kelas kata verba bahasa bugis parit haruna desa pal ix kecamatan sungai kakap kabupaten kuburaya
DESCRIPTION
Desain penelitian ini dibuat untuk melengkapi mata kuliah Penelitian Bahasa NAMA : DINA MARIANA NIM : 511100351 NAMA DOSEN : ALTRANSCRIPT
KELAS KATA VERBA BAHASA BUGIS PARIT HARUNA
DESA PAL IX KECAMATAN SUNGAI KAKAP
KABUPATEN KUBURAYA
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH
DINA MARIANA
NIM 511100351
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
PONTIANAK
2014
BAGIAN I
RENCANA PENELITIAN
A. Latar Belakang
Bahasa dalam kehidupan sehari-hari mempunyai peran sebagai alat
komunikasi. Hal ini tidak terlepas dari keharusan manusia untuk berinteraksi
dengan orang lain. Dalam berinteraksi tersebut seseorang mengutarakan
pendapat dan pandangannya dalam suatu bahasa yang saling dimengerti.
Itulah sebabnya tidak mengherankan apabila sekarang ini bahasa mendapat
perhatian luas dari berbagai kalangan, tidak saja para ahli bahasa tetapi juga
ahli-ahli di bidang lainnya. Dengan bahasa, segala ide, gagasan, perasaan,
keinginan, dan pengalaman dapat tertuang. Jadi perlu disadari bahwa interaksi
dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa.
Bahasa menunjukkan pribadi seseorang, karakter, watak, atau
pribadi seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia ucapkan.
Penggunaan bahasa yang lemah lembut, sopan, santun, sistematis, teratur,
jelas dan lugas mencerminkan pribadi penuturnya berbudi. Sebaliknya,
melalui penggunaan bahasa yang sarkasme, memaki, memfitnah, mengejek
atau melecehkan akan mencitrakan pribadi yang tidak berbudi. Manusia
dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin
hubungan dengan manusia lain dalam lingkungannya. Ada dua cara untuk
dapat melakukan komunikasi, yaitu secara tertulis dan secara lisan.
Penggunaan bahasa secara tertulis merupakan hubungan tidak langsung,
sedangkan penggunaan bahasa secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam
hubungan langsung akan terjadi sebuah tuturan antar individu atau kelompok.
Tuturan yang terjadi mengakibatkan adanya peristiwa tutur dan tindak tutur.
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi
linguistik dalam bentuk ujaran yang melibatkan dua pihak atau lebih, yaitu
menurut penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di
dalam waktu, tempat dan situasi tertentu.
Setiap peserta tindak tutur bertanggungjawab terhadap tindakan dan
penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi sosial itu.
Tujuan kita berkomunikasi kepada lawan bicara adalah untuk menyampaikan
pesan dan menjalin hubungan sosial. Dalam penyampaian pesan tersebut
biasanya digunakan bahasa verbal baik lisan atau tulis maupun non verbal
yang dipahami kedua belah pihak, pembicara dan lawan bicara, sedangkan
tujuan komunikasi untuk menjalin hubungan sosial dilakukan dengan
menggunakan beberapa strategi. Misalnya, dengan menggunakan ungkapan
kesopanan, ungkapan implisit dan basa-basi.
Kesantunan dapat dilihat dari berbagai segi dalam pergaulan sehari-
hari. Kesantunan memperlihatkan sikap yang mengandung nilai sopan santun
atau etika dalam pergaulan sehari-hari. Ketika orang dikatakan santun, dalam
diri seseorang itu tergambar nilai sopan santun atau nilai etika yang berlaku
secara baik di masyarakat tempat orang itu mengambil bagian sebagai
anggotanya.
Ketika dia dikatakan santun, masyarakat memberikan nilai
kepadanya, baik penelitian itu dilakukan secara seketika maupun secara
konvensional. Sudah barang tentu, penilaian dalam proses yang panjang ini
lebih mengekalkan nilai yang diberikan kepada masyarakat. Kesantunan
berbahasa tercermin dalam tata cara berkomunikasi lewat tanda verba atau
tata cara berbahasa.
Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma-norma budaya, tidak
hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tata cara berbahasa
harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat
hidup dan dipergunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Tata cara
berbahasa sangat penting diperhatikan para peserta komunikasi demi
kelancaran komunikasi.
Tata cara berbahasa seseorang dipengaruhi oleh norma-norma
budaya, suku bangsa atau kelompok masyarakat tertentu. Hal ini
menunjukkan bahwa kebudayaan yang sudah mendarah daging pada diri
seseorang berpengaruh pada pola berbahasanya. Itulah sebabnya kita
mempelajar iatau memahami norma-norma budaya sebelum atau disamping
mempelajari bahasa. Sebab, tata cara berbahasa yang mengikuti norma-norma
budaya akan menghasilkan kesantunan berbahasa.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang
berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh
pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta
sebagai sarana integrasi dan adaptasi.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat dwibahasawan, artinya
masyarakat yang memiliki dan menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa daerah
dan bahasa Indonesia. Bahasa daerah digunakan untuk berkomunikasi dalam
berhubungan dalam lingkungan keluarga maupun dalam masyarakat bahasa
daerah itu sendiri berada, sementara bahasa indonesia digunakan sebagai
media komunikasi antar suku atau dengan masyarakat diluar bahasa-bahasa
daerah mereka, kedua bahasa tersebut digunakan secara bergantian dan saling
melengkapi.Bahasa daerah tersebut merupakan bagian dari kebudayaan
nasional yang hidup. Bahasa daerah dalam kedudukannya sebagai bahasa
daerah yaitu: lambang kebanggaan daerah; lambang identitas; alat
berkomunikasi didalam keluarga dan masyarakat.
Bahasa daerah adalah penamaan bahasa yang digunakan oleh
kelompok orang yang anggotanya secara relatif memperlihatkan frekuensi
interaksi yang lebih tinggi di antara mereka dibandingkan dengan mereka
yang bertutur dalam bahasa daerah tersebut. Oleh karena frekuensi interaksi
yang tinggi itu diwujudkan oleh ikatan-ikatan institusional, seperti ikatan
kekerabatan, upacara-upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup masing-
masing warga, maka bahasa daerah dapat pula digunakan sebagai kriteria
pengidentifikasian dari sukubangsa atau kelompok etnis sehingga bahasa
dinamakan juga bahasa sukubangsa, atau sebaliknya sukubangsa dapatlah
dinamakan sebagai kelompok etnolinguistik.
Perkembangan zaman dan teknologi sangat besar pengaruhnya
terhadap eksistensi bahasa terutama bahasa daerah. Karena kemajuan
teknologi tersebut banyak generasi muda atau generasi penutur asli bahasa
daerah tertentu menjadi enggan bahkan tidak bisa menggunakan bahasa
daerahnya. Hal ini sangat disayangkan sekali berhubung bahasa daerah
memiliki fungsi yang sangat baik bagi perkembangan suatu kebudayaan.
Banyak putra-putri daerah yang merasa malu untuk menggunakan bahasa
daerahnya karena merasa bahasa daerah tersebut kurang bagus. Mereka lebih
cenderung menggunakan bahasa yang bukan dari daerahnya atau bahkan
bahasa asing. Hal ini juga terjadi pada Bahasa Bugis Parit Haruna. Meskipun
populasi penyebaran bahasa ini cukup luas, tetapi tidak menutup
kemungkinan bahasa tersebut akan terkontaminasi oleh bahasa asing atau
bakhan berkurang persebarannya karena banyak orang yang enggan untuk
menggunakannya.
Bahasa Bugis merupakan bahasa daerah yang digunakan masyarakat
tutur di Parit Haruna Desa Pal IX Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten
Kuburaya. Persebaran bahasa ini cukup luas dan tidak hanya di kecamatan
Sungai Kakap saja. Bentuk kelas kata dalam Bahasa Bugis sama dengan
bentuk kelas kata dalam bahasa Indonesia pada umumnya. Bentuk kelas kata
ini terdiri dari kelas kata verba, adjektiva, adverbia, nomina dan numarelia.
Dari beberapa jenis kelas kata tersebut yang akan menjadi fokus
penulis dalam melakukan penelitian adalah pada kelas kata verba. Verba
merupakan kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau pekerjaan yang
berfungsi sebagai predikat dalam beberapa bahasa lain yang mempunyai ciri
morfologis. Sebagai satu di antara kelas kata dalam tuturan kebangsaan verba
mempunyai frekuensi yang tinggi pemakaiannya dalam suatu kalimat, verba
mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyusunan kalimat. Perubahan
struktur pada kalimat sebagian besar ditentukan oleh perubahan bentuk verba.
Adapun alasan penulis ingin mengkaji mengenai kelas kata verba
karena beberapa faktor yaitu: 1) Penulis melihat penggunaan kelas kata verba
tersebut telah terkontaminasi oleh bahasa-bahasa luar; 2) Penulis ingin
mempertahankan eksistensi bahasa daerah yang mulai pudar dalam ruang
lingkup masyarakat penuturnya; 3) Penulis merupakan putri daerah sekaligus
penutur asli yang dapat mempertahankan penggunaan bahasa tersebut.
Bertolak dari uraian diatas, maka penulis akan mengadakan upaya
mempertahankan serta pengembangan bahasa daerah tersebut dengan sebuah
penelitian dengan judul “Kelas Kata Verba Bahasa Bugis Parit Haruna Desa
Pal IX Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kuburaya”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis menentukan beberapa fokus yang
akan diteliti dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk verba yang terdapat dalam Bahasa Bugis Parit
Haruna kecamatan Sungai Kakap kabupaten Kuburaya?
2. Bagaimanakah jenis-jenis verba yang terdapat dalam Bahasa Bugis Parit
Haruna kecamatan Sungai Kakap kabupaten Kuburaya?
3. Apasajakah fungsi verba yang terdapat dalam Bahasa Bugis Parit Haruna
kecamatan ungai Kakap kabupaten Kuburaya?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan bentuk verba yang terdapat dalam Bahasa Bugis Parit
Haruna kecamatan Sungai Kakap kabupaten Kuburaya.
2. Memaparkan jenis-jenis verba yang terdapat dalam Bahasa Bugis Parit
Haruna kecamatan Sungai Kakap kabupaten Kuburaya.
3. Menjelaskan fungsi verba yang terdapat dalam Bahasa Bugis Parit
Haruna kecamatan Sungai Kakap kabupaten Kuburaya.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian tentang verba dalam
bahasa Indonesia maupun bahasa daerah.
b) Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah ilmu dan
wawasan pengetahuan bagi para pembaca dalam mempermudah
pemahaman tentang verba.
c) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk melakukan
penelitian sejenis maupun lanjutan.
2. Manfaat praktis
a) Bagi Pembaca
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca guna menambah
khazanah ilmu dan wawasan pengetahuan bagi para pembaca dalam
mempermudah pemahaman tentang verba.
b) Bagi Peneliti
Penelitian ini memberi manfaat bagi peneliti sehingga peneliti dapat
mengaplikasikan teori yang diperoleh, menambah pengalaman peneliti
dalam penelitian yang terkait dengan verba dalam bahasa daerah.
c) Bagi Lembaga
Penelitian ini bermanfaat bagi lembaga guna memperkaya referensi
untuk mempermudah melakukan penelitian sejenis maupun penelitian
lanjutan
E. Prosedur Penelitian
1. Metode Penelitian
a. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Parit Haruna desa Pal IX
yang terletak di kecamatan Sungai Kakap kabupaten Kuburaya.
Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan berikut:
1) Belum ada yang meneliti mengenai verba Bahasa Bugis Parit
Haruna.
2) Penulis ingin mempertahankan eksistensi bahasa daerah yang mulai
pudar dalam ruang lingkup masyarakat penuturnya.
3) Penulis merupakan penutur asli Bahasa Bugis Parit Haruna.
Penelitian ini dilakukan selama enam bulan, yang terdiri dari
tahap persiapan sampai tahap pelaporan penelitian yaitu mulai dari
bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Juni 2015.
b. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah mahluk hidup atau individu,
yang dijadikan sebagai sumber informasi yang dibutuhkan dalam
pengumpulan data penelitian. Dalam penelitian kualitatif, istilah subjek
penelitian sering disebut sebagai informan. yaitu pelaku yang
memahami objek penelitian. Jadi informan yang dimaksudkan di sini
adalah orang yang memberi informasi tentang data yang dibutuhkan
oleh penulis, berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan.
c. Data dan Sumber Data
1) Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Bahasa
Bugis Parit Haruna. Penulis mengkhususkan yaitu pada
penggunaan Verba Bahasa Bugis Parit Haruna.
2) Sumber Data
Dalam mencari data mengenai verba Bahasa Bugis Parit Haruna,
penulis menentukan sumber data yang diperoleh berasal dari
masyarakat penutur asli bahasa tersebut tepatnya di Parit Haruna
desa Pal IX. Masyarakat penutur asli juga ditentukan mana yang
layak dan tidak layak untuk dijadikan sumber data karena
berhubungan dengan keabsahan data. Berikut penulis sebutkan
syarat-syarat informan yang akan dijadikan sumber data dalam
penelitian ini:
a) Sehat jasmani dan rohani
b) Berjenis kelamin pria maupun wanita
c) Merupakan penduduk asli
d) Berusia antara 40-60 tahun
d. Teknik dan Alat Pengumpul Data
1) Teknik Pengumpul Data
a) Komunikasi Langsung
Wawancara merupakan satu di antara bentuk teknik
pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian
kualitatif. Untuk mendapatkan data penulis memanfaatkan
media yang telah dipersiapkan berupa gambar daftar pertanyaan
atau pedoman wawancara, dan daftar kata dalam bahasa
Indonesia yang mengandung verba untuk dijadikan bahan
percakapan.
b) Teknik Catat dan Rekam
Teknik perekaman diperlukan untuk merekam semua apa yang
diujarkan oleh informan, baik ujaran dari hasil wawancara
maupun cerita rakyat yang informan tuturkan.
c) Teknik Simak dan Libat Cakap
Disebut teknik libat cakap, karena penulis terlibat langsung
dalam dialog atau percakapan antara informan dan penulis.
Disamping itu, penulis juga memperhatikan penggunaan bahasa
lawan bicaranya. Penulis juga ikut serta dalam pembicaraan
dapat aktif dapat pula reseptif.
2) Alat Pengumpul Data
a) Alat pengumpul data dalam teknik komunikasi langsung adalah
lembar pedoman wawancara dan alat tulis sebagai media untuk
mencatat hal-hal yang berkaitan dengan data yang diteliti.
b) Teknik catat dan rekam menggunakan alat tulis dan Handpone
untuk mencatat dan merekam setiap tuturan oleh masyarakat
penutur Bahasa Bugis Parit Haruna.
c) Alat pengumpul data dalam teknik simak dan libat cakap adalah
berupa Camera Handphone dan Recorder untuk
mendokumentasikan gambar maupun suara hasil wawancara
yang diperoleh pada saat mengumpulkan data.
e. Validitas Data
Dalam penelitian ini validitas data menggunakan triangulasi data
yaitu triangulasi sumber. Penggunaan triangulasi dengan sumber karena
dalam hal ini yaitu membandingkan dan mengecek balik kepercayaan
suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam metode kualitatif.
Hal ini dapat dicapai dengan jalan membandingkan dengan apa
yang dikatakan orang di tempat umum dengan apa yang dikatakan
secara pribadi, membandingkan apa yang dikatakan orang tentang
situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu,
membandingkan keadaan dengan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan, serta membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.
f. Teknik Analisis Data
1) Reduksi Data
Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan
melalui seleksi data mentah menjadi data yang bermakna. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas, dan mempermudah penulis untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya apabila diperlukan.
Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan, seperti komputer,
notebook, dan lain sebagainya.
2) Penyajian Data
Data yang sudah terkumpul dan terseleksi kemudian
dikelompokkan dalam beberapa bagian sesuai dengan jenis data
supaya makna peristiwanya lebih mudah dipahami. Sajian data
dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk paparan deskriptif,
tabel dan grafik. Dengan adanya penyajian data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, dan
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami tersebut.
3) Penarikan Simpulan
Simpulan dalam penelitian ini ditarik berdasarkan reduksi dan
penyajian data. Penarikan simpulan dilakukan sebagai proses
pengambilan intisari dan penyajian dat yang telah terorganisasi
tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat yang singkat dan padat,
tetapi mengandung pengertian yang luas. Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya
belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau bahkan
gelap, sehingga setelah diteliti menjadi jelas.
2). Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan beberapa istilah yang
digunakan penulis dalam melakukan penelitian supaya tidak terjadi
salah penafsiran oleh pembaca. Adapun beberapa istilah tersebut
dipaparkan singkat sebagai berikut:
1. Morfologi merupakan khazanah ilmu yang mengkaji masalah
bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk
sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan
jenisnya.
2. Kelas kata adalah golongan kata dalam satuan bahasa berdasarkan
kategori bentuk, fungsi dan makna dalam sistem gramatikal. Untuk
menyusun kalimat yang baik dan benar yang berdasarkan pola-pola
kalimat baku, penutur harus mengenal jenis dan fungsi kelas kata.
3. Verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat
dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti
kata, aspek, dan pesona atau jumlah. Sebagian verba memiliki unsur
semantis perbuatan, keadaan dan proses, kelas kata dalam bahasa
Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata
tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih,
dan sebagainya.
4. Bahasa Bugis Parit Haruna merupakan bahasa daerah yang
digunakan masyarakat tutu Desa Pal IX kecamatan Sungai Kakap
kabupaten Kuburaya. Persebaran bahasa ini cukup luas dan tidak
hanya di kecamatan Sungai Kakap.
BAGIAN II
KAJIAN TEORI
A. Hakikat Morfologi
Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti
bentuk dan kata logi yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah kata morfologi
berarti ilmu mengenai bentuk. Di dalam kajian linguistik, morfologi
berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata.
Morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan
kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem
dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan
mengenai pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan mengenai
komponen atau unsur pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem
dasar maupun morfemafik, dengan berbagai alat proses pembentukan kata
itu, yaitu afiks dalam proses pembentukan kata melalui proses afiksasi,
reduplisasi, ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui
proses reduplikasi, penggabungan dalam proses pembentukan kata melalui
proses komposisi dan sebagainya. Jadi ujung dari proses morfologi adalah
terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai dengan keperluan
dalam satu tindak pertuturan.
Morfem adalah bentuk bahasa yang dapat dipotong-potong menjadi
bagian yang lebih kecil, yang kemudian dapat dipotong lagi menjadi
bagian yang lebih kecil lagi begitu seterusnya sampai ke bentuk yang jika
dipotong lagi tidak mempunyai makna. Morfem yang dapat berdiri sendiri
dinamakan morfem bebas, sedangkan morfem yang melekat pada bentuk
lain dinamakan morfem terikat.
Alomorf adalah bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari
morfem yang sama. Morf adalah sebuah bentuk yang belum diketahui
statusnya. Untuk menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan,
harus dibandingkan bentuk tersebut di dalam
kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Morfem utuh yaitu morfem yang
merupakan satu kesatuan yang utuh. Morfem terbagi yaitu morfem yang
merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi karena disisipi oleh morfem lain.
B. Hakikat Kelas Kata
Kelas kata adalah golongan kata dalam satuan bahasa berdasarkan
kategori bentuk, fungsi dan makna dalam sistem gramatikal. Untuk
menyusun kalimat yang baik dan benar yang berdasarkan pola-pola
kalimat baku, penutur harus mengenal jenis dan fungsi kelas kata.
Adapun fungsi dari kelas kata adalah sebagai berikut:
1. Melambangkan gagasan pikiran dari yang abstrak menjadi konkret.
2. Membentuk macam struktur kalimat.
3. Memperjelas makna gagasan kalimat.
4. Membentuk satuan makna frase, klausa atau kalimat.
5. Membentuk gaya pengungkapan yang jelas sehingga dapat
dipahami dan dimengerti oleh orang lain.
6. Mengungkapkan berbagai jenis ekspresi seperti: berita, perintah,
penjelasan dan lain sebagainya.
7. Mengungkapkan berbagai sikap seperti: ajakan , penolakan dan
sebagainya.
Dari segi bentuk kata, pengklasifikasiannya terbagi menjadi empat
bagian, yaitu (1) kata dasar, (2) kata turunan, (3) kata ulang dan (4) kata
majemuk. Berikut penjelasannya:
1. Kata Dasar
Kata dasar adalah kata asli yang belum diberi imbuhan atau yang
belum diberikan awalan, akhiran, sisipan dan penggabungan awalan
dan akhiran. Kata-kata seperti baik, getar, kerja, sakit, gunung
disebut sebagai kata dasar karena kata-kata itu tidak berimbuhan atau
belum diberi imbuhan.
2. Kata Turunan
Kata turunan adalah kata yang telah mengalami penambahan atau
pengimbuhan. Penambahan atau pengimbuhan disebut juga dengan
afiks yang terdiri dari beberapa bentuk, yaitu: Imbuhan di awal kata
(Prefiks atau awalan), Imbuhan di tengah kata (Infiks atau sisipan),
danImbuhan di akhir kata (Sufiks atau akhiran).
3. Kata Ulang
Kata ulang adalah kata yang mengalami proses pengulangan bentuk,
baik seluruh kata maupun sebagian. Semua kata ulang wajib ditulis
dengan memakai tanda penghubung (-). Contoh: lauk-pauk, anak-
anak, gerak-gerik.
4. Kata Majemuk
Kata majemuk adalah gabungan beberapa kata dasar yang berbeda
yang membentuk suatu arti baru. Contoh: duta besar, rumah makan,
rumah sakit.
C. Kelas Kata Verba
Menurut Harimurti Kridalaksana (1993: 226) verba adalah kelas
kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat dalam beberapa bahasa lain
verba mempunyai ciri morfologis seperti kata, aspek, dan pesona atau
jumlah. Sebagian verba memiliki unsur semantis perbuatan, keadaan dan
proses, kelas kata dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan
untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata
seperti sangat, lebih, dan sebagainya.
Verba merupakan kata yang menggambarkan proses, perbuatan,
atau pekerjaan yang berfungsi sebagai predikat dalam beberapa bahasa lain
yang mempunyai ciri morfologis. Sebagai satu di antara kelas kata dalam
tuturan kebangsaan verba mempunyai frekuensi yang tinggi pemakaiannya
dalam suatu kalimat, verba mempunyai pengaruh yang besar terhadap
penyusunan kalimat. Perubahan struktur pada kalimat sebagian besar
ditentukan oleh perubahan bentuk verba.
D. Jenis-jenis Verba
1. Verba Dari Segi Perilaku Sintaksisnya
Verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat karena
dalam kebanyakan hal verba berpengaruh besar terhadap unsur-unsur
lain yang harus atau boleh ada dalam kalimat tersebut.
a. Verba Transitif
Verba transitif yaitu verba yang memerlukan nomina sbagai objek
dalam kalimat aktif, dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek
dalam kalimat pasif. Contoh:
1) Ibu sedang membersihkan kamar.
Kamar itu sedang dibersihkan oleh ibu.
2) Rakyat pasti mencintai pemimpin yang jujur.
Pemimpin yang jujur pasti dicintai oleh rakyat.
Verba transitif juga dapat dibedakan menjadi beberapa bagian
sebagai berikut:
1) Verba ekstransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh satu
objek. Contoh: saya sedang mencari pekerjaan.
2) Verba dwitransitif adalah verba yang dalam kalimat aktif dapat
diikuti oleh dua nomina, satu sebagai objek dan satunya lagi
sebagai pelengkap.Sejumlah verba dwitransitif memiliki ciri
semantis yang membedakan fungsi objek dari pelengkap yang
berupa nama, julukan, gelar, atau kedudukan.Contoh: mereka
menamai bayi itu Sarah; masyarakat menuduh dia pencuri; dia
memanggil saudaranya Alan.
3) Verba semi transitif ialah verba yang objeknya boleh ada dan
boleh tidak. Contoh: ayah sedang membaca koran, ayah sedang
membaca.
b. Verba Taktransitif
Verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di
belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subyek dalam kalimat
pasif. Contoh:
1) Maaf, Pak, Ayah sedang mandi.
2) Kami harus bekerja keras untuk membangun negara.
Verba taktransitif dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai
berikut:
1) Verba berpelengkap.
Jika pelengkap itu tidak hadir maka kalimat tidak sempurna dan
tidak berterima. Contoh: Rumah orang kaya itu berjumlah lima
puluh buah, yang dikemukakan adalah suatu dugaan, dia sudah
mulai bekerja, nasi telah menjadi bubur.
2) Verba taktransitif berpelengkap manasuka.
Pelengkap tidak selalu hadir. Di antara verba seperti itu ada
yang diikuti oleh kata atau frasa tertentu yang kelihatannya
seperti pelengkap, tetapi sebenarnya adalah keterangan. Contoh:
makin tua makin menjadi, pikiran yang dikemukakannya
bernilai, film itu berwarna, bibit kelapa itu tumbuh subur.
c. Verba Berpreposisi
Verba berpreposisi ialah verba taktransitif yang selalu diikuti oleh
preposisi tertentu. Contoh: Kami belum tahu akan/tentang hal itu;
Saya sering berbicara tentang hal ini; Sofyan berminat pada musik;
Keberhasilan pembangunan banyak bergantung pada mentalitas para
pelaksananya.
2. Verba Dari Segi Bentuknya
a. Verba Asal
Verba asal ialah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks. Hal itu
berarti bahwa dalam tataran yang lebih tinggi seperti klausa ataupun
kalimat, baik dalam bahasa formal maupun informal, verba macam
itu dapat dipakai. Perhatikan contoh berikut.
1) Di mana Bapak tinggal?
2) Segera setelah tiba di Jawa, kirimlah surat ke mari.
3) Kita perlu tidur sekitar enam jam sehari?
Makna leksikal, yakni makna yang melekat pada kata, telah dapat
pula diketahui dan verba semacam itu. Dalam bahasa Indonesia
jumlah verba asal tidak banyak.
b. Verba Turunan
Verba turunan adalah verba yang dibentuk melalui trasposisi,
pengafiksan, reduplikasi (pengulangan), atau pemajemukan
(pemaduan).
1) Transposisi adalah suatu proses penurunan kata yang
memperlihatkan peralihan suatu kata dari kategori sintaksis yang
satu ke kategori sintaksis yang lain tanpa mengubah bentuknya.
Contoh: telepon, cangkul, gunting, sikat.
2) Pengafiksan adalah penambahan afiks pada dasar. Contoh:
membeli, mendarat, beremu, bersepeda.
3) Reduplikasi adalah pengulangan suatu dasar. Contoh: lari-lari,
makan-makan, tembak-menembak, mereka-reka.
4) Pemajemukan adalah penggabungan atau pemaduan dua dasar
atau lebih sehingga menjadi satu satuan makna. Contoh: jual
beli, jatuh bangun, salah sangka, salah hitung, hancur lebur.
3. Dilihat Dari Hubungan Verba Dengan Nomina
a. Verba Aktif
Merupakan verba yang subyeknya berperan sebagai pelaku. Contoh:
ia mengapur dinding; saya makan nasi;
b. Verba pasif
Merupakan verba yang subyeknya berperan sebagai penderita,
sasaran, atau hasil. Contoh: Adik dipukul ayah; buku itu terinjak
olehku.
c. Verba anti-aktif (ergatif)
Merupakan verba pasif yang tidak dapat diubah menjdi verba aktif,
dan subyeknya merupakan penanggap ( yang merasakan, menderita,
mengalami). Contoh: Ibu kecopetan di bis. ( yang tidak berasal dari
’X mencopet ibu).
d. Verba anti-pasif
Merupakan verba aktif yang tidak dapat diubah menjadi verba pasif.
Contoh: Ia haus akan kasih sayang; pemuda ini benci terhadap
perempuan.
4. Dilihat Dari Interaksi Antara Nomina Pendampingnya
a. Verba Respirokal
Merupakan verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh
dua pihak, dan perbuatan tersebut dilakukan dengan saling
berbalasan. Kedua belah pihak terlibat perbuatan.
Contoh: berkelahi, berpegangan, tolong – menolong.
b. Verba non-respirokal
Merupakan verba yang tidak menyatakan perbuatan yang dilakukan
oleh dua pihak dan tidak saling berbalasan.
E. Fungsi Verba
Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat
dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.Jika ditinjau
dari segi fungsinya, verba (maupun frasa verbal) terutama menduduki
fungsi predikat. Walaupun demikian, verba dapat pula menduduki fungsi
lain seperti subjek, objek, dan keterangan (dengan perluasan berupa objek,
pelengkap, dan keterangan).
1. Verba dan Frasa Verbal sebagai Predikat
Predikat adalah bagian kalimat yang menandai apa yang dikatakan
oleh pembicara tentang subjek. Oleh karena itu, verba atau frasa
verbal sebagai predikat dikarenakan verba berfungsi sebagai inti
predikat kalimat.
2. Verba dan Frasa Verbal sebagai Subjek
Subjek adalah pokok pembicaraan atau pokok bahasan dan pada
umumnya verba berfungsi sebagai subjek adalah verba inti. Unsur
bagian dari subjek bisa merupakan unsur lain seperti objek dan
keterangan.
3. Verba dan Frasa verba sebagai Objek
Objek merupakan hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok
pembicaraan. Terkait verba dan frasa verbal juga berfungsi sebagai
objek yang masing-masing diikuti oleh kata keterangan.
4. Verba dan Frasa Verbal sebagai Pelengkap
Verba dan frasa verbal dapat juga berfungsi sebagai pelengkap dari
predikat. Predikat yang bersangkutan tidak diteriama jika diikuti oleh
pelengkap. Masing-masing predikat itu tidak lengkap, dan dengan
demikian predikat yang bersangkutan tidak berterima jika tidak diikuti
oleh pelengkap.
5. Verba dan Frasa Verbal sebagai Keterangan
Berdasarkan contoh di atas tampak bahwa ada dua verba yang
letaknya berurutan; pertama merupakan predikat dan yang kedua
bertindak sebagai keterangan.Dalam hal ini verba (dengan
perluasannya) menjadi bagian dari frasa preposisional.
6. Verba yang Bersifat Atributif
Verba (bukan frasa) juga bersifat artibutif, yaitu, memberikan
keterangan tambahan pada nomina. Dengan demikian, sifat itu ada
pada tataran frasa.verba juga bersifat atributif yang memberikan
keterangan tambahan pada nomina.dengan kata lain, verba yang
bersifat atributif tersebut menerangkan nomina inti. Frasa verbal
bukan bersifat atributif.
7. Verba yang Bersifat Apositif
Verba dan perluasannya dapat juga bersifat apositif, yaitu sebagai
keterangan yang ditambahkan atau diselipkan. verba dapat berfungsi
sebagai predikat, subjek, objek, pelengkap, keterangan, aposisi, dan
artibut. Namun, perlu diperhatikan bahwa kategori sintaksinya tetap
verba. Fungsinya saja yang dapat bermacam-macam.
DAFTAR PUSTAKA
Badalu, Abdul Muis. (2005). Morfosintaksis. Jakarta: Rineka Cipta
Finoza, Lamuddin. (2009). Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa
Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Nascucha, dkk. (2013). Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Ilmiah,
Yogyakarta: Media Perkasa.
Ramlan. (2005). Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.
Rohmadi, Muhammad. (2011). Belajar Bahasa Indonesia: Upaya Terampil
Berbicara dan Menulis Karya Ilmiah. Surakarta: Cakrawala Media
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.