kelompok 10 tpb surga neraka

Upload: azunay-valdiz

Post on 04-Mar-2016

248 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Surga Neraka Teologi Perjanjian Baru Kristen

TRANSCRIPT

SURGA DAN NERAKATPB 2

KELOMPOK 10WillyamSindyChris

DOSEN PENGAMPU : YUSAK SETIANTO

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL INDONESIAJAKARTA2015

SURGA

Dalam bahasa Inggris disebut Heaven yang berarti wilayah atmosfir atau dapat juga berarti dunia supranatural.[footnoteRef:1] Browning memandang surga sebagai dunia yang supranatural yaitu sebagai tempat kediaman Allah (Yes.66:1) yang juga dipahami masyarakat Israel sebagai langit di atas langit (Mzm.148:4).[footnoteRef:2] Lebih lanjut Browning menyatakan bahwa Paulus juga memiliki pengalaman mistis diangkat ke surga yang ketiga ( 2 Kor.12: 1 dst) dan bahwa Paulus juga menuliskan tentang Kristus yang naik di atas segala langit (Ef. 4:10) dan Browning juga mengutip dari Kitab Henokh yang menyebutkan tentang tujuh surga.[footnoteRef:3] Browning juga menyatakan bahwa surga merupakan tempat dimana Anak Manusia akan duduk di sebelah kanan Bapa (Mark.14:62) dan menyediakan tempat bagi para murid-Nya (Yoh.14:2)[footnoteRef:4] [1: W .F. R. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 427.] [2: W .F. R. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 427.] [3: W .F. R. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 427.] [4: W .F. R. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 427..]

Istilah lain yang juga merupakan sinonim dari surga ialah firdaus kata ini berasal dari bahasa Yunani paradeisos yang artinya taman.[footnoteRef:5] Kata ini diucapkan oleh Yesus dalam perkataannya di atas kayu salib kepada salah satu dari penjahat yang turut disalibkan bersama-sama dengan Dia (Luk.23:43) dan juga disebutkan dalam kesaksian Paulus dalam 2 Korintus 12 tentang seseorang (kemungkinan adalah dirinya sendiri) yang dibawa ke Firdaus dan mendengar hal-hal yang tak terkatakan.[footnoteRef:6] [5: J. Stephen Lang, 1001 Hal Yang Selalu Ingin Anda Ketahui Tentang Alkitab, tetapi tidak pernah Berpikir Untuk Menanyakannya ( Jakarta: Immanuel, 2001), 318.] [6: J. Stephen Lang, 1001 Hal Yang Selalu Ingin Anda Ketahui Tentang Alkitab, tetapi tidak pernah Berpikir Untuk Menanyakannya ( Jakarta: Immanuel, 2001), 318.]

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan baik Browning maupun Stephen Lang sama-sama berpendapat bahwa surga merupakan sebuah tempat dimana Allah berdiam dan memerintah dan bahwa di sanalah Yesus menyediakan tempat bagi para pengikut-Nya yaitu orang-orang percaya yang setia. Gagasan mengenai surga sebagai sebuah tempat merupakan sebuah gagasan yang sebenarnya ditentang oleh Donald Guthrie.[footnoteRef:7] Memang Donald Guthrie mengatakan bahwa gagasan mengenai surga sebagai sebuah kediaman memang terdapat di dalam PL dan PB.[footnoteRef:8] Namun sebenarnya, Donald Guthrie yakin bahwa hal tersebut sebenarnya bukanlah penggambaran mengenai sebuah tempat.[footnoteRef:9] Namun, lebih mengacu kepada sebuah penggambaran mengenai kehadiran seseorang.[footnoteRef:10] Donald Guthrie menyatakan bahwa ungkapan-ungkapan yang seolah-olah menyatakan seperti sebuah tempat, misalnya ungkapan-ungkapan seperti diatas atau naik, sebenarnya hanyalah ketidakmampuan bahasa untuk mengungkapkan hal yang melampaui dunia manusia.[footnoteRef:11] [7: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 230.] [8: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 229.] [9: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 229.] [10: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 229.] [11: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 229.]

KITAB-KITAB INJIL SINOPTIKDonald Guthrie menulis bahwa dalam kitab-kitab Injil Sinoptik, tidak begitu banyak hal yang dikatakan mengenai surga dan tidak ada perincian yang mendetail mengenai isi surga ataupun bayangan mengenai sesuatu yang indah-indah yang terdapat di dalam surga.[footnoteRef:12] Namun Donald Guthrie juga mengatakan bahwa banyaknya ayat tentang surga memperlihatkan bahwa topik ini memang topik yang sangat penting.[footnoteRef:13] [12: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 229.] [13: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 229.]

Allah dalam SurgaDonald Guthrie mengatakan bahwa dalam Injil Sinoptik, hubungan antara surga dan Allah itu sangat dekat.[footnoteRef:14] Donald Guthrie menulis bahwa di dalam Injil Matius, ungkapan Bapa di Surga terdapat 14 kali, sedangkan ungkapan bapa surgawi terdapat 5 kali.[footnoteRef:15] Ungkapan ini sama sekali tidak terdapat di dalam di dalam Injil Markus dan di dalam Injil Lukas sendiri, hanya terdapat 1 kali (di dalam doa Bapa Kami).[footnoteRef:16] [14: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 229.] [15: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 229.] [16: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 229.]

Donald Guthrie menulis bahwa bagi Tuhan Yesus sendiri, ungkapan Bapa Kami yang ada di Surga sebagaimana yang terdapat di dalam doa bapa kami bukanlah merupakan suatu hal yang dimaksudkan agar kita justru merasa menjadi sangat jauh dengan Bapa yang ada di Surga, namun surga sendiri searti dengan kehadiran Bapa-Nya.[footnoteRef:17] Jadi Donald Guthrie ingin menyampaikan bahwa yang terpenting bagi Tuhan Yesus adalah gabungan antara surga dengan kebapaan Allah.[footnoteRef:18] Itulah sebabnya Tuhan Yesus tidak hanya pernah mengucapkan ungkapan Bapa-Ku yang di sorga, namun Dia juga pernah mengucapkan ungkapan Bapa-Mu yang di surga.[footnoteRef:19] Hal ini dimaksudkan Tuhan Yesus agar murid-murid-Nya bisa mengerti bahwa keakraban yang dinikmati-Nya itu juga bisa dinikmati oleh murid-murid-Nya.[footnoteRef:20] [17: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 230.] [18: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 230.] [19: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 230.] [20: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 230.]

Donald Guthrie menyatakan dengan tegas bahwa gagasan tentang tempat tidaklah penting dan tidak banyak dibicarakan oleh Tuhan Yesus.[footnoteRef:21] Donald Guthrie tampaknya lebih ingin mengatakan bahwa definisi tentang surga tersebut lebih mengacu kepada kehadiran seseorang daripada tentang suatu tempat. Donald Guthrie juga tampaknya lebih suka untuk menghubungkan surga dengan hal melakukan kehendak Allah ketimbang sebuah tempat dengan mengutip Mat. 12:50; 18:14.[footnoteRef:22] [21: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 230.] [22: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 230.]

Makhluk SurgawiMenurut Donald Guthrie, hanya ada sedikit keterangan mengenai makhluk surgawi yang dijelaskan di dalam Injil-injil Sinoptik.[footnoteRef:23] Misalnya seperti peran malaikat di surga yang mana mereka menjaga anak-anak, tidak menikah, tidak tahu tentang kedatangan Tuhan, dan juga eksistensi mereka yang sering turun dan naik ke surga.[footnoteRef:24] Tuhan Yesus juga berbicara mengenai malaikat yang bersukacita apabila satu orang berdosa saja bertobat.[footnoteRef:25] Donald Guthrie mengatakan bahwa hal ini berhubungan dengan keprihatinan dan juga kepeduliaan malaikat dalam merasakan apa yang dirasakan oleh Allah mengenai orang-orang berdosa.[footnoteRef:26] [23: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 231.] [24: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 231.] [25: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 231.] [26: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 231.]

Di dalam Injil Sinoptik sendiri, menurut Donald Guthrie, hanya terdapat satu rujukan mengenai mengenai orang yang namanya tertulis di surga (Luk. 12:20).[footnoteRef:27] Mungkin hal ini merupakan keterangan yang tidak langsung mengenai kitab kehidupan yang terdapat di dalam kitab Wahyu.[footnoteRef:28] [27: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 231.] [28: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 231.]

Kehidupan yang akan DatangDonald Guthrie mengatakan bahwa informasi mengenai kehidupan yang akan datang dalam Injil Sinoptik bahkan jauh lebih sedikit ketimbang informasi mengenai makhluk surgawi.[footnoteRef:29] Dalam Mat. 6:20 memang dijelaskan soal harta di dalam surga, namun Donald Guthrie tampaknya tidak yakin dan kurang setuju jika hal tersebut memang mengacu kepada harta secara materi.[footnoteRef:30] Tidak begitu jelas mengenai keadaan apa yang akan orang-orang Kristen alami sewaktu mereka berada di sorga nanti. Namun yang jelas Injil Sinoptik jelas menulis bahwa di sorga nanti, tidak ada lagi kawin mengkawinkan. Meskipun begitu, Donald Guthrie tetap berpandangan bahwa hal tersebut tidak berarti meniadakan hubungan kekeluargaan.[footnoteRef:31] Donald Guthrie sendiri di akhir dari bab ini, tampaknya juga tidak bisa memberikan kesimpulan yang pasti mengenai persisnya kehidupan di surga nanti. Namun yang jelas, dia mengatakan bahwa yang terpenting adalah keyakinan bahwa kehidupan surgawi tersebut adalah kehidupan rohani yang tak bisa rusak.[footnoteRef:32] [29: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 231.] [30: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 231.] [31: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 232.] [32: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 232.]

TULISAN-TULISAN YOHANESDonald Guthrie menulis bahwa Yohanes kurang memperhatikan sifat-sifat dari kehidupan orang-orang percaya nanti di sorga ketimbang Matius[footnoteRef:33] Namun hal itu tidak berarti bahwa di dalam tulisan-tulisan Yohanes tidak terdapat hal tersebut. Di dalam tulisan-tulisannya, jelas tersirat bahwa Tuhan Yesus sendiri memang memikirkan tema tersebut.[footnoteRef:34] Misalnya mengenai pernyataan Tuhan Yesus yang mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga selain daripada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia dan juga soal pengakuan Tuhan Yesus bahwa diri-Nya adalah roti yang turun dari sorga merupakan bukti bahwa tema mengenai surga ini memang terdapat di dalam tulisan-tulisan Yohanes.[footnoteRef:35] [33: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 232.] [34: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 232.] [35: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 232.]

Fakta yang memang tidak bisa disangkal bahwa hanya sedikit saja yang dikatakan oleh Yohanes mengenai sorga.[footnoteRef:36] Namun, ada satu bagian dalam Injil Yohanes yang menarik mengenai keberadaan sorga dimana dalam Yohanes 14:2, Tuhan Yesus jelas sekali berkata bahwa di rumah Bapa-Nya, ada banyak sekali tempat tinggal (Monai ). Menurut Donald Guthrie, banyak sekali ahli-ahli yang tidak setuju dengan makna harafiah dari teks tersebut dimana memang hal tersebut memang betul-betul mengacu kepada banyaknya tempat tinggal yang ada di sorga.[footnoteRef:37] [36: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 233.] [37: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 233.]

KISAH PARA RASULDonald Gutrie mengatakan bahwa dalam kitab yang berbau sejarah seperti Kisah Para Rasul ini, tidaklah mengherankan bila kisah-kisah mengenai kebahagiaan kekal, surga, dll tidak terlalu mendapatkan tekanan.[footnoteRef:38] Surga hanya disebutkan beberapa kali dalam kitab ini, misalnya kisah Stefanus, Petrus, dan Paulus yang memang menerima penglihatan dari surga.[footnoteRef:39] Tidak ada perincian yang sangat jelas mengenai surga di dalam Kisah Para Rasul, namun Donald Guthrie jelas menekankan bahwa Kisah Para Rasul senada dengan kitab-kitab Injil yang tidak mengartikan sorga sebagai sesuatu yang bersifat materi.[footnoteRef:40] [38: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 234.] [39: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 234.] [40: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 234.]

PAULUSDonald Guthrie mengatakan bahwa Paulus memang mengharapkan tentang kebahagian kekal, namun sama seperti penulis Perjanjian Baru lainnya, Paulus hanya sedikit saja membicarakan mengenai kebahagiaan tersebut.Allah dalam SurgaDonald Guthrie mengatakan bahwa sangat jelas sekali bahwa Paulus yakin bahwa kediaman Allah ada di sorga.[footnoteRef:41] Paulus juga berbicara bahwa murka Allah nanti akan datang dari sorga.[footnoteRef:42] Paulus juga membandingkan tentang keberadaan Adam yang kedua yang berasal dari sorga dan juga Adam pertama yang berasal dari bumi.[footnoteRef:43] Paulus sendiri juga menulis bahwa Kristus nanti akan datang dari sorga.[footnoteRef:44] [41: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 234.] [42: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 234.] [43: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 234.] [44: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 234.]

Yang menjadi pusat kebingungan dari Donald Guthrie adalah 2 Korintus 12:1 dimana dikatakan oleh Paulus bahwa dirinya pernah diangkat langsung ke sorga tingkat tiga. Donald Guthrie menyatakan bahwa hal tersebut sangat tidak jelas sekali apa maknanya, Namun, Donald Guthrie cukup yakin bahwa hal itu tidak bisa dianggap sebagai pembenaran bahwa sorga adalah sebuah tempat. Donald Guthrie cukup yakin bahwa Paulus memahami surga sebagai sebuah keberadaan dan kehadiran Allah bukan sebagai tempat.[footnoteRef:45] [45: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 234.]

Makhluk SurgawiMengenai makhluk surgawi, Donald Guthrie menulis bahwa Paulus memang memusatkan perhatiannya pada kedudukan orang percaya di sorga dan juga sedikit mengenai malaikat dan kegiatannya.[footnoteRef:46] Paulus mengatakan bahwa ia dan tekan-rekannya dijadikan tontonan bagi dunia, manusia, dan malaikat (1 Kor. 4:9).[footnoteRef:47] Donald Guthrie menyimpulkan berdasarkan hal ini bahwa tampaknya malaikat memang tertarik terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh manusia.[footnoteRef:48] [46: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 235.] [47: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 235.] [48: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 235.]

Fokus Donald Guthrie tampaknya berfokus pada kewarganegaraan sorgawi yang dsinggung-singgung oleh Paulus (Fil. 3:20).[footnoteRef:49] Donald Guthrie mengatakan bahwa pada zaman Paulus, orang begitu mendamba-dambakan kewarganegaraan Roma, namun Donald Guthrie menegaskan bahwa Paulus jelas mengatakan bahwa kewarganegaraan sorga jauh lebih berharga ketimbang kewarganegaraan duniawi yang fana seperti itu.[footnoteRef:50] [49: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 235.] [50: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 235.]

Kehidupan yang akan DatangDonald Guthrie mengatakan bahwa Paulus meringkaskan pengharapan orang percaya sebagai suatu pengharapan yang telah disediakan di sorga (Kol. 1:5).[footnoteRef:51] Paulus menekankan mutu kehidupan orang percaya dimana hidup kekal itu bersifat nyata karena tidak dapat dirusak.[footnoteRef:52] Paulus juga memberikan gambaran mengenai kemuliaan kekal yang akan diterima oleh setiap orang percaya yang mana setiap orang percaya akan diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar (2 Kor. 3:18).[footnoteRef:53] [51: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 235.] [52: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 235.] [53: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 235-236.]

Donald Guthrie menulis bahwa memang dalam Filipi 3:20 dan juga Galatia 4:26, Paulus berbicara mengenai kota sorgawi.[footnoteRef:54] Namun, Donald Guthrie tampaknya ingin menegaskan bahwa hal tersebut tidak lain hanyalah sebagai cara Paulus untuk mengungkapkan makna tentang sorga dalam bahasa politik yang mana di dalamnya sebenarnya mengandung makna persekutuan.[footnoteRef:55] Jadi, Donald Guthrie yakin bahwa Paulus sama sekali tidak memaksudkan untuk membicarakan sebuah kota yang benar-benar harafiah, itu semuanya hanyalah bahasa politik yang digunakan Paulus untuk menyampaikan gagasan tentang persekutuan.[footnoteRef:56] [54: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 236.] [55: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 236.] [56: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 236.]

SURAT IBRANIDonald Guthrie menulis bahwa isi yang terdapat di dalam surat Ibrani ini sangat menambah pengertian kita mengenai keadaan surgawi.[footnoteRef:57] Keterangan dari surat Ibrani tersebut dapat digolongkan sebagai bukti tentang tahta, kemah suci, perhentian, dan kota sorgawi.[footnoteRef:58] [57: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 236.] [58: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 236.]

TahtaMenurut Donald Guthrie, gagasan tentang tahta sangat penting dalam surat Ibrani (Ibr. 1:8; 4:16; 8:1; 12:2; 1:3).[footnoteRef:59] Tahta sorgawi melambangkan kedaulatan Allah yang menimbulkan perasaan takut dalam diri manusia (Ibr. 12:28).[footnoteRef:60] Donald Guthrie menyatakan bahwa ketakutan akan Allah yang Mahadashyat itulah yang membuat kehadiran Tuhan Yesus sebagai Imam Besar itu perlu.[footnoteRef:61] Jadi Donald Guthrie ingin menyampaikan karena Allah begitu dashyat dan menakutkan, maka diperlukan Tuhan Yesus yang menjadi Imam Besar bagi kita untuk memperantarai antara Allah dan kita. [59: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 237.] [60: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 237.] [61: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 237]

Kemah SuciDonald Guthrie tampaknya ingin menyampaikan bahwa istilah mengenai Kemah Suci ini sebenarnya hanyalah simbolik saja, karena dia yakin bahwa tidak mungkin ada sistem upacara ibadah di sorga.[footnoteRef:62] Donald Guthrie menyatakan bahwa penulis kitab Ibrani mengambil istilah-istilah dari ibadah kuno Israel untuk mengungkapkan konsep-konsep sorgawi.[footnoteRef:63] Misalnya, kemah yang di bumi itu mengacu kepada kemah yang lebih besar dan sempurna (Ibr. 9:11).[footnoteRef:64] Tempat kudus di bumi sendiri mengacu kepada tempat kudus baru yang lebih baik (Ibr. 8:12; 9:12).[footnoteRef:65] Tuhan Yesus sendiri digambarkan sebagai Imam Besar yang ditinggikan lebih daripada tingkat-tingkat sorga yang mana Donald Guthrie mengatakan bahwa itu hanyalah gaya bahasa simbolik untuk menyatakan bahwa Kristus ditempatkan di tempat yang setinggi-tingginya.[footnoteRef:66] Namun, meskipun Donald Guthrie menyatakan bahwa banyak ungkapan-ungkapan simbolik di dalam Surat Ibrani ini, dia tetap yakin bahwa ungkapan Tuhan Yesus duduk di sebelah kanan Allah adalah sesuatu yang harafiah.[footnoteRef:67] [62: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 237] [63: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 237] [64: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 237] [65: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 237.] [66: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 237] [67: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 237]

PerhentianDonald Guthrie menulis bahwa dalam Ibrani 3 dan 4, diuraikan tentang perhentian yang dijanjikan Allah bagi umat-Nya.[footnoteRef:68] Donald Guthrie menulis bahwa menurut bapa gereja mula-mula, ada tiga jenis perhentian, yatu perhentian Tuhan dari pekerjaan-Nya, perhentian orang Israel di Palestina, dan perhentian dalam kerajaan sorga.[footnoteRef:69] Perhentian dalam kerajaan sorga adalah perhentian yang sejati dibandingkan dua perhentian yang lainnya.[footnoteRef:70] [68: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 237.] [69: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 237] [70: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 237]

KotaMenurut Donald Guthrie, gagasan sorga sebagai kota sebenarnya tidak terdapat sama sekali di dalam ajaran Tuhan Yesus dan hanya muncul sepintas di dalam tulisan-tulisan Paulus.[footnoteRef:71] Namun, tema seperti ini merupakan tema yang khas di dalam surat Ibrani.[footnoteRef:72] Penulis ktiab Ibrani memberikan gambaran tersebut dengan memberikan contoh Abraham yang mengembara dimana Abraham mengharapkan kota kekal yang dibangun oleh Allah (Ibr. 11:10).[footnoteRef:73] Begitu juga orang-orang beriman yang disebutkan oleh penulis kitab Ibrani dimana dikatakan bahwa orang-orang beriman tersebut merindukan tanah air sorgawi yang lebih baik (Ibr. 11:16).[footnoteRef:74] Kota ini dinyatakan dalam surat Ibrani 12:22 sebagai kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi.[footnoteRef:75] [71: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.] [72: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.] [73: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.] [74: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.] [75: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.]

Menurut Donald Guthrie, tidaklah mengherankan dalam lingkungan orang-orang Yahudi bahwa kota Yerusalem memang dilambangkan sebagai sorga karena memang pengharapan orang-orang Yahudi terpusat pada kota tersebut.[footnoteRef:76] Kota tersebut merupakan kota yang dicita-citakan dalam Yehezkiel 40-48 dan di dalam tulisan-tulisan Apokaliptik sendiri, kota tersebut menjadi gambaran sorga yang dianggap sudah ada sebelum segala sesuatu ada (Apokalips Barukh 4:22; 4 Ezra 7:26).[footnoteRef:77] Kota tersebut menjadi Yerusalem Sorgawi (Testament Daniel 5:12; Henokh 90:28).[footnoteRef:78] [76: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.] [77: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.] [78: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.]

Donald Guthrie sendiri memberikan penjelasan mengapa sorga harus digambarkan sebagai kota dimana kota menggambarkan persekutuan dan kerja sama dan kesuksesan kota tersebut bergantung pada semangat kebersamaan.[footnoteRef:79] Kota Yerusalem Sorgawi melambangkan tata tertib yang sempurna dimana segala sesuatu yang mencemarkan dihapus.[footnoteRef:80] Kota sorgawi yang mana penuh dengan kehidupan dan kegembiraan malaikat yang tak terhitung jumlahnya dan orang-orang yang namanya terdaftar di sorga.[footnoteRef:81] Selain itu, di dalam kota tersebut, roh-roh orang benar juga telah disempurnakan.[footnoteRef:82] Kota tersebut merupakan sebuah kota yang memiliki kesempurnaan.[footnoteRef:83] [79: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.] [80: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.] [81: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.] [82: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.] [83: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 238.]

SURAT-SURAT YAKOBUS DAN PETRUSDonald Guthrie menulis bahwa surat Yakobus merupakan surat yang berisikan tentang hal-hal yang bersifat praktis, karena itu, di dalam suratnya tidak menjelaskan pengertian apapun mengenai sorga.[footnoteRef:84] Namun, dalam surat Petrus memuat beberapa petunjuk tentang sorga.[footnoteRef:85] Seperti misalnya di dalam 1 Petrus 1:4 dikatakan mengenai bagian yang tidak dapat binasa yang akan diterima oleh orang-orang percaya nanti di sorga.[footnoteRef:86] Dalam 1 Petrus 1:12, dikatakan bahwa tempat tinggal Roh Kudus adalah di sorga.[footnoteRef:87] Dalam 1 Petrus 3:22 sendiri dikatakan bahwa saat ini Kristus juga sedang tinggal di dalam sorga.[footnoteRef:88] [84: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 239.] [85: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 239.] [86: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 239.] [87: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 239.] [88: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 239.]

Dalam surat 2 Petrus sendiri, Donald Guthrie menyatakan bahwa surat ini memberikan pandangan tentang masa depan yang berpusat pada keadaan akhir langit dan bumi, kehancurannya oleh api, serta langit dan bumi yang baru.[footnoteRef:89] Mengenai langit dan bumi yang baru ini, Donald Guthrie memberikan komentar bahwa memang, bagian soal langit dan bumi ini mengindikasikan sesuatu yang bersifat materi, namun dia cukup yakin bahwa hal itu tidak berarti bahwa makna ayat itu harafiah.[footnoteRef:90] Yang jelas, inti dari 2 Petrus ini adalah orang-orang percaya akan menerima hak untuk memasuki kerajaan kekal, yaitu kerajaan Tuhan (2 Pet. 1:11).[footnoteRef:91] [89: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 239.] [90: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 239.] [91: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 240.]

KITAB WAHYUDonald Guthrie menyatakan bahwa kitab Wahyu lebih menarik perhatian para pembaca mengenai masalah sorga ketimbang kitab-kitab yang lain.[footnoteRef:92] Beberapa hal yang menjadi perhatian khusus dalam kitab; penglihatan mengenai sorga, penggambaran mengenai Allah dan Anak Domba yang ditinggikan, pemandangan penyembahan di sorga, perkawinan Anak Domba, dan Yerusalem Baru.[footnoteRef:93] [92: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 240.] [93: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 240.]

Penglihatan mengenai SorgaDalam bagian ini, Donald Guthrie menceritakan tentang penglihatan yang dialami oleh Yohanes dimana Yohanes melihat banyak sekali hal tentang sorga, misalnya Yohanes melihat Tuhan Yesus sendiri, selain itu ia melihat malaikat, peniupan sangkakala, malapetaka, dan penghakiman.[footnoteRef:94] [94: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 241.]

Menurut Donald Guthrie, hal yang paling khusus dibicarakan dalam kitab Wahyu ialah kehadiran Anak Domba di sorga yang telah disembelih.[footnoteRef:95] Donald Guthrie mengatakan bahwa banyak sekali ayat di dalam kitab Wahyu yang menggambarkan Anak Domba tersebut ditempatkan pada pusat sorga dan disamakan dengan Allah.[footnoteRef:96] Ada dua tahta di dalam sorga, yaitu Tahta Allah dan taha Anak Domba dimana Donald Guthrie mengatakan bahwa penyembahan diarahkan kepada Dia yang duduk di atas tahta dan kepada Anak Domba.[footnoteRef:97] Yang jelas, hal yang paling menonjol di dalam kitab Wahyu adalah kedudukan Anak Domba yang ditinggikan dan Donald Guthrie cukup yakin bahwa sama sekali tidak ada petunjuk bahwa hal tersebut tidak akan berlanjut sampai selama-lamanya.[footnoteRef:98] [95: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 241.] [96: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 241.] [97: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 241.] [98: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 241.]

Makhluk-makhluk SorgawiDonald Guthrie mengatakan bahwa terlepas dari makhluk-makhluk yang muncul di dalam sorga, tampaknya ada golongan khusus lain di sorga dimana tertulis ada golongan dari orang-orang yang mati syahid yang berada di sorga (Why. 6:9; 20:4).[footnoteRef:99] Orang yang melalui kesusahan besar juga dikhususkan (Why. 7:14) dan orang-orang yang dimateraikan sebagai hamba-hamba Allah (Why. 7:3; 14:1).[footnoteRef:100] Donald Guthrie memberikan kesimpulan bahwa kualifikasi untuk dapat masuk ke dalam golongan-golongan ini ialah mereka yang jubahnya dicuci dalam darah Anak Domba yang melambangkan kekudusan melalui pengorbanan Kristus.[footnoteRef:101] Jadi, para penghuni sorga adalah orang-orang dimana mereka adalah orang-orang yang namanya dituliskan dalam buku kehidupan Anak Domba.[footnoteRef:102] [99: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 241.] [100: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 241.] [101: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 241.] [102: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 241.]

Donald Guthrie mengatakan bahwa salah satu peristiwa yang paling penting bagi umat Allah ialah Perjamuan Kawin Anak Domba (Why. 19:6; 21:2).[footnoteRef:103] Dalam bagian ini, jemaat digambarkan sebagai pengantin perempuan dimana para pengantin perempuan tersebut memakai pakaian pengantin yang berkilauan yang melambangkan kemurniannya yang mana hal tersebut mengacu kepada perbuatan benar dari orang-orang kudus.[footnoteRef:104] Namun, Donald Guthrie ingin memberikan penekanan bahwa hal ini tidak berarti bahwa jemaat dapat berkenan kepada Allah melalui usaha mereka sendiri.[footnoteRef:105] Namun, lebih karena perbuatan mereka yang dianggap benar berdasarkan kebenaran yang telah mereka terima.[footnoteRef:106] [103: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 241.] [104: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 242.] [105: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 242.] [106: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 242.]

Yerusalem BaruDonald Guthrie mengatakan bahwa zaman kita sekarang ini akan berakhir dengan kehancuran langit dan bumi dan setelah itu dilanjutkan dengan penciptaan langit dan bumi yang baru.[footnoteRef:107] Yerusalem Baru merupakan pusat dari langit dan bumi yang baru ini dimana Yerusalem Baru itu disamakan dengan pengantin perempuan Anak Domba (Why. 21:2, 9, 10).[footnoteRef:108] Donald Guthrie menulis bahwa di dalam kota itu nanti, Allah dan Anak Domba-lah yang akan disembah.[footnoteRef:109] Kesedihan, kematian, dukacita, kesakitan tidak akan ada lagi disana.[footnoteRef:110] Donald Guthrie menulis bahwa memang hal ini disajikan secara simbolik, namun kebenarannya sama sekali tidak bisa disangkal.[footnoteRef:111] [107: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 242.] [108: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 242.] [109: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 242.] [110: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 242.] [111: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 243.]

NERAKA

Perjanjian Lama sebenarnya tidak memiliki doktrin tentang neraka sebagai suatu tempat penghukuman yang kekal,[footnoteRef:112] tetapi yang terdapat di dalam Perjanjian Lama adalah sebuah istilah Sheol , yaitu sebuah kata dari bahasa Ibrani yang disebutkan sebanyak lebih dari enam puluh kali di dalam Perjanjian Lama dan biasanya diterjemahkan sebagai kuburan.[footnoteRef:113] Bahkan, Alkitab King James Version kadang kala menerjemahkan Sheol sebagai neraka.[footnoteRef:114] Orang Israel sendiri sebenarnya menganggap Sheol sebagai tempat yang dituju setiap orang setelah mati.[footnoteRef:115] Kepercayaaan masyarakat Israel ini dapat dilihat dalam Mazmur 6:6, sebab di dalam maut tidaklah orang ingat kepada-Mu; siapakah yang akan bersyukur kepada-Mu di dalam dunia orang mati? Oleh karena itu, bagi orang Israel, makna dari kengerian Sheol adalah dipisahkan dari orang-orang yang mereka kasihi termasuk persekutuan dengan Allah.[footnoteRef:116] [112: J. Stephen Lang, 1001 Hal Yang Selalu Ingin Anda Ketahui Tentang Alkitab, tetapi tidak pernah Berpikir Untuk Menanyakannya ( Jakarta: Immanuel, 2001), 318.] [113: J. Stephen Lang, 1001 Hal Yang Selalu Ingin Anda Ketahui Tentang Alkitab, tetapi tidak pernah Berpikir Untuk Menanyakannya ( Jakarta: Immanuel, 2001), 318.] [114: J. Stephen Lang, 1001 Hal Yang Selalu Ingin Anda Ketahui Tentang Alkitab, tetapi tidak pernah Berpikir Untuk Menanyakannya ( Jakarta: Immanuel, 2001), 318.] [115: J. Stephen Lang, 1001 Hal Yang Selalu Ingin Anda Ketahui Tentang Alkitab, tetapi tidak pernah Berpikir Untuk Menanyakannya ( Jakarta: Immanuel, 2001), 318.] [116: J. Stephen Lang, 1001 Hal Yang Selalu Ingin Anda Ketahui Tentang Alkitab, tetapi tidak pernah Berpikir Untuk Menanyakannya ( Jakarta: Immanuel, 2001), 318.]

Menurut Stephen Lang, alasan mengapa neraka digambarkan sebagai tempat berapi kemungkinan berasal dari gambaran peristiwa yang terjadi di Lembah Ben Hinom yang terletak di luar Yerusalem yang dikenal sebagai tempat penyembelihan dimana anak-anak dikurbankan (dibakar) untuk dewa Molokh (Yer.7:31).[footnoteRef:117] Meski pada masa PL praktek seperti itu telah dihentikan oleh raja Yosia, tetapi sampai sekarang tempat itu terus diingat sebagai tempat penyembahan berhala dan kematian.[footnoteRef:118] Oleh karena itu, W.R.F Browning juga sependapat dengan Stephen Lang bahwa lembah Ben-Hinom ini merupakan gambaran dari neraka, tempat kutukan dan pemusnahan orang-orang fasik (Mat.18:8-9).[footnoteRef:119] [117: J. Stephen Lang, 1001 Hal Yang Selalu Ingin Anda Ketahui Tentang Alkitab, tetapi tidak pernah Berpikir Untuk Menanyakannya ( Jakarta: Immanuel, 2001), 318.] [118: W. R. F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 55.] [119: W. R. F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 55.]

Mengenai letak neraka, Arif Santoso penulis buku The God Way Handbook mengacu pada Bilangan 16:32-33 dan menyimpulkan bahwa neraka itu berada di suatu tempat di rahim bumi.[footnoteRef:120] Dan nampaknya, sebagaimana apa yang tercatat dalam ayat ini bahwa bumi membuka mulutnya dan menelan Korah dan keluarganya dengan segala harta mereka sehingga mereka turun hidup-hidup ke dalam dunia orang mati jelas menunjukkan bahwa neraka itu berada di bawah bumi.[footnoteRef:121] [120: Arif Santoso, The God Way Handbook (Jakarta: PT MEC, 2009), 197.] [121: Arif Santoso, The God Way Handbook (Jakarta: PT MEC, 2009), 197.]

KITAB-KITAB INJIL SINOPTIKDonald Guthrie mengatakan topik tentang neraka ini diungkapkan lebih khusus di dalam Injil-injil Sinoptik ketimbang bagian-bagian PB lainnya.[footnoteRef:122] Menurut Donald Guthrie, ada beberapa ungkapan Tuhan Yesus yang menarik soal neraka ini.[footnoteRef:123] Ungkapan Gehenna terdapat beberapa kali di dalam Injil Matius (Mat. 5:22, 29, 30; 10:28; 18:9; 23:15; 23:33), 3 kali di dalam Injil Markus (Mrk. 9:43, 45, 47), dan 1 kali di dalam Injil Lukas (Luk. 12:5).[footnoteRef:124] Kata Hades sendiri juga ditemukan dalam arti tempat penghukuman sebagaimana yang terdapat di dalam Mat. 11:23; 16:18 dan Luk. 10:15; 16:23.[footnoteRef:125] Yang jelas, Tuhan Yesus memang mengajarkan mengenai adanya tempat yang berlawanan dengan surga yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang dihukum oleh Allah.[footnoteRef:126] [122: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 243.] [123: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 243.] [124: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 243.] [125: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 243.] [126: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 243.]

Donald Guthrie menyatakan bahwa ada banyak sekali orang yang tampaknya tidak menyukai gagasan mengenai neraka tersebut yang dikatakan bahwa penghakimannya adalah kekal.[footnoteRef:127] Mereka menganggap bahwa sorga dan neraka itu hanyalah mitos yang diciptakan oleh tradisi-tradisi gereja saja.[footnoteRef:128] Namun, kita tidak bisa membantah ataupun menyangkal bahwa Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa tempat itu memang ada. Tuhan Yesus jelas berbicara bahwa neraka itu adalah sebuah tempat dimana apinya tidak akan pernah terpadamkan (Mrk. 9:43) sehingga Tuhan Yesus berkata bahwa lebih baik bagi seseorang masuk ke dalam sorga dalam keadaan cacat daripada masuk neraka dalam keadaan utuh.[footnoteRef:129] Neraka digambarkan sebagai keadaan penghukuman yang bersifat terus-menerus dimana ulat-ulatnya tidak mati dan bangkainya tidak pernah padam.[footnoteRef:130] [127: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 243.] [128: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 243.] [129: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 243.] [130: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 243.]

Dalam perumpamaan tentang kambing dan domba sendiri, dituliskan bahwa para kambing tersebut akan dilemparkan ke dalam api kekal yang memang telah disediakan bagi iblis dan malaikat-malaikatnya.[footnoteRef:131] Donald Guthrie mengatakan bahwa Allah adalah seorang Allah yang harus ditakuti karena Ia memiliki kuasa untuk menghancurkan tubuh dan juga jiwa.[footnoteRef:132] Lukas sendiri juga mencatat mengenai kisah orang kaya dan Lazarus dimana orang kaya tersebut diceritakan sedang mengalami penderitaan yang hebat di dalam api siksaan tersebut dan juga dikatakan bahwa antara sorga dan neraka terdapat jurang yang luar biasa jauhnya yang tidak mungkin bisa diseberangi.[footnoteRef:133] Donald Guthrie tampaknya agak sedikit bingung apakah kisah mengenai orang kaya yang di neraka tersebut menggambarkan tentang keadaan orang sesudah kematian atau keadaan akhir.[footnoteRef:134] Tetapi yang jelas, sama sekali tidak ada petunjuk bahwa orang kaya tersebut dapat melepaskan diri dari keadaannya yang sangat mengenaskan tersebut.[footnoteRef:135] Yang jelas, Donald Guthrie ingin menekankan bahwa bagi Tuhan Yesus sendiri, penghukuman jelas merupakan sesuatu yang penting.[footnoteRef:136] [131: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 244.] [132: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 244.] [133: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 244.] [134: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 244.] [135: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 244.] [136: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 245.]

TULISAN-TULISAN YOHANESMenurut Donald Guthrie, dalam tulisan-tulisan Yohanes hampir tidak ditemukan sama sekali gagasan mengenai neraka.[footnoteRef:137] Memang Yohanes menyinggung sedikit soal neraka, namun tidak secara detail. Donald Guthrie berkesimpulan bahwa Yohanes tampaknya tidak begitu tertarik soal topik neraka, berbeda dengan para penulis Injil Sinoptik yang memuat banyak hal tentang neraka.[footnoteRef:138] [137: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 245.] [138: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 245.]

PAULUSDonald Guthrie tampaknya agak menitikberatkan perhatiannya pada surat 2 Tesalonika yang dia nilai berbicara lebih banyak mengenai keadaan akhir dari orang-orang sesat meskipun di dalamnya juga tidak dibahas secara detail mengenai keadaan penghukuman tersebut.[footnoteRef:139] Menurut 2 Tesalonika 1:5-9, dikatakan bahwa para penindas orang Kristen akan dibalas dengan penindasan lagi, inilah bagian dari apa yang Paulus sebutkan sebagai keadilan penghakiman Allah.[footnoteRef:140] Selain itu, Paulus juga berbicara tentang penampakan Kristus Yesus di dalam api yang bernyala-nyala untuk mengadakan pembalasan bagi mereka yang tidak mau mengenal Allah dan yang tidak mentaati Injil.[footnoteRef:141] Dikatakan juga hal tentang dijauhkan dari hadirat Allah dan dari kemuliaan kekuataan-Nya yang merupakan penjelasan Paulus mengenai penghukuman kekal.[footnoteRef:142] Donald Guhtrie menekankan bahwa dijauhkan dari hadirat Allah merupakan arti dari neraka yang sesungguhnya.[footnoteRef:143] [139: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 246.] [140: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 246.] [141: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 246.] [142: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 246.] [143: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 246.]

BAGIAN-BAGIAN LAIN DARI PERJANJIAN BARUDalam bagian-bagian lain di dalam PB, Ibrani 10:27 jelas berbicara tentang api penghakiman, yaitu masa yang mengerikan bagi mereka yang sengaja berbuat dosa setelah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran.[footnoteRef:144] Itulah sebabnya penulis kitab Ibrani sampai berkata bahwa ngeri benar kalau jatuh ke tangan Allah yang hidup.[footnoteRef:145] [144: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 247.] [145: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 247.]

Donald Guthrie mengatakan keadaan akhir dari orang-orang jahat tidak mendapatkan perhatian dalam bagian PB lainnya kecuali dalam surat 2 Petrus dan Yudas.[footnoteRef:146] Yudas menulis tentang Sodom dan Gomora yang mengalami siksaan api yang kekal sebagai penghakiman karena percabulan dan nafsu yang tidak wajar dan juga penghukuman yang ditentukan bagi mereka yang menyalahgunakan anugerah Allah dan menyangkal Tuhan Yesus.[footnoteRef:147] Dalam 2 Petrus 2:4 juga disebutkan mengenai malaikat-malaikat jatuh yang telah dilemparkan ke dalam neraka (Tartarus).[footnoteRef:148] Menurut Donald Guhtrie, kata Tartarus ini tidak terdapat di dalam bagian-bagian PB lainnya dan kata itu sendiri memiliki arti sebagai rumah penjara bagi malaikat-malaikat yang jatuh, tempat untuk menunggu penyerahan mereka kepada hukuman yang kekal.[footnoteRef:149] [146: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 247] [147: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 247] [148: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 247] [149: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 247]

Dalam kitab Wahyu, konsep mengenai neraka digambarkan lebih jelas lagi dimana para orang-orang fasik akan disiksa dengan api dan belerang di depan mata malaikat-malaikat kudus dan di depan mata Anak Domba.[footnoteRef:150] Siang dan malam mereka tidak akan pernah berhenti disiksa dan nabi palsu dan juga binatang tersebut juga akan dilemparkan ke dalam lautan api tersebut. Inilah kematian kedua yang digambarkan oleh kitab Wahyu.[footnoteRef:151] [150: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 247] [151: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 247]

KESIMPULANBerdasarkan pandangan Donald Guthrie, maka kita bisa tahu bahwa Donald Guthrie menyimpulkan bahwa surga bukanlah sebuah tempat, melainkan kehadiran Allah.[footnoteRef:152] Selain itu, kehadiran malaikat sendiri memang nyata, namun tidak jelas apa fungsi mereka di sorga.[footnoteRef:153] Yang jelas, Donald Guthrie mengatakan bahwa fungsi mereka pastilah tidak akan jauh berbeda dengan fungsi mereka sewaktu di bumi, yaitu melaksanakan perintah-perintah Allah.[footnoteRef:154] Donald Guthrie juga memberikan penekanannya soal neraka dimana neraka adalah lebih kepada suatu keadaan penghukuman ketimbang sebuah tempat meskipun memang Alkitab menggambarkannya sebagai sebuah tempat.[footnoteRef:155] [152: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 248.] [153: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 248.] [154: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 248.] [155: Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 248.]