kelayakan proyek pembangunan jaringan gas kota...
TRANSCRIPT
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, peningkatan produk
domestik bruto (PDB) dan jumlah penduduk di Indonesia maka konsumsi bahan
bakar minyak (BBM) akan semakin meningkat, baik untuk kegiatan produksi
maupun transportasi. Dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan,
maka terjadi peningkatan kebutuhan akan barang-barang produksi yang akhirnya
memicu kegiatan produksi oleh produsen. Selain itu mobilitas masyarakat
semakin tinggi dan berdampak pada meningkatnya kebutuhan sarana transportasi,
energi untuk listrik, telepon dan fasilitas umum lainnya. Berdasarkan laporan BP
Statistical Review (2015) seperti yang disajikan pada Gambar 1, mengenai
perkembangan konsumsi minyak mentah yang terjadi selama ini di Indonesia. Di
era tahun 1970-an, konsumsi minyak hanya dikisaran 6.8 juta ton. Namun, dari
tahun ke tahun konsumsi terus meningkat dan tumbuh di kisaran 6.1 % per tahun
selama periode 1970 hingga 2015.
Sumber : BP Statistical Review (2015)
Gambar 1 Pertumbuhan konsumsi dan produksi minyak Indonesia tahun 1970-
2015
Kondisi yang bertolak belakang terjadi antara kinerja produksi dan
konsumsi minyak dan pada akhirnya membuat Indonesia mengalami defisit
minyak. Pada tahun 2004 Indonesia mengalami defisit sekitar 6.5 juta ton,
kemudian terus meningkat hingga tahun 2015 mengalami defisit sebesar 33.6 juta
ton. Konsekuensi defisit membuat Indonesia harus impor baik dalam bentuk
minyak mentah maupun hasil olahan (bensin, solar dan minyak tanah) dan ketika
impor meningkat maka akan berdampak pada neraca perdagangan berjalan
Indonesia. Menurut data Pertamina (2015) seperti yang disajikan pada Gambar 2,
laju konsumsi BBM/LPG terus meningkat dan sudah melebihi produksi minyak
mentah sejak 2001. Hal ini yang menyebabkan Indonesia memutuskan untuk
impor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan BBM/LPG tersebut. Alternatif
-40
-20
0
20
40
60
80
1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Juta
To
n
Surplus/Defisit
Konsumsi Minyak Mentah
2
lain yang bisa dikembangkan adalah sumber energi lainnya selain minyak karena
Indonesia juga memiliki sumber energi primer lainnya yang tidak kalah dalam hal
nilai kalori dan keekonomiannya seperti gas, batu bara, coal bed methane (CBM),
dan energi terbarukan seperti panas bumi, surya, dan angin. Menurut Iskandar et
al. (2016) Indonesia saat ini masuk sebagai negara net importir migas, meskipun
sebelumnya sempat menjadi salah satu negara eksportir migas dan menjadi
anggota dari Organization Petroleum Exporting Countries (OPEC)
Sumber : Pertamina (2015) Gambar 2 Produksi minyak dan konsumsi BBM/LPG Indonesia tahun 1965-2014
Terkait gas bumi, Indonesia mempunyai catatan yang sangat baik dimana
sejak tahun 1970 sampai dengan 2012, Indonesia merupakan negara produsen
terbesar gas bumi di Asia Pasifik dengan angka 1.909 Juta Ton Equivalent Oil (JT
EO), meskipun pada tahun 2015 menempati posisi 2 terbesar setelah China
sebagai negara produsen gas bumi di Asia Pasifik dengan produksi 67.5 JT EO.
Hal ini disajikan dalam Gambar 3 berdasarkan data dari BP Statistical Review
(2015) mengenai total produksi gas alam Asia Pasifik periode 1970-2015.
Sumber : BP Statistical Review (2015)
Gambar 3 Produksi gas alam Asia Pasifik dan posisi Indonesia tahun 1970-2015
-
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
19
65
19
67
19
69
19
71
19
73
19
75
19
77
19
79
19
81
19
83
19
85
19
87
19
89
19
91
19
93
19
95
19
97
19
99
20
01
20
03
20
05
20
07
20
09
20
11
20
13
10
00
ba
rre
l/h
ari
Produksi dan Konsumsi Minyak Mentah Indonesia
Produksi MM/LPG
Konsumsi BBM/LPG
1070.9
334.8
387.5
1494.0
687.9
1908.9
1199.5
189.8
795.7
563.9
99.7
439.6
Australia
Bangladesh
Brunei
China
India
Indonesia
Malaysia
Myanmar
Pakistan
Thailand
Vietnam
Other
TOTAL PRODUKSI GAS ALAM1970-2015 (JTEO)
124.2
67.5
61.4
60.3
37.7
35.8
26.3
24.9
24.1
17.6
11.4
9.6
China
Indonesia
Malaysia
Australia
Other
Pakistan
India
Vietnam
Bangladesh
Myanmar
Brunei
Thailand
TOTAL PRODUKSI GAS ALAM2015 (JTEO)
3
Hingga saat ini produksi gas Indonesia sudah sangat besar, tetapi Indonesia
diperkirakan masih memiliki potensi sumber gas yang cukup besar. Sesuai data
yang disajikan dalam Gambar 4, Facts Global Energy (2012) memperkirakan
bahwa produksi kotor gas Indonesia masih di atas 8.300 million standard cubic
feet per day (MMSCFD), bahkan diperkirakan dapat di atas 9.000 MMSCFD
pada tahun 2020. Namun Indonesia belum mampu menikmati produksi gas secara
maksimal untuk kebutuhan domestik. Gas cenderung diexpor untuk kepentingan
luar negeri dan tidak menutup kemungkinan termasuk potensi produksi di masa
yang akan datang. Karena itu sudah harus dimulai perencanaan untuk
pemanfaatan gas secara skala besar untuk kebutuhan industri dan rumah tangga,
dalam rangka mengurangi pemakaian bahan bakar minyak dan LPG.
Sumber : Facts Global Energy (2012)
Gambar 4 Perkiraan konsumsi dan produksi Gas Indonesia tahun 1995-2030
Indonesia hingga saat ini belum menikmati gas secara optimal meskipun
harga gas lebih murah dibanding dengan BBM/LPG. Hal ini terlihat dari
pemakaian bauran sumber energi di Indonesia pada tahun 2015 seperti yang
disajikan pada Gambar 5. Berdasarkan data dari BP Statistical Review (2015)
dimana Indonesia masih mengandalkan minyak mentah dengan persentase sebesar
37%, kemudian gas 18%, dan batu bara 40%. Bandingkan dengan negara-negara
lainnya yang sudah menggunakan gas dalam skala yang lebih besar seperti China,
India dan Korea dan ini menjadi semacam ironi dimana Indonesia sebagai negara
penghasil gas terbesar ke 2 di kawasan Asia Pasifik tetapi pemakaian gas masih
relatif kecil dibanding negara-negara lainnya.
Seiring dengan harga minyak mentah yang mulai meningkat, gas mulai
menjadi perhatian pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan program konversi
BBM ke gas alam. Namun program ini dapat dikatakan tidak berjalan dengan
lancar dikarenakan beberapa kendala antara lain keberadaan infrastruktur
transmisi dan ditribusi gas yang masih kurang dan harga BBM/LPG yang menjadi
lebih murah karena adanya subsidi. Infrastruktur diakui memang kurang memadai
dan terbatas karena selama ini pemerintah terfokus pada BBM, sehingga kurang
adanya perencanaan di sektor gas. Terkait dengan harga BBM/LPG yang murah
juga berpengaruh terhadap masyarakat dalam memilih alternatif bahan bakarnya
4
dan BBM/LPG yang murah mengurangi daya saing gas di masyarakat. Dengan
pemakaian gas yang semakin besar, akan menekan laju konsumsi BBM/LPG dan
pada akhirnya akan mengurangi beban pemerintah dalam memberikan subsidi.
Subsidi ini bisa dialihkan untuk sektor lain yang jauh lebih produktif, salah
satunya adalah pembangunan pengembangan fasilitas infrastruktur gas untuk
keperluan rumah tangga atau yang disebut gas kota (city gas).
Sumber : BP Statistical Review (2015)
Gambar 5 Bauran energi primer Indonesia dan konsumsi gas dunia tahun 2015
Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan UU No. 30/2007 tentang
diversifikasi energi yaitu penganekaragaman pemanfaatan sumber energi. Salah
satu program diversifikasi energi adalah penggunaan BBM ke gas untuk sektor
transportasi yang diperlukan untuk mengurangi penggunaan minyak bumi. Selain
itu pemerintah juga mengeluarkan Perpres No. 5/2006 tentang kebijakan energi
nasional yaitu target bauran energi ke arah peningkatan penggunaan gas dan
mengurangi pemakaian BBM.
Target bauran energi primer Indonesia pada tahun 2025 seperti yang
disajikan pada Gambar 6 terlihat bahwa pemakaian gas akan meningkat dari 286
Million Barrels Oil Equivalent (MBOE) pada tahun 2013 menjadi 628 MBOE
pada tahun 2025 atau naik hingga 220%. Pada rentang waktu yang sama
pemakaian BBM juga mengalami kenaikan dari 550 MBOE pada tahun 2013
menjadi 714 MBOE pada tahun 2025 atau mengalami kenaikan hingga 130%.
Pemerintah berusaha menahan laju pertumbuhan pemakaian BBM dengan
melakukan konversi dengan sumber energi lainnya, salah satunya adalah dengan
memperbesar pemakaian gas. Dengan asumsi perbedaan harga gas dan BBM
adalah USD 6 per MMBTU, maka penghematan pemakaian BBM untuk
pembangunan ruas pipa ini sekitar USD 1.6 juta pertahun dan seiring dengan
pertumbuhan jaringan pipa gas kota, Indonesia akan mengurangi ketergantungan
terhadap BBM impor.
Minyak
Gas Alam
Batu bara
RenewablesHydro electric
199.4JTEO
177.6
102.1
47.6
45.5
39.2
39.0
35.8
35.8
30.9
24.1
16.5
10.2
9.6
7.1
4.1
3.0
2.9
China
Japan
Thailand
India
South Korea
Pakistan
Indonesia
Malaysia
Australia
Bangladesh
Taiwan
Singapore
Vietnam
Other Asia …
New Zealand
Philippines
China HK SAR
KONSUMSI GAS ALAM2015 (JTEO)
5
Sumber : Indonesia Oil and Gas Development Plan (2015)
Gambar 6 Target bauran energi primer Indonesia pada tahun 2025
Perumusan Masalah
Pengguna utama gas di Indonesia adalah sektor industri, transportasi, rumah
tangga dan komersial. Pada penelitian ini gas kota dikaitkan dengan kebutuhan
gas untuk sektor rumah tangga dan komersial. Gas kota adalah salah satu program
yang bisa dikembangkan untuk mengatasi gap antara peningkatan pertumbuhan
konsumsi energi masyarakat dibandingkan dengan produksi minyak dalam negeri
yang semakin tinggi. Sekaligus untuk menekan laju pertumbuhan impor bahan
bakar yang tentu saja membebani neraca ekonomi Indonesia.
PT ABC Niaga berencana mengembangkan jaringan gas kota untuk
kegiatan komersial dan rumah tangga, salah satunya dengan memanfaatkan pipa
distribusi yang dibangun dari Beji (Depok) hingga ke Blok M. Pipa sepanjang 22
km itu diharapkan dapat memasok gas untuk kegiatan komersial dan rumah
tangga yang berada di area tersebut hingga wilayah Serpong, Tangerang.
Jaringan gas kota adalah rantai nilai akhir pasokan gas dari sumber gas ke
konsumen akhir (end users). Gas dikirimkan melalui jaringan pipa transmisi ke
jaringan pipa distribusi setelah melewati city gate station untuk selanjutnya
didistribusikan ke konsumen akhir. Untuk sampai ke konsumen akhir, perlu
dibangun infrastruktur distribusi gas kota (city gas distribution) seperti jaringan
pipa, stasiun regulator dan stasiun meter atau gabungannya. Pembangunan
infrastruktur distribusi gas kota memerlukan biaya yang harus dihitung secara
cermat dan komponen-komponen biaya untuk pembangunannya harus memenuhi
syarat keekonomian.
Jaringan pipa distribusi Beji-Blok M dibangun oleh PT ABC, pengelolaan
dan operasionalnya juga dilakukan oleh PT ABC atau afiliasinya. Dengan
demikian, maka ada dua misi yang dapat dipenuhi oleh PT ABC. Pertama, PT
ABC menjalankan misi pemerintah yang dituangkan dalam Peraturan Presiden RI
6
nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional, yaitu penggunaan energi
alternatif sebagai substitusi BBM untuk menekan laju subsidi BBM. Langkah-
langkah strategik pemerintah dalam upaya pemanfaatan energi alternatif
pengganti BBM adalah meningkatkan penggunaan bahan bakar gas bumi untuk
sektor rumah tangga dan pelanggan kecil. Kedua, PT ABC melalui PT ABC
Niaga, adalah badan usaha yang harus tetap menjalankan misi bisnisnya sehingga
harus ada perhitungan profit cost ratio atau nilai keekonomian tertentu dalam
pembangunan infrastruktur distribusi gas kota. Menurut Adsera dan Vinolas
(2003) penilaian perusahaan dapat dilakukan melalui pendekatan keuangan dan
ekonomi sehingga bisnis gas kota juga merupakan pengembangan bisnis yang bisa
dilakukan oleh PT ABC Niaga dan bisa memberikan kontribusi penerimaan bagi
perusahaan dan meningkatkan nilai perusahaan.
Studi kelayakan adalah suatu kegiatan analisis yang cermat, sistematis dan
menyeluruh mengenai faktor-faktor atau aspek yang dapat mempengaruhi
kemungkinan berhasilnya pelaksanaan gagasan suatu usaha. Berdasarkan batasan
tersebut, dapat dimengerti bahwa studi tersebut harus membahas semua aspek
yang dapat menentukan layak tidaknya gagasan usaha. Penyusunan studi
kelayakan suatu usaha adalah merupakan langkah terakhir yang perlu dilakukan
sebelum suatu usaha mulai dilaksanakan hingga sampai kepada keputusan bahwa
gagasan usaha tersebut dapat dilaksanakan atau dibatalkan. Suatu gagasan yang
tertuang dalam rencana suatu proyek akan dilaksanakan atau tidak, tentu pihak
pengusaha atau calon pengusaha yang harus melakukan studi yang cermat dan
menyeluruh. Adapun yang menjadi fokus utama bagi analis untuk melakukan
studi kelayakan adalah mengenai analisis biaya dan manfaat.
Untuk sampai pada perhitungan nilai keekonomian tertentu, diperlukan
data dan informasi besarnya potensi demand dari konsumen yang menjadi target,
agar biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur distribusi gas kota
memenuhi syarat kelayakan yang diharapkan. Saat ini data-data mengenai potensi
demand dan konsumen yang menjadi target tersedia di PT ABC Niaga, sehingga
data tersebut dapat dikembangkan menjadi suatu penelitian dalam menentukan
kelayakan investasi pipa yang akan dibangun dengan menggunakan metode net
present value (NPV), internal rate of return (IRR), payback period (PP) dan
profitability index (PI).
Setelah dilakukan evaluasi kelayakan investasi dan investasi dinyatakan
layak untuk dijalankan maka tahapan selanjutnya adalah dirumuskan strategi yang
tepat agar pembangunan gas kota ini bisa tumbuh menjadi bisnis yang bisa
diandalkan oleh korporasi, berjalan sesuai dengan keekonomian dan kelayakan
usaha yang sudah disusun dan ditetapkan dalam rencana bisnis, mendatangkan
keuntungan yang diharapkan, sekaligus bisa berkembang ditengah kompetisi yang
ada. Langkah pertama yang akan dilakukan adalah analisis faktor-faktor eksternal
dan internal yang mempengaruhi performa bisnis, lalu analisis matriks internal
dan eksternal serta SWOT untuk menentukan alternatif-alternatif strategi.
Langkah terakhir adalah analisis penentuan prioritas strategi yang akan dilakukan
dengan menggunakan metode quantitative strategic planning matrix (QSPM).
Dalam pelaksanaan strategi diperlukan sistem kontrol strategis yang dapat
memastikan strategi dapat di terjemahkan ke dalam tindakan atau implementasi
(Atkinson 2006).
7
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian
ini adalah:
1. Sejauh mana kelayakan investasi pembangunan jaringan gas kota ini dari
aspek pembelanjaan perusahaan?
2. Faktor internal dan eksternal apa saja yang mempengaruhi performa dari
bisnis gas kota?
3. Apa saja alternatif strategi bagi bisnis gas kota dan bagaimana urutan
prioritasnya?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis kelayakan investasi rencana pembangunan jaringan gas kota
dari aspek pembelanjaan perusahaan.
2. Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
performa bisnis gas kota.
3. Merumuskan alternatif strategi untuk pengembangan bisnis gas kota dan
urutan prioritasnya.
Manfaat Penelitian
Melalui penulisan tesis ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat atau
sumbangsih antara lain kepada:
1. PT ABC Niaga
Menjadi salah satu bahan rujukan bagi PT ABC dan PT ABC Niaga dalam
pengambilan keputusan dan pengembangan investasi pembangunan
jaringan gas kota.
2. Akademisi
Menambah pengetahuan dalam pelaksanaan investasi pembangunan dan
bisnis gas kota, tata kelola bisnisnya, penilaian kelayakan proyek dari sisi
pembelanjaan perusahaan, mengetahui faktor-fator internal dan eksternal
yang mempengaruhi performa bisnis gas kota berikut merumuskan
alternatif strategi dan urutan prioritasnya.
3. Pemerintah Indonesia
Menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dalam memutuskan
pendanaan yang bisa diambil dari APBN untuk pembangunan infrastruktur
gas kota di Indonesia dalam rangka menekan besaran subsidi.
4. Agroindustri
Dengan tersedianya gas yang merupakan sumber energi bersih, maka akan
meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dari sektor agroindustri
misalnya pabrik makanan atau pabrik susu dan olahannya, karena
kemungkinan kontaminasi produk akan semakin kecil dibandingkan
dengan penggunaan BBM. Selain itu dengan harga gas yang relatif lebih
murah dibandingkan dengan BBM maka akan meningkatkan efisiensi
biaya produksi dan daya saing produk agroindustri Indonesia.
8
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada aspek keuangan yang diterapkan untuk dijadikan
panduan agar masalah serta pembahasan tetap fokus pada permasalahan yang
diangkat menjadi topik dalam tesis ini. Batasan-batasan tersebut antara lain:
1. Proyek yang akan dibahas dalam tesis ini adalah merupakan program PT
ABC dan PT ABC Niaga dalam pembangunan jaringan gas kota .
2. Perhitungan dan analisis hanya dibatasi pada proyek ini saja, dengan
asumsi single project sehingga perhitungan pengembangan kapasitas dan
area di masa yang akan datang, sesudah jangka proyek ini berakhir tidak
dianalisis.
3. Penelitian dilakukan untuk menganalisis faktor eksternal dan internal yang
mempengaruhi performa bisnis gas kota, berikut alternatif-alternatif
strategi dan urutan prioritasnya.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Investasi secara umum dapat diartikan sebagai segala bentuk kegiatan
menanamkan dana baik oleh perorangan maupun perusahaan untuk memperoleh
pendapatan dan peningkatan dari investasi yang telah dilakukan. Harianto dan
Sidomo (1998) mendefinisikan investasi sebagai suatu kegiatan untuk
menempatkan dana pada satu atau lebih dari satu aset selama periode tertentu
dengan harapan dapat memperoleh pendapatan dan atau peningkatan nilai
investasi.
Investasi dapat pula diartikan sebagai penanaman modal suatu kegiatan
yang memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha.
Penanaman modal yang ditanamkan dalam arti sempit berupa proyek tertentu,
baik bersifat fisik maupun non fisik. Dalam prakteknya jenis investasi dapat
dibagi 2 macam, yaitu:
1. Investasi nyata (real investment), yang merupakan investasi yang dibuat
dalam harta tetap (fixed asets) seperti tanah, bangunan, peralatan, atau
mesin-mesin.
2. Investasi finansial (financial investment), yang merupakan investasi dalam
bentuk kontrak kerja, pembelian saham, atau surat berharga lainnya.
Dalam pengertian investasi terkandung dua makna penting, yaitu adanya
resiko dan tenggang waktu. Masalah dalam investasi adalah rencana investasi
yang dianalisis merupakan rencana di masa yang akan datang, sehingga tidak ada
jaminan bahwa arus kas yang diharapkan akan benar-benar terealisir sesuai
dengan harapan. Selalu ada unsur ketidakpastian dan resiko yang menyertai suatu
investasi. Karena itu dalam rangka meminimalisasi resiko yang mungkin terjadi,
sebelum proyek investasi dilaksanakan investor harus berusaha untuk melakukan
analisis perhitungan estimasi mengenai kondisi di masa mendatang.
Menurut Gitman (2006) secara garis besar terdapat dua macam resiko yang
dihadapi oleh perusahaan yaitu:
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB