kelompok 2

42
DEMOKRASI DALAM PEMILU (Studi Kasus Demokrasi dalam Pemilu di Indonesia) Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Politik Pemilihan Tingkat Nasional& Daerah Yang dibimbing oleh Drs. Mochamad Rozikin, MAP Disusun oleh: 1. Anis Syailir Rohmah 125030100111147 2. Hilda Amelia Lutfi 125030100111148 3. Anike Mega I 125030107111020 4. Kharisna Kurniawati 125030107111110

Upload: indah-setyo

Post on 17-Nov-2015

35 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

PPTND

TRANSCRIPT

DEMOKRASI DALAM PEMILU (Studi Kasus Demokrasi dalam Pemilu di Indonesia)Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Politik Pemilihan Tingkat Nasional& DaerahYang dibimbing oleh Drs. Mochamad Rozikin, MAP

Disusun oleh:1. Anis Syailir Rohmah 1250301001111472. Hilda Amelia Lutfi125030100111148 3. Anike Mega I1250301071110204. Kharisna Kurniawati 125030107111110

UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS ILMU ADMINISTRASIILMU ADMINISTRASI PUBLIK2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKonsep demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan berasal dari filsuf Yunani. Sebelum abad ke 18, demokrasi dipandang sebagai bentuk aturan politik yang hanya dapat dipertahankan dalam wilayah-wilayah yang sangat kecil, bentuk monarki (kerajaan) telah dipandang tak tereelakan dalam unit-unit politik yang besar. Akan tetapi pemakaian konsep demokrasi dimuali sejak terjadinya pergolakan revolusioner dalam masyarakat Barat akhir abad ke 18.Pada abad ke-20 dalam perdebatan mengenai arti demokrasi muncul tiga pendekatan umum. Sebagai suatu bentuk pemerintahan, demokrasi telah didefinisikan berdasarkan sumber wewenang bagi pemerintah, tujuan yang dilayani pemerintah, dan prosedur untuk membentuk pemerintahan. dengan kata lain, pemilihan para pemimpin dilakukan secara kompetitif oleh rakyat yang mereka pempin. Tahun 1942, Joseph Schumpeter (dalam Budiardjo: 61) mengemukakan kekurangan dari teori klasik demokrasi yang mengandung unsurekehendak rakyat sebagai sumber dan kebaikan bersama sebagai tujuan. Pada abad ke-20 demokrasi sudah digunakan dalam sistem politik. Sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala dan di dalam sistem itu para calon secara bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir semua penduduk dewasa berhak memberikan suara. Dengan demikian menurut Robert Dahl merupakan hal yang paling menentukan bagi demokrasi. Demokrasi juga mengimplikasikan adanya kebebasan untuk berbicara, menerbitkan, berkumpul, dan berorganisasi yang dibutuhkan bagi perdebatan politik dan pelaksanaan kampanye-kampanye pemilihan itu. Apabila suatu negara menolak partisipasi suatu bagian masyarakatnya untuk memberikan suara, seperti sistem yang dilakukan Afrika Selatan terhadap 70% penduduknya, maka sistem ini tidaklah demokratis. Karena pemilihan umum yang terbuka, bebas dan adil adalah esensi demokrasi. Begitu pula, suatu sistem tidaklah demokratis bila oposisi tidak diperbolehkan di dalam pemilihan umum serta dihalang-halangi dalam mencapai apa yang dapat dilakukannya missal, Koran-koran oposisi disensor atau dibredel, hasil pemungutan suara dalam pemilihan dimanipulasi. Berdasarkan paparan diatas maka judul makalah ini adalah Demokrasi dalam Pemilu.1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan makalah ini adalah:a. Bagaimana implemntasi demokrasi dalam pemilu di Indonesia?1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:a. Untuk mengetahui implementasi demokrasi dalam pemilu di Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demokrasi Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya, atau disebut juga pemerintahan rakyat. Demokrasi juga dapat diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Kata demokrasi yang dalam bahasa Inggrisnya democracy berasal dari bahasa Perancis democratie yang baru dikenal abad ke 16, yang dirujuk dari bahasa Yunani (Greek) demokratia yang berasal dari kata demos berarti rakyat (people) dan kratos berarti tanaman (rule).Dari prakteknya, maka demokrasi dapat dibedakan atas dua bentuk: langsung dan tidak langsung (sering disebut demokrasi perwakilan). Demokrasi langsung adalah sistem demokrasi yang semua warga biasanya aktif terlibat di dalam pembuatan keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh negara; mereka tidak mewakilkan pandangan, pikiran, atau kepentingan mereka pada orang lain yang mengatasnamakan mereka. Demokrasi langsung adalah yang lebih tua atau lebih dikenal sebagai demokrasi masa Yunani kuno atau demokrasi Athena. Demokrasi model ini biasanya dilaksanakan dalam sebuah negara yang kecil dan dengan penduduk yang jumlahnya kecil.Sedangkan demokrasi tidak langsung bersifat lebih umum dan diberlakukan oleh banyak negara modern saat ini. Jumlah penduduk yang besar dan wilayah negara yang sangat luas menyebabkan lebih dipilihnya model demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan ini. Dalam model ini warga akan memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat yang akan membuat keputusan atau kebijakan politik, merumuskan undang-undang dan menjalankan program untuk kepentingan umum atas nama mereka. Warga mewakilkan kepentingan, aspirasi, pikiran, atau pandangan mereka pada para anggota dewan, pemimpin atau pejabat yang mereka pilih melalui Pemilu.Dengan demikian kewenangan yang dimiliki oleh penguasa atau pemerintah baik untuk membuat keputusan atau kebijakan pemerintah dan untuk melaksanakannya diperoleh berdasarkan persetujuan warganya yang diberikan melalui Pemilu.Menurut Dahl, demokrasi adalah suatu sistem politik yang memberikan kesempatan untuk beberapa hal berikut ini. Pertama, partisipasi efektif. Sebelum sebuah kebijakan digunakan oleh asosiasi, seluruh anggota harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk membuat pandangan mereka diketahui oleh anggota-anggota lainnya, sebagaimana seharusnya kebijakan itu dibuat. Kedua, persamaan suara. Ketika akhirnya tiba saat dibuatnya keputusan tentang kebijaksanaan itu, setiap anggota harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk memberikan suara dan seluruh suara harus dihitung sama.Ketiga, pemahaman yang cerah. Dalam batas waktu yang rasional, setiap anggota harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk mempelajari kebijakan-kebijakan alternatif yang relevan dan konsekuensi yang mungkin. Keempat, pengawasan agenda. Setiap anggota harus mempunyai kesempatan eksklusif untuk memutuskan bagaimana dan apa permasalahn yang dibahas dalam agenda. Jadi proses demokrasi yang dibutuhkan oleh tiga kriteria sebelumnya tidak pernah tertutup. Berbagai kebijakan asosiasional tersebut selalu terbuka untuk dapat diubah oleh para anggotanya jika mereka menginginkannya begitu. Kelima, pencakupan orang dewasa. Semua, atau paling tidak sebagian besar orang dewasa yang menjadi penduduk tetap seharusnya memiliki hak kewarganegaraan penuh yang ditunjukkan oleh empat kriteria sebelumnya.Lebih lanjut lagi, Dahl merumuskan lembaga-lembaga politik dalam pemerintahan demokrasi perwakilan modern sebagai berikut:1) Para pejabat yang dipilih. Kendali terhadap keputusan pemerintah mengenai kebijakan secara konstitusional berada di tangan para pejabat yang dipilih oleh warga negara. Jadi, pemerintahan demokrasi skala besar yang modern merupakan perwakilan; 2) Pemilihan umum yang bebas, adil dan berkala. Para pejabat yang dipilih ditentukan dalam pemilihan umum yang sering kali diadakan dan dilaksanakan dengan adil, di mana tindakan pemaksaan agak jarang terjadi; 3) Kebebasan berkumpul. Warga negara berhak menyatakan pendapat mereka sendiri tanpa adanya bahaya hukuman yang keras mengenai masalah-masalah persamaan politik yang didefenisikan secara luas, termasuk kritik terhadap para pejabat, pemerintah, rezim, tatanan sosial ekonomi dan ideologi yang ada; 4) Akses ke sumber-sumber informasi alternatif. Warga negara berhak mencari sumber-sumber informasi alternatif dan bebas dari warga lain, para ahli, surat kabar, majalah, buku, telekomunikasi dan lain-lain. Lagi pula, sumber-sumber informasi alternatif yang ada secara nyata tidak berada di bawah kendali pemerintah atau kelompok politik lain yang berusaha mempengaruhi keyakinan dan tingkah laku masyarakat dan sumber-sumber alternatif ini secara efektif dilindungi undang-undang; 5) Otonomi asosiasional. Untuk mencapai hak mereka yang beraneka ragam itu, termasuk hak yang diperlukan untuk keefektifan tindakan lembaga-lembaga politik demokrasi, maka warga negara juga berhak membentuk perkumpulan atau organisasi yang relatif bebas, termasuk partai politik dan kelompok kepentingan yang bebas; 6) Hak warga negara yang inklusif. Tak seorang dewasa pun yang menetap di suatu negara dan tunduk pada undang-undang tersebut dapat diabaikan hak-haknya, hal ini diberikan kepada warga lainnya dan diperlukan kelima lembaga politik yang baru saja disebutkan. Hak-hak tersebut meliputi hak memberikan suara untuk memilih para pejabat dalam pemilihan umum yang bebas dan adil; hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan; hak untuk bebas berpendapat; hak untuk membentuk dan berpartisipasi dalam organisasi politik; hak untuk mendapatkan sumber informasi yang bebas; dan hak untuk berbagai kebebasan dan kesempatan lainnya yang mungkin diperlukan bagi keberhasilan tindakan lembaga-lembaga politik pada demokrasi skala besar.

Tidak jauh berbeda dengan Dahl maupun Huntington, dalam pembahasan lainnya, Linz & Stepan, mendefenisikan demokrasi sebagai berikut:Kebebasan hukum untuk merumuskan dan mendukung alternatif-alternatif politik dengan hak yang sesuai untuk bebas berserikat, bebas berbicara, dan kebebasan dasar lain bagi setiap orang, persaingan yang bebas dan anti kekerasan di antara para pemimpin dengan keabsahan periodik bagi mereka untuk memegang pemerintahan; dimasukkannya seluruh jabatan politik yang efektif di dalam proses demokrasi; dan hak untuk berperan serta bagi semua anggota masyarakat politik, apapun pilihan mereka. Secara praktis, ini berarti kebebasan untuk mendirikan partai-partai politik dan menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan jujur pada jangka waktu tertentu tanpa menyingkirkan jabatan politis efektif apapun dari akuntabilitas pemilihan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

2.2 Sejarah Perkembangan DemokrasiPada permulaan pertumbuhannya demokrasi telah mencakup beberapa asas dan nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang lampau, yaitu gagasan mengenai demokrasi dari kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran reformasi serta perang-perang agama yang menyusulnya. Sistem demokrasi yang terdapat di negara-kota (city-state) Yunani Kuno (abad ke-6 sampai abad ke-3 SM) merupakan demokrasi langsung (direct democracy), yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung dari demokrasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung dalam kondisi yang sederhana, wilayahnya terbatas (negara terdiri dari kota dan daerah sekitarnya) serta jumlah penduduk sedikit (300.000 penduduk dalam satu negara-kota). Lagi pula, ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi, yang hanya merupakan bagian kecil saja dari penduduk. Untuk mayoritas yang terdiri atas budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku. Dalam negara modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi merupakan demokrasi berdasarkan perwakilan (representative democracy). Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan hilang dari muka dunia Barat waktu bangsa Romawi, yang sedikit banyak masih kenal kebudayaan Yunani, dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat dan benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400). Masyarakat abad pertengahan dicirikan oleh struktur sosial yang feodal (hubungan antara vassal dan lord); yang kehidupan sosial serta spritualnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya; yang kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu sama lain. Dilihat dari sudut perkembangan demokrasi abad pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu Magna Charta (Piagam Besar) (1215). Magna Charta merupakan semi kontrak antara beberapa bangsawan dan Raja John dari Inggris dimana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana feodal dan tidak berlaku untuk rakyat jelata, namun dianggap sebagai tonggak dalam perkembangan gagasan demokrasi.Sebelum abad pertengahan berakhir dan pada permulaan abad ke-16 di Eropa Barat muncul negara-negara nasional (national state) dalam bentuk yang modern. Eropa Barat mengalami beberapa perubahan sosial dan kultural yang mempersiapkan jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern di mana akal dapat memerdekakan diri dari pembatasan-pembatasannya. Dua kejadian ini ialah Renaissance (1350-1600) yang terutama berpengaruh di Eropa Selatan seperti Italia, dan Reformasi (1500-1650) yang mendapat banyak pengikutnya di Eropa Utara seperti di Jerman dan Swiss.Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat kepada kesusastraan dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama Abad Pertengahan telah disisihkan. Aliran ini membelokkan perhatian yang tadinya semata-mata diarahkan kepada tulisan-tulisan keagamaan ke arah soal-soal keduniawian dan mengakibatkan timbulnya pandangan-pandangan baru. Reformasi serta perang-perang agama yang menyusul akhirnya menyebabkan manusia berhasil melepaskan diri dari penguasaan gereja baik di bidang spiritual dalam bentuk dogma, maupun di bidang sosial dan politik. Hasil dari pergumulan ini ialah timbulnya gagasan mengenai perlunya ada kebebasan beragama serta ada garis pemisah yang tegas antara soal-soal agama dan soal-soal keduniawian, khususnya di bidang pemerintahan. Ini dinamakan Pemisahan antara Gereja dan Negara.Kedua aliran pikiran tersebut di atas mempersiapkan orang Eropa Barat untuk, dalam masa 1650-1800, menyelami masa Aufklarung (Abad Pemikiran) beserta Rasionalisme, suatu aliran pikiran yang ingin memerdekakan pikiran manusia dari batas-batas yang ditentukan oleh Gereja dan mendasarkan pemikiran atas akal (ratio) semata-mata. Kebebasan berpikir membuka jalan untuk meluaskan gagasan ini di bidang politik. Timbullah gagasan bahwa manusia mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja dan mengakibatkan dilontarkannya kecaman-kecaman terhadap raja, yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tak terbatas.Monarki-monarki absolut ini telah muncul dalam masa 1500-1700, sesudah berakhirnya Abad Pertengahan. Raja-raja absolut menganggap dirinya berhak atas takhtanya berdasarkan konsep Hak Suci Raja (Divine Right of Kings). Raja-raja yang terkenal di Spanyol ialah Isabella dan Ferdinand (1479-1516), di Perancis raja-raja Bourbon dan sebagainya. Kecaman-kecaman yang dilontarkan terhadap gagasan absolutisme mendapat dukungan kuat dari golongan menengah (middle class) yang mulai berpengaruh berkat majunya kedudukan ekonomi serta mutu pendidikannya.Pendobrakan terhadap kedudukan raja-raja absolut ini didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang umumnya dikenal sebagai social contract (kontrak sosial). Salah satu asas dari gagasan kontrak sosial ialah bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (nature) yang mengadung prinsip-prinsip keadilan yang universal; artinya berlaku untuk semua waktu serta semua manusia, apakah ia raja, bangsawan, atau rakyat jelata. Hukum ini dinamakan hukum alam (natural law, ius naturale). Unsur universalisme inilah yang diterapkan pada masalah-masalah politik. Teori kontak sosial beranggapan bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasari oleh suatu kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah pihak. Kontrak sosial menentukan di satu pihak bahwa raja diberi kekuasaan oleh rakyat untuk menyelenggarakan penertiban dan menciptakan suasana di mana rakyat dapat menikmati hak-hak alamnya (natural rights) dengan aman. Di pihak lain rakyat akan menaati pemerintahan raja asal hak-hak alam itu terjamin.Pada hakikatnya teori-teori kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Filsuf-filsuf yang mencetuskan gagasan ini antara lain John Locke dari Inggris (1632-1704) dan Montesquieu dari Prancis (1689-1755). Menurut John Locke hak-hak politik mencakup hak atas hidup, hak atas kebebasan, dan hak untuk mempunyai milik (life, liberty, and property). Montesquieu mencoba menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik itu, yang kemudian dikenal dengan istilah Trias Politika. Ide-ide bahwa manusia mempunyai hak-hak politik menimbulkan revolusi Prancis pada akhir abad ke 18, serta Revolusi Amerika melawan Inggris.Sebagai akibat dari pergolakan tersebut, maka pada akhir abad ke 19 gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang konkret sebagai program dan sistem politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas asas-asas kemerdekaam individu, kesamaan hak (equal rights), serta hak pilih untuk semua warga negara (universal suffrage).

a) Demokrasi Konstitusional Abad ke 19 ( Negara Hukum Klasik)Pada kemunculannya kembali asas demokrasi di Eropa, hak-hak politik rakyat dan hak-hak asasi manusia secara individu merupakan tema dasar dalam pemikiran politik (ketatanegaraan). Untuk itu maka timbullah gagasan tentang cara membatasi kekuasaan pemerintah melalui pembuatan konstitusi baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Di dalam konstitusi inilah bisa ditemukan batas-batas kekuasaan pemerintah dan jaminan atas hak-hak politik rakyat, sehingga kekuasaan pemerintah diimbangi dengan kekuasaan parlemen dan lembaga-lembaga hukum. Gagasan inilah yang kemudian dinamakan konstitusionalisme dalam sistem ketatanegaraan. Salah satu ciri penting dalam negara yang menganut konstitusionalisme (demokrasi konstitusional) yang hidup pada abad ke-19 ini adalah bahwa sifat pemerintah yang pasif, artinya pemerintah hanya menjadi wasit atau pelaksana dari berbagai keinginan rakyat yang dirumuskan oleh wakil rakyat di parlemen. Di sini peranan negara lebih kecil dibanding peranan rakyat, karena pemerintah hanya menjadi pelaksana keinginan-keinginan rakyat yang diperjuangkan secara liberal (individualisme) untuk menjadi keputusan parlemen. Carl J. Friedrick mengemukakan bahwa konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan aktifitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tunduk kepada beberapa pembatasan dimaksudkan untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk memerintah itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah.Jika dikaitkan dengan trias politika dalam konsep Montesquieu maka tugas pemerintah dalam konstitutionalisme ini hanya terbatas pada tugas eksekutif, yaitu melaksanakan undang-undang yang telah dibuat oleh parlemen atas nama rakyat. Dengan demikian pemerintahan dalam demokrasi yang demikian mempunyai peranan yang terbatas pada tugas eksekutif. Dalam kaitannya dengan hukum konsep demikrasi konstitusional abad ke-19 yang memberi peranan yang sangat terbatas pada negara ini disebut negara hukum formal (klasik). Dalam klasifikasi yang oleh Arif Budiman didasarkan kriteria kenetralan dan kemandirian negara konsep demokrasi konstitusional abad ke-19 atau negara hukum formal ini bisa disebut sebagai negara pluralisme, yaitu negara yang tidak mandiri yang hanya bertindak sebagai penyaring berbagai keinginan dari dalam masyarakatnya.Perumusan yuridis tentang gagasan konstitusionalisme dicapai pada abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 yang ditandai dengan pemberian istilah rechtsstaat atau rule of law, yang di Indonesia diterjemahkan dengan negara hukum ini pada masa abad ke-19 sampai dengan abad ke-20 disebut sebagai negara hukum klasik dengan ciri-ciri tersendiri.Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Barat Kontinental memberikan ciri-ciri rechtsstaat sebagai berikut.a. Hak-hak manusiab. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.c. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur)d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.Sedangkan AV Dicey dari kalangan ahli anglo saxon memberikan ciri rule of law dalam arti klasik sebagai berikut.a. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.b. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). Dalil ini berlaku untuk orang biasa, maupun untuk pejabat.c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di Negara lain oleh undang-undang dasar) serta keputusan pengadilan.b) Demokrasi Konstitusional Abad ke 20 ( Rule of Law yang Dinamis)Dalam abad ke-20, terutama sesudah Perang Dunia II telah terjadi perubahan-perubahan sosial dan ekonomi yang sangat besar. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain banyaknya kecaman terhadap ekses-ekses dalam industrialisasi dan sistem kapitalis; tersebarnya faham sosialisme yang menginginkan pembagian kekayaan secara merata serta kemenangan dari beberapa partai sosialis di Eropa, seperti di Swedia, Norwegia dan pengaruh aliran ekonomi yang dipelopori ahli ekonomi inggris John Maynard Keynes (1883-1946).Gagasan bahwa pemerintah dilarang ikut campur tangan dalam urusan warga negara baik di bidang sosial maupun di bidang ekonomi (staats-onthouding dan laissez faire) lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karenanya harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial. Negara semacam ini dinamakan welfare state (negara kesejahteraan) atau social service state (negara yang memberi pelayanan kepada masyarakat).Internasional Commission of Jurists yang merupakan suatu organisasi ahli hukum internasional dalam konferensinya di Bangkok tahun 1965 sangat memperkuat konsep mengenai Rule of Law, dan menekankan apa yang dinamakan the dynamic aspects of the Rule of Law in the modern age. Di samping hak-hak politik juga hak-hak sosial dan ekonomi harus diakui dan dipelihara, dalam arti bahwa harus dibentuk standard-standard dasar sosial dan ekonomi. Penyelesaian dari soal kelaparan, kemiskinan dan pengangguran merupakan syarat agar Rule of Law dapat berjalan dengan baik. Untuk bisa menyelenggarakan ini perlu ada kekuasaan administratif yang cukup kuat. Dikemukakan bahwa syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis di bawah Rule of Law ialah:1) Perlindungan konstitusionil, dalam arti bahwa konstitusi, selain dari menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara proseduril untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin,2) Badan kehakiman yang bebas tidak memihak (independent and impartial tribunals),3) Pemilihan umum yang bebas,4) Kebebasan untuk menyatakan pendapat,5) Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi, 6) Pendidikan kewarganegaraan (civic education).(dalam Budiardjo, 2008:116 )Di samping merumuskan gagasan Rule of Law dalam rangka perkembangan baru, timbul juga kecenderungan untuk memberi perumusan mengenai demokrasi sebagai sistem politik. Menurut International Commission of Jurists dalam konferensinya di Bangkok perumusan yang paling umum mengenai sistem politik yang demokratis adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas. Ini dinamakan demokrasi berdasarkan perwakilan (representative democracy). Selain itu Commission of Jurist juga menyebut suatu variasi dari demokrasi berdasarkan perwakilan yang mengutamakan terjaminnya hak-hak azasi golongan minoritas terhadap mayoritas: ini dinamakan demokrasi dengan hak-hak azasi yang terlindung.Henry B. Mayo dalam buku Introduction to Democratic Theory memberi definisi sebagai berikut: sistem politik yang demokratis ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan poltik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. (dalam Budiardjo, 2008:117)Demokrasi didasari oleh beberapa nilai (values). Di bawah ini diutarakan beberapa nilai yang dirumuskan oleh Henry B. Mayo:1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga (institutionalized peaceful settlement of conflict). Perselisihan-perselisihan ini harus dapat diselesaikan melalui perundingan serta dialog terbuka dalam usaha untuk mencapai kompromi, konsensus dan mufakat. Apabila jika golongan-golongan yang berkepentingan tidak mampu mencapai kompromi, maka akan memunculkan campur tangan dari luar untuk memaksa tercapainya kompromi dengan cara persuasi serta paksaan.2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah (peaceful change in a changing society). Dalam Masyarakat yang memodernisasikan diri terjadi perubahan sosial. Sehingga pemerintah harus dapat menyesuaikan kebijaksanaan dengan perubahan-perubahan ini, dan membinannya agar dapat terkendali sehingga sistem demokratis dapat berjalan dan tidak menimbulkan sistem diktator.3. Menyelenggarakan pergantian pemimpin seara teratur (orderly succession of rulers). Pergantian atas dasar keturunan, atau dengan jalan mengangkat diri sendiri,ataupun melalui coup detat, dianggap tidak wajar dalam suatu demokrasi.4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum (minimum of coercion). Golongan-golongan minoritas yang cenderung terkena paksaan akan lebih terdorong untuk memberikan dukungan sekalipun bersyarat jika diberi kesempatan untuk turut serta dalam diskusi-diskusi yang terbuka dan kreatif.5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity) dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan serta tingkah laku. Tetapi keanekaragaman perli dijaga jangan sampai melampaui batas, sebab di samping keanekaragaman diperlukan juga persatuan serta integrasi.6. Menjamin tegaknya keadilan dalam suatu demokrasi. Keadilan yang dapat dicapai secara maksimal ialah suatu keadilan yang relatif (relative justice) yang lebih bersifat keadilan dalam jangka panjang.(dalam Budiardjo, 2008:119)Untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi di atas, perlu diselenggarakan beberapa lembaga sebagai berikut:1. Pemerintahan yang bertanggung jawab.2. Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat dan yang dipilih dengan pemilihan umum yang bebas dan rahasia atas dasar sekurang-kurangnya dua calon untuk setiap kursi. 3. Suatu organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik (sistem dwi-partai, multi-partai). Partai-partai menyelenggarakan hubungan yang kontinu antara masyarakat umumnya dan pemimpin-pemimpinnya.4. Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat 5. Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan mempertahankan keadilan.(dalam Budiarto, 2008:120)

2.3 Definisi Pemilu Pemilihan Umum(Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatanpolitiktertentu.Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai daripresiden,wakil rakyatdi berbagai tingkat pemerintahan, sampaikepala desa. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebutkonstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masakampanye.Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelahpemungutan suaradilakukan, proses penghitungan dimulai.Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.Di dalam studi politik, pemilihan umum dapat dikatakan sebagai sebuah aktivitas dimana pemilihan umum merupakan lembaga sekaligus juga praktis politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan. Seperti yang dituliskan di atas bahwa dalam negara demokrasi, maka pemilihan umum merupakan salah satu unsur yang sangat vital, karena salah satu parameter untuk mngukur demokratis tidaknya suatu negara adalah dari bagaimana perjalanan pemilihan umum yang dijalankan oleh negara tersebut. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyat.Implementasi dari pemerintahan oleh rakyat tersebut dengan memilih wakil rakyat atau pemimpin nasional melalui mekanisme yang dinamakan dengan pemilihan umum. Jadi pemilihan umum adalah cara untuk memilih wakil rakyat. a) Asas PemiluAsas pemilu disingkat menjadi Luber dan Jurdil yakni:1) Langsung, pemilihan umum harus dilaksanakan secara langsung dan dipilih oleh rakyat2) Umum, pemilihan umum bersifat umum dan semua masyarakat mendapatkan hak pilih yang sama3) Bebas, pemilihan umum bersifat bebas bagis eluruh rakyat Indonesia4) Rahasia, pemilihan umum bersifat rahasia. Yang memiliki maksud hanya boleh diri kita sendiri yang mengetahuinya5) Jujur, pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturannya agar setiap warga negara dapat memilih sesuai kehendaknya dan setiap suara memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang terpilih6) Adil, bahwa adanya perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih tanpa adanya pengistimewaan terhadap orang lain.b) Dasar Hukum dan Pelakasanaan Pemilu 1) Landasan hukum Pemilu 1955 adalah Undang-Undang Nomor 7 tahun 1953 yang diundangkan 4 April 1953. Dalam UU tersebut, Pemilu 1955 bertujuan memilih anggota bikameral: Anggota DPR dan Konstituante (seperti MPR). Sistem yang digunakan adalah proporsional. Menurut UU nomor 7 tahun 1953 tersebut, terdapat perbedaan sistem bilangan pembagi pemilih (BPP) untuk anggota konstituante dan anggota parlemen.2) Pemilu 1971 diadakan tanggal 3 Juli 1971. Pemilu ini dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1969 tentangPemiludan Undang-undang Nomor 16 tentangSusunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.3) Dasar hukum Pemilu 1977 adalah Undang-undang No. 4 Tahun 1975. Pemilu ini diadakan setelah fusi partai politik dilakukan pada tahun 1973. Sistem yang digunakan pada pemilu 1977 serupa dengan pada pemilu 1971 yaitusistem proporsional dengan daftar tertutup.4) Pemilu 1982 diadakan tanggal 4 Mei 1982. Tujuannya sama seperti Pemilu 1977 di mana hendak memilih anggota DPR (parlemen). Hanya saja, komposisinya sedikit berbeda. Sebanyak 364 anggota dipilih langsung oleh rakyat, sementara 96 orang diangkat oleh presiden. Pemilu ini dilakukan berdasarkan Undang-undang No. 2 tahun 1980.5) UUD No 33 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum6) Pada pemilu 2004, mekanisme pengaturan pemilihan anggota parlemen ini ada di dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2003. Untuk kursi DPR, dijatahkan 550 kursi. Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi atau bagian-bagian provinsi.7) Pemilu 2009 dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2008.Jumlah kursi DPR ditetapkan sebesar 560 di mana daerahdapilanggota DPR adalah provinsi atau bagian provinsi. Jumlah kursi di tiapdapilyang diperebutkan minimal tiga dan maksimal sepuluh kursi. Ketentuan ini berbeda dengan Pemilu 2004.c) Tujuan PemiluPemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pemilu ada dua:1) Pemilu legislativeUntuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),2) Pemilu Presiden dan Wakil PresidenUntuk memilih pasangan Presiden dan Wapres.Sedangkan menurut Poerbopranoto tujuan pemilu adalah sebagai berikut:1) Peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan dan damai 2) Terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan3) Untuk melakasanakan prinsip kedaulatan rakyat4) Untuk melaksanakan hak-hak warganegara5) Pemilu sebagai sarana warga negara untuk memilih wakil mereka dalam pemerintahan6) Demokrasi mengaharuskan pemilihan pejabat publik dilakukan melalui prosedur yang bebas dan adil.

BAB III METODE PENULISAN

3.1 Pengumpulan DataMetode yang digunakan dalam mencari data adalah studi kepustakaan dan studi lapangan.a. Studi kepustakaan (Library Research)Data diperoleh dengan cara menelaah buku-buku ilmiah, majalah, dokimen, dan bacaan yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.b. Studi lapangan (Field Research)Data diperoleh dengan cara mengamati langsung keadaan dan kenyataan yang ada di tempat kegiatan yang sesungguhnya.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Implemntasi Demokrasi Dalam Pemilu Di Indonesiab) Pemilu Pertama Tahun 1955Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Pemilihan Umum yang diadakan sebanyak dua kali yaitu pertama pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante. sesuai maklumat X tanggal 3 November 1945. Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :1) Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;2) Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.Pemilu tahun 1955 memilih 257 anggota DPR dan 514 anggota konstituante (harusnya 520 anggota, namun irian baratmemiliki jatah 6 kursi, tidak melakukan pemilihan) dengan 29 jumlah partai politik dan individu yang ikut serta. Pemilu inidilaksanakan pada pemerintahan perdana menteri Burhanuddin Harahap, setelah menggantikan Perdana Menteri Ali Sastromidjojo yang mengundurkan diri.Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II. Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945.

c) Pemilu Tahun 1971Setelah pemilu pertama tahun 1955, Indonesia baru melakukan pemilu kembali pada tanggal 5 Juli 1971, pertama di jaman Orde Baru dibawah pemerintahan Presiden Kedua Indonesia, Bpk (alm) Soeharto. Pada pemilu kali ini, terdapat 9 partai politik dan 1 organisasi masyarakat yang berpartisipasi.d) Pemilu Tahun 1977-1997Pemilu pada periode ini, dilakukan setiap 5 tahun sekali, mulai tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 dengan 3 peserta yaitu Golongan Karya (GolKar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Partai Pembangunan Persatuan (PPP). Peserta pemilu kali ini lebih sedikit dibanding pemilu sebelumnya. Initerjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Dalam setiap kali digelar pemilu, partai golkar selalu menduduki peringkat pertama perolehan kursi di DPR dengan meraih lebih dari 62% suara dalam setiap gelaran pemilu, diikuti oleh PPP dan terakhir PDI.e) Pemilu Tahun 1999Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama sejak zaman orde baru runtuh dan dimulailah era reformasi di Indonesia. Setelah tahun 1999, Indonesia pun kembali melakukan pemilu setiap lima tahun sekali secara langsung. Bahkan pemilu 2004 merupakan pemilu pertama kali di Indonesia dimana setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, dapat memilih langsung presiden dan wakilnya selain pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I, dan DPRD tingkat II. Selain itu, sejak pemilu 2004, juga dilakukan pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pada pemilu tahun 2004 dan 2009, ditetapkan parliamentary threshold (PT) sebesar 2.5%. Apabilapartai politik yang memperoleh suara dengan persentase kurang dari 2,50% tidak berhak memperoleh kursi di DPR.f) Pemilu Tahun 2004Pemilu 2004 berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota rakyat juga dapat memilih anggota Dewan Perwakilan Derah (DPD). DPD adalah lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah. Pemilu tahun ini memilih presiden secara langsung.g) Pemilu Tahun 2009Tidak jauh berbeda dengan pemilu di tahun 2004, pada pemilu tahun 2009 sudah bersifat demokratis. Pelaksanaan pemilu berjalan sesuai dengan asas-asas pemilu.h) Pemilu Tahun 2014Pada tahun 2014, seluruh rakyat Indonesia kembali melakukan pesta demokrasi terbesar yaitu pemilihan umum untuk menentukan tidak hanya anggota DPR, DPRD Tingkat 1, DPRD Tingkat 2, dan DPD, tetapi juga memilih presiden dan wakil presiden negeri ini. Pemilu legislatif dilakukan pada tanggal 09 April 2014 dan pemilu presiden dilakukan pada tanggal 09 Juli 2014.

Seacara umum pemilu yang diselenggarakan pada masa orde baru dianggap oleh kebanyakan masyarakat tidak berlangsung secara demokratis. Berbagai strategi dihalalkan oleh sebuah parta yang berkuasa pada saat itu untuk terus memenangkan pemilu. Runtuhnya orde baru yang ditandai dengan turunnya Soeharto dari jabatan presiden, memberikan angin segar di tengah masyarakat yang sedang haus akan pendidikan politik dan berhasrat untuk belajar demokrasi. Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama di Indoensesia yang dianggap dunia internasional sebagai yang paling demokratis. Dengan menambahkan asas jujur dan adil di belakang langsung, umum, bebas dan rahasia, pemilu 1999 untuk pertama kalinya diselenggarakan oleh lembaga independen bernama KPU.Demokrasi adalah sistem politik yang mencari dan mengarahkan gerakan masyarakat dalam mencapai konsep peradabannya. Dalam prespektif dan praktik demokrasi, dapat pula disebut sebagai pemerintahan oleh rakyat yang dijalankan oleh perwakilan yang mereka pilih sendiri melalui suatu pemilihan umum (pemilu) yang berlangsung secara demokratis dan berkala.Pendek kata untuk menyelenggarakan pemerintahan oleh rakyat itu harus diadakan pembagian tugas antara semua warga negara didalam negara, sehingga yang sesungguhnya hanya segolongan rakyat yang cakap dan mampu. Dipandang dari sudut ini, maka perbedaan antara sistem pemerintahan didalam satu kerajaan (monarki) ataupun satu oligarki dengan sistem pemerintahan demokrasi itu ialah, bahwa didalam penetapan atau penyusunan pemerintahan demokrasi, rakyat itu diberi hak ikut serta dan kemudian mempunyai hak minta pertanggungjawab, sedangkan didalam sistem monarki dan oligarki tampak pimpinan pemerintahan ditetapkan menurut kodrat keturunan atau penetpan oleh satu dua orang yang berkuasa saja, sedangkan pertanggungjawab atas pemerintahan tidak ada sama sekali. Didalam sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi tak langsung atau indirect, maka seperti telah disinggung diatas diferensiasi itu dilakukan menurut jalan perwakilan. Perwakilan dari rakyat ini lazimnya diselenggarakan dengan jalan pemilihan, yakni golongan rakyat menurut peraturan mempunyai hak pilih dan berwenang memilih, menunjuk sesame warga diantaranya yang menurut peraturan berhak dipilih. Menurut Henry B Mayo, dengan adanya Pemilihan Umum maka salah satu nilai demokrasi dapat terwujud, artinya terjadi perpindahan kekuasaan negara dari pemegang yang lama kepada pemegang kekuasaan yang secara damai. Pemilihan umum merupakan salah satu sendi untuk tegaknya sistem politik demokrsi. Tujuan pemilihan umum tidak lain adalah untuk mengeimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi, dengan cara memilih wakil-wakil rakyat di Lembaga Perwakilan Rakyat. Kesemuanya itu dilakukan dalam rangka mengikut sertakan dalam kehidupan ketatanegaraan. Salah satu fungsi utama Pemilu dalam negara demokratis tidak lain adalah untuk menentukan Kepemimpinan Nasional secara konstitusional. Kepemimpinan nasional yang dimaksud disini meyangkut juga kepemimpinan kolektif yang direfleksikan dalam diri wakil rakyat. Oleh sebab itu juga dalam bentuk dan jenis sistem pemerintahan apapun, pemilu menduduki posisi yang sangat strategis dalam rangka melaksanakan tujuan tersebut. Dalam sistem presidensil yang murn, pemilu diselenggarakan sebanyak dua kali, yaitu pertama untuk menentukan wakil rakyat di parlemen. Kedua, untuk menentukan presiden (kepala pemerintahan) dala rangka menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam suatu fungsi sistem politik demokratis, kehadiran pemilu yang bebas dan adil (free and fair) adalah suatu keniscayaan. Bahkan negara manapun sering menjadikan pemilihan umum sebagai klaim demokrasi atas sistem politik yang dibangunnya. Di negara-negara berkembang pemilihan umum sering kali tidak dapat dijadikan parameter yang akurat dalam mengukur demokrasi atau tidaknya suatu sistem politik. Artinya, ada tidaknya pemilu di suatu negara tidak secara otomatis menggambarkan ada atau tidaknya kehidupan demokrasi politik di negara tersebut. Hal ini disebabkan, pemilu di beberapa negara dunia ketiga seringkali tidak dijalankan dengan menggunakan prinsip-prinsip demokrasi.Ada beberapa alasan mengapa pemilu sangat penting bagi kehidupan demokrasi suatu negara , khususnya di negara-negara dunia ketiga yaitu: pertama, melalui pemilu memungkinkan suatu komunitas politik melakaukan transfer kekuasaan secara damai . Kedua, melalaui pemilu akan tercipta pelembagaan konflik.Secara konsptual, terdapat dua mekanisme untuk menciptakan pemilu yang bebas dan adil. Pertama, menciptakan seperangkat metode dan aturan untuk mentransfer suara pemilih ke dalam suatu lembaga perwakilan rakyat secara adil, atau yang disebut oleh banyak kalangan ilmuwan politik disebut dengan sistem pemilihan (electoral system). Kedua, menjalankan pemilu sesuai dengan aturan main dan prinsip-prinsip demokrasi, atau yang oleh kalangan ilmuwan politik disebut dengan proses pemilihan (electoral process).Sebagaimana disebutkan oleh Sjamsudin Haris (2005:2), pertama pemilihan langsung diperlukan untuk memetuskn mata rantau oligarki partai yang harus diakui cenderung mewarnai kehidupan partai-partai politik. Kepentingan partai-partai itulah dan bahkan kepentingan elit politik seringkali dimanipulasi sebagai kepentingan kolektif masyarakat. Dengan demikian pemilihan umum secara langsung bagi calon anggota legislatif dari partai politik, diperlukan guna meminus mata rantai politisasi atau partisipasi publik dan aspirasi publik yang cenderung dilakukan oleh partai-partai politik dan para politisi partai bilamana dipilih oleh elit politik di parlemen. Pemilihan umum secara langsung bagi calon anggota legislatif dan partaipolitik, diperlukan untuk meningkatkan kualitas akuntabilitas, para elit politik. Pemilihan umum secara langsung calon anggota legislatif dan partai politik diperlukan untuk menciptakan stabilitas ekonmi politik dan efektivitas pemerintahan, baik pusat maupun lokal. Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat, akan lebih meningkatkan kualitas partisipasi rakyat di suatu pihak dan keterwakilan elit di lain pihak, karena masyarakat dapat menetukan sendiri siapa yang dianggap pantas dan layak yang akan menjadi calon anggota legislatif dan partai politik untuk membawa aspirasi masyarakatnya, baik pusat maupun daerah. Bagi Larry Diamond (2003:103-107), pemilihan umum bebas dan adil yang dilakukan secara berkala, meskipun memnuhi aspek kompetisi dan partisipasi, hanya menjanjikan demokrasi pemilihan yang secara kategoris berbeda dengan demokrasi liberal. Selanjutnya Diamond merumuskan bahwa, demokrasi pemilihan adalah suatu sistem konstitusional yang menyelenggarakan pemilihan umum multipartai yang kompetitif dan teratur dengan hak pilih universal untuk memilih anggota legislatif dan kepala eksekutif. Pemilihan dan pemilihan suatu sistem pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu keputusan kelembagaan yang penting bagi negara-negara yang berupaya untuk menegakkan keberadaban dan keberkualitasan sistem politik. Karena sistem pemilihan umum akan menghasilkan logika-logika politi, atau laksana administrasi, berjalannya birokrasi hingga tumbuh dan berkembangnya civil society di dalam sistem itu selanjutnya.Kehendak rakyat ialah dasar kekuasaan pemerintah. Kehendak itu dilahirkan dalam pemilihan-pemilihan berkala dan jujur yang dilakukan dalam pemilihan umum dan berkesamaan atas pengaturan suara yang rahasia, dengan cara pemungutan suara yang bebas dan sederajat dengan itu. Dengan demikian kebebasan, kejujuran, rahasia dan berkesamaan merupakan hal yang esensial dalam penyelenggaraan pemilu.

BAB V PENUTUP

5.1 KesimpulanDemokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung atau melalui perwakilan. Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani demokratia (Kekuasaan Rakyat), yang dibentuk dari kata demos (Rakyat) dan kratos yang artinya adalah Kekuasaan. Sehingga demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.Indonesia telah berhasil menjadi sebuah negara demokrasi terbesar di dunia dan melaksanakan pemilu yang kompleks dengan sangat sukses. Meski pada awalnya banyak yang meragukan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, kenyataannya demokrasi di Indonesia saat ini telah berusia 10 tahun dan akan terus berkembang.Dalam suatu fungsi sistem politik demokratis, kehadiran pemilu yang bebas dan adil (free and fair) adalah suatu keniscayaan. Bahkan negara manapun sering menjadikan pemilihan umum sebagai klaim demokrasi atas sistem politik yang dibangunnya. Di negara-negara berkembang pemilihan umum sering kali tidak dapat dijadikan parameter yang akurat dalam mengukur demokrasi atau tidaknya suatu sistem politik. Artinya, ada tidaknya pemilu di suatu negara tidak secara otomatis menggambarkan ada atau tidaknya kehidupan demokrasi politik di negara tersebut. Hal ini disebabkan, pemilu di beberapa negara dunia ketiga seringkali tidak dijalankan dengan menggunakan prinsip-prinsip demokrasi.

5.2 Sarana. Demokrasi harus dilaksanakan dengan baik dan tertib,sehingga tujuan negara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dapat terwujud dan ketentraman akan tercipta b. Pemilu sejatinya seharusnya menjadi starting point untuk mencipta tatanan yang lebih baik. Kepentingan rakyatlah yang seharus didahulukan dari setiap kebijakan yang diputuskan.

DAFTAR PUSTAKA

G. Sorensen. Demokrasi dan Demokratisasi. Pustaka Pelajar. YogyakartaJoeniarto, 1984. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara. PT Bina Aksara. Jakarta Poerbopranoto, Koentjoro, 1987. Sistem Pemerintahan Demokrasi. PT Eresco. BandungSyamsuddin Haris, Mengugat Pemilihan Umum Orde Baru, Sebuah Bunga Rampai. Yayasan Obor Indonesia dan PPW_LIPI. Jakarta 1998 Hal 7Sudahwirrahmi, 2009. Penyelenggaraan Pemilu di Indoensia. Jurnal Universitas Sumatera Utara