kelompok 2
DESCRIPTION
oral biologyTRANSCRIPT
2. FAKTOR HEREDITER DAN OKLUSI
Oklusi merupakan fenomena kompleks yang terdiri dari gigi geligi, ligamen
periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Dalam kedokteran gigi,
susunan gigi yang tidak beraturan dan hubungan gigi antara rahang atas dan bawah tidak
ideal disebut maloklusi. Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan
yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab suatu
maloklusi dapat digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal. Kadang-
kadang suatu maloklusi sulit ditentukan secara tepat etiologinya karena adanya berbagai
faktor (multifaktor) yang mempengaruhi pertumbuhkembangan gigi anak. Dimensi
kraniofasial, ukuran dan jumlah gigi sangat dipengaruhi oleh faktor genetik.1
Ciri-ciri faktor oklusi yang diturunkan (herediter):2
1. Kedudukan dan penyesuaian antara otot-otot perioral dengan bentuk dan ukuran lidah
mempengaruhi keseimbangan oklusi (oklusi normal). Adanya penyesuaian antara bentuk
muka, bentuk dan ukuran rahang dan lidah.
2. Sifat-sifat mukosa, ukuran, bentuk lidah dan frenulum. Sifat mukosa : keras, lunak,
kencang atau lembek mempengaruhi erupsi gigi. Frenulum labii dapat mengakibatkan
celah gigi dan mempengaruhi kedudukan bibir. Frenulum buccinator mengakibatkan rotasi
gigi.
3. Ukuran gigi-gigi dan lebar serta panjang lengkung rahang dapat mengakibatkan gigi
berjejal atau bercelah. Misalnya makrodontia, mikrodomtia. Lebar dan panjang lengkung
rahang, penyesuaian antara rahang atas dan rahang bawah mengakibatkan terjadinya
mandibular retrusi atau prognatism.
Faktor etiologi utama pada maloklusi dapat bersifat keturunan, seperti ketidaksesuaian
besar rahang dengan besar gigi-gigi di dalam mulut. Misalnya, ukuran rahang mengikuti garis
keturunan Ibu, dimana rahang berukuran kecil, sedangkan ukuran gigi mengikuti garis
keturunan bapak yang giginya besar-besar. Maka perkiraan keturunan bisa terjadi keadaan
anak dimana memiliki rahang yang kecil namun gigi geliginya besar-besar sehingga terjadi
gigi berjejal yang dapat menyebabkan maloklusi karena gigi-gigi tersebut tidak cukup
letaknya di dalam lengkung gigi.3
Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu:
1) Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi
berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel meskipun akhir-akhir ini jarang
dijumpai.
2) Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang menghasilkan
relasi rahang yang tidak harmonis.1
Pola skeletal dari rahang, bentuk otot mulut, dan ukuran dari gigi-geligi, semuanya
dipengaruhi oleh faktor genetik. Pengaruh genetik pada skeletal yaitu mandibula yang
prognatik, muka yang panjang serta adanya deformitas muka. Pada populasi primitif yang
terisolasi jarang dijumpai maloklusi yang berupa disproporsi ukuran rahang dan gigi
sedangkan relasi rahangnya menunjukkan relasi yang sama. Pada populasi modern lebih
sering ditemukan maloklusi daripada populasi primitif sehingga diduga karena adanya kawin
campur menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi. Cara yang lebih baik untuk
mempelajari pengaruh herediter adalah dengan mempelajari anak kembar monozigot yang
hidup pada lingkungan sama. Perkembangan pengetahuan genetik molekuler diharapkan
mampu menerangkan penyebab etiologi herediter dengan lebih cepat.3
Berikut adalah beberapa faktor herediter yang mempengaruhi oklusi:4
1. GIGI-GELIGI
a. Bentuk Gigi
Pasien dengan displasia ektodermal menunjukkan gigi seri berbentuk kerucut dan
beberapa gigi hilang secara kongenital. Kelainan ukuran gigi ini merupakan salah
satu penyebab terjadinya diastema sentral. Ukuran gigi yang lebih lebar atau
sempit dibandingkan dengan lebar lengkung rahang dapat menyebabkan crowded
atau spacing.2
Sifilis
Menyebabkan kelainan bentuk gigi (hutchinson teeth) terutama sifilis kongenital.
Kelainan ini menyebabkan maloklusi open bite dan diastema multipel.
Gambar 1 Hutchinson teeth
b. Ukuran Gigi
Penderita dwarfisme biasanya mengalami mikrodontia. Mikrodontia dapat
menyebabkan diastema multipel pada lengkung gigi sehingga menyebabkan
terjadinya malkoklusi.5
Gambar 2 Mikrodontia
Penderita gigantisme mengalami makrodontia. Makrodontia dapat menyebabkan
berjejalnya gigi-geligi (crowded) pada lengkung gigi sehingga mengakibatkan
kelainan kontak gigi-geligi atau maloklusi.
Gambar 3 Makrodontia
Dental displasia menyebabkan maloklusi bersifat dental, satu gigi atau lebih dalam
satu atau dua rahang dalam hubungan abnormal satu dengan lain.
- Hubungan rahang atas dan rahang bawah normal
- Keseimbangan muka dan fungsi normal
- Perkembangan muka dan pola skeletal baik
- Kurang tempatnya gigi dalam lengkung, oleh karena prematur loss, ukuran
gigi lebih besar, sehingga dapat terjadi keadaan linguiversi, labioversi dan
sebagainya.6
c. Jumlah Gigi
Anodontia adalah suatu keadaan tidak terbentuk gigi sama sekali, tetapi
frekuensinya sangat jarang dan biasanya merupakan bagian dari sindrom dysplasia
ektodermal.
Gambar 4 Anodontia
Hipodontia, yaitu suatu keadaan beberapa gigi mengalami agenesis (sampai dengan
4 gigi). Terjadi pada sindrom kabuki.
Gambar 5 Hipodontia
Oligodontia adalah gigi yang tidak terbentuk lebih dari empat gigi. Gigi yang
agenesis biasanya adalah gigi sejenis tetapi yang letaknya lebih distal sehingga
lebih sering pada molar ketiga, premolar kedua dan insisivus lateral. Jumlah gigi
yang kurang dari normal ini dapat menyebabkan susunan gigi yang tidak beraturan
dan hubungan oklusi gigi antara rahang atas dan bawah tidak ideal.2 oligodontia
biasa terdapat pada ras kaukasia.2
Gambar 6 Oligodontia
Supernumerary teeth yang merupakan peningkatan jumlah gigi. Kondisi yang
berkaitan terhadap gigi supernumerary termasuk sumbing bibir dan palatal,
cleidocranial dyplasia dan sindrom Gardner. Komplikasi yang mungkin timbul
akibat kehadiran dari gigi supernumerary termasuk tertundanya erupsi gigi, gigi
berjejal, diastema, impaksi dari gigi insisivus permanen, kista, inveksi intraoral,
rotasi, serta resobsi akar. Adanya gigi-gigi tambahan tersebut dapat menghalangi
terjadinya oklusi normal. 2
Gambar 7 Supernumerary teeth
2. STRUKTUR RAHANG (SKELETAL)
Maloklusi skeletal disebabkan karena ketidaknormalan pada maksila atau
mandibula. Ketidaknormalan ini dapat berupa ukuran, posisi, maupun hubungan antara
rahang.
Maloklusi skeletal juga dapat terjadi dalam tiga arah yaitu sagital, vertikal,
maupun transversal. Pada arah sagital berupa rahang mengalami prognati ataupun
retrognati. Pada arah vertikal berupa tinggi wajah. Pada arah transversal berupa rahang
sempit ataupun lebar.7 Maloklusi skeletal akibat malposisi atau malformasi rahang ini
sering terjadi secara herediter. Pola skeletal mandibular kelas 3 dengan prognatisme
mandibular umumnya diamati menunjukkan kecenderungan ras dan familial.4
1. Ras Kaukasoid
Mempunyai ciri lengkung rahang sempit dan berbentuk paraboloid, palatum sempit,
gigi-geligi sering crowded, permukaan lingual gigi insisive permanen pertama dan
kedua rahang atas rata (Kiernberger, 1955 ; Pederson, 1949 cit. Lukman D, 2006),
maloklusi gigi anterior, gigi molar permanen rahang pertama bawah lebih panjang
dan bentuk lebih tapered, mesio-distal gigi premolar permanen kedua rahang atas
lebih besar dari buko-palatal dan sering dijumpai adanya tonjol carabelli (70-90%) di
sisi palatal dari tonjol mesiopalatal gigi molar permanen pertama rahang atas.5
2. Ras Mongoloid
Mempunyai ciri lengkung gigi berbentuk elipsoid, gigi insisive rahang atas
mempunyai perkembangan penuh pada permukaan palatal bahkan lingual sehingga
shovel shaped incisor, cingulumnya dominan (Herdlicka, 1921 cit. Lukman D, 2006).
Bentuk gigi molar lebih dominan segiempat dan mempunyai fissur-fissur. Prevalensi
tonjol carabelli yang rendah.9
3. Ras Negroid
Mempunyai ciri rahang yang cendrung bimaxillary protrusion, lengkung gigi
berbentuk U, gigi insisive rahang atas tidak terdapat cingulum hanya lekuk sedikit
saja, sering terdapat open bite, premolar permanen pertama rahang bawah terdapat
dua atau tiga tonjol, akar premolar rahang atas terdapat tiga akar (trifurkasi)
(Biggersstaf, cit. Lukman D, 2006), gigi molar ke empat sering (banyak) ditemukan,
bentuk gigi molar pertama segiempat dan mempunyai fissur seperti sarang laba-laba.5
4. Ras Khoisan (orang Bushmen, Hottentot),
Ras yang tergolong khusus ini memperlihatkan lengkung rahang berbentuk U yang
sangat nyata dengan gigi insisive kecil-kecil. Sedangkan ras Australoid (suku aborigin
dan suku-suku di kepulauan kecil Pasifik) yang hidup di Asia Tenggara, Pasifik dan
Australia, memperlihatkan lengkung rahang berbentuk paraboloid yang lebar dengan
gigi insisive yang besar-besar.5
Contoh:
Sickle Cell Anemia7
Anemia Sickle Cell adalah kelainan herediter dari struktur hemoglobin yang
merupakan penyakit herediter homozigot dari orangtuanya.
Menurut Oredugba et al, maloklusi klas II Angle merupakan tipe maloklusi
yang sering terjadi pada pasien anemia sickle cell. Maloklusi kelas II Angle yaitu tonjol
mesiobukal M1 RA terletak pada ruangan diantara tonjol mesiobukal M1 dan tepi distal
tonjol bukal gigi P RB (relasi gigi distoklusi). Keadaan rongga mulutnya ditemukan
osteonekrosis pada rahang terkhusus mandibula yang menyebabkan neuropati nerve
mental, hyperplasia sumsum tulang dari tulang fasial juga dikaitkan dengan depresi bridge
nasalis, pertumbuhan yang berlebih dari midfasial dan maloklusi. Kelainan pertumbuhan
fasial dapat berpengaruh ke maloklusi seperti protrusive maksila, dan pertumbuhan
berlebih dari mandibula.8
Namun, literature yang menjelaskan patofisiologi hubungan antara anemia sickle
cell dan komplikasi dental masih terbatas.
Thalasemia
Thalasemia beta mayor adalah penyakit anemia hemolitik herediter dengan
berbagai derajat kesulitan, yang mana dapat ditemukan tidak atau kurangnya ikatan globin.
Sering ditemukan pada daerah tropis. Di Indonesia, sering terjadi di Nusa Tenggara Timur
dan Sumatera Selatan.5 Pasien sering terjadi kelainan tulang dan wajah yang khas thalasemia
yaitu frontal yang menonjol, hipertropi maksila, depresi dari bridge nasal, maloklusi gigi.
Gigi geligi pada pasien thalasemia menunjukkan adanya protrusi, flaring dan spacing pada
gigi anterior maksila, open bite 6 sehingga dapat menyebabkan maloklusi yang pada
umumnya terjadi maloklusi klas II divisi 1 yaitu klas II yang apabila gigi-gigi anterior di RA
inklinasinya ke labial atau protrusi.
.
Gambar 8 Tampilan ekstraoral Thalasemia
Cherubism
Definisi dan Etiologi
Cherubism adalah suatu penyakit keturunan autosomal dominan yang jarang terjadi
yang biasanya ditandai dengan tidak adanya rasa sakit, pembesaran rahang secara simetris
sebagai akibat dari penggantian tulang dengan jaringan fibrosa. Dapat juga dikatakan
bahwa penyakit ini merupakan suatu bentuk kelainan dari fibro-osseus pada tulang rahang.
Anak laki-laki lebih sering terkena daripada anak perempuan (proporsi 2:1).4
Pasien dengan cherubism mempunyai karakteristik klinis, seperti wajah yang
membesar karena pembengkakan rahang yang bilateral, mata tampak ke atas pada kasus
yang melibatkan rahang atas, dan tidak ada rasa sakit. Selain itu, erupsi gigi ektopik,
agenesis gigi permanen, terutama gigi molar kedua dan ketiga, dan terjadi resorpsi akar.
Selain itu, cherubism juga menyebabkan premature loss dari gigi-gigi susu dan tidak
erupsinya gigi permanen. Perubahan-perubahan inilah yang menyebabkan terjadinya
maloklusi dan juga gangguan pada saat berbicara dan menelan, dan semakin diperparah
bila disertai dengan adanya sumbing pada palatal.4
Gejala awal manifestasi penyakit ini secara umum dapat dilihat pada usia 2 tahun,
diikuti dengan perkembangan yang bertahap dari usia 8-9 tahun, kemudian secara spontan
berhenti setelah masa pubertas. Impaksi dan atau perpindahan gigi yang secara radiografi
terlihat sebagai daerah yang disebut “floating tooth appearance”.4
Gambar 9 Tampilan ekstraoral & intraoral dari penderita Cherubism.
3. SISTEM NEUROMUSKULAR
Duchenne muscular dystrophy
Duchenne muscular dystrophy merupakan distrofi otot yang menjangkit 1 dari
3600 anak laki-laki dan dapat menyebabkan degenerasi otot dan kematian. Pada pasien
dengan Duchenne muscular dystrophy akan mengalami kelainan yang berhubungan
dengan oklusi gigi, diantaranya :
a. gonial besar sudut; rotasi searah jarum jam pada mandibula; panjang sagital
pendek dasar tengkorak dan protrusif pada gigi insisivus atas.
b. Pada pasien dewasa, tulang alveolar rahang atas dan gigi seri atas protrusif,
dibandingkan dengan kontrol. Overbite juga kadang ditemukan pada DMD.
Myothonic Distrophy
Penyakit ini merupakan penyakit kelainan herediter yang disebut distrofi otot.
Penyakit kelainan otot ini sering ditemukan pada dewasa muda. Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa pada pasien myothonic Distrophy kelainan pada oklusi gigi geligi
yang terjadi yaitu open bite anterior.
Skoliosis
Skoliosis adalah kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang
belakang, terjadi sebanyak 75-85 % kasus ini idiopatik. Hubungan antara scoliosis dan
oklusi tampaknya hanya didasarkan pada studi cross-sectional, Case report dan opini, yaitu
maloklusi klas 2 angle.
Gambar 10 Maloklusi kelas II Angle pada pasien skoliosis
4. JARINGAN LUNAK
Frenulum Labial dan Lingualis
Frenulum labial merupakan mukosa tipis yang menghubungkan mukosa bibir
bawah dengan gingiva yang terletak diantara kedua insisivus sentral. Frenulum terdiri atas
banyak jaringan penghubung dan sedikit serat otot lurik, yang muncul dari kumpulan otot
bibir di kedua sisi garis tengah. Yang memiliki fungsi untuk kestabilan bibir atas. Letak
frenulum yang normal adalah melekat pada gingiva cekat sehingga tidak menimbulkan
tarikan yang berlebihan. Abnormalitas labial frenulum akan menimbulkan banyak
masalah, diantaranya adalah karies pada gigi anterior maksila, diastema antar dua gigi,
keluhan orthodontik dan prostodontik dimasa mendatang pada saat perkembangan gigi dan
mulut anak, fungsi dan mobilitas bibir terganggu, terutama saat tersenyum dan berbicara.
Perlekatan frenulum tinggi pada area insisivus sentralis maksila ini lebih banyak
insidensinya dibanding pada mandibula baik pada sisi labial maupun lingualnya.
Klasifikasi perlekatan frenulum labialis superior menurut Gunadi (1995):
A. Frenulum rendah adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar
B. Frenulum sedang adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar
sampai dengan gingiva cekat.
C. Frenulum tinggi adalah seluruh frenulum melekat pada mukosa alveolar sampai
dengan gingiva cekat dan gingiva tepi yang menyebabkan diastema sentral.
Gambar 11 Gingiva - Frenulum melekat ke attached gingival
Makroglosia
Ukuran lidah yang abnormal atau macroglossia, dapat mengubah keseimbangan
tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga incisivus bergerak ke labial menimbulkan
jarak (diastema) multiple dan open bite anterior.
Gambar 12 Makroglosia
Ankyloglossia
Tuerk dan Lubit menyarankan bahwa pembatasan gerakan lidah ke atas dan
gerakan mundur bisa mengakibatkan terdorongnya lidah berlebihan terhadap anterior
body mandibula, menghasilkan maloklusi seperti anterior open bite dan prognatisme
mandibula. Otot faring dapat mendukung beberapa etiologi kecenderungan untuk
menekan lidah ke depan dalam kondisi tongue-tie, sehingga mengarah ke pertumbuhan
rahang bawah yang lebih prognathic.
Gambar 13 Ankyloglossia
Sumbing Palatum
Sumbing palatal (trutama kelas II dan III Vieau) dapat menyebabkan:
- Gangguan pertumbuhan gigi
- Gigi crowded
- Gigi tumbuh lebih ke palatal terutama gigi Insisivus lateral dan caninus maksila
- Sumbing palatal menyebabkan ketidaksesuaian ukuran, bentuk, maupun posisi
dari kedua rahang.10
- Kasus yang paling sering ditemukan ialah maloklusi kelas III, dimana mandibula
prognasi ke depan yang disebabkan karena retrusi maksila dibandingkan dengan
protrusi mandibula (pseudoprognatism).10
Gambar 14 Sumbing palatum
TABEL
JENIS KELAINAN BENTUK MALOKLUSI
BENTUK GIGI Displasia ektodermal : gigi seri
berbentuk kerucut
diastema sentral.
Sifilis : hutchinson teeth maloklusi open bite.
UKURAN GIGI Penderita dwarfisme :
Mikrodontia
diastema multipel
Penderita gigantisme :
makrodontia.
berjejalnya gigi-geligi
pada lengkung gigi
Dental displasia : ukuran gigi
lebih besar
linguiversi, labioversi
JUMLAH GIGI sindrom dysplasia ectodermal
(Anodontia)
tidak terbentuk gigi
sama sekali,
sindrom kabuki. Hipodontia
suatu keadaan
beberapa gigi
mengalami agenesis
(sampai dengan 4
gigi).
Sindrom kabuki (Oligodontia :
Gigi yang tidak terbentuk lebih
dari empat gigi)
Open bite
sumbing palatal,cleidocranial
dyplasia, sindrom Gardner
(Supernumerary teeth)
gigi berjejal,
RAS Ras Kaukasoid lengkung rahang
sempit dan berbentuk
paraboloid,
palatum sempit,
gigi-geligi sering
crowded,
permukaan lingual
gigi insisive
permanen pertama
dan kedua rahang atas
rata
maloklusi gigi
anterior
gigi molar permanen
rahang pertama
bawah lebih panjang
dan bentuk lebih
tapered
Ras Mongoloid lengkung gigi
berbentuk elipsoid
permukaan palatal
gigi insisive RA
bahkan lingual
sehingga shovel
shaped incisor,
cingulumnya dominan
Bentuk gigi molar
lebih dominan
segiempat dan
mempunyai fissur-
fissur.
Ras Negroid rahang yang cendrung
bimaxillary
protrusion,
lengkung gigi
berbentuk U,
gigi insisive rahang
atas tidak terdapat
cingulum hanya lekuk
sedikit saja,
sering terdapat open
bite,
bentuk gigi molar
pertama segiempat
dan mempunyai fissur
seperti sarang laba-
laba.
Ras Khoisan (orang Bushmen,
Hottentot),
lengkung rahang
berbentuk U yang
sangat nyata dengan
gigi insisive kecil-
kecil.
STRUKTUR
RAHANG
Anemia Sickle Cell Maloklusi kelas II
Angle
protrusive maksila,
dan pertumbuhan
berlebih dari
mandibula.
Thalasemia maloklusi klas II
divisi 1
protrusi, flaring dan
spacing pada gigi
anterior maksila,
open bite
cherubism pembengkakan
rahang yang bilateral
premature loss dari
gigi-gigi susu dan
tidak erupsinya gigi
permanen.
gangguan pada saat
berbicara dan
menelan,
semakin diperparah
bila disertai dengan
adanya sumbing pada
palatal
SISTEM
NEUROMUSKU
LAR
Duchenne muscular dystrophy gonial besar sudut;
rotasi searah jarum
jam pada mandibula;
panjang sagital
pendek dasar
tengkorak dan
protrusif pada gigi
insisivus atas.
Pada pasien dewasa,
tulang alveolar rahang
atas dan gigi seri atas
protrusif,
dibandingkan dengan
kontrol.
Overbite juga kadang
ditemukan pada
DMD.
Myothonic Distrophy open bite anterior.
Skoliosis Maloklusi klas 2 angle
JARINGAN
LUNAK
Frenulum Labial dan Lingualis diastema antar dua
gigi,
keluhan orthodontik
dan prostodontik saat
perkembangan gigi
dan mulut anak,
fungsi dan mobilitas
bibir terganggu, saat
tersenyum dan
berbicara.
Perlekatan frenulum
tinggi pada area
insisivus sentralis
maksila ini lebih
banyak insidensinya
dibanding pada
mandibula baik pada
sisi labial maupun
lingualnya.
Makroglosia mengubah
keseimbangan tekanan
lidah dengan bibir dan
pipi sehingga
incisivus bergerak ke
labial menimbulkan
jarak (diastema)
multiple dan open bite
anterior.
Ankyloglossia terdorongnya lidah
berlebihan terhadap
anterior body
mandibula
menghasilkan
maloklusi seperti
anterior open bite dan
prognatisme
mandibula.