luas pengujian
substantif yang dilakukan untuk setiap asersi. Sebagai contoh, penggunaan prosedur yeng
lebih efektif akan menghasilkan tingkat risiko deteksi yang lebih rendah dibandingkan dengan
pemakaian prosedur yang kurang efektif. Demikian pula, pengujian substantif yang dilakukan pada
tanggal atau mendekati tanggal neraca, akan menghasilkan risiko deteksi lebih rendah
dibandingkan dengan pengujian substantif yang dilakukan pada periode interim. Contoh lain,
penggunaan sampel yang lebih besar akan mengakibatkan risiko deteksi lebih rendah, dibandingkan
dengan sampel yang lebih kecil.
Dalam menentukan risiko deteksi, auditor juga harus memperhitungkan kemungkinan bahwa ia
melakukan kesalahan, seperti misalnya salah menerapkan prosedur akuntansi atau salah dalam
menginterpretasikan bukti yang diperoleh, Aspek risiko deteksi ini dapat dikurangi melalui
perencanaan yang memadai dan supervisi yang tepat serta melalui penerapan standar pengendalian
mutu.
Dalam tahap perencanaan audit, tingkat risiko deteksi direncanakan yang dapat diterima ditentukan
untuk setiap bagian signifikan dengan menerapkan model risiko audit yang menghubungkan
komponen-kornponen risiko audit, seperti diterangkan dalarn bagian berikut. Tingkat risiko
deteksi yang direncanakan apabila diperlukan bisa diubah kemudian, berdasarkan bukti yang
dikumpulkan tentang efektifitas pengendalian intern,
AUDITING 221
Ringkasan tentang komponen-komponen risiko audit dapat dilihat pada Gambar 6-1.
Kerentanan asersi-asersi individual
terhadap salah saji material
Struktur Pengendalian Intern Klien
Salah saji material tidak dapat dicegah atau dideteksi oleh struktur pengendalian intern klien.
Prosedur-prosedur auditor untuk memeriksa asersi-asersi.
Salah saji material yang
tetap tak terdeteksi
dalam asersi-asersi
individual.
Salah saji material dalam laporan keuangan dengan pendapat wajar tanpa pengecualian dalam laporan
auditor.
RISIKO BAWAAN
RISIKO
PENGENDALIA
N
RISIKO
DETEKSI
Salah sji bias dicegah atau dideteksi oleh struktur pengendalian intern klien.
RISIKO
AUDIT
Salah saji bisa dideteksi oleh prosedur audit yang digunakan auditor.
Gambar 6-1Ringkasan
Komponen-kompo
nen Risiko Audit.
AUDITING 222
HUBUNGAN ANTAR KOMPONEN-KOMPONEN RISIKOUntuk suatu tingkat risiko audit tertentu, terdapat hubungan terbalik antara tingkat risiko bawaan
dan risiko pengendalian yang diperhitungkan untuk suatu asersi, dengan tingkat risiko deteksi
yang dapat diterima auditor untuk asersi tersebut, Artinya, semakin rendah risiko bawaan dan
risiko pengendalian yang diperhitungkan, semakin tinggi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.
Risiko bawaan dan risiko pengendalian berhubungan erat dengan keadaan klien, sedangkan risiko
deteksi dapat dikendalikan (controllable) oleh auditor, seperti telah diterangkan di atas. Oleh
karena itu, auditor akan mengendalikan risiko audit dengan cara menyesuaikan risiko deteksi sesuai
dengan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan.
Di dalam menghubungkan komponen-komponen risiko audit, auditor bisa menyatakan
setiap komponen dalam bentuk kuantitatif (misalnya dalam bentuk persentase) atau non-
kuantitatif (sangat rendah, rendah, rnoderat, tinggi, dan sangat tinggi). Dalam hal ini,
pemahaman tentang hubungan yang dinyatakan dalam model risiko audit sangat penting dalam
menentukan tingkat risiko deteksi direncanakan yang dapat diterima.
Model Risiko AuditModel risiko audit menyatakan hubungan antara komponen-komponen risiko audit sebagai berikut:
RA=RBxRPxRD
Dalam model di atas simbol-simbol berarti sebagai berikut:
RA = Risiko Audit
RB = Risiko Bawaan
RP = Risiko Pengendalian
RD = Risiko Deteksi
Untuk menggambarkan penggunaan model di atas, misalkan auditor telah membuat perhitungan
risiko berikut untuk suatu asersi tertentu, seperti misalnya asersi penilaian atau pengalokasian atas
persediaan:
RB = 50%
RP = 50%
Misalkan auditor telah menetapkan risiko audit (RA) keseluruhan sebesar 5%. Risiko deteksi dapat
ditentukan dengan menggunakan rnodel untuk RD sebagai berikut:
AUDITING 223
RD = W(RB X RP)
= 0,05/(0,5 x 0,5)
= 20%
Apabila auditor memutuskan bahwa RB tidak dapat dikuantifikasi, atau bila usaha untuk
melakukan itu akan melebihi manfaat tercapainya perhitungan risiko yang lebih rendah, maka
auditor biasanya akan mengambil sikap konservatif yaitu dengan menetapkan risiko bawaan
pada tingkat maksimum (100%). Dalam situasi demikian, dengan asumsi faktor-faktor lain dalam
contoh yang lalu tetap, maka model akan menghasilkan RD sebesar 10% [yaitu: 0,05/(1,0 x
0,5)]. Apabila auditor juga memperhitungkan RP pada tingkat maksimum, maka RD akan
rnenjadi 5% [yaitu. 0,05/(1,0 x 1,0)].
Jika model risiko audit digunakan dalam tahap perencanaan untuk menentukan risiko
deteksi direncanakan untuk suatu asersi, RP didasarkan pada perhitungan tingkat risiko
pengendalian direncanakan. Apabila kemudian ditentukan bahwa perhitungan tingkat risiko
pengendalian sesungguhnya berbeda dari tingkat risiko direncanakan, maka model dapat
diterapkan kembali dengan menggunakan perhitungan tingkat risiko sesungguhnya untuk RP.
Risiko deteksi yang telah direvisi selanjutnya digunakan untuk menyelesaikan rancangan
pengujian substantif.
Dalam praktik, banyak auditor tidak berusaha untuk mengkuantifikasi setiap komponen
risiko, sehingga tidak memungkinkan untuk secara matematis menggunakan model risiko.
Namun demikian, walaupun tidak diselesaikan dengan cara matematis, pemahaman tentang
model tersebut akan membuat hubungan berikut menjadi jelas, yaitu:
Pada suatu tingkat risiko audit tertentu, semakin tinggi tingkat risiko bawaaan dan risiko
pengendalian diperhitungkan, akan semakin rendah tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima.
Matrix Komponen-komponen Risiko
Para auditor yang menggunakan pernyataan risiko secara nonkuantitatif, biasanya menggunakan
matrix komponen risiko seperti nampak pada Gambar 6-2 untuk menghubungkan komponen-
komponen risiko. Dengan mempelajari matrix tersebut akan nampak kesamaan dengan model risiko
yang dibicarakan di atas, yaitu bahwa tingkat risiko deteksi yang dapat diterima berhubungan
terbalik dengan perhitungan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Sebagai contoh, matrix
menunjukkan bahwa apabila risiko bawaan diperhitungkan tinggi dan risiko.
AUDITING 224
pengendalian rnoderat, maka tingkat risiko deteksi yang dapat diterirna adalah rendah.
Matrix ini didasarkan pada asumsi bahwa fisiko audit dibatasi pada tingkat rendah. Matrix
ini bisa dikembangkan lebih lanjut unruk rnenentukan risiko deteksi pada tingkatan fisiko audit
yang lain.
Perhitungan
Risiko Bawaan
Perhitungan Risiko Pengendalian
Maksimum Tinggi Moderat Rendah
Tingkat Risiko Deteksi Yang Dapat Diterima untuk Mencapai Risiko Audit Rendah
Maksimum Sangat Rendah Sangat Rendah Rendah Rendah
Tinggi Sangat Rendah Rendah Rendah Rendah
Moderat Rendah Rendah Moderat Tinggi
Rendah Rendah Moderat Tinggi *
RISIKO AUDIT PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGAN DAN SALDO
REKENING
Auditor merumuskan tingkat risiko audit keseluruhan bagi laporan keuangan sebagai keseluruhan.
Pada umumnya, tingkat risiko yang sama diterapkan pula pada setiap saldo rekening dan semua
asersi yang berkaitan. Apabila auditor akan menggunakan tingkat risiko yang berbeda untuk
rekening yang berbeda dan asersi-asersinya, dewasa ini belum ada cara yang berlaku umum
untuk menggabungkan hasilnya guna menentukan tingkat risiko audit keseluruhan yang dicapai
untuk laporan keuangan sebagai keseluruhan.
Sebaliknya, tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan, dan
tingkat risiko deteksi yang bisa diterima, dapat ditentukan secara berbeda-beda untuk setiap
rekening dan asersi. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, auditor tidak dapat mengendalikan
tingkat risiko bawaan dan tingkat. risiko deteksi, dan dengan sengaja menetapkan secara berbeda
tingkat risiko deteksi yang bisa diterirna, berkebalikan dengan tingkat risiko komponen
komponen lainnya, agar risiko auditnya tetap. Jadi, penetapan tingkat risiko bawaan,
pengendalian, dan deteksi menyangkut masing-masing asersi pada tingkat saldo rekening, bukan
pada laporan keuangan sebagai keseluruhan.
AUDITING 225
HUBUNGAN ANTARA RESIKO AUDIT DENGAN BUKTI AUDIT
Seperti halmya materialitas, risiko yang juga telah disinggung pada Bab 4 merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kecukupan bukti. Untuk membuat
generisasi tentang hubungan ini, kita harus berhati-hati dalam merumuskan istilah risiko yang akan
dibuat generilisasinya.
Terdapat hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk
mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Artinya, untuk klien tertentu, semakin rendah
tingkat risiko audit yang ingin dicapai, semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan. Hubungan
ini berlaku pula untuk risiko deteksi. Untuk asersi tertentu, semakin rendah tingkat risiko deteksi
yang dapat diterima yang ditetapkan auditor, semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan untuk
membatasi tingak risiko deteksi pada tingkat tersebut. Sebaliknya, risiko bawaan dan risiko
pengendalian mempunyai hubungan langsung dengan jumlah bukti yang diperlukan. Bukti yang
diperlukan semakin sedikit apabila risikonya rendah karena dalam situasi demikian risiko
deteksinya dapat menjadi tinggi.
Namun demikian, perlu diingat bahwa menurut standar audit, auditor tidak bisa dibenarkan
untuk menetapkan risiko bawaan dan risiko pengendalian sedemikian rendahnya sehingga tidak
diperlukan lagi untuk melakukan pengujian substantif untuk seluruh asersi yang berkenaan dengan
suatu rekening. Betapapun sedikitnya, sejumlah bukti tetap harus diperoleh melalui pengujian
substantif untuk setiap saldo rekening yang signifikan, meskipun tidak harus untuk setiap asersi
yang berhubungan dengan asersi tersebut.
HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS, RISIKO AUDIT, DAN BUKTI AUDIT
Dia atas telah dijelaskan bahwa terdapat hubungan terbalik antara materialitas dengan bukti audit,
dan terdapat hubungan terbalik antara risiko audit dengan bukti audit. Gambar 6-3 melukiskan
hubungan antara ketiga konsep tersebut. dlam gambar ini kita akan mempertahankan agar risiko audit
tetap, dan apabila kita menurunkan tingkat materialitas, maka bukti audit harus ditingkatkan agar
lingkaran tetap bulat. Begitu pula apabila kita menginginkan agar tingkat materialitas tetap, dan
mengurangi bukti audit, maka risiko audit harus dinaikkan agar lingkaran tetap bulat. atau apabila
kita ingin mengurangi risiko audit maka kita bisa melakukan salah satu dari hal-hal berikut: (1)
meningkatkan tingkat materialitas, sementara bukti audit tetap, (2) menaikkan bukti audit, sementara
tingkat materialitas tetap, atau (3) melakukan sedikit kenaikan pada jumlah bukti audit dan pada
tingkat materialitas.
AUDITING 226
Gambar 6-3Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit
STRATEGI AUDIT AWAL
Tujuan akhir perencanaan dan pelaksanaan audit adalah mengurangi risiko audit yang dilakukan
auditor pada tingkat rendah yang sesuai untuk mendukung suatu pendapat apakah laporan keuangan
disajikan secara wajar didalam segala hal yang material. hal ini dicapai dengan mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi-asersi dalam laporan keuangan yang disusun
oleh manajemen.
Mengingat adanya saling hubungan antara bukti, materialitas, dan komponen-komponen
risiko audit seperti telah diterangkan diatas, maka auditor bisa memilih strategi audit awal dalam
perencanaan audit untuk masing-masing asersi atau kelompok asersi. pada pembahasan berikut,
akan diterangkan tentang komponen-komponen strategi audit awal, dan dua alternatif strategi, serta
penerapannya pada kelompok transaksi dan siklus-siklus.
KOMPONEN-KOMPONEN STRATEGI AUDIT AWAL
Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk asersi-asersi, auditor merumuskan empat
komponen sebagai berikut:
• Penetapan tingkat risiko pengendalian direncanakan
• Luasnya pemahaman atas struktur pengendalian intern yang harus dicapai
• Pengujian pengendalian yang akan dilakukan dalam penetapan risiko pengendalian
BUKTI AUDIT
TINGKAT MATERIALITAS
RISIKO AUDIT
AUDITING 227
• Tingkat pengujian substantif direncanakan yang akan dilakukan untuk mengurangi risiko
audit pada tingkat rendah yang sesuai.
Gambar 6-4Strategi Audit Awal untuk Asersi-asersi Material Laporan Keuangan
TINGKAT RISIKO PENGENDALIAN DIRENCANAKAN
MAX TINGGI MODERAT RENDAH
LUAS ATAS PEMAHAMAN ATASSTRUKTUR PENGENDALIAN INTERN
PENGUJIANPENGENDALIAN
TINGKAT PENGUJIANSUBSTANTIF DIRENCANAKAN
BIAYA KESELURUHAN PROSEDUR
STRATEGI AUDIT
PENDEKATAN RISIKO PENGENDALIAN DITETAPKAN LEBIH RENDAH
PENDEKATAN RISIKO PENGENDALIAN DITETAPKAN MAKSIMUM
4
2
1
3
KO
MP
ON
EN
-KO
MP
ON
EN
ST
RA
TE
GI
AU
DIT
AW
AL
AUDITING 228
Suatu strategi audit awal tidak merinci spesifikasi prosedur audit yang harus dilakukan dalam
melaksanakan audit. strategi ini mencerminkan pertimbangan awal auditor tentang pendekatan audit
dan didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu mengenai pelaksanaan audit. Sebagai contoh, dalam
audit pertama kali komponen-komponen strategi audit biasanya tidak mencakup pengujian
pengendalian tertentu dan pengujian substantif yang akan dilakukan, melainkan hanya kesimpulan
sementara tentang penekanan yang harus dilakukan terhadap dua kelompok pengujian tersebut.
Dalam audit ulangan, penentuan komponen-komponen ini mencakup kesimpulan sementara auditor
bahwa pengujian pengendalian dan pengujian substantif yang digunakan pada periode yang lalu akan
dapat digunakan juga pada tahun ini. Keputusan akhir mengenai hal ini dilakukan sejalan dengan
perkembangan audit.
Cara bagaimana auditor merumuskan keempat komponen strategi audit akan diuraikan
untuk dua alternatif strategi audit pada bagian berikut. Kedua strategi tersebut adalah pendekatan
tingkat risiko pengendalian ditetapkan maksimun (primarily substantif approach) dan
pendekatan tingkat risiko pengendalian ditetapkan lebih rendah (lower assessed level of
control risk approach). strategi-strategi tersebut merupakan dua kemungkinan strategi yang
masing-masing memiliki spesifikasi yang berbeda untuk setiap komponen yang telah disebutkan
diatas. Gambar 6-4 melukiskan tinjauan tentang spesifikasi yang berbeda untuk komponen pertama
dan berbagai tingkat penekanan yang diberikan pada ketiga komponen lainnya pada kedua strategi
alternatif. Bagian paling bawah dari gambar tersebut melukiskan tentang penghematan biaya
potensial dari kedua pendekatan.
PENDEKATAN TINGKAT RISIKO PENGENDALIAN DITETAPKAN
MAKSIMUM
Dalam pendekatan ini, auditor menetapkan komponen-komponen strategi audit sebagai berikut:
Menggunakan perhitungan tingkat risiko pengendalian direncanakan yang maksimum
(atau sedikit diabah maksimum)
Merencanakan untuk mendapatkan pemahaman minimum atas struktur pengendalian
intern yang relevan
Merencanakan untuk hanya sedikit melakukan pengujian pengendalian (atau bahkan
sama sekali tidak melakukan pengujian pengendalian)
AUDITING 229
Merencanakan untuk melakukan pengujian substantif yang ekstensif berdasarkan
tingkat risiko deteksi direncanakan yang dapat diterima yang rendah.
Auditor bisa menggunakan pendekatan ini, apabila ia telah mengetahui dari awal, mungkin dari
pengalaman yang lalu dengan klien yang bersangkutan atau dari tahap perencanaan sebelumnya,
bahwa tidak ada pengendalian yang berhubungan dengan asersi-asersi atau pengendaliannya tidak
efektif. Strategi ini juga bisa dipilih, apabila auditor menyimpulkan bahwa biaya untuk melaksanakan
tambahan prosedur untuk mendapatkan pemahaman tentang struktur pengendalian intern dan
pengujian pengendalian untuk mendukung perhitungan tingkat risiko pengendalian yang lebih rendah
akan lebih besar dibandingkan dengan biaya yang diperlukan untuk melakukan pengujian substantif
yang lebih ekstensif. Keadaan tersebut bersangkutan dengan asersi-asersi untuk rekening-rekening
yang terutama dipengaruhi oleh: (1) transaksi-transaksi yang jarang terjadi, atau (2) jurnal
penyesuaian. sebagai contoh, asersi yang berhubungan dengan transaksi yang jarang terjadi, misalnya
asersi-aseri yang berhubungan dengan aktiva tetap, utang obligasi, dan modal saham. Contoh asersi
yang kedua, adalah asersi yang berhubungan akumulasi depresiasi, utang biaya, atau pendapatan
masih akan diterima. Pendekatan tingkat risiko pengendalian ditetapkan maksimum ini biasanya
lebih tepat digunakan dalam audit pertama dibandingkan dengan audit ulangan.
PENDEKATAN TINGKAT RISIKO PENGENDALIAN DITETAPKAN LEBIH
RENDAH
Dalam pendekatan ini, auditor menetapkan komponen-komponen strategi audit sebagai berikut:
Menggunakan perhitungan tingkat risiko pengendalian direncanakan dengan moderat
atau rendah
Merencanakan untuk mendapat pemahaman yang mendalam tentang struktur
pengendalian intern yang relevan
Merencanakan untuk melaakukan pengujian pengendalian yang ekstensif
Merencanakan untuk membatasi pengujian substantif berdasarkan tingkat risiko
deteksi direncanakan yang dapat diterima yang moderat atau tinggi.
Auditor bisa menggunakan strategi ini, apabila ia berkeyakinan bahwa pengendalian yang
berhubungan dengan asersi-asersi telah dirancang dengan baik dan berjalan dengan efektif. selain
itu auditor yakin bahwa biaya untuk melaksanakan prosedur yang lebih ekstensif untuk mendapat
AUDITING 230
pemahaman tentang struktur pengendalian intern dan pengujian pengendalian masih lebih rendah
dibandingkan dengan penghematan biaya sebagai akibat adanya pengurangan dalam pelaksanaan
pengujian substantif. Hal ini terutam sering terjadi pada asersi-asersi yang
HUBUNGAN ANTARA STRATEGI DENGAN SIKLUS TRANSAKSI
Strategi seperti yang telah diuraikan di atas, tidak dimaksudkan untuk diterapkan sebagai pendekatan
pada keseluruhan audit, melainkan hanya sebagian pendekatan alternatif untuk mengaudit asersi
secara individual. Dalam praktik, masing-masing pendekatan digunakan untuk sejumlah asersi.
Namun demikian, seringkali strategi diterapkan pada sekelompok asersi yang terpengaruh
oleh suatu kelompok transaksi. Logikanya adalah karena banyak pengendalian intern difokuskan
pada pengolahan satu tipe transaksi dalam satu siklus. Meskipun kantor-kantor akuntan publik
menggunakan nama berbeda-beda untuk kelompok-kelompok transaksi dan siklus, dan bahkan
kadang-kadang berbeda pula dalam mengelompokkan transaksi yang dimasukkan ke dalam suatu
siklus, namun pengelompokkan berikut ini banyak digunakan dalam praktik:
Siklus Kelompok Transaksi
Pendapatan Penjualan, penerimaan kas, dan penyesuaian penjualan
Pengeluaran Pembelian dan pengeluaran kas
Jasa Personil Penggajian
Produksi Manufaktur
Investasi Investasi jangka panjang dan jangka pendek
Kuangan Utang jangka panjang dan modal saham
Contoh berikut ini melukiskan bagaimana kerangka pengelompokkan transaksi ini bekerja
dalam perencanaan dan pengorganisasian audit. Dua rekening yang hampir selalu memiliki
pengaruh signifikan atas laporan keuangan adalah penjualan dalam laporan rugi-laba dan piutang
dagang dalam neraca. Kedua rekening inilah yang antara lain biasanya diindentifikasi sebagai
siklus pendapatan. Saldo rekening penjualan dan piutang dagang bertambah dengan adanya
transaksi penjualan yang seringkali sangat banyak jumlahnya. Oleh karena itu, asersi keberadaan
atau keterjadian pada kedua rekening tersebut dipengaruhi oleh asersi keberadaan atau keterjadian
kelompok transaksi, yaitu penjualan. Oleh karena saldo piutang dagang juga dipengaruhi oleh
transaksi-transaksi penenerimaan kas dan penyesuaian penjualan, selain oleh transaksi penjualan,
maka ekspektasi auditor tentang efektifitas pengendalian atas ketiga kelompok transaksi harus
AUDITING 231
dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi awal audit untuk aseri-asersi piutang dagang.
Dalam tiga bab berikut, akan dibahas secara lebih rinci tentang bagaimana auditor
menerapkan pendekatan “tingkat risiko pengengendalian ditetapkan maksimum” dan pendekatan
“tingkat risiko pengendalian ditetapkan lebih rendah” untuk perencanaan dan pengorganisasian
audit dalam kerangka siklus transaksi. Bab 7 akan membahas tentang bagaimana auditor
mendapatkan pemahaman tentang struktur pengendalian intern pada masing-masing pendekatan
yang telah dibahas di atas. Bab 8 menguraikan tentang metodologi untuk pengujian pengendalian
dan memperhitungkan risiko pengendalian pada masing-masing pendekatan. Kedua bab tersebut
menekankan pada pengumpulan informasi dan perhitungan risiko pengendalian untuk kelompok
kelompok transaksi. Bab 8 juga menerangkan bagaimana informasi yang diperoleh untuk
kelompok transaksi digunakan dalam penetapan risiko pengendalian untuk asersi-asersi saldo
rekening. Bab 9 menjelaskan bagaimana pada akhirnya penetapan tersebut mempengaruhi
penentuan risiko deteksi dan merancang pengujian substantif.
RINGKASAN
Tiga komponen penting dalam perencanaan audit adalah membuat pertimbangan awal tentang tingkat
materialitas, mempertimbangkan risiko audit, dan menetapkan strategi audit. Materialitas harus
dipertimbangkan baik untuk tingkat laporan keuangan maupun pada tingkat saldo rekening dan bisa
dinyatakan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Tingkat materialitas mempunyai hubungan
terbalik dengan jumlah bukti yang diperlukan.
Risiko audit terdiri dari tiga komponen. Risiko bawaan dan risiko pengendalian berada
diluar kontrol auditor dan hanya ditetapkan oleh auditor. Risiko deteksi berhubungan terbalik
dengan komponen risiko audit yang lainnya. Auditor menetapkan risiko audit pada tingkat rendah
yang sesuai dengan mengendalikan risiko deteksi. Seperti halnya materialitas, risiko audit bisa
dinyatakan baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dan mempunyai hubungan terbalik dengan
jumlah bukti yang diperlukan.
Untuk asersi-asersi laporan keuangan yang signifikan bisa ditetapkan strategi audit yang
berbeda. Ada dua strategi audit yang dikenal dalam literatur auditing yaitu pendekatan tingkat
AUDITING 232
risiko pengendalian ditetapkan maksimun (primarily substantif approach) dan pendekatan tingkat
risiko pengendalian ditetapkan lebih rendah (the lower assesed level of control risk approach).